BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Informasi merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap orang untukmengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya sehingga hak untuk memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia yang wajib untuk dilindungi. Seperti yang terkandung dalam UndangUndang Dasar 1945 pasal 28F yang berbunyi setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Di dalam pemerintahan pun keterbukaan informasi menjadi penting sebagai salah satu ciri negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Negara yang demokratis
ditandai
dengan
diterapkannya
prinsip
Good
Governance
dalam
pemerintahannya. Menurut UNDP (1997) pemerintah yang baik setidaknya memiliki karakteristik akuntabilitas, transparansi, partisipasi, tertib hukum, responsif, konsensus, adil, efisiensi dan efektivitas, serta memiliki visi strategis.1 Dalam upaya menyandang predikat negara demokratis, yang salah satu cirinya ditandai dengan terjaminnya keterbukaan akses informasi, Indonesia pasca reformasi telah merumuskan berbagai kebijakan, salah satunya Undang-Undang (UU) No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
1
Infopublik.kominfo.go.id diakses tanggal 10 Oktober 2012
1
Undang-Undang KIP merupakan regulasi yang memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dalam memperoleh informasi dari badan-badan publik. UU ini juga mengharuskan seluruh badan publik di Indonesia memberikan informasi terkini kepada publik dan melayani permintaan informasi dari publik, kecuali untuk informasi yang dikecualikan berdasarkan UU. Informasi yang dikecualikan menurut UU KIP pasal 17 yaituinformasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publikdapat menghambat proses penegakan hukum; dapat mengganggu kepentingan perlindungan dalam hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak
sehat;
dapat
membahayakan
pertahanan
dan
keamanan
negara;
dapat
mengungkapkan kekayaan alam Indonesia; dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional; dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri; dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang; dapat mengungkap rahasia pribadi; memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasikan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan; dan informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan UndangUndang. Manfaat dari UU KIP ini antara lain menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik. Selain itu juga meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas, sehingga mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik. UU ini juga dapat mewujudkan penyelenggaraan negara
2
yang baik (good governance), sehingga produktivitas masyarakat tinggi dan kesejahteraan dapat tercapai.2 Melalui UU ini setidaknya pemerintah baik pusat maupun daerah serta badan publik lainnya diwajibkan untuk menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Tugas PPID adalah merencanakan dan mengorganisasikan, melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan pelayanan informasi di badan publik. Sementara fungsi PPID adalah penghimpunan, penataan dan penyimpanan informasi publik dari seluruh unit kerja di badan publik. Selain pembentukan PPID, UU ini mengamanatkan pembentukan Komisi Informasi Pusat maupun Propinsi serta penetapan peraturan mengenai standar prosedur operasional (SPO) layanan informasi publik. Komisi Informasi merupakan lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan UU KIP dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/ atau ajudikasi nonlitigasi. Komisi Informasi Pusat (KI Pusat) resmi dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 48/P Tahun 2009. KI Pusat menurut pasal 26 ayat 2 memiliki tugas menetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi; menerima, memeriksa, dan memutuskan sengketa informasi publik di daerah selama Komisi Informasi Propinsi dan/atau Komisi Informasi Kabupaten/Kota belum terbentuk; dan memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya berdasarkan UU ini kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia setahun sekali atau sewaktu-waktu jika diminta. 3 Selain pembentukan Komisi Informasi Pusat, UU KIP 2Ibid.
3Ibid.
