ANALISIS PENGARUH MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERBANKAN
Oleh: Nur Hasanah 105081002439
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434/2013
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi 1. Nama Lengkap
: Nur Hasanah
2. Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 14 September 1986
3. Alamat
: Jl. Mesjid Al-Anwar No.48 Rt.004/002 Kec. Sukabumi Utara Kel.Kebun Jeruk Jakarta Barat 11540
4. Agama
: Islam
5. Telepon
: 021 5332676 / 082112625259
6. Email
:
[email protected]
Pendidikan Formal 1. MI Manbaul Hidayah Jakarta Selatan (1994-1999) 2. MTs Al-Falah Jakarta Selatan (1999-2002) 3. MA Al-Falah Jakarta Barat (2002-2005) 4. Jurusan Manajemen perbankan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
i
ABSTRACT The early perspective corporate governance come from agency theory. In the model of agency theory, Principal is ownership of the company who give their right to agent. There are some conflict of interest from two parties since the ownership and management of the company being separated, it will cause many conflict of interest inside the company. Good corporate governance appears to control behavior and to manage conflict of interest all parties inside the company. The purpose of this research is to analyze the effect of good corporate governance mechanism (Board of Directors, Board of Commisioner, Independent Commisioner, managerial ownership) againts banking performance. This research made by using 12 go public banking companies listed in indonesian stock exchange from 2007-2012. purposive sampling method used by the writer and result of this research is to show that Good Corporate Governance mechanism (Board of Directors, Board of Commisioner, Independent Commisioner, managerial ownership) works simultaneous significantly againts banking performance. Keywords : Good Corporate Governance, Banking Performance.
ii
ABSTRAK Perkembangan perspektif corporate governance berawal dari agency theory. Dalam model teori agency principal yang bertindak sebagai pemilik perusahaan menyerahkan kewenangannya kepada agen. Dengan adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengolahan perusahaan maka kedua pihak tersebut memiliki kepentingan berbeda. Hal ini menimbulkan potensi konflik kepentingan antara pihak-pihak dalam perusahaan. Corporate governance muncul untuk mengendalikan perilaku dan mengatasi konflik antara pihak-pihak dalam perusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh mekanisme good corporate governance (dewan direksi, dewan komisaris, komisaris independen dan kepemilikan manajerial) terhadap kinerja perbankan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sampel 12 perusahaan perbankan go publik yang telah terdaftar di bursa efek Indonesia tahun 2007-2011. Metode pemilihan sampel mengunakan purposive sampling. Metode yang digunakan adalah regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mekanisme good corporate governance (dewan direksi, dewan komisaris, komisaris independen dan kepemilikan manajerial secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perbankan. Kata kunci : Mekanisme Good Corporate Governance, Kinerja Perbankan.
iii
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Yang maha pengasih lagi penyayang. Yang menguasai hari pembalasan. Hanya Allah yang kami sembah dan hanya kepada Allah kami memohon pertolongan. Tunjukkan kami jalan yang lurus, yaitu jalan yang Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang Engkau murkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat. Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki sangat terbata, oleh karena itu penulis mengaharapkan saran dan kritik serta tanggapan dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Tentu saja ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada orang-orang yang ambil bagian dalam terlaksananya skripsi ini, semoga mereka selalu dalam lindungan-Nya. 1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda H. Husni serta Ibunda Hj Nur Lailah yang telah memberikan dukungan dan do’a tak pernah sedikitpun terlupakan dan sangat besar bagi penulis, baik dukungan materil maupun dukungan moril sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid,MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnisdan sekaligus menjadi pembimbing I yang selalu memberikan teladan dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini. . 3. Bapak Arief Mufraini, Lc., M.si sebagai dosen pembimbing II yang sudah banyak meluangkan waktunya buat penulis untuk konsultasi. 4. Ibu Leis Suzanawaty,SE.,M.Si selaku Pudek I Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
iv
5. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu dan bantuan yang bermanfaat selama penulis 6. Teman-temanku Jurusan manajemen, terutama Vini Sapta eka, Farah, Susi, Ristiandi, Arif, Bagus, Here, Doni, Terima kasih untuk bantuan nya. 7. Terima Kasih untuk abang Na dan untuk adik-adikku, Sakinah Biebie ku tercantik. 8. Terima kasih buat semua yang telah menyempatkan waktu untuk membantu dalam pembuatan skripsi ini. Semoga atas segala bantuan serta budi baik mereka selama ini mendapatkan balasan yang setimpal dari ALLAH SWT. Mudah-mudahan skripsinya ini sedikit banyak dapat memberikan sumbangan pikiran dan saran dalam lingkungan akademisi.
Jakarta, Agustus 2013
Nur Hasanah
v
DAFTAR ISI DAFTAR RIWAYAT HIDUP
i
ABSTRACT
ii
ABSTRAK
iii
KATA PENGANTAR
iv
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
BAB I. PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Perumusan Masalah
7
C. Tujuan dan Manfaat
7
1. Tujuan
7
2. Manfaat
8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
9
A. Lembaga Perbankan
9
1. Pengertian Bank
9
2. Fungsi dan Usaha Bank
10
3. Manajemen Bank
12
4. Arsitektur Perbankan Indonesia
14
5. Tantangan Perbankan ke depan
17
B. Good Corporate Governance
22
1. Prinsip Good Corporate Governance
26
2. Tujuan Good Corporate Governance
32
3. Manfaat Penerapan Good Corporate Governance
33
4. Agenda BI untuk Memperkuat Praktek Good Corporate Governance pada Perbankan Indonesia vi
35
5. Dewan Direksi
37
6. Dewan Komisaris
39
7. Komisaris Independen
42
8. Kepemilikan Manajerial
46
C. Kinerja Perbankan
50
D. Penelitian Terdahulu
54
E. Kerangka Pemikiran
56
F. Hipotesis Penelitian
58
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
59
A. Ruang Lingkup Penelitian
59
B. Metode Penelitian Sampel
59
C. Metode Pengumpulan Data
60
D. Metode Analisis dan Uji Hipotesis
61
E. Operasional Variabel Penelitian
66
BAB IV. PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
68
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
68
B. Penemuan dan Pembahasan
87
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
96
A. Kesimpulan
96
B. Implikasi
98
C. Saran
DAFTAR PUSTAKA
100
LAMPIRAN
103
vii
DAFTAR GAMBAR No. Keterangan
Halaman
2.1 Formulation of Corporate Governance
33
2.2 Kerangka pemikiran
58
viii
DAFTAR TABEL No. Keterangan
Halaman
4.1 Daftar Nama Bank
62
4.2 Hasil Statistik Deskriptif
88
4.2 Hasil Uji Normalitas Data
90
4.3 Hasil Uji Multikolinieritas
92
4.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas
92
4.5 Hasil Uji Autokorelasi
93
ix
DAFTAR LAMPIRAN No. Keterangan
Halaman
1
Hasil Uji Autokorelasi
106
2
Hasil Uji Heteroskedastisitas
107
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Dengan mulai berlakunya era perdagangan bebas di lingkungan ASEAN pada tahun 2003, dan dilanjutkan pada tahun 2020 bagi seluruh negara berkembang anggota Asia-Pacific Economic Coorperation, dimana batas antara negara akan makin kabur, maka diperlukan suatu keselarasan dalam penerapan standar aturan yang mengacu pada praktek internasional. Hal ini diperlukan guna memastikan bahwa praktek bisnis di Indonesia selain tidak tertinggal dengan perkembangan bisnis negara lain memiliki tempat tersendiri dalam perkembangan bisnis dunia. Dengan perkembangan-perkembangan diatas, isu corporate governance yang tadinya hanya bersifat marginal kini telah menjadi isu sentral, kebutuhan good governance timbul berkaitan dengan principal–agency theory, yaitu untuk menghindari konflik antara principal dan agennya. Konflik muncul karena perbedaan kepentingan tersebut haruslah dikelola sehingga tidak menimbulkan kerugian pada para pihak. Oleh sebab itu, dibutuhkan pemahaman yang memadai tentang corporate governance. Merupakan hal yang sia-sia bahkan berbahaya bila kita sekedar mengikuti trend atau kepatuhan terhadap regulasi tanda memahami akan makna dan
1
manfaat good corporate governance maka praktek dan system yang baik ini hanya akan menjadi slogan, atau asesoris yang tidak berguna. Perkembangan konsep corporate governance sesungguhnya telah dimulai jauh sebelum isu corporate governance menjadi kosakata paling hangat dikalangan para eksekutif bisnis. Isu corporate governance sebagai solusi terhadap konflik yang terjadi antara pemilik perusahaan dengan manajemen perusahaan yang biasa disebut agency problem. Pada hakikatnya penetapan prinsip-prinsip good corporate governance dapat dilaksanakan di setiap pola manajemen perusahaan, termasuk manajemen perusahaan dibidang perbankan. Penerapan prinsip-prinsip good corporate governance dapat bersifat fleksibel, karena adanya berbagai penyesuaian dalam hubungannya dengan perubahan organisasi internal dan eksternal perusahaan (Darmawati, 2006: 8). Lemahnya penerapan corporate governance ditandai dengan perilaku manajemen yang dimulai mementingkan kepentingan sendiri, yang lebih parah ternyata merugikan perusahaan. Dalam hal ini maka terdapat perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham. Permasalahan inilah sebagai agency problem, corporate governance dianggap dapat membantu mengendalikan perilaku manajemen dalam mengelola perbankan, yaitu memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Indonesia mulai menerapkan prinsip good corporate governance sejak menandatangani letter of intent (LOI) dengan international monetary fund
2
(IMF) yang salah satu bagian pentingnya adalah pencatuman jadwal perbaikan pengelolahan perusahaan di Indonesia. Komite ini bertugas umtuk merumuskan dan menyusun rekomendasi kebijakan nasional tentang corporate governance antara lain meliputi code for good corporate governance. Selanjutnya komite secara berkesinambung bertugas memantau perbaikan dibidang corporate governance di Indonesia. (Akmad Syakhroza, 2007:4). Kenapa belakangan ini, good corporate governance diharapkan dapat memperbaiki citra perbankan yang sempat terpuruk beberapa waktu lalu. Untuk tujuan penerapan good corporate governance itu, iklim yang kondusif perlu diciptakan dan perlu terus menerus dipelihara. Dalam pedoman good corporate governance perbankan Indonesia dinyatakan, untuk terciptanya kondisi yang mendukung implementasi good corporate governance yang efektif, salah satu tugas yang menjadi tanggung jawab pemerintahan dan otoritas efektif adalah penerbitan peraturan perundang-undangan yang memungkinkan dilaksanakan good corporate governance secara efektif. Selain itu, pemerintah dan otoritas terkait harus mampu menjamin dan membuktikan bahwa penegakan hukum dilakukan secara serius. Di sisi lain, sebagai subjek good corporate governance, bank perlu menerapkan standar akuntansi dan standar audit yang sama dengan standar yang berlaku umum serata melibatkan auditor eksternal dalam proses audit. Tujuan supaya diperoleh ukuran yang sama dengan ukuran yang berlaku ditempat lain, dengan demikian stakeholders boleh berharap akan interpretasi 3
yang sama atas fenomena–fenomena yang sejenis. Sebab pada dasarnya, persoalan good corporate governance adalah persoalan tangung jawab perusahaan kepada stakeholders. Kebijakan nasional untuk reformasi Good Corporate Governance merupakan hasil penggodokan bersama antara pemerintah dengan berbagai institusi donor internasional seperti IMF, Word Bank, dan Asian Development Bank (ADB). Pada asas implementasi kebijakan tersebut, pemerintah Indonesia melalui keputusan Menko Ekuin tertanggal 19 Agustus 1999 membentuk Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) atau National Commitee on Corporate Governance (NCGG). Komite ini dimaksudkan untuk menggalakkan dan memantau perkembangan refomasi good corporate governance di Indonesia. Hingga saat ini, National Commitee on Corporate Governance
telah
berhasil
mennyelenggarakan
berbagai
discussions dengan para pelaku bisnis di Indonesia, dan telah
roundtable menyusun
sebuah pedoman good corporate governance yakni pedoman Good good corporate governance (Indonesian Code), yang dipublikasikan pertama kali di bulan Maret 2001, pedoman ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi implementasi good corporate governance oleh pelaku bisnis di Indonesia. Berbagai
organisasi
non-pemerintah
atau
non-govermental
organizations yang aktif dalam memperjuangkan good corporate governance antara lain forum for corporate governance in Indonesia, Indonesian society of independent commissioners atau komisaris independen, The Indonesian 4
Institute for corporate governance (IICG), corporate leadership development in Indonesia (CLDI), Indonesian institute of commissioners and directors atau lembaga komisaris dan direktur Indonesia (LKDI), the Indonesian institute for coperate directorship (IICD). Hasil survey World Bank mengenai penerapan corporate governance di Indonesia tahun 2004 menunjukan, bahwa penerapan hukum dan peraturan perundang-undangan perlu diperkuat, dan sanksi yang ada dianggap belum terlalu efektif dalam mengatasi pelanggaran yang terjadi. Undang-undang perusahaan disarankan secara eksplisit menganut prinsip fiduciary duties bagi para pengurus perusahaan. Begitu pula transparansi integritas laporan keuangan, serta kecukupan pengungkapan informasi perusahaan masih tetap merupakan suatu tantangan yang perlu ditingkatkan. Survey penerapan corporate governance pada bank di Indonesia, Korea, Thailand dan Malaysia yang dilakukan pada tahun 2003 sampai 2004 melaporkan, bahwa semenjak krisis tahun 1997/1998, Bank sentral di keempat negara tersebut telah mengeluarkan banyak peraturan dan ketentuan guna memperkuat mekanisme internal governance institusi perbankan. Hal menarik ditemukan pada survey tentang “Corporate governance of banks in Indonesia” yang disponsori oleh asian development dengan forum for Corporate Governance in Indonesia dan diterbitkan pada bulan Mei 2005. Survey ini dilakukan pada 26 bank responden baik milik swasta maupun pemerintah.
5
Bank adalah lembaga keuangan yang tugas pokoknya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat. Selain itu bank juga memberikan jasa-jasa keuangan dan pembayaran lainnya. Masyarakat menyimpan dana nya dibank, pada dasarnya tanpa jaminan apapun yang bersifat kebendaan. Kesediaan masyarakat menyimpan dananya semata-mata berdasarkan kepercayaan, bahwa uangnya akan kembali dan ditambah sejumlah keuntungan yang berasal dari bunga. Hilangnya kepercayaan masyarakat pada bank akan menimbulkan efek domino yang menghancurkan industri perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Oleh karena itu pengawasaan pada bank baik pengawasaaan internal maupun eksternal merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Pengawasaaan bank merupakan sarana untuk mencegah dan memberantas kejahatan perbankan. Pengawasaan ini terdiri dari tiga unsur, yaitu pengawasan eksternal oleh regulator, pengawasan internal oleh komisaris, direksi, manajemen, dan pengawasan oleh masyarakat (market discipline). Pengawasan eksternal yang menjadi tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral,dilaksanakan melalui regulasi, perijinan, pengawasan dan pengendalian serta sanksi terhadap pelangaran, pengawasan internal dilakukan melalui penerapan good corporate governance, kepatuhan dan prinsip know your customer, sedangkan pengawasan oleh masyarakat melalui keterbukaan. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk mengambil judul “Analisis 6
Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap kinerja Perbankan”.
B. Perumusan Masalah Bedasarkan latar balakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh dewan direksi terhadap kinerja perbankan ? 2. Bagaimana pengaruh dewan komisaris terhadap kinerja perbankan ? 3. Bagaimana
pengaruh
komisaris
independen
terhadap
kinerja
perbankan? 4. Bagaimana pengaruh
kepemilikan manajerial
terhadap kinerja
perbankan ? 5. Bagaimana pengaruh secara bersama dewan direksi, dewan komisaris, komisaris independen dan kepemilikan manajerial terhadap kinerja perbankan ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Untuk menganalisis pengaruh dewan direksi, dewan komisaris, komisaris independen dan kepemilikan manajerial terhadap kinerja perbankan.
