Pengembangan Kawasan Wisata Budaya di Kabupaten Sumenep
Oleh: Penulis: Feru Sukaryono, Pembimbing: Dr. Ir. Rimadewi Suprihardjo, MIP Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 e-mail:
[email protected] Abstrak Sumenep merupakan salah satu kabupaten di pulau Madura yang berpotensi untuk pengembanan wisata budaya sekaligus dapat mengenalkan sejarah dan budaya pada masyarakat luas. Potensi ini masih belum dimanfaatkan dan dikembangkan secara maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi tersebut. Dalam penelitian ini dilakukan penentuan kawasan sejarah dan budaya, dan perumusan arahan pengembangan kawasan terpilih. Metode analisa yang digunakan adalah analisa deskriptif, teknik skoring, teknik delphi dan teknik analisa triangulasi. Penelitian menghasilkan kawasan Alun-alun Kota Sumenep merupakan kawasan sejarah dan budaya terpilih. Arahan untuk mengembangkan kawasan terdiri dari arahan makro spasial dan non-spasial, arahan mikro spasial dan non-spasial, yang berkaitan dengan bangunan maupun kebudayaan lokal, moda transportasi tradisional, partisipasi masyarakat, kesempatan investasi, keaslian dan kondisi bangunan dan kebijakan pendukung serta upaya pengendalian kemunduran kawasan yaitu perubahan fungsi penggunaan lahan dan bentuk dan permassaan bangunan di kawasan wisata. Kata Kunci: pengembangan, wisata, kawasan, potensi budaya
S
BAB I PENDAHULUAN
ektor pariwisata telah menjadi salah satu industri yang prospektif dan mempunyai multiplier effect bagi perkembangan wilayah. Terlebih saat ini pola konsumsi wisatawan mulai berubah dan lebih tertarik dengan sajian sejarah dan budaya. Hal ini menjadi potensi dalam pengembangan wisata budaya di suatu kawasan, sehingga dapat menjaga potensi budaya dan memberikan nilai tambah bagi kawasan. Dengan penelitian ini diharapkan dapat diperoleh referensi metode penelitian terhadap pengambangan pariwisata budaya khususnya perkembangan wisata budaya yang masih belum dikenal. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengalaman dan dapat menjadi tambahan referensi dalam pengembangan wisata budaya di daerah-daerah lain di Indonesia. Selain itu, penelitian ini merupakan salah satu upaya membantu memelihara warisan budaya, melindungi dan menyampaikan warisan berharga kepada generasi mendatang, serta turut mendukung kegiatan pusaka Indonesia 2003 sebagai upaya Indonesia menyelamatkan “pusaka”. Sebagai kabupaten dengan beragam peninggalan sejarah, kebudayaan, dan kesenian lokal, kabupaten Sumenep mempunyai potensi besar untuk pengembangan kawasan wisata budaya. Budaya dan kultur kabupaten Sumenep terkenal ramah sering kali disamakan dengan budaya Yogyakarta di pulau Jawa, sehingga kabupaten ini dikenal sebagai Yogyakarta di pulau Madura (Profil Kabupaten Sumenep, 2011). Kabupaten Sumenep mempunyai banyak kebudayaan asli Madura, lingkungan alamiah, dan tradisi asli Madura untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata budaya. Kabupaten ini juga
mempunyai peninggalan yang berkaitan dengan Kerajaan Majapahit, penyebaran Agama Islam dan peninggalan kolonial Belanda. Selain itu, arahan pengembangan pulau Madura pasca pengembangan jalan tol Suramadu, Kabupaten Sumenep difungsikan sebagai kota pariwisata [1]. Artinya, kebijakan secara makro dalam lingkup Madura pengembangan wisata di kabupaten Sumenep memang diprioritaskan sebagai salah satu aspek yang harus diperhatikan oleh pemerintah kabupaten Sumenep. Namun yang menjadi permasalahan adalah potensi tersebut masih belum dikembangkan secara maksimal oleh kabupaten Sumenep. Hal ini terlihat dari minimnya sumbangan dari sektor wisata budaya terhadap PDRB dari tahun 2003 – 2007 berturut – turut hanya sebesar 0,0059%, 0,0066%, 0,0065%, 0,0062%, dan 0,006% dari total PDRB Kabupaten Sumenep [2]. Selain itu di perparah karena lemahnya integrasi antar potensi sumberdaya dan juga antar sektoral dan subsektor, perubahan fungsi penggunaan lahan di sekitar Kawasan sejarah dan budaya yang merusak citra kawasan serta mulai hilangnya beberapa tradisi dan event yang ada di kawasan wisata budaya. Potensi dan masalah tersebut perlu untuk diteliti untuk mengembangkan kawasan wisata budaya sekaligus dapat mengantisipasi masalah yang di kabupaten Sumenep. BAB II METODE ANALISA Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan rasionalisme yaitu suatu pendekatan dengan sumber kebenaran teori dan berdasarkan fakta empirik Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif yang berguna untuk mendapatkan data primer maupun sekunder kemudian di analisa untuk memperoleh hasil penelitian sesuai dengan tujuan penelitian Lokasi yang menjadi fokus penelitian ini adalah Kabupaten Sumenep lebih tepatnya 7 kawasan sejarah dan budaya yaitu: kawasan Alun – alun Kota Sumenep; kawasan Benteng Belanda; kawasan Asta Tinggi; kawasan Asta Katandur; kawasan Bujuk Panaongan; kawasan Asta Yusuf dan kawasan PT Garam Persero. Pengumpulan data dilakukan melalui survei primer dan sekunder, tinjauan media dan studi literatur. Dalam pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling untuk mendapatkan responden berkompeten atau berpengaruh dalam pencapaian sasaran yang diperoleh dengan menggunakan analisa stakeholder. Penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif, dengan melakukan reduksi data dan interpretasi data dengan teknik analisis data dilakukan melalui teknik analisa Deskriptif untuk identifikasi potensi dan karakteristik kawasan, Skoring untuk penentuan kawasan yang berpotensi tinggi, Delphi untuk penentuan kriteria pengembanan dan
Triangulasi untuk perumusan kawasan wisata budaya.
