BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Tinjauan Umum tentang Belajar-Mengajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan kebutuhan bagi setiap orang. Banyak pendapat yang mengulas tentang belajar, hingga dari hasil pemikiran para ahli muncul paham dan teori-teori belajar. Pengertian belajar menurut Slameto (2003:2), yaitu : “Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan belajar ialah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.” Beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar sangat beraneka ragam, akan tetapi pada dasarnya memiliki konsep yang sama dalam pengertian belajar, yaitu bahwa belajar itu menghasilkan suatu perubahan dan perkembangan perilaku sebagai akibat dari interaksi individu yang belajar dengan lingkungannya. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut
baik
perubahan
yang
bersifat
pengetahuan
(kognitif)
dan
keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif). Belajar merupakan proses yang wajar, karena setiap manusia akan belajar. Namun kondisi-kondisi belajar dapat diatur dan diubah untuk mengembangkan bentuk perilaku tertentu pada seseorang, atau mempertinggi kemampuannya, atau mengubah perilakunya. Manusia merupakan makhluk sosial, sehingga dalam
13
14
kehidupannya selalu berinteraksi dengan sesamanya serta dengan lingkungan tempat belajar, individu dapat melakukan interaksi untuk menciptakan suatu proses belajar. Slameto (2003:3) mengatakan ciri-ciri prubahan tingkah laku dalam pengertian belajar: Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar, sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5)
Perubahan terjadi secara sadar Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Hal ini sejalan dengan penuturan dari pengertian belajar menurut Uno, H. B. (2010:54), bahwa “Belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk menghasilkan suatu perubahan, menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai.” Perubahan terjadi secara sadar, dalam arti pengalaman atau praktik atau latihan itu dilakukan dengan sengaja dan disadari dan bukan secara kebetulan. setidak-tidaknya peserta didik dapat menjadi sadar bahwa ia telah belajar dan telah mencoba sesuatu serta mengalami semacam perubahan tertentu. Perubahan belajar yang bersifat kontinyu dan fungsional mengandung makna sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam induvidu berlangsung terus menerus, dinamis dan tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.
15
Perubahan yang bersifat positif dan aktif maksudnya dalam perbuatan belajarperubahan-perubahan belajar senantiasa bertambah dan tertujuan untuk memperoleh suatu yang baik dari sebelumnya. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha induvidu. Perubahan yang bertujuan dan terarah berarti bahwa perubahan tingkah laku dalam belajar terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan tingkah laku diharapkan benar-benar disadari dan perubahan belajar diarahkan kepada tujuan yang diharapkan atau ingin dicapai. Perubahan seluruh aspek tingkah laku adalah perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jadi tidak hanya satu aspek atau satu macam tingkah laku saja, melainkan seluruh aspek tingkah laku secara intergal. 2. Pengertian Mengajar Mengajar secara sempit dapat diartikan segala hal atau kegiatan guru yang dilakukan di dalam atau pun di luar kelas yang bertujuan mentransfer ilmu pengetahuan dari guru kepada peserta didik. Sedangkan menurut Alvin W. Howard (Slameto, 2003:32) mengemukakan bahwa “Mengajar adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau mendapatkan skill, attitude, ideals (cita-cita), appreciations (penghargaan), dan knowledge”. Menurut Hasibuan (2010:3) mengutarakan tentang mengajar bahwa; “Mengajar adalah penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-
16
komponen yang saling mempengaruhi, yakni tujuan instruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang harus memainkan peranan serta ada dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan, serta sarana dan prasarana belajar-mengajar yang tersedia.” Apabila interaksi antar personal (guru dan siswa) di dalam kelas terjadi dengan baik, maka kegiatan belajar akan terjadi. Sebaliknya, apabila interaksi guru dan siswa buruk, maka kegiatan belajar siswa pun tidak akan terjadi atau mungkin terjadi tetapi tidak sesuai dengan harapan. Mengajar seharusnya merupakan suatu kegiatan yang menunjukkan bahwa yang aktif adalah siswa, karena objek yang disebut siswa yang mengalami proses belajar, sedangkan guru hanya membimbing dan menunjukkan jalan dengan memperhitungkan kepribadian siswa. Kesempatan untuk berbuat dan aktif berpikir lebih banyak diberikan kepada siswa. Siswa diarahkan agar mampu melakukan proses dan pengamatan sendiri dalam suatu pembelajaran. 3. Proses Belajar-Mengajar Proses belajar mengajar dapat diartikan sebagai suatu rangkaian interaksi antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya. Terjadinya perilaku belajar pada pihak peserta didik dan perilaku mengajar pada pihak guru tidak berlangsung dari satu arah (one way system) melainkan terkadinya secara timbal balik (interaktif, two way traffic system) dimana kedua pihak (guru dan peserta didik) berperan dan berbuat secara aktif di dalam suatu kerangka kerja (frame work) dan dengan menggunakan cara dan kerangka berfikir (frame of reference) yang sebaiknya dipahami dan disepakati bersama.
17
Gambar 2.1. Model proses belajar-mengajar elementer. (Sumber: Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan, 2005:155) Tujuan dari setiap kegiatan belajar-mengajar harus atau dapat dilihat pada ada tidaknya perubahan-perubahan yang diharapkan terjadi pada perilaku dan pribadi peserta didik. Seorang guru dapat dikatakan mengajarnya berhasil jika perubahan yang diharapkannya, terjadi pada perilaku dan pribadi peserta didiknya. Begitu pula dengan peserta didik dapat dikatakan belajarnya berhasil jika telah mengalami perubahan-perubahan setelah menjalani proses belajar pada perilaku dan pribadinya seperti yang diharapkan guru dan peserta didiknya sendiri. Proses belajar dapat dibedakan menjadi tiga tahap, yaitu (1) penerimaan informasi, (2) transformasi, dan (3) evaluasi. Penerimaan informasi didapat dalam tiap pelajaran, ada yang menambah pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik, ada yang memperhaluis dan memperdalamnya, ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah peserta didik ketahui sebelumnya. Pada tahap transformasi, peserta didik menganalisis dan mengubah informasi yang didapat kedalam bentuk yang lebih abstrak dan konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas sehingga menghasilkan kesimpulan dan keputusan-keputusan tertentu.
18
Setelah tahap transformasi selanjutnya tahap evaluasi yaitu tahap menilai hingga manakah pengetahuan yang dimiliki peserta didik. Pada tahap ini peserta didik
memilih,
menggunakan,
dan
menggerakkan
instrumen
untuk
mengekspresikan hasil pengolahan dan tafsirannya sehingga menghidupkan seperangkat pola-pola sambutan atau prilaku sebagai jawaban (response) terhadap informasi. Pengertian proses belajar mengajar secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses dimana terdapat perubahan tingkah laku pada diri siswa baik dari aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan yang dihasilkan dari pentransferan dengan cara pengkondisian situasi belajar serta bimbingan untuk mengarahkan siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Proses belajar mengajar merupakan interaksi antara komponen-komponen pemelajaran sehingga tercipta situasi belajar mengajar yang memungkinkan terciptanya tujuan yang telah direncanakan. 4. Teori-Teori Belajar Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses yang kompleks dari belajar. Teori belajar pratik sebenarnya tidak berbeda dengan teori belajar pada umumnya. Namun, teori belajar praktik memiliki kekhususan karena biasanya dapat diukur melalui observasi, dan konotasi belajar praktik adalah keterampilan. Berikut ini merupakan teori-teori belajar yang telah diungkapkan oleh beberapa pakar, yaitu teori belajar behaviorisme, kognitivisme, humanisme, dan konstruktivisme.
