BAB II PERDAGANGAN SEBELUM TAHUN 1980
2.1
Sejarah Perdagangan Menurut legenda yang beredar di masyarakat kota Perdagangan, bahwa kota
Perdagangan mempunyai kisah cerita yang bersifat mitos. Disebutkanlah bahwa dahulu kala, tersebutlah seorang saudagar bepergian berlayar mengarungi bantaran sungai Bah Bolon, dahulu sungai ini masih cukup luas dan dapat dilalui oleh kapal. Saudagar tersebut mengarungi bantaran sungai dari hilir. Ditengah perjalanan kapal yang ditumpangi oleh saudagar mengalami kerusakan dan karam sehingga saudagar tersebut lalu memutuskan untuk berhenti dan mencari daratan. Lalu ia melihat sebatang pohon di atas bukit yang sangat besar dan lagi rindang dahannya dan di sekitarnya terdapat banyak monyet-monyet yang besar yang menjaga pohon tersebut, kemudian ia mulai membangun penginapan di sekitar tempat pohon yang besar tadi, lantas membuat suatu sesajen di bawahnya dan meminta agar dirinya dapat kembali ke kampung halamannya apapun syaratnya akan dia penuhi. Permintaannya lantas terpenuhi dengan syarat salah satu dari anaknya harus rela menjadi penjaga dari pohon tersebut 7. Berita tentang adanya pohon tersebut tersebar sehingga banyak orang yang datang dan melakukan ritual, dan mengakibatkan daerah di sekitar pohon tersebut 7
hasil wawancara dengan Rahman Damanik 12 Maret 2011 di Nagori Perdagangan
menjadi ramai dan dikunjungi oleh orang-orang sehingga menarik minat dari para pedagang terutama para pedagang Cina. Daerah tempat berdagang para orang-orang Cina tersebut dinamakan Perdagangan sedangkan tempat pohon tersebut oleh orang penduduk asli disebut Bukkit Partopaon. Tentu saja, cerita tentang asal-usul nama Perdagangan ini tidak dapat dipercayai begitu saja karena terdapat hal-hal yang bersifat supranatural. Meskipun demikian, dari cerita lisan yang berkembang di masyarakat, dapat dikatakan bahwa munculnya nama Perdagangan berkaitan dengan adanya aktivitas tukar menukar barang di sepanjang sungai Bah Bolon, yang salah satunya adalah yang kemudian dinamakan Perdagangan. Penulis tidak menemukan simbol lain yang menceritakan tentang asal-usul nama Perdagangan, termasuk kapan mulai munculnya nama Perdagangan tersebut. Dalam membicarakan tentang daerah kota Perdagangan maka, tidak dapat di pisahkan dengan asal usul salah satu kerajaan yang berdiri di daerah tersebut yakni kerajaan Bandar, yang juga
merupakan salah satu kerajaan yang
mempunyai
hubungan dengan kerajaan yang ada di Simalungun yakni kerajaan Siantar. Masyarakat marga-marga pribumi Simalungun utama dari marga Purba, Damanik, Sinaga; intinya berasal dari keturunan cabang pokok marga Sitiga Marga ( Borbor Marsada, Lontung, dan Sumba), secara genealogis dari pusat negeri Toba. Berlainan dengan Marga Silima atau Silima Marga di tanah Karo sebagai marga persekutuan/ gabungan secara teritorial. Nama ”Simalungun” sebagai nama wilayah/daerah dan suku bangsa timbul sesudah abad-XVII, yakni sesudah dibentuk oleh dinasti Tuan Singa Mangaraja.
