BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian Analisis Kesalahan Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1985: 39), analisis memiliki pengertian yang sama dengan analisa, yaitu penyelidikan suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui apa sebab-sebabnya, bagaimana duduk perkaranya dan sebagainya. Kemudian yang dimaksud dengan menganalisis atau menganalisa adalah penyelidikan dengan menguraikan bagianbagiannya. Dalam proses pembelajaran, kesalahan adalah sesuatu yang dilakukan oleh pembelajar yang sedang menjalani proses belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan (1995 : 140) bahwa “tidak ada siswa yang tidak pernah membuat kesalahan selama belajar di sekolah”. Kemudian dalam halaman selanjutnya pada buku yang sama Tarigan (1995: 141) menjelaskan pengertian kesalahan, bahwa menurutnya “kesalahan merupakan sisi yang mempunyai cacat pada ujaran dan atau tulisan pembelajar”. Sementara itu menurut George dalam Nugraha (2007: 14) berpendapat bahwa “an error is an “unwanted form”, especially, a form which a particular cours designer or teacher does not want”. Maksudnya kesalahan adalah sebuah bentuk
yang tidak diinginkan khususnya oleh para penyelenggara kursus atau oleh pengajar. Dari definisi-definisi di atas penulis dapat mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa adalah penyimpangan terhadap norma baku baik pada ujaran maupun pada tulisan pembelajar. Kesalahan berbahasa memang beraneka ragam jenisnya. Chomsky dalam Tarigan (1995 : 143) membedakan kesalahan berbahasa menjadi dua jenis, yaitu : 1. Kesalahan yang disebabkan oleh faktor-faktor kesalahan, keletihan, dan kurangnya perhatian yang disebut faktor performasi atau disebut juga kesalahan penampilan yang dalam beberapa kepustakaan disebut sebagai mistakes (kekeliruan). 2. Kesalahan yang diakibatkan kurangnya pengetahuan mengenai kaidah-kaidah bahasa yang disebut faktor kompetensi. Penyimpangan ini disebut error (kesalahan). Dari tabel berikut di bawah ini dapat dilihat perbedaan yang lebih jelas antara kesalahan dan kekeliruan. Dasar perbandingan adalah enam sudut pandang, yaitu sumber, sifat, durasi, sistem linguistik, hasil dan cara perbaikan. (Dapat dilihat pada tabel 2.1)
Tabel 2.1 Perbandingan antara kesalahan dan kekeliruan (Tarigan, 1988:75) Kategori Sudut pandang
Kesalahan
Kekeliruan
1. Sumber
Kompetensi
Performansi
2. Sifat
Sistematis
Tidak sistematis
3. Durasi
Agak lama
Sementara
4. Sistem linguistik
Belum dikuasai
Sudah dikuasai
5. Hasil
Penyimpangan
Penyimpangan
6. Perbaikan
Dibantu oleh guru:
Siswa sendiri:
latihan pengajaran
pemusatan perhatian
remedial
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kesalahan berbahasa dibedakan menjadi dua jenis, yaitu mistakes atau kekeliruan dan error atau kesalahan. Mistakes adalah penyimpangan yang terjadi karena adanya pengaruh situasi dari dalam diri pembelajar bahasa atau disebabkan oleh faktor performansi. Faktor performansi ini bisa berupa keletihan, kelelahan serta kurang konsentrasi pada tema yang dibahas, sehingga menyebabkan pembelajar bahasa lupa akan kaidah bahasa yang dipelajari. Mistakes tidak berlangsung lama karena tema yang dibahas telah dipelajari sebelumnya. Mistakes dapat diperbaiki oleh pembelajar sendiri, yaitu dengan pemusatan perhatian atau pikiran sehingga konsentrasi pada tema tidak terganggu. Sedangkan error adalah penyimpangan yang terjadi karena pembelajar bahasa belum memahami kaidah bahasa yang dipelajari. Perbaikan
dalam kejadian error dapat dibantu oleh pengajar dengan memberikan tambahan latihan atau pengajaran remedial. Dari pengertian-pengertian di atas disimpulkan bahwa analisis kesalahan berbahasa adalah penyelidikan mengenai penyimpangan terhadap norma baku baik pada ujaran maupun pada tulisan pembelajar. Pengertian yang disimpulkan oleh peneliti ternyata senada dengan pengertian yang dijelaskan dalam buku yang dikarang oleh Tarigan dan Sulistyaningsih (1997: 25) bahwa “Analisis kesalahan berbahasa adalah suatu prosedur kerja yang bisa digunakan oleh peneliti atau guru bahasa, yang meliputi kegiatan mengumpulkan sample kesalahan, mengidentifikasi yang terdapat dalam sample, menjelaskan kesalahan tersebut, mengklasifikasikan kesalahan itu.”