arahan
pengembangan
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Potensi karakteristik kawasan Analisa ini ini bertujuan untuk menjabarkan potensi dan karakteristik masing-masing kawasan yang menjadi fokus penelitian. a. Keberadaan Peninggalan sejarah Islam dan kolonial Kondisi eksisting masing-masing kawasan menunjukkan bahwa kawasan alun-alun Kota Sumenep dan PT Garam Persero mempunyai potensi paling besar untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata budaya. Hal ini dikarenakan jumlah dan keberagaman peninggalan di kawasan ini yang paling banyak dibandingkan yang lainnya. Suwena [3] menjelaskan bahwa semakin banyak dan beragam atraksi wisata yang diberikan kawasan akan semakin memberikan daya tarik yang lebih besar terhadap wisatawan. Kawasan alun-alun terdiri dari tangsi prajurit Kerajaan, bangunan Keraton dan Museum Sumenep dan Masjid Agung, pola permukiman “taneyan lanjeng” dan kawasan PT garam Persero mempunyai peninggalan berupa perumahan karyawan, rumah mesin, pergudangan garam dan kantor PT Garam Persero serta Asta lanceng . kawasan lainnya masih mempunyai jumlah yang kurang banyak dibandingkan dengan kedua kawasan tersebut b. Kondisi Peninggalan sejarah Islam dan kolonial Kawasan Asta Tinggi, Kawasan Asta Yusuf, dan Kawasan Alun – alun Kota Sumenep merupakan kawasan sejarah dan budaya dengan kondisi peninggalan sejarah yang masih terjaga bentuk dan keaslian dari peninggalan tersebut. Saat ini kondisi peninggalan sangat terawat ((81100)% masih dalam kondisi baik) dan keaslian bangunan dari segi material dan pewarnaan bangunan masih dipertahankan. Di mana seperti yang dijelaskan oleh [4] bahwa kelestarian dari situs yang menjadi daya tarik wisata urban heritage merupakan hal yang penting untuk diperhatikan karena wisatawan menginginkan suatu keaslian bentuk dari hasil peninggalan kebudayaan di masa lalu. Sementara kawasan Asta Katandur dan PT Garam Persero mempunyai kondisi peninggalan yang cukup baik yaitu sekitar (61-80)% masih dalam kondisi baik. Dan kondisi peninggalan sejarah dan budaya di kawasan kawasan Benteng Belanda dan Bujuk Panaongan sudah sangat memprihatinkan, hampir 90% peninggalan sejarah dan budaya rusak. Dengan demikian, dilihat dari potensi kondisi menunjukkan bahwa ketiga kawasan tersebutlah yang mempunyai potensi paling besar untuk dikembangkan jika dinilai dari kondisi peninggalan sejarah. c. Karakteristik keberadaan kebudayaan dan Kesenian Tradisional Kawasan Alun-alun Kota Sumenep mempunyai beragam kebudayaan dan kesenian tradisional warisan budaya lampau. Dibandingkan dengan kawasan lainnya, kawasan ini mempunyai budaya yang paling banyak dan beragam yaitu Perayaan hari jadi Sumenep, event pertengahan tahun, kesenian macopat, klenengan, hadrah, kebudayaan “meminang wanita”, permainan tradisional dan “tanpangantanan”, tari tradisional, pagelaran topeng dan “Tayub” tiap pertengahan tahun. Ini menjadi potensi untuk mengembangkan kawasan ini menjadi kawasan wisata budaya. Semakin banyak dan beragam akan memberikan
sajian dan daya tarik yang sangat tinggi bagi wisatawan (Suwena,2010). Kawasan lainnya hanya mempunyai 2 atau 3 budaya dan bahkan tidak memiliki budaya dan kesenian yang khas sehingga kurang mempunyai potensi untuk pengembanan kawasan wisata budaya. d. Keunikan kebudayaan dan Kesenian Tradisional Secara keseluruhan kawasan tidak mempunyai budaya yang unik yang hanya dimiliki kawasan. Namun masih ada kawasan yang mempunyai keunikan yang dimiliki kabupaten Sumenep secara umum seperti kawasan Alun – alun Kota Sumenep, PT Garam Persero dan Asta Yusuf. Ketiga kawasan ini masih mempunyai budaya yang unik dan hanya dimiliki oleh Sumenep seperti adat “meminang pengantin wanita” dan permainan tradisional “tanpangantanan”. Seperti yang dijelaskan oleh [5], bahwa keunikan kebudayaan dan kesenian tradisional yang hanya di temukan di satu kawasan wisata merupakan salah satu sajian wisata yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Ketiga kawasan sudah mempunyai potensi yang cukup bagus, meskipun tidak mempunyai keunikan yang khas di kawasan tetapi hanya dimiliki Sumenep. e. Keberadaan pertunjukan Kawasan Alun-alun Kota Sumenep mempunyai jumlah pertunjukan yang paling banyak, yaitu terdapat 11 pertunjukan setiap tahunnya. Kemudian kawasan PT Garam Persero mempunyai 4 pertunjukan per-tahunnya. Warphani [6], menjelaskan bahwa meskipun sifatnya yang hanya sebagai pelengkap, namun keberadaan pertunjukan mampu menjadi magnet kedatangan wisatawan ke kawasan wisata budaya. Sehingga kedua kawasan ini mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata budaya khususnya kawasan Alun-alun kota yang mempunyai lebih banyak pertunjukan. Sementara kawasan lainnya tidak mempunyai potensi sebagus kawasan Alu-alun Kota Sumenep dan PT Garam Persero. f. Ketersediaan Utilitas Kondisi eksisting menunjukkan bahwa semua kawasan kecuali Bujuk Panaongan sudah terlayani dengan baik oleh pelayanan utilitas kawasan. Berdasarkan ketentuan teknis kawasan wisata dalam [7], disebutkan bahwa untuk menjadikan kawasan menjadi Subah kawasan wisata, kawasan tersebut harus terlayani oleh jaringan air bersih, listrik, telepon dan drainase. Hal ini bertujuan untuk memberikan kenyamanan bagi wisatawan selama berada di kawasan wisata. Dengan ketentuan tersebut menjadikan kawasan Bujuk Panaongan kurang memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai kawasan wisata budaya. g. Ketersediaan Akomodasi Berdasarkan kondisi eksisting, hampir semua kawasan sudah terlayani oleh pelayanan akomodasi, namun dalam jumlah yang relatif masih sedikit. Semua kawasan hanya terlayani oleh pelayanan rumah makan dan penginapan informal berupa rumah penduduk. Kondisi ini memberikan pertimbangan yang sama untuk setiap kawasan jika dilihat dari penyediaan sarana akomodasi kegiatan wisata. h. Ketersediaan Fasilitas pelayanan wisata Kawasan Alun – alun Kota Sumenep, Asta Yusuf dan PT Garam Persero merupakan kawasan dengan pelayanan fasilitas wisata terlengkap dibandingkan dengan kawasan lainnya. Sesuai dengan ketentuan teknis kawasan wisata
dalam [7], kawasan ini sudah memenuhi kriteria tersebut untuk menjadi kawasan wisata di kabupaten Sumenep. Kawasan Bujuk Panaongan merupakan kawasan dengan fasilitas pelayanan wisata yang paling sedikit dan buruk. Kebutuhan pelayan tersebut diperoleh jika menempuh jarak 15-20 km ke arah kota. Sehingga sangat sulit untuk mengembangkan kawasan ini jika dilihat dari pelayanan fasilitas tersebut. Sedangkan kawasan yang paling mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata budaya adalah kawasan Alun-alun Kota Sumenep, Asta Yusuf dan PT Garam Persero. i. Ketersediaan Fasilitas pendukung wisata budaya Fasilitas ini berkaitan dengan pelayanan oleh galeri seni, gedung pertujukan dan teater dan fasilitas pendukung lainnya. Hanya kawasan Alun-alun Kota Sumenep dan PT Garam Persero yang masih terlayani oleh pelayanan fasilitas ini, masing-masing terlayani oleh Gedung GNI dan Museum, dan Gedung teater terbuka. Dengan demikian, disimpulkan bahwa kedua kawasan tersebut merupakan kawasan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata dilihat dari ketersediaan fasilitas tersebut. j. Ketersediaan moda angkutan dan sarana transportasi Berdasarkan kondisi eksisting, semua kawasan terlayani olah angkutan umum dan sarana transportasi. Kawasan Benteng Belanda, Asta Katandur, dan PT Garam Persero merupakan kawasan dengan pelayanan moda angkutan dan sarana transportasi yang paling baik. Hal ini akan memberikan kenyamanan bagi wisatawan menuju kawasan wisata. Inskeep [8] menjelaskan bahwa transportasi akses dari dan menuju kawasan wisata yang menghubungkan antar atraksi dan sajian wisata dan antar atraksi utama kawasan wisata sangat dibutuhkan untuk memberikan kenyaman bagi wisatawan. Dengan penjelasan [8] memberikan kesimpulan bahwa ketiga kawasan tersebut merupakan kawasan yang