3
mengamanatkan pembentukkan Komisi Informasi Propinsi selambat-lambatnya dua tahun sejak UU KIP disahkan. UU
KIP
merupakan
puncak
keberhasilan
masyarakat
Indonesia
dalam
memperjuangakan hak atas informasi, transparansi serta akuntabilitas di Indonesia. Dengan disahkannya UU ini diharapkan dapat mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya sehingga meminimalisir praktek-praktek korupsi. Menurut pakar komunikasi Universitas Airlangga, Henry Subiakto, di Jepang setelah diberlakukan UU semacam ini, inefisiensi anggaran bisa ditekan sampai 30 persen. 4 Indonesia sendiri adalah negara kelima di Asia yang memberlakukan UU khusus yang mengatur penyediaan informasi bagi publik.5 Negara Asia lainnya yang telah menerapkan UU semacam ini antara lain Jepang, Korea Selatan, Pakistan, Philipina, India dan Thailand. Namun konsep yang ideal tentu saja tidak akan sempurna tanpa adanya pengimplementasian yang baik, begitu pula dalam UU KIP ini. UU KIP hanya akan menjadi konsep ideal di atas kertas jika tidak diimplementasikan dengan benar. Maka implementasi menjadi hal krusial yang harus diperhatikan dalam proses kebijakan publik. Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena disini masalah-masalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di lapangan. Selain itu, ancaman utama, adalah konsistensi implementasi.6 Isu implementasi UU KIP ini kemudian menjadi menarik untuk dikaji karena menurut Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Simbiring pelaksanaan UU KIP dalam dua 4 Polatikan, Karel, 2012, 28 September, Hari Masyarakat Untuk Tahu, Antara News 28 September 2012 diakses dari http://www.antarasulut.com/berita/17412/28‐september‐hari‐hak‐masyarakat‐untuk‐tahu tanggal 7 Oktober 2012 5 2012, Badan Publik Harus Memiliki Informasi, Berita Wapres 28 September 2012 diakses dari http://wapresri.go.id/index/preview/berita/2332 tanggal 29 November 2012 6 Nugro, Riant, 2008, Public Policy, Jakarta : Gramedia, hlm. 436.
4
tahun ini masih sangat lemah. Dari 34 Kementerian, sudah 32 yang membentuk PPID dan 2 yang belum. Kemudian, total 129 lembaga, baru 29 lembaga memiliki PPID dan Pemprov baru 21 Propinsi yang sudah memiliki.7 Pernyataan ini turut dibenarkan oleh Ketua Komisi Informasi Propinsi Banten, Yhannu Setyawan, dalam Rakornas Komisi Informasi Se-Indonesia Juli 2012 kemarin yang menyatakan bahwa Kemendagri kurang serius dalam mendorong implementasi UU KIP.8 Selain itu informasi yang dirilis oleh penelitiTempo Institute Mardiyah menunjukkan bahwa Tempo Institute Mardiyah tahun ini mendapatkan pemahaman dan penerapan keterbukaan informasi di daerah masih buruk. Ironisnya,hal yang sama juga masih ditemukan di tubuh pemerintahan di ibukota negara9.Data ini turut menambah catatan hitam bagi pengimplementasian UU KIP. Melihat permasalah di atas maka penelitian ini membahas mengenai implementasi UU KIP di Indonesia dengan fokus penelitian pada Komisi Informasi Pusat dalam menyelesaikan sengketa informasi. Ada beberapa alasan substansi yang melandasi penulis memfokuskan penelitian pada Komisi Informasi Pusat. Pertama, Komisi Informasi merupakan tonggak tegaknya keterbukaan informasi publik di Indonesia. Berdasarkan UU KIP, pemohon informasi publik, baik perorangan maupun lembaga, dapat mengajukan keberatan kepada atasan PPID jika informasi publik yang diinginkan tidak sesuai dengan UU. Pengajuan keberatan ini akan ditanggapi oleh atasan PPID dalam 7 2012, Wapres : KIP Harus Menjadi Gerakan Bersama,Komisi Informasi Pusat 1 Oktober 2012 diakses dari http://www.komisiinformasi.go.id/index.php/subMenu/informasi/info_and_opini/detailberita/240 tanggal 12 Oktober 2012 8 2012, Kemendagri Didesak Perkuat Kelembagaan KI Propinsi, Komisi Informasi Propinsi Jawa Timur 5 Juli 2012 diakses dari http://kip.jatimprov.go.id/2012/07/05/rakornas‐komisi‐informasi‐se‐indonesia/ tanggal 12 Oktober 2012. 9 Kurniawan, Atep Abdillah, 2012, Sengketa Informasi‐Dokumen Dana Daerah Sulit Diakses Publik, Seputar Indonesia 6 Juli 2012 diakses dari http://www.seputar‐indonesia.com/edisicetak/content/view/508842/ tanggal 10 Oktober 2012