B. Tujuan dan Metodologi Analisis Kesalahan Tarigan (1995 : 68) menganalisis kesalahan berbahasa yang dilakukan pembelajar bahasa jelas memberikan manfaat tertentu, karena pemahaman terhadap kesalahan merupakan umpan balik yang sangat berharga bagi pengevaluasian dan perencanaan penyusunan materi dan strategi pengajaran di kelas. Analisis kesalahan mempunyai beberapa tujuan, diantaranya : 1. menentukan urutan penyajian butir-butir yang diajarkan dalam kelas dan buku teks, misalnya urutan mudah sukar. 2. menentukan urutan jenjang relatif penekanan, penjelasan dan latihan berbagai butir bahan yang diajarkan.
3. merencanakan latihan dan pengajaran remedial. 4. memilih butir-butir bagi pengujian kemahiran siswa. Paparan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir dari analisis kesalahan adalah mencari umpan balik yang digunakan sebagai titik tolak perbaikan pengajaran bahasa yang pada gilirannya dapat mencegah atau mengurangi kesalahan yang mungkin dibuat oleh siswa. Analisis kesalahan merupakan suatu prosedur kerja. Sebagai prosedur kerja, analisis kesalahan mempunyai langkah-langkah dalam menganalisis suatu kesalahan. Parera dalam Aryani (2001: 9) menyimpulkan analisis kesalahan sebagai berikut : 1. Pengumpulan data dari karangan-karangan siswa atau hasil ujian. 2. Identifikasi kesalahan baik yang mendapatkan perhatian khusus dengan tujuan tertentu maupun penyimpangan yang umum. 3. Klasifikasi atau pengelompokkan kesalahan. 4. Pernyataan tentang frekuensi tipe kesalahan. 5. Identifikasi lingkup tipe kesalahan. 6. Usaha perbaikan. Pendapat
senada
yang
menjelaskan
tentang
langkah-langkah
dalam
melakukan analisis kesalahan juga diungkapkan oleh Tarigan (1995 : 71), sebagai berikut :
1. Mengumpulkan data, berupa kesalahan berbahasa yang dibuat oleh siswa, misalnya hasil ulangan, karangan, atau percakapan. 2. Mengidentifikasi dan mengklasifikasi kesalahan, yaitu mengenali dan memilah-milah kesalahan berdasarkan kategori kebahasaan, misalnya kesalahan-kesalahan pelafalan, pembentukan kata, penggabungan kata, dan penyusunan kalimat. 3. Mengurutkan kesalahan berdasarkan frekuensinya. 4. menjelaskan kesalahan yaitu menggambarkan letak kesalahan, penyebab kesalahan, dan memberikan contoh yang benar. 5. memprakirakan dan memprediksi daerah atau butir kebahasaan yang rawan, seperti meramalkan tataran bahasa yang potensial mendatangkan kesalahan. 6. Mengoreksi kesalahan, seperti memperbaiki dan bila dapat menghilangkan kesalahan melalui penyusunan bahan yang tepat, buku pegangan yang baik, dan teknik pengajaran yang serasi. Selanjutnya kedua pendapat tentang langkah-langkah analisis kesalahan di atas diuraikan dengan penjelasan berikut: Langkah pertama yang dilakukan dalam menganalisa kesalahan adalah mengumpulkan data yang berupa kesalahan berbahasa yang dibuat oleh pembelajar. Data tersebut dapat diperoleh dari karangan-karangan tertulis maupun lisan, hasil ulangan dan juga latihan-latihan soal. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi dan mengklasifikasi kesalahan. Dalam hal ini akan diperoleh informasi, dalam hal apa saja para pembelajar melakukan kesalahan. Kemudian
kesalahan tersebut dibagi-bagi berdasarkan kategori kebahasaan, misalnya kesalahan penyusunan kalimat, pembentukkan kalimat, pelafalan, bahkan tulisan. Setelah mengidentifikasi kesalahan, selanjutnya peneliti membuat peringkat atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Peringkat kesalahan tersebut dapat dibuat dengan berdasarkan pada frekuensi atau seringnya kesalahan itu dilakukan. Selanjutnya adalah menjelaskan kesalahan dengan menggambarkan letak kesalahan, penyebab kesalahan dan memberikan contoh yang benar. Setelah itu membuat prediksi tentang butir kebahasaan yang rawan terjadi kesalahan. Langkah terakhir adalah melakukan koreksi atas kesalahan yang dilakukan dengan memperbaiki kesalahan dan memberikan contoh yang benar. Dari beberapa pendapat yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa langkah-langkah analisis kesalahan berbahasa adalah sebagai berikut : 1. Mengumpulkan data berupa kesalahan-kesalahan dari hasil ulangan, karangan tertulis ataupun lisan. 2. Mengoreksi dan menjelaskan kesalahan yang terjadi. 3. mengklasifikasi kesalahan berdasarkan kategori kebahasaan. 4. membuat tingkatan kesalahan sesuai dengan frekuensi terjadinya kesalahan. 5. Menjelaskan letak kesalahan dan penyebab kesalahan. 6. Memprakirakan tataran bahasa yang rawan kesalahan. 7. Memperbaiki kesalahan dengan melalui penyusunan bahan yang tepat, perencanaan pengajaran dan teknik penyajian materi yang sesuai.
