5
BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian dan Landasan Hukum Bank Syariah. 1. Pengertian Bank Syariah Bank Syariah adalah Bank yang berasaskan, antara lain asas kemitraan, keadilan, transparasi, dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah. Bank Syariah adalah lembaga intermediasi dan pelayanan jasa keuangan yang bekerja berdasarkan etika dan sistem nilai islam yang memiliki sifat khusus yakni bebas dari kegiatan spekulatif dan nonproduktif seperti perjudian, bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan, berprinsip pada keadilan dan hanya membiayai kegiatan usaha yang halal. Selain itu juga didasari oleh larangan-larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta menunjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dalam pelaksanaannya yang menjadi tujuan bank syariah adalah tercapainya kesejahteraan sosial yang baik. Didalam menjalani kegiatan operasional, bank syariah wajib mematuhi prinsip syariah dan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), yakni satusatunya dewan yang memiliki kewenangan dalam mengeluarkan fatwa
6
jenis-jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syariah, serta mengawasi penerapan fatwa yang dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia. Prinsip yang dimaksud adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah. Dengan adanya ketentuan-ketentuan baku yang harus ditaati oleh bank-bank yang menjalankan syariah secara benar, ternyata telah membuktikan bahwa bank syariah telah teruji keberadaannya dengan keadaan pada saat krisis keuangan global. Inilah merupakan salah satu keunggulan yang dapat dibuktikan oleh keberadaan bank syariah. Secara spesifik dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, perbankan syariah harus memastika dengan jelas transaksi yang dilakukan olehnya. Aset yang jelas merupakan hal utama yang mutlak. Sistem keuangan syariah hanya membolehkan memberikan pembiayaan berdasarkan aset jelas dengan nilai pembiayaan wajar. Hal inipun yang dikemukakan oleh Bank Syariah Mandiri, setiap pembiayaan yang diajukan oleh para nasabah kepada bank tersebut haruslah jelas maksud, tujuan dan pemakaian pembiayaan tersebut. Salah satu kegiatan operasional perbankan syariah adalah memberikan pembiayaan-pembiayaan yang dapat membantu masyarakat dalam menjalankan kegiatan usahanya. Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah memberikan pengertian mengenai pembiayaan
7
yang diberikan oleh bank syariah yaitu penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuh mudharabah dan musyarakah, transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; transaksi jual beli dalam bentuk piutang qard; dan transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan unit usaha syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayaai atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Dari segi pembiayaan inilah Bank Syariah dipergunakan oleh masyarakat sebagai lembaga yang merupakan alternatif yang tidak dapat diberikan oleh bank konvensional. Setelah itu diharapkan bank syariah dapat memberikan dukungan kepada stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Ada beberapa karakteristik esensial yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional, yaitu : a. Fungsi dan kegiatan Bank mekanisme dan objek usahanya adalah intermediasi, manager investasi, investor, sosial, jasa keuangan. b. Prinsip dasar operasinya adalah antiriba dan antimaysir. c. Prioritas pelayanan berupa tidak bebas nilai (prinsip syariah islam), uang sebagai alat tukar dan bukan komoditi dan bagi hasil, jual beli, sewa.
8
d. Orientasi pada kepentingan publik. e. Bentuk berupa tujuan sosial ekonomi islam dan keuntungan. f. Evaluasi nasabah pada bidang bank konvensional, bank pembangun, bank universal atau multi-porpose. g. Hubungan nasabah : lebih hati-hati karena partisipasi dalam resiko. h. Sumber likuiditas jangka pendek : erat sebagai mitra usaha. i. Pinjaman yang diberikan terbatas. j. Lembaga penyelesaian sengketa komersial dan nonkomersial, berorientas pada laba dan nirlaba. k. Risiko usaha dapat diselesaikan dipengadilan dan badan Arbitrase syariah Nasional. l. Struktur organisasi pengawas dihadapi bersama antara nasabah dan bank dengan prinsip keadilan dan kejujuran dan tidak mungkin terjadi negative spread. m. Inventasi oleh dewan komisaris, dewan pengawas syariah dan dewan syariah nasional. n. Pelayanan yang diberikan harus bersifat halal.