Namum nama ”Simalungun” lebih dikukuhkan setelah dibentuk oleh pemerintah Belanda Afdeling Simelungun en de Karolanden (12-12-1906) yang bermula berkedudukan di Saribudolok dengan Westenberg sebagai Asistent Residennya. Simalungun atau Sibalungun artinya ”sunyi” atau ”lengang”, berarti negeri yang ditinggalkan. Yang meninggalkan ialah kerajaan Nagur yang mengundurkan diri ke Gayo-Alas (Aceh-Tua) dan terkandung dalam istilah Simalungun asli: Parladang na malungun parsiou na madahon na songon jolma ippa-ippa). 8 Sebagai telaah asal usul marga dan kerajaan Siantar bermula dari suatu kisah sebagai berikut: putera dari Partiga-tiga Sipunjung, bernama Si Ali Urung menggantikan ayahnya yang meninggal dunia, kemudian pergi ke Siantar Matio (Sibisa Lumban Julu pusat negeri Toba) dan meminta Si Bagot Dihitam yakni dapat diartikan sebagai pengikutnya dan menjadikannya Raja Siantar sedang Si Ali Urung sendiri menurunkan pangkatnya menjadi Bah Bolak (bendahara). Dari turunan raja-raja Siantar berasal dari Tuhan Bandar dan Tuhan Damanik. Tuhan Bandar sebagai anak sulung, Tuhan Damanik sebagai anak kedua dan yang bungsu sebagai penerus Si Ali Urung sebagai raja Siantar. Tuhan Bandar sendiri lantas mendirikan kerajaan baru yakni kerajaan Bandar yang berpusat di Nagori Perdagangan sekarang. Kerajaan Bandar dibagi menjadi beberapa Partuanon (Parbapaan) yaitu Partuanon Bandar Tongah, Bandar Pulo, Bandar Sahkuda, Buntu Gunung, dan Partuanon Bandar Hobun.
8
Sangti Batara, Sejarah Batak,Batak Balige, Karl Sianipar Company, 1977, hal. 146
Sebagai penguasa kerajaan masing-masing baik Tuhan Bandar maupun raja Siantar, tidak melepaskan tali persaudaraan namun mempunyai arti bahwa kerajaan Bandar merupakan bagian dari kerajaan Siantar dan Tuhan Bandar juga dinamakan Tuhan Siantar. Hubungan ini tampak ketika kerajaan Bandar mendapat serangan dari Tanjung Kasau yang bermaksud menguasai daerah Bandar. Hal lainnya, yaitu ketika raja Siantar yang pada saat itu dipangku oleh Sangnawalu atau yang bernama Tuhan Sangma yang diasingkan ke Bengkalis tepatnya pada tahun 1924. Tuhan Bandar yang pada saat itu di pimpin oleh Sawadim Damanik yang mempunyai nama sewaktu kecil bernama Distabulan Damanik menjadi pemangku jabatan kerajaan Siantar sampai meletusnya Revolusi Sosial di Sumatera Timur pada bulan April 1946. Adapun nama-nama raja Bandar yang pernah memerintah di kerajaan Bandar ialah : 1. Borashata Damanik 2. Boasni Damanik 3. Sappuraga Damanik 4. Sarbaih Damanik 5. Toranggun Damanik 6. Clahrani Damanik 7. Sawadin Damanik 8. Distabulan Damanik Pada zaman penjajahan Belanda kerajaan Bandar dijadikan Distrik dengan ibu kotanya Perdagangan. Kerajaan Bandar berakhir setelah terbakarnya istana raja pada waktu meletusnya Revolusi Sosial pada tahun 1946.
Pada masa lalu memang sungai Bah Bolon merupakan salah satu sungai yang digunakan sebagai jalur pelayaran untuk daerah-daerah pedalaman yang ramai dikunjungi orang, karena sering dikunjungi oleh orang maka mengundang orangorang untuk bertempat tinggal menetap di daerah tersebut. Daerah Pardagangan ini lama kelamaan menjadi ramai dan membentuk suatu pemukiman. Letaknya di pinggiran sungai Bah Bolon merupakan daya tarik tersendiri bagi masyarakat pada saat itu. Dengan demikian, Pardagangan berkembang menjadi pusat suatu kegiatan ekonomi, yang merupakan wilayah pemerintahan dari kerajaan Siantar dengan Tuan Bandar sebagai penguasa daerah tersebut. Pada awal datangnya para investor asing, Perdagangan sudah merupakan wilayah yang sangat diminati oleh para penduduk, Perdagangan juga menarik para investor perkebunan. Namun bukanlah daerah Perdagangan
yang
dijadikan
sebagai
wilayah
ekspansi,melainkan
wilayah
Perdagangan sebagai tempat pemukiman. Sehubungan dengan mulai dibangunnya jalan raya dan jalur kereta api pada awal abad ke-20 yakni jalan raya antara Medan- Tebing Tinggi- Pematang Siantar, guna mempermudah kegiatan investor, maka dibangunlah jalur darat berupa jalan raya yakni antara Pematang Siantar- Perdagangan- Lima Puluh. Hingga antara tahun 1883- 1920 mulai dibukanya pembangunan jalan rel kereta api yakni dari MedanTebing Tinggi-Parlanaan- Kisaran-Ranto Prapat, yang mengakibatkan perkembangan Perdagangan mulai menurun 9.