Dengan langkah-langkah yang telah disebutkan di atas, diharapkan kesalahankesalahan yang telah dilakukan dapat diminimalisir dan bila mungkin dapat dihindari.
C. Sejarah dan Komponen Kanji Menurut http://id.google.org/sejarahkanji, sejarah kanji dijelaskan sebagai berikut : Bersamaan dengan masuknya seni budaya serta agama Budha dari China, serta merta kanjipun masuk secara bergelombang dalam dua periode dinasti, yaitu Dinasti Sui dan Dinasti Tang. Kanji menjadi amat luas pemakaiannya, amat luas daerah penyebarannya, beragam penuturnya, serta berjalan dalam rentangan waktu yang cukup panjang, sehingga mau tidak mau tunduk pada hukum perubahan. Faktor bahasa Jepang serta masyarakatnya sendiri turut berperan dalam perubahan terhadap kanji. Kanji memiliki tiga macam pengucapan, yaitu Kan-on yang digunakan pada jaman Nara abad VII, Go-on, yaitu cara baca yang berasal dari daerah Goetsu, suatu daerah di daratan China jaman dulu, dan To-on, yang masuk ke Jepang dibawa pedagang China pada jaman Kamakura dan Muromachi antara pertengahan abad XVI. Setiba di Jepang menjadi tak terelakkan terhadap perubahan silabel yang ada pada bahasa Jepang.
Kemudian dalam http://id.wikipedia.org/wiki/kanji, sejarah kanji dijelaskan sebagai berikut : Secara resmi, aksara Tionghoa pertama kali dikenal di Jepang lewat barangbarang yang diimpor dari Tiongkok melalui Semenanjung Korea mulai abad ke-5 Masehi. Sebelumnya di awal abad ke-3 Masehi, dua orang bernama Achiki dan Wani datang dari Baekje di masa pemerintahan Kaisar Ōjin. Keduanya konon menjadi pengajar aksara Tionghoa bagi putra kaisar. Wani membawa buku Analek karya Kong Hu Chu dan buku pelajaran menulis aksara Tionghoa untuk anak-anak dengan judul Seribu Karakter. Klasik Walaupun demikian, orang Jepang mungkin sudah mengenal aksara Tionghoa sejak abad ke-1 Masehi.
Dokumen tertua yang ditulis di Jepang menurut perkiraan ditulis keturunan imigran dari Tiongkok. Istana mempekerjakan keturunan imigran dari Tiongkok bekerja di istana sebagai juru tulis. Mereka menuliskan bahasa Jepang kuno yang disebut yamato kotoba dalam aksara Tionghoa. Selanjutnya dalam buku yang berjudul Nihon Bungakushi (Isoji, 1983: 2-3) dijelaskan mengenai batas-batas jaman dan penerimaan kebudayaan China, sebagai berikut : … sekitar abad IV sampai abad V, dan di bawah Dinasti Yamato… . Dinasti Nara… meneruskan usaha yang telah dilakukan pada masa sebelumnya. Sebelum adanya bukti-bukti sejarah yang tertulis, kontak dengan daratan China sudah terjalin. Hubungan tersebut terjalin… dari abad III sampai dengan abad IV pengiriman utusan sering terjadi. Setelah itu,... abad VII dan VIII, Jepang mengirim utusan..., untuk mengimpor kebudayaan China... . Diantara unsur-unsur kebudayaan China yang diimpor, yang sangat berpengaruh dan membuka lembaran baru pada kesusastraan Jepang adalah tulisan kanji. Dari sumber-sumber di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Jepang mulai mengenal tulisan Kanji kurang dari abad ke III. Proses dikenalnya tulisan Kanji di Jepang beragam, dimulai dari ketidaksengajaan karena adanya hubungan langsung dengan China misalnya perdagangan, sampai proses yang benar-benar disengaja seperti pengiriman utusan dari Jepang ke China untuk mengimpor kebudayaan China yaitu diantaranya tulisan Kanji, dan contoh yang lainnya seperti didatangkannya pengajar-pengajar langsung dari China, dan sebagainya. Proses ini dapat dikatakan berlangsung dari jaman Joodai hingga abad pertengahan yang panjangnya 400 tahun (jaman Kamakura dan Muromachi), hingga akhirnya terbentuk huruf kana dan roomaji dan terjadi perubahanperubahan.
