BAB II KETENTUAN MENGENAI PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PERBANKAN SYARIAH BERDASARKAN PERATURAN BANK INDONESIA NO. 11/33/PBI/2009
A. Latar Belakang Lahirnya GCG pada Perbankan Syariah Istilah Good Corporate Gonernance pada awalnya muncul sekitar tahun 1970-an di Amerika Serikat. Istilah ini muncul setelah terjadi beberapa skandal korporasi dan praktek korupsi yang dilakukan dalam suatu perusahaan. Pada awalnya, GCG lahir karena adanya dorongan tuntutan eksternal agar perusahaan tidak melakukan suatu kebohongan publik. Tekanan ini semakin memuncak saat terkuaknya kasus skandal beberapa perusahaan Amerika Serikat seperti Enron Corp. dan Worldcom yang mendorong lahirnya GCG sebagai cara untuk penyehatan perusahaan. 29 Praktik manipulasi data keuangan yang banyak dilakukan perusahaan di Amerika Serikat tersebut jelas merugikan publik dan dianggap sebagai tindakan illegal sehingga lahirlah aturan hukum yang dikenal dengan Sarbanes Oxley Act (SOX). SOX lahir ditujukan untuk mengambil alih fungsi pengawasan atas auditor yang selama ini dilakukan oleh American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). 30 SOX didesain untuk mencegah adanya praktek illegal sejenis yang dilakukan internal perusahaan yang dapat merugikan publik.
29
Anto, “ Model Good Corporate Governance”, , diakses tangal 23 September 2010 30 Business week, No.33/1/20 januari/2003, hal 44 dikutip dari Prof. Bismar Nasution, “Diktat Hukum Pasar Modal”, (Medan:Fakultas Hukum USU,2010), hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
Penerapan prinsip-prinsip GCG juga dirasakan sangat penting dalam industri perbankan. Bank sebagai jantung dan motor penggerak perekonomian suatu negara harus menerapkan prinsip GCG. William A. Lovette mengatakan, “Bank and financial institution collect money and deposit from all elements of society and invest these fund in loans, securities and various other production assets”. 31 Pentingnya peran dan fungsi bank itu diketahui dari beberapa aspek bisnis yang dianggap paling menarik karena bisnis tersebut dimulai dan didanai oleh masyarakat. Oleh karena itu, dalam menjalankan fungsi utama bank, yaitu untuk memobilisasi dana masyarakat dan menyalurkan dana tersebut dalam bentuk kredit kepada penggunanya atau investasi yang efektif dan efisien, mka perlu didukung dengan peraturan yang cukup yang tidak terpisahkan dari prinsipprinsip GCG. 32 GCG yang efektif pada bank dan nasabah pengguna dana adalah salah satu pilar penting yang harus diciptakan untuk mengganti kondisi sosial ekonomi yang lama. Namun GCG tidak hanya penting diberlakukan pada bank konvensional, tetapi juga pada bank syariah. Tanpa adanya penerapan GCG yang efektif, bank syariah akan sulit untuk bisa memperkuat posisi, memperluas jaringan, dan menunjukkan kinerjanya dengan lebih efektif. Kebutuhan bank syariah akan GCG menjadi lebih serius seiring dengan makin kompleksnya masalah yang dihadapi,
31
William A. Lovette, Banking and Financial Institution Law, (USA ; West Publishing, Co, 1997), hal. 1 dikutip dari Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, (Bandung ; Books Terrace & Library, 2007), hal. 152. 32 Ibid, hal. 153.
Universitas Sumatera Utara
dimana permasalahan ini akan mengikis kemampuan bank syariah dalam menghadapi tantangan dalam jangka panjang. 33 Beberapa peraturan yang telah dikeluarkan berkaitan dengan penerapan GCG antara lain adalah PBI No. 2/27/PBI/2000 tanggal 15 Desember 2000 tentang Bank Umum, yang mana di dalamnya diatur kriteria yang wajib dipenuhi calon anggota direksi dan komisaris bank umum, serta batasan transaksi yang diperbolehkan atau dilarang dilakukan oleh pengurus bank. 34 Kemudian dikeluarkanlah PBI No. 5/8/PBI/2003 tentang penerapan manajemen resiko bagi Bank Umum, yang selanjutnya ditinjaklanjuti dengan diterbitkannya SE No. 5/21/DPNP tanggal 29 September 2003. 35 Sekarang sudah dikeluarkan PBI yang lebih spesifik menekankan perlunya penerapan GCG pada perbankan, yaitu PBI No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum. PBI ini juga berlaku bagi bank syariah yang artinya perbankan syariah juga diwajibkan menerapkan prinsip GCG dalam pengoperasian kegiatannya. Namun sejak tahun 2010, PBI No. 8/4/PBI/2006 sudah tidak berlaku lagi bagi bank syariah. Sebagai gantinya, telah dikeluarkan PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksaan GCG bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Latar belakang dikeluarkannya PBI ini adalah bahwa pelaksaan GCG di dalam industri perbankan syariah harus memenuhi prinsip
33
M. Umer Chapra & Habib Ahmed, “Corporate Governance Lembaga Keuangan Syariah”, (Jakarta : Bumi Aksara, cetakan pertama, 2008), hal. 13-14. 34 Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Op. cit., hal. 117. 35 Ibid., hal. 118.
