BAB II PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS PENGUMUMAN DI SD KELAS IV
2.1 Pendekatan Kontekstual Keberhasilan suatu pembelajaran melibatkan berbagai faktor. Salah satu faktor dalam pembelajaran adalah pendekatan (approach). Pendekatan dalam pembelajaran bahasa menurut Anthony dalam Richard (1993: 15)
adalah
seperangkat asumsi yang berhubungan dengan hakikat pembelajaran dan pengajaran. Pembelajaran adalah proses interaktif yang berlangsung antara guru, siswa dengan materi yang dipelajari, sehingga hasil pembelajaran tidak bergantung pada apa yang disampaikan oleh guru tetapi bagaimana siswa mengolah informasi yang diterima. Dalam kegiatan pembelajaran, seorang guru memandang siswanya sebagai manusia yang memiliki potensi intelektual, sehingga peran guru tidak hanya memberikan informasi saja, melainkan harus membimbing siswanya agar berperan lebih aktif. Hal tersebut sudah menjadi tugas guru untuk menciptakan suasana belajar yang mendukung tumbuhnya cara-cara belajar yang lebih proaktif dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang lebih efektif dan efisien (Winataputra, 20011: 7.7). Mengingat betapa pentingnya pendekatan dipahami oleh guru agar pengajaran terarah dengan baik, maka melalui penelitian ini, penulis memilih
12
13
pendekatan kontekstual sebagai cara untuk menanggulangi masalah dalam pembelajaran menulis pengumuman.
2.1.1 Pengertian Pendekatan Kontekstual Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar (Nurhadi dalam Muslich, 2007: 41). Kesadaran
perlunya
pendekatan
kontekstual
dalam
pembelajaran
didasarkan adanya kenyataan bahwa sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan
antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana
pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Hal ini karena pemahaman konsep yang mereka peroleh merupakan sesuatu yang abstrak, belum menyentuh kebutuhan praktis kehidupan siswa, baik di lingkungan kerja maupun di masyarakat. Pembelajaran yang dilakukan selama ini baru sampai tingkat hapalan dari sekian rentetan materi atau pokok bahasan, tetapi tidak diikuti dengan pemahaman atau pengertian mendalam, yang bisa diterapkan ketika mereka berhadapan dengan situasi baru alam kehidupannya. Untuk
memahami
secara
lebih
mendalam
konsep
pembelajaran
kontekstual, COR (Center for Occupational Research) di Amerika menjabarkan
14
lima konsep bawahan yang disingkat REACT, yaitu Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transfering. • Relating adalah bentuk belajar dalam konteks kehidupan nyata atau pengalaman nyata. Pembelajaran harus digunakan untuk menghubungkan situasi sehari-hari dengan informasi baru untuk dipahami atau dengan problem untuk dipecahkan. • Experiencing adalah belajar dalam konteks eksplorasi, penemuan, dan penciptaan. Ini berarti bahwa pengetahuan yang diperoleh siswa melalui pembelajaran yang mengedepankan proses berpikir kritis lewat siklus inquiry. • Applying adalah belajar dalam bentuk penerapan hasil belajar dalam penggunaan dan kebutuhan praktis. Dalam praktiknya, siswa menerapkan konsep dan informasi kedalam kebutuhan kehidupan mendatang yang dibayangkan. • Cooperating adalah belajar dalam bentuk berbagi informasi dan pengalaman, saling merespon, dan saling berkmunikasi. Bentuk belajar ini tidak hanya membantu siswa belajar tentang materi tetapi juga konsisten dengan penekanan belajar kontekstual dalam kehidupan nyata. Dalam kehidupan
yang nyata siswa akan menjadi warga yang hidup
berdampingan dan berkomunikasi dengan warga lain. • Transferring adalah kegiatan belajar dalam bentuk memanfaatkan pengetahuan
dan
pengalaman
berdasarkan
konteks
mendapatkan pengetahuan dan pengalaman belajar yang baru.
baru
untuk
15
(Muslich, 2007: 41). Dengan pendekatan ini diharapkan siswa dapat menjalani sebuah proses pembelajaran menulis pengumuman dengan adanya proses konstruksi mengenai pengetahuan dan keterampilan menulis pengumuman melalui penemuan, bertanya, belajar bersama, pemodelan, melakukan refleksi bersama guru dalam situasi belajar yang menyenangkan. Dengan pendekatan kontekstual siswa dapat meningkatkan kemampuan dan kreavitasnya dalam menulis pengumuman.
