EVALUASI PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PERILAKU FRAUD PADA LEMBAGA PERBANKAN NASIONAL (Studi Empiris pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk)
SKRIPSI
GO RIZAL GOZALI A311 07 088
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012
ABSTRACT Go Rizal, 2012. "Evaluation of the Application of Principles of Good Corporate Governance for Fraud behavior on the National Banking Institutions (Empirical Study on the PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk)." Department of Accounting Faculty of Economics, University of Hasanuddin. Supervised by: DR. Hj. Mediaty, SE, M.Si, Ak. and Drs. Syamsuddin, M.Si., Ak.
This research is a case study conducted at a state-owned company engaged in the Indonesian banking.The purpose of this study was to determine the relationship between the application of the principles of corporate governance (GCG) on the practice of fraud (fraud) in the enterprise and efforts undertaken by the company to suppress the level of fraud. Corporate Governance as a set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors, government employees, as well as internal and external stakeholders with respect to the rights and obligations, or in other words a system that directs and controls the company. Where there are five principles of good corporate governance: (i) Transparency, (ii) Accountability, (iii) Responsibility, (iv) Independence, (v) Fairness. Formulation of the problem of the study are: (a) whether the application of Good Corporate Governance in the PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk has been implemented effectively, (b) how to influence the implementation of Good Corporate Governance in the PT. Bank Mandiri (Persero) to conduct fraud (cheating), (c) whether the application of Good Corporate Governance in the PT. Bank Mandiri (Persero) can suppress the amount of fraud (fraud). Data collection methods used in this study were interviews and analysis of company documents. The data obtained were analyzed by using triangulation and interpretation. The results of this study indicate the existence of an important role between GCG against fraud behavior, by applying the principles of good corporate governance the company can suppress fraud behavior. The results are encouraging and motivate companies to serve as the principle of good corporate governance culture. Key words: good corporate governance (GCG), corporate culture, fraud, bank
ABSTRAKSI Go Rizal, 2012. “Evaluasi Penerapan Prinsip-prinsip Good Corporate Governance terhadap Perilaku Fraud pada Lembaga Perbankan Nasional (Studi Empiris pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk).” Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin. Dibimbing oleh: DR. Hj. Mediaty, SE, M.Si, Ak. dan Drs. Syamsuddin, M.Si., Ak. Penelitian ini adalah sebuah penelitian studi kasus yang dilakukan di sebuah perusahaan BUMN yang bergerak di bidang perbankan di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara penerapan prinsip tata kelola perusahaan (GCG) terhadap praktik fraud (kecurangan) dalam perusahaan serta usaha-usaha yang dilakukan oleh perusahaan untuk menekan tingkat fraud. Corporate Governance sebagai perangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hakhak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Di mana terdapat lima prinsip-prinsip Good Corporate Governance yakni: (i) Keterbukaan Informasi, (ii) Akuntabilitas, (iii) Pertanggungjawaban, (iv) Kemandirian, (v) Kewajaran. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:(a) apakah penerapan Good Corporate Governance pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk sudah dilaksanakan dengan efektif, (b)bagaimana pengaruh penerapan Good Corporate Governance pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk terhadap perilaku fraud (kecurangan), (c) apakah penerapan Good Corporate Governance pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk dapat menekan jumlah fraud (kecurangan). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan analisis dokumen-dokumen perusahaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan triangulasi dan interpretasi. Hasil penelitian ini menunjukan adanya peranan penting antara penerapan GCG terhadap perilaku fraud, dengan menerapkan prinsip GCG maka perusahaan dapat menekan perilaku fraud. Hasil penelitian ini mendorong dan memotivasi perusahaan agar prinsip GCG dijadikan sebagai budaya perusahaan. Kata kunci : GCG, budaya perusahaan, kecurangan, bank
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi mengakibatkan terjadinya perubahan besar-besaran dalam bidang sosial politik dan ekonomi. Perubahan terhadap ekonomi global yang terjadi di berbagai negara berdampak pula pada Negara Indonesia. Oleh karena itu diperlukan tata kelola yang baik (good corporate governance) pada setiap sektor perekonomian di Indonesia agar dapat menjaga kelangsungan (survive) demi meningkatkan perekonomian nasional. Kajian mengenai corporate governance meningkat dengan pesat seiring dengan terbukanya skandal keuangan berskala besar seperti skandal Enron, Tyco, WorldCom, Maxwell, PolyPeck dan lain-lain. Keruntuhan perusahaan-perusahaan publik tersebut dikarenakan oleh strategi maupun praktik curang (fraud) dari manajemen puncak yang berlangsung cukup lama karena lemahnya pengawasan yang independen oleh corporate boards. Krisis perbankan di Indonesia yang dimulai pada akhir tahun 1997 bukan semata-mata diakibatkan oleh krisis ekonomi, tetapi juga diakibatkan oleh belum diimplementasikannya GCG dan etika yang melandasinya. Oleh karena itu, usaha mengembalikan kepercayaan kepada dunia perbankan Indonesia melalui restrukturisasi dan rekapitalisasi, hanya dapat mempunyai dampak jangka panjang apabila disertai tiga tindakan penting, yakni: (1) Ketaatan terhadap prinsip kehatihatian; (2) Pelaksanaan GCG; (3) Pengawasan yang efektif dari otorisasi pengawasan bank.
Kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menunjukkan beberapa faktor yang memberi kontribusi pada krisis di Indonesia. Pertama, konsentrasi kepemilikan perusahaan yang tinggi; kedua, tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan komisaris; ketiga, inefisiensi dan rendahnya transparansi mengenai prosedur pengendalian merger dan akuisisi perusahaan; keempat, terlalu tingginya ketergantungan pada pandangan eksternal; dan kelima, ketidak memadainya pengawasan oleh para kreditor. Banyak ahli yang berpendapat bahwa kelemahan di dalam penerapangood corporate governancemerupakan salah satu sumber kerawanan ekonomi yang menyebabkan memburuknya perekonomian negara-negara tersebut pada tahun 1997 dan 1998 (Husnan, 2001). Era pasca-krisis ditandai dengan guncangan ekonomi berkelanjutan mulai dari restrukturisasi sektor perbankan, pelelangan aset para konglongmerat yang berakibat pada perubahan iklim berusaha (Bakrie,2003). Pelaksanaan GCG sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat dan dunia internasional sebagai syarat mutlak bagi dunia perbankan untuk berkembang dengan baik dan sehat. Tantangan terkini yang dihadapi adalah masih belum dipahami secara luas mengenai prinsip-prinsip dan praktik GCG oleh komunitas bisnis dan publik pada umumnya (Daniri,2005). Kendala yang dihadapi dalam penerapan prinsip GCG saat ini di Indonesia adalah maraknya praktik korupsi, penggelembungan biaya, kolusi serta nepotisme yang masih tumbuh subur dan terus dipupuk dibanyak perusahaan swasta maupun pemerintah.