9
Edi Sumarno, M.Hum. Op,Cit. hal 3
2.2
Geografis dan Penduduk
A.
Geografis Perdagangan merupakan salah satu kota besar kedua setelah ibukota dari
kabupaten Simalungun yakni Pematang Siantar yang dahulunya merupakan desa/nagori Perdagangan. Desa/nagori Perdagangan mempunyai batas-batas wilayah sebagi berikut 10: Sebelah utara
: Berbatasan dengan Bah Lias
Sebelah Selatan
: Berbatasan dengan Sei Mangkei
Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Bandar Jawa dan Nagori Bandar
Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Desa Parlanaan
Jika menilik besar desa maka dapat dikatakan bahwa desa Perdagangan mengalami perkembangan yang cukup pesat bila dibandingkan dengan desa-desa yang ada di Kabupaten Simalungun. Hal ini disebabkan oleh latar belakang dan letak wilayah yang strategis di samping penanganan dari pihak pemerintahan. Namun desa Perdagangan juga sama halnya dengan desa-desa lainnya yang dahulunya merupakan sebuah kampung/desa atau nama lainya nagori. Seperti yang dijabarkan di atas bahwa di desa perdagangan juga berdiri kerajaan yang bernama Kerajaan Bandar yang didirikan oleh orang yang bergelar Tuhan Bandar. Kerajaan inilah yang merupakan cikal-bakal
perkembangan
dari
Perdagangan.
Wilayah
pemerintahan
desa
Perdagangan merupakan eks pemerintahan dari kerajaan Bandar. Dengan luas wilayah yang mencakup keseluruhan wilayah kecamatan Bandar yang sekarang. 10
Badan Statistik Desa/Nagori Perdagangan 1976
Namun, setelah masuknya pihak asing wilayah pemerintahan tersebut mengalami perubahan. Wilayah desa perdagangan hanya meliputi daerah tepian sungai Bah Bolon. Hal ini dikarenakan wilayah yang digunakan oleh pihak asing sebagai perkebunan merupakan wilayah pemerintahan yang langsung dipegang oleh pihak pengusaha asing tersebut. Dengan didukung oleh sarana trasportasi yang ada, yakni melalui sungai Bah Bolon yang mengalir dari hulu Simalungun-siantar-Perdagangan-Indra pura-hingga bermuara di Selat Malaka, maka daerah Perdagangan menjadi daerah yang banyak ditempati oleh para pedagang. Oleh karena itu maka daerah ini bukan saja sebagai tempat persinggahan namun pada seterusnya menjadi tempat tinggal dari para pedagang yang pada umumnya kebanyakan dari para pedagang Cina. Hal ini mengakibatkan daerah perdagangan menjadi ramai. Hingga akhir abad-19 sungai Bah Bolon ini merupakan sarana transportasi yang digunakan untuk menjangkau wilayah yang ada di Simalungun seperti Pematang Siantar dan daerah-daerah lainnya. Pada awal abad ke-20 seiring dengan masuknya pihak Onderdeming, maka pembangunan transportasi melalui jalur darat mulai dibuat. Hal ini untuk memperlancar kegiatan perkebunan yang pada selanjutnya merupakan cikal bakal jalan-jalan yang ada di Perdagangan. Dengan pembuatan jalan-jalan baru tersebut maka jangkauan yang dapat ditempuh pun akan semakin luas. Hal ini mengakibatkan, baik para pedagang maupun masyarakat Pribumi, mulai meninggalkan peran trasportasi melalui sungai Bah Bolon dan beralih menggunakan jalan-jalan perkebunan untuk melakukan interaksi dengan masyarakat di daerahdaerah lainnya. Dengan semakin mudah dan cepatnya menjangkau daerah
Perdagangan melalui jalan-jalan perkebunan, maka perkembangan Perdagangan juga semakin meningkat. Hal ini diakibatkan oleh para pihak pedagang dan para pihak onderdeming menjadikan daerah ini menjadi pemukiman mereka.