19
a.
Teori Belajar Behaviorisme Behaviorisme dari kata behave yang berarti berperilaku dan isme berarti
aliran. Behavorisme merupakan pendekatan dalam psikologi yang didasarkan atas proposisi (gagasan awal) bahwa perilaku dapat dipelajari dan dijelaskan secara ilmiah. Dalam melakukan penelitian, behavioris tidak mempelajari keadaan mental. Jadi, karakteristik esensial dari pendekatan behaviorisme terhadap belajar adalah pemahaman terhadap kejadian-kejadian di lingkungan untuk memprediksi perilaku seseorang, bukan pikiran, perasaan, ataupun kejadian internal lain dalam diri orang tersebut. Fokus behaviorisme adalah respons terhadap berbagai tipe stimulus. Behaviorisme memandang masalah matter (zat) menempati kedudukan yang utama. Melalui perilaku segala sesuatu tentang jiwa dapat diterangkan. Dengan kata lain, konsep behaviorisme besar pengaruhnya terhadap masalah belajar. Belajar diartikan sebagai latihan-latihan pembetukan hubungan antara stimulus dan respons. Dengan memberikan rangsangan (stimulus) maka peserta didik akan merespon. Hubungan antara stimulus-respons ini akan menimbulkan kebiasaankebiasaan otomatis pada belajar. Jadi pada dasarnya perilaku terdiri dari berbagai respon terterntu terhadap stimulus-stimulus tertentu. Dengan latihan-latihan yang diberikan maka hubungan itu akan semakin kuat. Perilaku akan ditransferkan ke dalam situasi baru. b. Teori Belajar Kognitivisme Kognitivisme mengalihkan perhatiannya pada otak. Mereka berpendapat bagaimana manusia memproses dan menyimpan informasi sangat penting dalam
20
proses belajar. Akhirnya proposisi (gagasan awal) inilah yang menjadi fokus baru mereka. Kognitivisme tidak seluruhnya menolak gagasan behaviorisme, namun lebih cenderung perluasannya, khususnya pada gagasan eksistensi keadaan mental yang bisa mempengaruhi proses belajar. Pakar psikologi kognitif modern berpendapat bahwa belajar melibatkan proses mental yang kompleks, termasuk memori, perhatian, bahasa, pembentukan konsep, dan pemecahan masalah. Mereka meneliti bagaimana manusia memproses informasi dan membentuk representasi mental dari orang lain, objek, dan kejadian. Berbeda dengan pandangan aliran behavioristik yang memandang belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antaa stimulus dan respon, tetapi kognitivisme memandang belajar sebagai kegiatan yang melibatkan mental yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar. Karena itu menurut aliran kognitif, belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mecapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan sehingga perilaku yang tampak pada mansia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan lain sebagainya. c.
Teori Belajar Humanisme Salah satu ide yang penting dalam pendidikan humanistik adalah peserta
didik harus mempunyai kemampuan untuk mengarahkan sendiri perilakunya dalam belajar (self regulated learning), apa yang akan dipelajari dan sampai tingkatan mana, kapan, dan bagaimana peserta didik itu akan belajar. Aliran humanistik memandang bahwa belajar bukan sekedar pengembangan kualitas kognitif saja, melainkan juga proses yang terjadi dalam diri individu yang
21
melibatkan seluruh bagian atau domain yang ada. Domain-domain tersebut meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pendekatan humanistik dalam pembelajaran menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi yang terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki siswa. Sehingga tujuan yang ingin dicapai dalam proses belajar itu tidak hanya dalam domain kognitif saja, tetapi juga bagaimana peserta didik menjadi individu yang bertanggung jawab, penuh perhatian terhadap lingkungannya, mempunyai kedewasaan emosi dan spiritual. Prinsip lain dalam pembelajaran humanisme adalah bahwa pembelajaran ini harus mengajarkan peserta didik bagaimana belajar dan menilai kegunaan belajar itu bagi dirinya sendiri. Teori belajar ini sangat memperhatiakn keunikankeunikan yang dimiliki individu, bahwa setiap individu mempunyai cara sendiri dalam mengkonstruk pengetahuan yang dipelajari. Pendidikan humanistik memandang proses belajar bukanlah sebagai sarana transformasi pengetahuan saja, tetapi lebih dari itu, proses belajar merupakan bagian dari mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan. d. Teori Belajar Konstruktivisme Pendekatan konstruktivistik dalam belajar dan pembelajaran didasarkan pada perpaduan antara beberapa penelitian dalam psikologi kognitif dan psikologi sosial, sebagaimana teknik-teknik dalam modifikasi perilaku yang didasarkan pada teori dalam psikologi behavioral. Konsep konstruktivisme adalah bahwa individu harus secara aktif membangun pengetahuan dan keterampilannya
22
daninformasi yang ada diperoleh dalam proses membangun kerangka oleh individu atau peserta didik dari lingkungan di luar dirinya. Konstruktivisme memandang belajar sebagai proses di mana seseorang secara aktif mengkonstruksi atau membangun gagasan-gagasan atau konsep-konsep baru didasarkan atas pengetahuan yang telah dimiliki di masa lalu atau ada pada saat itu. Menurut Nurhadi (Baharuddin dan Wahyuni, 2010:116) mengungkapkan bahwa untuk teori belajar konstruktivisme; “siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi dari teori kontruktivisme ini adalah ide. Siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain.” Melihat pendapat diatas, belajar menurut konstruktivis merupakan upaya keras yang sangat personal, sedangkan internalisasi konsep, hukum, dan prinsipprinsip umum sebagai konsekuensinya seharusnya diaplikasikan dalam konteks dunia nyata. Guru bertindak sebagai fasilitator yang meyakinkan siswa untuk menemukan sendiri prinsip-prinsip dan mengkonstruksi pengetahuan dengan memecahkan problem-problem yang realistis. Pemaparan teori belajar diatas yang lebih penting untuk kita pahami adalah teori belajar mana yang sesuai dan tepat untuk diterapkan pada suatu kondisi tertentu dan kondisi lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Belajar suatu keterampilan, gerakan-gerakan diperbaiki dan diperhalus melalui praktik-praktik yang dipadu oleh suatu program keterampilan. Model dan rencana juga berubah selama jalannya belajar
23
keterampilan. Secara umum seseorang yang belajar praktik, sebelumnya telah dibekali berbagai teori yang mendasari kegiatannya agar dapat mudah melakukan kegiatan praktik. Untuk itu praktik berpijak dari dasar teori struktur ingatan, struktur belajar, dan teori lain yang berhubungan dengan proses kognitif dan afektif yang dapat membantu dalam praktik. Schippers dan Patriana (Uno, H. B., 2010:201) menyatakan bahwa “kegiatan belajar psikomotrik (praktik) terutama dalam bidang keteknikan termasuk kedalam melatih tangan dengan menerapkan teori melalui proses pengendalaian pikiran dan perasaan”. Proses pengendalian pikiran dan perasaan diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut: a. Menggunakan keterampilan dasar. b. Membuat sketsa, menggambar, dan menghitung. c. Mengoperasikan dan mengendalikan alat atau mesin. d. Merawat, memelihara, dan memperbaiki alat atau mesin. Dalam bidang belajar praktik ini keterampilan dasar harus dimiliki peserta didik, keterampilan ini digunakan untuk membuat sketsa gambar-gambar, lalu menghitung ukuran sketsa itu misalkan dalam bentuk skala perbandingan sehingga akhirnya dapat menggunakan sebagai pedoman dalam mengoperasikan suatu mesin atau peralatan. Selain itu diperlukan juga kemampuan untuk memperbaiki peralatan yang digunakan. 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar Mengajar Faktor-faktor ini adalah unsur yang dapat menentukan apakah proses belajar mengajar yang dilakukan berjalan dengan baik atau tidak tergantung
24
keterkaitanantar faktor tersebut. Faktor–faktor yang berpengaruh pada proses belajar mengajar adalah digambarkan dalam bentuk skema dibawah ini. Instrumental Input Guru, Metode, Media, Kurikulum, Sarana dan prasarana.
