12
BAB II PERHATIAN ORANG TUA DAN AKHLAK SISWA A. PERHATIAN ORANG TUA 1. Pengertian Perhatian Orang Tua. Pendidikan dengan perhatian adalah senantiasa mencurahkan perhatian penuh dan mengikuti perkembangan aspek aqidah dan moral anak, mengawasi dan memperhatikan kesiapan mental sosial, di samping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan kemampuan ilmiyahnya. Islam, dengan keuniversalan prinsipnya dan peraturannya yang abadi, memerintah para bapak, ibu, dan pendidik, untuk memperhatikan dan senantiasa mengikuti serta mengawasi anak-anaknya dalam segala segi kehidupan dan pendidikan yang universal.1) Firman Allah:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahrim : 6)2) Dari nash tersebut kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa: Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung jawab ini menyangkut nama baik keluarga. Tetapi tanggung
1
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), Cet. II, hlm. 275. 2 Program Kitab Suci Al Qur’an 6.50, (Riyadh: Al Amin, 1997)
13
jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan, pendidikan dan kehidupan. Di antara perasaan-perasaan mulia yang ditanamkan Allah di dalam hati kedua orang tua itu adalah perasaan kasih sayang. Perasaan ini merupakan kemuliaan baginya didalam mendidik, mempersiapkan dan membina anak-anak untuk mencapai keberhasilan dan kesuksesan paling besar. Oleh karena itu, syariat Islam telah menanamkan tabiat hasil kasih sayang di dalam hati, dan menganjurkan kepada orang tua, para pendidik dan orang-orang yang bertanggung jawab atas pendidikan anak untuk memiliki sifat itu. Semua itu tidak lain hanya untuk memberikan dorongan ruh di dalam mendidik, memelihara dan memperhatikan kemaslahatan mereka.3) 2. Peran Orang Tua. Peran orang tua sebagai penolong dan pembantu adalah memberikan bantuan kepada anak, karena ia masih memiliki keterbatasan dan kelemahan baik fisik psikis, maupun ruhaniahnya. Membantu yang dimaksud adalah membawa anak kepada keadaan yang wajar dan mandiri. Bantuan itu berupa tindakan-tindakan yang mempercepat kedewasaan, dalam bentuk
perawatan
fisik,
penggunaan
anggota badan dan
pemeliharaan ruhani. Anak yang berada dalam kondisi kosong dan pengetahuan itu di arahkan oleh orang tua dengan cara komunikasi yang akrab, sehingga ia terbiasa untuk melakukannya, sedangkan potensi buruk yang secara potensial dimiliki pula oleh anak, di pagari sedemikian rupa sehingga tidak berkembang lebih jauh.4) Diantara tanggung jawab lain yang dipikulkan Islam di atas pundak ayah dan ibu adalah tanggung jawab pendidikan fisik dan mental. Hal ini
3
Djoko Widagdo, dkk, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), Cet. IV, hlm.
4
Muslim Nurdin. Dkk, Moral dan Kognisi Islam, (Bandung: CV. Alfabeta, 1993), Cet. I,
147. hlm. 263.
14
dimaksudkan agar anak-anak tumbuh dewasa dengan kondisi yang kuat, sehat, bergairah, dan bersemangat. Diantara tanggung tersebut yaitu: a. Mencukupi Nafkah Anak Orang tua wajib memberi nafkah kepada anak-anaknya, baik lakilaki maupun perempuan, berdasarkan ketegasan Firman Allah:
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah: 223)5) Artinya, seorang ayah berkewajiban memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya semenjak mereka lahir. Kewajiban memberi nafkah kepada istri yang menyusui bukan hanya ketika menjadi istrinya saja. Sekalipun sudah ditalak, kalau ibu itu sedang menyusui anaknya, maka tetap wajib untuk diberi sandang dan pangan. Demikian pula kewajiban memberi nafkah kepada anak-anaknya apabila mereka ikut ibunya.6) b. Memelihara Kesehatan Anak Harus pula diperhatikan prasarana (metode) pencegahan dalam upaya menjaga kesehatan anak dengan cara melarang anak untuk tidak makan buah-buahan dan sayur-sayuran sebelum dicuci bersih dan memerintah agar mencuci tangannya sebelum makan. Disamping itu,
5
Program Kitab Suci Al Qur’an 6.50, (Riyadh: Al Amin, 1997) Mudjab Mahalli, Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya, (Yogyakarta: Pustaka Firdaus, 2001, Cet. I, hlm.564. 6
15
tidak meniupkan mulut ke tempat makan (minum), dan pelajaranpelajaran kesehatan lain yang diperintahkan oleh Islam. Hendaknya pula pendidik memperhatikan setiap gejala yang membahayakan jasmani dan menimbulkan penyakit. Misalnya, minuman yang memabukkan dan obat bius, gejala merokok, gejala maturbasi (onani), gejala berzina dan homoseks. Sebab, ini semua dapat menimbulkan radang paru-paru, kanker, penyakit jantung dan penyakit-penyakit berbahaya lainnya yang telah dinyatakan oleh para dokter dan diperingatkan oleh para ahli. Biasakan
anak
untuk
menggunakan
tangan
kanan
dalam
mengamabil, memberi, makan, dan minum, menulis dan menerima tamu, dan mengajarkannya untuk selalu memulai setiap pekerjaan dengan basmalah terutama untuk makan dan minum juga harus dilakukan dengan duduk serta diakhiri dengan membaca hamdalah. Membiasakan anak untuk selalu menjaga kebersihan, memotong kukunya, mencuci kedua tangannya sebelum dan sesudah makan, dan mengajarnya untuk berSuci ketika buang air kecil maupun besar sehingga tidak membuat najis pakaian-pakainnya dan salatnya menjadi sah. Membiasakan mereka untuk tidak membuang sampah dan kotoran di tengah jalan dan menghilangkan hal yang menyebabkan mereka sakit. Waspada terhadap persahabatan mereka dengan kawan-kawan yang nakal, mengawasi mereka, dan melarang mereka untuk dudukduduk di pinggir jalan.7) Dengan menjalankan semua petunjuk diatas, berarti sang pendidik telah mematuhi perintah Islam baik dalam segi pengawasan, mencari kesembuhan maupun penjagaan diri sesuai petunjuk kesehatan dan kedokteran. Dengan demikian, badan akan terpelihara dari berbagai 7
Syekh Muhammad Bin Jameel Zeeno, Bimbingan Islam Untuk Pribadi dan Masyarakat, (Saudi Arabia: Departemen Agama Saudi Arabia Bahagian Penerbitan dan Pengidaran, 1416 H), hlm. 72, 73.
16
serangan penyakit, senantiasa aman dari marabahaya yang datang dengan tiba-tiba ataupun wabah penyakit.8) c. Mendidik Anak Setiap orang tua berkewajiban mendidik anak agar menjadi manusia shalih, berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Lebih khusus lagi membuat kebahagiaan kedua orang tua, baik ketika masih di dunia maupun setelah di akherat kelak. Orang pendidikan
tua
bertanggung
jawab
dihadapan
Allah
terhadap
anak-anaknya. Sebab merekalah generasi yang akan
memegang tongkat estafet perjuangan agama dan khalifah di bumi. Oleh karena itu, bila pendidikan terhadap anak-anaknya baik, maka berbahagialah orang tua, baik di dunia maupun di akherat kelak. Sebaliknya, kalau orang tua mengabaikan pendidikan terhadaap mereka, maka akan sengsara sejak di dunia hingga di akherat nanti. Oleh karena hal diatas, maka orang tua berkewajiban memelihara diri dari hal-hal yang tidak pantas, serta lebih dahulu menjalankan perintah agama secara baik.9) Selain itu, mereka juga wajib menjauhkan anak-anak dari segala hal yang dapat menghancurkan keperibadian, dan membunuh keutamaan akhlak, melemahkan akal serta badan, sebab upaya ini akan memberikan keselamatan pikiran, kekuatan fisik, terpeliharanya akhlak keluhuran ruh, dan kepercayaan yang kuat untuk mewujudkan cita-cita dan harapan mereka. Karena dalam Islam Akhlak merupakan sandaran pokok dalam sebuah kehidupan, menurut Muhibbin Syah: Personal ethics of islam require that believers avoid certain prohibited things. Among them are gambling, drinking alcohol, lying, and stealing.10)
8
Abdullah Nasih Ulwan, Op. Cit., hlm. 294, 295. Mudjab Mahalli, Op. Cit., hlm.542. 10 Muhibbin Syah, Islamic English, (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), Cet. I, hal. 9
67
17
Etika untuk orang Islam adalah dilarang, serta harus menghindari dari hal-hal yang dilarang antara lain berjudi, mabuk-mabukan, berdusta, dan mencuri. Allah
SWT.