Menurut penulis, implementasi prinsip GCG tidak terlepas dengan implementasi tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance). Di era globalisasi tuntutan terhadap paradigma good governance dalam seluruh kegiatan tidak dapat dielakkan lagi. Istilah good governance sendiri dapat diartikan sebagai terlaksananya tata ekonomi, politik dan sosial yang baik. Jika kondisi good governance dapat dicapai maka negara yang bersih dan responsif (clean and responsive state) akan terujud, semaraknya masyarakat sipil (vibrant civil society) dan kehidupan bisnis yang bertanggung jawab. Pemerintah
Indonesia
pun
melakukan
upaya-upaya
khusus
dan
bergandengan tangan dengan komunitas bisnis dalam mensosialisasikan dan mengimplementasikan good corporate governance (GCG). Dua sektor penting yakni Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Pengelola Pasar Modal (Bapepam) telah menjadi perhatian pemerintah. Pasar modal juga perlu menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance untuk perusahaan publik. Hal ini ditunjukkan melalui berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang menyatakan bahwa seluruh perusahaan tercatat wajib melaksanakan GCG dimaksudkan untuk meningkatkan perlindungan kepentingan investor, terutama para pemegang saham di perusahaan-perusahaan terbuka. Corporate governance pada industri perbankan di negara berkembang seperti halnya di Indonesia pada pasca-krisis keuangan menjadi semakin penting mengingat beberapa hal. Pertama, bank menduduki posisi dominan dalam sistem ekonomi, khususnya sebagai mesin pertumbuhan ekonomi (King dan Levine,
1993). Kedua, di negara yang ditandai oleh pasar modal yang belum berkembang, bank berperan utama bagi sumber pembiayaan perusahaan. Ketiga, bank merupakan lembaga pokok dalam mobilisasi simpanan nasional. Keempat, liberisasi sistem perbankan baik melalui privatisasi maupun deregulasi ekonomi menyebabkan manajer bank memiliki keleluasaan yang lebih besar dalam menjalankan operasi bank (Arun,Turner,2003). Sebagaimana dikemukakan oleh Caprio dan Levine (2002) terdapat dua hal yang saling terkait menyangkut lembaga intermediasi keuangan perbankan yang berpengaruh terhadap corporate governance. Pertama, bank merupakan sektor usaha yang tidak transparan, sehingga memungkinkan terjadinya masalah keagenan. Kedua, bank merupakan sektor usaha yang memiliki tingkat regulasi tinggi yang dalam hal tertentu justru menghambat mekanisme corporate governance. Masalah keagenan dalam sektor keuangan perbankan pada hakekatnya dapat dibedakan dalam dua kategori. Pertama masalah keagenan akibat utang (debt agency problem) dan kedua, masalah keagenan akibat pemisahan kepemilikan dan pengendalian (separation of ownership and control). Institusi keuangan perbankan memiliki sifat usaha spesifik (nature of the firm) yang membedakannya dari institusi non-keuangan (Macey dan O’Hara, 2003) sifat usaha spesifik tersebut mendorong topik penelitian dalam industri perbankan dewasa ini mengarah pada masalah corporate governance terlebih lagi setelah beberapa negara Asia terkena dampak krisis finansial (Arun dan Turner, 2003).
Industri perbankan mempunyai regulasi yang lebih ketat dibandingkan dengan industri lain, misalnya suatu bank harus memenuhi kriteria CAR minimum. Bank Indonesia menggunakan laporan keuangan sebagai dasar dalam penentuan status bank (apakah bank tersebut merupakan bank yang sehat atau tidak). Oleh karena itu, manajer mempunyai insentif untuk melakukan manajemen laba supaya perusahaan mereka dapat memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh Bank Indonesia. Dalam penelitian Setiawati dan Na’im (2001) dan Rahmawati dan Baridwan (2006), menunjukkan bahwa perbankan di Indonesia melakukan manajemen laba untuk memenuhi kriteria Bank Indonesia tersebut. Menurut Theresia (2005), manajemen laba merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Manajemen akan memilih metode tertentu untuk mendapatkan laba yang sesuai dengan motivasinya. Hal ini jelas akan mempengaruhi kualitas kinerja yang dilaporkan oleh manajemen (Boediono,2005). Setiawati dan Na’im (2001) berargumen bahwa laporan keuangan yang telah direkayasa oleh manajemen dapat mengakibatkan distorsi dalam alokasi dana. Selain itu industri perbankan merupakan industri “kepercayaan”. Jika investor berkurang kepercayaannya karena laporan keuangan yang bias dari tindakan manajemen laba, maka mereka akan melakukan penarikan dana secara bersama-sama yang dapat mengakibatkan rush. Oleh karena itu, perlu suatu mekanisme untuk meminimalkan manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan perbankan. Salah satu mekanisme yang dapat digunakan adalah praktik corporate governance.