B
Penduduk Adapun penduduk asli Nagori Perdagangan adalah sub- suku bangsa Batak
Simalungun. Akan tetapi, Nagori Perdagangan juga diramaikan oleh para masyarakat pendatang yang berasal dari daerah lain yang mengakibatkan penduduk desa Perdagangan menjadi heterogen. Sejak awal adanya Nagori Perdagangan, wilayah ini sebenarnya telah didatangi para pedagang asing, Cina misalnya. Selanjutnya, ketika terjadi ekspansi perkebunan, banyak pula eks buruh perkebunan terutama suku Jawa yang kemudian menetap disana. Berkaitan dengan itu sebagai satu wilayah yang terbuka, berdatangan pula para pendatang dari Dataran Tinggi Toba, termasuk juga suku Minangkabau dari Sumatera Barat. Sayangnya penulis tidak menemukan tentang jumlah penduduk di Perdagangan sebelum tahun 1980, kecuali untuk tahun 1976. Berikut
ini
adalah
Perdagangan tahun 1976.
gambaran
tentang
komposisi
penduduk
Nagori
Tabel I : Komposisi Penduduk Menurut Suku Bangsa NO Suku Bangsa
Jumlah Jiwa
Persentase
1
Simalungun
3.827 Jiwa
30%
2
Tapanuli
3.205 Jiwa
25%
3
Jawa
2.776 Jiwa
21,8%
4
Cina
1.107 Jiwa
8,7%
5
Minang Kabau
407 Jiwa
3,2%
6
Batak Karo
368 Jiwa
2,9%
7
Dan Lain-lain
1.066 Jiwa
8,4%
Jumlah
12.756 Jiwa
100%
Sumber : Kantor Badan Statistik Nagori Perdagangan tahun 1976 Data di atas menunjukkan bahwa suku bangsa Simalungun yang paling banyak mendiami Nagori Perdagangan, kemudian disusul oleh suku bangsa Tapanuli, baru kemudian disusul oleh suku-suku bangsa lainnya. Jumlah penduduk yang memadati wilayah Perdagangan ini merupakan suku bangsa asli. Suku bangsa Simalungun dalam hal ini adalah bahwa suku bangsa Simalungun yang sudah ”dimelayukan”, maupun yang masih asli Simalungun. Dari perbandingan penduduk di atas dapat disimpulkan bahwa penduduk Nagori Perdagangan adalah merupakan wilayah Kelurahan Perdagangan I dan Nagori Perdagangan dulunya. Hal ini tampak karena data di atas merupakan tahun 1976, dimana pada saat itu belum dimekarkannya daerah Perdagangan.
Sejak zaman dahulu suku bangsa yang ada di Simalungun mengenal dan mempunyai aneka ragam kepercayaan. Mereka percaya adanya roh-roh atau kekuatan yang terdapat pada benda-benda seperti kayu besar, batu besar, hutan lebat, gunung, sungai dan benda-benda lain. Benda- benda alam itu ada kalanya dianggap keramat yang mendatangkan bahaya, sebaliknya dapat pula memberikan rezeki atau keuntungan. Umumnya masyarakat Siamalungun sebelum masuknya agama baik Kristen, Islam, Buddha, dan agama
lainnya, masyarakat adalah penganut
kepercayaan yang dinamakan Sipelebegu
11
dan kepercayaan kepada adanya
Tonduy. 12 Praktek hidup dari masyarakat Nagori Perdagangan, baik dalam pergaulan sesama mereka tinggal maupun dengan suku-suku bangsa lainnya yang berdomisili, walaupun berlainan agama dan kepercayaan mereka masih terjalin kerukunan dan hormat-menghormati antara sesama umat beragama. Bukti dari tingkat penghayatan agama terhadap berbagai kehidupan masyarakat desa Perdagangan terlihat dengan jelas. Hal ini dapat dilihat misalnya, ketika adanya pesta-pesta perkawinan maupun pesta-pesta adat maka masyarakat dengan ringan tangan melakukan bahu-membahu agar tercapainya acara tersebut. Berikut ini adalah pembagian penduduk Nagori Perdagangan menurut agama yang dianut.