7
2. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi kepentingan dunia akademik maupun kepentingan terhadap dunia praktis. a. Bagi Pimpinan Lembaga Hasil penelitian ini dijadikan untuk memahami kajian good corporate governance. Sehubungan dengan masih sedikit kajian good corporate governance, maka penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dalam bidang pengelolahan perbankan yang baik. b. Bagi Penulis Untuk memenuhi salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar sarjana
Ekonomi
pada
Universitas
Islam
Negeri
Syarif
Hidayatullah. c. Bagi Dunia Akademik Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan referensi perpustakaan, untuk referensi perbandingan terhadap objek penelitian yang sama.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Perbankan 1. Lembaga Perbankan Banyak definisi bank, pada dasarnya semua definisi tersebut tidak berbeda satu sama lain, perbedaannya hanya pada tugas atau usaha bank. Bank dapat didefinisikan sebagai suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai perantara untuk menyalurkan penawaran dan permintaan kredit pada waktu yang ditentukan. Pengertian Bank menurut UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian diubah denang UU No. 10 Tahun 1998 adalah: Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau dalam bentuk bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Bank umum adalah bank yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegitannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran 9
2. Fungsi Dan Usaha Bank Bank memiliki fungsi pokok adalah sebagai berikut: a) Bank Sebagai Penerima Kredit Bank menerima dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan (tabungan, deposito berjangka atau giro). b) Bank Sebagai Pemberi Kredit Kepada Masyarakat Bank melempar dana ke masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk kredit. c) Bank Sebagai Pemberi Jasa Kepada Masyarakat Bank memberikan layanan jasa dalam mekanisme pembayaran, fasilitas pembiayaan, barang berharga, dan lain-lain. 3. Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh bank umum menurut Undang Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah sebagai berikut : a) Mehimpun dana dari masyarakat b) Memberikan kredit c) Menerbitkan Surat Pengkuan Utang d) Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya: 1) Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakep oleh bank. 2) Surat pengakuan utang
10
3) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah 4) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 5) Obligasi 6) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 tahun. 7) Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun. e) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah. f) Menempatkan
dana
pada,
meminjamkan
dana
kepada
meminjam bank
dana
lain,
dari,
baik
atau
dengan
menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel tunjuk, cek atau sarana lainnya. g) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antara pihak ketiga. h) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga. i) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak (custodian) j) Melakukan penempatan dana dari menambah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek. 11
k) Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib di cairkan secepatnya. l) Melakukan kegiatan anjak piutang (factoring), kartu kredit dan kegiatan wali amanat (trustee) m) Menyediakan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. n) Melakukan kegiatan lain misalnya kegiatan dalam valuta asing, melakukan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, dan asuransi, dan melakukan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit. o) Kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang. 4. Manajemen Bank Manajemen bank tentunya memiliki sasaran dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya. Sasaran tersebut pada prinsipnya dapat dibedakan berdasarkan jangka waktu yaitu sasaran yang bersifat jangka pendek dan jangka panjang. (Ahmad Rodoni, 2006: 23) a) Sasaran Jangka Pendek Sasaran jangka pendek ini berkaitan dengan penggunaan waktu dalam operasional bank untuk mencapai tujuan yang bersifat jangka 12
pendek. Sasaran manajemen bank jangka pendek antara lain meliputi pemenuhan likuiditas terutama untuk memenuhi likuiditas wajib minimum yang ditetapkan oleh otoritas moneter di samping kebutuhan likuiditas untuk memenuhi penarikan dana oleh nasabah sehari-hari, menyediakan jasa-jasa lalu lintas pembayaran dan penanaman dana dalam bentuk surat-surat berharga jangka pendek atau instrument pasar uang. b) Sasaran Jangka Panjang Sasaran jangka panjang manajemen bank adalah bagaimana memperoleh keuntungan dari kegiatan bank untuk meningkatkan nilai perusahaan dan memaksimalkan kekayaan pemilik bank. Untuk mencapai sasaran ini manajemen mempertimbangkan faktor-faktor risiko yang dapat membahayakan kondisi usaha bank. Untuk mencapai
sasaran
jangka
panjang
ini,
bank
tidak
boleh
mengorbankan sasaran jangka pendek dan mengabaikan praktikpraktik dan prinsip-prinsip perbankan yang sehat. Meskipun sasaran jangka panjang ini cukup penting untuk menjaga kontinuitas usaha bank, namun sasaran jangka pendek tetap merupakan masalah prioritas yang mutlak harus di penuhi. Dari penjelasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sasaran
pokok
manajemen
bank
pada
dasarnya
untuk
memaksimalkan nilai investasi dai pemilik bank. Untuk mencapai 13
sasaran tersebut manajemen bank harus memperhatikan beberapa hal dalam pengelolaan aktiva dan kewajibannya sebagai berikut : 1) Mengelola likuiditasnya 2) Memperkecil risiko dengan mengalokasikan dananya pada asset yang berisiko rendah atau melakukan diversifikasi. 3) Memperolah dana dengan biaya rendah. 4) Menentukan jumlah modal yang harus dipertahankan dan meningkatkan modal sesuai kebutuhan. 5. Arsitektur Perbankan Indonesia (API) Arsitektur Perbankan Indonesia merupakan suatu kerangka dasar system perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan pengembangan industri perbankan dimasa datang oleh Arsitektur Perbankan Indonesia dilantas oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Arsitektur Perbankan Indonesia menjadi kebutuhan yang mendesak bagi perbankan Indonesia dalam rangka memperkuat fundamental industri perbankan. Krisis ekonimi tahun 1997 menunjukan bahwa industri perbankan nasional belum memiliki 14
kelembagaan perbankan yang kokoh yang didukung dengan infrastruktur perbankan yang baik sehingga secara fundamental masih harus diperkuat untuk mengatasi gejolak internal maupun eksternal. Belum kokohnya fundamental perbankan nasional merupakan tantangan bukan hanya bagi industri perbankan secara umum, tetapi juga bagi Bank Indonesia sebagai otoritas pengawasannya. (Johny Sudharmono, 2008:24) Guna mempermudah pencapaian visi Arsitektur Perbankan Indonesia tersebut, maka ditetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai yaitu: a) Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan. b) Menciptakan system pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional. c) Menciptakan induastri perbankan yang kuat dan mamiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko. d) Menciptakan
good
corporate
governance
dalam
rangka
memperkuat kondisi internal perbankan nasional e) Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mewujudkan terciptanya industri perbankan yang sehat. 15
f) Mewujudkan pemberdaya dan perlindungan konsumen jasa perbankan. Keenam
pilar
Arsitektur
Perbankan
Indonesia
tersebut
menunjang pencapaian visi API yaitu menciptakan system perbankan yang sehat, kjuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan system keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasionnal. Keenam sasaran tersebut digambarkan sebagai 6 pilar penunjang pencapaian visi Arsitektur Perbankan Indonesia. Sejak diluncurkan pada 2004, Arsitektur Perbankan Indonesia telah mendapat beragam tanggapan dalam bentuk saran dan kritik membangun Perbankan
untuk
menjadikan
Indonesia
lebih
program-program terintegrasi
dengan
Arsitektur program
perekonomian nasional. Selain itu, perkembangan perbankan secara global juga menuntut adanya penyesuaian terhadap program-program Arsitektur Perbankan Indonesia agar waktunya nanti industri perbankan nasional mampu barsaing pada tataran internasional dengan sumber daya manusia yang unggul, teknologi informasi yang memadai, dan infrastruktur penduduk yang cukup. Bertolak dari kebutuhan di atas, bank Indonesia telah menyusun kembali programprogram Arsitektur Perbankan Indonesia. Pada dasarnya program– program API yang telah disempurnakan memuat arahan dan strategi yang
lebih
konkrit
terkait
dengan
konsolidasi
perbankan 16
nasional.pengembangan perbankan syariah dalam rangka panjang, peningkatan pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah serta penguatan
kelembagaan
keseluruhan,
Bank
penyempurnaan
ini
Perkreditan
Rakyat
menyebabkan
Secara
bertambahnya
program dan kegiatan Arsitektur Perbankan Indonesia yang akan dilakukan secara bertahap sampai dengan tahun 2013 dari 19 program yang tertuang dalam 34 kegiatan menjadi 20 program yang dijabarkan ke dalam 55 kegiatan. 6. Tantangan Perbankan ke Depan Untuk mewujudkan perbankan Indonesia yang lebih kokoh, perbaikan harus dilakukan di berbagai bidang, terutama untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi perbankan dalam beberapa tahun belakangan ini. Tantangan-tantangan tersebut adalah sebagai berikut( Taswan, 2010:28): a) Kapasitas pertumbuhan kredit perbankan yang masih rendah. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam waktu lima tahun kedepan, diperlukan pertumbuhan kredit perbankan yang cukup besar. Sementara itu, kemampuan permodalan perbankan
Indonesia
saat
ini
mengindikasikan
bahwa
pertumbuhan kredit yang cukup tinggi tersebut sulit dicapai jika perbankan nasional tidak memperbaiki kondisi permodalannya. Selain hambatan dalam hal permodalan bank, penyaluran kredit 17
dalam banyak hal juga terhambat oleh keengganan sebagai bank untuk menyalurkan kredit karena kamampuan manajemen risiko dan core banking skills yang relatif belum baik, dan biaya operasional yang relatif tinggi. b) Struktur perbankan yang belum optimal Belum optimalnya struktur perbankan di Indonesia di tandai oleh terkonsentrasinya struktur perbankan hanya pada 11 bank besar (yang menguasai 75% asset perbankan Indonesia). Namun demikian bank-bank kecil dalam hal ini perlu mendapat perhatian karena selain jumlahnya relatif banyak, bank-bank kecil tersebut juga memiliki cakupan usaha yang relatif sama dengan
bank-bank
besar
namun
dengan
kemampuan
operasional, manajemen risiko, dan corporate governance yang relative lebih terbatas. Demikian pula, dibandingkan dengan Negara-negara lain, kepemilikan pemerintah Indonesia dalam perbankan nampak cukup tinggi, bahkan tertinggi di kawasan Asia. Hal ini juga merupakan persoalan tersendiri terhadap struktur
perbankan
karena
dapat
menimbulkan
konflik
kepentingan yang akan mengganggu efisiensi pasar. c) Pemenuhan
kebutuhan
masyarakat
terhadap
pelayanan
perbankan yang dinilai oleh masyarakat masih kurang.
18
Kurangnya pemenuhan kebutuhan masyarakat atas pelayanan ditandai dengan seringnya terdengar keluhan dari masyarakat mengenai kurangnya akses terhadap kredit dan tingginya suku bunga kredit serta masih banyaknya praktik penyediaan jasa keuangan informal. Pandangan masyarakat semacam ini cukup beralasan, karena walaupun kredit korporasi dan usaha kecil menengah sudah mulai tumbuh, tingkat kredit masih relative rendah. Selain itu, meningkatnya kompleksitas jasa dan produk keuangan sebagai akibat dari globalisasi sektor keuangan juga memerlukan respon yang memadai dari berbagai pihak yang terkait. Hal ini semakin penting menggingat masyarakat pengguna jasa keuangan khususnya perbankan semakin menuntut kualitas pelayanan dan akses perbankan yang semakin tinggi.
d) Pengawasan bank yang masih perlu ditingkatkan. Pengawasan bank juga merupakan bidang yang memerlukan peningkatan dan penyempurnaan. Hal ini disebabkan karena masih terdapatnya beberapa prinsip-prinsip prudensial yang masih belum diterapkan secara baik, koordinasi pengawasan yang masih pelu ditingkatkan, kemampuan sumber daya manusia pengawasan yang belum optimal, dan pelaksanaan 19
law-enforcement pengawasan yang belum efektif. Secara keseluruhan, upaya peningkatan kapabilitas pengawasan ini sejalan
dengan
dengan
usaha
Bank
Indonesia
untuk
menerapkan 25 Based Core Principles For Effective Banking Supervision,
termasuk
meningkatkan
sarana
teknologi
pengawasan. Mengingat pengawasan bank merupakan bidang yang sangat dinamis luas cakupannya, maka peningkatan kualitas pengawasan merupakan upaya yang patut dilaksankan secara terus menerus oleh Bank Indonesia maupun oleh lembaga lainnya seperti Otoritas Jasa Keuangan pada saatnya nanti. e) Kapabilitas perbankan yang masih lemah Lemahnya kapabilitas perbankan ditandai dengan kurangnya corporate governance dan core banking skill pada sebagian besar perbankan sehingga diperlukan perbaikan yang cukup mendasar pada dua hal tersebut. Meskipun kapabilitas beberapa bank besar sudah cukup kuat, namun kapabilitas perbankan secara umum masih dibawah international best practices. Demikian pula kemampuan bank dalam merespon meningkatnya resiko operasional masih perlu terus diperbaiki, terutama penekanannya pada pentingnya internal control dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip prudensial. 20
f) Profitabilitas dan efisiensi operasional bank yang tidak sustainable Tingkat profitabilitas dan efisiensi operasional yang dicapai oleh
perbankan
profitabilitas
dan
pada
umumnya
efisiensi
yang
bukan
merupakan
sustainable.
Hal
ini
disebabkan oleh lemahnya struktur aktiva produktif bankbank. Margin yang diperoleh bank-bank semakin mengecil karena adanya kecenderungan suku bunga yang menurun. efisiensi adalah karena sebagian pendapatan perbankan berasal dari aktivitas trading yang fluktuatif serta rendahnya rasio asset per nasabah yang membuat biaya operasionl perbankan Indonesia relarif tinggi dibandingkan negara-negara lain. g) Perlindungan nasabah yang masih harus ditingkatkan Perlindungan
terhadap
nasabah
merupakan
tantangan
perbankan yang berpengaruh langsung terhadap sebagian besar masyarakat kita. Oleh karena itu, menjadi tantangan sangat besar bagi perbankan dan bank Indonesia serta masyarakat luas untuk secara bersama-sama menciptakan standar-standar yang jelas dalam membentuk mekanisme pengaduan
nasabah
dan
transparasi
informasi
produk
perbankan. Di samping itu, edukasi pada masyarakat mengenai jasa dan produk yang ditawarkan oleh perbankan perlu segera 21
diupayakan sehingga masyarakat luas dapat lebih memahami risiko
dan
keuntungan
yang
akan
dihadapi
dalam
menggunakan jasa dan produk perbankan. h) Perkembangan Teknologi Informasi Kemajuan teknologi informasi ikut menambah tantangan yang dihadapi oleh perbankan. Perkembangan teknonogi Informasi menyebabkan makin pesatnya perkembangan jenis dan kompleksitas produk dan jasa bank sehingga risiko-risiko yang muncul menjadi lebih besar dan bervariasi. Di samping itu, persaingan perbankan yang cenderung bersifat global juga menyebabkan persaingan antara bank menjadi semakin ketat sehingga bank-bank nasioanal harus mampu beroperasi secara efisien dengan memanfaatkan teknologi informasi.