Kebutuhan untuk menerapkan prinsip-prinsip GCG dirasakan sangat kuat dalam industri perbankan. Situasi eksternal dan internal perbankan semakin kompleks dan risiko kegiatan usaha perbankan kian beragam. Keadaan tersebut semakin meningkatkan kebutuhan akan praktik tata kelola perusahaan yang sehat di bidang perbankan. Pelaksanaan GCG sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat dan dunia internasional sebagai syarat mutlak bagi dunia perbankan untuk berkembang dengan baik dan sehat. Oleh karena itu, Bank for International Sattlement (BIS) sebagai lembaga yang mengkaji terus menerus prinsip kehati-hatian yang harus dianut oleh perbankan telah pula mengeluarkan Pedoman Pelaksanaan GCG bagi dunia perbankan secara internasional. Pedoman serupa juga dikeluarkan oleh lembagalembaga internasional lainnya. Di Indonesia terdapat beberapa peraturan yang telah dikeluarkan berkaitan dengan penerapan prinsipGCG antara lain Peraturan Bank Indonesia no. 8/4/PBI/2006 yang disempurnakan dengan Peraturan Bank Indonesia no. 8/14/2006 tentang “Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum” yang menunjukkan keseriusan bank Indonesia dalam meminta pengurus perbankan agar taat untuk menerapkan manajemen risiko guna melindungi kepentingan stakeholder. Banyaknya ketentuan yang mengatur sektor perbankan dalam melindungi kepentingan masyarakat menjadikan sektor perbankan sebagai sektor yang “highly regulated”. Untuk itu setiap bank berkewajiban untuk
melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance dalam setiap aktivitas usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Pilot Project Self Assessment merupakan salah satu mekanisme yang diterapkan oleh Bank Indonesia untuk mengukur tingkat good corporate governance perbankan di Indonesia. Proyek pada September 2007 dilakukan terhadap 130 bank termasuk kantor cabang bank asing. Penilaian dilakukan pada 13 aspek. Dan 130 bank yang telah ditelaah terdapat 12 bank memperoleh kategori sangat baik, 76 bank dengan kategori baik, 39 bank dengan kategori cukup baik, dan 3 bank dengan kategori kurang baik. Lebih lanjut hasil evaluasi BI menyebutkan, 53,5 persen bank di Indonesia belum memiliki komiosaris independen, 30,7 persen bank belum membentuk komite secara lengkap, dan 18,8 persen bank belum memiliki jumlah komisaris yang lebih besar dari jumlah direksi. Dari penelitian oleh Bank Indonesia tersebut menunjukkan bahwa Good Corporate Governance masih sebatas peraturan dan belum menjadi budaya organisasi, 69,3 persen bank yang beroperasi di Indonesia belum mematuhi ketentuan good corporate governance (GCG) (Ghufron, 2008). Tata kelola perusahaan (corporate governance) yang buruk dapat menyebabkan terjadinya fraud(kecurangan) sebagaimana yang terjadi pada beberapa bank di Indonesia. Berdasarkan laporan triwulan Bank Indonesia kepada DPR pada tahun 2006 (triwulan IV) sampai dengan tahun 2008 (triwulan II), jumlah kasus tindak pidana perbankan (tipibank) yang dilaporkan kepada DPR jumlahnya cukup besar sebagaimana digambarkan pada tabel berikut ini:
No.
Tahun/Triwulan
Jumlah kasus
1.
Tahun 2006 (Triwulan IV)
163 kasus
2.
Tahun 2007 (Triwulan II sampai dengan Triwulan IV)
94 kasus
3.
