BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang, baik dalam rangka mengembangkan kualitas pribadi maupun dalam rangka menjalani kehidupan sosialnya. Setiap orang dalam kualitas dan latar belakang apapun membutuhkan informasi sesuai kadarnya. Pada masyarakat tradisional sekalipun, kebutuhan atas informasi tetap ada dan harus dipenuhi. Informasi itu bisa diperoleh lewat tatap muka dengan orang lain, bisa juga melalui berbagai macam sarana yang tersedia. Memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik adalah salah satu ciri negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Informasi merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Pada masyarakat modern, kebutuhan atas informasi semakin banyak dan semakin urgen. Informasi menjadi kebutuhan dasar dalam pengambilan keputusan-keputusan personal dan sosial. Perkembangan teknologi komunikasi turut mendorong perkembangan informasi, setiap detik, informasi terus menyebar dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat akibat perkembangan teknologi komunikasi. Setiap hari kita disuguhi informasi dari belahan dunia yang berbeda nyaris pada saat bersamaan. Batas-batas antar negara seolah menjadi hilang (borderless world) akibat pesatnya perkembangan informasi. Tidak ada satu pun
Universitas Sumatera Utara
negara yang bisa secara mutlak menghambat pesatnya laju arus informasi.1 Di era globalisasi sekarang ini suatu informasi merupakan hal yang penting dan praktis, sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengakses segala macam bentuk informasi. Dengan keterbukaan informasi ini pemerintah Indonesia menyiapkan dan menyelenggarakan suatu aturan keterbukaan informasi publik yang menyediakan segala macam informasi tentang kepemerintahan agar masyarakat juga mengetahui transparansi dan tanggung jawab pemerintah kepada publik juga terealisasikan dengan baik. 2 Menurut laporan Freedom
Of Information Center yang berpusat di
London Inggris, sudah ada 50 negara yang telah mempunyai Undang-undang kebebasan atas informasi termasuk Indonesia, 30 negara lainnya sedang dalam proses penyusunan.
3
Dari laporan ini dapat
diambil kesimpulan bahwa
transparansi atas setiap informasi publik membuat masyarakat dapat ikut berpartisipasi aktif dalam mengontrol setiap langkah dan kebijakan yang diambil oleh
pemerintah
sehingga
penyelenggaraan
negara
demokrasi
dapat
dipertanggungjawabkan kembali kepada masyarakat.4 Pada tanggal 3 April 2008, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberikan persetujuan terhadap Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Dengan persetujuan tersebut maka Indonesia mempunyai peraturan setingkat Undang-undang yang mengatur mengenai jaminan akses publik terhadap informasi publik yang ada pada penyelenggara negara. 1
Henri Subagiyo dkk, Anotasi Undang-undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (Jakarta: Gajah Hidup Print, 2009), hal. 3 . 2 Luthfi Widagdo Eddyono , Implementasi UU KIP , Majalah Konstitusi, No.24, Agustus September 2008, hal 16 3 Freedom Of Information Center, Right to Know day, 2011 4 Ibid 4 ibid
Universitas Sumatera Utara
UU KIP merupakan usul inisiatif DPR didukung oleh berbagai elemen masyarakat madani yang dimotori oleh Koalisi Masyarakat untuk Kebebasan Informasi, telah dibahas sejak Tahun 2000. Secara normatif keberadaan Undangundang ini mengakhiri “rejim ketertutupan” (secrecy government) yang dianut oleh pemerintah Orde baru dan masih dirasakan dampaknya hingga saat ini. Undang-undang No. 14 Tahun 2008 merupakan jaminan keterbukaan informasi publik.5 Pasal 28F UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan kehidupan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis yang tersedia. Untuk itu diperlukan jaminan bagi semua orang dalam memperoleh informasi.6 Undang-undang ini diharapkan merubah paradigma budaya pangreh praja bergeser menjadi budaya pelayanan terhadap masyarakat sebagai pemegang kedaulatan negara. Para aparatur negara tidak dapat lagi berlindung dibalik jubah kebesarannya selaku pamong praja. Slogan L’etat c’ moi yang mewarnai wajah birokrasi Indonesia diharapkan terkikis habis karena masyarakat dapat memaksa aparatur negara untuk mempertanggungjawabkan kebijakan yang diambilnya. 