B. Good Corporate Governance Topik Gorporate governance bukanlah suatu topik yang baru, banyak penelitian yang mengapus tentang tropik ini, telah dilakukan sejak tahun sejak tahun 1940an. Coases (1973), dan banyak penelitian lagi, telah menunjukan interaksi antara hak kepemilikan dengan peraturan institusi dalam membentuk perilaku ekonomi. La Porta et al (1999) merupakan orang-orang pertama yang menyoroti masalah corporate governance secara khusus. La Porta et al (1999) menekankan pentingnya penegakan hukum 22
atas
pengelolahan
sebuah
perusahaan,
pengembangan
pasar
dan
pertumbuhan ekonomi (Thomas Kaihatu, 2006:4). Kata “Governance” berasal dari bahasa perancis “Gubernance” yang berarti pengendalian. Selanjutnya kata tersebut di pergunakan dalam konteks kegiatan perusahaan atau jenis organisasi yang lain. Dalam bahasa Indonesia ini sering diterjemahkan secara harfiah sebagai tata kelola atau tata pemerintahan perusahaan. Sedangkan forum corporate governance in Indonesia (FCGI) Mendefinisikan sebagai perangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta pemegang saham, kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Menurut
sulistyanto
(2003),
mendefinisikan
Good
Corporate
Governance dalam jurnal ekonomi bisnis adalah konsep yang menekankan pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi yang benar, akurat dan tepat waktu serta kewajiban perusahaan untuk mengungkapkan secara akurat, tepat waktu dan transparan mengenai semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan dan stakeholder.
23
Good Corporate Governance terdiri dari sekumpulan perangkat hukum yang menjelaskan hubungan antara pemegang saham, manajer kreditor, pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan. Menurut wikipedia (2007: 4), mendefinisikan corporate governance adalah : Corporate governance is used to monitor whether outcomes are in accordance whit plans and to motivate the organization to before funn informed in order to maintain or alter organization activity, Corporate governance is the mechanism by which individuals are mitivate to aligh behaviors whit the overall perticipants”. O’D enovan mengartikan corporte governance yang kutip oleh wikipedia (2007:4) sebagai berikut : “An internal system encompassing and other stakeholders, by directing and ontroling managment activities whit good business savy, objectivity and integrity sound corporate governance is reliant on eksternal market place comitmentand legislation, plus a healty board culture which safeguards policies and prosses”. untuk menciptakan kesamaan akan penerapan good corporate governance di Indonesia selaku bank sentral pemerintah telah menetapkan sejumlah aturan-aturan mengenai pelaksanaan good corporate governance bagi bank umum. Terdapat enam standar good corporate governance yang efektif pada industri perbankan sesuai dengan Basle Committee on Banking Supervision, (Stabilitas, 2006: 5 )yaitu :
24
1. Bank harus menetapkan sasaran strategi dan serangkaian nilainilai perusahaan yang dikonsumsikan kepada setiap jenjang pada organisasi. 2. Bank harus menetapkan wewenang dan tanggung jawab yang jelas pada setiap jenjang jabatan pada organisasi. 3. Bank harus memastikan bahwa pengurus bank telah memiliki kompetensi yang memadai dan integritas yang tinggi serta memahami peranannya dalam pengelolahan bank yang sehat dan independen terhadap pengaruh atau pengendalian dari pihak eksternal. 4. Bank harus memastikan tersedianya mekanisme pengawasan direksi terhadap kegiatan operasional. 5. Bank harus memastikan bahwa kebijakan renumarasi telah konsisten dengan nilai etik, sasaran, strategi, dan lingkungan pengendalian bank. 6. Bank harus menetapkan praktek-praktek transparansi kondisi keuangan kepada publik Tata kelola yang baik merupakan bagian integral dari tanggung jawab perusahaan secara sosial terhadap pihak-pihak yang berkepentingan seperti para pemegang saham, pegawai pengelola, dan masyarakat (whelen and Hunger, 2002). Kepemilikan perusahaan yang terdaftar di bursa saham sangat terpusat, dan presentase manajer yang termasuk dalam kelompok 25
pengendali yang sangat terpusat, dan persentase manajer yang termasuk dalam kelompok pengendali juga sangat tinggi, hal ini sebenarnya merupakan ciri khas suatu sektor usahanya yang sangat berkembang. Mekanisme pengelolahan good corporate governance. memastikan bahwa tindakan manajemen akan selalu diarahkan pada peningkatan nilai perusahaan. Sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada stakeholders, karyawan, kreditor dan masyarakat sekitar. 1. Prinsip Good Corporate Governance Sebagai lembaga intermediasi dan lembaga kepercayaan, dalam melaksanakan kegiatan usahanya bank harus menganut prinsip keterbukaan, memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan ukuran-ukuran yang konsisten dengan corporate values, sasaran usaha dan strategi sebagai pencerminan akuntabilitas bank, berpegang pada prudential banking practicea dan menjamin dilaksanakan ketentuan yang berlaku sebagai wujud tanggung jawab bank, objektif dan bebas dari tekanan pihak manapun dalam pengambilan keputusan, serta senantiasa memperhatikan kepentingan stakeholders berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran. Dalam
hubungan
dengan
prinsip
tersebut
bank
perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a) Transparency (Ketebukaan Informasi)
26
Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. Prinsip ini merupakan prinsip yang sangat penting dalam penerapan
good
corporate
governance.
Keterbukaan
dalam
pengambilan keputusan berarti seluruh pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan mengetahui dengan jelas pertimbangan dan alasan-alasan untuk pengambilan keputusan dan untuk apa keputusan akan diambil. Mereka
juga
mendapatkan
kesempatan
untuk
melakukan
keberatan ataupun pertimbangan lain sebelum proses tersebut dilaksanakan. Begitu pula dampak positif maupun negatif dari pengambilan keputusan tersebut terinformasikan dengan jelas kepada pihak-pihak
yang
terlibat.
Transparansi
merupakan
landasan
terciptanya kondisi fairness dalam bertransaksi. Aplikasi dari prinsip ini terutama dalam proses pengadaan barang dan jasa, hubungan industrial dan transaksi bisnis dengan pelanggan, seperti pembelian surat berharga, ketentuan penempatan deposito berjangka, dan lain sebagainya. Keterbukaan dalam mengemukakan informasi yamg materiil dan relevan tentang perusahaan merupakan akuntabilitas perusahaan terhadap publik dan para pemangku kepentingan. Dengan adanya keterbukaan ini para pemangku kepentingan dapat menimbang 27
manfaat dan resiko dalam berhubungan dengan perusahaan. Praktek keterbukaan informasi ini dilakukan secara optimal dalam publikasi laporan tahunan dan publikasi rencana bisnis perseroan, serta publikasi berkala perusahaan lainnya. Dalam menghadapi persaingan atau kompetisi usaha antar bank, Bank Indonesia menyadari diperlukannya suatu peraturan yang nantinya akan digunakan sebagai tolak ukur atau alat untuk menilai suatu keadaan bank. (Achmad Daniri, 2005: 4) b) Accountability (Akuntabilitas) Merupakan
kejelasan
pertanggungjawaban
organ
fungsi,
stuktur,
perusahaan
sehinga
system
dan
pengelolahan
perusahaan terlaksana secara efektif. Berarti, bank harus menetapkan tanggungjawab yang jelas dari setiap komponen organisasi selaras dengan visi, misi, sasaran usaha, dan strategi perusahaan. Setiap komponen
organisasi
mempunyai
kompetensi
sesuai
dengan
tanggungjawab masing-masing. Mereka harus dapat memahami perannya dalam pelaksanaan good corporate governance. Selain itu, bank harus memastikan ada tidaknya check and balance dalam pengelolahan bank. Prinsip ini juga merupakan prinsip yang sangat penting dalam penerapan good corporate governance. Dari arti kata accountability yang mempunyai makna answerability, liability dan responsibility maka, prinsip ini menunjukkan adanya tuntutan untuk dapat menjawab 28
segala pertanyaan atas pelaksanaan tugas yang dibebankan pada suatu fungsi. Mulai dari apa sajakah tugas pokok dan fungsi dari jabatan tersebut, apa sajakah hasil-hasil yang diharapkan dan bagaimana hasil pelaksanaanya. c) Responsibility (Pertanggung-jawaban) Adanya kesesuaian
didalam pengelolahan perusahaan terhadap
prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Bank harus memegang prinsip prudential banking practices. Prinsip tersebut harus dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tetap terjaga kelangsungannya usahanya. Bank pun harus mampu bertindak sebagai good corporate citizen. Sebagaimana diuraikan diatas, prinsip pertanggungjawaban ini sangat erat terkait dengan prinsip akuntabilitas, karena akuntabilitas merupakan ekspresi dari prinsip pertanggungjawaban. Apabila suatu fungsi dan tugas dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan dan norma-norma etika, hasil kerja tersebut dengan mudah dipertangung jawabkan hasilnya. d) Indepedency (Kemandirian) Merupakan suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan. Bank harus mampu menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar 29
oleh stakeholders. Pengelolahan bank tidak boleh terpengaruh oleh kepentingan sepihak, ia harus bisa menghindari segala bentuk benturan kepentingan (Conflict of Interst). Sebagaimana telah dikemukakan di atas penerapan prinsip ini erat kaitannya dengan prinsip akuntabilitas. Dapat dikatakan prinsip akuntabilitas adalah muara dari penerapan prinsip pertanggungjawaban dan prinsip kemandirian. Melalui prinsip kemandirian, maka prinsip pertanggungjawaban dapat dilaksanakan dengan baik, terbebas dari benturan kepentingan yang mungkin ada, baik karena kepentingan diri sendiri, kepentingan golongan ataupu kepentingan karena “balas budi”. Penerapan prinsip kemandirian ini sebetulnya menegaskan kembali bahwa direksi dan komisaris dalamn menjalankan tugasnya haruslah mendahulukan kepentingan dan usaha perseroan, sebagaimana tel;ah diatur dalam UUPT. Dalam hal ini terjadi benturan kepentingan, anggota direksiuang terkait tidak berhak lagi untuk bertindak mewakili perseroan. Dalam pengertian yang sama hal ini diperluas kepada seluruh pejabat stuktural dalam perseroan. e) Fairnes (kesetaran dan kewajaran) Suatu bentuk perlakuan yang adil dan setara didalam memenuhi hak hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian secara peraturan perundangan yang berlaku. Bank harus memperhatikan kepentingan stakeholders berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran 30
(Equal Treatment). Namun, bank juga perlu memberikan kesempatan kepada stakeholders untuk memberikan masukan bagi kepentingan bank sendiri memiliki akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan. Penerapan prinsip kewajaran ini erat kaitannya dengan prinsip transparansi. Tanpa transparansi akan sulit bahkan hampir tidak mungkin diperoleh fairness. Secara filosofis Jeremy Bentham, seorang filsuf dan ahli hukum Inggris menyatakan “Dalam gelapnya ketertutupan, segala jenis kepentingan jahat berada dipuncak kekuasaannya. Hanya dengan keterbukaanlah pengawasan terhadap segala ketidakadilan dilembaga peradilan dapat dilakukan. Selama tidak ada keterbukaan, tidak akan ada keadilan. Keterbukaan adalah alat untuk melawan serta penjaga utama ketidakjujuran. Keterbukaan membuat hakim „ diadili‟ saat ia mengadili”. Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah pewnyelarasan dari prinsip-prinsip yang dituangkan dalam pedoman-pedoman Good Corporate Gocernance dengan kebijakan manajemen dan pedoman operasional lain, sehingga spirit dari prinsip-prinsip Good Corporate Governance memang tercemin dalm setiap proses bisnis. Melalui penyelarasan ini maka keterlibatan seluruh jajaran dalam penerapan Good Corporate Governance, menjadi lebih terarah dan terpadu.
31
2. Tujuan Good Corporate Governance Tujuan good corporate governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (Stakeholders) sebagai bentuk pelaksanaan dalam mewujudkan perbankan yang sehat, pemerintah menerapkan blue print berbentuk arsitektur perbankan Indonesia yang merupakan perwujudan visi perbankan nasional. Adapun untuk mewujudkan program tersebut pemerintah telah membuat fondasi yang berlandaskan pada 6 pilar, antara lain : a) Menciptakan stuktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan. b) Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional. c) Menciptakan industri perbankan yang kuat memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi resiko. d) Menciptakan
good
corporate
governance
dalam
rangka
memperkuat kondisi internal perbankan internasional e) Mewujudkan
infrasuktur
yang
lengkap
untuk
mendukung
terciptanya industri perbankan yang sehat. f) Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan
32
Dalam
menindak
lanjuti
pelaksanaan
arsitektur
perbankan
Indonesia, salah satu pilar yang mendapat perhatian adalah pilar ke 4 (Empat) tentang: “Menciptakan Good Corporate Governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional”. Untuk itu tanggal 30 Januari 2006 Bank Indonesia mengeluarkan paket kebijakan perbankan yang dikenal dengan istilah pakjen 2006, isinya mengenai peraturan baru bidang prudential banking, yang isi dari kebijakan berupa peraturan Indonesia Nomer 8/4/2006 tentang pelaksanaan good corporate governance bagi bank umum dalam program peningkatan kualitas manajemen dan operasional yang baik. 3 Manfaat Penerapan Good Corporate Governance Pelaksanaan good corporate governance diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat berikut ini (FCGI, 2001: 7) a). Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders. b). Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat lebih meningkatkan corporate value. c) Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
33
d). Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen. Pelaksanaan good corporate governance dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip yang berlaku secara internasional (FCGI, 2001: 5) 1) Hak-hak para pemegang saham, yang harus diberi informasi dengan
benar
dan
tepat
pada
waktunya
mengenai
perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan atas perusahaan, dan turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan, 2) Perlakuan sama terhadap pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam 3) Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerjasama yang aktif antara perusahaan serta para
pemegang kepentingan dalam
menciptakan kesejahteraan, lapangan kerja dan perusahaan yang sehat dari aspek keuangan 4) Pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparasi mengenai semua hal yang penting bagi kinerja 34
perusahaan, kepemilikan, serta para pemegang kepentingan (stakeholders), 5) Tanggungjawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham.
4. Agenda Bank Indonesia untuk memperkuat praktek Good Corporate Governance pada Industri Perbankan Indonesia Agenda terciptanya kondisi yang mendukung implementasi good corporate governance, salah satu tugas yang menjadi tanggung jawab pemerintah dan otoritas terkait adalah penerbitan peraturan perundang-undangan yang memungkinkan dilaksanakannya good corporate governance secara efektif. Selain itu, pemerintahan dan otoritas terkait harus mampu menjamin dan membuktikan bahwa penegakan hukum (law enforcement) dilakukan secara serius. Disisi lain, sebagai subjek good corporate governance, bank perlu menerapkan standar akuntansi dan standar audit yang sama dengan yang berlaku umum. Bank Indonesia menetapkan Peraturan Bank Indonesia mengenai penerapan prinsip-prinsip good corporate governance, bagi bank umum, yang mengatur ketentuan-ketentuan dan prosedur yang harus dilakukan bank umum, serta tanggung jawab dari dewan komisaris dan dewan direksi. 35
Terdapat dua faktor yang mendorong kesuksesan pelaksanaan good corporate governance : 1) Faktor Internal. Faktor pendorong keberhasilan good corporate governance yang berasal dari dalam perusahaan, antara lain adanya budaya dan nilai perusahaan yang mendukung penerapan good corporate governance. Kultur dan nilai-nilai yang nyaman ini akan memberikan ruang gerak yang besar dan positif bagi direksi dan karyawan bank untuk memenej bank dengan tata kelola yang benar. Jika implementasinya selaras maka akan memberikan andil terbaik bagi bank yang dikelolanya. 2) Faktor eksternal. Faktor-faktor yang berasal dari luar perusahaan yang memiliki pengaruh yang besar bagi perusahaan, antara lain sistem hukum yang baik, adanya dukungan dari sektor publik, lembaga, pemerintah, dukungan dari masyarakat, semangat anti korupsi pada lingkungan publik. Berbagai variabel eksternal ini tidak dapat dikendalikan (uncontrollable) sehingga yang perlu dilakukan adalah mendorong pemerintah Bank Indonesia menelurkan kebijakan yang pro bank. Sementara lembagalembaga semacam komisi pemberantasan korupsi diharapkan
36
dapat terus membantu operasional bank dalam mengunakan prinsip transparansi. 5. Dewan Direksi Menurut
Nation
Committee
For
Corporate
Governance
(NCGG), kriteria kerangka kerja good corporate governance salah satunya adalah dewan direksi, yang dalam pemenuhan fungsinya ditugaskan
dengan
seluruh
manajemen
perusahaan.