menuntut
kepada
semua
orang
tua
agar
mempersiapkan anak-anaknya yang lemah masa depannya. Dalam menghadapi masa depan anak-anak yang lebih baik, salah satunya yang cukup berpengaruh dan menentukan adalah kemajuan ilmu pengetahuan, baik jaman sekarang terlebih-lebih lagi pada masa yang akan datang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin tinggi dan canggih. Berbagai permasalahan hidup manusia yang akan dihadapi semakin rumit dan kompleks yang semasa itu memerlukan penguasaan ilmu dan teknologi yang luas dan dalam. Apabila anakanak lemah ilmunya, tidak menguasai pendidikan yang baik, maka bagaimana mungkin menggapai masa depan yang lebih baik dan menggapai jaman yang penuh tantangan tersebut. Sehingga disamping mereka memperoleh dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi juga mempunyai iman dan akhlak yang lebih baik dan teguh, sehingga menjadi seimbang dalam hidupnya dan mampu menghadapi masa depannya yang lebih baik dan cerah. Dengan pendidikan anak yang berkualitas, bisa diharapkan pembaruan kualitas sumber daya manusia bangsa, kondisi bangsa yang semakin terpuruk dengan degradasi moral atau akhlak, mau tidak mau memaksa guna mencari solusi. Salah satunya adalah internalisasi nilai moral sejak dini. Pada hal seharusnya terlebih bagi anak-anak sekolah yang sangat dibutuhkan adalah keterampilan bersikap menjadi penting, karena di masa ini iming-iming (godaan-godaan) atau ancaman-ancaman dari luar banyak sekali.11)
11
Antara Konep dan Realita, Quantum, VI, 2005, Juni, hlm. 7.
18
Pendidikan akhlak harus selalu diperhatikan. Sebab hal itu adalah modal dasar orang untuk berinteraksi didalam masyarakat agar menjadi manusia yang beradab.12) Di samping itu suri teladan orang tua juga perlu diberikan kepada anak-anak, putra-putrinya, sehingga mereka mencontohkannya yang baik-baik dan bukan sebaliknya.13) d. Memberi Kasih Sayang Orang tua harus memberikan kasih sayang dalam keadaan yang wajar, dengan penuh ikhlas dan tulus yang mendalam sehingga mampu
membantu
perkembangan
anaknya,
mereka
lebih
membutuhkan kasih dan sayang. Sebaliknya sikap orang tua yang terlalu melindungi anak juga dapat mengganggu perkembangan anak. Prilaku memanjakan secara berlebihan ini, menurut hasil Chazen, et. al (1983) ternyata berhubungan erat dengan penyimpangan prilaku dan ketidakmampuan sosial anak pada kemudian hari. Yakni diantara para siswa yang dijuluki nakal dan brutal khususnya dikota-kota ternyata cukup banyak yang muncul dari kalangan keluarga berada, terpelajar, dan bahkan taat beragama. Sebaliknya, tidak sedikit anak pintar dan berakhlak baik yang lahir dari keluarga bodoh dan miskin atau bahkan dari keluarga yang baik tidak harmonis disamping bodoh dan miskin.14) Sebaliknya jika anak itu diturut apa saja kehendaknya, atau dibiarkan saja berbuat sekehendaknya, dengan maksud untuk menghindarkan persengketaan antara dia dan orang dewasa, maka ini hanya merupakan pengunduran saja dari pada sengketa itu, yang kelak akan timbul lagi dengan lebih hebat. Sebab bagaimanapun juga anak harus belajar menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku;
12
Insiyatul Uliyah, Internaliasi Moral Anak, Edukasi, XXXI, 2005, juni, hlm. 42. Mustaghfiri, Suara Mimbar, (Semarang: Aneka Ilmu, 2004), Cet, I, hlm. 125,128. 14 Muhibbah Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997), Cet. III, hlm. 45. 13
19
dia harus belajar memberi, tidak hanya menerima saja, sebab dalam kehidupan bersama itulah yang terjadi, yaitu "take and give".15) 3. Bentuk Perhatian Orang Tua Islam dengan ke universalan prinsipnya dan peraturannya yang abadi, memerintah para bapak, ibu, dan pendidik, untuk memperhatikan dan senantiasa mengikuti serta mengawasi anak-anaknya dalam segala segi kehidupan dan pendidikan yang universal. Sudah
menjadi
kesepakatan,
bahwa
memperhatikan
dan
mengawasi anak yang dilakukan oleh orang tua, adalah asas pendidikan yang paling utama. Mengingat anak akan senantiasa terletak di bawah perhatian dan pengawasan pendidikan jika orang tua selalu memperhatikan terhadap segala gerak-gerik, ucapan, perbuatan dan orientasinya. Jika melihat sesuatu yang baik, dihormati, maka doronglah sang anak untuk melakukannya. Dan jika melihat sesuatu yang jahat, di usahakan agar dapat mencegahnya. Ada bermacam-macam perhatian dari orang tua yang di curahkan kepada anaknya, yaitu: a. Keteladanan Tanggung jawab orang tua tidaklah terbatas dalam memberikan makan, pakaian dan perlindungan saja, akan tetapi ia juga terikat dalam tugas mengembangkan pikiran dan upaya-upaya untuk melatih anaknya secara fisik, spiritual, moral dan sosial. Dalam segala hal orang tua harus selalu bertindak sebagai pelindung anak. Orang tua adalah contoh pertama terhadap anaknya. Melalui mereka anak menjadi tahu arti kehidupan dan reaksi serta
perilaku apa yang
16
sebaiknya diambil selagi ia tumbuh. ) Oleh karena itu, masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik buruknya anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani, dan menjauhkan diri dari perbuatanperbuatan yang bertentangan dengan agama, maka si anak akan 15
Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. XI, hlm. 203. 16 Keluarga Sakinah, (Semarang: Pembina Pengamalan Agama (P2A), 2002), hlm. 15.
20
tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak yang mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama. Begitu pula sebaliknya jika pendidik adalah seorang pembohong, pengkhianat, orang yang kikir, penakut, dan hina, maka si anak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut, dan hina. Seorang anak, bagaimanapun besarnya usaha yang dipersiapkan untuk kebaikannya, bagaimanapun sucinya fitrah, ia tidak akan mampu
memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan pokok-pokok
pendidikan utama, selama ia tidak melihat sang pendidik sebagai teladan dari nilai-nilai moral yang tinggi. Adalah sesuatu yang sangat mudah bagi pendidik, yaitu mengajari anak dengan berbagai materi pendidikan, akan tetapi adalah sesuatu yang teramat sulit bagi anak untuk melaksanakannya ketika ia melihat orang yang memberikan pengarahan dan bimbingan.17) Al-Qur'an juga meminta kaum Muslimin untuk meneladani Ibrahim as dan orang-orang yang menyertainya dalam melepaskan diri dari kaum mereka yang musyrik. Al-Qur'anpum juga meminta Nabi Muhammad saw untuk mengikuti aqidah tauhid dan tindakan-tindakan luhur para nabi dan rasul sebelum beliau, yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Firman Allah:
17
Abdullah Nasih Ulwan, Loc. Cit. II, hlm. 142.