7 Setiap badan publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas informasi publik yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut untuk masyarakat luas. Lingkup Badan Publik dalam Undang-undang ini meliputi lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif serta penyelenggaraan negara lainnya yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara(APBN)/ Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan mencakup pula organisasi non 5
Undang-undang No. 14 Tahun 2008 UUD negara RI Tahun 1945, hasil amandemen kedua , Pasal 28F 7 www. Komisi informasi.go.id (diakses tanggal 26 Maret 2015) 6
Universitas Sumatera Utara
pemerintah, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, seperti lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan serta organisasi lainnya yang mengelola dan menggunakan dana sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat dan/atau luar negeri. Informasi bisa disampaikan oleh banyak media baik media sosial maupun media cetak sehingga semakin banyak alternatif yang bisa dipillih oleh masyarakat . Kemampuan suatu negara mengelola informasi dan menghasilkan informasi publik yang berkualitas menjadi salah satu faktor keberhasilan negara. Tiga isu besar yang mendorong lahirnya kesadaran atas kebutuhan informasi adalah upaya pemberantasan korupsi, upaya penegakan hak asasi manusia, dan tata kelola pemerintah yang baik (good governance). Salah satu kasus riil adalah produk susu yang mengandung bakteri berkaitan dengan hak publik dalam mengkonsumsi suatu produk.8 Berangkat dari diskusi-diskusi kecil, beberapa aktivis lembaga swadaya masyarakat pada masa awal awal reformasi membentuk Koalisi Masyarakat Sipil untuk memperoleh Kebebasan Informasi Publik. Gagasan akan kebebasan masyarakat untuk memperoleh informasi publik perlu dijamin karena bagian tidak terpisahkan dari penataan dan reformasi di berbagai sektor kehidupan, serta kebebasan mengakses informasi merupakan syarat bagi penyelenggara tata pemerintahan yang baik menjadi dasar gagasannya. Negara yang melakukan tata kelola pemerintahan yang baik akan menghasilkan kebijakan publik yang baik. Kebijakan publik yang baik akan menghasilkan kesejahteraan terhadap masyarakat. Untuk dapat menghasilkan
8
ibid
Universitas Sumatera Utara
kebijakan publik yang baik dibutuhkan partisipasi masyarakat. Untuk dapat mendorong partisipasi masyarakat dibutuhkan suatu keterbukaan informasi publik. Dengan demikian keberadaan UU KIP mempunyai korelasi yang erat dengan kesejahteraan masyarakat. UU KIP itu sendiri mengatur tentang siapa yang diberi kewajiban untuk memenuhi hak masyarakat atas informasi, yang selanjutnya disebut badan publik. Definisi badan publik dalam UU KIP mencakup:9 1. Lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif; 2.
Badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah; atau
3. Organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. Pengundangan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) pada Tahun 2008 telah menempatkan Indonesia sebagai negara yang secara resmi mengadopsi prinsip-prinsip keterbukaan informasi. Pengundangan UU KIP secara riil juga merupakan sarana mendorong terwujudnya tata pemerintahan yang baik. Menurut UU KIP Badan Publik wajib membuka informasi publik.
9
Undang-undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 1 angka (3).