2.1.2 Karakteristik Pembelajaran Kontekstual Karakteristik pembelajaran berbasis kontekstual adalah : 1. Kerja sama, 2. Saling menunjang, 3. Menyenangkan, 4. Belajar dengan bergairah, 5. Menggunakan berbagai sumber, 6. Siswa aktif, 7. Sharing dengan teman, 8. Siswa kritis guru kreatif, 9. Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan kreasi siswa, dan 10. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor melainkan hasil karya siswa misalnya, poster atau karangan (Depdiknas, 2003: 20).
16
2.1.3 Komponen-komponen Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama yaitu : Konstruktivitisme
(constructivisme),
menemukan
(inquiri),
bertanya
(questioning), masyarakat belajar (learning commonity), pemodelan (modelling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (aut hentic assessmen). Berikut ini akan diuraikan lebih terinci tentang komponen CTL. 1. Konstruktivisme (constructivisme) Konstruktivesme (constructivisme) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui kontek yang berbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan pada benak mereka sendiri. Esensi teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi yang kompleks kepada siswa lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi”
dan bukan “menerima”
pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Pada umumnya konstruktivisme sudah diterapkan dalam pembelajaran sehari-hari, yaitu ketika guru merancang rencana pembelajaran dalam bentuk siswa bekerja,
17
praktek mengerjakan sesuatu, berlatih secara pisik, menulis karangan, mendemonstrasikan, menciptakan ide, dan sebagainya. 2. Menemukan ( Inquiry) Menemukan (Inquiry) merupakan kegiatan inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkan. 3. Bertanya (Questioning) Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari “bertanya”. Bertanya (questioning) merupakan strategi utama pembelajaran berbasis CTL. Bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran
yang
berbasis
inquiri,
yaitu
menggali
informasi,
mengkonirmasikan apa yang telah diketahui, dan mengarahkan perhatian siswa pada aspek yang belum diketahuinya. Bertanya dapat diterapkan hampir pada semua aktivitas belajar. Bertanya dapat terjadi antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara guru dengan siswa, dan antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas. Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemukan kesulitan, ketika mengamati, dan sebagainya.
18
4. Masyarakat Belajar (Learning Community) Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari ‘sharing’ antar teman, kelompok, dan antara yang tahu dan belum tahu. Di kelas ini, disekitar ini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semua adalah anggota masyarakat belajar. Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompokkelompok yang anggotanya heterogen. Siswa pandai mengajari yang kurang pandai, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap memberi tahu yang lambat, dan sebagainya. Prakteknya dalam pembelajaran yaitu terwujud dalam pembentukan kelompok kecil atau besar, mendatangkan ‘ahli’ ke kelas (tokoh, olahragawan, penulis, dan sebagainya), bekerja dengan kelas sederajat, bekerja kelompok dengan kelas di atasnya, bekerja dengan masyarakat. 5. Pemodelan (Modelling) Komponen CTL selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model ini banyak, diantaranya cara berpidato dengan baik, cara membaca puisi, contoh karya tulis, dan cara melafalkan bahasa Inggris atau guru memberikan contoh cara mengerjakan sesuatu. Sebagian guru memberikan contoh tentang cara bekerja sesuatu sebelum siswa
mengerjakan
tugas.
Misalnya,
cara
membaca
cepat,
19
mendemonstrasikan cara menemukan kata kunci dalam bacaan dengan menelusuri bacaan secara cepat dengan memanfaatkan gerak mata (scanning). Ketika guru mendemonstrasikan cara membaca cepat, siswa mengamati guru membaca dan membolak-balikan teks. Dengan begitu, siswa tahu bagaimana gerak mata yang efektif dalam melakukan scanning. Secara sederhana kegiatan tersebut disebut pemodelan. Artinya ada model yang bisa ditiru dan diamati siswa sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci. Dalam kasus di atas, guru sebagai model. Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Siswa pun dapat dijadikan model bila memiliki kemampuan yang memadai. Misalnya, siswa yang memenangkan lomba baca puisi dijadikan model membaca puisi yang baik. Model juga dapat didatangkan dari luar misalnya untuk menulis cerpen, guru dapat menghadirkan seorang penulis cerpen yang handal. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, guru juga bisa membawa contoh teks berita, contoh proposal kegiatan, dan sebagainya. 6. Refleksi (Reflection) Refleksi juga bagian penting dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Refleksi adalah cara-cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan pada masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru,
yang merupakan pengayaan
(revisi) dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.