Universitas Sumatera Utara
syariah. Hal inilah yang membedakan GCG antara bank konvensional dengan bank syariah. 36 Pelaksanaan GCG yang memenuhi prinsip syariah yang dimaksudkan dalam PBI ini tercermin dengan adanya pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah dalam pengelolaan kegiatan perbankan syariah. Selain itu, pelaksanaan GCG yang diatur dalam PBI ini juga merupakan amanah dari Pasal 34 Undang-Undang No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang mewajibkan perbankan syariah untuk melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip GCG karena ketidaksesuaian tata kelola bank dengan prinsip syariah akan berpotensi menimbulkan berbagai resiko terutama resiko reputasi bagi perbankan syariah. 37
B. Defenisi dan Prinsip Dasar GCG pada Perbankan Syariah Istilah GCG telah dikenal secara luas sejak dua dekade terakhir ini, tetapi cabang-cabang dari GCG belum sepenuhnya dapat didefenisikan dengan jelas meskipun sejumlah literatur telah membahas masalah ini. Komite Cadbury mendefinisikan corporate governance sebagai sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada
36
BI Keluarkan Aturan Tata Kelola Bank Syariah, , diakses tanggal 20 September 2010. 37 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya. 38 Sedangkan OECD mendefinisikan GCG sebagai sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board, pemegang saham dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Corporate governance juga mensyaratkan adanya struktur perangkan untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja. Corporate governance yang baik dapat memberikan rangsangan bagi board dan manajemen untuk mencapai tujuan yang merupakan kepentingan perusahaan dan pemegang saham harus memfasilitasi pengawasan yang efektif sehingga mendorong perusahaan menggunakan sumber daya dengan lebih efisien. 39 Menurut Price Waterhouse, corporate governance terkait dengan pengambilan keputusan yang efektif. Dibangun melalui kultur organisasi, nilainilai, sistem, berbagai proses, kebijakan-kebijakan dan struktur organisasi, yang bertujuan unruk mencapai bisnis yang menguntungkan, efisien dan efektif dalam mengelola resiko dan bertanggung jawab dengan memperhatikan stakeholders. 40 Organization A Economic Cooperation and Development mendefinisikan corporate governance sebagai sekumpulan hubungan antara pihak manajemen 38
Komite Cadbury (1992). The Business Roundtable, Statemen on Corporate Governance (Washington DC., 1997), hal. 1 dalam Mishardi Wilamarta, “ Hak Pemegang Saham Minoritas dalam Rangka Good Corporate Governance”, ( Jakarta : Program Pascasarjana, FH UI, cetakan kedua, 2002), hal. 40 dikutip dari Indra Surya & Ivan Yustiavandana, Op.cit. , hal 24-25. 39 Iman Sjahputra Tunggal & Amin Widjaja Tunggal, “ Membangun Good Corporate Governance (GCG)”, (Jakarta : Harvarindo, cetakan pertama, 2002), hal.2 dikutip dari Indra Surya & Ivan Yustiavandana, Op. cit., hal. 25. 40 Price Waterhouse Coopers, Conceptual Model of Corporate Governance Defenition,” (Makalah disampaikan pada BPPN Workshop for Recapitalised, Jakarta, 27 September 2000) dalam Misahardi Wilamarta “ Hak Pemegang Saham Minoritas dalam Rangka Good Corporate Governance”, ( Jakarta : Program Pascasarjana, FH UI, cetakan kedua, 2002), hal. 37 dikutip dari Indra Surya & Ivan Yustiavandana, Op.cit. , hal 26.
Universitas Sumatera Utara
perusahaan, board dan pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap perusahaan. 41 Sedangkan Earnst & Young mendefinisikan corporate governance terdiri atas sekumpulan mekanisme yang saling berkaitan yang terdiri dari atas pemegang saham institusional, dewan direksi dan komisaris, para manajer yang dibayar berdasarkan kinerjanya, pasar sebagai pengendali perseroan, struktur keuangan, investor terkait dan persaingan produk. 42 Sedangkan PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah menyebutkan GCG adalah suatu tata kelola bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), profesional (professional) dan kewajaran (fairness). 43 Namun PBI ini menekankan bahwa pelaksanaan GCG pada perbankan syariah harus memenuhi ketentuan prinsip syariah (yang telah ditentukan dalam hukum Islam) yang merupakan ketentuan dasar dalam pengelolaan perbankan yang berbasis syariah. Prinsip dasar pelaksanaan GCG yang diatur dalam PBI dapat dijabarkan sebagai berikut : 44 1. Prinsip keterbukaan Prinsip ini maksudnya keterbukaan dalam mengemukakan fakta yang materil dan relevan mengenai produk perbankan syariah dan kondisi perbankan itu sendiri serta terbuka dalam proses mengambil keputusan. Jadi pihak pengelola 41
Forum for Corporate Governance Indonesia, dikutip dari Johannes Ibrahim, “ Hukum Organisasi Perusahaan: Pola Kemitraan dan Badan Hukum” (Bandung:Ferika Aditama, 2006), hal. 70. 42 Hessel Nogi S. Tangkilisan, “Mengelola Kredit Berbasis GCG”, (Yogyakarta:Balairung, 2003), hal. 12 dikutip dari Dr. Johannes Ibrahim Op. cit., hal. 69-70. 43 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, Op. cit., Pasal 1 angka 10. 44 PBI No. 11/33/PBI/2009, Pasal 1 angka (10).
