BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Perbedaan Akuntansi Komersial dengan Akuntansi Fiskal Informasi dari laporan keuangan banyak diperlukan oleh pihak-pihak yang tertentu, baik yang berasal dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan. Sehingga laporan keuangan harus disusun dengan memenuhi standard–standard yang dapat diterima oleh umum. Kemudian diuraikan lagi bahwa wajib pajak harus memenuhi salah satu kewajiban perpajakan yaitu pembukuan. Ketentuan perpajakan sendiri tidak mengatur secara teknis proses penyelenggaraan pembukuan, cara atau sistem yang dipakai diserahkan kepada wajib pajak dengan memenuhi syarat sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia. Akuntansi komersial merupakan kegiatan jasa yang berfungsi menyajikan informasi kuantitatif mengenai suatu entitas ekonomi sebagai dasar untuk pengambilan suatu keputusan ekonomis terhadap beberapa alternatif yang tersedia, sedangkan akuntansi fiskal merupakan bagian dari akuntansi yang berhubungan dengan penyajian informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pengertian pembukuan dalam undang–undang perpajakan sedikit berbeda dengan pengertian pembukan menurut akuntansi. Menurut Gunadi (2001 : 9) “pembukuan (book keeping) adalah pencatatan data perusahaan dengan teknik tertentu dan mengolahnya sehingga dapat disusun menjadi laporan keuangan”.
5 xx
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan pasal 1 (29) KUP: Pembukuan adalah proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keunangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba-rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. Menurut Pardiat (2007:1), Tujuan penyelengaraan pembukuan adalah untuk menghitung penghasilan neto fiskal berdasarkan UU-Perpajakan dan peraturan pelaksanaannya, yaitu: a) Peraturan Pemerintah (PP) b) Keputusan Presiden (KEPRES) c) Keputusan atau Peraturan Menteri Keuangan d) Keputusan Direktur Jenderal Pajak, atau Peraturan Direktur Jenderal Pajak. e) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak. f) Keputusan Keberatan dari Direktur Jenderal Pajak dan Putusan Banding dari Pengadilan Pajak, hanya untuk WP yang bersangkutan.
Membicarakan masalah perbedaan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal, sama halnya dengan membicarakan masalah akuntansi fiskal, karena akuntansi fiskal umumnya menyangkut masalah kapan suatu penghasilan diakui sebagai pengurangan dari penghasilan tersebut. Masalah ini sesungguhnya tergantung kepada tahun pajak atau tahun buku tahun wajib pajak (pembayar pajak), metode akuntansi yang digunakannya serta konsep yang menjadi pedomannya. Perusahaan yang bergerak di bidang bisnis akan menyusun laporan keuangan yang berbeda antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan yang dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Pengahasilan (SPT PPh) yang disampaikan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Perbedaan tersebut
tidaklah dimaksudkan untuk tujuan tujuan tertentu, seperti penyelundupan pajak, akan tetapi lebih cenderung kepada penyesuaian dengan ketentuan peraturan
xxi
Universitas Sumatera Utara
perundang–undangan perpajakan.
Perbedaan utama antara laporan keuangan
komersial dengan laporan keuangan fiskal disebabkan karena perbedaan tujuan serta dasar hukumnya, walaupun dalam beberapa hal terdapat kesamaan antara akuntansi fiskal yang mengacu kepada standard akuntansi keuangan. Menurut waluyo (2000 : 45) perbedaan antara akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal antara lain a. Dasar penyusunan Dasar penyusunan laporan keuangan komersil adalah standard akuntansi keuangan, sedangkan dasar peyusunan laporan keuangan fiskal adalah standard akuntansi keuangan yang disesuaikan dengan Undang–undang perpajakan yang berlaku. b. Konsep Konsep laporan keuangan komersial terdiri dari: a) Dasar akrual (accrual basis). Pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode bersangkutan. b) Mempertemukan beban dengan pendapatan yang paling tepat (proper matching cost and revenue) melibatkan pengakuan penghasilan dan beban atau bersamaan yang dihasilkan secara langsung dan bersama– sama dari transaksi atau peristiwa lain yang sama. c) Konservatif (conservative), yaitu konsep hati–hati, mungkin rugi yang ditaksir sudah diakui sebagai kerugian, dengan membentuk penyisihan (cadangan) pada akhir tahun atau dengan membuat adjustment, contoh: penyisihan kerugian piutang, penyisihan potongan penjualan, penyisihan retur penjualan, penyisihan klaim, penyisihan setelah biaya penjualan, penyisihan penurunan nilai surat–surat berharga, penilaian persediaan dengan metode harga pokok dan harga pasar mana yang lebih rendah, kerugian piutang (metode langsung dan metode penyisihan). d) Materialitas digunakan oleh auditor untuk menyatakan wajar/tidak wajar dalam penilaian laporan keuangan komersial. Konsep laporan keuangan fiskal terdiri dari : a) Akrual Stelsel (stelsel Accrual) Pengaruh transaksi mengakui penghasilan pada saat diperoleh penghasilan, walaupun penghasilan tersebut belum diterima tunai, dan mengurangkannya dengan biaya–biaya pada saat biaya tersebut terutang, walaupun biaya tersebut belum dibayar tunai. Sebagai contoh misalnya : pengeluaran untuk suatu pembayaran dimuka.