20
Misalnya ketika pembelajaran berakhir, siswa menuangkan apa-apa yang telah dipelajari sebelumnya. Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh dari suatu pembelajaran, catatan atau jurnal pada buku siswa, kesan dan saran siswa tentang pelajaran hari itu, diskusi, dan hasil harian. 7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment ) Assessmen adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran mengenai perkembangan siswa. Gambaran mengenai perkembangan siswa perlu diketahui oleh guru agar guru bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengindikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera mengambil tindakan yang tepat agar siswa terlepas dari kemacetan belajar tersebut. Assessment menekankan pada proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata siswa pada saat melakukan proses pembelajaran bukan ditekankan pada perolehannya sebanyak mungkin informasi pada akhir periode pembelajaran. Guru yang ingin mengetahui perkembangan belajar Bahasa Inggris siswa harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata saat para siswa menggunakan bahasa Inggris, bukan pada saat siswa mengerjakan tes bahasa Inggris. Data yang diambil dari kegiatan siswa saat siswa melakukan kegiatan berbahasa Inggris baik di dalam maupun di luar kelas itulah yang disebut
21
data autentik (Authentic). Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan (performansi) yang diperoleh siswa. Penilai tidak hanya guru tapi juga bisa teman lain atau orang lain. Hal yang dapat digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa adalah proyek/kegiatan
dan
laporannya,
PR,
kuis,
karya
siswa,
presentasi/penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis, karya tulis. Intinya dengan authentic assessment pertanyaan yang ingin dijawab adalah “Apakah anak-anak belajar?”. Jadi, siswa dinilai kemampuannya dengan berbagai cara tidak hanya dari hasil tes ujian.
2.1.4 Langkah-Langkah Penerapan Pendekatan Kontekstual Penerapan Pendekatan Kontekstual dalam kelas diuraikan secara jelas dalam Winataputra (2011: 7.18-7.20) sebagai berikut: a. Kembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara membangun pengetahuannya sedikit demi sedikit (construktivism). Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Oleh karena itu siswa dapat belajar dari teman melalui kerja kelompok ataupun diskusi. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata atau masalah yang disimulasikan. Dengan demikian pengetahuan akan keterampilan akan didapat dan perilaku akan terbentuk atas kesadaran sendiri. b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan menemukan untuk semua topik (inquiry). Kegiatan ini merupakan
sebuah siklus. Siklus tersebut
22
adalah: observasi (observation); bertanya (question); mengajukan dugaan (hipothesis); pengumpulan data (data gathering); dan penyimpulan (conclusion). c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya (question), karena pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Aktivitas bertanya dapat dilakukan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan narasumber. d. Ciptakan masyarakat belajar atau belajar dalam kelompok-kelompok (learning community). Wujud masyarakat belajar di dalam kelas adalah pembentukan
kelompok,
bekerja
berpasangan,
mendatangkan
narasumber di kelas. e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran (modelling). Dalam pemodelan guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Kegiatan pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, bermain peran, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan (reflection). Realisasinya dapat berupa pernyataan langsung dari guru, catatan atau jurnal di buku siswa, dan cara-cara lain yang ditempuh untuk mengarahkan pemahaman mereka tentang materi yang telah dipelajari. g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara (authentic assessment) yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Alat-alat penilaian otentik adalah seperti portofolio, tes
23
performansi/unjuk kerja,jurnal, lembar observasi, skala sikap, tes tertulis (esai, objektif). Selanjutnya John
A. Zahorik dalam Constructivist Teaching
(1995:14-22) mencatat lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran kontekstual. Lima elemen yang dimaksud sebagai berikut. (1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge) (2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya. (3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun (a) konsep sementara (hipotesis), (b) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) , dan atas dasar tanggapan itu, (c) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan. (4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge) (5) Melakukan
refleksi
(reflecting
knowledge)
terhadap
strategi
pengembangan pengetahuan tersebut. (Muslich, 2007: 52)
2.2 Pembelajaran Bahasa Indonesia Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu
24
peserta
didik
mengenal
dirinya,
budayanya,
dan
budaya
orang
lain,
mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut dan menemukan serta menggunakan kemampuan analisis dan imajinatif yang ada dalam dirinya. Dalam Permendiknas RI No. 22 tahun 2006 disebutkan bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia
diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia (BSNP, 2006: 63). Rusyana (1984: 80) dalam bukunya Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan menjelaskan bahwa pengajaran bahasa Indonesia di sekolah sudah terselenggara sejak tahun 1945, baik di sekolah dasar maupun sekolah lanjutan. Pada tahun 1946 Kementerian PPK mengeluarkan keputusan yang diantaranya berisi Rencana Pelajaran Sekolah. Pengajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar dalam Rencana Pengajaran tersebut, termasuk ke dalam pengajaran kelompok bahasa, yang mencakup bahasa, membaca, menulis, bercerita, dan menyanyi, yang memperoleh jumlah jam pelajaran terbesar diantara 11 mata pelajaran di sekolah dasar. Tujuan pengajarannya adalah agar murid mengerti “bahasa pergaulan” yang bersahaja, dan dapat memakai “bahasa pergaulan yang bersahaja”, baik dengan jalan lisan, maupun dengan tulisan. Tujuan pengajaran bahasa sering berubah-ubah. Perubahan tersebut disebabkan beberapa faktor, antara lain oleh perbedaan tujuan pendidikan, perbedaan kepentingan, perbedaan tujuan pengajaran bahasa itu sendiri dan
25
sebagainya.