21
Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasigenerasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu), telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain. (QS. Al-An'am: 6)18) Lewat suri teladan yang baik, manusia belajar kebiasaan yang baik dan akhlak yang mulia. Sebaliknya, lewat suri teladan yang buruk, manusia juga belajar kebiasaan yang buruk dan akhlak yang tercela.19) b. Nasehat Termasuk metode pendidikan yang cukup berhasil dalam pembentukan akidah anak dan mempersiapkannya baik secara moral, emosional maupun sosial, adalah pendidikan anak dengan petuah dan memberikan kepadanya nasehat-nasehat. Karena nasehat dan petuah memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuka mata anak-anak kesadaran akan hakikat sesuatu, mendorong mereka menuju harkat dan martabat yang luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia, serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam. Karenanya, tidak heran kalau kita tahu bahwa Al-Qur'an menggunakan metode ini, menyerukan kepada manusia untuk melakukannya, dan mengulangulangnya dalam beberapa ayat-Nya, dan dalam sejumlah tempat di mana dia memberikan arahan dan nasehat-Nya. Tidak ada seorangpun yang menyangkal, bahwa petuah yang tulus dan nasehat yang berpengaruh, jika memasuki jiwa yang bening, hati terbuka, akal yang jernih dan berpikir, maka dengan cepat mendapat respon yang baik dan meninggalkan bekas yang sangat dalam. AlQur'an telah menegaskan pengertian ini dalam banyak ayatnya, dan
18 19
177.
Program Kitab Suci Al Qur’an 6.50, (Riyadh: Al Amin, 1997) 'Utsman Najati, Al-Qur'an Dan Ilmu Jiwa, (Bandung: Pustaka, 1997), Cet. II, hlm. 176-
22
berulang-kali menyebutkan manfaat dari peringatan dengan kata-kata yang mengandung petunjuk dan nasehat yang tulus.20) Strategi atau pendekatan yang dipakai dalam pengajaran agama Islam lebih banyak ditekankan pada suatu model pengajaran "seruan" atau "ajakan" yang bijaksana dan pembentukan sikap manusia (afektif).21). Firman Allah:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orangorang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl: 125)22) c. Pengawasan Para orang tua hendaknya memperhatikan apa yang dibaca anak, buku, majalah, dan brosur-brosur. Jika di dalamnya terdapat pikiranpikiran menyeleweng, prinsisp-prinsip atheis dan kristenisasi, maka hendaknya segera merampasnya. Di samping itu, memberi pengertian kepada anaknya bahwa di dalamnya terdapat sesuatu yang membahayakan kemurnian iman. Juga memperhatikan teman-teman sepergaulannya.
Gunakanlah
kesempatan
untuk
memberikan
pengertian dan pengarahan kepada si anak. Sehingga ia kembali kepada yang hak, kepada petunjuk, berjalan pada jalan yang lurus. Tingkat SLTP adalah merupakan masa yang sangat rawan. Masa 20
Abdullah Nasih Ulwan, Loc. Cit. II, hlm.209,213. Usman, Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. I, hlm. 5. 22 Program Kitab Suci Al Qur’an 6.50, (Riyadh: Al Amin, 1997) 21
23
transisi seorang anak terjadi pada tingkat SLTP. Di tingkat inilah ada istilah baru yang menggantikan secara drastis istilah remaja, yaitu ABG (Anak Baru Gede).23) Tidak hanya keyakinan-keyakinan kita yang terpengaruh oleh faktor-faktor sosial, pola-pola ekspresi emosional kita pun, sampai batas akhir, bisa dibentuk oleh lingkungan sosial kita.24) Demikianlah metode Islam dalam pendidikan dengan pengawasan. Metode tersebut, seperti yang kita lihat, adalah metode yang lurus. Jika diterapkan, maka anak kita akan menjadi penyejuk hati, menjadi anggota masyarakat yang shaleh, bermanfaat bagi umat Islam. Karenanya, hendaklah kita senantiasa memperhatikan dan mengawasi anak-anak dengan sepenuh hati, pikiran, dan perhatian. Perhatian segi keimanan, rohani, akhlak, ilmu pengetahuan, pergaulan dengan orang lain, sikap emosi, dan segala sesuatunya. Dengan begitu anak kita akan menjadi seorang yang bertakwa, disegani, dihormati, dan terpuji. Ini semua tidak mustahil jika ia diberi pendidikan yang baik, dan kita berikan sepenuhnya hak serta tangung jawab kita kepadanya.25) Di samping itu, diharapkan orang tua memperhatikan (mengawasi) agar anak jangan sampai melihat dan menyaksikan pornografis, baik dalam film, televisi atau gambar-gambar cabul (telanjang), karena bisa mengakibatkan terhentinya fungsi akal. Secara bertahap, kebiasaan itu akan membinasakan kemampuan mengingat (belajar) dan berfikir jernih.
d. Ganjaran Sementara itu dalam bahasa Arab "ganjaran" di istilahkan dengan "tsawab" bisa juga berarti: "Pahala, upah dan balasan." Kata "tsawab"
23
Ahmad Zayadi, Abdul Majid, Tadzkirah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005),
hlm. 70. 24
Thouless Robert, Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. III, hlm. 37. 25 Abdullah Nasih Ulwan, Loc. Cit. II, hlm. 303.
24
banyak ditemukan dalam Al-Qur'an, khususnya ketika kitab suci ini berbicara tentang apa yang akan diterima oleh seseorang baik di dunia dan maupun di akhirat dari amal perbuatannya. Dalam pembahasan yang lebih luas, pengertian istilah "ganjaran" dapat dilihat sebagai berikut: 1). Ganjaran adalah alat pendidikan preventif dan represif yang menyenangkan dan bisa mendorong atau motivator belajar murid. 2). Ganjaran adalah hadiah terhadap prilaku baik dari anak didik dalam proses pendidikan. Oleh Muhahammad bin Jamil Zaim menyatakan bahwa ganjaran merupakan asal dan selamanya harus didahulukan, karena terkadang ganjaran tersebut lebih baik pengaruhnya dalam usaha perbaikan daripada celaan atau sesuatu yang menyakitkan hati. Sedikit berbeda dengan metode targhib, "tsawab" lebih bersifat materi, sementara targhib adalah "Harapan serta janji yang menyenagkan yang diberikan terhadap anak didik dan merupakan kenikmatan karena mendapat penghargaan.26 e. Hukuman Syariat Islam yang lurus dan adal serta prinsip-prinsipnya yang universal, sungguh memiliki peran dalam memenuhi kebutuhankebutuhan primer yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan umat manusia. Dalam hal ini para imam mujtahid dan ulama ushul fiqh menggaris bawahinya pada lima perkara. Mereka menamakannya sebagai adh-dharuriyyat al-khams (lima keharusan) atau khulliyat alkhams. Yakni, menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga kehormatan, menjaga
akal
dan
menjaga
harta
benda.
Mereka
berkata,
"Sesungguhnya semua yang disampaikan dalam undang-undang
26
Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. I, hlm. 125, 127.