Dalam suatu buku yang dituliskan oleh Bank Indonesia dijelaskan mengenai peran utama dari Bank Syariah, yaitu sebagai badan usaha dan badan sosial, jika Bank Syariah sebagai badan usaha maka Bank Syariah memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai manajer investasi, investor dan penyedia jasa.
9
Bila sebagai manajer investasi, bank syariah melakukan penghimpunan dana dari para investor/nasabahnya dengan prinsip wadi’ah yad dhamanah, mudharabah atau ijarah. Apabila bank syariah sebagai investor, bank syariah melakkan penyaluran dana melalui kegiatan investasi, bank syariah melakukan penyaluran dana melalui kegiatan investasi dengan prinsip bagi hasil, jual beli, dan sewa. Sedangkan apabila bank syariah sebagai penyedia jasa perbankan, bank syariah menyediakan jasa keuangan, jasa non keuangan, dan jasa keagenan. Pelayanan jasa keuangan antara lain dilakukan dengan prinsip wakalah, kafalah, hiwalah, rahn, qardh, sharf dan lain-lain. Pelayanan jasa non keuangan dalam bentuk wadi’ah yad amanah dan mudharabah muqayyadah. Sementara disisi yang lain bank syariah juga berperan sebagai badan sosial. Dalam hal ini bank syariah memiliki fungsi sebagai pengelola dana sosial untuk penghimpunan dan penyaluran zakat, infak dan sadaqah serta penyaluran qardhul hasan. 2. Konsep Dasar Bank Syariah Didalam dunia perbankan yang diutamakan adalah kepercayaan dari masyarakat. Terutama perbankan syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya mengutamakan keadailan untuk semua pihak. Setiap lembaga keuangan yang menjalankan kegiatan usahanya harus memperhatikan halhal berikut ini :
10
1) Menjauhkan diri dari kemungkinan. a. Menghindari penggunaa sistem yang menetapkan dimuka suatu hasil usaha, seperti penetapan bunga simpanan atau bunga pinjaman yang dilakukan pada bank konvensional. b. Menghindari penggunaan sistem persentase biaya terhadap utang atau imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur melipat gandakan secara otomatis utang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu. c. Menghindari penggunaan perdagangan/penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya, dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas. d. Menghindari pengguanaan sistem yang menetapkan dimuka tambahan atas utang yang bukan atas prakarsa yang memiliki utang secara sukarela, seperti peetapan bunga pada bank konvensional.
2) Menerapkan prinsip sistem bagi hasil dan jual beli.
Dengan mengacu pada petujuk Al-quran, QS. al-Baqarah (2): 275 dan dan surat an-nisa (4) : 29 yang intinya: Allah SWT, telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, maka setiap transaksi kelembagaan ekonomi silami transaksi didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang/jasa. Akibatnya pada kegiatan muamalah berlaku prinsip “ada barang/jasa dulu baru ada
11
uang”, sehingga akan mendorong produksi barang/jasa, mendorong kelancaran
arus
barang/jasa,
dapat
menghindari
adanya
penyalahgunaan kredit, spekulas dan inflasi.
Berdasarkan pelaksanaan dari prinsip-prinsip diatas, Bank Syariah mempunyai tujuan sebagai berikut ini :
1) Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalah secara islam, khususnya muamalah yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktik-praktik riba atau
jenis-jenis
usaha
/
perdagangan
lain
yang
mengandung unsur tipuan, dimana jenis-jenis usaha tersebut
selain
menimbulkan
dilarang dampak
dalam
negatif
islam, terhadap
juga
telat
kehidupan
ekonomi umat. 2) Untuk menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi, dengan jalan memeratakan pendapatan melalui kegiatan investasi agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana. 3) Untuk meningkatkan kualitas hidup umat, dengan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama pada kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan
12
usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian berusaha (berwirausaha). 4) Untuk
membantu
menanggulangi
(mengentaskan)
masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan program
utama
dari
negara-negara
yang
sedang
berkembang. 5) Untuk
menjaga
kestabilan
ekonomi/moneter
pemerintahan. Dengan aktivitas-aktivitas Bank Islam yang diharapkan
mampu
menghindarkan
inflasi
akibat
penerapan sistem bunga, menghindarkan persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan, khususnya bank dan mengulangi kemandirian lembaga keuangan, khususnya bank dari pengaruh gejolak moneter baik dari dalam maupun luar negeri. 6) Untuk
menyelamatkan
ketergantungan
umat
Islam
terhadap bank konvensional yang menyebabkan umat isla berada dibawah kekuasaan bank, sehingga umat islam tidak dapat melaksanakan ajaran agamanya secara penuh, terutama dibidang kegiatan bisnis dan perekonomiannya.