Tujuan pengajaran bahasa sebelum kurikulum 1975 lebih
dititikberatkan pada segi pengetahuan tentang bahasa. Hal ini diubah pada kurikulum 1975 dan dipertegas lagi pada kurikulum 1984. Materi pengajaran bahasa bukan hanya mengenai bahasa Indonesia itu saja tetapi juga bagaimana cara menggunakan bahasa itu. Kurikulum 1975 menggunakan pendekatan struktural. Kurikulum 1984 mengacu pada proses belajar dan hasil belajar. Pendekatan struktural masih dominan dan mulai diperkenalkan pendekatan komunikatif,
keterampilan
proses,
dan
CBSA.
memantapkan pendekatan komunikatif dan CBSA
Kurikulum
1994
lebih
dan sangat menekankan
kepada pembelajaran (Tarigan, 1994: 11-15). Berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan terus dilakukan, mulai dari berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru, penyempurnaan kurikulum secara periodik, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, sampai dengan peningkatan mutu manajemen sekoah. Kurikulum 1994, mayoritas masih berbasis materi disamping itu penjabaran materi antar kelas tidak dapat dilihat dengan jelas kesinambungannya. Maka diluncurkanlah Kurikulum Berbasis Kompetensi yang disosialisasikan pertengahan tahun 2001 oleh Depdiknas dengan tujuan ingin mengantisipasi perubahan dan tuntutan masa depan yang akan dihadapi siswa sebagai generasi penerus bangsa. Namun setelah sekian tahun berjalan hasilnya belum signifikan. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor. Kemudian dibenahi dan disempurnakan dengan munculnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dengan KTSP ini celah kelemahan dan kekurangan
26
yang terdapat dalam KBK bisa ditanggulangi, baik pada tataran perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Muchlich, 2007: 11-12). Terlepas dari kelemahan-kelemahan tersebut, pembelajaran berbasis kompetensi sebagaimana harapan KBK dan KTSP harus dilaksanakan di semua kelas pada satuan pendidikan dasar dan menengah. Hal ini berarti guru harus mempunyai wawasan yang cukup tentang strategi pembelajaran mata pelajaran yang diampunya, minimal dalam bentuk panduan yang dapat dipakai sebagai pegangan ketika akan melaksanakan pembelajaran di kelas. Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan KTSP 2006 mencakup komponen berbahasa dan kemampuan bersastra meliputi aspek-aspek sebagai berikut. 1. Mendengarkan; 2. Berbicara; 3. Membaca; 4. Menulis. (Standar Isi, 2006: 63-64)
2.3 Keterampilan Menulis 2.3.1 Hakikat Menulis Berikut ini adalah beberapa pendapat para ahli tentang menulis. Fachrudin (1988: 17) mengemukakan bahwa menulis pada hakikatnya merupakan proses berpikir teratur, sehingga apa yang ditulis mudah dipahami pembaca. Sementara itu, menurut Tarigan (1986: 21) menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh
27
seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Sejalan dengan kedua pendapat tersebut, Hernomo (2002: 116) menyatakan bahwa menulis ditinjau dari segi bahasa, yaitu membuat huruf (angka, dan sebagainya) dengan pena (pensil, kapur, dan sebagainya) atau bisa juga diartikan sebagai melahirkan pikiran perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan. Berdasarkan ketiga pendapat tersebut, dapat disimpulkan pada hakikatnya menulis adalah kegiatan menuangkan pikiran dan perasaan melalui lambang-lambang grafik yang dipahami orang lain dengan menggunakan media seperti pena, kertas, dan sebagainya.
2.3.2 Manfaat Menulis Menulis bukanlah suatu kegiatan sia-sia, karena menulis memiliki beberapa manfaat. Menulis memiliki manfaat yang besar bagi penulis maupun pembaca. Akhadiat, dkk. (1995: 1) mengemukakan beberapa manfaat dari kegiatan menulis sebagai berikut. 1. Dengan menulis kita dapat lebih mengenali kemampuan dan potensi diri kita. Kita dapat mengetahui sampai dimana pengetahuan kita tentang suatu topik. 2. Melalui kegiatan menulis kita dapat mengembangkan berbagai gagasan. Kita terpaksa menalar menghubungkan serta membandingkan fakta-fakta yang mungkin tidak pernah kita lakukan jika kita tidak menulis.