xxii
Universitas Sumatera Utara
b) Mempertemukan antara biaya untuk mendapat, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan (proper matching taxable income and deductible expense) sesuai dengan prinsip 3M (mendapatkan, menagih dan memelihara) penghasilan, beban (expense) yang dapat dikurangkan atas penghasilan kena pajak (taxable income) adalah beban yang timbul dalam hubungannya dengan penghasilan (match and link). Dalam suatu transaksi akan melibatkan lebih dari satu pihak lainnya akan membukukan sebagai beban. Misalnya, pada transaksi pembayaran gaji, pihak pemebri kerja akan membukukannya sebagai beban gaji sedangkan karyawan/pegawai akan memperlakukan imbalan gaji tersebut sebagai penghasilan. Sebaliknya, bila pihak yang satu tidak membukukan sebagai penghasilan kena pajak maka pihak lawan transaksinya akan membukukan sebagai bukan beban (non deductible expenses). Misalnya pada transaksi pemberian imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan (fringe benefits) kepada karyawan/pegawai, dianggap bukan sebagai penghasilan kena pajak (non objek pajak) bagi karyawan/pegawai dan tidak dapat dibebankan oleh pemeberi kerja. c) Konservatif tidak digunakan. d) Materialistis digunakan oleh auditor untuk menyatakan wajar/tidak wajar dalam penilaian laporan keuangan komersial tidak digunakan (selain bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, hanya diperkenankan dengan metode langsung) c. Tujuan Tujuan laporan keuangan komersial adalah: menghitung laba bersih, mengukur kinerja, mengukur keadaan posisi keuangan, mengukur keadaan kekayaan dan laporannya ditujukan untuk pihak ketiga dan manajemen. Sedangkan tujuan laporan keuangan fiskal adalah : menghitung besarnya pajak yang terutang dan laporannya ditujukan kepada pihak fiskus. d. Akibat penyimpangan Akibat dari penyimpangan dari laporan keuangan komersial, misalnya : pengambilan keputusan yang tidak tepat oleh manajemen, adanya opini yang buruk terhadap laporan keuangan yang berhubungan langsung dengan kreditor, investor dan pemilik perusahaan. Sedangkan akibat penyimpangan dari laporan keuangan fiskal adalah dikenakannya sanksi di bidang perpajakan antara lain : sanksi administrasi yang berupa denda, bunga atau kenaikan sedangkan sanksi pidananya berupa kurungan atau penjara. Menurut Gunadi (2001 : 201 – 202) Perbedaan Laporan keuangan Komersial dengan laporan Keuagan Fiskal disebabkan antara lain: 1. Perbedaan antara apa yang dianggap penghasilan menurut ketentuan perpajakan dan praktek akuntansi, misalnya kenikmatan dan natura (benefits and kinds), intercompany dividend, pembebasan utang dan pengahsilan (BUT) karena atribusi force attraction.
xxiii
Universitas Sumatera Utara
2. Ketidaksamaan pendekatan penghitungan penghasilan, misalnya link and match, antara beban dan penghasilan, metode depresiasi, penerapan norma penghitungan, pemajakan dengan metode basis bruto atau netto. 3. Pemberian relif atau keringanan yang lainnya misalnya laba rugi pelaporan aktiva atau pengahasilan hibah, penghasilan tidak kena pajak, perangsang penanaman dan penyusutan dipercepat. 4. perbedaan perlakuan kerugian misalnya kerugian mancanegara atau harta yang tidak dipakai dalam usaha.
Bila kita tinjau kembali maka sebenarnya perbedaan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal terdapat pada: 1) Perbedaan mengenai konsep penghasilan atau pendapatan
Konsep penghasilan (Income) menurut IAI (2007:13), adalah ”Kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal”. Dari sisi fiskal, konsep penghasilan tidak jauh berbeda dengan konsep akuntansi, yaitu: Segala tambahan kemampuan ekonomis yang diterima/diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari Luar Indonesia yang bisa dikonsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun. Lebih lanjut fiskal membedakan penghasilan tersebut menjadi tiga kelompok yang sesuai dengan UU No 36 Tahun 2008 Pasal 4 Tentang Pajak Penghasilan, yaitu: a) Penghasilan yang merupakan Objek Pajak Penghasilan b) Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final c) Penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan
xxiv
Universitas Sumatera Utara
Pengelompokan penghasilan tersebut akan berakibat adanya perbedaan mengenai konsep penghasilan antara SAK dan Fiskal. Penghasilan yang bukan objek pajak berarti atas penghasilan tersebut tidak dikenakan pajak (tidak menambah laba fiskal), lebih jelasnya tentang pengelompokkan penghasilan tersebut diuraikan dalam UU No 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 1,2 & 3 Tentang Pajak Penghasilan. 2) Perbedaan Konsep Beban (Biaya)
Beban (expense) menurut IAI (2007:13),
diartikan sebagai “Penurunan
manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal”. Sisi Fiskal sendiri, mengartikan Beban sebagai biaya untuk menagih, memperoleh dan memelihara penghasilan atau biaya yang berhubungan langsung dengan perolehan penghasilan. Perbedaan inilah yang menyebabkan pihak fiskus sering berbeda pendapat dengan wajib pajak dalam hal menentukan beban/biaya yang boleh atau tidak boleh dikurangkan sehingga harus dikeluarkan/tidak boleh diperhitungkan sebagai pengurangan penghasilan. Misalnya penafsiran atas bunyi undang-undang yang menyatakan bahwa biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan
adalah
meliputi
biaya
untuk
menagih,
memelihara
dan
mempertahankan penghasilan. Wajib pajak sendiri sering diharuskan untuk memberikan sumbangan baik yang wajib maupun tidak wajib, dan kadang kala tidak disertai dengan bukti-bukti yang mendukung. Kemudian wajib pajak menganggap biaya yang dikeluarkan
xxv
Universitas Sumatera Utara
tersebut dapat dibiayakan karena dikeluarkan sehubungan dengan kelancaran usaha, sedangkan pihak fiskus menganggap biaya tersebut termasuk hibah, bantuan dan sumbagan yang tidak boleh dikurangkan. 3) Perbedaan dalam konsep Penyusutan dan Nilai Persediaan Perbedaan dalam konsep antara akuntansi dengan peraturan perpajakan terutama menyangkut konsep penyusutan dan penilaian persediaan barang dagangan. a) Konsep Penyusutan Perbedaan utama antara akuntansi dengan undang-undang perpajakan adalah penentuan umur aktiva dan metode penyusutan yang boleh digunakan. Akuntansi menentukan umur aktiva berdasarkan umur sebenarnya walaupun penentuan umur tersebut tidak terlepas dari tafsiran Judgement. Menurut IAI (2007:) Akuntansi memiliki beberapa metode penyusutan yaitu: 1). Metode garis lurus (Straight line method) yaitu, menghasilkan pembebanan yang tetap selama umur manfaat asset jika dinilai residunya tidak berubah. 2). Metode Saldo Menurun (diminishing balance method) yaitu, menghasilkan pembebanan yang menurun selama umur manfaat asset. 3). Metode Jumlah Unit (sum of the unit method), yaitu menghasilkan pembebanan yang menurun selama umur manfaat asset.