Proses Belajar Mengajar
Raw Input Peserta didik (kapasitas IQ, bakat, motivasi, kemantapan (kesiapan), sikap (kebiasaan).
Output Hasil belajar yang diharapkan (perilaku kognitif, afektif, psikomotor).
External Input Lingkungan Alam, Sosial, Budaya
Gambar 2.2. Skema faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses belajar mengajar. (Abin Syamsuddin Makmun, 2005:165) Gambar skema pada gambar 2.2 menggambarkan bahwa hasil belajar siswa akan tergantung pada beberapa komponen seperti yang tertulis di dalam skema di atas, dan di bawah ini akan dijelaskan satu persatu uraian dari komponenkomponen yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa adalah sebagai berikut: a. Raw Input (peserta didik) Faktor dari peserta didik yang berpengaruh dalam keberhasilan belajar adalah bakat, minat, kemampuan, dan motivasi untuk belajar. Peserta didik merupakan masukan mentah. b. Kurikulum Kurikulum mencakup, Landasan Program dan Pengembangan Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) dan Pedoman GBPP berisi materi atau bahan kajian yang telah disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa.
25
c. Guru Guru bertugas membimbing dan mengarahkan cara belajar siswa agar mencapai hasil optimal. Besar kecilnya peranan guru akan tergantung pada tingakat penguasaan materi, metodologi, dan pendekatannya. d. Metode Penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan efektifitas dan efesiensi proses belajar mengajar yang baik, ada beberapa metode yang sering digunakan dalam proses belajar mengajar misalnya metode ceramah, diskusi tanya jawab dan demontrasi. e. Sarana dan Prasarana Pengertian dari sarana prasarana antara lain buku pelajaran, alat pelajaran alat praktek, ruang belajar, laboratorium dan perpustakaan. Kurikulum, guru, metode dan sarana prasarana merupakan masukan instrumental yang berpengaruh dalam proses belajar mengajar. f. Lingkungan Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, lingkungan budaya dan lingkungan alam merupakan sumber belajar dan sekaligus masukan lingkungan. Pengaruh lingkungan sangat besar dalam proses belajar. Dari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar tersebut, komponen guru lebih menentukan karena ia yang mengelola faktor lainya sehingga dapat meningkatkan hasil proses belajar mengajar.
26
Semua proses belajar mengajar selalu berkaitan dengan kondisi-kondisi yang mungkin saja mampu menghambat suatu proses belajar mengajar. Faktor internal individu merupakan faktor paling penting dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal. Dalam melakukan proses belajar, semua kemampuan yang dimiliki individu dicurahkan untuk memahami materi pelajaran yang akan dipelajari. Hal ini harus mampu ditindak lanjuti dengan perbaikan-perbaikan yang bisa memberikan kelancaran dalam proses pendidikan secara menyeluruh. 6. Evaluasi Hasil Belajar Setelah berlangsungnya proses belajar-mengajar, sebaiknya dilakukan evaluasi (penilaian) terhadap perubahan peserta didik baik dari segi ranan kognitif, afektif, dan psikomotor. a. Pengertian Evaluasi dan Pengukuran Seringkali
istilah
evaluasi
atau
penilaian
dicampuradukkan
dengan
pengukuran maupun tes. Pengertian evaluasi menurut Arikunto dan Safruddin (2009:2) adalah:“Evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.” Pengukuran adalah suatu rangkaian kegiatan untuk mengamati sesuatu dan menjelaskan dengan menggunakan alat ukur atau instrumen tertentu. Sedangkan tes adalah salah satu jenis alat ukur atau instrumen yang digunakan untuk menghasilkan informasi untuk mengambil keputusan.
27
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi lebih bersifat komprehensif yang didalamnya meliputi pengukuran. Pengukuran lebih membatasi kepada gambaran yang bersifat kuantitatif (berupa angka-angka) mengenai kemajuan belajar siswa (learning progress) sedangkan evaluasi bersifat kualitatif. Disamping itu, evaluasi pada hakekatnya merupakan suatu proses membuat keputusan tentang nilai suatu objek. Keputusan evaluasi (value judgment) tidak hanya didasarkan kepada hasil pengamatan (quantitatif description), dapat pula didasrkan kepada hasil pengamatan (qualitatif description). Baik yang didasarkan kepada hasil pengukuran (measurement) maupun bukan pengukuran (non-measurement) pada akhirnya menghasilkan keputusan nilai tentang suatu objek yang dinilai. b. Jenis-jenis Evaluasi Unsur pokok dalam evaluasi pembelajaran adalah objek yang akan dievaluasi, kriteria sebagai pembanding, dan keputusan (judgment). Objek evaluasi dalam pembelajaran meliputi isi program pembelajaran, tingkat efisiensi dan efektifitas pelaksanaan program, dan tingkat keberhasilan program pembelajaran (output program).
Keputusan
(judgment)
merupakan
hasil
pertimbangan
atau
perbandingan antara objek yang dinilai berdasarkan hasil pengukuran terhadap objek tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Judgment hasil evaluasi bersifat kualitatif. Nana Sudjana (2009:5) membagi evaluasi menjadi lima jenis menurut fungsinya, yaitu: 1) Penilaian (evaluasi) formatif, yaitu dimana evaluasi dapat memberikan umpan balik bagi guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan
28
2)
3) 4)
5)
mengadakan program remedial bagi siswa yang belum menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari. Penilaian (evaluasi) sumatif, yaitu dengan evaluasi, dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran, menentukan angka nilai sebagai bahan keputusan kenaikan kelas dan laporan perkembangan siswa, serta dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Penilaian (evaluasi) diagnostik, yaitu dapat mengetahui latar belakang siswa (psikologis, fisik, dan lingkungan) yang mengalami kesulitan belajar. Penilaian (evaluasi) seleksi, yaitu hasil evaluasi dapat dijadikan dasar untuk menyeleksi dan menempatkan siswa sesuai dengan minat dan kemampuannya. Misalnya ujian saringan masuk untuk masuk ke lembaga pendidikan tertentu. Penialaian (evaluasi) penempatan adalah penilaian yang berorientasi kepada kesiapan siswa untuk menghadapi program baru dan kecocokan program belajar dengan kemampuan siswa. Sedangkan menurut caranya, evaluasi dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1) Evaluasi kuantitatif, biasanya lebih bersifat subyektif dan dinyatakan dalam bentuk angka-angka. Evaluasi ini biasanya dilakukan apabila guru ingin memberikan nilai akhir terhadap hasil belajar siswanya. 2) Evaluasi kualitatif, biasanya pernyataannya berupa ungkapan seperti: sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang atau sangat memuaskan, memuaskan, kurang memuaskan, tidak memuaskan. Evaluasi ini dilakukan apabila guru ingin memperbaiki hasil belajar siswanya. Berdasarkan kriteria yang digunakan, evaluasi dibedakan kedalam evaluasi berdasarkan acuan patokan (PAP) dan evaluasi berdasarkan acuan norma (PAN). Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah penilaian yang diacukan pada tujuan instruksional yang harus dikuasai siswa. Dengan demikian derajat keberhasilan siswa dibandingkan dengan tujuan yang seharusnya dicapai bukan dibandingkan dengan rata-rata kelompoknya. PAN adalah penilaian yang diacukan kepada rata-rata kelompoknya. Dengan demikian dapat diketahui posisi kemampuan siswa dalam kelompoknya, untuk itu
29
norma atau kriteria yang digunakan dalam menentukan derajat prestasi seorang siswa dibandingkan dengan nilai rata-rata kelasnya. Keuntungan dari PAN ini adalah dapat diketahui prestasi kelompok atau kelas sehingga dapat diketahui keberhasilan pengajaran bagi semua siswa, kelemahannya adalah kurang meningkatnya kualitas hasil belajar. Sistem penilaian ini digunakan dalam penilaian formatif bukan untuk penilaian sumatif. Sistem penilaian acuan normal disebut standar relatif. c. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pembelajaran Evaluasi menurut syarat-syarat psikologis bertujuan agar guru mengenal siswa selengkap mungkin dan agar siswa mengenal dirinya seutuhnya. Disamping itu, evaluasi juag berguna untuk mempertinggi hasil pengajaran, karena itu evaluasi tidak bisa dipisahkan dari belajar dan mengajar, dan intinya adalah evaluasi belajar dengan tujuan untuk memperbaikinya. Manfaat evaluasi bagi siswa yaitu dapat memperkuat motivasi belajar, memperbesar daya ingat dan transfer belajar, memperbesar pemahaman siswa terhadap keberadaan dirinya dan memberikan bahan umpan balik tentang efektivitas pembelajaran. Menurut Sukardi (2010:4) evaluasi mempunyai fungsi yang bervariasi di dalam proses belajar mengajar, yaitu sebagai berikut; 1) Sebagai alat guna mengetahui apakah peserta didik telah menguasai pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan yang telah diberikan oleh seorang guru. 2) Untuk mengetahui aspek-aspek kelemahan peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar. 3) Mengetahui tingkat ketercapaian siswa dalam kegiatan belajar. 4) Sebagai sarana umpan balik bagi seorang guru, yang bersumber dari peserta didik. 5) Sebagai alat untuk mengetahui perkembangan belajar peserta didik.