11
Sipelebegu adalah kepercayaaan yang banyak menyembah benda-benda yang dianggap
keramat. 12
Tonduy adalah roh atau arwah yang ada pada orang yang masih hidup atau orang yang sudah mati. Dengan demikian maka sering melakukan kontak atau hubungan dengan roh-roh atau arwah tersebut.
Tabel II : Distribusi Penduduk Menurut Agama No
Agama yang dianut
Jumlah
Persentase
1
Islam
4752 Jiwa
37,2%
2
Kristen Protestan
3163 Jiwa
24,8%
3
Khatolik
2730 Jiwa
21,4%
4
Buddha
2087 Jiwa
16,4%
5
Hindu
24 Jiwa
0,2%
Jumlah
12.756 Jiwa
100%
Sumber : Badan Statistik Nagori Perdagangan tahun 1976 Di desa/nagori Perdagangan, walaupun terdapat perbedaan agama atau kepercayaan dan jumlah pemeluknya tidak pernah menjadi penghalang bagi penduduk kota Perdagangan untuk saling hidup rukun dan damai baik di dalam kesehari-harian mereka maupun dalam suatu acara kebesaran. Menurut angka tahun 1976 jumlah penduduk Nagori Perdagangan seluruhnya mencapai 12.756 jiwa, yang terdiri dari 3589 kepala keluarga dengan perincian lebih banyak wanita daripada pria. Agar kita dapat memahami pertumbuhan jumlah penduduk Nagori Perdagangan, maka kita dapat melihat tabel berikut ini:
Tabel IV : Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin No Jenis Kelamin
Jumlah
1
Pria
5.378 Jiwa
2
Wanita
7.378 Jiwa
Jumlah
12.756 Jiwa Sumber : Badan Statistik Nagori Perdagangan tahun 1976
Dari tabel di atas jelas terlihat bahwa perbedaan penduduk berdasarkan jenis kelamin, jumlah pria lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah wanita, yaitu sekitar 5.378 jiwa. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut adalah banyaknya pemuda yang meninggalkan desa/nagori Perdagangan untuk melanjutkan sekolah keperguruan tinggi di luar daerah, atau mencari pekerjaan di daerah lain. Pada umumnya para pemuda ini merantau ke kota- kota terdekat yakni
kota
Pematang Siantar, Tebing Tinggi, Kisaran, Lubuk Pakam dan ke kota Medan. Faktor lain yaitu angka kelahiran wanita lebih tinggi bila dibandingkan dengan angka kelahiran pria.
2.3
Perekonomian Berbicara Nagori Perdagangan dalam konteks perekonomian, maka tidak akan
terlepas dari hal mata pencaharian dari masyarakat yang mana sebahagian besar dari penduduk merupakan masyarakat yang banyak menggantungkan perekonomian mereka melalui pertanian, dan berdagang. Pertanian masih merupakan mata
pencaharian yang menempati urutan teratas. Hal ini tidak terlepas dari keadaan alamnya, di mana sekitar 486 Ha dari sekitar 1100 Ha luas desa digunakan sebagai lahan pertanian. Data-data hasil produksi masyarakat desa/nagori Perdagangan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Pada tabel ini hanya dicantumkan data-data tahun 1975 s/d tahun 1979, sedangkan untuk data sebelumnya tidak dapat diketemukan oleh penulis yang tidak dapat disebutkan oleh penulis sebab akibatnya. Tabel V : Distribusi Hasil Produksi dan Konsumsi Tahun
Produksi (Ton)
Konsumsi (Ton)
Surplus (Ton)
1975
3.200,2
2.048
1.152,2
1976
3.000.18
2.062
938,18
1977
3.005,94
2.110
895,94
1978
3.230.63
2.217
1.013,63
1979
3.278
2.295,8
982,2
Jumlah Sumber: BPS Kab.Simalungun (Kecamatan Bandar Dalam Angka) 1979. Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa hasil produksi setelah dikurangi dengan beban konsumsi masyarakat Nagori Perdagangan selalu mengalami surplus dari tahun ke tahun. Hanya saja terlihat penurunan produksi antara tahun 1976-1977, tetapi lambat laun terjadi pergerakan ke atas atau penaikan hasil produksi setelah tahun berikutnya. Hal ini terjadi oleh karena pada tahun 1976 terjadi wabah tikus yang menyerang pertanian Nagori Perdagangan hingga awal pertengahan tahun