Ketentuan perpajakan hanya menetapkan dua metode penyusutan yang harus dilaksanakan wajib pajak berdasarkan pasal UU No 36 tahun 2008 pasl 11 tentang Pajak Penghasilan yaitu berdasarkan metode garis lurus dan metode saldo menurun yang dilaksanakan secara konsisten, kemudian aktiva (harta berwujud) dikelompokkan berdasarkan jenis harta dan masa manfaat sebagai berikut:
xxvi
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Kelompok Harta Berwujud, Metode, serta Tarif Penyusutan
Kelompok Harta Berwujud
Tarif Penyusutan sebagaimana dimaksud dalam
Masa Manfaat
Ayat 1
Ayat 2
I. Bukan Bangunan Kelompok 1
4 Tahun
25%
50%
Kelompok 2
8 Tahun
12.5 %
25%
Kelompok 3
16 Tahun
6.25 %
12.5 %
Kelompok 4
20 Tahun
5%
10%
II. Bangunan Permanen 20 Tahun 5% Tidak Permanen 10 Tahun 10% Sumber : Undang-Undang No 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan
Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tidak berwujud dan pengeluaran lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan juga dengan memakai 2 metoda yaitu : metoda garis lurus dan metoda saldo menurun, dengan pengelompokan sebagai berikut : Tabel 1.2 Kelompok Harta Tak Berwujud, Metode, serta Tarif Amortisasi No
Kelompok harta
Masa
Tarif Amortisasi
Tarif Amortisasi
tidak berwujud
Manfaat
berdasarkan
Berdasarkan Metode
Metode Garis Lurus
Saldo Menurun
1
Kelompok 1
4 Tahun
25 %
50 %
2
Kelompok 2
8 Tahun
12.5 %
25 %
3
Kelompok 3
16 Tahun
6.25 %
12.5 %
4
Kelompok 4
20 Tahun
5%
10 %
Sumber : Undang-Undang No 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan
xxvii
Universitas Sumatera Utara
Penentuan masa manfaat, jenis harta, metode, serta tarif dimaksudkan untuk memberikan keseragaman bagi wajib pajak dalam melakukan penyusutan maupun amortisasi. b) Konsep Nilai Persediaan Dalam undang-undang
pajak penghasilan Indonesia, persediaan dan
pemakaian persediaan untuk menghitung harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan (cost) yang dilakukan dengan metode rata-rata (average) atau dengan metode mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama yang dikenal dengan first in first out (FIFO). Penggunaan metode tersebut harus dilakukan secara konsisten. Apabila kita meninjau secara akuntansi maka ada 3 jenis metode yang dilakukan untuk menilai persediaan yang sesuai dengan SAK No 14 tahun 2007 yaitu dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama (MPKP atau FIFO), kemudian rata-rata tertimbang (weight average cost method) dan masuk terakhir keluar pertama (MTKP atau LIFO). Kemudian untuk barang yang lazimnya
tidak
dapat
digantikan
dengan
barang
lain
(not
ordinary
interchangeable) dan barang serta jasa yang dihasilkan dan dipisahkan untuk proyek khusus harus diperhitungkan berdasarkan identifikasi khusus terhadap biayanya masing-masing.
xxviii
Universitas Sumatera Utara
2
Pengertian Laba Komersial dan Laba Fiskal a. Laba Komersial.