Universitas Sumatera Utara
perbankan syariah harus bersikap transparan dengan nasabah melalui jalinan komunikasi yang baik dan berkesinambungan. Di samping itu, para pengelola perbankan syariah harus meletakkan tanggung jawab yang sebesar-besarnya terhadap keselamatan dana yang telah dipercayakan nasabah kepada mereka. Dengan kata lain The corporate governance framework harus memastikan bahwa pengungkapan yang akurat dan tepat waktu memuat seluruh hal yang material atas perusahaan, termasuk kondisi keuangan, kinerja, kepemilikan dan tata kelola atas perusahaan. 45 2. Prinsip akuntabilitas Praktek operasional perbankan syariah harus benar-benar dijalankan sesuai prinsip syariah. Dalam hal ini terdapat peran penting Dewan Pengawas Syariah dalam mengawasi operasional perbankan syariah agar tetap berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Dengan semakin meluasnya jaringan perbankan syariah, maka DPS harus lebih meningkatkan perannya secara efektif. Selain itu, para praktisi perbankan syariah wajib mengikuti pengkajian atau training ekonomi syariah secara berkelanjutan. 46 Karena saat ini masih banyak praktisi bank syariah belum memahami ekonomi syariah dan fiqih muamalah ekonomi. Banyak petinggi perbankan syariah tampaknya tidak begitu peduli akan realitas minimnya pengetahuan kesyariahan para karyawan bank syariah. 47
45
Ari Wibowo, “Membangun Perbankan Syariah Menuju Good Corporate Governance”. , diakses tanggal 23 september 2010. 46 Ibid. 47 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Praktek penerapan prinsip ini bisa dilihat dengan adanya; 48 a. Pelaksanaan RUPS, penilaian kinerja secara periodik b. Memasukkan implementasi GCG di tiap unit kerja sebagai bagian dari strategi fungsional dalam RKAP tahunan c. Penerapan annual disclosure jajaran perusahaan d. Pembuatan
pernyataan
dan
komitmen
unit
kerja
untuk
mengimplementasikan GCG 3. Prinsip pertanggungjawaban Prinsip ini lebih menekankan pada kesesuaian pengelolaan bank terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku demi terciptanya sistem pengelolaan perbankan yang sehat. 49 Prinsip ini juga mengandung arti untuk lebih memperhatikan kepentingan stakeholders perbankan dengan tujuan unutk meningkatkan nilai tambah dari produk dan jasa bagi stakeholders tersebut. Prinsip pertanggungjawaban dari GCG ini membawa konsekuensi lebih lanjut tentang pentingnya Corporate Social Responsibility pelaku perbankan tentang peran serta perbankan dalam mewujudkan tanggung jawab sosialnya terhadap lingkungan disekitarnya. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan untuk tumbuh secara berkelanjutan, tetapi juga harus memperhatikan keadaan lingkungan di sekitarnya. Kasus pemboikotan warga terhadap produk barang dan jasa, perlawanan terhadap perusahaan atau
48
Luqman H2O under, “Penerapan System Syariah Terhadap GLC’s pada Sektor Perbankan, , diakses tanggal 26 September 2010. 49 Khotibul Umam, Karina Dwi Nugrahati P dan Sekar Ayu, “ Implementasi GCG : Upaya Meningkatkan Keparcayaan Pada Bank Syariah”, , diakses terakhir tanggal 20 September 2010.
Universitas Sumatera Utara
pengrusakan citra merek tertentu merupakan harga yang harus dibayar ketika suatu perusahaan dipermasalahkan oleh warga sekitar lingkungannya. 50 Selain itu prinsip pertanggungjawaban juga dilakukan untuk memenuhi agar perbankan syariah dapan menjaga kelangsungan usahanya maka bank harus berpegang pada prinsip kehati-hatian (prudencial banking practice) dan menjamin terlaksananya ketentuan yang berlaku. 51 Penerapan prinsip responsibilitas dapat dilakukan dengan cara;
52
a. Membuat berbagai pedoman kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk dilaksanakan b. Membentuk unit pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah secara profesional yang terpisah dengan pemberdayaan ekonomi mikro dan koperasi c. Pengelolaan pajak dan produk layanan masyarakat Jadi pengelolaan operasional perbankan syariah hendaknya dapat dipertanggungjawabkan terhadap stekeholders perbankan itu sendiri. Dengan adanya penerapan prinsip ini secara baik maka hal ini akan menjadi nilai tambah bagi perbankan syariah dalam mengembangkan usahanya di masa mendatang. 4. Prinsip profesional Prinsip ini menekankan agar pengelolaan perbankan syariah sebaiknya dikelola secara profesional ataupun tanpa adnya tekanan atau pengaruh dari pihak lain sehingga conflict of interest dapat dihindari sejauh mungkin.