Untuk
membantunya, dewan direksi dapat mengunakan prosedur yang telah digunakan, mengunakan professional independen atau komite khusus yang ada. Komposisi dewan direksi harus mempertimbangkan efektivitas dan kecepatan dalam pengambilan keputusan. Paling sedikit 20% anggota direksi harus direktur dari luar agar meningkatkan efektivitas peranan manajemen dan transparansi keputusan yang diambil jumlah direksi dari luar harus dapat menjamin bahwa suara mereka akan ikut menentukan keputusan penting dalam rapat direksi. Allen dan Galce (2000) dalam beiner et al (2003:4) mengatakan bahwa dewan direksi merupakan mekanisme corporate governance yang penting karena dewan direksi dapat memastikan bahwa manajer mengikuti kepentingan dewan mereka juga menyarankan bahwa dewan direksi yang jumlahnya besar kurang efektif dari pada dewan yang jumlahnya. Hal ini karena jumlah dewan direksi yang besar 37
akan memperbesar permasalahan agensi. Perusahaan dengan jumlah dewan direksi yang besar akan membuat kinerja perusahaan semakin rendah. Mahmoud (2006:106) menyatakan bahwa dewan direksi perusahaan yang melakukan pemantauan perusahaan pada akhirnya aliran meningkatkan perusahaan. Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung jawab secara kolegial dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota direksi dapat melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya. Namun, pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota direksi tetap merupakan tanggung jawab bersama. Kedudukan masing-masing anggota direksi termasuk direktur utama adalah setara. Dalam kapasitas ini maka tugas pelaksanaan kepengurusan direksi adalah: a) Melaksanakan kepatuhan bank terhadap peraturan perundangundang yang berlaku bagi bank b) Melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance pada semua lini organisasi bank c) Melaksanakan penerapan prinsip mengenal nasabah sebagai tindakan untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang.
38
Agar pelaksanaan tugas direksi dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut: a) Komposisi direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen. b) Direksi harus profesional yaitu berintegritas dan memiliki pengalaman yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya. c) Direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan agar dapat menghasilkan keuntungan (profitability) dan memastikan kesinambungan usaha perusahaan. d) Direksi mempertanggung jawabkan kepengurusannya dalam Rapat Umum Pemegang Saham sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6. Dewan Komisaris Dewan komisaris memegang peranan penting dalam implementasi good corporate governance. Karena dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance yang bertugas untuk menjamin pelaksanaan strategi
perusahaan,
mengawasi
manajemen
dalam
mengelola
perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Dalam prakteknya, di Indonesia sering terjadi anggota dewan komisaris sama sekali tidak menjalankan peran pengawasannya yang sangat mendasar terhadap dewan direksi. Dewan komisaris seringkali dianggap tidak 39
memiliki manfaat, hal ini dapat dilihat dalam fakta bahwa banyak anggota dewan komisaris tidak memiliki kemampuan dan tidak menunjukan indepedensinya. Dalam banyak kasus komisaris juga gagal untuk mewakili kepentingan stakeholders lainnya selain daripada kepentingan pemegang saham mayoritas (Moh Wahyudin Zarkasih, 2008: 115). Komisaris adalah wakil pemegang saham yang diangkat oleh pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham. Dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan good corporate governance. Namun demikian, dewan komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Pelaksanaan good corporate governance sangat dipengaruhi oleh dewan komisaris. Dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Pada intinya, dewan komisaris merupakan suatu mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. Manajemen bertanggungjawab untuk meningkatkan efesiensi dan daya saing perusahaan sedangkan dewan komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen 40
maka dewan komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan. (Moh Wahyudin Zarkasih, 2008: 116) Dewan komisaris memantau dan mengamati pengelolaan bank agar sejalan dengan strategi, tujuan serta kode etik dan pedoman tingkah laku. Selain mengevaluasi rencana kerja tahunan dan memandingkan kinerja bank dengan rencana kerja tersebut, dewan komisaris
menelaah
kebijakan-kebijakan,
standar
prosedur
operasional produk-produk derivatif dan produk struktur serta perusahaan struktur organisasi bank. Dewan komisaris juga bertanggungjawab kepada seluruh pemegang saham atas cakupan dan aktivitas komite audit dalam mengevaluasi auditor independen. Dewan komisaris memiliki perwakilan pada beberapa komite internal dan empat anggotanya adalah komisaris independen yang bertugas memastikan diperhatikannya kepentingan seluruh pemegang saham. Kedudukan masing-masing anggota dewan komisaris termasuk komisaris utama adalah setara. Tugas komisaris utama sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan dewan komisaris. Agar pelaksanaan tugas dewan komisaris dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip yaitu Komposisi dewan komisaris harus memungkinkan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen
41
Tugas-tugas utama dewan komisaris (OECD Principle of Corporate Governance) a.
Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja kebijakan penggendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha, menetapkan sasaran kerja, mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan, serta
memonitor
penggunaan
modal
perusahaaan,
investasi dan penjualan asset. b.
Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan pengkajian anggota dewan direksi
c.
Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen, anggota dewan direksi dan anggota dewan komisaris termasuk penyalahgunaan asset perusahaan dan memanipulasi transaksi perusahaan.
d.
Memonitor pelaksanaan governance dan mengadakan perubahan dimana yang dianggap perlu.
e.
Memantau proses keterbukaan dan efektivitas komunikasi dalam perusaahaan.
7. Komisaris Independen Menurut Indonesian Society of Independent Commissioner (ISICOM) komisaris independen merupakan
anggota dewan
komisaris yang tidak terafiliasi dengan direksi, anggota dewan 42
komisaris lainnya lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Di Indonesia saat ini, keberadaan komisaris independen sudah diatur dalam Code of Good Corporate Governance (KNKCG). Komisaris
menurut
kode
tersebut,
bertanggung
jawab
dan
mempunyai kewenangan untuk mengawasi kebijakan dan kegiatan yang dilakukan direksi, dan memberikan nasehat bilamana diperlukan. Anggota komisaris harus merupakan orang berkarakter baik dan mempunyai pengalaman yang relevan. Setiap anggota komisaris dan dewan komisaris harus menjalankan kewajibannya untuk kepentingan perusahaan dan pemegang saham. Komisaris juga harus memastikan bahwa perusahaan menjalankan tanggungjawab sosialnya dan mempertimbangkan kepentingan berbagai stakeholders Sedangkan komposisi komisaris haruslah sedemikian rupa guna mencapai pengambilan keputusan yang cepat dan efektif, setidaknya 20% dari anggota komisaris harus merupakan komisaris independen dalam
rangka
meningkatkan
efektivitas
dan
transparansi
pertimbangan-pertimbangan komisaris. Komisaris independen harus independen dari direksi dan pemegang saham pengendali dan tidak mempunyai kepentingan yang dapat mempengaruhi kemampuan
43
mereka untuk menjalankan kewajiban secara adil atas nama perusahaan. Keberadaan komisaris independen diatur dalam ketentuan peraturan pencatatan Bursa Efek Indonesia Nomor 1 tentang ketentuan Umum pencatatan Efek bersifat ekuitas di bursa yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 2000. Bank yang tercatat di Bursa Efek Indonesia wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris sekurang kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris. Fama dan Jensen (1983) dalam Arif dkk (200:7-8) menyatakan komisaris indpenden dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawali kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar terciptanya perusahaan yang Good Corporate Governance. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Boediono (2005) dalam Darwis (2009:423) yang menyatakan komposisi dewan komisaris dalam membersihkan
kontribusi yang efektif terhadap hasil dari
penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkinan 44
terhindar dari kekurangan laporan kekayaan, melalui peranan dewan komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap operasional perusahaan. Sehingga diharapkan para eksekutif akan bertindak untuk kepentingan pemilik dan mendapatkan reaksi positif oleh pasar (investor), karena kepentingan investor akan dapat dilindungi. Adapun persyaratan menjadi komisaris independen adalah sebagai berikut: a) Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan pemegang saham pengendali perusahaan tercatat yang bersangkutan b) Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan direktur dan komisaris lainnya perusahaan tercatat yang bersangkutan c) Tidak bekerja rangkap sebagai direktur di perusahaan lain yang afiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan d) Memahami peraturan perundang undangan di bidang pasar modal e) Diusulkan oleh pemegang saham dan dipilih oleh pemegang saham yang bukan merupakan pemegang saham pengendali dalam rapat umum pemegang saham. Komisaris independen memiliki tanggung jawab pokok untuk mendorong diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan yang baik didalam perusahaan melalui pemberdayaan dewan komisaris agar dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada
45
direksi secara efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan. (Ndaruningpur Wulandari, 2006:5).
8. Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial merupakan perwujudan atas prinsip transparansi (Juniarti dan Agnos, 2009:89). Kepemilikan manajerial dapat diartikan sebagai proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang setara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan
(Pujianti
dan
Erman,2009:2).
Teori
keagenan
memunculkan argumentasi terhadap adanya konflik antara pemilik dan manajer sebagai akibat perbedaan kepentingan diantara keduanya dan kepemilikan manajerial (insider) dianggap sebagai mekanisme kontrol yang tepat untuk mengurangi konflik tersebut. Kewajiban pemegang saham sebagai pendiri bank umum terkait dengan good corporate governance meliputi hal-hak sebagai berikut : a) Perizinan Usaha Pemegang saham pendiri dalam mendirikan bank harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari dewan Gubernur Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam pasal 3 peraturan Bank Indonesia. Untuk memperoleh persetujuan prinsip pendirian bank, permohonan harus diajukan sekurang-kurangnya oleh satu calon pemilik atau pemegang saham bank kepada Dewan Gubernur 46
Bank Indonesia Setelah diperoleh persetujuan prinsip, bank mengajukan permohonan izin usaha kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia yang dilengkapi dengan persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh bank Indonesia. b)
Penyediaan modal Bagi bank yang baru, sesuai dengan pasal 4 peraturan Bank
Indonesia No 2/7/PBI/2000 modal minimum dalam mendirikan bank umum yamg harus disetorkan oleh pemegang saham sendiri ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Rp 3.000.000.000,00 (tiga triliyun rupiah) dan setoran modal ini dalam bentuk setoran tunai diluar setoran dalam lain yang dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagi bank umum yang sudah beroperasi dan modal yang disetorkan belum mencapai ketenuan Pelangaran terhadap ketentuan tentang permodalan bank ini akan dikenakan saksi administratif oleh Bank Indonesia. Pada saat bank sudah beroperasi, maka perlu diperhatikan rasio kecukupan modal terhadap dan pihak ketiga. Bank Indonesia akan selalu mengadakan pemantauan secara berkala terhadap tingkat Current Asset Ratio dari setiap bank. Pelanggaran terhadap ketentuan tingkat minimum Current Asset Ratio yang diijinkan juga diancam dengan sanksi administratif.
47
Dalam rangka panjang, pilar kesatu Arsitektur Perbankan Indonesia memuat program penguatan stuktur perbankan nasional yang menetapkan suatu blue print penguatan stuktur permodalan bank Indonesia, sehingga dalam sepuluh sampai lima belas tahun mendatang akan mengarah pada terciptanya stuktur perbankan yang lebih optimal, yaitu terdapatnya: 1) 2 sampai 3 bank yang mengarah kepada bank internasional dengan kapasitas dan kemampuan untuk beroperasi diwilayah internasional serata memiliki modal di atas Rp 50 Triliyun; 2) 3 sampai 5 bank nasional yang memiliki cakupan luas dan beroperasi secara nasional serta memiliki modal antara Rp 10 Triliyun sampai dengan Rp 50 Triliyun; 3) 30 sampai 50 bank yang kegiatan usahanya terfokus pada segmen
usaha
tertentu
sesuai
dengan
kapabilitas
dan
kompetensi masing-masing bank. Bank-bank tersebut memiliki modal antara Rp 100 Milyar sampai dengan Rp 10 Triliyun; 4) Bank perkreditan Rakyat dan bank dengan kegiatan usaha terbatas yamg memiliki modal dibawah Rp 100 Milyar.
c) Penunjukan Komisaris dan Direksi Disamping permodalan yang kuat, bank perlu didukung oleh pengurus yang layak dan patut untuk mengelola bank secara sehat. 48
Oleh karena itu proses seleksi direksi dan komisaris bank dilakukan dengan penilaian kemampuan Faktor-faktor yang dinilai, tata cara penilaian dan hasil penilaian juga diatur dalam peraturan bank Indonesia ini. Secara umum persyaratan untuk mengikuti uji kemampuan dan kepatuhan bagi calon direksi dan komisaris bank adalah integritas ynag baik, mempunyai kemampuan dibidang perbankan dan tidak pernah dinyatakan pailit atau terlibat kredit macet. Selain itu pemegang saham haruslah mengajukan minimum dua orang calon yang akan diuji untuk tiap jabatan . Dari jumlah komisaris yang diangkat sekurang-kurangnya 50% anggota komisaris adalah komisaris independen. Anggota komisaris hanya diperkenankan merangkap jabatan sebagai anggota dewan komisaris direksi atau pejabat eksekutif pada satu lembaga perusahaan bukan lembaga keuangan. Selain itu anggota dewan komisaris dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua dengan sama anggota dewan komisaris atau anggota direksi. Direktur utama atau presiden direktur wajib berasal dari pihak dari yang independen terhadap pemegang saham pengendali. Dengan itu direksi dilarang mempunyai jabatan rangkap sebagai sebagai aggota komisaris, direksi atau pejabat eksekutif pada bank atau lembaga lainnya. Apabila pemegang saham juga merangkap jabatan sebagai 49
direksi, maka secara sendiri-sendiri atau bersama-sama jumlah kepemilikan saham tersebut tidak oleh melebihi 25% dari jumlah modal yang disetor. Anggota direksi juga dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua dengan anggota direksi lainnya, maupun dengan anggota dewan komisaris.