30
6) Sebagai materi utama laporan hasil belajar kepada para orang tua peserta didik. d. Jenis Alat Evaluasi Berdasarkan jenis test hasil belajar dilihat dari bentuk respon, maka test hasil belajar dibedakan atas dua jenis yaitu : 1) Test tindakan, yaitu apabila jawaban atau respon yang diberikan peserta didik berbentuk tingkah laku. 2) Test verbal, yaitu apabila jawaban atau respon yang diberikan peserta didik berbentuk bahasa, baik bahasan lisan maupun tulisan. Sedangkan berdasarkan dengan aspek hasil belajar yang dinilai, test digolongkan menjadi dua bentuk test yaitu : 1) Bentuk Test Dalam penilaian hasil belajar, terdapat dua bentuk test yang digunakan yaitu: a) Test subjektif atau test essai adalah sejenis test kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Pertanyaannya memiliki ciri-ciri yang didahului dengan kata-kata seperti: uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana, bandingkan, simpulkan, dan sebagainya. Di lain pihak, guru bebas menilai jawaban siswa, mana jawaban yang dianggapnya benar, yang kurang benar atau kurang lengkap. b) Test objektif adalah test yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif, dengan maksud untuk mengatasi kelemahan pada test bentuk essai. Test objektif dibedakan menjadi : •
Test benar salah, soal-soalnya berupa pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan tersebut ada yang benar dan ada yang salah. Testtee bertugas untuk
31
menandai masing-masing pertanyaan itu dengan melingkari huruf B jika benar dan huruf S jika salah. •
Test pilihan ganda, test ini terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan, atau terdiri dari keterangan (stem) dan options. Kemungkinan jawaban terdiri atas jawaban benar dan beberapa pengecoh (ditactor).
•
Menjodohkan,
test
ini
dapat
diistilahkan
dengan
mencocokan,
memasangkan atau menjodohkan. Menjodohkan terdiri atas satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. •
Test isian, test ini diistilahkan dengan test menyempurnaan atau test melengkapi. Test isian terdiri atas kalimat dengan bagian yang dihilangkan dan bagian yang hilang tersebut harus diisi oleh testtee dan merupakan pengertian yang diminta.
2) Bentuk Non Test Bentuk Non Test umumnya digunakan untuk menilai aspek tingkah laku. Alat penilaian teknis non test antara lain : a) Skala bertingkat, teknik ini menggambarkan suatu nilai berbentuk angka terhadap sesuatu hasil pertimbangan. Penilai dapat menilai hampir segala sesuatu dengan skala, dengan maksud agar pencatatannya dapat objektif maka penilaian terhadap penampilan atau penggambaran kepribadian seseorang disajikan dalam bentuk skala.
32
b) Kuisioner, kuisioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Dengan kuisioner orang dapat diketahui tentang keadaan atau data diri, pengetahuan, pengalaman sikap, dan lain-lain. c) Check list, Check list adalah deretan pertanyaan singkat dimana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok di tempat yang sudah disediakan. d) Wawancara, wawancara adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena responden tidak diperkenalkan untuk mengajukan pertanyaan. e) Observasi, pengamatan atau observasi adalah suatu teknik yang dilakukan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Ada tiga macam observasi yaitu: (1) Observasi partisipan, yaitu pengamat mengikuti kegiatan yang sedang diamati; (2) Observasi sistematik, yaitu faktor yang sudah diamati sudah didaftar secara sistematis dan di atur menurut kategorinya; (3) Observasi eksperimental, yaitu pengamat tidak berpartisipasi dalam kelompok. e. Evaluasi Hasil Belajar Pada Standar Kompetensi Menggunakan Perkakas Tangan Operasi Digenggam 1) Penilaian Pada Teori Penilaian teori ini berhubungan dengan penilaian pada ranah kognitif yang dibatasi sampai tahap aplikasi. Untuk mengukur seberapa besar siswa menguasai
33
teori tentang sambungan dengan menggunakan paku keling. Maka instrumen yang dilakukan adalah test objektif dalam bentuk pilihan ganda, test ini dilakasanakan setelah peserta didik menyelesaikan materi pelajaran tersebut. 2) Penilaian Pada Praktik Penilaian pada praktek ini sangat berhubungan erat dengan ranah kognitif (pengetahuan), afektif (sikap kerja), dan psikomotor (gerakan/proses kerja). Perwujudan hasil belajar dalam praktik nampak dalam gerakan-gerakan kompleks yang dilakukan secara efisien melalui penggabungan empat keterampilan, yaitu (a) kebenaran prosedur kerja, (b) ketepatan mengoperasikan peralatan, (c) kecepatan dalam menyelesaikan pekerjaan, (d) kemampuan mengadaptasi dengan situasi dan kondisi baru. Instrumen yang digunakan untuk mengukur keterampilan praktek adalah tes kinerja (performance) beserta lembar observasi keterampilan dengan memakai skala hasil. B. Tinjauan Umum tentang Kemampuan dan Hasil Belajar 1. Pengertian Tentang Kemampuan Kemampuan merupakan kecakapan atau ketangkasan yang dimiliki setiap manusia untuk mengerjakan sesuatu sesuai dengan kapasitasnya. Kemampuan yang dimiliki seseorang berbeda-beda sesuai dengan kapasitas inteligennya. Seseorang yang tampak dapat bertindak secara cepat (waktunya singkat), tepat (hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan), dan dengan mudah (tanpa menghadapi hambatan dan kesulitan yang berarti), lazimnya orang itu cakap atau
34
mampu. Dihubungkan dengan ungkapan psikologis, maka orang tersebut berprilaku inteligen. Setiap manusia memperoleh kemampuan (ability) tertentu bukan semata-mata karena kelahirannya semata, melainkan juga karena perkembangan dan pengalaman yang dialami manusia tersebut. Manusia dianugerahi potensi dasar atau kapasitas (capacity) untuk berperilaku inteligen. Menurut Makmun (2005:54) kemampuan dapat dibedakan kedalam dua kategori, yaitu: a. Kecakapan nyata atau actual (actual ability), yang menunjukkan kepada aspek kemampuan yang segera dapat didemonstrasikan dan diuji sekarang juga karena merupakan hasil belajar. b. Kemampuan potensial (potential ability), yang menunjukkan kepada aspek yang masih terkandung dalam diri yang bersangkutan yang diperolehnya secara herediter (pembawaan kelahirannya). Mengacu dari uraian diatas, maka kemampuan (ability) adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakan. Kecakapan potensial dapat dideteksi dengan mengidentifikasi indikatorindikator yang ditunjukkan dalam kualifikasi perilaku dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Whiterington (Abin Syamsuddin, 2005:54) menunjukkan lebih terperinci manifestasi atau perwujudan dari indikator-indikator perilaku inteligen, antara lain; a. b. c. d.