25
Islam, berupa hukum, prinsip-prinsip dan syariat, semuanya bertujuan untuk menjaga dan memelihara lima keharusan tersebut."27) Prinsip pokok dalam mengaplikasikan pemberian hukuman yaitu, bahwa hukuman adalah jalan yang terakhir dan harus dilakukan secara terbatas dan tidak menyakiti anak didik. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk menyadarkan peserta didik dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan. Pemberian hukuman juga memiliki beberapa teori, di antaranya hukuman alam, ganti rugi, menakut-nakuti, dan balas dendam. Oleh karena itu agar pendekatan ini tidak terjalankan dengan leluasa, maka setiap pendidik hendaknya memperhatikan syarat-syarat dalam pemberian hukuman, yaitu: 1). Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta, kasih, dan sayang. 2). Harus didasarkan kepada alasan "keharusan". 3). Harus menimbulkan kesan di hati anak. 4). Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik. 5). Diikuti dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan.28) 4. Fungsi Perhatian Orang Tua Keluarga secara alami merupakan pusat pendidikan urgen yang pengaruhnya selalu terbawa ke dalam pusat pendidikan dan lembaga sosial lainnya. Anak, ketika berangkat ke sekolah, telah membawa pengalaman, pengaruh kebudayaan keluarganya. Karena
keluarga
memiliki
peran
yang
penting
dalam
mempersiapkan anak bagi kehidupan sosial, pengaruh orang tua, saudara, dan anggota keluarga lainnya terhadap tingkah laku anak di sekolah menjadi sangat kuat.29)
27
Abdullah Nasih Ulwan, Loc. Cit. ,hlm. 303. Armai Arief, Op. Cit, hlm. 131. 29 Hery Noer Aly, Munziers, Op. Cit, hlm. 204. 28
26
Karena orang tua adalah pusat kehidupan ruhani si anak dan sebagai penyebab berkenalannya dengan alam luar, maka setiap reaksi emosi anak dan pemikirannya di kemudian hari, terpengaruh oleh sikapnya terhadap orang tuanya dipermulaan hidupnya dahulu. Setiap pengalaman yang dilalui anak, baik melalui penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya akan ikut menentukan pembinaan pribadinya.30) Setiap manusia hakikatnya lahir dalam keadaan fitrah beragama Islam. Namun, bayi-bayi yang hakikatnya Islam, pada perkembangannya bisa menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi lengkap dengan segala kultur (peradaban)-nya, akibat salah didik dari ayah bunda, baik dalam pengertian denotatif (biologis, keturunan) maupun dalam makna konotatif (lingkungan sekitarnya). Ketika itu terbukti betapa besar pengaruh orang tua dalam mendidik anak-anaknya, sehingga jika orang tua yang demikian mantap kekufurannya dibiarkan hidup dan mendidik anak-anaknya, tentulah sang anak tidak akan jauh berbeda dari orang tua yang mendidiknya. Dengan demikian, kita dapat berkata bahwa ucapan Nabi Nuh A.S. yang direkam ayat diatas merupakan salah satu isyarat tentang besarnya pengaruh orang tua dalam mendidik dan membentuk kepribadian anak.31) Faktor lingkungan dan pasangan hidup sangat ikut menentukan saleh atau salahnya sang keturunan. Nabi Nuh A.S. misalnya, karena beristerikan wanita tak saleh dan hidup di lingkungan yang salah, akhirnya istri dan anaknya menjadi kaum penantang risalah yang dibawa beliau sendiri.32)
30
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), Cet. XV, hlm. 38,
31
Quraih Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), Cet. II, hlm. 475. Dhurorudin Mashad, Mutiara Hikmah Kisah 25 rasul, (Jakarta : Erlangga, 2002), hlm.
56. 32
29,30.
27
B. AKHLAK SISWA 1. Pengertian Akhlak Akhlak merupakan buah Islam yang bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan serta membuat manusia hidup dan kehidupan menjadi baik. Akhlak merupakan alat kontrol phisis dan sosial bagi individu dan masyarakat.33) Setengah dari mereka mengartikan akhlak ialah "kebiasaan kehendak". Berarti kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak.34) Akhlak atau moral merupakan pendidikan jiwa agar jiwa seseorang dapat bersih dari sifat-sifat yang tercela dan dihiasi dengan sifat-sifat terpuji, seperti rasa persaudaraan dan saling tolong-menolong antar sesama manusia, sabar, tabah, belas kasih, pemurah dan sifat-sifat terpuji lainnya.35 Diantara perhiasan yang paling mulia bagi manusia sesudah Iman, taat dan takut kepada Allah, adalah akhlak yang mulia."Sopan santun" (adab) adalah bagian dari agama dan para pengamat Barat sering menyebut
tentang
"sikap
kaum
Muslimin
yang
terlalu
sering
36
mengagungkan sopan-santun". ) Dengan demikian, maka kata akhlak merupakan sebuah kata yang digunakan untuk mengistilahkan perbuatan manusia yang kemudian diukur dengan baik dan buruk. Dan dalam Islam ukuran yang digunakan untuk menilai baik dan buruk tidak lain adalah ajaran Islam itu sendiri (AlQur’an dan Al-Hadits).
33
Hery Noer Aly, Munziers, Loc. Cit., hlm.89. Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 62. 35 Masyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Yogyakarta: Al Amin Press, 1997), Cet. I, hlm. 13. 34
36
Seyyed Hossein Nasr, ed., Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam, (Bandung: Mizan Media Utama, 2002), Cet. II, hlm. 505.
28
Secara terminologis : Al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai berikut:
ﺍﳋﻠﻖ ﻋﺒﺎﺭﺓﻋﻦ ﻫﻴﺌﺔ ﰱ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﺭﺍﺳﺤﺔ ﻋﻨﻬﺎ ﺗﺼﺪﺭﺍﻻﻓﻌﺎﻝ ﺑﺴﻬﻮﻟﺔ ﻭﻳﺴﺮ ﻣﻦ ﻏﲑ ﺣﺎﺟﺔ ﺍﱃ ﻓﻜﺮ ﻭﺭﻭﻳﺔ ﻓﺎﻥ ﻛﺎﻥ ﺍﳍﻴﺌﺔ ﲝﻴﺚ ﺗﺼﺪﺭ ﻋﻨﻬﺎ ﺍﻻﻓﻌﺎﻝ ﺍﳉﻤﻴﻠﺔ ﺍﶈﻤﻮﺩﺓ ﻋﻘﻼﻭﺷﺮﻋﺎ ﲰﻴﺖ ﺗﻠﻚ ﺍﳍﻴﺌﺔ ﺧﻠﻘﺎﺣﺴﻨﺎ ﻭﺍﻥ (37ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺼﺎﺩﺭ ﻋﻨﻬﺎ ﺍﻻﻓﻌﺎﻝ ﺍﻟﻘﺒﻴﺤﺔ ﲰﻴﺖ ﺧﻠﻘﺎﺳﻴﺌﺎ Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa dan darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu lahir perbuatan yang baik menurut akal dan syari’at maka ia disebut akhlak yang baik dan jika yang lahir perbuatan yang tercela maka sikap tersebut disebut dengan akhlak yang buruk. Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa makna akhlak tidak terbatas pada hubungan antara manusia dengan manusia lain, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan segala yang terdapat dalam wujud dan kehidupan ini, bahkan melampaui itu, juga mengatur hubungan antara hamba dengan Tuhannya.38) Jika demikian halnya, maka yang dinamakan akhlak adalah : “Gambaran batin, dimana manusia berwatak seperti gambaran batin itu”. Dari kata akhlak itu sendiri dapat dipahami bahwa akhlak itu sangat erat kaitannya dengan khaliq dan makhluk, memang tuntutan akhlak itu harus menjalin hubungan erat dengan tiga sasaran yaitu manusia terhadap Allah, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam sekitarnya. Manusia yang tidak bisa menjalin hubungan baik dengan tiga sasaran tersebut maka belum dapat dikatakan manusia yang berakhlak.