28
3. Kegiatan menulis memaksa kita lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang kita tulis. 4. Menulis berarti mengorganisasikan gagasan secara sistematik serta mengungkapkannya secara tersurat. 5. Melalui tulisan kita dapat meninjau serta menilai gagasan kita sendiri secara lebih objektif. 6. Dengan menuliskan di atas kertas kita akan lebih mudah memecahkan permasalahan, yaitu dengan menganalisis secara tersurat, dalam konteks yang lebih kongkret. 7. Tugas menulis mengenai suatu topik mendorong kita belajar secara aktif. 8. Kegiatan menulis yang terencana akan membiasakan kita berpikir serta berbahasa secara tertib. Pendapat Akhadiat tersebut hampir sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hairston (dalam Nursisto 2008: 8). Menurut Hairston ada beberapa alasan pentingnya menulis sebagai berikut. 1. Sarana untuk menemukan sesuatu; 2. Memunculkan ide; 3. Melatih kemampuan mengorganisasi dan menjernihkan berbagai konsep atau ide; 4. Melatih sikap objektif yang ada pada diri seseorang; 5. Membantu untuk menyerap dan memproses informasi; 6. Melatih untuk berpikir aktif.
29
Dengan melihat beberapa manfaat menulis tersebut, jelaslah bahwa menulis menurut peneliti akan membuat kita menggali dan memunculkan pikiran dan ide yang diserap dari lingkungan sekitar. Dengan menulis akan membuat kita lebih arif dalam pikiran dan perasaan karena lebih peka terhadap lingkungan sekitar sehingga mampu memberikan reaksi positif terhadap perubahan lingkungan sekitar. Hernowo dalam bukunya yang berjudul Quantum Writing juga menyebutkan bahwa menulis dapat menyehatkan. Misalnya, dengan menuliskan hal-hal yang negatif akan membangkitkan rasa puas dan lega dan mengalami peningkatan fungsi kekebalan tubuh.
2.3.3 Tujuan Menulis Sebelum membuat tulisan, seorang penulis harus menentukan terlebih dahulu tujuan apa yang hendak ia capai dalam tulisannya. Menurut Tarigan (1986:3) yang dimaksud dengan maksud atau tujuan penulis adalah responsi atau jawaban yang diharapkan oleh penulis agar diperolehnya dari pembaca. Hugo Hartig (dalam Tarigan 1986: 24) mengemukakan tujuan menulis sebagai berikut. 1. Tujuan penugasan, yaitu penulis menulis sesuatu karena ditugaskan bukan atas kemauan sendiri. 2. Tujuan altruistik, yaitu penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan.
30
3. Tujuan persuasif, yaitu tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan para pembaca akan beberapa gagasan yang diutarakan. 4. Tujuan informasional/tujuan penerangan, yaitu tulisan yang bertujuan untuk memberi informasi, keterangan, atau penerangan kepada para pembaca. 5. Tujuan pernyataan diri, yaitu tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca. 6. Tujuan kreatif, tujuan ini erat hubungannya dengan tujuan pernyataan diri, yaitu tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik dan nilainilai kesenian. 7. Tujuan pemecahan masalah, yaitu tulisan yang bertujuan memecahkan masalah, menjelaskan, menjernihkan serta menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca.
2.3.4 Mengembangkan Kemampuan Menulis di SD Kemampuan menulis tidak diperoleh secara alamiah tetapi melalui proses belajar mengajar. Untuk dapat menuliskan huruf sebagai lambang bunyi, siswa harus berlatih mulai dari cara memegang alat tulis, menggerakkan tangan sampai mengamati lambang bunyi tersebut agar dapat menuliskannya secara benar. Pada tahap menulis lanjut yang diberikan pada siswa mulai kelas 4 sampai kelas 6 SD, pengajaran menulis lanjut berisikan kegiatan-kegiatan berbahasa tulis yang lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya dan bidang
31
pekerjaan pada khususnya. Pembelajaran menulis lanjut di SD menekankan pelatihan penulisan berbagai bentuk tulisan, misalnya surat, prosa, puisi, pidato, naskah drama, laporan, naskah berita, pengumuman, iklan, cara menulis ringkasan, dan mengisi formulir dan sebagainya. Pembelajaran menulis di kelas tinggi berdasarkan kompetensi-kompetensi di atas dapat dilaksanakan diantaranya melalui beberapa teknik berikut. 1. Kegiatan menulis berdasarkan rangsangan visual 2. Kegiatan menulis berdasarkan rangsangan suara 3. Kegiatan menulis dengan rangsangan buku (Resmini, 2009: 175).