Universitas Sumatera Utara
Asas pada UU KIP itu sendiri pada dasarnya terletak Pasal 2 UU KIP memuat beberapa asas atau prinsip. Ada yang relevan dengan prinsip yang berlaku secara universal yaitu : 1. Pada dasarnya setiap informasi bersifat terbuka dan dapat diakses kecuali yang dibatasi oleh Undang-undang 2. Informasi bisa diperoleh dengan cepat, tepat waktu, murah dan prosedur sederhana 3. Kerahasiaan informasi didasarkan pada aturan Undang-undang, kepatutan, kepentingan umum setelah melalui uji konsekuensi. Kepentingan yang lebih besar didahulukan. Tujuan dari UU KIP sendiri adalah : 1. Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik. 2. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik. 3. Meningkatkan peran aktif masyarakat dan pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik. 4. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan 5. Mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. 6. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan/atau
Universitas Sumatera Utara
7. Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik yang menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.10 Mengenai Komisi Informasi, Komisi Informasi Publik adalah lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik disingkat UU KIP. Tepatnya pada Bab VII UU KIP menyatakan bahwa Komisi Informasi mempunyai fungsi untuk menjalankan UU KIP, tugas dan wewenang serta tanggung jawab Komisi Informasi, serta tata cara pembentukan , proses rekruitmen Komisi Informasi dari tingkat Pusat hingga Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Republik Indonesia, menetapkan standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi non litigasi. Secara normatif UU KIP mengamanatkan Komisi Informasi untuk melakukan segala sesuatu yang menurut peraturan perundang-undangan boleh dilakukan untuk mencapai tujuan UU KIP. Sebagai lembaga negara non struktural (auxiliary state body) Komisi Informasi termasuk ranah campuran dari fungsi eksekutif, fungsi quasi yudikatif dan fungsi quasi legislatif .11 Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi Provinsi dan jika dibutuhkan Komisi Informasi Kabupaten/ Kota. Berdasarkan ketentuan UU KIP bahwa ketentuan pembentukan Komisi Informasi tingkat pusat harus sudah terbentuk satu tahun semenjak diundangkan UU KIP yaitu tahun 2009 sedangkan untuk tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota paling lama sudah harus terbentuk 2 Tahun semenjak diundangkan UU KIP pada 30 April 2010.
10
Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan informasi Publik Pasal 3 www.komisiinformasi.go.id ( diakses pada tanggal 12 Mei 2015)
11
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat sebagai konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk, harus mengetahui suatu produk itu aman dan mengandung apa saja juga komposisi apa yang dibuat dalam pembuatan suatu produk makanan. Disini dibutuhkan keterbukaan informasi terkait barang yang akan diproduksi dan akan dikonsumsi karena menyangkut kepentingan publik. Perkembangan modernisasi mencakup dalam bidang kesehatan yang dapat menghasilkan kepuasan hidup serta kegairahan dalam meningkatkan produktivitas masyarakat. Dalam menghadapi tantangan bagi bangsa Indonesia pada jangka panjang kedua adalah meningkatkan kesejahteraan agar dapat mewujudkan keadilan, kemajuan, kemakmuran dan kemandirian bagi masyarakat. Selain itu masyarakat Indonesia mempunyai tujuan untuk membangun manusia seutuhnya, yakni terpenuhinya seluruh kebutuhan bangsa Indonesia, baik kebutuhan jasmani maupun rohani juga kesehatan. Untuk mencapai tujuan itu maka segala kegiatan pembangunan yang dilakukan di negara ini harus transparan. Transparansi itu akan memacu setiap orang untuk bersaing secara kuat dan sehat. Transparansi itu juga akan memberikan begitu banyak tantangan, tantangan bagi konsumen, produsen, pengusaha ataupun sebagai pemerintah. Perlindungan konsumen merupakan masalah kepentingan manusia, oleh karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk dapat mewujudkannya. Mewujudkan perlindungan konsumen adalah mewujudkan hubungan berbagai dimensi yang satu dengan yang lainnya mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan antara konsumen, pengusaha dan pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Undang-undang RI No. 8 Tahun 1999, yang dimaksud perlindungan konsumen adalah “ segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen” sedangkan yang dimaksud dengan konsumen adalah “ setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan “.12 Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun yang didirikan atau berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.13 Menurut buku “Menggeser Neraca Kekuatan (panduan latihan pendidikan konsumen terbitan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, YLKI) 1990 ada empat hal yang harus diperhatikan konsumen, yaitu14 Pertama dari aspek ekonomi mikro. Disini ada beberapa pertanyaan seperti : 1. Berapa harga suatu produk ? 2. Apakah harga itu wajar jika dibandingkan dengan barang yang sama mutu dan jumlahnya ? 3. Apakah ada barang pengganti sejenis yang lebih murah, lebih sehat, dan dapat diperoleh di tempat yang sama?