Kemudahan dalam menggunakan bilangan (facility in the use of number). Efisiensi dalam berbahasa (language efficiency). Kecepatan dalam pengamatan (speed of perception). Kemudahan dalam mengingat (facility in memorizing).
35
e. Kemudahan dalam memahami hubungan (facility in comprehending relationships). f. Imajinasi (imagination). 2. Menandai Kemampuan Dasar Peserta Didik Umumnya guru mendeteksi klasifikasi kecakapan para peserta didik dengan menandai kemampuan dasar. Ada dua cara untuk menandai kemampuan dasar peserta didik adalah dengan cara: a. Menandai kecakapan dasar umum siswa, guru dapat mengamati secara longitudinal (mengikuti urutan waktu perkembangannya dari saat ke saat) dan cross sectional (dalam waktu serempak membandingkan siswa satu kategori umur dengan yang lainnya) dalam kelas atau kelompok siswa manapun hingga dapat ditemukan. 1) Siswa-siswa yang cenderung selalu lebih cepat dan mudah menyelesaikan tugas pekerjaannya (accelarated students) dibandingkan dengan temantemannya, jauh lebih awal dari jumlah waktu yan ditetapkan. 2) Siswa-siswa yang cenderung selalu mencapai hasil rata-rata saja dan hanya dapat menyelesaikan tugas pekerjaan persis atau sekitar batas waktu yang ditetapkan (average students). 3) Siswa-siswa yang cenderung selalu mencapai hasil lebih rendah dari prestasi kelas atau kelompoknya dan hampir tidak pernah dapat menyelesaikan tugas pekerjaannya sampai batas waktu yang ditetapkan (slow learners, retarted students). b. Menandai kecakapan atau kemampuan dasar khusus siswa, para guru juga dapat menggunakan pola pendekatan yang sama. Pada kesempatan ini,
36
observasi lebih difokuskan ke dalam mata pelajaran atau bidang studi atau kelompok bidang studi yang secara konseptual. 3. Pengertian tentang Hasil Belajar Pengertian hasil belajar sebenarnya sangat luas karena cakupan didalamnya meliputi aspek kognitf, psikomotor dan afektif. menurut Sudjana (1989:124) “Hasil belajar merupakan segala perilaku yang dimiliki siswa sebagai akibat dari proses belajar yang ditempuhnya.”. Sedangkan menurut Arikunto (2002:20) mendefinisikan hasil belajar bahwa; “Hasil belajar adalah penilaian terhadap suatu lulusan (out put) dilakukan untuk mengetahui tingkat tercapainya hasil belajar mereka selama mengikuti suatu program pelajaran”. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai suatu keberhasilan belajar siswa atau peserta didik dalam mempelajari pelajaran disekolah yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, dalam bentuk angka-angka/nilai-nilai yang diperoleh dari hasil tes atau pengukuran atau evaluasi. Secara rinci Rusyan (1994:81) menjelaskan bahwa prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : a. Faktor-faktor internal yang terdiri dari: 1) Faktor fisiologis/jasmani individu baik yang bersifat bawaan (hereditas), seperti pengelihatan, pendengaran, struktur tubuh dan sebagainya 2) Faktor fisiologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, terdiri dari: • Faktor-faktor intelektif meliputi: faktor potensial seperti intelegensi, dan faktor kecakapan nyata, yaitu prestasi yang dimiliki. • Faktor non intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, dan penyesuaian diri. b. Faktor-faktor eksternal terdiri dari: 1) Faktor sosial yaitu:
37
• Lingkungan keluarga, seperti suasana rumah, cara orang tua mendidik, relasi antara keluarga dan sebagainya. • Lingkungan sekolah seperti metoda mengajar, kurikulum, waktu sekolah, relasi guru dengan siswa dan sebagainya. • Lingkungan masyarakat seperti kehidupan siswa dalam bergaul, masyarakat, media dan sebagainya. 2) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. 3) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas belajar, fasilitas rumah dan iklim. 4) Faktor spiritual seperti lingkungan agama. Makmun (2005:160) menyimpulkan bahwa perbuatan dan prestasi belajar itu dapat dimanifestasikan dalam wujud : 1) Pertambahan materi pengetahuan yang berupa fakta, informasi, prinsip atau hukum kaidah prosedur atu pola kerja atau teori sistem nilai-nilai dan sebagainya. 2) Penguasaan pola-pola perilaku kognitif (pengamatan), proses berpikir, mengingat atau mengenal kembali, perilaku afaktif (sikap-sikap, apresiasi, penghayatan dan sebagainya), perilaku psikomotorik (keterampilanketerampilan psikomotorik termasuk yang bersifat ekspresif). 3) Perubahan dalam sifat-sifat kepribadian baik yang tangible maupun intangible. Hasil belajar yang diperoleh peserta didik tidak sepenuhnya hasil dari proses pembelajaran, namun di pengaruhi oleh faktor-faktor lain baik dari dalam diri peserta didik atupun pengaruh dari luar. 4. Tingkatan Kemampuan dari Berbagai Ranah Akibat Hasil Belajar Peserta didik yang belajar berarti menggunakan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor terhadap lingkungannya. Peningkatan kemampuan seseorang atau peserta didik tida lepas dari hasil belajar yang dicapainya. Taksonomi mengindetifikasi hubungan satu hal dengan lainnya atas dasar karakteristikkarakteristik tersebut. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.
38
a. Tingkatan Ranah Kognitif Ranah kognitif sangat erat hubungannya dengan intelektual dan cara berpikir seseorang. Menurut Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2009:26) ranah kognitif terdiri dari enam jenis tingkatan perilaku sebagai berikut; 1) Tingkat Mengingat (Remembering) Tingkat mengingat mencapai kemampuan ingatan tentang hal yag telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip atau metode. Dilihat dari segi proses belajar, istilah-istilah tersebut memang perlu dihapal dan diingat agar dapat dikuasainya sebagai dasar pengetahuan. 2) Tingkat Pemahaman (Understanding) Tingkat pemahaman mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari. Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori, Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjermahan dalam arti yang sebenarnya, misalnya dari bahasa inggris ke dalam bahasa Indonesia, mengartikan bhineka tunggal ika, dan lain-lain. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagianbagian terdahulua dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok. Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas presepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya.