Laba komersial adalah pengukuran laba yang lazim digunakan dalam dunia bisnis. Laba komersial dihitung berdasarkan prinsip akuntansi yang berterima secara umum. Laba komersial tersebut penghitungannya bertumpu pada prinsip matching cost against revenue yaitu penandingan antara pendapatan dengan biaya–biaya terkait, dalam salah satu prinsip tersebut terhadap konsep tersebut ialah bahwa pengeluaran perusahaan yang tidak mempunyai manfaat untuk masa yang akan datang bukanlah merupakan asset maka akan dibebankan sebagai biaya. Dengan demikian dalam akuntansi diakui bahwa seluruh pengeluaran/beban perusahaan sepanjang memang harus dikeluarkan oleh perusahaan maka akan diakui sebagai biaya/beban. Penghasilan (Income) adalah penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Penghasilan meliputi pendapatan (revenue) dan keuntungan (gains). Menurut IAI (2007 : 23) “Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode bila arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.” Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima. Jumlah pendapatan yang timbul dari suatu transaksi biasanya
xxix
Universitas Sumatera Utara
ditentukan oleh persetujuan antara perusahaan dan pembeli atau pemakai aktiva tersebut. Pada umumnya imbalan tersebut terbentuk kasa atau setara kas. Biaya adalah semua pengurang terhadap penghasilan. Sehubungan dengan periode akuntansi, pemanfaatan pengeluaran dipisahkan antara pengeluaran kapital dengan pengeluaran penghasilan. Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang menyebabkan penurunan ekiutas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal. Beban juga menyangkut kerugian yang belum direalisasi, misalnya kerugian yang timbul dari pengaruh selisih kurs mata uang asing. Beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara yang biaya yang timbul dan penghasilan tertentu yang diperoleh. Kalau manfaat ekonomi yang timbul lebih dari satu periode akuntansi dan hubungannya dengan penghasilan hanya dapat ditentukan secara luas atau tidak langsung beban diakui berdasarkan alokasi yang rasional dan sistematis. Misalnya pengakuan beban yang berkaitan dengan penggunaan aktiva tetap, goodwill, paten dan merk dagang. Beban ini dikenal dengan istilah penyusutan atau amortisasi. b. Laba Fiskal Menurut UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, ”Laba fiskal atau penghasilan kena pajak merupakan laba yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku”.
xxx
Universitas Sumatera Utara
Penghasilan kena pajak berdasarkan prinsip taxability deductability, dengan prinsip ini suatu biaya baru dapat dikurangkan dari penghasilan bruto apabila pihak yang menerima pengeluaran atas biaya yang bersangkutan melaporkannya sebagai penghasilan dan penghasilan tersebut dikenakan pajak (taxable). Misalnya tunjangan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan dapat dianggap sebagai biaya dan mengurangi laba kotor jika karyawan yang menerima tunjangan tersebut mengakui tunjangan yang diberikan dari penghasilan bruto dan dikenakan PPh pasal 21. 3. Koreksi Fiskal Menurut Agus Setiawan dan Basri Musri (2006 : 421) “Koreksi fiskal adalah penyesuaian ketentuan menurut pembukuan secara komersial atau akuntansi yang harus disesuaikan menurut ketentuan perpajakan.” Perhitungan laba komersial yang dihasilkan oleh semua perusahaan, harus mengalami koreksi fiskal untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak, karena tidak semua ketentuan dalam dalam standard akuntansi keuangan digunakan dalam peraturan perpajakan atau banyak ketentuan perpajakan yang tidak sama dengan Standard Akuntansi Keuangan. Koreksi fiskal secara akuntansi tidak memerlukan perlakuan jurnal khusus karena pada prinsipnya koreksi fiskal tidak mengubah besarnya saldo pada rekening nominal atau rekening rill pada neraca ataupun laporan rugi laba. a. Koreksi Fiskal Terhadap Neraca Ada beberapa perbedaan dalam penyajian di neraca, yaitu : 1) Pengakuan piutang tidak tertagih
xxxi
Universitas Sumatera Utara
Akuntansi komersial mengakui adanya analisa umur piutang yang memungkinkan menyisihkan kerugian piutang yang tidak tertagih meskipun belum ada bukti pendukung yang kuat bahwa piutang tersebut tidak dapat ditagih, kerugian ini ditaksir melalui analisa umur piutang (misalnya piutang yang telah berumur lebih dari 2 tahun dianggap telah hangus 100%, piutang yang berumur antara 12 – 18 bulan nilainya tinggal 30% dan piutang yang berumur 1 bulan diakui masih 10%). Neraca fiskal hanya boleh mengakui kerugian piutang tidak tertagih, apabila piutang tersebut ternyata tidak dapat ditagih dengan diperkuat oleh putusan pengadilan atau alasan lain yang lebih kuat. 2) Penilaian Persediaan. Metode penilaian persediaan yang diakui oleh akuntansi komersial yang populer adalah metode Fifo, Lifo dan Average.