C. Kinerja Perbankan Kinerja keuangan perbankan merupakan elemen pentting
dalam
mengukur tingkat keberhasilan corporate governance. Melalui penilaian kinerja keuangan manajer dapat menentukan stuktur keuangan perusahaan lebih baik. Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan informasi keuangan khususnya sebagai penilaian kinerja keuangan, alat pengukur kinerja keuangan dalam penelitian ini mengunakan profitabilitas yaitu return of asset. Kinerja bank merupakan hal penting yang harus di capai oleh setiap perusahaan dimanapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Selain itu tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang harus diharapkan standar perilaku
50
dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam angggaran (Anita Febryani dkk., 2003: 8). Pernyataan tersebut juga didukung penelitian yang dilakukan oleh komsmindu yang menyatakan bahwa kinerja bank merupakan salah satu faktor utama yang harus diperhatikan oleh manajemen bank karena mengindikasi tingkat kesehatan bank yang dapat dilihat dari produktifitas asset. Maksud dari pernyataan tersebut sehat atau tidaknya suatu bank dapat diukur dari besarnya laba yang diperoleh bank tersebut. Tingkat kesehatan bank dalam meningkatkan pendapatannya tentunya dengan meningkatkan produktifitas asset semakin tinggi tingkat profit dari bank yang menggambarkan tingkat kesehatan yang baik. Struktur pasar keuangan, kondisi ekonomi Negara hukum dan politik lingkungan semua dapat mempengaruhi kinerja bank dalam penelitian yang dilakukan oleh kosmidou, dua faktor utama yang diteliti untuk eksternal yaitu : kondisi makro ekonomi (Gros Domestic Product dan Inflasi) dan indikator struktur
keuangan
perbankan
juga
pasar
saham
(stock
market
capitalization dan concentration). Dua faktor utama yang diteliti untuk eksternal yaitu : kondisi makro ekonomi (Gross domestik product inflasi) dan indikator struktur keuangan perbankan juga pasar saham (stock market capitalization dan concentration ). Tingkat kesehatan bank menggambarkan kondisi keuangan dan seberapa baik tersebut melakukan manajemen yang dapat diukur dari 51
profit bank yang dapat di hitung dengan beberapa cara. Return on Asset yang digunakan untuk mengukur kemampuan asset bank dalam mamperoleh keuntungan. Slamet Riyadi (2006: 34), Return Of Asset adalah rasio profitabilitas yang menunjukkan perbandingan antara laba (sebelum pajak) dengan total Asset bank, rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi pengelolaan asset yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan. Menurut Philip E, Fees, C. Rollin dan Carl S. Waren (1995 : 219) “Profitabilitas adalah kemampuan suatu kesatuan usaha (entity) untuk memperoleh laba.” Suad husnan (1993 : 70) Profitabilitas adalah hasil bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan rasio ini memberikan jawaban akhir tentang seberapa efektif perusahaan dikelola.” Rasio profitabilitas menurut Sofyan Syafri harahap (1999 : 304) adalah kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan sumber yang ada seperti kas, penjualan, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya. Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2002 : 73) “Rasio profitabilitas dimaksudnya untuk mengukur efisiensi pengunaan aktiva penggunaan aktiva perusahaan atau mungkin sekelompok aktiva perusahaan.
52
Informasi kinerja perusahaan, terutama profitabilitas diperlukan untuk menilai perubahan potensional sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan dimasa depan. Profitabilitas bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada. Perhatian pada profitabilitas perlu ditekankan, karena untuk dapat melangsungkan hidupnya
suatu
perusahaan
haruslah
berada
dalam
keadaan
menguntungkan. Tanpa adanya keuntungan akan sangat sulit bagi para kreditur, pemilik perusahaan dan terutama sekali pihak manajemen perusahaan akan berusaha meningkatkan keuntungan ini, karena disadari betul betapa pentingnya arti keuntungan bagi masa depan perusahan (Lukman Syamsudin, 2002 : 19) Rasio ini mengambarkan kemampuan diinvestasikan
dalam
keseluruhan
aktiva
dari modal yang untuk
menghasilkan
keuntungan neto. Bentuk
paling mudah
dari analisis
profitabilitas
adalah
menghubungkan laba bersih (Pendapatan Bersih) dengan aktiva total dineraca (Erich A Helfert, 1993:30) Return Of
Asset adalah
satu bentuk
profitabilitas yang
dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan dalam operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. 53
Return Of Asset yang tinggi berarti perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasinya dengan efesien dan efektif sehingga menghasilkan profit yang tinggi. Hasil analisa dapat digunakan investor untuk mengambil keputusan investasi yang menguntungkan. Analisa Return Of Asset dalam analisa keuangan merupakan salah satu teknik yang bersifat menyeluruh untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Rasio ini digunakan untuk mengukur : 1) Kemampuan ditanamkan
perusahaan dalam
dengan
aktiva
keseluruhan
perusahaan
guna
dana
yang
memperoleh
keuntungan 2) Efektifitas dari keseluruhan operasi perusahaan terutama dalam pengunaan biaya produksi, penjualam dan administrasi yang efesien. 3) Efesien dari masing-masing bagian dalam perusahaan
D. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Boediono (2005) menyatakan mekanisme corporate governance mampu mengendalikan pihak-pihak yang
terlibat
dalam
pengelolahan
perusahaan,
sehingga
dapat
menselaraskan perbedaan kepentingan atau tujuan antara pihak agen 54
dengan pihak principal (pemegang saham) dengan principal lainnya (pemberi pinjaman) Mc Kinsey (2000) melakukan penelitian terhadap perusahaan publik di Indonesia, Korea selatan, Malaysia, Thailand, Jepang dan Taiwan menyatakan bahwa pada dasarnya para investor dalam mengevaluasi potensi sebuah perusahaan sebagai investasi faktor governance perusahaan tidak kalah pentingnya dengan masalah keuangan atau kinerja perusahaan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2005), yang meneliti hubungan antara good corporate governance dan stuktur kepemilikan dan kinerja keuangan. penelitiannya dilakukan pada perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2001 dan 2002. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan antara kelengkapan disclosure dengan kinerja perusahaan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ndaruningpuri Wulandar (2006), yang meneliti Good Corporate Governance terhadap kinerja perusahaan Publik di Indonesia, penelitian ini dilakukan pada seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, terdapat 327 perusahaan yang tercatat selama tahun 2000-2006, Hasil dari penelitian ini menunjukkan bawa seraca bersama sama variabel jumlah direktur, proporsi dewan komisaris, debt to equity dan institutional ownership berpengaruh signifikan.
55
E. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan bagian dari tinjauan pustaka yang berisikan rangkuman atas semua dasar-dasar teori yang dijadikan landasan dalam penelitian ini. Dimana dalam kerangka pemikiran ini diberikan skema singkat mengenai alur penelitian yang menggambarkan proses penelitian yang akan dilakukan. Untuk mempermudah penelitian ini maka penulis membuat kerangka pemikiran sebagai berikut:
56
Gambar 3.2 Kerangka Pemikiran BEI
Perbankan
Variabel dependen
Variabel Independen Dewan direksi
Kinerja perbankan
Dewan komisaris
(profitabilitas)
Dewan komisaris independen Kepemilikan manajerial
Uji Asumsi Klasik
Regresi Berganda
Uji T
R
Uji F
Kesimpulan, impilkasi dan saran
57
B. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi yang merupakan pernyataan peneliti tentang hubungan antara variabel–variabel dalam penelitian serta merupakan pernyataan yang paling spesifik. Peneliti bukannya bertahan dalam hipotesis yang telah disusun, melainkan mengumpulkan data-data untuk mendukung atau menolak hipotesis tersebut. Melihat dari penelitian terdahulu dan tinjauan teoritis yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 : Terdapat pengaruh antara dewan direksi terhadap kinerja perbankan. H2 : Terdapat pengaruh antara dewan komisaris terhadap kinerja perbankan H3 : Terdapat pengaruh antara komisaris independen terhadap kinerja perbankan H4 : Terdapat pengaruh antara kepemilikan manajerial terhadap kinerja perbankan H5 :
Terdapat pengaruh antara dewan direksi, dewan komisaris, komisaris dan independen kepemilikan manajerial terhadap kinerja perbankan
58
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan kausalitas yang digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel independen yaitu dewan direksi, dewan komisaris dan dewan komisaris independen terhadap variable dependen, yaitu kinerja perbankan. Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2007 - 2011 2. Variabel dependen adalah kinerja perbankan 3. Variabel Independen adalah dewan direksi, dewan komisaris, dewan komisaris independen dan kepemilikan manajerial.
B. Metode Penentuan Sampel Sampel merupakan elemen-elemen populasi yang memberikan kesimpulan
tentang
keseluruhan
populasi
dalam
penelitian
ini.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan purposive sampling atau judgment sampling salah satu teknik pengambilan sample non probabilistik yang dilakukan berdasarkan kriteria yang disesuaikan
59
dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif sesuai dengan kriteria sebagai berikut: a. Bank yang merupakan perbankan yang go publik b. Bank tersebut telah mengeluarkan laporan keuangan c. Bank tersebut memiliki return on asset positif d. Bank tersebut harus mempunyai stuktur kepemilikan manajerial dan mencantumkan dewan direksi, dewan komisaris dan komisaris independen.
C. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan informasi dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa: 1) Penelitian lapangan (Field Research) Pengumpulan data dilakukan secara langsung untuk memperoleh datadata yang diperlukan melalui pusat pelayanan informasi pusat referensi. 2) Penelitian Pustaka (Library Research) Melengkapi penelitian dengan teori dan konsep yang kuat merupakan hal yang penting agar dapat menyelesaikan masalah penulis mengadakan penelitian kepustakaan dengan mengumpulkan jurnal jurnal ilmiah, sumber lain yang berhubungan dengan penelitian. 60
Untuk pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi dengan tipe pooling data cross section dimaksudkan agar diharapkan model yang terbentuk merupakan model yang BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) dalam analisis regresi. Tabel 3.1 Daftar Nama Bank Nama Perbankan
No
Tanggal
Tanggal
Berdiri
Listing
1
Bank Agroniaga Tbk
27 Sep 1989
08 Agu 2003
2
Bank
Bumi arta Tbk
07 Sep 1973
23 Agu 1990
3
Bank Capital Indonesia Tbk
10 Jul 1970
10 Jul 2006
4
Bank Danamon Indonesia Tbk
31 Jul 1989
15 Jul 2002
5
Bank Ekonomi Raharja Tbk
20 Apr 1989
04 Okt 2007
6
Bank Kesawan Tbk
10 Okt 1955
31 Mei 2000
7
Bank Mandiri Tbk
11 Jan 1901
06 Des 1989
8
Bank Mayapada International Tbk
15 Mei 1989
08 Jan 2008
9
Bank Negara Indonesia Tbk
11 Sep 1992
13 Jul 2001
10
Bank Republik Indonesia Tbk
04 Okt 1933
15 Des 2006
11
Bank Tabungan pensiunan Tbk
10 Jan 1990
29 Agu 1997
12
Bank Windu ketjana Tbk
11 Jan 1901
25 Nov 1996
D. Metode Analisis dan Uji Hipotesis 1. Metode Analisis Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi dengan metode pooling data cross section dengan menggunakan program statistik Eviews 5. Model ini dipilih karena penelitian ini 61
dirancang untuk meneliti pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Persamaan garis regresi berganda (multiple regression) adalah sebagai berkut : Y = α + b1 X1 + b2 X2 + b3X3 + b4 X4 + ε Y
=
Kinerja perbankan (variabel dependen)
α
=
konstanta
b1–b4 = koefisien regresi X1
=
Dewan Direksi (variabel independen)
X2
=
Dewan Komisaris (variabel independen)
X3
=
Komisaris Independen (variabel independen)
X4
= Kepemilikan
ε
=
Manajerial (variabel independen)
Error (kesalahan acak)
2. Uji Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik diperlukan agar model regresi menjadi suatu model yang lebih refresentatif. Analisis data atas uji asumsi klasik dalam penelitian ini antara lain: a. Uji Normalitas Uji signifikasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel varibel independen terhadap variabel dependen melalui uji t hanya akan valid jika residual yamg kita dapatkan mempunyai distribusi normal. Dalam penelitian ini uji normalitas data menggunakan metode jargue-Beta (J-B). Jika residual di 62
distribusikan secara normal maka diharapkan nilai statistik J-B akan sama dengan nol. Jika nilai probabilitas dari statistik J-B besar atau dengan kata lain jika nilai statistik dari J-B ini tidak signifikasi maka kita menerima hipotesis bahwa residual mempunyai distribusi normal karena nilai statistik J-B mendekati nol. Sebaliknya jika nilai probabilitas dari statistik J-B kecil atau signifikan maka kita menolak hipotesis bahwa residual mempunyai distribusi normal karena nilai statistik J-B tidak sama dengan nol. b. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas berguna untuk menguji apakah dalam model regesi ditemukan adanya korelasi antara satu variabel bebas dengan variabel yang lain. Pengujian ini dilakukan dengan cara melihat gejala-gejala yang bisa dipakai untuk melihat adanya multikolinieritas yaitu dengan melihat koefisien korelasinya. Multikolinieritas terjadi apabila nilai korelasi antar variabel independen di dalam koefisien persamaan regresi yang dapat dilihat dari matriks korelasi lebih dari 0.8. c Uji heterokedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dari model regresi tidak terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah regresi yang homokedastisitas, dimana nilai variabel independen 63
tertentu masing-masing kesalahan mempunyai varians yang sama. Jika nilai model yang diperoleh ternyata tidak memenuhi asumsi tersebut maka dalam model tersebut terjadi heterokedastisitas. Pada penelitian ini pengujian dilakukan dengan menggunakan uji white park, mengemukakan metode bahwa varians merupakan fungsi dari variabel-variabel bebas. Suatu model dikatakan terdapat gejala heterokedastisitas. Jika nilai R square hitung lebih besar dibandingkan dengan nilai chi square kritis. Sebaliknya jika nilai R square hitung lebih kecil dari nilai kritis chi square maka dapat disimpulkan tidak ada masalah heterokedastisitas d. Uji autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t atau sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Autokorelasi muncul karena muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain, masalah ini timbul karena ada masalah residual atau kesalahan pengganggu tidak bebas dari suatu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtun waktu atau time series karena gangguan-gangguan pada seorang individual atau kelompok cenderung mempengaruhi gangguan individual atau kelompok yang sama pada periode berikutnya. 64
Banyak metode yang digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi, salah satu uji yang populer digunakan didalam ekonometrika adalah metode yang dikemukakan oleh Durbinwatson dengan ketentuan du < d < 4 – du jika sudah memenuhi ketentuan tersebut, maka data yang akan diteliti sudah bebas dari autokorelasi. 3. Uji regresi berganda a. Uji Regresi simultan (uji f) Uji f digunakan untuk memenuhi apakah variabel dependen secra bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen dalam regresi. Adapun rumus dari f hitung adalah sebagai berikut: R2 / kR2 / k f hitung = = f hitung ( 1RR ) /)(n – k– –k I–)I ) ( 1/ (n
b. Uji Regresi parsial (uji t) Uji t digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen dalam regresi. Adapun rumus dari uji t adalah sebagai berikut : t hitung = r √ nr –√kn-–l k - l t hitung = 2 √ + √r 2+ r
65
c. Uji R2 Uji R2 ini digunakan untuk menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel independen yang digunakan dalam penelitian mampu menjelaskan variasi total variabel dependen.
E. Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja perusahaan yang diukur dengan profitabilitas (return of asset) perusahaan perbankan. 2. Variabel Independen Variable independen dalam penelitian ini adalah : a.
Dewan Direksi Dewan direksi merupakan pihak yang bertugas mengelola dan menjalankan manajemen perusahaan. Mengambarkan jumlah anggota direksi, diukur dengan mengetahui berapa banyak jumlah anggota dewan direksi dalam suatu bank.
b. Dewan Komisaris Dewan komisaris adalah wakil pemegang saham yang diangkat oleh pemegang saham melalui rapat umum pemegang saham. Komisaris sebagai individu atau sebagai badan mewakili pemegang saham
dalam
melakukan
pengawasan
terhadap
tindakan
manajemen. Mengambarkan jumlah anggota dewan, termasuk
66
komisaris independen, diukur dengan mengetahui berapa jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu bank. c. Komisaris Independen Dewan komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen
atau
bertindak
semata-mata
demi
kepentingan
perusahaan. Proporsi dewan komisaris diukur dengan mengunakan indikator persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan terhadap seluruh anggota dewan komisaris perusahaan d. Kepemilikan manajerial Kepemilikan manajerial dihitung dari rasio saham uang dimiliki oleh direktur dan komisaris perusahaan pada akhir tahun terhadap total jumlah saham yang beredar.
67
BAB IV PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Bank Agroniaga Tbk Bank Agroniaga pada mulanya didirikan atas pemahaman sepenuhnya dari pensiunan perkebunan
sebagai pengelola dana
pensiun karyawan seluruh PT Perkebunan Nusantara, bahwa agrobisnis di Indonesia sangat potensial untuk dikembangkan, maka pada saat pemerintah mengeluarkan kebijakan yang memberi kemudahan untuk membuka usaha bank pada tanggal 27 Oktober 1988. pensiunan perkebunan mempergunakan kesempatan ini untuk mendirikan bank yang kegiatan usaha utamanya membantu pembiayaan dibidang agrobisnis. Bank Agroniaga didirikan untuk menjalankan kegaitan usaha dibidang perbankan umum dalam arti yang seluas-luasnya secara professional.