Kanji disebut ideographi atau hyooi moji. Setiap kanji memiliki makna, karena kanji dibuat sebagai ungkapan ide simbolis terhadap kata yang dimaksud. Oleh karena itu, komponen yang terdapat dalam kanji bisa kita bagi ke dalam tiga bagian, yaitu bentuk, bunyi dan arti/ makna. Dilihat dari bentuknya atau penulisannya terdapat tiga macam istilah dalam kanji, yaitu Bushu, Kakusuu, Hitsujun dan Rikusho. Kemudian bila dilihat dari bunyinya terdapat dua macam istilah dalam kanji, yaitu On`yomi dan Kun`yomi. Istilah bushu muncul karena adanya bagian-bagian pada sebuah kanji. Menurut Sudjianto (2004 : 59) bushu ialah sebuah istilah berkenaan dengan bagian-bagian yang ada pada sebuah kanji yang dapat dijadikan suatu dasar untuk pengklasifikasian huruf kanji. Terdapat tujuh macam bushu sesuai dengan letaknya pada suatu kanji, yaitu hen, tsukuri, kanmuri, ashi, tare, nyoo, dan kamae. Istilah kakushu dan hitsujun merupakan teori-teori yang berhubungan erat dengan penelitian ini, oleh karena itu akan dijelaskan secara lebih rinci dalam bagian-bagiannya tersendiri. Rikusho adalah klasifikasi enam macam pembentukkan serta pemakaian kanji. Dengan kata lain rikusho adalah bahasan tentang asal usul sebuah kanji bila dilihat dari segi pembentukan serta pemakaiannya. Klasifikasi enam macam rikusho yaitu Shookei (shookei moji), Shiji (shiji moji), Ka’i (ka’i moji), Keisei (keisei moji), Tenchuu, dan Kasha.
On`yomi adalah cara baca kanji menurut bunyi bahasa China. Misalnya ketika kanji 人
dibaca ニン
atau ジン, itu dikatakan on`yomi. Sedangkan yang
dinamakan Kun`yomi adalah cara membaca kanji menurut bunyi bahasa Jepang asli. Misalnya ketika kanji 人 dibaca ひと , maka itu dikatakan kun`yomi.
D. Jumlah Kanji Jumlah kanji sangat banyak, hal itulah yang dijadikan alasan sulit mempelajarinya bagi mahasiswa. Sebuah kanji bisa menyatakan arti tertentu, dan itu memberikan arti bahwa hampir semua benda yang ada di dunia ini dapat ditulis dengan huruf kanji. Itulah gambaran tentang kesulitannya. Di dalam Daikanwa Jiten yang merupakan kamus (Kanwa Jiten) terbesar yang disusun di Jepang terdapat kira-kira 50.000 kanji. (Ishida dalam Sudjianto, 2004: 59) Namun pada jaman Meiji muncullah pendapat-pendapat perlunya batasan jumlah kanji dikarenakan begitu banyaknya. Maka pada tahun 1900 Monbusho (Departemen Pendidikan Jepang) menetapkan 1200 kanji yang harus dipelajari di Sekolah Dasar. Lalu setelah itu sudah beberapa kali diterbitkan daftar kanji yang standar. Pada tanggal 16 November 1946 (dengan maklumat kabinet) ditetapkanlah Daftar Tooyoo Kanji yang memuat 1850 kanji. Kanji-kanji yang termasuk pada Daftar Tooyoo Kanji ini terbatas pada kanji-kanji yang dipergunakan dalam bidang perundang-undangan, dokumen-dokumen atau suratsurat dinas surat kabar, majalah atau kanji-kanji yang dipakai secara umum dalam