Walau demikian masih ada
beberapa metode lain yang dapat digunakan untuk menghitung persediaan dengan syarat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan perusahaan dan dilakukan secara konsisten (taat asas). Dalam neraca fiskal hanya mengakui penilaian persediaan dengan menggunakan metode FIFO dan average saja. 3) Metode Penyusutan Aktiva Tetap Neraca komersial mengakui adanya beberapa metode yang dapat dipakai dalam menyusutkan aktiva tetap, paling tidak ada tiga metode yang populer dipakai dalam penghitungan penyusutan yaitu : Metode garis lurus (Straight line method), metode saldo menurun (diminishing balance method) metode jumlah unit (sum of the unit method). Penyusutan dalam akuntansi secara komersial mengakui adanya nilai residu bila dikehendaki, masa manfaat aktiva tetap dan
xxxii
Universitas Sumatera Utara
masa penyusunannya tergantung umur ekonomisnya, sedangkan pada neraca fiskal nilai residu tidak diperhatikan dan masa manfaat ditentukan oleh undangundang berdasarkan penggolongan aktiva tetap, dalam hal ini telah diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan No 79/PMK.03/2008 b. Koreksi Fiskal Terhadap Laporan Laba Rugi Dalam laporan laba rugi ada dua perbedaan antara laporan laba rugi secara komersial dan laporan laba rugi secara fiskal yaitu : 1) Beda tetap (Permanent differences) Beda Tetap, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang tidak boleh dikurangkan pada penghasilan kena pajak, contohnya : sumbangan, biaya entertain (tanpa daftar nominatif), pengeluaran yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan perusahaan dan lain – lain. Menurut zain (2005 : 2003) perbedaan tetap dapat dibagi menjadi a. Perbedaan tetap positif, terjadi karena ada laba akuntansi yang tidak diakui oleh ketentuan perpajakan dan relief pajak. b. Perbedaan tetap negatif, terjadi karena disebabkan adanya pengeluaran sebagai beban laba akuntansi yang tidak diakui oleh ketentuan fiskal. Contoh beda tetap ialah dividen yang diterima dari penyertaan modal pada badan usaha yang berdiri/berkedudukan di Indonesia, penerimaan hibah atau bantuan dari pihak-pihak yang ada hubungan istimewa, penghasilan yang bersifat final,
penggantian imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan, sanksi
administrasi perpajakan, kerugian penjualan atau pengalihan aktiva, PPh pasal 21 dan 26 yang ditanggung oleh pemberi kerja, biaya perjalanan, biaya promosi, biaya entertainment, biaya penelitian dan pengembangan, kerugian piutang biaya
xxxiii
Universitas Sumatera Utara
penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia (piutang yang dapat dihapuskan adalah piutang yang ternyata tidak dapat ditagih dan dibuatkan daftar normatif atau dilampirkan di SPT tahunan PPh) keperluan pribadi pemilik atau pemegang saham yang dibukukan sebagai beban usaha, keperluan pribadi pegawai perusahaan yang dibukukan sebagai beban usaha.
2) Beda Waktu Perbedaan waktu adalah perbedaan yang bersifat sementara karena adanya ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan perpajakan dengan standard akuntansi keuangan. Sesuai dengan adanya asumsi dasar dalam pembukuan yang berbeda pembukuan (laporan keuangan fiskal) mengakui adanya prinsip kas basis dan akrual basis (pasal 28 ayat 5 UU No. 16 Tahun 2000), akuntansi komersial hanya mengakui pendapatan dan beban dengan prinsip akrual, hal ini tertuang dalam PSAK Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (IAI, 2007) Proses yang biasanya disebut pengaitan biaya dengan pendapatan (matching of cost with revenues) ini melibatkan pengakuan penghasilan dan beban secara gabungan atau bersamaan yang dihasilkan secara langsung dan bersama-sama dari transaksi atau peristiwa lain yang sama. Warren, Reeve, Fess (2005:63), Menyatakan bahwa ”Pendapatan adalah Peningkatan ekuitas pemilik yang diakibatkan oleh proses penjualan barang atau jasa kepada pembeli”. Hal ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan pengakuan antara beban dan pendapatan yang diakui (prinsip matching). Laporan laba rugi fiskal memberi peluang untuk menyajikan dengan sistem kas basis ha ini sesuai
xxxiv
Universitas Sumatera Utara
dengan format yang ditawarkan dalam UU No. 16 Tahun 2000 pasal 28 ayat 5, yang memberikan pilihan untuk menggunakan kas basis atau akrual basis. Menurut Zain (2005 : 209) perbedaan waktu dapat dibagi menjadi : a. Perbedaan waktu positif, terjadi apabila pengakuan beban untuk akuntansi lebih lambat dari pengakuan beban untuk pajak lebih lambat dari pengakuan penghasilan untuk tujuan akuntansi. b. Perbedaan waktu negatif, terjadi jika ketentuan perpajakan mengakui beban lebih lambat dari pengakuan dari pengakuan beban akuntansi komersial atau akuntansi mengakui penghasilan lebih lambat dari pengakuan penghasilan menurut ketentuan pajak. Contoh perbedaan waktu antara lain : penyusutan atau amortisasi, penilaian persediaan, kerugian piutang (kecuali bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, cadangan biaya reklamasi usaha pertambangan), rugi laba selisih kurs, rugi laba atas penilaian efek dan rugi laba atas penyertaan saham. 4. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial ke Laporan Keungan Fiskal Perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara akuntansi komersial dan fiskal akan menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan antara
akuntansi komersial yang mendasarkan pada laba konsep dasar akuntansi yaitu the proper matching cost against revenues, sedangkan dari segi fiskal tujuannya adalah penerimaan Negara. Dalam penyusunan laporan keuangan fiskal, wajib pajak harus mengacu kepada peraturan perpajakan, sehingga laoran keuangan komersial yang dibuat berdasarkan standard akuntansi keuangan harus disesuaikan/dikoreksi fiskal terlebih dahulu sebelum menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
xxxv
Universitas Sumatera Utara
Solusi antara penerapan standard akuntansi keuangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan adalah dilakukannya suatu rekonsiliasi. Untuk menyusun rekonsiliasi antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dapat dilakukan dengan cara seperti berikut ini : a. Buat terlebih dahulu daftar penyusunan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. b. Penyusutan fiskal tersebut kemudian dialokasikan sesuai dengan pengalokasian yang dilakukan oleh perusahaan. c. Susun harga pokok produksi. d. Susun rekonsiliasi biaya operasional. e. Susun rekonsiliasi pendapatan/beban lain-lain. f. Susun rekonsiliasi laba rugi, yang dihimpun dan jumlah-jumlah akhir masing-masing rekonsiliasi sebelumnya. Banyaknya rekonsiliasi yang harus disusun, disesuaikan dengan tipe perusahaan dan laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan.