2.3.5 Penilaian terhadap Keterampilan Menulis Menulis adalah sesuatu yang multidimensi dan tidak bisa diukur secara tepat dengan hanya menghitung nilai atau kualitas komposisi yang ditulis siswa. Menulis diberikan sebagai proses berpikir yang terus menerus, proses eksperimentasi, dan proses review. Aktivitas menulis dapat dikembangkan dalam tiga tahap yaitu : 1. Perencanaan Aktivitas dalam tahap ini meliputi: memilih topik; memikirkan tujuan, bentuk dan audiensi; dan memanfaatkan dan mengorganisir gagasangagasan. 2. Penyusunan draft tulisan Aktivitas dalam tahap ini meliputi: menulis draft kasar; menulis konsep utama; dan menekankan pada pengembangan isi.
32
3. Perbaikan Aktivitas dalam tahap ini meliputi: membaca ulang draft kasar; menyempurnakan draft kasar dalam proses menulis; memperbaiki bagian yang mendapat balikan dari kelompok menulis. 4. Penyuntingan Aktivitas dalam tahap ini meliputi: mengambil jarak dari tulisan; mengoreksi awal dengan menandai kesalahan; dan mengoreksi kesalahan. 5. Pemublikasian Pada tahap publikasi siswa memublikasikan hasil penulisannya melalui kegiatan berbagi hasil tulisan. Kegiatan berbagi hasil tulisan ini dapat dilakukan
diantaranya
melalui
kegiatan
penugasan
siswa
untuk
membacakan hasil karangan di depan kelas. (Resmini, 2007: 195-197) Berdasarkan uraian di atas penilaian yang akan dilakukan dalam kegiatan menulis pengumuman ini harus disesuaikan dengan tahapan di atas, mengingat deskripsi kegiatan menulis tersebut sesuai dengan langkah-langkah pendekatan kontekstual yaitu konsep bekerja dan mengalami. Dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual siswa perlu mengerti, apa makna belajar, apa manfaatnya dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya.
33
2.4 Pengumuman 2.4.1 Pengertian pengumuman Pengumuman berasal dari kata dasar ‘umum’ yang berarti: 1. mengenai
seluruhnya
atau
semuanya,
secara
menyeluruh,
tidak
menyangkut yang khusus (tertentu) saja; 2. untuk orang banyak; 3. khalayak ramai; 4. tersiar (rata) kemana-mana; (sudah) diketahui orang banyak. Sedangkan ‘Pengumuman’ itu sendiri menurut
Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai : 1.
Proses, cara, perbuatan mengumumkan;
2.
Yang diumumkan; pemberitahauan; permakluman. (KBBI, 1996: 1103) Soedjito dan Solchan (1993: 14) memasukkan pengumuman pada
golongan surat resmi/dinas/jabatan yaitu surat yang dikirimkan oleh kantor pemerintah atau swasta kepada kantor pemerintah atau dikirimkan oleh perseorangan kepada kantor pemerintah dan sebaliknya. Karena sifatnya resmi, dalam surat resmi terdapat hubungan yang lugas dan seperlunya saja. Yang tergolong surat resmi adalah pengumuman, surat edaran, surat permohonan, surat laporan, surat pengantar, surat keputusan, surat instruksi, surat tugas, surat kuasa, lamaran kerja, surat undangan, surat perjanjian dan nota dinas. Adapun pengertian pengumuman menurut Soedjito dan Solchan (1993:74) adalah macam surat yang ditujukan kepada orang banyak atau umum.
34
Marjo (2000: 216) menjelaskan surat pengumuman sebagai surat yang yang berisi pengumuman mengenai sesuatu hal yang perlu diketahui oleh seluruh anggota atau warga suatu unit. Warsidi (2009: 84) menyebutkan pengumuman secara sederhana sebagai cara menyampaikan pesan dengan tulisan.
2.4.2 Bagian - Bagian Surat Pengumuman Bagian-bagian surat pengumuman adalah sebagai berikut : 1. Bagian kepala Bagian kepala memuat
nama dan alamat yang memberikan
pengumuman, petunjuk, pengumuman, nomor pengumuman dan perihal pengumuman. 2. Bagian isi Bagian ini memuat isi pengumuman. 3. Bagian kaki Memuat tanggal dan bulan pengumuman, nama dan jabatan penanggung jawab yang memberikan pengumuman. Pengumuman dapat disebarkan dengan beberapa cara diantarannya: 1. Menyebarkannya sebagai surat edaran; 2. Memasangnya di papan-papan pengumuman; 3. Memasangnya di koran-koran sebagai iklan (Soedjito dan Solchan, 1993:14-15).