5
jangka waktu paling lambat 30 hari kerja sejak diterimanya keberatan. Jika pemohon merasa tidak puas dengan tanggapan atasan PPID maka pemohon dapat mengajukan keberatan melalui Komisi Informasi. Pada tahap inilah sengketa informasi yang terjadi antara badan publik dan pengguna informasi publik diselesaikan melalui proses mediasi dan/ atau ajudikasi nonlitigasi sebelum akhirnya diajukan ke pengadilan dan kasasi jika ada salah satu pihak yang keberatan dengan putusan Komisi Informasi. Melalui perannya dalam penyelesaian sengketa informasi publik, Komisi Informasi didaulat untuk menjadi garda depan dalam menegakkan keterbukaan informasi publik di Indonesia. Berdasarkan Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat tahun 2011, penyelesaian sengketa informasi publik oleh KI Pusat tahun 2010-2011 dapat dikatakan belum maksimal. Dari total 495 permohonan penyelesaian sengketa yang masuk ke KI Pusat per Desember 2011, sebanyak 237 sudah berhasil diselesaikan oleh KI Pusat, baik melalui mediasi, ajudikasi, penarikan permohonan penyelesaian sengketa informasi publik maupun penghentian melalui tahap Majelis Pemeriksaan Pendahuluan (MPP).10 Artinya baru 48% sengketa yang telah diselesaikan oleh KI Pusat. Tabel 1. LaporanPenyelesaian Sengketa Oleh Komisi Informasi Pusat11 Status 2010 Proses Majelis Pemeriksaan Pendahuluan Mediasi berjalan Ajudikasi berjalan Ditolak/dicabut Mediasi Selesai Ajudikasi selesai Total Sengketa Informasi
12 13 13 20 18 76
Jumlah 2011 106 108 19 139 36 11 419
Total 106 120 32 152 56 29 495
Sumber : Laporan Komisi Informasi Pusat 2011 10. Laporang Tahunan Komisi Informasi Pusat 2011 hlm. 17 11. Ibid
6
Dalam Laporan Perkembangan Penanganan Sengketa hingga Juni 2012 pun belum menunjukkan peningkatan penyelesaian sengketa yang signifikan. Dari 713 sengketa yang masuk ke Komisi Informasi Pusat baru 404 atau 57% sengketa yang telah diselesaikan. Tabel 2. Laporan Perkembangan Penanganan Sengketa Hingga Juni 201212 Status
Jumlah
MPP/belum ditetapkan mediator/MK
73
Mediasi Berjalan
206
Ajudikasi Berjalan
30
Sengketa ditolak/ditarik
251
Selesai melalui mediasi
103
Selesai melalui ajudikasi
50 Total
713
Sumber : Laporan Penyelesaian Sengketa Komisi Informasi Pusat Juni 2012 Dua tabel di atas menunjukkan bahwa selama enam bulan berjalan, mulai Januari 2012 hingga Juni 2012, terdapat penambahan sengketayang cukup signifikan yakni 218 sengketa informasi publik. Data diatas juga menjelaskan bahwa selama enam bulan, KIP telah menyelesaikan 167 sengketa. Data ini menjadi menarik karena memperlihatkan lebih banyaknya sengketa yang masuk dibandingkan dengan sengketa yang telah diselesaikan. Adapun jenis informasi yang disengketakan dapat dilihat pada diagram lingkarandi bawah ini:
12. Laporan Penyelesaian Sengketa Informasi Komisi Informasi Pusat Juni 2012
7
Diaagram 1. Jennis Informaasi yang Disengketakann
In nformassi yang D Disengkketakan Struktu ur Organisasi
1%
Rencan na Kerja dan Anggaran
19%
30%
10%
22% %
13 3%
Daftar P Peraturan Daftar IInformasi Pub blik
5% Pengad daan Barang Jaasa Laporan n Keuangan