Tahun 2008 (sampai dengan triwulan II)
73 kasus
Tabel1. Kasus Fraud yang dilaporkan kepada BI (sumber: laporan triwulan BI kepada DPR) Permasalahan yang terjadi pada sektor perbankan diantaranya adalah kebobolan kredit fiktif miliaran rupiah dan dalam proses pembayarannya mengalami kemacetan. Belakangan diketahui bahwa surat perintah kerja terkait kredit tersebut ternyata dipalsukan (sumber: www.kilasberita.com, 22 juli 2008). Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, seperti PT. Lippo, Tbk dan PT. Kimia Farma, Tbk (Boediono, 2005) juga melibatkan pelaporan keuangan (financial reporting) yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi (Boediono, 2005).Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan kasus aliran uang setoran (fee) di Bank Jabar Banten (Bjb) sebesar Rp. 148 miliar ke sejumlah pejabat. Kasus ini mirip dengan kasus bank Century terutama dalam hal pemberian fee kepada sejumlah pejabat (sumber: Harian Ekonomi Neraca, 21 Januari 2010 dan Indonesia Monitor, 19 Januari 2010). Dalam beberapa kasus, fraud menyebabkan kerugian pada bank yang jumlahnya cukup besar sehingga bank tersebut dapat ditutup atau dilikuidasi, di antaranya adalah bank Asiatic dan bank Dagang Bali yang dilikuidasi pada tahun 2005. Penutupan atau likuidasi akibat fraud tersebut sangat merugikan stakeholders antara lain pemerintah dan investor.
Dengan melihat beberapa contoh kasus tersebut, sangat relavan bila ditarik suatu pertanyaan tentang efektivitas penerapan GCG. Bukti lemahnya praktik corporate governance di Indonesia mengarah pada definisi pembuatan keputusan dalam perusahaan dan tindakan perusahaan (Alijoyo et. al. 2004). Mengingat bahwa akhir-akhir ini corporate governance merupakan salah satu topik pembahasan sehubungan dengan semakin gencarnya publikasi tentang kecurangan (fraud) maupun keterpurukan bisnis yang terjadi sebagai akibat kesalahan yang dilakukan oleh para eksekutif manajemen, maka hal ini menimbulkan suatu tanda tanya kecukupan (adequacy) corporate governance. Demikian pula halnya tentang
kredibilitas
proses
penyusunan
laporan
keuangan
perusahaan
dipertanyakan. Penelitian mengenai efektivitas corporate governance dalam melindungi investor di Indonesia telah banyak dilakukan antara lain: Midiastuty dan Machfoedz (2003), Veronica dan Bachtiar (2004), wedari (2004), dan Wilopo (2004), Boediono (2005), Veronica dan Utama (2005), Sugiarta (2004). Akan tetapi penelitian tersebut mencakup perusahaan yang listing di Bursa Efek Jakarta (BEJ) kecuali perusahaan perbankan. Oleh karena itu, perlu penelitian tentang efektivitas corporate governance di industri perbankan karena karakteristik industri perbankan yang berbeda dengan industri lainnya. Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai: “Evaluasi Penerapan Prinsip-prinsip Good Corporate Governance Terhadap Perilaku Fraud pada Lembaga Perbankan Nasional (Studi Empiris Pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk)”
1.2 Rumusan Masalah Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) pada sektor perbankan sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat dan dunia internasional sebagai syarat mutlak bagi dunia perbankan untuk berkembang dengan baik dan sehat. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai prinsip-prinsip dan praktik GCG pada sektor perbankan. Dan perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian terhadap praktik corporate governancepada lembaga perbankan. Dan sejauh mana efektivitas praktik corporate governance dalam menekan jumlah fraud pada sektor perbankan. Untuk itu dalam penelitian kali ini ada beberapa hal yang ingin diteliti oleh penulis antara lain: a) Apakah penerapan Good Corporate Governance pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk sudah dilaksanakan dengan efektif. b) Bagaimana penerapan Good Corporate Governance pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk terhadap perilakufraud (kecurangan). c) Apakah penerapan Good Corporate Governance pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk dapat menekan jumlah fraud (kecurangan). 1.3 Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah : a) Untuk
mengetahui
implementasi/penerapan
prinsip-prinsip
Good
Corporate Governance pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. sudah dilakukan secara efektif.