Tujuan Bank Syariah lainnya
13
Ada beberapa tujuan dari perbankan Islam . Diantara para ilmuwan dan para professional Muslim berbeda pendapat mengenai tujuan tersebut. Menurut Handbook of Islam ic Banking, perbankan Islam ialah menyediakan fasilitas keuangan dengan cara mengupayakan instrument-instrumen keuangan (Finansial Instrumen) yang sesuai denga ketentuan dan norma syari’ah. Menurut Handbook of Islam ic Banking, bank Islam berbeda dengan bank konvensional dilihat dari segi partisipasinya yang aktif dalam proses pengembangan sosial ekonomi negara-negara Islam yang dikemukakan dalam buku itu, perbankan Islam bukan ditujukan
terutama
untuk
memaksimalkan
keuntungannya
sebagaimana halnya sistem perbankan yang berdsarkan bunga, melainkan untuk memberikan keuntungan sosial ekonomi bagi orang-orang muslim. Dalam buku yang berjudul Toward a Just Monetary System, Muhammad Umar Kapra mengemukakan bahwa suatu dimensi kesejahteraan sosial dapat dikenal pada suatu pembiayaan bank. Pembiayaan bank Islam harus disediakan untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilainilai Islam . Usaha yang sungguh-sungguh yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa pembiayaan yang dilakukan bank-bank Islam tidak akan meningkatkan konsentrasi kekayaan atau
14
meningkatkan konsumsi meskipun sistem Islam telah memiliki pencegahan untuk menangani masalah ini. Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh pengusaha sebanyak-banyaknya yang bergerak dibidang industri pertanian dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Para banker Muslim beranggapan bahwa peranan bank Islam semata-mata komersial berdasarkan pada instrumen-instrumen keuangan yang bebas bunga dan ditunjukkan untuk menghasilkan keuangan finansial. Dengan kata lain para banker muslim tidak beranggapan bahwa suatu bank Islam adalah suatu lembaga sosial, dalam suatu wawancara yang dilakukan oleh Kazarian, Dr Abdul Halim
Ismail,
manajer
bank
Islam
Malaysia
berhaj,
mengemukakan, (sebagaimana bisnis muslim yang patuh, tujuan saya sebagai manajer dari bank tersebut (bank Malaysia Berhaj) adalah semata-mata mengupayakan setinggi mungkin keuntungan tanpa menggunakan instrumen-instrumen yang di ambil dari pihak nasabah berdasarkan bunga).
Dorongan Perbankan Islam didasarkan pada keinginan untuk tunduk kepada Instruksi Ilahi pada semua transaksi, terutama yang melibatkan pertukaran uang uang. Namun, akan sangat tidak adil untuk membatasi Perbankan Islam untuk penghapusan riba saja.
15
Riba hanyalah salah satu elemen yang tidak diinginkan utama dari suatu transaksi ekonomi, yang lainnya adalah gharar (ketidakpastian) dan Qimar (spekulasi). Sementara penghapusan aspek-aspek yang tidak pantas dalam transaksi memang tujuan penting dari sistem perbankan Islam , itu tidak berarti tujuan akhirnya.
Di jantung Perbankan Islam adalah suatu sistem transaksi komersial yang tidak hanya menyediakan mode Halal transaksi komersial dengan menghindari apa yang menjengkelkan dan tidak pantas, tetapi juga menumbuhkan etika, praktek yang adil dan adil.
Unsur kunci dari ekonomi Islam adalah distribusi manfaat yang adil terhadap berbagai faktor produksi. Sistem ekonomi Islam berusaha sistem
keadilan
Redistributif dimana konsentrasi
kekayaan di tangan sejumlah orang adalah balas dan aliran uang ke dalam perekonomian fasih. Perbankan Islam , oleh karena itu, dipandang sebagai lynchpin untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial dari sistem ekonomi Islam.