Untuk
memberikan gambaran bagaimana rekonsiliasi itu dilakukan, maka berikut ini akan ditampilkan tahapan-tahapannya sebagai berikut: 1) Laporan Keuangan Komersial Laporan Keuangan Komersial yang diilustrsikan terutama laporan keungan yaitu neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas. 2) Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial Ke laporan Keuangan Fiskal Sebelum membuat rekonsiliasi, perlu diketahui dahulu perbedaan-perbedaan tentang apa saja yang perlu direkonsiliasikan. Perbedaan waktu menyebabkan
xxxvi
Universitas Sumatera Utara
perhitungan pajak atas jumlah laba yang berbeda dengan laba menurut akuntansi.
Namun, perbedaan tersebut akan terkoreksi secara otomatis di
periode yang akan datang. 3) Laporan Keuangan Fiskal Berdasarkan rekonsiliasi atau koreksi fiskal yang dilakukan maka akan dapat disusun suatu laporan keuangan fiskal. Ada beberapa perubahan penting yang sangat berpengaruh dalam perhitungan pajak perusahaan antara lain: a) Peredaran Usaha Peredaran usaha yang disajikan adalah peredaran usaha komersial sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi komersial atau standard akuntansi keuangan, yang merupakan penerimaan/peredaran bruto dari kegiatan usaha, baik di Indonesia maupun di luar negeri melalui bentuk usaha tetap atupun bukan bentuk usaha tetap. b) Harga Pokok Penjualan (HPP) Dilaporkan sesuai dengan sistem dan metode akuntansi komersial. Bagi wajib pajak tertentu (bank, dana pensiun, reksadana dan sebagainya) tidak terdapat pemisahan antara HPP dan biaya (beban) usaha lainnya. c) Penghasilan Netto dari Luar Usaha Penghasilan lainnya yang bukan merupakan pengahasilan dari kegiatan usaha atau tidak ada kaitannya dengan kegiatan usaha, misalnya bila terjadi penjualan aktiva tetap maka harus disajikan dalam laporan keuangan.
xxxvii
Universitas Sumatera Utara
d) Penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk objek pajak. Penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang dikenakan PPh final dan yang tdak termasuk objek pajak harus dikeluarkan. e) Penyesuaian Fiskal Positif Pengeluaran komersial yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan, misalnya biaya untuk kepentingan pribadi pemegang saham, dana cadangan, imbalan natura dan kenikmatan serta pajak penghasilan. f) Penyesuaian Fiskal Negatif Perhitungan komersial yang lebih rendah dari ketentuan fiskal, misalnya selisih penyusutan komersial dibawah penyusutan fiskal dan penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya. Merekonsliasi perbedaan tersebut diperlukan kertas kerja rekonsiliasi tersendiri yang berisi perbedaan waktu dan perbedaan tetap. Perbedaan waktu positif dan perbedaan tetap positif akan diberlakukan sebagai penambah, sedangkan perbedaan waktu negatif dan perbedaan tetap negatif akan diberlakukan sebagai pengurang. Hasil penambahan atau pengurangan tersebut merupakan saldo yang akan dilaporkan dalam laporan keuangan fiskal. Berikut ini adalah gambar rekonsiliasi laporan keuangan komersial ke laporan keuangan fiskal :
xxxviii
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.1 Rekonsiliasi laporan keuangan komersial ke laporan keuangan fiskal Dokumen Sumber
Jurnal
Buku Besar
Neraca Percobaan
L/K Komersial
Dicocokkan
Penyesuaiain Fiskal
Buku Pembantu
L/K (Fiskal)
Sumber : Yayasan Artha Bhakti Cabang Medan, Brevet A B, 2009
5
Tata Cara Perhitungan PPh Badan
a. Komponen Perhitungan PPh Badan Menghitung PPh Badan, diperlukan minimal 5 kompenen yang sangat penting, yaitu: a. Penghasilan yang menjadi objek pajak. Berdasarkan pasal 4 ayat (1) Undang–Undang PPh, objek pajak ialah: Penghasilan, yang dapat digunakan untuk konsumsi dan/atau menambah harta. b. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak, Pengecualian ini diatur dalam UU PPh Pasal 4 ayat (3)
xxxix
Universitas Sumatera Utara
c. Penghasilan yang pajaknya dikenakan secara final. Yaitu penghasilan yang pajaknya telah final/selesai. d. Biaya yang boleh diurangi dari penghasilan bruto. e. Biaya yang tidak boleh dikurangi dari penghasilan bruto.
b. Pengelompokan Pajak Badan Dalam Undang-undang PPh 1) PPh Pasal 22 Menurut Mardiasmo (2004:179), PPh Pasal 22 merupakan ”Pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik pusat maupun daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembagalembaga negara lainnya sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain”. 2) PPh Pasal 23 Menurut Mardiasmo (2004:187), PPh Pasal 23 mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau peyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau Subjek Pajak dalam negeri, peyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. 3) PPh Pasal 24 PPh Pasal 24 merupakan perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri. Konsep Umum •
Pajak yang telah di luar negeri dapat kreditkan
xl
Universitas Sumatera Utara
•
Syarat untuk dapat mengkreditkan pajak yang telah dibayar di luar negeri. -
Menyampaikan laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari laur negeri
-
Menyampaikan fotocopy Surat
pemberitahuan Pajak yang
disampaikan di luar negeri. •
Menyampaikan dokumen pembayaran pajak luar negeri.
Kerugian dari usaha yang berasal dari luar negeri tidak diakui sebagai kerugian
•
Mekanisme pengkreditan di Indonesia menggunakan metode Ordinary Credit Method -
Jumlah yang dapat dikreditkan dibatasi secara proposional sesuai dengan beban total pajak terutang.