paling diprioritaskan untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata budaya dilihat dari pelayanan sarana dan moda angkutan. k. Jaringan jalan Kawasan Alun-alun Kota dan PT Garam Persero terlayani oleh jaringan jalan yang paling baik. Kedua kawasan ini terlayani oleh jaringan Arteri Sekunder yang memberikan kemudahan dan tingkat kelancaran tinggi menuju kawasan. Kawasan Benteng Belanda dan Asta Katandur yang terlayani oleh jaringan jalan kolektor primer. Kondisi ini memberikan keuntungan bagi kawasan untuk memberikan tingkat kemudahan dan kenyamanan menuju kawasan cukup tinggi. Kawasan Asta tinggi dan Asta Yusuf yang merupakan kawasan yang hanya terlayani oleh jalan lingkungan. Melihat kondisi eksisting, Kawasan Alun-alun Kota dan PT Garam Persero mempunyai pelayanan jaringan jalan yang paling nyaman dan mudah dibandingkan dengan kawasan lainnya. Kawasan tersebut mempunyai potensi tinggi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata budaya. l. Jenis aktivitas masyarakat atau kebiasaan hidup Jenis aktivitas masyarakat Kawasan Alun – alun Kota Sumenep, Asta Tinggi dan Asta Yusuf banyak mendukung kegiatan wisata, seperti perdagangan dan jasa, dan industri rumahan. Kegiatan yang membantu wisatawan dalam
penyediaan kebutuhan selama berada di kawasan wisata. Aktivitas tersebut menjadikan wisatawan akan bisa ikut langsung mengikuti aktivitas masyarakat di kawasan. Intosh [9] menjelaskan bahwa aktivitas masyarakat menjadi salah satu bentuk kenyamanan (hospitality service) yang ditawarkan oleh tuan rumah dalam setiap kegiatan wisata suatu kawasan wisata. Sehingga kawasan Alun – alun Kota Sumenep, Asta Tinggi dan Asta Yusuf memenuhi kebutuhan pelayanan untuk memberikan kenyamanan bagi wisatawan yang datang. Sehingga memberikan potensi yang besar bagi kawasan untuk menjadi kawasan wisata budaya. 3.2 Pemilihan kawasan wisata Pemilihan kawasan yang paling berpotensi untuk dijadikan sebagai kawasan wisata budaya dilakukan dengan pembobotan untuk masing-masing kawasan di setiap variabel penelitian. Tabel 3.1 berikut ini merupakan hasil kumulatif penilaian masing-masing variabel di setiap kawasan Tabel 3.1 Nilai Total Hasil Skoring dari Masing-masing Kawasan Sejarah dan Budaya No. Kawasan Skor 1. Kawasan Alun – alun Kota Sumenep; 53 2. Kawasan Benteng Belanda; 33 3. Kawasan Asta Tinggi; 32 4. Kawasan Asta Katandur 36 5. Kawasan Bujuk Panaongan 25 6. Kawasan Asta Yusuf 43 7. Kawasan PT Garam Persero 45 Sumber: Hasil Analisa 2012
Dengan melihat hasil analisa kumulasi masing-masing kawasan di atas terdapat kawasan dengan nilai tertinggi, yaitu kawasan Alun-alun kota Sumenep dengan nilai total kawasan sebesar 55, kemudian kawasan Asta Yusuf dengan total nilai sebesar 43 dan yang terakhir adalah kawasan PT garam Persero degan total nilai 45. Dan yang tertinggi adalah kawasan Alun-alun Kota Sumenep, maka kawasan inilah yang terpilih untuk menjadi kawasan yang wisata di kabupaten Sumenep karena mempunyai potensi yang paling tinggi dibandingkan dengan kawasan lainnya. Sedangkan kawasan Bujuk Panaongan merupakan kawasan yang tidak mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata budaya di kabupaten Sumenep. Dibandingkan dengan kawasan lainnya, kawasan Alunalun kota Sumenep mempunyai banyak keunggulan. Kawasan ini mempunyai keunggulan dalam penyediaan daya tarik wisata yaitu ketersediaan peninggalan sejarah, karakteristik kebudayaan dan kesenian tradisional, dan keberadaan pertunjukan; pelayanan prasarana dan sarana wisata buaya yaitu pelayanan jaringan jalan, ketersediaan akomodasi, fasilitas pelayanan wisata, fasilitas pendukung wisata budaya. Dengan demikian dapat disimpulkan secara kuantitatif dan kualitatif bahwa kawasan Alun-alun Kota Sumenep adalah kawasan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata budaya di kabupaten Sumenep. Peta potensi sejarah dan budaya kawasan terpilih yaitu Alun-alun kota Sumenep dapat di lihat pada peta 3.1.