Serta
berperan
menunjang
terwujudnya
industri
agrobisnis yang semakin tumbuh dan berkembang dalam sistem perekonomian nasional yang tangguh dalam era globalisasi di masa mendatang. Bank Agro didirikan dengan akta notaris Rd Soekarsono, SH Jakarta No. 27 tanggal 27 September 1987, kemudian memperoleh
68
ijin usaha dari menteri keuangan tanggal 11 Desember 1989, mulai beroperasi komersial pada tanggal 8 Februari 1990. 2. Bank Bumi Arta Tbk Bank Bumi Arta yang semula bernama Bank Bumi Arta Indonesia didirikan di Jakarta pada tanggal 3 Maret 1967 dengan Kantor pusat operasional di Jalan Tiang Bendera III No. 24, Jakarta Barat. Pada tanggal 18 September 1976, Bank Bumi Arta mendapat izin dari Menteri Keuangan Republik
Indonesia untuk menggabungkan
usahanya dengan Bank Duta Nusantara. Pengabungan usaha tersebut bertujuan untuk memperkuat struktur permodalan, manajemen Bank, dan memperluas jaringan operasional Bank. Delapan kantor cabang Bank Duta Nusantara di Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Yogyakarta dan Magelang menjadi kantor cabang Bank Bumi Arta. Kantor cabang Yogyakarta dan Magelang kemudian dipindahkan ke Medan dan Bandar Lampung hingga saat ini. Selanjutnya Seiring dengan Kebijaksanaan Pemerintah melalui Paket Oktober 1988 di mana perbankan diberikan peluang yang lebih besar untuk mengembangkan usahanya, dan berkat persiapan yang cukup lama dan terarah dari pengelola Bank, maka pada tanggal 20 Agustus 1991 dengan persetujuan dari Bank Indonesia, Bank Bumi Arta ditingkatkan statusnya menjadi Bank Devisa.
69
Bank Bumi Arta mulai melayani sendiri transaksi devisa di Kantor Pusat Operasional Jalan Malaka Selatan sejak tanggal 2 Desember 1991 dan hingga saat ini jaringan bank koresponden internasional Bank Bumi Arta mencakup sekitar 130 bank di berbagai benua di seluruh dunia.Pada tanggal 10 Juni 1992, Kantor Pusat Operasional Bank Bumi Arta dipindahkan dari Jalan Roa Malaka Selatan No. 12 - 14, Jakarta Barat ke Jalan Wahid Hasyim No. 234, Jakarta Pusat. Untuk memudahkan pengenalan masyarakat terhadap Bank kami, maka pada tanggal 14 September 1992 dengan izin dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia nama Bank Bumi Arta Indonesia diganti menjadi Bank Bumi Arta.Untuk memperkuat struktur permodalan, operasional Bank, dan pengelolaan Bank yang lebih profesional dan transparan, berprinsip pada Good Corporate Gorvanance dan Risk Management, maka pada tanggal 1 Juni 2006 Bank Bumi Arta melaksanakan Penawaran
Umum
Perdana
(Initial
Public
Offering)
dengan
mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta sebanyak 210.000.000 saham atau sebesar 9,10% dari saham yang ditempatkan, sehingga sejak saat itu Bank Bumi Arta menjadi Perseroan Terbuka. Untuk memperkuat struktur permodalan, operasional Bank, dan pengelolaan Bank yang lebih profesional dan transparan, berprinsip pada Good Corporate Gorvanence dan Risk Management, maka pada tanggal 1 Juni 2006 Bank Bumi Arta melaksanakan Penawaran Umum Perdana 70
(Initial Public Offering) dengan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta sebanyak 210.000.000 saham atau sebesar 9,10% dari saham yang ditempatkan, sehingga sejak saat itu Bank Bumi Arta menjadi Perseroan Terbuka. Berawal dari sebuah lembaga keuangan bukan bank bernama PT Inter-Pacifik Financial Corporation, didirikan pada tanggal 7 September 1973, yang merupakan perusahaan patungan antara PT Bank Rakyat Indonesia, Continental Bank, Belgai; The Sanwa Bank Ltd, Jepang dan Credit Commercial De France, Perancis, dalam perkembangannya, pada tanggal 24 Februari 1993, berubah status dan fungsinya menjadi bank campuran yang melakukan aktivitas Bank Umum dengan nama PT Inter-Pacific Bank. Lima tahun kemudian, pada tanggal 1 Juli 1998, terjadi perubahan nama menjadi PT Bank Inter-pasific Tbk. Tanggal 23 Desember 2003, bank Indonesia memberikan ijin untuk mengambil alih kepemilikan saham sebesra 99,11% kepada konsorsium PT. Bank Artha Graha dan PT Cerena Arthaputra. 3. Bank Capital Indonesia Tbk Dahulu bernama PT bank Credit Lyonnais Indonesia didirikan pada tanggal 20 April 1989, sebagai bank campuran (join venture) antara Credit Lyonnais SA, Perancis (disebut “CL”) dengan PT bank Internasional Indonesai Tbk., Jakarta (disebut “BII”). Anggaran dasar bank disetujui oleh Menteri kehakiman dan Menteri keuangan berturut71
turut pada tanggal 27 Mei 1989 dan 25 Oktober 1989, dan diumumkan pada berita negara tanggal 5 Juni 1990. Bank telah memperoleh izin operasinya sebagai bank umum dari menteri keuangan berdasarkan surat keputusan No. 119/KMK.013/1989 tanggal 25 Oktober1989. Setelah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia sesuai rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa
yang diselenggarakan pada
tanggal 31 Agustus 2004 secara resmi saham Credit Lyonnais telah diakusisi oleh Sdr. Danny Nugroho. Dalam RUPS tersebut di atas telah diputuskan bahwa nama Bank dirubah dari PT Bank Credit Lyonnais Indonesia menjadi PT Bank Capital Indonesia, Tbk. Perubahan nama tersebut telah memperoleh persetujuan menteri kehakiman & HAM sesuai dengan surat keputusan NOmor c-24209 HT.01.04. TH 2004 tanggal 29 September 2004 dan Bank Indonesia sesuai dengan surat keputusan Gubernur Bank Indonesia tanggal 19 Oktober 2004 tentang perubahan nama Bank Credit Lyonnais Indonesia menjadi PT Bank Capital Indinesia,Tbk. 4. Bank Danamon Tbk Bank Danamon didirikan pada tahun 1956 dengan nama PT bank Kopra Indonesia. Pada tahun 1976 namanya menjadi Bank Danamon Indonesia hingga kini. Bank danamon menjadi bank devisa swasta pertama diIndonesia tahun 1976 dan perseroan terbuka pada tahun 1989. Pada tahun 1997 sebagai krisis moneter Asia, bank Danamon 72
mengalami kesulitan likuiditas dan diambil oleh badan penyehatan nasional. Pada tahun 1999, pemerintah Indonesia melalui BPPN merekapitalisasi bank Danamon dengan obligasi pemerintah senilai Rp 32 triliun. saat itu juga, sebuah bank BTO dilebur ke perseroan sebagai bagian dari program pembenahan BPPN. Pada tahun 2000, delapan bank BTO lainnya dilebur kedalam bank Danamon surveving entity, bank Danamon bangkit menjadi salah satu pilar perbankan nasional. Dalam kurun waktu tiga tahun berikutnya, bank Danamom melakukan restrukturisasi luas mencakup menajemen manusia, organisasi, system, nilai perilaku serata identitas perusahaan. Upaya ini berhasil meletakkan fondasi maupun prasarana baru bagi perseroan guna meraih pertumbuhan berdasarkan transparansi, responsibilittas, integritas dan profesionalisme. Pada tahun 2003. Bank danamon, diambil alih oleh konsersium Asia Fainance Indonesia sebagai pemegang saham pengendali. dengan kendali manajemen baru serta modal 180 hari pemetaan modal bisnis dan strategi baru, bank Danamon terus mengalami perubahan transformasi yang dirancang untuk dijadikannya sebagai bank nasional terkemuka.
73
5. Bank Ekonomi Raharja Tbk Sejarah Bank Ekonomi didirikan pada tanggal 8 Maret 1990. Bank Ekonomi dinyatakan oleh Bank Indonesia sebagai bank yang sehat selama 24 bulan berturut-turut sejak pembukaan dan tetap bertahan hingga saat ini. Karena hasil evaluasi yang baik, maka pada tahun 1992, Bank Ekonomi berhasil mengakreditasi status menjadi bank devisa sehingga bentuk pelayanan kepada masyarakat semaikin dapat diperluas dan dikembangkan. Pada usia yang ke-19, Bank Ekonomi telah memiliki jaringan kantor cabang dan cabang pembantu sebanyak 92 kantor yang tersebar di 27 kota, seperti Jakarta, Bekasi, Tangerang, Bogor, Bandung, Cirebon, Semarang, Solo, Kudus, Yogyakarta, Surabaya, Sidoarjo, Malang, Medan, Rantau Prapat, Batam, Palembang, Pekanbaru, Pangkal Pinang, Bandar Lampung, Makassar, Manado, Banjarmasin, Balikpapan, Pontianak, Samarinda, dan Denpasar. Saat ini Bank Ekonomi telah berhasil meningkatkan pelayanan dengan On Line System ke seluruh cabang/capem dan penyediaan fasilitas ATM yang tersebar di seluruh lokasi strategis. Bank Ekonomi juga bekerja sama dengan jaringan ATM ALTO dan jaringan ATM PRIMA serta Debit PRIMA. Bank Ekonomi juga menyediakan fasilitas phone banking dan internet banking. Yang semuanya itu ditujukan untuk kepuasan nasabah Bank Ekonomi. 74
Bank Ekonomi terus mendukung nasabahnya dengan penambahan jaringan cabang yang sekarang ini terbentang di 27 kota termasuk pembukaan cabang-cabang yang terakhir di Manado, Pangkal Pinang, dan Kudus menjadikan total jumlah cabang menjadi 92 kantor cabang. Jajaran Manajemen Bank Ekonomi terus berusaha untuk meningkatkan sinergi perusahaan dan tetap melakukan inovasi-inovasi dan terobosan dalam mempertahankan posisi Bank Ekonomi sebagai bank swasta nasional yang solid, dan aman. Pada tanggal 22 Mei 2009, HSBC Asia Pacific Holdings (UK) Limited telah berhasil menyelesaikan akuisisi 88.89% dari kepemilikan Bank Ekonomi. Pada hari ini, Bank Ekonomi sudah resmi menjadi anggota dari Grup HSBC, yang memiliki lebih dari 9500 kantor di 86 negara dan teritori dengan aset US$2.527 miliar (tertanggal 31 Desember 2008), yang sekarang ini merupakan salah satu institusi perbankan dan layanan keuangan internasional terbesar di dunia.
6. Bank Kesawan Tbk Hampir 100 tahun yang lalu yaitu pada tahun 1913 Khoe Tjin Tek dan Owh Chooi Eng mendirikan Chunghwa Shangyeh (The Chinese Trading Company Limited) di Medan, sebagai pendiri beliau bertindak masing-masing sebagai Direktur Utama dan Komisaris Utama. NV Chunghwa Shangyeh bergerak dalam bidang simpan pinjam keuangan selain juga bergerak di bidang perdagangan umum. Setelah 75
kemerdekaan yaitu pada tahun 1958 NV Chunghwa Shangyeh resmi melakukan kegiatan sebagai Bank Umum dan pada tahun 1962 bentuk usaha berganti menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT Bank Chunghwa Shangyeh. Pada tahun 1965, PT Bank Chunghwa Shangyeh berganti nama menjadi PT Bank Kesawan dan untuk lebih memantapkan posisi Bank maupun pengembangan usaha yang lebih baik, Kantor Pusat Bank Kesawan direlokasi atau hijrah ke Jakarta pada tahun 1990. Tahun 1995, Bank Kesawan memperoleh persetujuan menjadi Pedagang Valuta Asing dan selanjutnya pada tahun 1996 mendapatkan izin menjadi Bank Umum Devisa maupun Bank Persepsi, yaitu Bank yang dapat menerima pajak. Walaupun pada masa krisis ekonomi Indonesia di tahun 1998 Bank Kesawan masih merupakan salah satu Bank yang berhasil masuk dalam kategori "A" berdasarkan penilaian Bank Indonesia. Untuk itu, kinerja tahun 2000 Bank Kesawan memperoleh penghargaan sebagai salah satu "Bank Berkinerja Terbaik" dalam beberapa kategori dari majalah independen perbankan "InfoBank". Pada tahun 2002 pula sistem operasional manual diganti menjadi 'on-line' sistem di seluruh cabang Bank Kesawan. Bank Kesawan menjadi Bank Publik pada tahun 2002 dengan Penawaran Saham Umum Perdana sejumlah 78,8 juta lembar melalui Bursa Efek Jakarta.
76
Dalam penawaran umum saham ini dikeluarkan pula Waran Seri I dengan jangka waktu pelaksanaan di tahun 2003 sampai dengan 2005. Tahun 2009 Bank melakukan Penawaran Umum Terbatas I kepada para Pemegang Saham dalam rangka penerbitan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu sebanyak 125.304.750 lembar saham atau seluruhnya berjumlah sebesar Rp. 40.097.520.000,- Tahun 2011 Bank melakukan Penawaran Umum Terbatas II kepada para Pemegang Saham dalam rangka penerbitan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu sebanyak 2.935.263.768 lembar saham atau seluruhnya berjumlah sebesar Rp. 733.815.942.000,-.Qatar National Bank S.A.Q bertindak selaku pembeli siaga dalam PUT II tersebut. Pelaksanaan PUT II ini meningkatkan permodalan Bank dan mengakibatkan terjadinya perubahan kepemilikan saham termasuk Pemegang Saham Pengendali. Sebagai hasil pelaksanaan PUT II, Qatar National Bank S.A.Q menjadi Pemegang Saham Pengendali Bank yang memiliki 69,59 % dari modal ditempatkan dan disetor Bank 7. Bank Mandiri Tbk Bank Mandiri IDX: BMRI, yang berkantor pusat di Jakarta adalah bank terbesar di Indonesia dari segi aset, pinjaman dan deposito. Jumlah aktiva pada Q2 2010 adalah Rp 46,4 miliar. Ia juga memiliki Rasio Kecukupan Modal sebesar 23% (termasuk risiko pasar), Return on Asset dari 0,71%, dan Return on Equity (RoE) sebesar 7,38%. Pada 77
September 2011, Bank Mandiri adalah bank terbesar pertama di Indonesia dengan total aset Pada bulan Mei 2005, bank mengumumkan bahwa sebagai akibat dari baru, peraturan akuntansi yang lebih ketat, pinjaman yang dilaporkan bermasalah akan meningkat. Kenaikan adalah satu yang sangat besar, dari 7% non-kinerja sampai 25%.Pada Maret 2012, bank memiliki 1.544 cabang tersebar di tiga zona waktu yang berbeda di kepulauan Indonesia dan enam cabang di luar negeri, sekitar 8996 Anjungan Tunai Mandiri, dan enam anak perusahaan utama: Bank Syariah Mandiri, Mandiri Sekuritas, Mandiri Tunas Finance, AXA Mandiri Financial Services, Bank Sinar Harapan Bali, dan Mandiri AXA Asuransi Umum. Bank Mandiri merupakan hasil merger yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia dari empat tua tua milik pemerintah bank yang gagal pada tahun 1998. Keempat bank adalah Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Expor Impor (Exim), dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo). Selama penggabungan dan reorganisasi, pemerintah mengurangi jumlah cabang dengan 194 dan jumlah personel dari 26.600 ke 17.620. Pada tahun 1951 Bank Industri Negara (BIN) didirikan untuk membiayai sektor-sektor prioritas, seperti perkebunan, industri dan pertambangan. pada tahun 1959 Pemerintah Indonesia menasionalisasi operasi Nationale Handelsbank di Indonesia dan dari mereka dibuat Bank Umum Negara. pada tahun 78
1960 Pemerintah Indonesia menasionalisasi operasi indonesian dua bank Belanda lebih. Dulu operasi Nederlandsche Handel-Maatschappij untuk menciptakan Bank Ekspor Impor Indonesia. Escomptobank menjadi Bank Dagang Negara. Pemerintah juga mendirikan BUMN Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan BIN bergabung ke dalamnya. Bapindo khusus dalam pembiayaan menengah dan jangka panjang. 8. Bank Mayapada International Tbk Tahun 1989 Didirikan dengan nama PT Bank Mayapada International. Pada tahun 1990 mulai beroperasi secara komersial sebagai bank umum swasta nasional dan tahun 1993 Status Perseroan ditingkatkan menjadi Bank Devisa. Tahun 1995 Nama dirubah menjadi PT Bank Mayapada Internasional. Tahun 1997 Melakukan Penawaran Umum Saham.Tahun 2003 Memperoleh Sertifikat Mutu ISO 9001:2000 Tahun 2004 Kuasi Reorganisasi. Bank Mayapada Internasional mempunyai 1 Kantor Pusat 8 Kantor Cabang: Jakarta, Bandung, Semarang, Solo, Surabaya, Denpassar, Medan dan Makassar. 7 Kantor Cabang Pembantu: 6 di Jakarta, 1 di Surabaya 12 Kantor Kas: 5 di Jakarta, 1 di Semarang, 2 di Solo, 1 di Denpassar.