39
3) Tingkat Aplikasi (Applying) Tingkat aplikasi mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. Aplikasi adalah penggunakan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori atau petunjuk teknis. Menerapan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang-ulang menerapkannya pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hapalan atau keterampilan. Suatu situasi akan tetap dilihat sebagai situasi baru bila tetap menjadi proses pemecahan masalah. 4) Tingkat Analisis (Analyzing) Tingkat analisis mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian
sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.
Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagianbagian sehingga jelas hierarkinya atau susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tingkatan sebelumnya. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang komprehensif dan dapat memilahkan integritas menjadi bagian-bagian yang tetap terpadu untuk beberapa hal memahami prosesnya, untuk hal lain memahami cara bekerjanya untuk hal lain lagi memahami sistematikanya 5) Tingkat Evaluasi (Evaluating) Tingkat evaluasi mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan criteria tertentu. Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materil dan lain-lain.
40
6) Tingkat Kreasi (Creating) Tingkat kreasi mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru, baru Misalnya kemampuan menyusun suatu program kerja atau menciptakan sesuatu yang baru.
Gambar 2.3. Tingkatan Kemampuan Intelektual atau Kognitif Menurut Taksonomi Bloom dkk
b. Tingkatan Ranah Psikomotor Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Menurut Simpson (Dimyati (Dimyati dan Mudjiono, 2009 : 29) ada da tujuh tingkatan perilaku dari psikomotor, yakni: 1) Tingkat Persepsi Persepsi, yang mencakup kemampuan memilah-milah hal-hal hal secara khas, dan menyadari adanya perbedaan yang khas tersebut. Misalnya pemihahan warna, angka 6 (enam) dan 9 (sembilan), dan huruf. 2) Tingkat Persiapan Persiapan/mentality mentality set, set, yang mencakup kemampuan penempatan diri dalam keadaan dimana imana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini mencakup jasmani dan rohani, Misalnya posisi start lomba lari.
41
3) Gerakan terbimbing (respon terbimbing) Peniruan/gerakan terbimbing, yaitu mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh atau gerakan peniruan. Misalnya meniru gerak tari, membuat lingkaran di atas pola. 4) Gerakan yang terbiasa Mekanisme/gerakan yang terbiasa, yaitu mencakup kemampuaan melakukan gerakan-gerakan tanpa contoh. Misalnya melakukan lompat tinggi dengan tepat. 5) Tingkat Respon yang komplek Respon yang kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap, secara lanjar, efisien, dan tepat. Misalnya bongkar-pasang peralatan secara tepat. 6) Penyesuaian pola gerakan (adaptasi) Adaptasi/penyesuaian
pola
gerakan,
yang
mencakup
kemampuan
menghadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratan khusus yang berlaku. Misalnya keterampilan bertanding. 7) Tingkat Kreativitas Tingkat kreativitas ini merupakan tingkatan paling tinggi pada aspek psikomotorik. Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola gerak-gerak yang baru atas dasar prakarsa sendiri. Misalnya kemampuan membuat tari kreasi baru dan membuat pola kerja baru untuk mengerjakan sesuatu.
42
Gambar 2.4. Tingkatan ngkatan kemampuan psikomotor Menurut Taksonomi Simpson. (Dimyati dan Mudjiono, 2009:31) c. Tingkatan Ranah Afektif Domain afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki pengusaan kognitif tingkat tinggi. Tipe hasil belajar afektif tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkat laku seperi perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial. Ada beberapa jenis kategori domain afektif sebagai hasil belajar. Menurut Krathwohl dan Bloom ada lima jenis tingkatan perilaku pada pad ranah afektif sebagai berikut: berikut 1) Penerimaan (Reciving/Attending) Reciving/Attending) Reciving/attending yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan Reciving/attending, dari luar yang datang kepada peserta didik dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. lain. Dalam tipe ini termasuk kesadaran keinginan untuk menerima
43
stimulus, control dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar. Misalnya kemamapuan mengakui adanya perbedaan-perbedaan. 2) Responding atau partisipasi Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya. Misalnya mematuhi aturan dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. 3) Penilaian (valuing) Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesedian menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakan terhadap nilai tersebut. Misalnya menerima penapat orang lain. 4) Organisasi Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai konsep tentang nilai yang telah dimilikinya. Misalnya menempatkan nilai dalam suatu skala nilai dan dijadikan pedoman bertindak secara bertanggung jawab. 5) Karakteristik nilai atau pembentukan pola hidup Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduann semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkat lakunya. Ke dalamnya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.
44
Misalnya isalnya kemampuan mempertimbangkan dan menunjukan tindakan yang berdisiplin.
Gambar 2.5. Tingkatan Kemampuan perilaku atau afektif Menurut Taksonomi Krathwohl & bloom dkk. (Dimyati (Dimyati dan Mudjiono, 2009:30).
C. Tinjauan Umum Pendidikan Kejuruan 1.
Pengertian an Pendidikan Kejuruan Pendidikan Kejuruan menurut Rupert Evans (Muslim, 2007) mendefinisikan
bahwa pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu berkerja pada suatu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang bidang perkerjaan lainnya. Pendidikan formal dan pendidikan kejuruan terdapat unsur saling melengkapi, artinya untuk menempuh pendidikan kejuruan dibutuhkan pendidikan formal sebagai bekal awal untuk menempuh pendidikan kejuruan. kejuruan. Pendidikan kejuruan menurut Schippers (1994:19) menyatakan bahwa: “Pendidikan yang tujuannya membekali siswa atau peserta didik agar memiliki kompetensi perilaku dalam bidang kejuruan tertentu sehingga yang bersangkutan mampu bekerja (memiliki kinerja) kinerja) demi masa depan dan untuk kesejahteraan bangsa.”
45
Pendidikan kejuruan diharapkan mampu menghasilkan individu-individu terampil sesuai dengan bidang kompetensi keahlian yang diambilnya. Individuindividu tersebut diharapkan mampu menguasai aspek kognitif, psikomotor, dan afektif sebagai cakupan bidang belajar. Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 merumuskan bahwa Pendidikan Menengah Kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional. 2.
Model Pendidikan Kejuruan Menurut Muslim (2007), terdapat beberapa model sistem di pendidikan
kejuruan, diantaranya adalah: a) Model pasar (market model) merupakan sistem pendidikan yang merupakan tanggung jawab industri dan di jalankan sepenuhnya
oleh industri. Pada
model pasar pemerintah tidak terlibat dalam proses kualifikasi kejuruan. Model ini sering juga disebut model liberal dan langsung di arahkan pada produksi dan pasaran kerja. b) Model sekolah (school model) adalah pendidikan dimana pemerintah berperan merencanakan, mengorganisasikan, dan memantau pelaksanaan pendidikan kejuruan, model ini sering juga disebut model birokratik. c) Model sistim ganda (dual system) merupakan perpaduan antara model pasar dan model sekolah dalam hal ini pemerintah berperan sebagai pengawas model pasar, model ini disebut juga dual system. d) Model pendidikan koperatif (cooperative education) merupakan pendidikan kejuruan yang diselenggarakan bersama antara sekolah dan perusahaan.
46
Terbagi dalam dua macam yaitu; (1) School and Enterprise, yaitu pendidikan kejuruan yang merupakan tanggung jawab bersama antara sekolah dan industri, dan (2) Training Center and Enterprise. e) Informal Vocational Education merupakansistem pendidikan yang lahir dengan sendirinya, atas inisiatif pribadi atau kelompok untuk memenuhi keterampilan yang tidak dapat dipenuhi di pendidikan formal. 3.