kehidupan sehari-hari. Setelah itu sebagai lampiranya ditetapkan pula Kyooiku Kanji (kanji yang harus dikuasai oleh siswa SD dan SMP di Jepang) yang memuat 881 kanji, Daftar bentuk kanji (Jitaihyoo), (Jinmeihyoo kanji), Daftar On-Kun (Onkunhyoo), dan lain sebagainya. Lalu pada tanggal 1 Oktober 1981 ditetapkan lagi Daftar Jooyoo Kanji (Jooyoo Kanjihyoo) yang memuat 1945 kanji lengkap dengan cara membaca on`yomi dan kun`yomi beserta contoh-contoh katanya. Jumlah Jooyoo Kanji ini berasal dari 1850 Tooyoo Kanji ditambah 95 kanji sehingga seluruhnya berjumlah 1945 kanji (Nihongo Kyooshi Tokuhon Henshuubu, 1989 : 130). Senada dengan pernyataan tersebut, dalam koodansha kan ei kakushuu jiten menyatakan bahwa, “… (1)マスコミや教育現場で広く使用される常用漢 字1945字、 (2)人の名前に使われる人名用漢字258字、(3) 相互参照項目578字に及ぶ。...”. Cara membaca pernyataan di atas adalah sebagai berikut : “... (1) masukomi ya kyouikugenbade hiroku shiyousareru jyouyou kanji 1945 ji, (2) hito no namae ni tsukawareru jinmeiyou kanji 285 ji, (3) sougosanshou koumoku 578 ji ni oyobu.” Dalam bahasa Indonesia, kutipan di atas dipahami sebagai berikut : “... (1) 1945 huruf jyoyoukanji dipakai meluas pada media dan pendidikan, (2) 285 huruf dalam jinmeikanji digunakan pada nama orang, (3) 578 daftar crossreference.
Persoalan selanjutnya adalah berapa jumlah kanji yang perlu dikuasai oleh orang asing yang sedang mempelajari bahasa Jepang. Untuk permasalahan ini Katoo Akihiko di dalam buku Nihongo Gaisetsu menyarankan agar sasaran pengajaran kanji untuk orang asing sedapat-dapatnya disesuaikan dengan alokasi waktu yang tersedia serta tingkat pengajarannya. Untuk ini biasanya pengajaran kanji diberikan dengan komposisi sebagai berikut : Tabel 2.2 Sasaran Pengajaran Kanji bagi Orang Asing menurut Katoo dalam Sudjianto (2004 : 58) Tingkat Pengajaran
Jumlah Kanji
Alokasi Waktu
Tingkat Dasar
400-500
13 Minggu
Tingkat Menengah
700-800
18 Minggu
Tingkat Mahir
300-400
9 Minggu
Jumlah
1400-1700
40 Minggu
Kemudian, dalam Nihon go nouryoku shiken jyuken annai (gansho) (2008: 7) dituliskan jumlah kanji yang harus dikuasai oleh pembelajar asing adalah sebagai berikut :
Tabel 2.3 Jumlah kanji bagi pembelajar asing Level
Jumlah kanji
1
2000
2
1000
3
300
4
100
E. Kakusuu (Jumlah Coretan) Kakusuu adalah jumlah garis atau coretan yang membentuk sebuah kanji. Seperti yang dapat kita lihat, kanji terbentuk dari garis-garis atau coretan-coretan yang biasanya dihitung. Jumlah garis atau coretan kanji sangat beragam, mulai dari yang sedikit sampai yang banyak sehingga terlihat rumit. Sama seperti bushu, kakushupun dapat dipakai sebagai cara untuk mencari kanji dalam kamus. Biasanya dalam kamus kanji selain dilengkapi dengan daftar bushu, dilengkapi pula dengan daftar kakusuu untuk mempermudah cara pemakaiannya. Untuk mengetahui jumlah garis atau coretan pada sebuah kanji yang harus diperhatikan adalah dasar-dasar garis atau coretan yang sering dipakai dalam penulisan kanji. Menurut pengalaman pribadi biasanya terjadi kesalahan pada waktu melakukan perhitungan garis atau coretan yang terdapat pada suatu kanji.