4) PPh Pasal 25 Ketentuan PPh Pasal 25 mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan. Konsep Umum •
Angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh WP setiap bulan dalam tahun pajak berjalan
•
Besarnya angsuran pajak dihitung dengan rumus: Pajak penghasilan terutang menurut SPT tahun lalu dikurangi dengan pajak penghasilan yang telah dipotong dan atau dipungut serta pajak penghasilan yang di bayar atau terutang di luar negeri yang boleh
xli
Universitas Sumatera Utara
dikreditkan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 21, 22, 23, dan 24, kemudian dibagi dengan 12 atau banyaknya bulan dalam tahun pajak. 5. PPh Pasal 26 Yang dikenakan PPh pasal 26 adalah Wajib Pajak luar negeri (orang pribadi maupun badan) selain bentuk Usaha Tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan. Gambar 5.1 Perhitungan Penghasilan Kena Pajak PENGHASILAN KOMERSIAL
Objek PPH 4 (1)
Dikecualikan 4 (1) Huruf K K-
K+
Objek Final 4 (2)
K-
K-
Bukan Objek 4 (3) K-
Over Penghasilan Fiskal
Under (-) Biaya Fiskal
PAJAK TERUTANG (Penghasilan Kena Pajak x Tarif Pajak Psl 17
L/R Fiskal Sumber : Manajemen Pajak Penghasilan Dalam Undang-undang pajak penghasilan oleh Edi jatmiko, 2001
xlii
Universitas Sumatera Utara
c. Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Menurut Undang-undang PPh pasal 17 tahun 2008, tarif pajak untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen). Berlaku untuk tahun 2008 dan 2009. Sedangkan untuk tahun 2010 dan selanjutnya tarif yang berlaku ialah 25% d. Metode Pajak Penghasilan Pemahaman metode Pajak Penghasilan perlu dijelaskan untuk mengetahui teknis penghitungan yang diperlukan didalam menentukan penghasilan kena pajak. Terdapat beberapa metode Pajak Pnghasilan disajikan dibawah ini: (i)
Gross method Menentukan dasar pengenaan pajak (tax base), dapat menggunakan jumlah
bruto (gross method), misalnya adalah nilai transaksi. Penggunaan gross method sering dijumpai pada penghasilan yang dikenakan PPh final. Misalnya, pengenaan PPh atas bunga deposito dan tabungan, PPh atas penghasilan sewa tanah dan bangunan. Dikenal pula Metode Neto (net method) yang dasar pengenaan pajaknya ditentukan sebesar jumlah bruto dikurangi dengan beban yang diperkenankan (deductible expenses). Penggunaaan metode netto ini digunakan didalam menentukan penghasilan kena pajak (taxable income). (ii)
Gross up method Gross Method dimaksudkan untuk membebankan beban pajak yang timbul.
Pada umumnya terjadi pada transaksi pambayaran bunga kepada WP luar negeri. Berhubungan sesuai dengan perjanjian pinjaman, WP luar negeri akan menerima
xliii
Universitas Sumatera Utara
bersih jumlah bungan dan dibebankan dari segala pungutan termasuk pajak maka biaya bunga di gross up sehingga jumlahnya sebesar baiya bunga ditambah beban pajak. Konsenkuensi biaya bunga yang telah di gross up merupakan dasar pengenaan pajak. (iii)
Ordinary credit- per country limitation method Ordinary credit-per country limitation method merupakan imbalan yang
terapkan oleh world wide income principle, atas pajak yang telah dibayar di luar negeri sehubungan dengan penghasilan luar negeri yang diperoleh atau diterima, dapat kreditkan dengan PPh yang terutang di akhir tahun. Namun jumlah pajak yang dapat dikreditkan (creitable) tidak boleh melebihi batas maksimum yang diperkenankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penentuan besarnya maksimum dilakukan per negara. (iv)
FIFO and average method Konsistensi persediaan dapat dinilai dengan menggunakan salah satu dari
kedua metode penilaian parsediaan (Fifo atau average). Metode ini diperkenalkan dan diuraikan dalam ketentuan Pasal 10 ayat (6) undang-undang pajak penghasilan. (v)
Perpectual method Membukukan persediaan dapat menggunakan metode perpectual. Dengan
metode ini dapat menyajikan keterangan mengenai persediaan dan harga pokok penjualan secara terus-menerus. Sistem perpetual tidak menggunakan cara penaksiran dalam menghitungnilai persediaan.
xliv
Universitas Sumatera Utara
(vi)
Depreciation method Metoda alokasi harga perolehan aktiva berwujud (fixed assets) ke dalamtahun-
tahun pajak yang menikmatinya yang diperkenankan sesuai dengan undangundang PPh adalah garis lurus (straight line) atau saldo menurun (double declinimg balance). Khusus untuk aktiva berwujud yang diklasifikasikan sebagai bangunan, metode penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis lurus. Penerapan metode penyusutan yang dipilih harus dilakukan secara taat asas (konsisten). Khusus dalam rangka pemberian fasilitas perpajakan, accelerate depreciation method digunakan baik untuk aktiva bangunan maupun aktiva bukan bangunan. (vii)
Loss carrried forward method
Rugi usaha yang diderita oleh WP dapat dikompesasikan dengan laba uasah tahunan pajak berikutnya. Jangka waktu kompesasi kerugian adalah selama 5 tahun sejak tahun rugi usaha terjadi. Apabila setelah 5 tahun terdapat sisa rugi yang belum habis terkompensasi maka sisanya tersebut tidak dapat lagi dikompensasi ke tahun berikutnya. Khususnya dalam rangka pemberian fasilitas perpajakan, jangka waktu kompensasi kerugian diberikan selama-lamanya 8 tahun. (viii)
Direct method and allowance method
Ketentuan perpajakan tidak menganut metode pencadangan (allowance method) untuk penyajian Piutang Usaha pada neraca (balance sheets). Piutang yang benar-benar tidak dapat ditagih yang diperbolehkan untuk dihapuskan.