Jenis Kegiatan Belajar Dalam Lingkup Pendidikan Kejuruan Pengajaran yang berlangsung dalam lingkup pendidikan kejuruan harus
memungkinkan peserta didik menangani tugas-tugas yang khas untuk bidang kejuruannya, begitu pula menanggulangi persoalan-persoalan dalam kenyataan bidang profesinya. Tugas serta persoalan itu beraneka ragam sifatnya. Jadi metode yang diterapkan dalam pengajaran, hendaknya juga sesuai serta beraneka ragam pula. Menurut Nolker (Supriadi, 2010:32) kegiatan belajar dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:: a) Kerja praktik Kerja praktik dalam bentuk kursus-kursus yang sistematik guna memperoleh serta melatih keterampilan, atau dalam bentuk proyek kerja atau praktik industrial. b) Pengetahuan teori Diperoleh melalui pengajaran secara sistematik, eksperimen, pengamatan, widyawisata dan diskusi. c) Pengalaman dan perjumpaan Melalui perayaan darmawisata, identifikasi serta konfrontasi dengan tokohtokoh teladan, pengalaman kelompok, dan kunjungan ke industri-industri.
47
4. Metode-Metode Latihan Praktik di Bengkel Metode-metode latihan praktik di bengkel dibagi menjadi tiga tahap yaitu, melatih keterampilan dasar melatih keterampilan yang lebih rumit, dan metode proyek (Supriadi, 2010:32). a) Melatih keterampilan dasar Hal yang paling penting dalam pengajaran praktek dibengkel adalah penguasaan keterampilan praktis, serta pengetahuan dan perilaku yang bertalian langsung dengan keterampilan itu. Menurut Nolker (Supriadi, 2010:32) model dasar yang paling sederhana untuk pengajaran profesi pertukangan industrial adalah metode empat tahap menurut TWI (Training Within Industrial) yaitu: 1) Persiapan, pengajar memaparkan sasaran-sasaran kerja, menjelaskan arti pentingnya, membangkitkan minat peserta didik, menyelidiki dan menetapkan samapai seberapa jauh pengetahuan yang sudah dimiliki siswa. 2) Peragaan, pengajaran memperagakan pekerjaan yang harus dipelajari, menjelaskan cara kerja baik dalam hubungan dengan keseluruhan proses maupun masing-masing gerakan, sambil mengambil posisi sedemikian rupa sehingga para peserta didik dapat mengikuti proses kerja dari sudut pandang yang sama seperti pengajar. 3) Peniruan, peserta didik menirukan aktivitas kerja yang telah diperagakan. Pengajar memperhatikan, menyuruh dilakukan pengulangan dan membantu sampai peserta didik dapat melakukan tugas kerja secara benar. 4) Praktek, peserta didik mengulangi aktivitas kerja yang baru dipelajari sampai keterampilan dikuasai sepenuhnya.
48
b) Melatih keterampilan yang lebih rumit Keterbatasan metode empat tahap di atas nampak jelas apabila menyangkut hal mempelajari keterampilan yang lebih rumit (Kompleks). Di pabrik-pabrik modern yang besar, pendidikan kejuruan sering kali bukan lagi merupakan soal mempelajari cara penanganan alat-alat sederhana, melainkan harus mampu menangani mesin-mesin yang serba rumit serta mengendalikan keseluruhan sistem permesinan. Di sini peserta didik tidak akan mungking dapat secara sekaligus mempelajari urutan-urutan gerak kompleks yang diperlukan untuk mengendalikan sistem tersebut dengan jalan menirukan urutan-urutan gerakan itu saja. Keseluruhan kompleks gerak harus dipecah-pecah kedalam unsur-unsur gerak (sublemen), yang masing-masing harus dilatih secara tersendiri. Dalam keteranpilan yang kompleks, diperlukan latihan-latihan pendahuluan guna menjamin bahwa keterampilan pecahan benar-benar dikuasai dan dapat dilakukan dengan kecepatan yang sepadan. c) Metode proyek Karakteristik penting dari metode proyek adalah bahwa peserta didik dapat menerapkan barbagai keterampilan teori dan praktik yang dimiliki guna menanggulangi tugas kongkret dan berfaedah dengan berhasil. Guna keberhasilan dalam menanggulangi tugas yang diterapkan oleh proyek, maka perlu kombinasi sejumlah keterampilan dan kemampuan yang telah dipelajarisebelumnya. 5. Praktikum Salah satu kegunaan praktikum adalah untuk melicinkan peralihan dari tempat pendidikan ke dunia kerja. Telah terbukri bahwa praktikum sangat besar efek
49
positifnya terhadap proses belajar. Sudah sewajarnya bahwa banyak peserta didik berkeinginan menguji keterampilan yang sudah dimilki dalam menghadapi situasi kejuruan yang sebenarnya. Apabila peserta didik berhasil dalam menerapkan halhal yang sudah dipelajari mengenai bidang kejuruannya, maka hal itu akan berpengaruh positif terhadap motivasi belajar. Praktikum harus dipersiapkan dengan cermat, sedang peserta didik harus dibiasakan dengan tugas-tugas pengamatan selama praktikum berlangsung. Untuk tujuan pendidikan, kontak dengan kehidupan praktek hanya akan dapat berhasil apabila sebelumnya telah diberikan pendahuluan faktual mengenai masalah-masalah yang diperkirakan akan ditemukan. Begitu pula apabila setelah praktikum selesai diadakan evaluasi mengenai pengalaman yang diperoleh. Aktivitas belajar ini harus diselenggarakan baik dalam bentuk lisan maupun tertulis. Telah terbukti berguna apabila peserta didik menyusun laporan tertulis, yang didalamnya diterangkan aktivitas-aktivitas serta kejadian-kejadian penting selama masa praktikum. D. Tinjauan Umum Standar Kompetensi Menggunakan Perkakas Tangan Operasi Digenggam dan Teori Sambungan Paku Keling 1. Tinjauan Umum tentang Kompetensi Kompetensi diartikan sebagai kemampuan seseorang yang disyaratkan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu pada dunia kerja dan ada pengakuan resmi atas kemampuan tersebut. Kompetensi yang dimaksud adalah kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan untuk menjadi manusia yang cerdas, kompeten, sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan oleh dunia usaha atau dunia industri.
50
Kompetensi-kompetensi pada kurikulum SMK dikelompokkan ke dalam berbagai jenis mata diklat yang dibagi menjadi program normatif, adaptif dan produktif. Program normatif yaitu kelompok mata diklat yang memuat kompetensikompetensi tentang norma, sikap dan perilaku. Program adaptif yaitu kelompok mata diklat yang bertujuan untuk memberi kesempatan peserta didik memahami dan menguasai konsep dan prinsip dasar keilmuan yang melandasi suatu kompetensi untuk bekerja. Program produktif yang terdiri dari kompetensikompetensi standar atau kemampuan produktif pada suatu keahlian tertentu yang sesuai dengan tuntutan dan permintaan dunia kerja. Setiap kompetensi memerlukan pengembangan menyeluruh dari berpikir kritis dan praktek yang reflektif yang akan membangun sejumlah pengetahuan dan pengalaman hidup baginya. Seseorang dinyatakan kompeten di bidang tertentu jika seseorang tersebut menguasai kecakapan kerja, atau keahlian yang selaras dengan tuntutan bidang pekerjaan yang bersangkutan. Dengan kata lain, ia mampu mengerjakan tugas-tugas sesuai standar yang dibutuhkan. Standar yang dibutuhkan bergantung pada tuntutan pekerjaan atau tuntutan masyarakat yang mengacu kepada world class standard. Biasanya standar itu perlu dianalisa, dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi kerja sehingga dinamakan standar minimum. Bidang kemampuan (kompetensi) secara umum terbagi menjadi 3 (tiga) jenis yakni sebagai berikut: a. Bidang kemampuan intelektual/pengetahuan (domain Kognitif) b. Bidang kemampuan sikap (domain Afektif)
51
c. Bidang kemampuan keterampilan (domain Psikomotor) Kompetensi kognitif ini mencakup pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan mengenai informasi faktual (konsep dan fakta) yang bersifat statis-normatif dengan tatanan yang jelas dan dapat dijelaskan dengan kalimat pernyataan yang dinyatakan secara lisan, biasanya disebut knowing that (mengetahui bahwa). Sedangkan, pengetahuan prosedural adalah pengetahuan yang mendasari kecakapan atau keterampilan yang bersifat praktis dan dinamis untuk melakukan sesuatu perbuatan jasmaniah, biasanya disebut knowing how (mengetahui bagaimana). Maka dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah suatu pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan atau kapabilitas yang dimiliki oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga mewarnai perilaku kognitif, psikomotor dan afektifnya. 2.