50
Ari Wibowo, “Membangun Perbankan Syariah Menuju Good Corporate Governance”. , diakses tanggal 23 september 2010. 51 Ibid. 52 Luqman H2O under, “Penerapan System Syariah Terhadap GLC’s pada Sektor Perbankan, , diakses tanggal 26 September 2010.
Universitas Sumatera Utara
Jadi sikap seluruh jajaran bank sebagai entitas ekonomi yang mandiri, bebas dari kepentingan sepihak terutama yang berpotensi merugikan stakeholders dan mampu mengambil keputusan secara obkektif. Penerapan prinsip independensi dapat dilakukan dengan cara : 53 a. Penunjukan komisaris independen dan komite audit b. Pengambilan keputusan manajemen yang objektif c. Penerapan sistem pengendalian intern yang sehat d. Penerapan fungsi manajemen resiko 5. Prinsip kewajaran Prinsip ini identik dengan adanya keadilan dan kesetaraan sehingga bank harus senantiasa memperhatikan seluruh kepentingan stakeholders berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran (equal treatment).
54
Bank harus memberikan
kesempatan kepada seluruh stakeholders untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan bank serta mempunyai akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan. Menurut Muhammad Syafi’i Antonio, keadilan dalam hukum islam memiliki 3 implikasi, yaitu: 55 a. Keadilan sosial Islam menganggap menganggap seluruh umat manusia sebagai suatu keluarga sehingga semua keluarga ini memiliki derajat yang sama di mata Allah. 53
Ibid. Khotibul Umam, Karina Dwi Nugrahati P dan Sekar Ayu, “ Implementasi GCG : Upaya Meningkatkan Keparcayaan Pada Bank Syariah”, , diakses terakhir tanggal 20 September 2010. 55 Ibid. 54
Universitas Sumatera Utara
b. Keadilan ekonomi Adanya keadilan ekonomi akan berdampak pada terpenuhinya hak individu sesuai kontribusinya masing-masing dalam masyarakat. c. Keadilan distribusi pendapatan Adanya keadilan distribusi pendapatan maka standar kehidupan setiap individu lebih terjamin. Sisi manusiawi dan kehormatan individu akan lebih terjaga sesuai dengan martabat yang telah melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan. Prinsip keadilan yang telah tampak jelas diterapkan dalam pengelolaan perbankan syariah adalah dengan tidak adanya diterapkan sistem bunga, tetapi ada penerapan bagi hasil (profit sharing) karena penerapan bunga (riba) dianggap bertentangan dengan hukum Islam. Dengan adanya sistem bagi hasil, pihak perbankan syariah sebagai pemberi modal dengan nasabah atau penerima modal akan menanggung bersama resiko laba ataupun rugi sehingga terjadi proses penyebaran modal yang berdampak pada penyebaran kesempatan berusaha.
C. Tujuan dan Manfaat Penerapan GCG pada Perbankan Syariah Menurut Mr. Wolfensohn, Presiden Bank Dunia, telah menyimpulkan bahwa tujuan dari GCG adalah untuk mewujudkan keadilan, transparansi dan akuntabilitas. 56 Jadi dapat dikatakan bahwa tujuan GCG adalah mewujudkan keadilan bagi seluruh stakeholders melalui penciptaan transparansi dan 56
Financial Times, 21 Juni 1999, diambil dari The Encyclopedia of Corporate Governance dalam artikel yang berjudul “What Corporate Governance” (www.encycogov.com), 11 Juli 2001, hal. 1 dikutip dari M. Umer Chapra & Habib Ahmed, Op. cit., hal. 18.
Universitas Sumatera Utara
akuntabilitas yang lebih besar. Keadilan bagi stakeholders juga bisa diindikasikan dengan peningkatan nilai yang wajar atas penyertaan mereka. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) berpendapat bahwa penerapan prinsip-prinsip dasar GCG dapat memberikan manfaat sebagai berikut; 57 1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders 2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value 3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia 4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan deviden, khusus bagi BUMN akan dapat membantu penerimaan bagi APBN terutama dari hasil privatisasi. Jadi inti persoalan dari peran GCG adalah menciptakan keseimbangan dari seluruh stakeholders melalui pemisahan aturan formal maupun non-formal, standar dan batasan dibuat untuk mengarahkan dan mengontrol bank agar melindungi kepentingan semua pihak dengan dengan biaya sekecil mungkin.