16
3. Kegiatan Usaha Bank Syariah
Kegiatan usaha Bank Syariah secara garis besar dapat digolongkan menjadi 3 macam yaitu, penghimpun, penjalur dan jasa perbankan. Penghimpun terdiri dari prinsip mudharabah (Tabungan, Deposito atau investasi, Obligasi ), prinsip Wadi’ah Yad Dhamanah (Giro, Tabungan), Prinsip Ijarah (Obligasi), kegiatan penyaluran terdiri dari pola bagi hasil (Mudharabah, musyarakah), pola jual beli (murabahah, salam, ististishna), pola sewa (Ijarah, Ijarah wa Iqtina), sedangkan jasa perbankan terdiri dari jasa keuangan (Wakalah,Kafalah, Ujr, Qardh, Sharf, Rahn), jasa non keuangan (Wadi’ah
Yad
Amanah), jasa keagenan
(mudharabah,
muqayyadah).
Bank Syariah mandiri membedakan kegiatan usaha bank syariah menjadi 4 bagian yaitu : mudharabah (pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil), musyarakah (pembiayaan berdasarkan prinsip patungan), murabahah (jual beli barang dengan memperoleh keuntungan), dan Ijarah (pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa). Hal tersebut sesuai dengan pasal 1 angka 25 undang-undang nomor 21 tahun 2008.
Namun pada Bank Indonesia didalam bookletnya menggambarkan lebih rinci lagi mengenai kegiatam bank umum yang berdasarkan prinsip syariah. Adapun kegiatannya adalah sebagai berikut ini :
17
1) Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi antara lain :
a. Giro berdasarkan prinsip wadi’ah b. Tabungan berdasarkan perinsip wadi’ah dan atau mudharabah c. Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah
2) Menyalurkan dana melalui :
1. Prinsip jual beli berdasarkan akad meliputi :
a. Murabahah : jual beli antara bank dan nasabah dimana bank secara prinsip membeli barang yang diperlukan oleh nasabah, kemudian menjualnya kepada nasabah sebesar harga beli ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati oleh nasabah dengan bank) b. Istishna (jual beli barang pesanan antara bank sebagai penjual dengan nasabah sebagai pembeli. Spesifikasi dan harga barang Istishna disepakati pada akad transaksi Istishna sedangkan cara pembayaran nasabah kepada bank dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan). c. Salam (jual beli barang pesanan antara bank dan nasabah dengan pembayaran dimuka dan pengiriman barang oleh penjual dibelakang Spesifikasi barang salam disepakati dan dituangkan dalam akad)
18
2. Prinsip bagi hasil berdasarkan akad antara lain :
a. Mudharabah (kerja sama usaha antara bank sebagai pemilik dana dan nasbah sebagai pengelola dan untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, seperti nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan). b. Musyarakah (kerjasama patungan yang terjadi antara bank dan nasabah masing-masing sebagai pemilik modal Musyarakah untuk melakukan usaha tertentu secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan Nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian usaha ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi Modal Musyarakah).
3. Prinsip sewa menyewa berdasarkan akad antara lain:
a. Ijarah (sewa menyewa antara bank dan nasabah yang mendasari pembiayaan Ijarah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku) b. Ijarah muntahiya bittamlik (sewa menyewa antara bank dengan nasabah. Pada akhir masa sewa, bank yang secara prinsip
sebagai
pemilik
aset
akan
mengalihkan
kepemilikan aset akan mengalihkan kepemilikan aset kepada nasabah, baik secara penjualan atau hibah).
19
4. Prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad qardh (pinjaman dari bank kepada nasabah bank kepada waktu yang telah disepakati antara bank dan nasabah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku). 5. Melakukan pemberian jasa pelayanan perbankan berdasarkan akad antara lain :
a. Wakalah : akad pemberian kuasa dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa untuk melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa. b. Hawalah : akad pengalihan hutang dari suatu ihak yang berhutang kepada pihak lain yang wajib menanggugnya. c. Kafalah : akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain ketika pemberian jaminan bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan. d. Rahn : akad penyerahan barang /harta dari nasabah kepada bank sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang.
6. Membeli, menjual dan menjamin atas risiko sendiri surat-surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction) berdasarkan prinsip syariah. 7. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintahan atau BI.