Tinjauan Umum Standar Kompetensi Menggunakan Perkakas Tangan Operasi Digenggam Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk
mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan standar proses dan standar penilaian. Standar kompetensi adalah tujuan pembelajaran secara umum. Sedangkan kompetensi dasar ini berupa penjabaran dari standar kompetensi. Standar Kompetensi Menggunakan Perkakas Tangan Bertenaga Operasi Digenggam merupakan salah satu kompetensi dari mata pelajaran Kompetensi
52
Kejuruan Konstruksi Rangka Pesawat Udara di SMKN 12 Bandung yang diajarkan di kelas X KRPU semester II, standar kompetensi ini termasuk pada kelompok mata pelajaran produktif yang harus ditempuh oleh setiap siswa dalam menyelesaikan studi, dimana selain kemampuan kognitif (berhubungan dengan teori) yang harus dikuasai, peserta didik juga harus memiliki kemampuan afektif (sikap kerja) dan psikomotor (berhubungan dengan praktek). Standar kompetensi Menggunakan Perkakas Tangan Bertenaga Operasi Digenggam memiliki nilai standar kelulusan minimum yaitu 75. Jika siswa mencapai tingkat penguasaan 75 ke atas, maka siswa dapat meneruskan kegiatan belajar berikutnya, tetapi jika kurang dari 75 sebaliknya siswa harus mengulang pembelajaran sampai mendapatkan nilai 75 atau batas nilai kelulusan. Bobot penilaian kemampuan dan keberhasilan belajar hasil akhir (nilai raport) didasarkan pada kehadiran 80% dari keseluruhan kegiatan tatap muka dan berpartisipasi
aktif
dalam
pelajaran,
diskusi
dan
pengumpulan
tugas-
tugas/pekerjaan rumah, ujian tengah semester (UTS) dan ujian akhir semester (UAS). Tabel 2.1.Standar kompetensi dan kompetensi dasar menggunakan perkakas tangan bertenaga operasi digenggam. Standar Kompetensi • • Menggunakan Perkakas Tangan Bertenaga Operasi Digenggam
• •
Kompetensi Dasar Mengidentifikasi perkakas tangan bertenaga/opersi digenggam. Memilih perkakas tangan bertenaga yang sesuai keperluan tugas pekerjaan. Menggunakan perkakas tangan bertenaga sesuai spesifikasi pekerjaan. Melaksanakan prosedur keselamatan dalam menggunakan perkakas tangan
53
bertenaga. • Melaksanakan prosedur pemeliharaan peralatan tangan bertenaga operasi digenggam. (Sumber: Kurikulum SMKN 12 Bandung) Pada standar kompetensi ini materi pelajaran yang diajarkan meliputi alat-alat atau perkakas bertenaga (khusunya rivet gun dan portable drill) yang digunakan untuk menyambung pelat logam khususnya aluminium pada komponen pesawat terbang dengan paku keling sebagai pengikatnya, selain itu hal-hal mengenai kerja praktik sambungan rivet (paku keling) juga dibahas. Riveting adalah suatu dari metoda penyambungan pelat dengan menggunakan paku keling sebagai pengikatnya. Penggunaan metoda penyambungan dengan riveting ini sangat baik digunakan untuk penyambungan pelat-pelat alumnium, sebab pelat-pelat aluminium ini sangat sulit di solder atau di las.
Gambar 2.6. Proses pengelingan (riveting). E. Asumsi, Kerangka Berfikir dan Hipotesis 1. Asumsi Asumsi dasar merupakan suatu titik tumpuan pada segala pandangan dalam menghadapi masalah, hal ini terjadi karena anggapan dasar merupakan pemikiran yang tidak pernah diragukan kebenarannya, dalam penulisan dan pembahasan ini penulis bertolak pada asumsi :
54
a)
Kemampuan seorang peserta didik dapat tercermin dari hasil yang di evaluasi oleh suatu tes atau evaluasi yang dinyatakan dengan angka atau nilai.
b) Praktik hanya akan dapat berhasil apabila sebelumnya telah diberikan pendahuluan faktual (pengaruh dari luar) mengenai masalah-masalah yang diperkirakan akan ditemukan. Salah satunya adalah diberikan teori yang berhubungan dengan praktikum yang akan dilakukan. c)
Peningkatan kemampuan (ability) teori siswa diperoleh dari banyaknya ilmu yang didapat, mempelajari materi tersebut, dan ketekunan mengerjakan latihan soal – soal.
d) Peningkatan kemampuan (ability) praktek diperoleh dari ketekunan berlatih untuk mengerjakan sesuatu dan pengalaman yang didapatnya oleh siswa tersebut. e)
Ketercapaian hasil belajar teori terhadap praktek dapat saling mendukung apabila peserta didik dalam keadaan normal baik fisik dan mental.
f)
Tingkat perkembangan kemampuan penguasaan teori dan praktek peserta didik berbeda-beda tergantung kepada faktor internal dan eksternal yang ada pada dalam diri siswa tersebut.
2. Kerangka Berpikir Menurut Uma Sekaran (Sugiyono, 2009: 60) mengemukakan bahwa, “kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting”. Berdasarkan pengertian kerangka berpikir di atas, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.7 sebagai berikut:
55
Faktor Internal: Minat, Motivasi, Sikap, kapasitas IQ
Instrumental Input:
Kurikulum, guru, metode, media, saranadanprasarana.
Input: Peserta Didik
Output
Proses BelajarMengeling
Faktor Eksternal Lingkungan belajar, keluarga,
Environment Input: Lingkungan, sosial, budaya, politik. ekonomi
• •
NilaiTeori NilaiPraktik
Keterangan : : Wilayah Penelitian Gambar 2.7. Kerangka berpikir. 3. Hipotesis Hipotesis adalah dugaan awal yang masih perlu diuji kebenaranya. Sugiyono (2009:96) mengemukakan bahwa, “hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan.” Berdasarkan asumsi dan sesuai dengan masalah serta tujuan penelitian yang telah dirumruskan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H0 : ρ = 0 (hipotesis nol), artinya tidak terdapat kontribusi antara kemampuan penguasaan teori mengeling terhadap kemampuan praktek penyambungan rivet pada kompetensi dasar Menggunakan Perkakas Bertenaga Operasi Digenggam. Ha : ρ ≠ 0 (hipotesis alternatif), artinya terdapat kontribusi yang signifikan antara kemampuan penguasaan teori mengeling terhadap kemampuan praktek penyambungan rivet pada kompetensi dasar Menggunakan Perkakas Bertenaga Operasi Digenggam.