35
2.4.3.Rambu-Rambu Cara Membuat Pengumuman Isi pengumuman dapat menyangkut berbagai hal, terutama hal-hal yang perlu diketahui orang banyak. Karena itu bahasa yang digunakan haruslah bahasa yang baik dan benar serta menarik. Bahasa yang baik dan benar artinya bahasa pengumuman itu harus sesuai konteks dan memenuhi ketentuan kaidah. Hal ini diperlukan untuk menghindari kesalahan penafsiran. Bahasa yang menarik diperlukan agar pengumuman dibaca oleh sebanyak-banyaknya orang. Penggunaan
kalimat
yang
efektif
sangat
perlu
dalam
menulis
pengumuman. Hindari kalimat-kalimat yang ambigu agar setiap orang dapat menafsirkan kalimat dengan makna yang sama. Dengan bahasa yang efektif dan komunikatif teks pengumuman yang dibuat dapat dipahami oleh orang yang membacanya dengan baik. Karena pengumuman termasuk surat resmi maka bahasa yang digunakan dalam teks pengumuman adalah bahasa resmi. Bahasa resmi menggunakan kata baku, yakni kata yang cara pengucapan atau penulisannya sesuai dengan kaidahkaidah yang berlaku. Berikut
rambu-rambu
yang
harus
diperhatikan
dalam
menulis
pengumuman antara lain: 1. Bentuk pengumuman harus menarik dan bagus. 2. Bahasa pengumuman harus efektif dan komunikatif. Bahasa yang efektif adalah bahasa yang singkat, jelas dan dapat dimengerti isinya tanpa ada keraguan. Bahasa yang komunikatif adalah bahasa yang mudah dipahami.
36
3. Isi pengumuman harus jelas. Isi pengumuman harus memuat kepada siapa pengumuman itu ditujukan, dari siapa pengumuman itu dibuat, dan tentang apa pengumuman itu. Jika pengumuman itu berkaitan dengan waktu, harus jelas waktunya, misalnya pukul, hari atau tanggal. Jika berkaitan dengan alamat, harus jelas tempatnya, misalnya nama tempat, nama gedung, nama lapangan, nama jalan, nomor tempat atau nomor teleponnya. 4. Tujuan pengumuman harus jelas pula. 5. Jenis media sesuai dengan isi dan maksud pengumuman (Yogaswara, 2005: 76).
2.4.4 Media Penyampaian Pengumuman Banyak sekali ragam pengumuman yang bisa ditemukan, mulai dari pemberitahuan kehilangan barang hingga pengumuman lowongan kerja. Pengumuman tidak hanya dalam bentuk tertulis melainkan juga dalam bentuk lisan. Biasanya pengumuman berkaitan dengan kepentingan publik atau sesuatu yang harus diketahui oleh masyarakat luas. Ada beberapa media yang bisa digunakan untuk mengumumkan informasi, diantaranya : 1. Radio; 2. Televisi; 3. Internet; 4. Bioskop; 5. Surat kabar;
37
6. Pamphlet; 7. Poster; 8. Surat edaran; 9. Papan pengumuman. (Yogaswara, 2005: 72) Berikut ini contoh-contoh penulisan pengumuman cara penyampaian dalam bentuk Iklan, Surat, dan Poster
(Warsidi, 2009: 74)
(Yogaswara, 2005: 77)
(Yogaswara, 2005: 77)
Contoh: Pengumuman dalam Bentuk Poster (Pengumuman yang berisi imbauan)
BUANGLAH SAMPAH PADA TEMPATNYA
(Yogaswara, 2005: 78)
38
2.5 Kedudukan Keterampilan Menulis Pengumuman dalam KTSP SD Kelas IV Standar Isi untuk satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah yang
selanjutnya disebut Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu (Permendiknas RI, 2006). Kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut . a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. b. Beragam dan terpadu. c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. e. Menyeluruh dan berkesinambungan. f. Belajar sepanjang hayat. g. Seimbang dengan kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis;
39
2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara; 3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan; 4. Menggunakan bahasa
Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, serta kematangan emosional dan social; 5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampun berbahasa; 6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia (Standar Isi, 2006: 63-64). Penataan program pembelajaran Menulis dalam KBK Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SD kelas IV dapat diuraikan sebagai berikut. Standar Kompetensi : Mampu mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat dan perasaan dalam berbagai ragam tulisan melalui melengkapi percakapan, menulis deskripsi, mengisi formulir sederhana, melanjutkan cerita narasi, menulis surat, menyusun paragraf dan menulis pengumuman, serta menulis cerita rekaan, dan melanjutkan pantun. Tabel 2.1 Penataan Program Pembelajaran Menulis dalam KBK SD Kelas IV KOMPETENSI HASIL MATERI INDIKATOR DASAR BELAJAR POKOK Melengkapi Memahami isi 1. Menentukan isi Teks percakapan percakapan yang percakapan dan percakapan yang belum belum selesai melengkapi 2. Melanjutkan selesai