xlv
Universitas Sumatera Utara
Pemupukan dana cadangan hanya berlaku pada industri tertentu yaitu perbankan, leasing dengan hak opsi, asuransi dan pertambangan. (ix)
Cost Method and book value method Pembukuan atas suatu transaksi dapat berdasarkan nilai historis. Misalnya,
perusahaan yang melakukan pembelian mesin akan mencatatnya sebesar harga perolehannya. Harga perolehan aktiva tetap itu dialokasikan kedalam tahun-tahun pajak yang menikmatinya. Sehingga pada akhir tahun mesin tersebut disajikan sebesar nilai bukunya yaitu selisih positif dan akumulasi penyusutan. (x)
Fixed and fluctuated exchange of rate Membukukan selisih kurs yang timbul akibat perbedaan nilai tukar awal dan
nilai tukar akhir antara rupiah dengan mata uang asing, dapat dilakukan sesuai dengan metode pembukuan yang dianut dengan kurs tetap atau kurs fluktuasi. Sesuai dengan metode kurs tetap, pengakuan keuntungan atau rugi selisih kurs pada saat realisasi. Sedangkan sesuai dengan metode fluktuasi, keuntungan atau rugi selisih kurs timbul saat akhir tahun dengan membandingkan kurs tengah akhir tahun dengan kurs awal tahun saat terjadinya bila timbul pada tahun berjalan. Pemiliahan metode pembukuan selisih kurs ini harus dilakukan dengan konsisten dan taat azas. (xi)
Deferred and amortization method Pengeluaran yang memiliki manfaat ekonomis lebih dari satu tahun yang
digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memalihara penghasilan tidak diperkenankan dalam tahun terjadinya melainkan ditangguhkan terlebih dahulu dan kemudian dialokasikan ke tahun-tahun berikutnya.
xlvi
Teknis pengalokasian
Universitas Sumatera Utara
pengeluaran selain harga perolehan aktiva tetap dikenal dengan sebutan amortisasi. (xii)
Market value and book value method
Dalam rangka revaluasi, pertukaran, penggabungan ataupun merger yang digunakan sebagai dasar pembukuan adalah harga pasar yang berlaku. Namun pengecualinnya berlaku untuk merger dan penggabungan yang memenuhi syarat. B. Tinjauan Terdahulu Edi Jackson (2000) dalam penelitiannya berjudul Koreksi Fiskal sebagai sarana Rekonsiliasi Akuntansi Komersial ke Akuntansi Pajak dalam Menghitung Besarnya PPh Terhutang.(Studi Kasus Pada PT Meganusa Semesta Cabang Medan).
Yang menjadi Masalah ialah : Apakah Perbedaan-perbedaan yang
menyebabkan perlunya koreksi fiskal, untuk merekonsiliasi akuntansi komersial ke akuntansi pajak dan bagaimana caranya untuk menghitung besarnya PPh terhutang. Kemudian hasil pembahasannya ialah : bahwa kebijaksanaan untuk mengadakan koreksi fiskal/rekonsiliasi membantu perusahaan untuk mengurangi biaya yang ditimbulkan apabila diselenggarakannya pembukuan ganda. Dolida Sinukaban (2003) dalam penelitiannya berjudul Koreksi Fiskal sebagai dasar Perhitungan Penghasilan Kena Pajak Pada PT Cipta Niaga Cabang Medan. Yang menjadi permasalahan ialah: Apakah perbedaan-perbedaan yang menyebabkan perlunya koreksi fiskal untuk merekonsiliasi akuntansi komersial ke akuntansi pajak. Hasil pembahasannya ialah : Bahwa perbedaan laba komersial dan laba fiskal disebabkan adanya penerapan metode penyusutan yang berbeda antara perusahaan dengan peraturan perpajakan.
xlvii
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dignakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: A. Tempat Penelitian Adapun tempat penelitian dilakukan di Kantor PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan yang berlokasi di Jl. Kapt. Pattimura No 334 Medan dan waktu penelitian dimulai pada bulan Februari 2010 sampai dengan bulan Mei 2010. B. Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan berupa Penelitian Lapangan (Field Research). Penelitian lapangan dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung ke objek penelitian mengenai kegiatan yang berhubungan dengan internal audit. b. Wawancara, yaitu dengan pengumpulan data melalui tanya jawab dengan bagian internal auditor dan bagian Akuntansi. C. Jenis Data 1. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari perusahaan dan data tersebut sudah diolah seperti sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi dan laporan keuangan. D. Metode Analisis Data Metode analisis data yang dilakukan adalah dengan Metode Deskriptif yaitu suatu metode dimana data yang dikumpulkan, disusun, diinterpretasikan dan dianalisis sehingga memberikan keterangan yang lengkap bagi pemecahan masalah yang dihadapi. 33 xlviii
Universitas Sumatera Utara
E. Jadwal Penelitian Jadwal Penelitian adalah sebagai berikut: No
Tahapan Penelitian
1 2 3 4 5 6
Pengajuan Judul Penyelesaian Proposal Pengumpulan Data Seminar Proposal Penulisan Laporan Penyelesaian Laporan
Januari 2010
Februari 2010
xlix
Maret 2010
April 2010
Mei 2010
Universitas Sumatera Utara