b) Untuk mengetahui hubungan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance terhadap perilaku Fraud c) Untuk mengetahui sampai sejauh mana penerapan prinsip Good Corporate Governance dapat menekan jumlah Fraud. 1.4 Manfaat Penelitian a) Untuk menambah pengalaman dan pengetahuan penulis terhadap suatu permasalahan sesuai dengan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan. b) Penelitian ini dilakukan semata-mata untuk menambah wawasan mengenai penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance pada lembaga perbankan. c) Semoga penelitian ini dapat meningkatkan kualitas penerapan prinsipprinsip Good Corporate Governance pada lembaga perbankan. d) Sekiranya dari penelitian ini dapat mengetahui sampai sejauh mana penerapan
prinsip-prinsip
Good
Corporate
Governance
dalam
meminimalisir perilaku Fraud pada lembaga perbankan. e) Sebagai tambahan referensi pada penelitian selanjutnya mengenai penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance pada lembaga perbankan
BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Dalam melakukan penelitian pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk untuk mengevaluasi penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance, maka peneliti menyebarkan kuesioner yang mengungkapkan mengenai penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa: 1. Penerapan prinsip Transparansi pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk telah dilakukan dengan sangat baik. 2. Penerapan prinsip Akuntabilitas pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk telah dilakukan dengan sangat baik. 3. Penerapan prinsip Pertanggungjawaban pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk telah dilakukan dengan sangat baik. 4. Penerapan prinsip Kewajaran pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk telah dilakukan dengan sangat baik. 5. Penerapan prinsip Kemandirian pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk telah dilakukan dengan sangat baik. Dari penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance terhadap perilaku fraud. Hal ini ditunjukkan dari tren kasus fraud yang terjadi di bank Mandiri semakin menurun.
Bank Mandiri berusaha menciptakan iklim usaha yang bersih dan sehat dengan berusaha menekan perilaku fraud dengan menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance pada tiap level bisnis. Sejak pertama kali PT. Bank Mandiri Tbk menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance sampai saat ini berhasil menekan tingkat fraud dengan tren semakin menurun. 6.2 Keterbatasan Penelitian dan Saran Karena penelitian ini adalah sebuah studi kasus maka terdapat beberapaketerbatasan dalam pembuatannya. Pertama, hasil dari penelitian ini hanya berasaldari satu perusahaan saja dengan fokus perbankan umum atau konvensional dantidak menyangkut perbankan model lain (syariah) dan terbatasnya waktu yangdikumpulkan yaitu kurang lebih satu bulan. Perpanjangan waktu penelitian(prolomhe engagement in field) sulit dilakukan karena waktu penelitian dibatasioleh perusahaan untuk menjaga kinerja para karyawan. Kedua, meskipunpenelitian ini menggunakan triangulasi dalam pengumpulan dan intepretasi data,penelitian ini dalam intepretasi data atau fakta yang disajikan dapat mengalamibias karena sifat subjektifitas dari peneliti. Hasil dari wawancara, narasi dalamannual report dan gambar dapat salah diintepretasikan karena data dan fakta yangdianalisis ada yang tanpa pengesahan dari pihak ketiga yang tidakmemihak/netral. Meskipun demikian, hal-hal diatas seharusnya bukan menjadisuatu masalah karena apapun pendekatan atau paradigma penelitian yangdigunakan, tidak ada yang bebas dari bias subjektifitas.
Akhirnya,
dengan
mempertimbangkan
keterbatasan
yang
ada
padapenelitian ini, penelitian yang akan datang diharapkan dapat melibatkan lebihbanyak bank dan dengan berbagai model, baik konvensional maupun syariah. Serta waktu yang digunakan dalam meneliti, hendaknya lebih panjang, karenasemakin lama waktunya, maka data yang didapat akan semakin lengkap dan validitasnya lebih terjamin.