40
percakapan
percakapan yang belum selesai sesuai dengan isinya Mendeskripsikan secara tertulis seseorang atau benda secara rinci dan kalimat yang runtut
Menulis deskripsi
Menulis deskripsi tentang bendabenda di sekitar atau seseorang dengan bahasa yang runtut
Mengisi formulir sederhana
Mengisi formulir Mengisi formulir dengan benar dengan tepat berdasar data-data
Melanjutkan cerita narasi
Memahmi isi Melengkapi cerita dan bagian awal, melengkapi cerita tengah, atau akhir cerita yang hilang sehingga cerita itu menjadi utuh Menulis surat Menulis surat untuk teman tentang sebaya tentang pengalaman dan pengalaman atau cita-cita dengan cita-cita dengan gaya penceritaan bahasa yang yang menarik dan komunikatif menggunakan EYD yang tepat Menulis paragraf 1. Mengurutkan dengan bahan kalimat acak yang tersedia menjadi paragraf yang padu 2. Menentukan kalimat utama dalam paragraf 3. Menentukan tipik/tema cerita Menulis cerita Menulis cerita berdasarkan rekaan pengalaman (pengalaman, perasaan) dengan gaya penceritaan yang menarik
Menulis surat
Menulis paragraf
3. Deskripsi seseorang, benda atau tanaman berdasarkan ciri-cirinya. 4. Kalimat luas Berbagai bentuk formulir (seperti formulir anggota pramuka, dokter kecil) Cerita yang belum selesai (cerita rumpang)
5. Kalimat pembuka, isi, dan penutup surat
4. Cerita pengalaman 5. EYD 6. Tanda baca
paragraf
41
Menulis pengumuman
Menulis rekaan
Membuat pantun
Menulis pengumuman dengan bahasa yang komunikatif
cerita Menulis cerita rekaan berdasarkan pengalaman dengan bahasa yang runtut dan menggunakan EYD yang tepat
Membuat pantun sederhana
Menulis pengumuman dengan bahasa yang singkat, padat, dan mudah dipahami 1. Mengidentifi kasi ciri-ciri cerita rekaan 2. Menentukan tema/topik cerita 3. Menentukan gagasan pokok cerita 4. Menyusun kerangka cerita 5. Menulis cerita rekaan dengan gaya penceritaan yang menarik sehingga pembaca dapat ikut membayangkan isi dan perasaan penulis 1. Membuat pantun sederhana sesuai dengan syarat-syarat pantun 2. Pembacaan pantun yang telah
Kalimat efektif
Cerita rekaan masing-masing anak.
Pantun
Sedangkan penataan program pembelajaran Menulis dalam KTSP Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SD kelas IV semester satu dan dua dapat diuraikan sebagai berikut.
42
Tabel 2.2 Penataan Program Pembelajaran Menulis dalam KTSP SD Kelas IV Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Semester Menulis 4.1 Melengkapi percakapan yang Satu/ganjil 4. mengungkapkan belum selesai dengan pikiran, perasaan, dan memperhatikan penggunaan ejaan informasi secara tertulis (tanda titik dua, dan tanda petik) dalam bentuk 4.2 Menulis petunjuk untuk melakukan percakapan, petunjuk, sesuatu atau penjelasan cara cerita, dan surat membuat sesuatu 4.3 Melengkapi bagian cerita yang hilang (rumpang) dengan menggunakan kata/kalimat yang tepat sehingga menjadi cerita yang padu 4.4 Menulis surat untuk teman sebaya tentang pengalaman atau cita-cita dengan bahasa yang baik benar dan memperhatikan penggunaan ejaan (huruf besar, tanda titik, tanda koma, dll.) Menulis 8.1 menyusun karangan tentang Dua/genap 8.Mengungkapkan berbagai topik sederhana dengan pikiran, perasaan, dan memperhatikan penggunaan ejaan informasi secara tertulis (huruf besar, tanda titik, tanda dalam bentuk karangan, koma, dll.) pengumuman, dan pantun 8.2 menulis pengumuman dengan anak bahasa yang baik dan benar serta memperhatikan penggunaan ejaan 8.3 membuat pantun anak yang menarik tentang berbagai tema (persahabatan, ketekunan, kepatuhan, dll) sesuai dengan ciriciri pantun
Dari uraian standar kompetensi dan kompetensi dasar di atas dapat dilihat kedudukan materi pengumuman merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pembelajaran menulis. Oleh karena itu, menulis pengumuman menduduki tempat yang cukup penting baik dalam kurikulum KBK 2004 maupun dalam KTSP SD
43
2006 sebagai salah satu kompetnsi yang harus dikuasai dalam mengekspresikan pikiran, gagasan, dan perasaan dalam berbagai ragam tulisan.