1977 13 yang mengakibat penurunan gabah pertanian. Di sisi lain menaiknya angka konsumsi pada tabel di atas dikarenakan bertambahnya penduduk di Nagori Perdagangan baik dari angka kelahiran maupun dari angka perpindahan penduduk. Perekonomian masyarakat Simalungun juga ditunjang oleh faktor keadaan alam yang merupakan bantaran dari sungai yang mengalir di daerah tersebut. Selain sebagai jalur transportasi yang digunakan untuk memasarkan hasil-hasil alamnya, juga oleh penduduk dimanfaatkan sebagai sarana pengairan ke lahan-lahan pertanian. Hal ini tentunya akan membuat hasil produksi pertanian akan meningkat. Perekonomian Nagori Perdagangan juga ditunjang dari hasil perdagangan yang dilakukan oleh masyarakat. Hal ini juga mempengaruhi tingkat kesejahteraan penduduk. Pada umumnya masyarakat Nagori Perdagangan yang melakukan kegiatan ekonomi perdagangan berada di sekitar pinggiran sungai Bah Bolon, yang mana jalur transportasi air pada awalnya merupakan sarana transportasi yang dapat digunakan untuk menjangkau daerah-daerah sekitar. Dengan demikian hasil produksi daerah Perdagangan juga dipasarkan ke wilayah lainnya misalnya ke daerah hulu sungai maupun ke daerah hilir sungai. Hingga pada awal kedatangan para pengusahapengusaha perkebunan, mulailah dibuat jalan melalui darat yang awal dibangun guna kepentingan perkebunan. Seiring dengan perkembangan hasil produksi perkebunan dan lebih efektif dan efisien bila menggunakan jalur darat, maka jalur trasportasi air mulai tidak diminati dan beralih ke jalur transportasi darat. Hal ini mengakibatkan jalan-jalan yang awalnya merupakan jalan milik perkebunan banyak digunakan oleh
13
Wawancara, T.Situmorang, 10 Mei, Di Perdagangan I
masyarakat lainnya untuk menjangkau daerah-daerah lain guna melakukan berbagai interaksi. Peralihan inilah yang menjadikan Nagori Perdagangan mengalami perkembangan yang pesat karena dilintasi oleh jalan raya Pematang SiantarPerdagangan - Lima Puluh. Masyarakat Nagori Perdagangan yang menempati daerah ini merupakan para pedagang, baik dari kalangan pribumi maupun para pelaku ekonomi dari kalangan masyarakat Cina, hingga pada sekitar tahun 1883-1920 dibangun sarana trasportasi darat berupa kereta api yang melintasi daerah Parlanaan yang merupakan daerah yang dekat dengan Perdagangan. Hal ini mengakibatkan pemasaran hasil produksi mulai berpindah ke Parlanaan yang berdampak pada mulai berkurangnya kegiatan perdagangan di Perdagangan. Kegiatan perekonomian di bidang usaha mulai dikembangkan oleh masyarakat Cina. Masyarakat Cina ini melakukan pendirian pabrik-pabrik pengolahan hasil karet yang berasal dari perkebunan rakyat maupun dari pengusahapengusaha swasta. Ada beberapa pabrik yang berada di desa Perdagangan yang beroperasi, yakni pabrik getah PT. Hok Chan (1960) yang berubah nama menjadi PT. Panca Surya, PT. Chin Seng yang mengalami perubahan nama sesuai dengan pergantian kepemilikan yakni PT. Tribina dan menjadi PT. Global sampai saat ini.14 Dengan berdirinya perusahaan-perusahaan pabrik yang mengolah dan menampung hasil produksi masyarakat juga membuka peluang bekerja bagi penduduk. Sebahagian penduduk yang tidak mempunyai pekerjaan yang dikarenakan tidak mempunyai lahan pertanian, lalu bekerja sebagai buruh pabrik.