12
Undang Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen Pasal 1 ayat 3 14 YLKI, Menggeser Neraca Kekuatan ( Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia,1990) 13
Universitas Sumatera Utara
Kedua, dari aspek lingkungan. 1. Apakah kemasan, baik berupa botol atau kaleng produk tercemar secara kimia atau biologis atau tidak ? 2. Apakah kemasan produk tersebut menggunakan secara boros bahan baku yang langka dan merusak hidup ? Ketiga, dari aspek hukum. Ada sejumlah pertanyaan : 1. Soal legalitas produk tersebut. Artinya apakah produk tersebut sudah terdaftar pada instansi terkait ? 2. Jika konsumen tidak puas dengan produk tersebut, dapatkah dikembalikan kepada penjual/ produsen ? 3. Jika isinya kurang dari yang seharusnya, sudikah produsen/ penjual membayar ganti rugi kepada konsumen ? 4. Apakah pelabelan dan iklan produk tersebut sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku ? Keempat, dari aspek kesehatan dan keamanan 1. Seperti apakah produk tersebut ? 2. Mengandung bahan berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan konsumen ? Dari sisi kepentingan konsumen, keempat sudut pandang tersebut apabila dipraktekkan, sudah memberi proteksi yang memadai bagi konsumen. Namun, dalam perkembangan gerakan konsumen global, konsumen dituntut tidak hanya
Universitas Sumatera Utara
secara mandiri dapat melindungi diri, tetapi secara internal peduli terhadap masalah yang lebih luas. 15 Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan, kosmetika dan alat kesehatan. Dengan menggunakan teknologi modern, industri-industri tersebut kini mampu memproduksi dalam skala yang sangat besar mencakup berbagai produk dengan "range" yang sangat luas. Dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi dan entry barrier yang makin tipis dalam perdagangan internasional, maka produk-produk tersebut dalam waktu yang amat singkat dapat menyebar ke berbagai negara dengan jaringan distribusi yang sangat luas dan mampu menjangkau seluruh strata masyarakat.16 Konsumsi masyarakat terhadap produk-produk termaksud cenderung terus meningkat, seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat termasuk pola konsumsinya. Sementara itu pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk dapat memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Di lain pihak iklan dan promosi secara gencar mendorong konsumen untuk mengkonsumsi secara berlebihan dan seringkali tidak rasional.17 Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional dan gaya hidup konsumen tersebut pada realitasnya meningkatkan resiko dengan implikasi yang luas pada kesehatan dan keselamatan konsumen. Apabila terjadi produk sub
15
Sudaryatno, hukum dan advokasi konsumen, (Bandung : Citra Aditia Bakti, 1999) hal.