3.3 Analisa Kemunduran Kawasan Untuk melihat terjadinya kemunduran kawasan, dilihat dengan menggunakan 3 variabel yaitu tingkat perubahan fungsi penggunaan lahan, perilaku masyarakat dan jenis dan bentuk permassaan bangunan. Hasil analisa dapat dilihat pada tabel 3.2. Tabel 3.2 Matriks Faktor Penyebab Kemunduran Kawasan Alun-Alun Kota Sumenep No Variabel Kondisi Eksisting Simpulan - Banyak bangunan yang berubah Terjadi fungsi dan tidak sesuai dengan kemunduran kawasan fungsi awal Perubahan - Rumah tempat tinggal para adipati yang Fungsi 1 keraton, sekarang berubah bentuk diakibatkan penggunaan dan fungsi bangunannya menjadi perubahan lahan fungsi kawasan perdagangan penggunaan lahan - Aktivitas masyarakat di masa Terjadi lampau banyak ditinggalkan seperti kemunduran aktivitas permainan “sodok antar yang kuda kerajaan”, pelatihan militer disebabkan Kerajaan, tangsi militer Kerajaan, oleh Perilaku pesta rakyat dan perayaan budaya hilangnya 2 masyarakat di yang mempunyai kaitan sejarah kebudayaan kawasan wisatayang erat dengan kawasan alun- dan alun kota sebagai kawasan aktivitas Kerajaan di kabupaten Sumenep yang - Para pemuda lebih berorientasi menjadi ciri pada seni modern seperti seni khas kawasan musik Rock dan POP - Wujud bangunan seperti bentuk, Terjadi Jenis material, pewarnaan dan gaya kemunduran bentuk dan bangunan di kawasan banyak yang yang massa berubah dan tidak mempertahankan disebabkan 3 bangunan ketradisionalan dan lebih modern. perubahan dari bentuk dan kawasan permassaan bangunan Sumber: Hasil Analisa 2012
Berdasarkan hasil analisa di atas, pada kawasan terjadi kemunduran kawasan, untuk itu dibutuhkan adanya pengendalian terhadap terjadinya kemunduran kawasan, yaitu dengan memperhatikan 3 pertimbangan, 1)perlu adanya pengendalian perubahan fungsi penggunaan lahan baru di kawasan wisata, 2)perlu untuk mengenalkan tentang warisan budaya yang dimiliki kawasan pada masyarakat luas terutama para pemuda, dan 3)dibutuhkan adanya regulasi yang mengatur bentuk dan permassaan bangunan di kawasan wisata budaya. Dengan pengendalian tersebut, harapannya adalah dapat tetap menjaga citra yang melekat pada kawasan.