57
Forum for Corporate Governance in Indonesia, dikutip dari Johannes Ibrahim, Op. cit.,
hal. 74-75.
Universitas Sumatera Utara
Masalah biaya ini sangat penting karena jika biayanya tinggi maka akan menyebabkan kepentingan seluruh stakeholders menjadi tidak aman. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk melindungi kepentingan stakeholders, antara lain dengan penerapan disiplin pasar dan nilai-nilai sosial dan masyarakat, peraturan dan pengawasan yang efektif, integritas sistem peradilan, struktur kepemilikan yang baik, dan iktikad baik secara politik untuk berjalannya fungsi GCG secara efektif. 58 Pada dasarnya tujuan penerapan GCG pada perbankan syariah diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi stakeholders melalui beberapa tujuan berikut: 59 a) Meningkatkan efisiensi, efektifitas dan kesinambungan suatu organisasi yang memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang saham, stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi tantangan perbankan syariah ke depan b) Meningkatkan legitimasi perbankan syariah yang dikelola dengan terbuka, adil dan dapat dipertanggungjawabkan c) Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban stakeholders d) Pendekatan
yang
terpadu
berdasarkan
kaidah-kaidah
demokrasi,
pengelolaan, partisipasi perbankan syariah secara legitimate
58
Paper La Porta, Lopez-de-salinas, Schleifer dan Vishny (LLSV), 1999; dan studi internasional cross-sectional oleh LLSV, 1998;LLS, 1999; Pistor, 1999; Claessen, Djankov dan Lang, 1999; Bench dan Roell, 1999, dikutip dari M. Umer Chapra & Habib Ahmed, Op. cit., hal.26. 59 Endri, “Penerapan Good Corporate Governance dalam Perbankan Syariah”,, diakses tanggal 20 September 2010.
Universitas Sumatera Utara
e) Meminimalkan agency cost dengan mengendalikan konflik kepentingan yang mungkin timbul antara pihak principal dengan agen f) Meminimalkan biaya modal dengan memberikan sinyal positif untuk para penyedia modal g) Meningkatkan nilai perusahaan yang dihasilkan dari biaya modal yang lebih rendah, meningkatkan kinerja keuangan dan persepsi yang lebih baik dari para stakeholders atas kinerja perusahaan di masa depan. Tujuan GCG diatas menunjukkan isyarat betapa pentingnya hubungan yang baik antara stakeholders yang mempunyai kepentingan dengan industri perbankan sehingga diperlukan tata kelola perusahaan yang baik. GCG dapat dimaknakan sebagai rangkaian mekanisme dengan apa suatu perusahaan publik diarahkan dan dikendalikan sesuai dengan harapan para stakeholders. Mekanisme tersebut merefleksikan suatu struktur pengelolaan perusahaan dan menetapkan distribusi hak dan tanggung jawab diantara berbagai partisipan di dalam perusahaan. Berdasarkan beberapa tujuan di atas, penerapan GCG pada Perbankan syariah diharapkan dapat memberikan manfaat: 60 1) Semakin meningkatnya kepercayaan publik terhadap bank syariah 2) Pertumbuhan industri jasa keuangan syariah dan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan akan senantiasa terpelihara
60
Endri, “Penerapan Good Corporate Governance dalam Syariah”,, diakses tanggal 20 September 2010.
Perbankan
Universitas Sumatera Utara
3) Keberhasilan industri jasa keuangan syariah dalam menerapkan GCG akan menempatkan lembaga keuangan syariah pada level of playing field yang sejajar dengan lembaga keuangan internasional lainnya. Tanpa adanya penerapan GCG yang efektif, bank syariah akan sulit untuk bisa memperkuat posisi, memperluas jaringan dan menunjukkan kinerjanya dengan lebih efektif. Kebutuhan bank syariah akan GCG menjadi lebih serius seiring dengan makin kompleksnya masalah yang dihadapi, dimana permasalahan ini akan mengikis kemampuan bank dalam menghadapi tantangan jangka panjang. Dengan demikian, adalah suatu keharusan bagi perbankan syariah untuk memkai semua ukuran yang dapat membantu meningkatkan perannya.
D. Ruang Lingkup Penerapan GCG pada Perbankan Syariah Ruang lingkup penerapan GCG pada perbankan syariah, khususnya Bank Umum Syariah adalah: 61 1. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi 2. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas dan komite-komite dan fungsi yang menjalankan pengendalian intern Bank Umum Syariah 3. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah (DPS) 4. Penerapan fungsi kepatuhan, audit intern dan audit ekstern 5. Batas maksimum penyaluran dana 6. Transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan Bank Umum Syariah Pengaturan GCG pada perbankan syariah dapat dijabarkan sebagai berikut;
61
PBI No. 11/33/PBI/2009, Pasal 2 ayat (2).