79
9. Bank Negara Indonesi Tbk Bank Negara Indonesia berdiri sejak tahun 1946, Bank Negara Indonesia merupakan bank pertama yang didirikan dan dimiliki oleh pemerintah, Bank Negara Indonesia mulai mengedarkan alat pembayaran resmi pemerintah Indonesia, yakni ori atau 0eung Republik Indonesia, pada malam menjelang tanggal 30 Oktober 1946, hanya beberapa bulan sejak pembentukkannya, hingga kini tanggal tersebut diperingati sebagai hari keuangan nasional, sementara hari perdirinya yang jatuh pada tanggal 5 Juli ditetapkan sebagai hari bank nasional. menyusul penunjukan De Javshe Bank yang merupakan warisan dari pemerintah belanda sebagai bank sentral pada tahun 1949, pemerintah membatasi peranan Bank Negara Indonesia sebagai bank sirkulasi atau bank sentral. Bank Negara Indonesia lalu ditetapkan sebagai bank pembangunan, dan kemudian diberikan hak untuk bertindak sebagai bank devisa, dengan akses langsung untuk transaksi luar negeri. Sehubungan dengan penambahan modal pada tahun 1955, status Bank Negara Indonesia diubah menjadi bank komersial milik pemerintah. Perubahan ini melandasi pelayanan yang lebih baik dan tugas bagi sektor usaha nasional. sejalan dengan keputusan penggunaan tahun pendirian sebagai bagian dari identitas perusahaan, nama Bank Negara Indonesia lebih dikenal sebagai “BNI 46”. 80
Pada tahun 2004, identitas perusahaan yang diperbaharui mulai digunakan untuk mengambarkan prospek masa depan yang lebih baik, setelah keberhasilan mengarungi masa-masa yang sulit. Sebutan „Bank BNI‟ dipersingkat menjadi „BNI‟ sedangkan tahun pendirian –‟46digunakan dalam logo perusahaan untuk meneguhkan kebanggaan sebagai bank nasional pertama yang lahir pada era Negara Kesatuan Republik Indonesia. 10. Bank Republik Indonesia Tbk Pada awalnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja dengan nama De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden[1] atau "Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi Purwokerto", suatu lembaga keuangan yang melayani orang-orang berkebangsaan Indonesia. Lembaga tersebut berdiri tanggal 16 Desember 1895, yang kemudian dijadikan sebagai hari kelahiran BRI.Pada periode setelah kemerdekaan RI, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1946 Pasal 1 disebutkan bahwa BRI adalah sebagai Bank Pemerintah pertama di Republik Indonesia. Dalam masa perang mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan BRI sempat terhenti untuk sementara waktu dan baru mulai aktif kembali setelah perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat. Pada waktu itu melalui 81
PERPU No. 41 tahun 1960 dibentuklah Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan Nederlandsche Maatschappij. Kemudian berdasarkan Penetapan Presiden No. 9 tahun 1965, BKTN diintegrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan. Setelah berjalan selama satu bulan, keluar Penpres No. 17 tahun 1965 tentang pembentukan bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Dalam ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural, sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor Impor. Berdasarkan Undang-Undang No. 14 tahun 1967 tentang Undang-undang Pokok Perbankan dan Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Undang-undang Bank Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia Unit II Bidang Rular dan Ekspor Impor dipisahkan masing-masing menjadi dua Bank yaitu Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor Indonesia. Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No. 21 tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok BRI sebagai bank umum.Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah menjadi perseroan terbatas. Kepemilikan BRI saat itu masih 100% di 82
tangan Pemerintah Republik Indonesia. Pada tahun 2003, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menjual 30% saham bank ini, sehingga menjadi perusahaan publik dengan nama resmi PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk., yang masih digunakan sampai dengan saat ini.Sampai sekarang Bank Rakyat Indonesia Persero yang didirikan sejak tahun 1895 tetak konsisten memfokuskan pada pelayanan kepada masyarakat kecil, diantaranya dengan memberikan fasilitas kredit kepada golongan pengusaha kecil. Hal ini antara lain tercermin pada perkembangan penyaluran Kredit Usaha Kecil pada tahun 1994 sebesar Rp. 6.419,8 milyar yang meningkat menjadi Rp. 8.231,1 milyar pada tahun 1995 dan pada tahun 1999 sampai dengan bulan September sebesar Rp. 20.466 milyar. Seiring dengan perkembangan dunia perbankan yang semakin pesat maka sampai saat ini Bank Rakyat Indonesia mempunyai unit kerja yang berjumlah 4.447 buah, yang terdiri dari 1 Kantor Pusat BRI, 12 Kantor Wilayah, 12 Kantor Inspeksi /SPI, 170 Kantor Cabang (dalam negeri), 145 Kantor Cabang Pembantu, 1 Kantor Cabang Khusus, 1 New York Agency, 1 Caymand Island Agency, 1 Kantor Perwakilan Hongkong, 40 Kantor Kas Bayar, 6 Kantor Mobil Bank, 193 P.POINT, 3.705 BRI UNIT dan 357 Pos Pelayanan Desa.
83
11. Bank Tabungan Pensiunan Tbk Bank Tabungan Pensiunan Nasional terlahir dari pemikiran 7 orang dalam suatu perkumpulan pegawai pensiunan militer pada tahun 1958 di Bandung. Ketujuh serangkai tersebut kemudian mendirikan Perkumpulan Bank Pegawai Pensiunan Militer (selanjutnya disebut ”BAPEMIL”) dengan status usaha sebagai perkumpulan yang menerima
simpanan
dan
memberikan
pinjaman
kepada
para
anggotanya. BAPEMIL memiliki tujuan yang mulia yakni membantu meringankan beban ekonomi para pensiunan, baik Angkatan Bersenjata Republik Indonesia maupun sipil, yang ketika itu pada umumnya sangat kesulitan bahkan banyak yang terjerat rentenir.Berkat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat maupun mitra usaha, pada tahun 1986 para anggota perkumpulan BAPEMIL membentuk PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional dengan izin usaha sebagai Bank Tabungan dalam rangka memenuhi ketentuan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan untuk melanjutkan kegiatan usaha BAPEMIL. Berlakunya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (sebagaimana selanjutnya diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998) yang antara lain menetapkan bahwa status bank hanya ada dua yaitu: Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat, maka pada tahun 1993 status Bank BTPN diubah dari Bank Tabungan 84
menjadi Bank Umum melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 055/KM.17/1993 tanggal 22 Maret 1993. Perubahan status Bank BTPN tersebut telah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam surat Bank Indonesia No. 26/5/UPBD/PBD2/Bd tanggal 22 April 1993 yang menyatakan status Perseroan sebagai Bank Umum. Sebagai Bank Swasta Nasional yang semula memiliki status sebagai Bank Tabungan kemudian berganti menjadi Bank Umum pada tanggal 22 Maret 1993, Bank BTPN memiliki aktivitas pelayanan operasional kepada Nasabah, baik simpanan maupun pinjaman. Namun aktivitas utama Bank BTPN adalah tetap mengkhususkan kepada pelayanan bagi para pensiunan dan pegawai aktif, karena target market Bank BTPN adalah para pensiunan. Dalam rangka memperluas kegiatan usahanya, Bank BTPN bekerja sama dengan PT Taspen, sehingga Bank BTPN tidak saja dapat memberikan pinjaman dan pemotongan cicilan pinjaman, tetapi juga dapat melaksanakan “Tri Program Taspen”, yaitu Pembayaran Tabungan hari Tua, Pembayaran Jamsostek dan Pembayaran Uang Pensiun. Terhitung tanggal 12 Maret 2008 bank BTPN telah listing di Bursa efek Jakarta (BEJ) dan resmi menyandang gelar tbk. Dan pada tanggal 14 Maret 2008, Texas Pacific Group
resmi mengakuisisi
saham bank BTPN sebesar 71,61%. Sehingga susunan pemegang 85
saham menjadi TPG 71,61%, masyarakat 27,39% dan PT. MKM. 1 %. Pada kesempatan yang sama pula, yaitu pada tanggal 19 Juli 2011, BTPN meluncurkan BTPN Sinaya, sub brand BTPN untuk bisnis pendanaan. BTPN Sinaya berasal dari singkatan sinar yang memberdayakan
12. Bank Windu Ketjana Tbk Bank Windu Kentjana Internasional Terbuka beroperasi di sektor bank Nasional komersial. PT Bank Windu Kentjana International Tbk merupakan lembaga yang berbasis di Indonesia keuangan. Bank ini terdiri dari empat segmen usaha: pemasaran, kredit, treasury dan pembiayaan
perdagangan.
Pada
tanggal
31
Desember
2010,
Perusahaan didukung oleh 19 kantor cabang, 17 sub-kantor cabang dan kantor kas 27 yang terletak di Pulau Jawa, Tanjung Pinang, Pontianak, Batam, Denpasar dan Palembang. Dalam laporan lengkap kami tersedia untuk pembelian perusahaan tersebut dibandingkan dengan PT Bank Agroniaga Tbk, PT Bank Capital Indonesia Tbk dan Bank Pundi Indonesia.
86
B. Penemuan dan Pembahasan 1. Statistik deskriptif adalah hasil statistik deskriptif yang disajikan dalam bentuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), nilai maksimum, nilai minimum, standar deviasi. Berikut adalah hasil statistik deskriptif yang disajikan dalam bentuk tabel. Tabel 4.1 Hasil Statistik Deskriptif Kin_per
Dew_dirk
Dew_kom Kom_Indep Kep_manj
Mean
2.117667
6.966667
5.183333
0.410333
0.247667
Max.
3.990000
11.00000
8.000000
0.570000
1.500000
Min.
0.110000
4.000000
3.000000
0.250000
0.000000
Std.Dev.
0.911455
2..379052
1.702358
0.081925
0.432863
Sumber : Data diolah
Tabel 4.1 di atas menunjukan bahwa variabel dependen kinerja perbankan mempunyai nilai minimum sebesar 0.110000; nilai maksimum sebesar 3.990000; nilai rata-rata sebesar 2.117667; dan standar deviasi sebesar 0.911455. Variabel independen dewan direksi memiliki nilai minimum sebesar 4.000000; nilai maksimum sebesar 11.00000; nilai rata-rata sebesar 6.966667 dan standar deviasi sebesar 2.379052.
87
Variabel independen dewan komisaris memiliki nilai minimum sebesar 3.000000; nilai maksimum sebesar 8.000000; nilai rata-rata sebesar 5.183333; dan standar deviasi sebesar 1.702358. Variabel
independen
komisaris
independen
memiliki
nilai
minimum sebesar 0.250000; nilai maksimum sebesar 0.570000; nilai rata-rata sebesar 0.4103332; dan standar deviasi sebesar 0.081925. Variabel independen Kepemilikan manajerial memiliki nilai minimum sebesar 0.000000; nilai maksimum sebesar 1.500000; nilai rata-rata sebesar 0.247667; dan standar deviasi sebesar 0.432863.
2. Uji Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik diperlukan agar model regresi menjadi suatu model yang lebih representative. Analisis data atas uji asumsi klasik dalam penelitian ini antara lain: a. Uji Normalitas Uji signifikasi variabel independen terhadap variabel dependen melalui uji t hanya akan valid jika residual yang kita dapatkan mempunyai distribusi normal. Dalam penelitian ini menggunakan metode Jarque-bera (J-B). Jika residual didistribusikan secara normal maka diharapkan nilai statistik J-B akan sama dengan nol. Jika nilai probabilitas dari statistik J-B besar atau dengan kata lain jika nilai statistic dari J-B ini tidak signifikan maka kita menerima hipotesis 88
bahwa residual mempunyai distribusi normal karena nilai statistik J-B mendekati nol. Sebaliknya jika nilai probabilitas dari statistik J-B kecil atau signifikan maka kita menolak hipotesis bahwa residual mempunyai distribusi normal karena nilai statistik J-B tidak sama dengan nol. Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Data Jarque Bera
Probabilitas
1.414863
0.492909
Sumber : Data Diolah Berdasarkan uji statistik J-B, nilai statistiknya sebesar 1.414863 dengan probabilitas yaitu sebesar 49.29%. Oleh karena itu, berarti hipotesis diterima karena residual didistribusikan secara normal.
b. Uji Multikolinieritas Uji Multikolinieritas adalah adanya hubungan antara variabel independen dalam satu regresi. Model regresi yang baik adalah model yang tidak mempunyai masalah multikolinieritas. Penelitian
ini
membahas
masalah
multikolinieritas
dengan
melakukan uji korelasi parsial antar variabel independen dengan bantuan eviews 5. Masalah multikolinieritas dengan uji korelasi parsial antar variabel independent dapat dilihat dengan nilai korelasi antar variabel. Jika koefisien korelasi lebih dari 0,8 dapat disimpulkan 89
terdapat multikolinieritas pada model, sebaliknya jika nilai koefisien korelasi lebih dari 0.8 maka diduga model tidak mengandung masalah multikolinieritas (Winarjono; 2007 ) Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinieritas Dew_dirk
Dew_kom
Kom_Indep Kep_manj
Dew_dirk
1.000000
0.759016
0.240941
-0.107881
Dew_kom
0.759016
1.000000
0.446780
0.119967
Kom_indep
0.240941
0.446780
1.000000
0.118457
Kep_manj
-0.107881
-0.119965
0.118457
1.000000
Sumber : Data Diolah
Tabel 4.3 menunjukan bahwa nilai korelasi antar variabel independen tidak lebih dari 0.8. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah mulikolinieritas pada model regresi tersebut.
c. Uji Heterokedastisitas Uji Heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dari model regresi tidak terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedasitas, dan jika berbeda
disebut
heteroskedastisitas.