14
Wawancara, Iskandar Efendi, 05 Mei 2011, Di Kantor Perdagangan I
Selain sebagai petani dengan berladang dan bekerja sebagai buruh di pabrikpabrik pengusaha Cina, masyarakat Nagori Perdagangan juga ada yang melakukan kegiatan berdagang. Masyarakat pribumi yang melakukan perdagangan dilakukan di pasar tradisional yang ada. Pasar tradisional ini dilakukan pada saat-saat hari Sabtu yang bertempat di dekat terminal dan pertokoan masyarakat Cina sebagai sentral pasar. Masyarakat yang berbelanja ke pasar tradisional ini selain dari para penduduk Nagori Perdagangan, juga banyak datang dari berbagai perkebunan yang ingin mencari bahan-bahan kebutuhan sehari-hari mereka, seperti dari perkebunan Bah Lias, Sei Mangkei, dan perkebunan lainnya. Selain bertempat di sentral pasar para pedagangan pribumi yang pada umumnya adalah berasal dari suku bangsa Batak, Minang Kabau, dan sebahagian kecil dari masyarakat suku Jawa, baik yang bertempat tinggal di Nagori Perdagangan maupun dari desa-desa tetangga, juga membuka pasarpasar kecil yang bertempat di sekitar pemukiman para buruh yang bekerja di perkebunan. Yang biasanya mereka lakukan pada saat-saat para buruh menerima upah, baik pada penerimaan gajian besar yang berlangsung pada minggu pertama bulan maupun pada saat penerimaan gajian kecil yang berlangsung pada bulan ke empat akhir bulan. Kegiatan pasar yang dilakukan di perkebunan tersebut mengakibatkan adanya pasar-pasar kecil yang berada di perkebunan yang dilakukan setiap hari gajian karyawan perkebunan. Namun, pada hari-hari biasa para penduduk yang bertempat tinggal di dalam perkebunan ini berbelanja pada koperasi yang ada di dalam perkebunan itu sendiri yang disediakan oleh pihak perkebunan. Ada pula yang pergi berbelanja kebutuhan sehari-hari, seperti pakaian dilakukan dengan langsung ke Perdagangan yang sudah
memiliki toko-toko. Biasanya selain berbelanja ke Perdagangan mereka juga mempunyai tujuan yang lain yakni melakukan rekreasi keluarga sebagai mencari hiburan menghilangkan kelelahan selama bekerja di perkebunan 15. Dari mata pencaharian penduduk, pada realitasnya mata pencaharian sebagai petani selalu masih menempati posisi teratas. Akan tetapi, di tahun-tahun berikutnya terjadi penurunan persentase rata-rata mata pencaharian penduduk sebagai petani. Khususnya di Nagori Perdagangan. Hal ini diakibatkan oleh makin banyaknya pengalihan dari lahan pertanian menjadi perumahan-perumahan penduduk, makin banyaknya toko-toko dan pabrik usaha yang bertambah, di samping pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menunjang pemenuhan kebutuhan dan fasilitas masyarakat yang dalam tahun ke tahun terus mengalami pelonjakan yang pesat. Dari uraian di atas terlihat bahwa perekonomian masyarakat Perdagangan mulanya berlangsung di sekitar sungai Bah Bolon yang merupakan sarana transportasi pertama kali yang digunakan yang kemudian seiring dengan pembukaan lahan-lahan perkebunan oleh pihak pengusaha yang membangun jalan-jalan perkebunan guna mendukung produksi hasil perkebunan. Jalan-jalan ini yang kemudian lebih dipilih oleh para pedagang untuk menjangkau daerah-daerah pemasaran yang baru. Jalan-jalan perkebunan tersebutlah yang kemudian menjadi jalan-jalan besar yang ada sekarang. Hal ini mengakibatkan sarana trasportasi air mulai kurang diminati dan mulai ditinggalkan. Dengan dibukanya perkebunan maka 15
Hasil wawancara dengan Sutiono sebagai pedagang di pantai, hari selasa 12 April di desa Perdagangan.
interaksi perdagangan juga mengalami peningkatan, yang awalnya hanya ada di daerah sekitar pemukiman penduduk, mulai dikembangkan di pemondokan para karyawan perkebunan yang tentunya membutuhkan bahan-bahan kebutuhan pokok mereka. Biasanya para pedagang ini menjajakan barang seperti bahan pangan, pakaian.