20
8. Menerbitkan surat berharga berdasarkan prinsip Syariah. 9. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri atau nasabah berdasarkan prinsip syariah. 10. Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan atau antara pihak ketiga berdasrkan prinsip syariah. 11. Menyediakan tempat untuk penyimpanan barang dan suratsurat berharga berdasarkan prinsip wadi’ah yad amanah. 12. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah. 13. Memberikan fasilitas letter of credit berdasarkan prinsip syariah. 14. Memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan prinsip syariah. 15. Melakukan
kegiatan
usaha
kartu
debet,
charge
card
berdasarkan prinsip syariah. 16. Melakukan kegiatan wali amanat berdasrkan akad wakalah. 17. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang disetujui oleh Bank Indonesia dan mendapatkan fatwa Dewan Syariah Nasional. 18. Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan sharf. 19. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain dibidang keuangan berdasarkan prinsip syariah
21
seperti sewa gedung usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan. 20. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip Syariah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan oleh Bank Indonesia. 21. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip Syariah sesuai ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang berlaku. 22. Bank Syariah dalam melaksanakan fungsi sosial dapat bertindak sebagai penerima dana sosial antara lain dalam bentuk
zakat,
infaq,
shadaqah,
waqaf,
hibah,
dan
menyalurkannya sesuai syariah atas nama Bank atau lembaga amal zakat yang ditunjuk oleh pemerintah
B. Pembiayaan Dengan Prinsip Jual Beli (BA’I).
1. Definisi dan Landasan Syariah
Perjanjian jual beli termasuk dalam hukum muamalah yang hukumnya adalah mubah atau kebolehan. Mubah merupakan suatu perbuatan apabila dikerjakan oleh seseorang tidak mendapat pahala, tetapi jika ditinggalkan maka tidak berdosa. Namun hukum yang mubah ini ada kemungkinan menjadi wajib, sunnah, ataupun haram.
22
Dalam hal jual beli diharapkan adanya unsur suka sama suka, seperti yang tercantum didalam hadist: “sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka” (HR. Ibnu Majah).
2. Macam-macam jual beli
Menurut slamet (2005:39-43), Jenis Jual Beli antara lain :
a. Ba’i murabahah yaitu jual beli dimana harga jualnya terdiri atas harga pokok barang yang dijual ditambah dengan sejumlah keuntungan (ribhun) yang disepakati oleh pembeli dan penjual. b. Ba’i as-salam merupakan transaksi jual beli suatu barang tertentu antara barang dan keuntungan yang ditambahkannya yang telah disepakati,
dimana
waktu
penyerahan
barangnya
dilakukan
dikemudian, tetapi pembayarannya dapat dilakukan secara mengangsur atau cicilan.
C. Sistem Pembiayaan Murharabah. 1. Definisi Murabahah. Pengertian murabahah bermacam-macam yang mengartikannya antara lain : a. Dalam penjelasan pasal 19 huruf d undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah disebutkan bahwa murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
23
membayarnya
dengan
harga
yang
lebih
tinggi
sebagai
keuntungan yang telah disepakati. b. Dalam pasal 1 angka 7 peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 7/46/PBI/2005 tentang akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah disebutkan bahwa murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati. c. Dalam Fikih Islam, pada awalnya murabahah merupakan bentuk jual beli yang tidak ada hubungannya dengan pembiayaan. Murabahah dalam Islam berarti jual beli ketika penjual memberitahu kepada pembeli biaya perolehan dan keuntungan yang diinginkannya. Namun dengan bentuk jual beli ini d. kemudian digunakan oleh perbankan syariah dengan menambah beberapa konsep lain. Setelah itu diubah menjadi bentuk pembiayaan. Dalam pembiayaan ini, bank sebagai pemilik dana membelikan barang sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan oleh nasabah yang membutuhkan pembiayaan, kemudian menjualnya kenasabah tersebut dengan penambahan keuntungan tetap. Sementara itu, nasabah akan mengembalikan utangnya dikemudian hari secara tunai maupun cicil. e. Bank Syariah Mandiri mengartikan murabahah adalah suatau perjanjian yang disepakati antara Bank Syariah dengan Nasabah,
24
dimana Bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank pada waktu yang ditetapkan. Bank Mandiri Syariah mengartikan pembiayaan murabahah sebagai pembiayaan yang berdasarkan akad jual beli antara bank dengan nasabah dengan kondisi bank membeli barang yang dibutuhkan dan menjualnya kepada nasabah sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan margin yang disepakati. Secara bahasa murabahah berasal dari kata Ar-Ribhu yang berarti (annamaa’) yang berarti tumbuh dan berkembang, atau murabahah juga berarti Al-Irbaah, karena salah satu dari dua orang yang bertransaksi memberikan keuntungan kepada yang lainnya (Ibnu Al-Mandzur., hal. 443). Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tembahan keuntungan yang disepakati. Dalam istilah teknis perbankan syari’ah, murabahah ini diartikan sebagai suatu perjanjian yang disepakati antara Bank Syariah dengan nasabah, dimana Bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank + margin keuntungan) pada waktu yang ditetapkan. Dalam murabahah, penjual harus memberitahu harga produk yang dia beli
25
dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Murabahah dapat dilakukan untuk pembelian dengan sistem pemesanan. 2. Landasan Syariah Murabahah merupakan suatu akad yang dibolehkan secara syar'i, serta didukung oleh mayoritas ulama dari kalangan Shahabat, Tabi'in serta Ulama-ulama dari berbagai mazhab dan aliran. Landasan hukum akad murabahah ini adalah : a. Al-Quran Ayat-ayat Al-Quran yang secara umum membolehkan jual beli, Allah menghalalkan
jual
beli
dan
mengharamkan
riba”
(QS.