37
Imam al-Ghazali, Ihya’Ulumuddin, (Dar al-Kutb al-Arabiyah, Isa al-Babi, tt), hlm. 52 Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), Cet. I, hlm. 312. 38
29
BAGAN : HUBUNGAN AKHLAK
Allah SWT. (Al-Khaliq)
Akhlak
Manusia (Makhluk)
Alam (Makhluk)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa akhlak itu merupakan kondisi jiwa yang diaktualisasikan dalam bentuk prilaku, dan prilaku itu diulang-ulang sampai menjadi bagian dari kepribadiannya, sehingga mudah dilakukan oleh seseorang. Akhlak bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits, artinya yang menentukan bahwa perbuatan itu termasuk baik atau buruk itu adalah AlQur'an dan Hadits. Apa yang dikatakan baik oleh Al-Qur'an dan Hadits maka baik pula bagi manusia, dan apa yang dikatakan buruk oleh AlQur'an dan Hadits maka buruk bagi manusia. Oleh karena itu konsep akhlak bersifat universal berlaku bagi seluruh umat manusia tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Akhlak mempunyai akibat positif dan negatif, maksudnya adalah orang yang berbuat baik sesuai dengan aturan akhlak maka akan mendapatkan pahala dan surga, sedangkan siapa yang berakhlak buruk akan berdampak mendapat dosa dan neraka. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelanggaran terhadap akhlak akan diterima dan dirasakan balasannya di dunia maupun akhirat. Tujuan akhlak adalah terbentuknya kepribadian muslim yang luhur budi pekertinya, baik lahir maupun batin, agar seseorang memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.39) One particular feature of Muslim moral thinking is the defence of the faith of Islam and of the community of Muslim.40) 39
Karim. dkk, LKS AL-Qalam, (Jombang: CV. Berkah, 1425 H), hlm. 12-13. Mel Thompson, “Ethics”, (London: British Library, 2003), Page. 158
40
30
“Sebuah ciri khas bagi orang Islam, akhlak/moral merupakan salah satu kekuatan atau pertahanan iman bagi orang Islam”. 2. Dasar-Dasar Akhlak Akhlak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu akhlak agama dan akhlak sekuler. Akhlak agama adalah akhlak yang bersumber dari wahyu. Tujuannya untuk memberikan bimbingan kepada manusia agar dapat menjalin hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhannya dan manusia dengan manusia. Motivasi yang sangat kuat untuk melaksanakan akhlak adalah adanya kepercayaan akan pahala bagi orang yang berbuat baik dan siksa bagi orang yang berbuat jelek. Akhlak sekuler maksudnya adalah akhlak yang bersumber dari budi-daya manusia, tidak ada pengaruh yang bersifat abstrak/gaib. Sumber-sumber akhlak buatan manusia dapat digolongkan menjadi dua: Pertama, insting maksudnya adalah manusia telah mempunyai insting yang dapat membedakan mana baik dan mana buruk,dan insting itu diperoleh dari ilham/suara hati. Insting ini berasal dari perasaan yang terpadu dengan kekuatan akal pikiran untuk membentuk akhlak. Insting dapat tetap dan dapat berubah. Dapat tumbuh semakin kuat dan juga dapat semakin kuat dan juga dapat semakin melemah dan kemudian lenyap. Insting juga merupakan sifat jiwa yang pertama membentuk akhlak. Kedua, pengalaman manusia, artinya akhlak itu tumbuh dan berkembang dari pengalaman manusia karena itu akhlak sekuler selalu dipengaruhi oleh perkembangan zaman, kecerdasan pikiran dan beberapa eksperimen serta pengalaman manusia. Sebab itulah yang membedakan antara norma akhlak bangsa-bangsa yang sudah maju dengan bangsabangsa yang primitif. Sumber pertumbuhan akhlak menurut akhlak sekuler ini ada tiga yaitu adat istiadat, hidonisme dan evolusi. Adat istiadat setiap suku atau bangsa berbeda. Orang yang mengikuti adat akan dipandang baik dan orang yang melanggarnya
31
dipandang jelek. Jika dianalisis secara teliti maka adat-istiadat itu tidak dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk menentukan baik dan buruknya perbuatan manusia. Karena kadangkala ada adat-istiadat itu bertentangan dengan akal pikiran sehat.Misalnya adat pengikut agama Hindu yang biasa melakukan penceburan diri seorang istri ke dalam kobaran api di saat pembakaran mayat suaminya dipandang baik bagi adat Hindu. Oleh karena itu jika adat-istiadat itu banyak kesalahan dan menyengsarakan orang banyak, maka tidak perlu diikuti. Hidonisme yang artinya akhlak sekuler
itu tumbuh dan
berkembang berdasarkan pertimbangan kebahagiaan dan kelezatan. Oleh karena itu norma yang berlaku dalam ajaran hidonisme antara lain: perbuatan manusia dapat dikatakan baik apabila dapat mendatangkan kebahagiaan, kenikmatan atau kelezatan. Evolusi paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini mengalami evolusi, yaitu perkembangan dari apa adanya menuju ke arah kesempurnaan. Herbert Spencer (1820-1903) adalah salah seorang pelopor paham ini mengatakan, bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh dari sederhana kemudian berangsur-angsur meningkat sedikit demi sedikit menuju ke arah tujuan yang dianggap baik. Akhlak
merupakan
alat
untuk
mempertahankan
manusia, sekaligus juga untuk membedakan
kehidupan
antara manusia dengan
hewan. Kejayaan dan kemulyaan hidup manusia pada dasarnya sangat ditentukan oleh akhlak manusia itu sendiri. Sebaliknya kerusakan atau kehancuran kehidupan manusia dan lingkungan sangat ditentukan oleh akhlak manusia pula. Itulah sebabnya pentingnya akhlak untuk dijaga dengan baik agar kehidupan ini tidak punah atau lenyap. Bahkan menurut satu riwayat menyatakan bahwa tujuan diutusnya rasulullah SAW. adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia.41)
41
Ibid., hlm. 13-14.
32
3. Macam-Macam Akhlak Mengenai macam-macam akhlak sesuai dengan ajaran agama tentang adanya perbedaan manusia dalam segala seginya, maka dalam hal ini menurut Moh.Ibnu Qoyyim ada dua jenis akhlak, yaitu : a. Akhlak Dharury b. Akhlak Muhtasaby Adapun akhlak dharury adalah akhlak yang asli, dalam arti akhlak tersebut sudah secara otomatis merupakan pemberian dari Tuhan secara langsung, tanpa memerlukan latihan, kebiasaan dan pendidikan. Akhlak ini hanya dimiliki oleh manusia-manusia pilihan Allah. Keadaannya terpelihara dari perbuatan-perbuatan maksiat dan selalu terjaga dari larangan Allah yaitu para Nabi dan Rasul-Nya. Dan tertutup kemungkinana bagi orang mukmin yang saleh. Mereka yang sejak lahir sudah berakhlak mulia dan berbudi luhur. Sedangkan akhlak muhatasaby adalah merupakan akhlak atau budi pekerti yang harus diusahakan dengan jalan melatih, mendidik dan membiasakan kebiasaan yang baik serta cara berfikir yang tepat. Tanpa dilatih, dididik dan dibiasakan, akhlak ini tidak akan terwujud. Akhlak ini yang dimiliki oleh sebagian besar manusia.42) Jadi bagi yang menginginkan mempunyai akhlak tersebut di atas haruslah melatih diri untuk membiasakan berakhlak baik. Karena usaha mendidik dan membiasakan kebajikan sangat dianjurkan, bahkan diperintahkan oleh agama, walaupun mungkin tadinya kurang rasa tertarik tetapi apabila terus menerus dibiasakan maka kebiasaan ini akan mempengaruhi sikap batinnya juga.43) Dengan demikian seharusnya kebiasaan berbuat baik dibiasakan sejak kecil, agar nantinya menjadi manusia yang berbudi luhur, berbakti kepada orang tua dan yang terutama berbakti kepada perintah Allah serta menjauhi larangan-Nya. Apabila sejak kecil sudah dibiasakan berakhlak 42
Muhammad Zain Yusuf, Op. Cit. hlm. 48 Chabib Thoha et al, Metodologi Pengajaran Agama, dalam Pengajaran Akhlak oleh: Drs.Djasuri, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisngo, 1999), hlm. 112-113 43
33
yang baik maka ketika menjadi manusia dewasa perbuatan yang muncul adalah kebiasaan kehendak dari masa kecilnya yang sudah terbiasa dilakukan. Jadi itulah akhlak yang lahirnya perbuatan tidak dibuat-buat melainkan lahir secara reflek tanpa sengaja dan tidak ada unsur mensengaja. Begitupun berbuat baik baik terhadap orang tua haruslah dilatih sejak dini, agar perbuatan tersebut bisa melekat dalam hati sampai kapanpun dan perilaku untuk berbuat durkaha terhadap orang tua bisa diminimalisir. Adapun pembagian akhlak berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua bagian yaitu : a. Akhlak mahmudah (akhlak terpuji) atau akhlak al-karimah (akhlak yang mulia). b. Akhlak madzmumah (akhlak tercela) atau akhlak sayyi’ah (akhlak yang jelek). Yang temasuk akhlak al-karimah ialah ridla kepada Allah, cinta dan beriman kepada-Nya, beriman kepada malaikat, kitab Allah, Rasul Allah, hari kiamat, takdir Allah, taat beribadah, selalu menepati janji, melaksanakn amanah, berlaku sopan dalam ucapan dan perbuatan, qana’ah (rela terhadap pemberian Allah), tawakkal (berserah diri), sabar, syukur, tawadhu’ (merendahkan diri) dan segala perbuatan yang baik menurut pandangan atau ukuran Islam. Adapun perbuatan yang termasuk akhlak al-madzmumah ialah, kufur, syirik, murtad, fasiq, riya’, takabur, mengadu domba, dengki/iri, kikir, dendam, khianat, memutus silaturrahmi, putus asa dan segala perbuatan tercela menurut pandangan Islam. Dalam hal ini berlaku durhaka terhadap orang tua merupakan perbuatan syirik, karena telah menyia-nyiakan fitrah Allah untuk membalas jasa-jasanya,
berlaku sopan kepada mereka dan sudah
sepantasnya manusia menghormati dan menyayangi orang tuanya.