2.4
Pemerintahan Eksistensi desa saat ini seyogyanya tidak lagi dikendalikan oleh pusat seperti
ketika berada di bawah UU.5 tahun 1979, dimana desa berada dibawah kecamatan. Bila dibandingkan dengan undang-undang yang baru yang termaktub dalam UU No.22 tahun 1999, kewenangan desa (pasal 99) mencakup: a. Kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa. b. Kewenangan yang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku belum dilaksanakan oleh daerah dan pemerintah. c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah propinsi, dan/atau pemerintah kabupaten. Adapun tugas pembantuan, disebutkan (pasal 100): Tugas Pembantuan dari pemerintah, pemerintah propinsi, dan/atau pemerintah kabupaten kepada desa disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pemerintahan desa berhak menolak pelaksanaan tugas pembantuan yang tidak disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia. Dengan ini nampak bahwa kewenangan desa relatif luas, meskipun tentu
saja masih bisa dijumpai sejumlah pembatasan 16. Sebuah agenda pemerintahan yang terus menjadi pusat-pusat perhatian adalah pembangunan desa. Menurut konsepnya, pembangunan adalah upaya perubahan yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai kondisi dan situasi yang lebih baik, dilaksanakan secara sistematis, dan bertahap disemua bidang. Namun demikian adalah sangat penting melihat kembali latar belakang makna yang terkandung dalam Undang-Undang No.5 tahun 1974. Hal ini dikarenakan fokus penulisan berada dalam batasan tahun sebelum 1980, yang mana masih berlakunya aturan perundang-undangan tersebut. Melalui Undang-Undang No 5 tahun 1974 organisasi pemerintahan desa diseragamkan. Sistem pemerintahan desa merupakan sistem pemerintahan yang otonomi desa yaitu bahwa pemerintah desa berwenang menyelenggarakan rumah tangga pemerintahan sendiri sesuai dengan asal-usul desa yang di atur dalam Undang-Undang. Pemerintahan desa dikepalai oleh seorang kepala desa yang dipilih oleh masyarakat desa itu sendiri melalui pemilihan kepala desa. Sebagai seorang Kepala Desa, ia berhak mengatur roda-roda pemerintahan desa yang sesuai dengan kebutuhan desa. Dalam menjalankan pemerintahan, seorang Kepala Desa dibantu oleh seorang Sekretaris Desa, yang mempunyai tugas menjadi penyelenggara pemerintahan desa apabila seorang Kepala Desa mempunyai halangan. Dalam hal ini, tugas dan kewenangan Kepala Desa adalah sesuai dengan aspirasi dari masyarakat desa tersebut.
16
Madekhan Ali, Orang Desa Anak Tiri Prubahan, Malang, Averroes Press, 2007, hal.140.
Dalam sistem pemerintahan ini Sekretaris Desa juga dibantu oleh kepalakepala urusan yang membidangi tugasnya masing-masing guna memaksimalkan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat. Selanjutnya secara horizontal perangkat desa di bawah kepala desa diangkat seorang kepala dusun yang membawahi beberapa huta-huta. Sejalan dengan itu maka dibentuklah Lembaga Ketahanan masyarakat Desa (LKMD) di setiap desa atau dalam pemerintahan Nagori Perdagangan disebut Maujana. Baik pemerintah maupun Maujana, yang dalam konteks ini pemerintah yang dimaksud adalah Kepala Desa merupakan rangkaian struktur pemerintahan desa yang ada pada saat itu, dan sebagainya telah dirancang sebagai perpanjangan birokrasi pemerintah nasional dan lokal untuk menjangkau masyarakat. Hal ini sesuai dengan di Undang-Undangkannya Pemerintahan Desa (UUPD) pada tahun 1979. Tugas dan fungsi dari Maujana ataupun yang dalam sistem pemerintahan desa Perdagangan disebut juga dengan Maujana Nagori Perdagangan adalah mengawasi gerak roda pemerintahan dan mengajukan aspirasi masyarakat desa kepada penyelenggara pemerintahan desa. Berikut adalah bagan pemerintahan Nagori Perdagangan sebelum dimekarkan menjadi Kelurahan Perdagangan I dan Nagori Perdagangan II.
Bagan Pemerintahan Nagori Perdagangan
Penghulu
Sekretaris desa
KAUR
KAUR
KAUR
Gamot/Kp.Dusun
Huta-Huta