Al-
Baqarah;275). b. Assunnah. c. Al-IjmaTransaksi ini sudah dipraktekkan di berbagai kurun dan tempat tanpa ada yang mengingkarinya, ini berarti para ulama menyetujuinya (Ash-Shawy, 1990., hal. 200). d. Kaidah Fiqih : “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” 3. Rukun dan Syarat. Rukun-rukun dalam murabahah. a. Ba’i
: Penjual (pihak yang memiliki barang)
b. Musyatir
: Pembeli (pihak yang akan membeli barang)
c. Mabi
: pembeli yang akan diperjual belikan
d. Tsaman
: Harga Barang
26
e. Ijab qabul
: Pernyataan Serah Terima
Sedangkan syaratnya adalah sebagai berikut : a. Penjual member tahu biaya kepada nasabah b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan c. Kontrak harus bebas dari riba d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat barang sesudah pembelian e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian. 4. Ketentuan Umum Murabahah a. Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syariah: 1) Bank dan Nasabah harus melakukan yang namanya bebas riba 2) Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syariah islam 3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. b. Ketentuan murabahah kepada Nasabah : 1) Nasabah mengajukan permohonan dan penjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada bank 2) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu asset yang dipesannya secara sah dengan pedagang
27
3) Dalam jual beli ini bank diperbolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. c. Penetapan Margin Keuntungan Menurut Adiwarman (2006), Bank Syariah menetapkan margin keuntungan
terhadap produk-produk yang berbasis natural
certainty contracts, yakin akad bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktu, seperti pembiayaan murabahah, ijarah, salam dan istishna. Menurut Adiwarman (2003), Bank Syariah Menetapkan nisbah bagi hasil terhadap produk-produk pembiayaan yang berbasis Natural Uncertainity Contracts (NUC), yaitu akad bisnis yang tidak memberi kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktu seperti mudharabah dan musyarakan. Penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan ditentukan dengan mempertimbangkan : a) Referensi tingkat margin keuntungan b) Praktikan tingkat keuntungan bisnis yang dibiayai Didalam metode perhitungan bagi hasil ada dua yang mendasarinya yaitu : a. Profit & Loss Sharing. Besarnya pendapatan yang akan dibagikan dikurangi biayabiaya yang terkait dengan pengelolaan dana terlebih dahulu. b. Revenue Sharing.
28
Tidak adanya pengurangan biaya, artinya seluruh pendapatan yang diperoleh atas pengelolahan dana dibagikan kepada pemiliki dana.
D. Dasar Hukum Pembiayaan Murabahah. Setiap pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah tentunya mempunyai suatui dasar yang kuat untuk dapat melaksanakan hal tersebut. pada umumnya dasar yang digunakan berasal dari surat-surat dalam kitab suci dan Fatwa MUI yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional. Dasar hukum pelaksanaan murabahah dalam sumber utama hukum islam adalah sebagai berikut : a. Qs.al-Baqarah (2):275 : “dan Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. b. HR.al-Baihaqi dan Ibnu Majah (Dari Abu SA’id al-Khudri bahwa Rasullulah SAW. Bersabda “ sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka” Pembiayaan murabahah telah diatur dalam fatwa Dewan syariah Nasional nomor 04/DSN-MUI/IV/2000. Dalam fatwa tersebut disebutkan ketentuan umum mengenai murabahah sebagai berikut : 1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. 2. Bank yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.