34
Sedangkan pembagian akhlak berdasarkan obyeknya dibedakan menjadi dua yaitu : a. Akhlak kepada sang Khalik Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik.44) Sedangkan titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah.45) Banyak cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah. Dalam hal ini bentuk nilai-nilai yang perlu ditanamkan oleh seorang
pendidik
terhadap
anak-anak/putra-putri
terutama
hubungannya berakhlak kepada Allah antara lain : 1).
Takwa kepada Allah SWT Asal-usul dari takwa adalah menjaga dari syirik, dosa dan kejahatan, dan hal-hal yang meragukan (syubhat), serta kemudian
meninggalkan
hal-hal
utama
(yang
menyenangkan).46) 2).
Cinta dengan Ikhlas kepada Allah SWT Cinta (mahabbah) adalah kondisi yang mulia yang telah disaksikan Allah SWT. Melalui cinta itu bagi hamba, dan Dia telah mempermaklumkan cinta-Nya kepada si hamba pula.47) Dalam mendidik anak-anak agar selalu mencintai Allah sebagai khaliknya, maka cara paling bijaksana yaitu, dengan
44
Abuddin Nata, “Akhlak Tasawuf”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), cet. II,
hlm. 147. 45
M. Quraish Shihab, “Wawasan al-Qur’an”, (Bandung: Mizan, 2000), cet. X, hlm. 261. Abul Qasim al-Qusyairy an-Naisaburi, ”Risalatul Qusyairiyah”, terj. Mohammad Luqman Hakim, (Surabaya: Risalah Gusti, 2001), cet. V, hlm. 97. 47 Abul Qasim al-Qusyairy an-Naisaburi, Op. Cit, hlm. 399. 46
35
mengenalkan serta mengajak mereka untuk selalu menyebut atau membaca kalimah-kalimah Allah. Seperti bacaan : Tasbih
: (Maha Suci Allah)
Tahmid : (Segala puji bagi Allah) Tahlil
: (Tiada Tuhan selain Allah)
Takbir
: (Allah Maha Besar)
Tabarri : (Tiada daya kekuatan melainkan pertolongan Allah) Cara lain dengan mengajak mereka untuk memikirkan segala karunia dari Allah SWT. Seperti diberi karunia mata untuk menikmati isi dunia, perbandingkan dengan orang buta dan memikirkan lingkungan alam sekitar bahwa semua itu adalah kekuasaan Allah. Perlu disyukuri dan dijaga sebaik mungkin. Allah memerintahkan akan hal itu, melalui firmannya :
Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum `Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istanaistana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gununggunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah ni`matni`mat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan. (Q.S. Al-A’raf : 74 )48)
48
Program Kitab Suci Al Qur’an 6.50, (Riyadh: Al Amin, 1997)
36
3)
Husnudzan (Berbaik Sangka) kepada Allah SWT Sangka atau dzannun ialah “alima wa aiqana” sama dengan
mengetahui
dan
yakin atasnya.49) Sedangkan
husnudzan yakni sikap manusia berbaik sangka kepada Allah.50) b. Akhlak kepada makhluk yang terbagi menjadi : 1). Akhlak terhadap Rasulullah Rasulullah yakni Nabi Muhammad SAW sebagai manusia yang diutus oleh Allah untuk menjadi pengarah, pembimbing ummat manusia menuju ke jalan Allah serta sebagai suri tauladan untuk dicontoh. Menerima
ajaran
yang
dibawanya,
sebab
Allah
menganjurkan melalui firman-Nya :
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orangorang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka
49 50
Kahar Masyhur, “Membina Moral dan Akhlak”, op. cit, hlm. 27. Hamzah Ya’qub, “Etika Islam”, (Bandung: CV Diponegoro, 1993), cet. VI, hlm. 143.
37
tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Q. S. Hasyr : 7)51) Mengikuti sunnahnya; sebagai ummatnya agar diakui oleh beliau, hendaklah mengikuti jejaknya baik dalam ibadah dan juga meniru serta mencontoh akhlak-akhlaknya.
2). Akhlak terhadap keluarga Pergaulan antara kerabat adalah tidak jauh berbeda dengan ketentuan yang berlaku bagi kedua orang tua dengan anak dan antara anak dan orang tuanya, bahwa yang lebih tua memberi kasih sayang kepada yang lebih muda dan yang yang lebih muda memberi penghormatan kepada yang lebih tua, saling membantu dan sebagainya. Disamping itu ada anjuran yang sangat ditekankan ialah antara kerabat itu saling mengadakan hubungan (sillaturrahim, tanpa memandang status, umur dan ilmu, pokoknya mana yang longgar dan yang mempunyai kesempatan atau yang tidak sempat harus menyempatkan diri untuk melakukan hal tersebut.52) Kewajiban Muslim kepda kerabat selain ibu, bapak dan anak juga harus berbuat baik (ihsan), moral maupun material, seperti menolong memecahkan masalah yang dihadapi, menolong memenuhi kebutuhan hidup yang bersifat materiaal dan menolong memberi jalan untuk mendapatkan materi untuk memenuhi kebutuhannya.53)
51
Program Kitab Suci Al Qur’an 6.50, (Riyadh: Al Amin, 1997) Amin Syukur, Studi Islam, (Semarang: CV. Bima Sakti, 2003), Cet. VI, hal. 13. 53 Rachmat Djatnika, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), (…. : Panjimas, 1996), hal. 52
240-241.
38
Firman Allah :
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (Q. S. Al Baqarah : 177)54) 3). Akhlak terhadap sesama atau orang lain55) Akhlak terhadap orang lain, adalah adab, sopan santun dalam bergaul, tidak sombong dan tidak angkuh, serta berjalan sederhana dan bersuara lembut.56)
54
Program Kitab Suci Al Qur’an 6.50, (Riyadh: Al Amin, 1997) Zainuddin, Al-Isam 2 (Muamalah dan Akhlak), (Bandung: Pustaka Setia, 1999), Cet. I, hlm. 77-78. 55
39
Firman Allah :
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Q.S. Luqman : 18 -19)57) 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akhlak Kesadaran akhlak/moral pasti ada pada setiap manusia, meskipun kesadaran ini sangat ditentukan oleh beberapa faktor, seperti: umur, pendidikan,
kesadaran
beragama,
pengalaman,
peradaban,
dan
lingkungan. Kesadaran akhlak/moral itu bersumber dari hari nurani.58) Proses perkembangan manusia sebagai makhluk sosial kepribadian itu dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut F.G Robbins ada lima faktor yang menjadi dasar perkembangan kepribadian itu. Kelima faktor tersebut' yaitu (1) sifat dasar, (2) lingkungan prenatal, (3) perbedaan individual, (4) lingkungan, dan (5) motivasi.59) Setelah
menganalisa
pendapat
dari
F.G
Robbin,
penulis
merumuskan faktor tersebut menjadi dua yaitu: Faktor intern (dari diri sendiri) yang dipengaruhi oleh:
56
Zakiah Darajat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah, (Jakarta: CV. Ruhama, 1993), Cet. II, hal. 59 57 Program Kitab Suci Al Qur’an 6.50, (Riyadh: Al Amin, 1997) 58 Amin Syukur, Studi Islam, (Semarang: CV. Bima Sakti, 2003), Cet. VI, hlm. 119. 59 Vembriarto, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Grasindo, 1993), hlm. 20.