Karena bentuknya yang berbelit, terkadang satu garis atau coretan dihitung dua atau tiga coretan, dua buah garis atau coretan dihitung satu, tiga, bahkan empat coretan, dan lain sebagainya. Hal seperti ini yang dijadikan penulis sebagai salah satu faktor kesalahan mahasiswa dalam cara penulisan kanji. Di bawah ini adalah daftar contoh kakusuu yang dipelajari oleh mahasiswa tingkat satu. 一
(satu coretan)
鳥
(sebelas coretan)
人
(dua coretan)
雪
(sebelas coretan)
上
(tiga coretan)
暑
(dua belas coretan)
中
(empat coretan)
覚
(dua belas coretan)
目
(lima coretan)
園
(tiga belas coretan)
字
(enam coretan)
楽
(tiga belas coretan)
何
(tujuh coretan)
聞
(empat belas coretan)
学
(delapan coretan)
論
(lima belas coretan)
前
(sembilan coretan)
機
(enam belas coretan)
夏
(sepuluh coretan)
類
(delapan belas coretan)
F. Hitsujun (Urutan Coretan) Seperti yang telah kita ketahui bahwa kanji terbentuk dari garis atau coretan. Dimulai dari kanji yang coretannya sedikit sampai yang coretannya banyak.
Menurut Katoo dalam Sudjianto (2004: 65) menjelaskan bahwa nama-nama garis atau coretan yang biasa dipakai untuk penulisan kanji dapat kita lihat sebagai berikut : 1.
Ten
(丶)
2.
Yokokaku atau Ookaku
(一)
3.
Tatekaku atau Juukaku
(丨)
4.
Hidariharai
(丿)
5.
Migiharai
(
6.
Ore
(
7.
Hane
(亅 )
8.
Tome
(亅一)
9.
Magari
(
) )
)
Penulisan kanji dengan garis atau coretan di atas dilakukan dengan suatu tata cara, dengan kata lain kita tidak bisa melakukannya dengan sembarang. Sebagai contoh, untuk menulis kanji 二 ‘dua’, pertama-tama kita harus menulis coretan bagian atas, barulah menulis coretan bawah. Jadi, kita tidak bisa mengacak urutan penulisan, misalnya bagian bawah terlebih dahulu, kemudian baru bagian atasnya. Urutan garis-garis atau coretan-coretan itulah yang disebut hitsujun. Istilah tersebut berlaku juga untuk penulisan huruf kana. Terdapat satu manfaat hitsujun bagi pembelajar bahasa Jepang yaitu sebagai cara untuk menghapal huruf kanji satu demi satu secara tepat.
Dalam gaikoku jin no tameno kanji jiten dijelaskan mengenai pentingnya mempelajari urutan coretan, seperti berikut ini: The stroke order for characters that is now used is the fruit of long experience. If you follow the standard stroke order, not only can characters be easily and quickly written but also their form will be pleasing to the eye. Stroke order is also helpful for memorizing characters and for looking them up in dictionaries. If everyone used a different stroke order, the finished form at the character would give a very different impression. Unlike kana and Roman letters there are a very great number of characters. Moreover, since the composition of these characters is often complex, we must learn how to combine the various dots and lines in the elements comprising the character and also we must familiarize ourselves with the order in which these dots and lines are written. Dalam bahasa Indonesia, kutipan di atas dipahami sebagai berikut : Urutan coretan pada huruf yang dipakai sekarang adalah hasil dari pengalaman yang panjang. Bila kamu mengikuti urutan coretan standar, bukan hanya dapat mempermudah dan mempercepat penulisan tetapi juga huruf tersebut akan lebih enak dilihat. Urutan coretan tentu sangat membantu untuk mengingat huruf dan untuk mencarinya di kamus. Jika setiap orang menggunakan urutan coretan yang berbeda, hasil akhir hurufnya akan memberikan kesan yang sangat berbeda. Tidak seperti kana dan romaji, kedua huruf tersebut luar biasa banyak karakternya.selain itu, sejak komposisi dari huruf-huruf itu kerap kali kompleks, kita harus belajar bagaimana mengkombinasikan titik dan garis yang bervariasi dan tentu kita harus terbiasa dengan urutan tulisan titik dan garis tersebut. Dari kutipan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pentingnya mempelajari urutan coretan diantaranya adalah mempermudah dan mempercepat penulisan, memperindah huruf, membantu dalam mengingat huruf, dan membantu dalam mencarinya di dalam kamus. Sebagai salah satu upaya dalam bidang pengajaran kanji pada pendidikan sekolah di Jepang terutama untuk menyeragamkan hitsujun (urutan penulisan kanji), maka pada tahun 1958 Monbusho menyusun Hitsujun Shidoo no Tebiki.