Universitas Sumatera Utara
a. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi 1) Dewan komisaris Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta member nasehat kepada direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 62 Ketentuan mengenai jumlah anggota dan kriteria untuk menjadi seorang dewan komisaris tunduk pada peraturan Bank Indonesia. 63 Pengangkatan dan penggantian dewan komisaris dalam RUPS harus memperhatikan rekomendasi komite remunerasi dan nominasi. Jika di dalam komite tersebut terdapat conflict of interest dengan rekomendasi tersebut maka dalam usulan tersebut harus diungkap dalam
RUPS. Mantan anggota direksi bank tidak dapat menjadi
komisaris independen pada bank yang bersangkutan sebelum menjalani masa tunggu (cooling off) minimal selama 6 bulan kecuali direksi bank yang menjalani fungsi pengawasan. 64 Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan pemegang saham pengendali, anggota dewan komisaris dan/atau anggota direksi. Komiaris independen juga tidak boleh memiliki hubungan keuangan dan/atau hubungan kepemilikan saham dengan bank sehingga dapat mendukung kemampuannya untuk bersikap independen.
62
Ibid., Pasal 1 angka (6). Ibid., Pasal 4. 64 Ibid., Pasal 5 ayat (1). 63
Universitas Sumatera Utara
Tugas dewan komisaris adalah ; 65 a) Melaksanakan tugas sesuai GCG b) Mengawasi pelaksanaan GCG pada tiap kegiatan operasional bank c) Mengawasi pelaksanaan tugas dan memberi nasehat kepada direksi, tapi dilarang ikut mengambil keputusan kegiatan operasional bank d) Memastikan direksi follow up temuan audit atau rekomendasi Bank Indonesia, auditor intern/ekstern maupun DPS e) Melapor kepada Bank Indonesia dalam waktu 7 hari kerja jika menemukan pelanggaran terhadap undang-undang perbankan atau jika ada kondisi yang membahayakan bank f) Demi efektifitas tugas, dewan komisaris membentuk komite pemantau resiko, komite remunerasi dan nominasi serta komite audit g) Komisaris harus membentuk pedoman tata tertib kerja komite tersebut diatas dan selalu meng-up date-nya h) Komisaris wajib menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya i) Komisaris wajib membuat pedoman dan tata tertib kerja dewan komisaris minimal tentang waktu kerja dan pengaturan rapat minimal dua bulan sekali j) Membuat laporan pelaksanaan GCG kepada Bank Indonesia Dewan Komisaris dilarang memanfaatkan bank untuk kepentingan pribadi, keluarga atau pihak lain yang dapat mengurangi aset bank. Komisaris juga
65
Ibid., Pasal 7, 8, 9, dan 10.
Universitas Sumatera Utara
dilarang mendapat keuntungan pribadi dari bank selain dari fasilitas yang ditetapkan dalam RUPS. 66 2) Direksi Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam dan di luar pengadilansesuai dengan ketentuan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.67 Ketentuan mengenai jumlah anggota dan kriteria untuk menjadi seorang direksi tunduk pada peraturan Bank Indonesia. Pengangkatan dan penggantian direksi dalam RUPS haruslah memperhatikan rekomendasi dari komite remunerasi dan nominasi. 68 Tugas dan tanggung jawab direksi ; 69 a) Bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan pengelolaan bank berdasarkan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah serta sesuai dengan anggaran dasar dan undang-undang b) Melaksanakan GCG dalam setiap kegiatan operasional bank c) Follow up temuan audit atas rekomendasi Bank Indonesia, auditor intern/ekstern dan DPS d) Mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada pemegang saham
66
Ibid., Pasal 17. Ibid., Pasal 1 angka (7). 68 Ibid., Pasal 18. 69 Ibid., Pasal 20, 21, 22, 24, 25, 28, 29 dan 30. 67
Universitas Sumatera Utara
e) Mengungkapkan kepada pegawai kebijakan yang bersifat strategis di bidang kepegawaian f) Menyediakan data dan informasi yang akurat, relevan dan tepat waktu kepada dewan komisaris dan DPS g) Tiap anggota direksi harus punya kejelasan tugas dan tanggung jawab sesuai bidangnya h) Direksi wajib memiliki pedoman dan tata tertib yang mengikat yang mengatur mengenai waktu kerja dan pengaturan rapat i) Keputusan direksi mengikat dan menjadi tanggung jawab seluruh direksi Anggota direksi dilarang memberikan kuasa umum kepada pihak lain yang mengakibatkan pengalihan tugas dan fungsi direksi. 70 Selain itu direksi dilarang untuk mendapat keuntungan pribadi maupun memanfaatkan bank untuk kepentingan pribadi, keluarga atau pihak lain yang dapat mengurangi asset bank selain dari fasilitas yang bisa ia dapatkan sesuai yang ditetapkan dalam RUPS. 71 b. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan fungsi yang menjalankan pengendalian intern bank 1) Komite Pemantau Resiko Keanggotaan komite pemantau resiko minimal diisi oleh seorang komisaris independen, seorang pihak independen yang memiliki keahlian di bidang perbankan syariah dan seorang pihak independen yang memiliki keahlian di bidang manajemen resiko. Komite pemantau resiko diketuai oleh seorang
70 71
Ibid., Pasal 26. Ibid., Pasal 33.