40
-
Sifat dasar.
-
Lingkungan prenatal.
Faktor ekstern (dari luar) yang dipengaruhi oleh: -
Lingkungan.
-
Perbedaan individual.
-
Motivasi. Pribadi atau makhluk sosial ini merupakan kesatuan integral yang
berkembang
melalui
proses
sosialisasi
dan
yang
mempengaruhi
hubungannya dengan orang lain dalam masyarakat. a. Faktor Intern 1). Sifat Dasar. Merupakan keseluruhan potensi-potensi yang diwarisi oleh seseorang dari ayah dan ibunya. Sifat dasar ini terbentuk pada saat konsepsi, yaitu momen bertemunya sel jantan dan sel betina pada saat pembuahan. Sifat dasar yang masih merupakan potensipotensi itu berkembang menjadi aktualisasi karena faktor-faktor lainnya. 2). Lingkungan Prenatal. Dalam periode ini individu mendapatkan pengaruhpengaruh tidak langsung dari ibu. Pengaruh-pengaruh itu tidak dapat digolongkan menjadi beberapa kategori, yaitu: a. beberapa jenis penyakit, seperti diabetis, kanker, siphilis; penyakit tersebut mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan mental penglihatan, pendengaran bayi dalam kandungan; b. gangguan endokrin dapat mengakibatkan keterbelakangan mental dan emosional; c. struktur tubuh ibu (daerah panggul) merupakan kondisi yang mempengaruhi pertumbuhan bayi dalam kandungan; beberapa ahli berpendapat bahwa cacat pada kaki, kidal berhubungan dengan posisi anak dalam kandungan;
41
d. shock pada saat kelahiran, luka pada saat kelahiran dapat merupakan kondisi yang dapat menyebabkan berbagai kelainan, seperti cerebral palsy, lemah pikiran.60) b. Faktor Ekstern 1). Perbedaan Individual. Perbedaan perorangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi. Sejak saat dilahirkan, anak tumbuh dan berkembang sebagai individu yang unik, berbeda dari individu-individu yang lain. Dia bersikap selektif terhadap pengaruh-pengaruh
dari
lingkungan.
Menurut
faham
ini
kepribadian manusia dibentuk oelh kebudayaan masyarakatnya. Kenyataan menunukkan, bahwa meskipun individu itu hidup dalam masyarakat dan dipengaruhi oleh kebudayaannya namun dia tetap merupakan pribadi yang bersifat unik.61) 2). Lingkungan. Lingkungan
ialah
kondisi-kondisi
di
sekitar
yang
mempengaruhi proses sosialisasinya. Lingkungan ini dapat dikategorikan menjadi: a. Lingkungan alam, yaitu keadaan tanah, iklim, flora, dan fauna di sekitar individu; b. kebudayaan, yaitu cara hidup masyarakat tempat individu itu hidup; kebudayaan ini mempunyai aspek material (rumah, perelngkapan hidup, hasil-hasil teknologi lainnya) dan aspek non material (nilai-nilai, pandangan hidup, adat istiadat); c. manusia lain dan masyarakat di sekitar individu; pengaruh manusia lain dan masyarakat dapat memberi stimulasi atau membatasi proses sosialisasi.
60 61
Vembriarto, Op. Cit., hlm. 20-21. Ibid. hlm. 21.
42
Peranan kondisi-kondisi lingkungan itu tidak menentukan, malainkan
sekedar
membatasi
dan
mempengaruhi
proses
62
sosialisasi manusia. ) 3). Motivasi. Motivasi adalah kekuatan-kekuatan dari dalam diri individu yang menggerakkan individu untuk berbuat. Motivasi ini dibedakan menjadi; dorongan dan kebutuhan. a. Dorongan. Dorongan ialah kekuatan penggerak yang membangkitkan kegiatan dalam diri makhluk hidup dan memotori tingkahlaku serta mengarahkannya pada suatu tujuan atau berbagai tujuan. Dorongan-dorongan itulah yang mendorong makhluk untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan utama dan primer bagi kelangsungan hidupnya. Dorongan-dorongan juga mendorong makhluk untuk melakukan banyak tindakan penting yang bermanfaat lainnya dalam usahanya unrtuk menyerasikan diri dengan lingkungan hidupnya. Para ahli ilmu jiwa modern membagi dorongan-dorongan menjadi dua bagian pokok: Pertama:
Dorongan-dorongan
fisiologis.
Dorongan-
dorongan ini mengarahkan pada tingkahlaku individu pada tujuan-tujuan yang bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisiologis tubuh atau menutup kekurangan yang terjadi pada jaringan-jaringan
tubuh
dan
mengembalikannya
pada
keseimbangan yang ada sebelumnya. Kedua: Dorongan-dorongan psikis. Dorongan-dorongan ini diperoleh lewat belajar selama proses sosialisasi yang dilalui seseorang.63)
62 63
Ibid., hlm. 22. 'Utsman Najati, Op. Cit., hlm. 10.
43
b. Kebutuhan. Kebutuhan adalah dorongan yang telah ditentukan secara personal,
sosial,
dan
kebutuhan-kebutuhan
kultural. manusia
Menurut yang
Louis
Raths,
penting,
ialah
(a)skebutuhan untuk bersama dengan orang lain, (b) kebutuhan untuk berprestasi, (c) kebutuhan akan, afeksi, (d) kebutuhan kebes dari rasa takut, (e) Kebutuhan bebas dari rasa bersala,. (f) kebutuhan untuk turut serta mengambil keputusan mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut dirinya, (g) Kebutuhan akan baik secara biologik maupun sosial .Tanpa pertolongan dan perkepastian ekonomik dan, (h) kebutuhan akan terintegrasikannya sikap, keyakinan, dan nilai-nilai.64)
C. PENGARUH PERHATIAN ORANG TUA TERHADAP AKHLAK SISWA Sebenarnya sudah cukup banyak berbagai laporan hasil survei, penelitian sekitar perilaku anak muda yang dimuat diberbagai media masa pada akhirakhir ini. Dan ironisnya rata-rata hasil laporan penelitian tersebut membuat banyak orang tua geleng-geleng kepala, tak habis berfikir mengapa? Sebab laporan tersebut rata-rata menyajikan data tentang perilaku anak-anak (muda) yang sangat mengejutkan, tentu saja mengejutkan dalam arti yang "memprihatinkan". Kebiasaan adalah suatu cara bertindak yang telah dikuasai, bersifat persistent (tahan uji), seragam, dan hampir-hampir otomatis. Di samping itu, pelakunya hampir-hampir tidak menyadarinya. Karenanya, orang yang melakukan suatu kebiasaan masih dapat memusatkan pikirannya terhadap persoalan lain.
64
Vembriarto, Loc. Cit., hlm. 22.