Suumber : Lapporan Penyeelesaian Sen ngketa Inforrmasi Pusat Juni 2012 K Kedua, Kom misi Inform masi Pusat merupakan n lembaga yang baruu dirintis sehingga s kebeeradaannya perlu untuuk terus diimonitoring g dan dievaaluasi.Berbeeda dengan n PPID. Sebeelum UU inni dibuat pada p dasarnnya fungsi PPID P hamppir sama deengan hum mas yaitu sebaagai corong informasi namun n lebihh diperdalam m lagi.13 Ketiga, tugas KI Pusatt yang cukuup berat. Dallam UU KIP P tugas KI P Pusat salah satunya ialah menerimaa, memerikssa, dan mem mutuskan seengketa infoormasi publik di daerah h selama misi Inform masi Propinssi dan/atau Komisi K Info formasi Kabbupaten/Kotta belum terrbentuk. Kom Saatt ini baru terbentuk 200 Komisi Innformasi Prropinsi yakkni Jawa Teengah, Jawaa Timur, Keppulauan Riaau, Gorontaalo, Banten, Lampung, Jawa Baraat, Sumateraa Selatan, Sulawesi S Selaatan, Kalim mantan Tenggah, DIY, Nusa N Tengg gara Barat, DKI Jakartta, Sulawessi Utara, Kalimantan Timur, Bali, Aceh, Sum matera Utaraa, Sulawesii Tenggara, dan Riau. Artinya baruu sekitar 59% KI Propiinsi yang terrealisasi darri yang diam manatkan U UU. 13. Imams, 2012, Bupati Seg gera Bentuk PPID D, Berita Sidoharjo o 2 Agustus 2011 1 diakses dari http p://www.beritasiidoarjo.com/?p=187 tanggal 29 Novemb ber 2012
8
Keempat, KI Pusat mengemban tanggung jawab moral dalam memberikan protipe yang baik bagi KI Propinsi yang ada. KI Pusat sejatinya menjadi rujukan dan contoh bagi Komisi Informasi Propinsi sehingga diharapkan KI Pusat mampu melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan optimal.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Implementasi
Kebijakan
Komisi
Informasi
Pusat
dalam Proses
Penyelesaian Segketa Informasi Publik berdasarkan Peraturan Komisi Informasi No 2 Tahun 2010, penting untuk dilakukan guna melihat sejauhmana keberhasilan implementasi kebijakan Komisi Informasi Pusat ini telah berjalan. Untuk itu rumusan masalah yang diangkat dalam peneliti ini adalah “Bagaimanatahap-tahap implementasi kebijakan Komisi Informasi Pusat dalam proses penyelesaian sengketa informasi publik berdasarkan peraturan Komisi informasi No 2 Tahun 2010?Bagaimana tingkat keberhasilan implementasi? Faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat keberhasilan implementasi?”
C. Tujuan Penelitian 1.
Menganalisistahap-tahap implementasi Komisi Informasi Pusat dalam proses penyelesaikan sengketa informasi publik berdasarkan Perki No 2 Tahun 2010
2.
Mengukur keberhasilan implementasi Komisi Informasi Pusat dalam proses penyelesaikan sengketa informasi publik berdasarkan Perki No 2 Tahun 2010
3.
Memetakan faktor pendukung dan penghambat keberhasilan implementasi Komisi Informasi Pusat dalam proses penyelesaikan sengketa informasi publik
9
4.
Memberikan saran dan rekomendasi terkait proses penyelesaian sengketa informasi bagi Komisi Informasi Pusat sehingga dapat dijadikan rujukan bagi Komisi Informasi Propinsi.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1.
Masyarakat
Mengenalkan masyarakat pada lembaga Komisi Informasi Pusat dan kinerjanya
Menginformasikan kepada masyarakat terkaittahap-tahapimplementasi kebijakan Komisi Informasi Pusat dalam penyelesaian sengketa informasiberdasarkan Perki No 2 Tahun 2010
2.
Akademisi
Dapat dijadikan landasan berpikir bagi penulis lainnya yang tertarik melakukan penelitian lanjutan dengan fokus penelitian yang sama.
3.
Komisi Informasi Pusat
Menjadi salah satu bentuk penilaian keberhasilan implementasi kebijakan KI Pusat dalam penyelesaian sengketa informasi publik.
Dapat dijadikan bahan pembanding untuk menilai tingkat keberhasilan implementasikebijakan dalam penyelesaian sengketa informasi publik berdasarkan Perki baru, Perki No 1 Tahun 2013.
10