3.4 Analisa Kriteria Pengembangan Kawasan Wisata Tahapan analisa ini menggunakan teknik Delphi untuk memperoleh kriteria pengembangan kawasan wisata budaya. Langkah awal dilakukan analisa deksriptif untuk mengetahui faktor pengembangan dari Kawasan Alun-alun Kota Sumenep, analisa tersebut dikaitkan dengan kondisi eksiting kawasan dan merupakan variabel yang masih membutuhkan perbaikan dan penambahan. Sehingga kawasan wisata menjadi kawasan dengan komponen pemenuhan dan penunjang kegiatan wisata yang lengkap, yang akan memberikan kenyamanan bagi wisatawan. Dari hasil analisa tersebut diperoleh 6 faktor pengembangan, yaitu 1) Pengenalan pola permukiman taneyan lanjeng dan penggiatan kembali permainan “tanpangantanan’, meminang perempuan dan pengadaan informasi pada bangunan sejarah; 2) peningkatan pelayanan transportasi tradisional; 3) peningkatan kualitas SDM dalam bidang kepariwisataan, sejarah kawasan dan kebudayaan lokal yang khas; 4)pengembangan kesempatan investasi yang mendukung kawasan sebagai sebuah kawasan wisata budaya; 5)peningkatan kualitas kondisi fisik dan keselarasan pembangunan bangunan untuk penggunaan lahan baru dan 6)perumusan dan implementasi kebijakan pendukung yang konkret untuk melindungi peninggalan sejarah dan cagar budaya serta penetapan kawasan sebagai kawasan wisata budaya. Selain itu, terdapat 3 faktor pengendalian kemunduran kawasan sebagai faktor tambahan yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kawasan, faktor tersebut adalah 1)pengendalian perubahan fungsi penggunaan lahan baru di kawasan wisata;2)pengenalan tentang warisan budaya yang pernah dimiliki kawasan pada masyarakat luas terutama para pemuda.3)dibutuhkan adanya regulasi yang mengatur bentuk dan permassaan bangunan di kawasan wisata budaya. Berdasarkan faktor tersebut, kriteria yang dihasilkan adalah: 1)kawasan memiliki daya tarik sejarah dan budaya berupa:a) pola permukiman danm bangunan dengan nilai sejarah dan historis, kebudayaan dan pendidikan bagi kawasan serta terdokumentasi secara lengkap, b)kebudayaan lokal yang unik dan khas seperti permainan tan pangantana, meminang wanita dan makanan khas;2)menghidupkan kembali moda angkutan andong/dokar sebagai alat transportasi tradisional yang melayani kegiatan wisata dan perbaikan pelayanan transportasi di dan menuju kawasan wisata Alun-alun Kota Sumenep; 3)memberikan peran dan melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan wisata serta memberikan pengetahuan melalui sosialisasi dan dan lokakarya; 4)meningkatkan upaya promosi melalui berbagai media khususnya media non profit untuk membuka kesempatan investasi bagi kawasan yang disertai dengan kemudahan prosedur investasi di kawasan; 5)ciri khas, keaslian arsitektural dan kualitas kondisi fisik bangunan sejarah serta keharmonisan antar bangunan lama dan bangunan baru di dalam kawasan harus tetap dipertahankan serta dengan memberikan cara-cara perbaikan, renovasi dan pemugaran bangunan atau lingkungan; 6)dibuatnya kebijakan yang bersifat insentif mengenai kawasan yang mengatur tentang kawasan sebagai sebuah kawasan wisata budaya dan juga situs cagar budaya; 7)pengendalian perubahan fungsi penggunaan lahan dan bangunan untuk tetap mempertahankan citra yang melekat pada kawasan, hal ini dilakukan dengan cara perumusan zonasi kawasan wisata budaya; dan 8)menjaga bentuk dan gaya bangunan untuk
menjaga ciri khas kawasan serta perlu dibentuknya regulasi yang mengatur bentuk dan gaya bangunan tersebut 3.5 Perumusan Kriteria Pengembangan Kawasan Pada tahap perumusan arahan penembangan kawasan wisata budaya dilakukan dengan teknik triangulasi dengan sumber data yang dipergunakan dalam analisa adalah hasil kriteria pengembangan kawasan wisata budaya, tinjauan empiri pengembangan dari kawasan wisata (VancouverChinatown dan Revitalisasi Kota Lama, Jakarta) dan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan kawasan wisata budaya di Kabupaten Sumenep yaitu [10]-[11]. tinjauan empiri dan kebijakan kawasan merupakan tinjauan untuk mempertegas hasil kriteria yang dihasilkan pada analisa sebelumnya. Tabel 3.3 dan 3.4 berikut ini merupakan hasil perumusan arahan mikro dan makro pengembangan kawasan wisata budaya di Kawasan Alun-alun Kota Sumenep: Tabel 3.3 Arahan Mikro Spasial dan Non Spasial Pengembangan Kawasan Wisata Budaya Alun-alun Kota Sumenep Arahan Mikro Arahan Mikro Non - Spasial Spasial 1. Menjadikan 1. Menjadikan permainan tradisional “tankeberadaan tempat pangantanan” sebagai