Pada
penelitian
ini
uji
heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji white untuk
90
mengidentifikasi masalah heteroskedastisitas. Hasil uji White dengan bantuan software Eviews 5.0 adalah sebagai berikut: Tabel 4.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas F-statistic
1.619940
Probability
0.142347
Obs*R-squared
12.15724
Probability
0.144325
Sumber : Data diolah
Tabel
4.4
menunjukan
bahwa
model
tidak
mengandung
heteroskedastisitas, karena nilai probabilitas chi square sebesar 0.144325 lebih besar dari 0,05 atau 5%. Selain itu nilai R square hitung sebesar 12.15724 sedangkan nilai kritis R square pada α = 5% dengan df 30 sebesar 43.773. Karena nilai R square hitung lebih kecil dari niali kritis chi square maka dapat disimpulkan tidak ada masalah heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode tertentu dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual tidak bebas dari observasi
ke
observasi
lainnya.
Untuk
menganalisis
terjadi 91
autokorelasi atau tidak dalam suatu model, dapat dilakukan dengan melihat uji Durbin Watson. Hasil uji autokorelasi dengan bantuan Sofware Eviews 5.0 adalah sebagai berikut : Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi Dependent Variable: Kin_per B Method: Least Squares Date: 04/19/12 Time: 10:46 Sample: 1 60 Included observations: 60 Variable
C Dew_dirk Dew_kom Kom_Indep Kep_manj R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
-0.249275 0.139895 0.008319 2.790039 0.825225
0.519793 0.065367 0.098383 1.317880 0.232859
-0.479565 2.140144 0.084542 2.117066 3.543883
0.400149 0.356523 0.731142 29.40127 -63.73711 1.800230
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
Prob.
0.6334 0.0368 0.9329 0.0388 0.0008 2.117667 0.911455 2.291237 2.465766 9.172354 0.000009
Sumber : Data diolah Berdasarkan hasil uji autokorelasi menggunakan metode Durbin Watson (DW) yang ditunjukan pada tabel, diperoleh nilai DW sebesar 1.80. Hasil tersebut menunjukan bahwa nilai DW 1,73 < 1.80 < 2.27, sehingga dapat diputuskan bahwa data tidak mengalami autokorelasi.
92
3. Uji regresi berganda a. Uji Regresi simultan (uji f) Tabel 4.5 menunjukkan bahwa niali f hitung sebesar 9.172354 dengan probabilitas (sig f) sebesar 0.000009. sedangkan f tabel sebesar 2.72 dengan demikian f hitung > f tabel (f hitung lebih besar dari f tabel). Maka H0 ditolak, hal ini berarti bahwa variabel dewan direksi, dewan komisaris, dewan komisaris independen dan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kinerja perbankan. b. Uji Regresi parsial ( uji t ) Seperti telah dijelaskan dalam bab III, hasil dari perbandingan(sig t) dengan taraf signifikansi yang ditolerir sebesar α = 5% atau 0.05 untuk semua variabel akan dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan dalam uji hipotesis penelitian. Berdasarkan tabel 4.5 diatas maka : 1) Dewan Direksi Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah dewan direksi mempunyai pengaruh terhadap kinerja perbankan. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh t hitung sebesar 2.140 sedangkan t tabel sebesar 1.684 dengan probabilitas sebesar 0.036. Dilihat dari nilai t hitung yang lebih besar dari t tabel (t hitung= 2.104 > t tabel = 1.684) serta probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 (α = 5%) ini berarti ukuran jumlah dewan direksi didalam perusahaan mempunyai
93
pengaruh terhadap kinerja perbankan maka secara parsial hipotesis yang diajukan diterima. 2) Dewan Komisaris Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini adalah dewan komisaris
mempunyai
pengaruh
terhadap
kinerja
perbankan.
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh t hitung sebesar 0.084 sedangkan t tabel sebesar 1.684 dengan probabilitas sebesar 0.932. Dilihat dari nilai t hitung yang lebih kecil dari t tabel (t hitung = 0.084 < t tabel = 1.684) serta probabilitas yang lebih besar dari 0,05 (α = 5%) ini berarti ukuran jumlah dewan komisaris didalam perusahaan tidak mempunyai pengaruh terhadap kinerja perbankan maka secara parsial hipotesis yang diajukan ditolak. 3) Komisaris Independen Hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian ini adalah komisaris
independen
mempunyai
pengaruh
terhadap
kinerja
perbankan. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh t hitung sebesar 2.117 sedangkan t tabel sebesar 1.684 dengan probabilitas sebesar 0.038. Dilihat dari nilai t hitung yang lebih kecil dari t tabel (t hitung = 2.117 > t tabel = 1.684) serta probabilitas yang lebih besar dari 0,05 (α = 5%) ini berarti ukuran jumlah komisaris independen didalam perusahaan tidak mempunyai pengaruh terhadap kinerja perbankan maka secara parsial hipotesis yang diajukan diterima 94
4). Kepemilikan manajerial Hipotesis keempat yang diajukan dalam penelitian ini adalah Kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh terhadap kinerja perbankan. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh t hitung sebesar 3.543 Sedangkan t tabel sebesar 1.684 dengan probabilitas sebesar 0.0008. Dilihat dari nilai t hitung yang lebih besar dari t tabel (t hitung = 3.543 > t tabel = 1.684) serta probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 (α = 5%) ini berarti). Kepemilikan manajerial didalam perusahaan mempunyai pengaruh terhadap kinerja perbankan maka secara parsial hipotesis yang diajukan diterima. c. Uji Koefisien Determinasi ( R2) Tabel 4.5 menunjukkan bahwa koefisien determinasi ( R2 ) sebesar 40.0149 Hal ini berarti bahwa variabel bebas yang terdiri dari dewan direksi, dewan komisaris, komisaris independen dan kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh terhadap kinerja perbankan sebesar 40.01%. Sedangkan sisanya 59.99% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.
95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab terdahulu, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Hasil uji secara parsial (uji t) diantara kempat variabel Independen, variabel dewan direksi, komisaris independen dan kepemilikan manajerial yang mempunyai pengaruh terhadap kinerja perbankan. Sedangkan variabel independen lainnya tidak berpengaruh terhadap kinerja perbankan. Koefisien determinasi menunjukan nilai sebesar 40.0149,
nilai ini menunjukan bahwa variabel bebas berpengaruh
40,01% terhadap variabel dependen. Dapat pula dikatakan perubahan kinerja perbankan mampu dijelaskan oleh variabel independen sebesar 40,01% sedangkan sisanya 59.99% dipengaruhi oleh variabel lainnya. B. Implikasi Adanya komposisi atau ukuran dewan direksi dalam suatu perusahaan dapat mempengaruhi efektif atau tidaknya aktivitas monitoring manajemen dalam suatu perusahaan karena dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan yang akan diambil atau strategi perusahaan tersebut secara jangka pendek maupun secara jangka panjang. Jika perusahaan memiliki kebutuhan akan dewan direksi dalam jumlah yang besar maka 96
semakin besar kebutuhan akan hubungan eksternal yang semakin efektif karena di dalam perusahaan terdapat badan mengawasi dan melindungi hak pihak-pihak diluar manajemen akan berkurang. Proporsi dewan komisaris independen menjadi pertimbangan bagi perusahaan dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan. Hal ini dikarenakan keberadaaan komisaris independen dalam perusahaan hanya bersifat formalitas untuk memenuhi aturan atau kebijakan pemerintah. Sehingga komisaris independen tidak komisaris independen dapat membantu memberikan kelangsungan dan objektivitas yang diperlukan bagi suatu perusahaan untuk berkembang dan makmur. Dewan komisaris independen membantu merencankan strategi jangka panjang perusahaan dan secara berkala melakukan review atas implementasi strategi tersebut. dengan demikian hal ini akan memberikan benefit yang tinggi bagi perusahaan. Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer ssekaligus sebagai pemegang saham, oleh karena itu kepemilikan manajerial berfungsi sebagai penyeimbang dalam kepemilikam saham, adanya keikutsertaan manajemen dalam pengambilan keputusan perusahaan dapat memotivasi manajemen dalam meningkatan kinerja perusahaan dan sekaligus menselaraskan kepentingan nya sebagai pemegang saham sehingga dapat tercapai kinerja perusahaan yang diharapkan oleh pemilik saham. 97
C. Saran Hasil penelitian ini mempunyai beberapa implikasi terhadap pihak pihak yang berkepentingan. 1. Perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan input bagi perusahaan dalam mengambil keputusan tentang kebijakan good corporate governance selain itu diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah keagenan yang sering terjadi pada perusahaan. 2. Pemerintah Pemerintah dalam hal ini BAPEPAM, otoritas Bursa Efek Indonesia dan Bank Indonesia seharusnya serius melakukan pembenahan yang terjadi dalam pelaksanaan corporate governance di Indonesia. Salah satu hal yang harus
dilakukan pemerintah adalah memperkuat
peraturan pembentukan komponen corporate governance tersebut agar tujuan pelaksanaan corporate governance dapat dirasakan. selama ini yang dilakukan para pelaku usaha hanya sebatas memenuhi kewajiban pembentukan
komponen
good
corporate
governance
tanpa
memperdulikan keefektipan komponen corporate governance tersebut dalam menjamin pelaksanaan good corporate governance. 3. Peneliti
98
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk meneliti lebih jauh tentang masalah yang berkaitan dengan good corporate governance
99
DAFTAR PUSTAKA . Alijoyo, Antonius, “Komisaris Independen Pengerak Praktik GCG di Perusahaan”. Indeks kelompok Gramedia , Jakarta, 2004. Ariyoto, Kresnohadi, “Good Corporate Governance dan Konsep Penegakannya di BUMN”, Jurnal Usahawan NO 18 TH XXIX Oktober 2000. Budi S, Wasis, “Agency Theori Versus Stewardship Theory”, Media Audiator, 19 Oktober 2008. Christian, Yulius Jogi, “Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Hutang, Kinerja dan Nilai Perusahaan”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol 9, No.1, 2007. Daniri, Mas Achmad, “Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapan dalam Konteks Indonesia”, Triexs Triamarindo, Jakarta, 2005. Darmawati , “Good Corporate Governance dan Manajemen Laba: Suatu Studi empiris”, Jurnal Keuangan dan Bisnis, vol 5 No 1 April 2003,47 Darmawati, “Corporate Governance Dan Manajemen Laba: Suatu Studi Empiris”, Jurnal Bisnis Dan Akuntansi Vol 5 No 1 A, April 2003. Faris, Muhammad, “Pengaruh karakteristik Perusahaan dengan Faktor Regulasi sebagai Variabel Kontrol Terhadap Kualitas Good Corporate Governance Perusahaan”, Jurnal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi Volume 10 No 2, Agustus, 2007. Firdaus, Muhammad, “Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif”, Bumi Aksara, Jakarta, 2004. Gugler, Klaus, “Corporate Governance, Dividend Payout Policy, and The Interrelation Between Devidends, R&D, and Capital Investement”, Journal of Banking & Finance 27 (2003) 1297-1321. Hamid, Abdul, “Buku Panduan Penulisan Skripsi”. FEIS Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta , 2007.
100
Herwidayatmo, “Implementasi Good Corporation Govenance untuk Perusahaan Publik Indonesia”, Usahawan No 10 TH XXIX Oktober 2000. Kaihatu, Thomas, “Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia”, Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol 8 No 1 Maret 2006. Moeljono, Djokosantoso, “Good Corporate Cultur”, Benefit, Vol Desember 2005. Prasetyantoko, “Corporaete Governance; Pendekatan Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008.
No 2,
Institusional”,
Priambodo, R Erwin, “Penerapan Good Corporate Governance Sebagai Landasan Kinerja Perbankan Nasional”, Usahawan No. 4 tahun XXXVI, Mei 2007. Ramli,.“Teori Stewardship: Konsep Dasar Good Corporate Governance”, Jurnal Market Volume 1 No 2 , Sumatera Utara, Oktober 2005. Retnadi, Djoko, “Memilih Bank yang Sehat”, Gramedia, Jakarta 2006. Ropik, Haban, “Penerapan Unsur Good Corporate Governance Dalam Mencegah Kejahatan Perbankan di Indonesia”, Jurnal Hukum YARSI, Vol.3 No.3, November 2006. Santoso, singgih, “Panduan Lengkap Menguasai SPSS 16”, Alex komputendi, Jakarta, 2008. Sayidah, Nur, “Pengaruh Kualitas Corporate Governance Terhadap Kinerja Perusahaan Publik (Studi Kasus Peringkat 10 Besar CGPI Tahun 2003, 2004, 2005)”, Jurnal Keuangan dan Bisnis Vol 11 No, Juni 2007. Sedarmayanti, “Good Governance: Kepemerintahan yang Baik”, Mandar Maju, Bandung, 2007. Siamat, Dahlan, “Manajemen Lembaga Keuangan”, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta, 2004. Sudharmono, Johny, “Be G2C Good Governed Company”, Alex komputendi, Jakarta, 2008. 101
Susilo, J leo, “Good Corporate Governance pada bank”, PT hikayat Dunia, Bandung, 2007. Sutojo, Siswanto, E. John Aldrigdge. “Tata Kelola perusahaan yang sehat”, Damar Mulia Pustaka, Jakarta,2005. Syakhroza, Akmad, “Bagaimana Mengukur Kinerja Terciptanya Good Corporate Governance”, Usahawan No.19 Tahun XXIX, Oktober 2007. Taswan,“Manajemen Perbankan”, YKPN, Yogyakarta, 2010. Tunggal, Amin widjaya, “Tata kelola Perusahaan Teori dan kasus”, Han Varindo, Jakarta, 2008. Wahyudin, Zarkasih, Muhammad, “Good Corporate Governance”, AlFabet, Bandung, 2008. Winarno, Wahyu Wings, “Analisis Ekonometrik dan Statistik Dengan Eviews”, YKPN, Yogyakarta, 2007 Wook Joh, Sung, “Corporate Governance and Firm Profitaility Evidence From Korea Before the Economic Crisis”, Journal Of Financial Economics 68 (2003) 287-322. Wulandari, Ndaruningpuri, “Pengaruh Indikator Mekanisme Corporate Governance Terhadap kinerja Perusahaan Publik Indonesia”, Fokus Ekonomi vol 1, No, Semarang, Desember 2006. Yanti, Ardianti Aloysi, “Manajemen Laba dan Corporate Governance : Peran dewan Komisaris dan Komite Audit”, Jurnal keuangan dan Bisnis vol 2, No 2 ,Oktober, 2004.
102
Lampiran 1 Hasil Uji Autokorelasi Dependent Variable: Kin_per Method: Least Squares Date: 04/19/12 Time: 10:46 Sample: 1 60 Included observations: 60 Variable C Dew_dirk Dew_kom Kom_Indep Kep_manj R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
-0.479565 2.140144 0.084542 2.117066 3.543883
0.6334 0.0368 0.9329 0.0388 0.0008
-0.249275 0.139895 0.008318 2.790039 0.825225
0.519793 0.065367 0.098383 1.317880 0.232859
0.400149 0.356523 0.731142 29.40127 -63.73711 1.800230
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
2.117667 0.911455 2.291237 2.465766 9.172354 0.000009
103
Lampiran 2 Hasil Uji Heteroskedasticity White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
1.619940 12.15724
Probability Probability
0.142347 0.144325
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C Dew_dirk Dew_dirk^2 Dew_Kom Dew_Kom^2 Kom_Indep Kom_Indep^2 Kep_Manj Kep_Manj^2
-1.024248 -0.633682 0.035527 -0.084226 0.008961 19.89852 -22.60927 0.193111 -0.324347
2.589588 0.280572 0.018462 0.445068 0.039017 13.36957 16.09858 0.653573 0.443845
-0.395525 -2.258540 1.924289 -0.189244 0.229678 1.488344 -1.404427 0.295469 -0.730765
0.6941 0.0282 0.0599 0.8507 0.8193 0.1428 0.1663 0.7688 0.4683
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 04/24/12 Time: 11:17 Sample: 1 60 Included observations: 60
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.202621 0.077542 0.644603 21.19117 -53.91352 2.413615
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.490021 0.671149 2.097117 2.411269 1.619940 0.142347
104