44
Terdapat dua jalan yang membentuk kebiasaan, yaitu: Pertama, kebiasaan berawal dari suatu tindakan amat sederhana yang dilakukan dengan suatu cara tertentu di mana seseorang tidak perlu mengerahkan usaha yang besar dengan melalui rintangan-rintangan. Makin banyak tindakan itu di ulang, makin sulit ia melakukannya dengan cara yang lain. Umpamanya, seseorang apabila mengenakan alas kaki selalu mulai dengan sebalah kanan. Hal itu membuatnya merasa tidak enak apabila ia mulai mengenakannya dengan sebelah kiri. Karenanya perbuatan
itu terus ia
lakukan dengan cara yang sama tanpa berubah-ubah dan berlangsung tanpa ia sadari. Banyak kebiasaan dalam cara berbicara dan bertingkah laku mulai diperoleh dengan cara seperti tersebut. Kedua, kebiasaan terbentuk karena seseorang sengaja melakukan sesuatu dengan cara tertentu agar semacam pola sambutan otomatis. Cara kedua ini biasanya dipergunakan bila seseorang berusaha membentuk suatu kebiasaan baru untuk menggantikan kebiasaan lama yang harus di buang, seperti memperbaiki cara berbicara dan mengubah kebiasaan menulis dengan tangan kiri menjadi menulis dengan tangan kanan.65) Manusia, menurut Elizabeth B. Hurlock, tak pernah statis atau mandek, karena perubahan-perubahan senantiasa terjadi dalam dirinya dalam berbagai kapasitas (kemampuan) baik yang bersifat biologis maupun bersifat psikologis.66) Tabiat risalah Islam adalah sosial; demikian pula tabiat fitrah manusia. Jadi, tidak aneh apabila Islam memusatkan perhatian pada pengembangan kebiasaan sosial yang baik pada individu serta menanamkan perasaan bahwa dia adalah anggota di dalam keluarga, individu di dalam masyarakat, dan seseorang di tengah-tengah umat manusia. Di antara kebiasaan dan orientasi sosial tersebut ialah pengembangan kesatuan masyarakat, persaudaraan seiman, kecintaan insani, persamaan,
65
Munzier Suparta, Hery Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Amissco, 2003), Cet. II, hlm. 45. 66 Ibid., hlm. 48.
45
saling tolong, kepedulian, musyawarah, keadilan sosial, dan perbaikan di antara manusia.67) Dengan demikian jelas, bahwa mendidik dan membiasakan anak sejak kecil adalah upaya yang paling terjamin dan berhasil dan memperoleh buah yang sempurna. Sedangkan mendidik dan melatih setelah anaak berusia dewasa, maka jelas di dalamnya terdapat kesulitan-kesulitan bagi orang-orang yang hendak mencari keberhasilan dan kesempurnan.68) Apabila kita menilai orang lain, kita biasanya bertolak dari kelakuannya yang dapat kita lihat atau dari hasil perbuatannya. Misalnya kita melihat bahwa orang selalu masuk kerja pada waktunya, selalu bersikap sopan dan hormat terhadap rekan-rekan, atau bahwa ia memberikan banyak sekali perhatian pada orang tuanya. Atau seorang pengusaha yang berulang kali memberikan sumbangan besar kepada rumah sakit di kabupatennya, seorang gubernur yang tanpa kenal lelah memperhatikan masyarakat dalam propinsinya.69) Pengalaman-pengalaman siswa sejak dari lingkungan keluarga, sekolah dan di mana saja mereka pernah bergaul menghasilkan sesuatu pemahaman yang unik, berbeda satu sama lain. Orang tua yang senantiasa mengatakan sesuatu, melakukan serta memilih perbuatan dan secara terang-terangan menghindari ucapan-ucapan serta perbuatan-perbuatan tertentu secara perlahan-lahan mengisi daerah afektif manusia yang belum dewasa di sekitarnya. Seorang ibu yang senantiasa berkata manis, sopan terhadap suaminya (ayah mereka), tanpa dipaksa norma/nilai tersebut akan masuk dan menjadi bagian kepribadiannya.70) Sikap manusia bukanlah suatu konstruk yang berdiri sendiri, akan tetapi paling tidak ia mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konstruk-
67
Hery Noer Aly, Munziers, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2000), Cet. I, hlm. 97, 101. 68 Abdullah Nasih Ulwan, Loc. cit. II, hlm.208. 69 Franz Magnis-Suseno, Loc., Cit., hlm.57. 70 Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2001), Cet. II, hlm. 100.
46
konstruk lain, seperti dorongan, motivasi, atau bahkan dengan nilai-nilai tertentu. T.M. Newcomb mencoba membagankan hubungan tersebut sebagai berikut ini: Nilai-nilai Sikap Motivasi Dorongan Dengan dorongan dimaksudkan adalah keadaan organisme yang menginisiasikan kecenderungan ke arah aktivitas umum. Motivasi adalah kesiapan yang di tujukan pada sasaran dan dipelajari untuk tingkah laku bermotivasi, sedang nilai-nilai adalah sasaran atau tujuan yang bernilai terhadap mana berbagai pola sikap dapat diorganisir.71) Kebiasaan
banyak
terbentuk
sejak
usia
muda.
Sejalan
dengan
bertambahnya usia anak, sebagian kebiasaan itu berubah sifatnya dan sebagian yang lain hilang sama sekali. Kebiasaan-kebiasaan yang baik ataupun jelek dalam cara makan dan tidur terbentuk sejak masa bayi. Orang tua mempunyai andil dalam membentuk kebiasaan anaknya.72) Dalam kehidupa sehari-hari manusia tidak lepas dari interaksi dengan orang lain, untuk menjalin interaksi yang harmonis manusia (anak) membutuhkan aturan-aturan tertentu yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Dalam hubungannya dengan akhlak ini, agar anak selalu berprilaku yang baik sesuai dengan ajaran Islam. Dengan menampilkan perilaku yang mulia dan berusaha menghindari perilaku yang dilarang, anak akan benar-benar menjadi manusia yang mulia. Suatu aktivitas diperlukan untuk mewujudkan minat, keinginan yang kuat dari walimurid MTs. Negeri, Balen, Bojonegoro, Jawa Timur untuk merubah akhlaak dari akhlak yang madzmumah menjadi akhlak mahmudah teraplikasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. 71 72
Djoko Widagdo, dkk, Loc. Cit., hlm. 132. Munzier Suparta, Hery Noer Aly, Op. Cit., hlm. 45.
47
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang lain, untuk menjalin interaksi yang harmonis manusia membutuhkan aturan-aturan tertentu yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang memiliki nilai-nilai akhlak, sehingga dimanapun dan kapanpun kecenderungan tersebut akan muncul. Manusia terdorong untuk berbuat tercela. Namun demikian, karena pengaruh orang tua, karena pengaruh lingkungan hal itu tak bisa nampak. Dalam hubungannya dengan akhlak ini, perhatian orang tua sangat berpengaruh pada prilaku anak. Dari uraian diatas jelas kiranya bahwa perhatian orang tua terhadap akhlak anak akan sangat berpengaruh dalam prilaku sehari-hari yang tercermin pada pergaulan sehari-hari misal: Kasih sayang, sabar, pemaaf, sopan santun, dan sebagainya. Kalau anak maampu menjalankan semua itu, niscaya masyarakat akan sejahtera adil dan makmur akan terwujud. D. HIPOTESIS PENELITIAN Hipotesis, adalah kesimpulan sementara/tentatif tentang hubungan antara dua variabel atau lebih.73) Hipotesa berfungsi sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang dihadapi. Karenanya hipotesa akan merupakan pengaruh dalam penelitian.74) Hipotesis berarti kesimpulan yang belum final karena belum diuji atau dibuktikan kebenarannya. Oleh karena itu hipotesis dapat diartikan sebagai dugaan pemecahan masalah yang bersifat sementara, yang setelah diuji mungkin benar dan mungkin pula salah.75) Sedang yang penulis ajukan adalah hipotesis tentang adanya pengaruh yang signifikan antara perhatian orang tua terhadap akhlak siswa dengan kata lain, semakin tinggi perhatian orang tua, semakin baik akhlak siswa.
73
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), Cet. 4,
hlm. 1344. 74
Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. 3, hlm. 82. 75 Hadari Nawawi, M. Martini Hadari, Instrumen penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1992), Cet. 2, hlm. 33.