Prinsip-prinsip penulisan urutan kanji yang dikemukakan pada Hitsujun Shidoo no Tebiki tersebut adalah sebagai berikut (Iwabuchi, 1989 : 227). 1. Kanji ditulis dengan urutan dari atas ke bawah (misalnya kanji 三、喜). 2. Kanji ditulis dengan urutan dari kiri ke kanan (misalnya kanji 川、例). 3. Yokokaku pada kanji yang memiliki tulisan berbentuk silang ditulis lebih dulu (misalnya kanji 十、大). Tetapi yokokaku pada bentuk silang seperti pada kanji-kanji 田, 王 dan sebagainya ditulis belakangan. 4. Garis atau coretan yang merupakan bagian tengah kanji ditulis lebih dulu (misalnya kanji 小、水 ), kecuali coretan-coretan pada huruf kanji 火 dan 性. 5. Garis atau coretan yang merupakan bagian luar kanji ditulis lebih dulu (misalnya kanji
国、同、司).
6. Coretan hidariharai ditulis lebih dulu (misalnya kanji
人、文).
7. Coretan tatekaku yang menembus atau memotong / membelah bagian kanji yang lainnya ditulis pada urutan yang terakhir (misalnya kanji 中 、 車 ). Huruf-huruf seperti 里, 重, dan lain-lainnya (yang memiliki tatekaku yang memotong bagian kanji yang lainnya tidak sampai keluar menembus bagian atas ataupun bagian bawah) ditulis dengan urutan ; pertama-tama bagian atas kanji, lalu tatekaku, dan terakhir bagian bawah kanji tersebut. 8. Coretan yokokaku yang menembus atau memotong /membelah bagian kanji lainnya ditulis pada urutan yang terakhir (misalnya kanji
女、子、母).
Selanjutnya dalam Gaikoku Jin no tame no Kanji Jiten dijelaskan lebih rinci mengenai aturan untuk urutan coretan kanji dalam bahasa Jepang dan Inggris. Penulis menerjemahkannya dalam kalimat bahasa Indonesia yang biasa dipakai sehari-hari, sebagai berikut :
Aturan untuk urutan coretan Aturan penting nomor 1 dari atas ke bawah 1. Dimulai dengan satu coretan single yang ada di bagian teratas huruf dan kemudian di tulis ke bawah.
2. Dimulai dengan satu elemen di atas huruf dan kemudian ditulis ke bawah.
Aturan penting nomor 2 dari kiri ke kanan 1. Dimulai dengan coretan dari kiri dan kemudian ditulis melewati coretan pertama.
2. Dimulai dengan satu elemen di kiri huruf dan kemudian ditulis melewati elemen pertama.
Catatan : tiga dari tipe nyou merupakan kekecualian dari b.
Kedua aturan penting di atas adalah sifat-sifat dasar untuk menulis urutan coretan dengan benar. Menyusul itu terdapat delapan aturan yang terkait dengan kombinasi dari elemen-elemen yang dipakai pada coretan yang mana elemenelemen itu terdiri dari huruf-huruf cina. Aturan nomor 1 – coretan horizontal ditulis sebelum coretan vertikal. Ketika coretan horizontal dan vertikal bersilang, coretan horizontal hampir selalu ditulis duluan. 1. horizontal – vertikal
2. horizontal – vertikal – vertikal
3. horizontal – horizontal – vertikal
4. horizontal – horizontal – vertikal – vertikal
catatan : aturan dua memberikan contoh dimana coretan horizontal ditulis setelah coretan vertikal (pengecualian untuk aturan nomor satu).
Aturan nomor 2 – coretan horizontal ditulis setelah coretan vertikal. Ketika terdapat tiga atau lebih coretan horizontal dan coretan vertical tidak memotong melewati coretan horizontal ke bawah, coretan horizontal ketiga ditulis terakhir. 1. 2. kemiripan huruf dalam bentuk :
3. 4. kemiripan huruf dalam bentuk :
aturan nomor 3 – coretan bagian tengah ditulis sebelum coretan-coretan pada salah satu sisi : coretan bagian tengah ditulis sebelum coretan kiri dan kanan ketika yang akhir adalah simetris.
Catatan :
ditulis seperti berikut :
Aturan nomor 4 – coretan yang melingkari ditulis sebelum coretan sebelah dalam.
Catatan 1 :
ditulis seperti berikut :
Catatan 2 : huruf dengan coretan yang melingkari ditulis seperti berikut :
Aturan nomor 5 – coretan ayunan kiri ditulis yang pertama. Coretan ayunan kiri ditulis yang pertama ketika coretan ayunan kiri dan kanan menyilang dan ketika keduanya bersentuhan.
Catatan :
ditulis seperti berikut :
Aturan nomor 6 – coretan vertikal tengah setelah coretan-coretan horizontal ditulis terakhir. 1. Ketika coretan vertikal seluruhnya/ sepenuhnya melewati huruf.