29
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian harus sah dan bebas riba 5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. 6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. 7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu yang telah ditentukan / disepakati. 8. Untuk mencegah terjadinya penyalah gunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. 9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secar prinsip, menjadi milik bank.
30
E. Rukun Pembiayaan Murabahah. Rukun dari akad murabahah yang harus dipenuhi dalam setiap transaksi ada beberapa yaitu : a) Penjualan (Ba’i) adalah pihak yang memiliki barang untuk dijual. b) Pembeli (musytari) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli barang. c) Objek akad yaitu mabi’ (barang dagangan) dan tsaman (harga). Harga dalam hal ini pun sudah harus jelas berapa jumlahnya. Harga inilah yang akan ditambahkan margin oleh bank syariah yang akan disepakati oleh nasabah. Bank Syariah berperan sebagai pembeli dari pihak penjual. Objek tersebut berkriteria : 1. Tidak diharamkan atau tidak dilarang. 2. Bermanfaat. 3. Penyerahannya dari penjual kepada pembeli dapat dilakukan. 4. Merupakan hak milik penuh pihak yang berakad. 5. Sesuai spesifikasinya antara yang diserahkan penjual dengan yang diterima pembeli. d) Shighah, yaitu ijab (serah) dan Qabul (terima), akad harus jelas dan disebutkan secara spesifik dengan siapa berakad, antara ijab dan qabul harus selaras baik spesifikasi barang maupun harga dari objek tersebut, tidak menggantungkan pada klausa yang baru akan terjadi pada hak atau kejadian yang akan datang.
31
F. Konsep Dasar Pembiayaan Murabahah. Kegiatan murabahah yang dilakukan antara pihak bank dan pihak nasabah memiliki beberapa konsep dasar yang harus dipahami satu sama lain yaitu : 1. Pembiayaan murabahah bukan pinjaman yang diberikan dengan bunga. Pembaiayaan murabahah adalah jual beli komoditas dengan harga tangguh yang termasuk margin keuntungan diatas biaya perolehan yang disetujui bersama. 2. Bank Islam akan memberikan kredit murabahah sebesar harga barang modal atau harga barang dagangan yang paling baik diajukan oleh penerima kredit Bank Islam akan membayarkan secara tunai langsung kepada pemasok yang ditunjuk atas nama penerima kredit. 3. Sebagai bentuk jual beli dan bukan pinjaman, pembiayaan murabahah harus memenuhi syarat-syarat yang diperlukan untuk jual beli yang sah. 4. Murabahah dapat digunakan nasabah ketika memerlukan dana untuk membeli suatu komoditas/barang. 5. Penerima kredit memilih sendiri barang apapun yang diperlukan, memilih pemasok yang dipercaya, tawar menawar untuk memperoleh harga yang paling baik dengan pemasok, kemudian mengajukan permohonan kredit murabahah sebesar harga barang yang diperlukan kepada Bank Islam.
32
G. Penentuan Harga Jual Murabahah yang Efisien. Bank syariah pada umumnya menggunakan murabahah sebagai model pembiayaan yang utama. Praktik pada bank syariah di Indonesia , portofolio di Indonesia, namun juga terjadi pada Bank-bank syariah lainnya, seperti di malaysia dan pakistan. Alasan untuk menjelaskan popularitas murabahah dalam operasional investasi perbankan syariah : 1. Murabahah
merupakan
mekanisme
investasi
jangka
pendek,
dibandingkan dengan sistem bagi hasil musyarakah dan mudharabah cukup memudahkan. 2. Mark up dalam murabahah dapat diterapkan sedemikian rupa hingga memastikan bahwa bank dapat memperoleh keuntungan yang sebanding dengan keuntungan bank-bank berbasis bunga yang menjadi saingan bank-bank syariah. 3. Murabahah menjauhkan ketidak pastian yang ada pada pendapatan dari bisnis-bisnis dengan sistem bagi hasil. 4. Murabahah
tidak
memungkinkan
bank-bank
syariah
untuk
mencampuri manajemen bisnis, karena bank bukanlah mitra nasabah tersebut, sebab hubungan mereka dalam murabahah adalah hubungan antara kreditur dan debitur. Dengan menetapkan margin keuntungan murabahah yang tinggi ini, secara tidak langsung bahkan akan dapat menyebabkan inflasi yang lebih besar dari pada yang disebabkan oleh suku bunga. Maka dari itu perlu adalnya formula
33
yang tepat, agar nilai penjualan dengan murabahah tidak mengacu pada sikap mengantisispasi kenaikan suku bunga selama pembayaran cicilan, karena mengaitkan margin keuntungan murabahah dengan bunga perbankan konvensioal, baik diatasnya maupun dibawahnya, tetaplah bukan cara yang baik. Sebaiknya, penetapan harga jual murabahah, dilakukan dengan cara Rasullah ketika berdagang. Dalam menentukan harga penjualan, rasul secara transparan menjelaskan berapa harga belinya, berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk setiap komoditas dan berapa keuntungan wajar yang diinginkan.