salah satu dalam dan bangunan yang kegiatan wisata dan kegiatan proses bernilai historis, pembuatan makanan dan kerajinan tradisional kebudayaan, dan sebagai daya tarik wisata kesenian tradisional 2. Menjadikan andong/dokar sebagai salah satu tinggi sebagai daya alat angkutan wisata selama kegiatan wisata tarik wisata budaya berlangsung dilengkapi dengan 3. Pengadaan lokakarya dan sosialisasi berkala dokumentasi dari dan intensif tentang kawasan wisata budaya tempat dan gedung pada masyarakat dengan menggunakan bersejarah contoh kawasan lainnya 2. Menjadikan pola 4. Perlu pemeliharaan bangunan yang permukiman difungsikan sebagai fasilitas sosial seperti “taniyan lanjeng” perkantoran, rumah ibadah, rumah tinggal sebagai daya tarik dan lain-lain wisata budaya 5. Mempertahankan dan mengembalikan wujud bangunan dengan konteks ketradisionalan Sumenep 6. Pemberian gate/pintu gerbang pada kawasan sebagai pembatas kawasan yang memiliki nilai keunikan dengan kawasan lain sehingga mudah dikenali keberadaannya oleh masyarakat. Sumber: Hasil Analisa,2012 Tabel 3.4 Arahan Makro Spasial dan Non Spasial Pengembangan Kawasan Wisata Budaya Alun-alun Kota Sumenep Arahan Makro Arahan Makro Non - Spasial Spasial 1. Mengembangkan 1. Perbaikan dan pengadaan moda transportasi Kawasan dengan menuju dan di kawasan wisata budaya. konsep 2. Mengadakan kerja sama dengan media Community-based informasi dan pembuatan web khusus yang Tourism (CBT) disambungkan dengan web Sumenep dalam yaitu suatu konsep mempromosikan kawasan yang melibatkan 3. Mengadakan kerja sama dengan swasta yang masyarakat dalam disertai kemudahan atau insentif dalam hal perencanaan, prosedur investasi seperti kemudahan ijin pelaksanaan dan usaha bagi investor juga pengawasan 4. Perumusan Guideline tentang cara-cara kegiatan wisata perbaikan, renovasi dan pemugaran bangunan 2. Mengembangakan atau lingkungan yang mempunyai nilai kawasan dengan sejarah bagi kawasan agar tidak terjadi konsep tradisional kegiatan pembangunan yang menimbulkan yaitu dengan perusakan atau perubahan pada bangunan potensi lokalitas 5. Perumusan peraturan tentang insentif pajak setempat dan bumi dan bangunan terhadap pemilik dekorasi-dekorasi perorangan atau instansi yang memiliki yang bermotif khas bangunan cagar budaya berdasarkan Sumenep pada parameter kondisi bangunan, lokasi dan wujud bangunan pemanfaatannya sebagai daya tarik 6. Perumusan peraturan daerah yang mengatur
kawasan misalnya tentang zonasi atau tata guna lahan yang ukiran khas diperbolehkan di kawasan, yaitu permukiman, Sumenep, modelfasilitas sosial dan sarana wisata. model batik, dan 7. Perumusan peraturan terkait dengan lainnya ketentuan bangunan berarsitektural Madura di kawasan wisata Sumber: Hasil Analisa,2012
Dalam mengembangkan kawasan Alun-alun kota Sumenep juga dirumuskan zona pengembangan untuk membagi secara jelas fungsi dari masing-masing zona pada kawasan, dalam sebuah sistem spasial yaitu dengan mengadopsi zona pengembangan model [12] yang membagi kawasan menjadi 3 zona pengembangan kawasan: 1. Zona inti. Yang merupakan terkonsentrasinya daya tarik utama yang dimiliki kawasan, yaitu pola permukiman lama kabupaten Sumenep yang berupa pola permukiman taneyan lanjeng, bangunan bersejarah bergaya kolonial dan China yang telah berasimilasi dengan kebudayaan islam yang tersebar di kawasan, dan kompleks bangunan keraton Sumenep, serta daya tarik yang berupa kebudayaan lokal yang dimiliki kawasan untuk melengkapi daya tarik utama. Zona inti diarahkan berada di pusat kawasan alun-alun kota Sumenep. 2. Zona pendukung langsung, yaitu zona yang mendukung secara langsung kegiatan wisata budaya. Kawasan ini diarahkan terkonsentrasi pada bagian luar dan berbatasan langsung dengan zona inti, Zona pendukugn merupakan tempat terkonsentrasinya pelayanan akomodasi, sarana pendukung wisata, pertokoan dan berbagai sarana lain yang mendukung kegiatan wisata dan masyarakat. Keberadaan penggunaan lahan yang berupa perdagangan dan jasa sangat berpotensi tinggi untuk menunjang kegiatan wisata 3. Zona pendukung tidak langsung, yaitu daerah sekitar yang masih terkena dampak kegiatan wisata dari kawasan wisata budaya alun-alun kota Sumenep. Zona pendukung tidak langsung yang dimaksud berupa kegiatan di sekitar kawasan wisata, baik yang berupa kegiatan perdagangan maupun aktivitas masyarakat atau bisa berupa daya tarik wisata lain yang dapat dijadikan sebagai tujuan wisatawan selain berkunjung ke kawasan alun-alun kota Sumenep.