Universitas Sumatera Utara
komisaris independen. Komite pemantau resiko harus mempunyai integritas dan reputasi keuangan yang baik. Direksi dilarang menjadi anggota komite ini. 72 Tugas komite pemantau resiko adalah ; 73 a) Mengevaluasi kebijakan manajemen resiko b) Mengevaluasi kesesuaian antara kebijakan manajemen resiko dengan praktek pelaksanaan kebijakan tersebut c) Mengevaluasi pelaksanan tugas komite manajemen resiko dan satuan kerja manajemen resiko. 2) Komite Remunerasi dan Nominasi Keanggotaan komite ini minimal diisi oleh dua orang komisaris independen, seorang pejabat eksekutif yang membawahi bidang sumber daya manusia dan diketuai oleh seorang komisaris independen. Direksi juga tidak boleh menjadi anggota komite ini. 74 Tugas komite remunerasi dan nominasi terkait remunerasi ; 75 a) Mengevaluasi kebijakan remunerasi b) Mengevaluasi terhadap kebijakan remunerasi dengan praktek pelaksanan kebijakan tersebut c) Memberikan rekomendasi terhadap dewan komisaris mengenai kebijakan remunerasi bagi dewan komisaris, direksi, DPS, pejabat eksekutif dan pegawai secara keseluruhan dengan memperhatikan kinerja keuangan,
72
Ibid., Pasal 34. Ibid., Pasal 39. 74 Ibid., Pasal 35. 75 Ibid., Pasal 40 huruf a. 73
Universitas Sumatera Utara
kewajaran per grup dan pertimbangan sasaran dan strategi jangka panjang bank Tugas komite remunerasi dan nominasi terkait nominasi ; 76 a) Memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris mengenai sistem serta prosedur pemilihan/penggantian dewan komisaris, direksi dan DPS b) Memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris mengenai calon anggota dewan komisaris, direksi dan DPS c) Memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris mengenai calon pihak independen yang akan menjadi anggota komite pemantau resiko dan komite audit 3) Komite audit Keanggotaan komite audit minimal diisi oleh seorang komisaris independen, seorang pihak independen yang memiliki keahlian di bidang akuntansi keuangan yang mempunyai dan seorang pihak independen yang memiliki keahlian di bidang perbankan syariah. 77 Tugas komite audit ;78 a) Mengevaluasi pelaksanan audit intern dalam rangka menilai kecukupan pengendalian intern termasuk kecukupan proses pelaporan keuangan b) Melakukan koordinasi dengan kantor akuntan publik dalam rangka efektifitas pelaksanaan audit ekstern c) Memberikan rekomendasi mengenai penunjukan akuntan publik dan kantor akuntan publik kepada Dewan komisaris 76
Ibid., Pasal 40 huruf b. Ibid., Pasal 36. 78 Ibid., Pasal 42. 77
Universitas Sumatera Utara
c. Pelaksaan tugas dan tanggung jawab DPS Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang bertugas memberikan nasehat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah. 79 Ketentuan mengenai jumlah anggota dan kriteria untuk menjadi anggota DPS tunduk pada peraturan Bank Indonesia. Anggota DPS diangkat melalui RUPS. 80 Tugas anggota DPS adalah : 81 1) Melaksanakan tugasnya sesuai dengan prinsip-prinsip GCG 2) Memberi nasehat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah, diantaranya ; a) Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank b) Mengawasi proses pengembangan produk baru agar sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional dan MUI c) Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional dan MUI untuk produk baru bank yang belum ada fatwanya d) Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank e) Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya
79
Ibid., Pasal 1 angka (12). Ibid., Pasal 44. 81 Ibid., Pasal 46, 47 dan 48. 80
Universitas Sumatera Utara
3) Wajib menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara optimal Anggota DPS dilarang untuk mendapat keuntungan pribadi maupun memanfaatkan bank untuk kepentingan pribadi, keluarga atau pihak lain yang dapat mengurangi asset bank selain dari fasilitas yang bisa ia dapatkan sesuai yang ditetapkan dalam RUPS. Selain itu anggota DPS juga dilarang menjadi DPS di seluruh perbankan syariah. 82 d. Pelaksanan fungsi kepatuhan, audit intern dan audit ekstern 1) Pelaksanaan fungsi kepatuhan syariah Sesuai dengan PBI No. 11/33/PBI/2009 tanggal 29 Januari 2009 tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, bank harus membentuk satuan kerja kepatuhan yang bersifat independen yang mengetahui operasional perbankan syariah. Dalam hal ini, bank syariah juga harus memiliki 1 (satu) orang direktur yang bertugas untuk memastikan kepatuhan terhadap PBI dan peraturan perundang-undanagan lainnya. Untuk menciptakan fungsi kepatuhan yang efektif dan mengurangi resiko yang timbul dari setiap transakasi perbankan yang berhubungan dengan nasabah, bank dapat melakukan penerapan kepatuhan ; 83 a) Pengawasan kepatuhan yaitu memastikan setiap operasional telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku b) Sistem kepatuhan dilakukan dengan melaksanakan rencana kerja dan anggaran divisi tahunan, pengujian kepatuhan, pemberian opini dan 82
Ibid., Pasal 51. GCG Bank Syariah Mandiri, , diakses tanggal 18 Agustus 2010. 83
Universitas Sumatera Utara