34
H. Penelitian Terdahulu. Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu No
1
Judul jurnal
Variabel
Metode
dan penelitian
penelitian
penelitian
Tania
(2006)
Independent
Analisis
fakto-
variabel
faktor
yang
mempengaruhi
dan
dependent
Hasil penelitian
Metode
Berdasarkan statistik
penelitian
dari ketiga faktor
kausal
tersebut hanya
variabel
volume pembiayaan
pendapatan margin
dan bagi hasil DPK
(studi kasus BNI
yang berpengaruh
syariah
pada pendapatan
cabang
melati)
murabahah secara signifikan sedangkan beban operasional tidak berpengaruh.
2
Rizky
(2005),
faktor
yang
Variabel Independent
Kausal dan
Hanya ada satu yang mempengaruhi
mempengaruhi
Variabel
pendapatan
pendapatan
Dependent
murabahah ialah
murabahah PT.Bank
pada Syariah
Mandiri, Tbk.
volume pembiayaan.
35
3.
Yanti
(2006),
faktor-faktor
yang
Independent Variabel
Kausal dan
Berdasarkan uji t, variabel beban
mempengaruhi
Dependent
operasional dan
pendapatan
Variabel
volume pembiayaan
murabahah
pada
tidak berpengaruh
PT.Bank Muamalat
secara signifikan. Uji
Indonesia
f beban operasional, volume pembiayaan, dan bagi hasil DPK, secara bersama-sama berpengaruh.
4
Adi Susilo (2006),
Bagi
Analisis bagi hasil
pernyataan
dilakukan pada Bank
mudharabah Dalam
standar akuntansi
BNI Syariah telah
Bank
keuangan no.105
mengacu pada PSAK
Syariah
Hasil
dan
Deskriptif
berdasarkan PSAK NO.105
Penerapan bagi hasil
No.105.
Study
kasus pada Bank Negara Indonesia 5
Siti Suryani (2008),
Murabahah
Analisis
Bagi Hasil
Pembiayaan mudharabah
dan
sistem bagi hasil pada Muamalat Indonesia
PT.Bank
dan
Metode
Metode bagi hasil
Penelitian
yang digunakan
Deskriptif
dalam pembiayaan mudharabah adalah revenue sharing.
36
I. Kerangka Berfikir. Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri merupakan bank yang berasaskan pada kesepakatan dan mengharamkan yang namanya riba. Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri menggunakan sistem murabahah, dan didalam menentukan margin murabahah ada hal yang perlu diperhatikan yaitu :
Beban operasional
Total pembiayaan
Bank Mandiri Syariah Margin Murabahah
Bagi Hasil DPK
Bank Muamalat Indonesia
Beban operasional merupakan beban-beban yang terjadi pada saat suatu operasional sedang berlangsung sehingga dapat mempengaruhi margin murabahah pada ke 2 bank tersebut. Total pembiayaan merupakan tingkat keuntungan dari seluruh pembiayaan yang diberikan atau dikeluarkan maka dari itu volume pembiayaan dapat mempengaruhi margin murabahah pada ke 2 bank tersebut. Begitu juga dengan bagi hasil DPK merupakan nilai distribusi bagi hasil pemilik dana pihak ketiga maka dapat dikatakan bagi hasil juga dapat mempengaruhi margin murabahah pada ke 2 bank tersebut.