BAB IV KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa, disimpulkan bahwa kawasan Alun-alun kota Sumenep merupakan kawasan sejarah dan budaya yang mempunyai potensi paling tinggi untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata budaya di kabupaten Sumenep Kriteria dan arahan pengembangan kawasan wisata budaya Kawasan Alun-alun kota Sumenep adalah Kriteria dan arahan yang berhubungan dengan daya tarik budaya baik berupa bangunan maupun kebudayaan lokal, moda transportasi tradisional, sumberdaya manusia, kesempatan investasi, keaslian dan kondisi bangunan serta kebijakan pendukung. Selain itu juga berkaitan dengan upaya pengendalian kemunduran kawasan wisata budaya yaitu perubahan fungsi penggunaan lahan dan berkaitan dengan bentuk dan permassaan bangunan. Hasil penelitian ini juga diperoleh 3 zona pengembangan untuk membagi secara jelas fungsi dari masing-masing zona pada kawasan, dalam sebuah sistem spasial di kawasan Alun-alun Kota Sumenep.
1. Pada Zona 1 diarahkan untuk zona pengembangan inti
wisata budaya yang merupakan pusat sajian wisata. Zona yang merupakan terkonsentrasinya daya tarik wisata yang dimiliki oleh kawasan wisata. Zona ini ditunjang dengan arahan berupa pengembangan kawasan dengan konsep ktadisionalan dan peningkatan daya tarik utama dari kawasan wisata budaya alun-alun Kota Sumenep diantaranya adalah pola permukiman lama kabupaten Sumenep yang berupa pola permukiman “taneyan lanjeng”, bangunan bersejarah bergaya kolonial dan China yang telah berasimilasi dengan kebudayaan Islam yang tersebar di kawasan, dan kompleks bangunan keraton Sumenep sebagai. 2. Pada Zona 2 diarahkan untuk zona pengembangan pendukung langsung kegiatan wisata budaya yang merupakan pusat kegiatan perdagangan dan jasa di kawasan wisata sebagai penyedia kebutuhan wisatawan selama berada di kawasan wisata. Untuk mendukung zona ini dibutuhkan arahan yaitu menjadikan penggunaan lahan perdagangan dan jasa sebagai fasilitas pelayanan kegiatan wisata budaya di kawasan alun-alun Kota Sumenep, pembangunan sentra perdagangan yang menjual makanan dan kerajinan khas Sumenep dan melibatkan masyarakat sekitar kawasan wisata dalam kegiatan perdagangan dan jasa sebagai partisipan di kawasan dengan menjadikan masyarakat sebagai pedagang di kawasan tersebut sehingga dapat meningkatkan ekonomi lokal. 3. Pada Zona 3 diarahkan sebagai zona pendukung tidak langsung yang merupakan daerah sekitar yang masih terkena dampak kegiatan wisata dari kawasan wisata budaya alun-alun kota Sumenep. Untuk mendukung zona ini dibutuhkan arahan yaitu menjadikan kegiatan perdagangan maupun aktivitas masyarakat dan daya tarik wisata lain di luar kawasan wisata sebagai alternatif tujuan wisatawan selain berkunjung ke kawasan alunalun kota Sumenep. UCAPAN TERIMAKASIH 1. Kedua orang tua atas perhatian, kasih sayang dukungan moral, materi dan spiritual yang tak hentinya diberikan kepada penulis. 2. Ibu Dr. Ir. Rima Dewi S, MIP, selaku Dosen wali dan pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, masukan, nasihat serta motivasi selama penyusunan Tugas Akhir. 3. Seluruh dosen dan karyawan Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota atas semua bantuan dan dukungan yang diberikan. 4. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sumenep, Bappeda Sumenep, Kelurahan Pajagalan - Kota Sumenep, masyarakat Kelurahan Pajagalan serta para responden yang telah memberikan data dan informasi yang dibutuhkan. DAFTAR PUSTAKA [1] RTR Pulau Madura (2006). Badan Pelaksana – Badan Pengawasan Wilayah Suramadu (BP-BPWS) [2] PDRB Kabupaten Sumenep (2008). BPS Kabupaten Sumenep. [3] Suwena, I Ketut (2010). Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata. Denpasar: Udayana Press [4] Yale, P. (1991). From Tourist Attraction in Heritage Tourism. [5] Suharso, Tunjung W. (2009). Perencanaan Objek Wisata dan Kawasan Wisata. Malang:PPSUB
[6] Warphani, Suwardjoko P (2007). Pariwisata dalam Tata Ruang Wilayah. Bandung: Penerbit ITB [7] Permen PU no. 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budi daya [8] Inskeep, Edward. (1991). Tourism Planning: An Integrated Sustainable Development [9] Mc. Intosh. (1995). Tourism Principles, Practices, Philosophies [10] RIPP Kabupaten Sumenep (2001). Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sumenep [11] RTRW Kabupaten Sumenep (2009). Bappeda Kabupaten Sumenep [12] Smith, Stephen L.J. 1989. Tourism Analysis, a Handbook. Longman Scientific & Technical .