catatan kepatuhan, kebijakan pedoman kepatuhan dan sistem informasi kepatuhan c) Monitoring dan Supporting yaitu membuat laporan rutin kinerja pengawasan kparuhan, memantau realisasi kepatuhan Secara berkala direktur kepatuhan wajib
menyampaikan laporan
pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya terkait dengan pelaksanaan fungsi kepatuhan kepada direktur utama dan Dewan komisaris. 2) Penerapan fungsi audit intern Satuan kerja audit intern merupakan unit kerja yang independen yang bertanggung jawab secara langsung kepada direktur utama. Sebagai pedoman kerja biasanya bank harus memiliki ; 84 a) Audit charter b) Pedoman standar sistem pengendalian intern c) Panduan audit intern untuk aktivitas dan operasional bank misalnya, pedoman audit pendapatan, pedoman audit biaya dan lain-lain. Dalam pelaksnaan tugasnya, satuan kerja audit intern secara berkala menyusun program kerja audit tahunan dan menyampaikan hasil laporan audit kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 3) Penerapan fungsi audit ekstern Untuk menjamin transparansi dan integritas kondisi keuangan serta sesuai dengan PBI No. 3//22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank yang telah disempurnakan dengan PBI No. 7/50/PBI/2005, bank wajib menunjuk 84
Laporan pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan (Good Corporate Governance), , diakses tanggal 26 September 2010.
Universitas Sumatera Utara
akuntan publik dan kantor akuntan publik yang terdaftar di Bank Indonesia untuk mengaudit laporan keuangan bank dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari RUPS berdasarkan calon yang diajukan dewan komisaris sesuai rekomendasi dari komite audit. Ruang lingkup pemeriksaan biasanya meliputi: 85 a) Audit atas laporan keuangan tiap tahun buku b) Laporan hasil evaluasi kinerja c) Memberikan rekomendasi dalam bentuk management letter yaitu komentar tertulis dari akuntan publik kepada manajemen bank mengenai hasil kaji ulang terhadap struktur pengendalian intern, pelaksanaan Standar Akuntansi Keuangan atau masalah lain yang ditemui dalam pelaksanaan audit, beserta dengan saran-saran perbaikannya. 86 e. Batas maksimum penyaluran dana Ketentuan terkait dengan lending limit atau batas maksimum penyaluran dana bank syariah masih mengacu pada PBI No. 7/3/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Batas Maksimum Penyaluran Kredit yang telah diubah dengan PBI No. 8/13/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006. Namun dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dikemukakan bahwa Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum penyaluran dana berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga yang berbasis syariah atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank syariah
85
Laporan pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan (Good Corporate Governance, , diakses tanggal 26 September 2010 86 PBI No. 3/22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank, Pasal 1 angka 16.
Universitas Sumatera Utara
dan unit usaha syariah kepada nasabah penerima fasilitas atau sekelompok nasabah penerima fasilitas terkait, termasuk kepada perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank syariah dan unti usaha syariah yang bersangkutan dengan batas maksimum tidak boleh melebihi 30% (tiga puluh persen) dari modal bank syariah. 87 Bank Indonesia juga menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum penyaluran dana berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga yang berbasis syariah atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank syariah kepada dengan batas maksimum penyaluran dana tidak melebihi 20% (dua puluh persen) dari modal bank syariah kepada; 88 1) Pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih dari modal yang disetor bank syariah 2) Anggota dewan komisaris 3) Anggota direksi 4) Keluarga dari pihak pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih dari modal yang disetor bank syariah, anggota dewan komisaris dan dewan direksi 5) Pejabat bank lainnya 6) Perusahaan yang didalamnya terdapat kepentingan dari pihak pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih dari modal yang disetor bank syariah, anggota dewan komisaris dan dewan direksi dan pejabat bank lainnya 87 88
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2). Ibid., Pasal 37 ayat (3) dan ayat (4).
Universitas Sumatera Utara
f. Transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan bank Bank wajib menyampaikan transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan secara akurat dan tepat waktu kepada stakeholders. Penyajian laporan tersebut harus sesuai dengan ketentuan PBI No. 7/50/PBI/2005 tentang Peubahan atas PBI No. 3/22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank. Selain itu, bank juga wajib melaksanakan transparansi mengenai produk bank syariah sesuai dengan ketentuan PBI No. 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Jika ada terjadi perubahan terhadap pedoman manajemen resiko, sistem pengendalian intern dan sistem teknologi informasi yang digunakan sebagai pedoman GCG maka bank wajib menyampaikannya kepada Bank Indonesia.
Universitas Sumatera Utara