Catatan : coretan horizontal terbawah digunakan terakhir dengan ayunan ke atas ketika radikal hen, dengan kata lain terdapat radikal pada bagian tangan kanan dari huruf, seperti pada
.
2. Ketika coretan vertikal lewat melalui atas dan tidak melalui bawah.
3. Ketika coretan vertikal lewat melalui bawah dan tidak melalui atas.
4. Ketika coretan vertikal tidak lewat melalui atas maupun bawah, huruf ditulis pada urutan bagian teratas, coretan vertikal dan bagian terbawah.
Aturan nomor 7 – coretan horizontal terakhir datang ketika itu lewat melalui yang lain. Ketika coretan horizontal lewat melalui seluruh huruf ditulis terakhir.
Catatan : hanya
adalah pengeculian.
Aturan nomor 8 – coretan horizontal dan coretan ayunan kiri. 1. coretan ayunan kiri ditulis pertama ketika coretan itu pendek dan coretan horizontal panjang.
2. Coretan horizontal ditulis pertama ketika coretan itu pendek dan coretan ayunan kiri panjang.
Catatan : pada tipe gaya Ming panjang coretan ayunan kiri kelihatannya serupa pada a dan b seperti diatas.
Urutan coretan yang diperlukan perhatian istimewa. 1. menulis coretan tare a. ketika coretan tare ditulis setelah tulisan horizontal.
b. Ketika coretan tare ditulis pertama.
2. menulis coretan ayunan kiri a. satu tulisan coretan ayunan kiri pertama seperti huruf berikut :
b. satu tulisan coretan ayunan kiri setelah coretan yang lain seperti huruf berikut :
3. menulis radikal nyou a. satu tulisan radikal nyou sebelum elemen bagian tengah seperti huruf berikut :
b. satu tulisan radikal nyou setelah elemen bagian tengah seperti huruf berikut :
4. menulis hatsu-gashira dan matsuri-gashira a. hatsu-gashira
b. matsuri-gashira
5. menulis huruf lain yang meragukan
Dari kedua sumber di atas, maka dapat disimpulkan mengenai aturan penulisan coretan kanji seperti berikut. Pada dasarnya dalam menulis kanji terdapat dua aturan, yaitu ditulis dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan. Kita tidak akan menemukan kanji yang ditulis dari bawah ke atas atau dari kanan ke kiri. Dari kedua aturan dasar tersebut dirumuskan 12 aturan yang terkait dengan kombinasi coretannya, sebagai berikut : 1. Yokokaku ditulis sebelum tatekaku. 2. Yokokaku ditulis setelah tatekaku. 3. Coretan bagian tengah ditulis lebih dulu. 4. Coretan bagian luar ditulis lebih dulu. 5. Coretan hidari harai ditulis lebih dulu. 6. Tatekaku tengah setelah coretan-coretan yokokaku ditulis terakhir.
7. Yokokaku yang memotong seluruh elemen ditulis terakhir. 8. Untuk yokokaku dan coretan hidari harai : a. Coretan hidari harai ditulis lebih dulu ketika coretan itu pendek dan yokokaku panjang. b. Yokokaku ditulis lebih dulu ketika coretan itu pendek dan coretan hidari harai panjang. 9. Untuk Coretan Tare a. Tare ditulis lebih dulu. b. Tare ditulis setelah yokokaku 10. Untuk Hidari harai a. Hidari harai ditulis lebih dulu. b. Hidari harai ditulis setelah coretan yang lain 11. Untuk radikal Nyou a. Radikal Nyou ditulis sebelum elemen bagian tengah. b. Radikal Nyou ditulis setelah elemen bagian tengah.
G. Penelitian sebelumnya Sampai saat ini, penulis belum menemukan referensi penelitian yang sama dengan penelitian ini. Penulis hanya menemukan referensi yang sama dalam bagian-bagian tertentunya. Adapun referensi yang dimaksud contohnya adalah membahas analisis kesalahan, namun tidak meneliti tentang tulisan, penulis kebanyakan menemukan penelitian-penelitian analisis kesalahan pada tata bahasa.
Kemudian menurut dosen pembimbing terdapat penelitian tentang tulisan, namun itupun bukan kanji, melainkan huruf kana, dan bukan meneliti analisis kesalahannya. Jadi penelitian mengenai analisis kesalahan pada cara penulisan kanji dan bentuknya ini merupakan ide asli dari penulis sendiri, dan diharapkan untuk kedepannya dapat menjadi referensi bagi peneliti-peneliti lain agar tema penelitian ini lebih baik dan lebih berkembang lagi.