1 16
http:// www.POM.go.id/new/index.php/view (diakses pada tanggal 12 Maret 2015) ibid
17
Universitas Sumatera Utara
standar, rusak atau terkontaminasi oleh bahan berbahaya maka risiko yang terjadi akan berskala besar dan luas serta berlangsung secara amat cepat.18 Untuk itu Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk termaksud untuk melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumennya baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu telah dibentuk Badan POM yang memiliki jaringan nasional dan internasional serta kewenangan penegakan hukum dan memiliki kredibilitas profesional yang tinggi.19 Sesuai Pasal 69 Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, Badan POM memiliki kewenangan :20 1. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya. 2. Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro. 3. Penetapan sistem informasi di bidangnya. 4. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman peredaran Obat dan Makanan. 5. Pemberi izin dan pengawasan peredaran Obat serta pengawasan industri farmasi. Penetapan
pedoman
penggunaan
konservasi,
pengembangan
dan
pengawasan tanaman obat.Banyaknya produk makanan yang berbahaya untuk dikonsumsi dalam jangka panjang seringkali ditemukan. Konsumen tidak
18
ibid ibid 20 KEPPRES No. 103 Tahun 2001 tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi, dan tata kerja lembaga pemerintah non departemen 19
Universitas Sumatera Utara
memperhatikan komposisi yang terkandung di dalam produk makanan tersebut. Konsumen bahkan tidak mengetahui dengan jelas informasi suatu produk makanan dan apa saja yang terkandung didalamnya. Konsumen terkadang sering melalaikan hak dan kewajibannya sebagai konsumen. Dalam hal ini pemenuhan hak terkait informasi masih sering diabaikan oleh konsumen itu sendiri tanpa memikirkan akibat apa yang akan ditimbulkan apabila ia tidak mengetahui komposisi suatu produk makanan yang dikonsumsinya. Konsumen berhak atas informasi yang terkandung didalamnya yang diumumkan oleh BPOM sehingga masyarakat tidak ragu dan merasa aman dalam mengkonsumsi suatu produk. Kontrol masyarakat terhadap produsen makanan, obat-obatan maupun produk lainnya akan menjadi cambukan terhadap produsen nakal dalam membuat suatu produk makanan. Sehingga produsen harus lebih berhati-hati dalam membuat campuran makanan yaitu dengan cara mencampurkan bahan-bahan yang tidak berbahaya dan tidak menimbulkan efek samping pada jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam perjalanan kasus-kasus yang ditemukan sekarang banyak produk makanan yang ternyata mengandung bahan yang tidak layak dikonsumsi yang pada akhirnya akan berdampak pada kesehatan kita baik jangka pendek maupun jangka panjang. Sebagai contoh, kasus susu formula untuk bayi yang mengandung bakteri berbahaya, kasus oreo yang didalamnya mengandung melamin, dan obat kumur Oral B yang ternyata mengandung bakteri Burkholderia anthina yang bisa menjangkiti pertahanan tubuh lemah. Maka, diperlukan peranan BPOM dalam membenahi sistem pengontrolan terhadap hal keterbukaan informasi suatu produk. Oleh karena itu, keterbukaan informasi publik mulai digulirkan tahun 2008 dalam
Universitas Sumatera Utara
Undang-undang No. 14 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang bersamaan dengan itu pemerintah juga menggulirkan Komisi Informasi Publik sebagai pemegang penuh regulasi Undang-undang No. 14 Tahun 2008 sebagai bentuk penegasan dan pengawasan terhadap sirkulasi informasi kegiatan suatu produk. Pengejawantahan daripada regulasi keterbukaan informasi publik, masih belum dapat dirasakan sampai dengan masyarakat bawah karna mengingat sistem birokrasi yang ada masih jauh dari sempurna. Pada tahun 2010 pemerintah menyadari siapa yang seharusnya bertanggung jawab sehingga menggulirkan regulasi, dan menetapkan di setiap badan publik perlu ada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi. 21 Yang menjadi sengketa informasi publik adalah sengketa yang terjadi antara badan publik dan pengguna informasi publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi berdasarkan perundang-undangan. 22 Berdasarkan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2010 tentang pelaksanaan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Standar Layanan Informasi Publik, Badan pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sebagai salah satu badan publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2008 mempunyai kewajiban untuk memberikan layanan informasi yang dapat diakses oleh publik atau msyarakat khususnya pemangku kepentingan di bidang pengawasan obat dan makanan.
21
ibid Undang-undang No. 14 Tahun 2008 trntang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 1 ayat
22
(5)
Universitas Sumatera Utara
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Informasi bagaimanakah yang wajib disediakan dan diumumkan oleh BPOM berdasarkan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 ? 2. Bagaimana kewajiban Komisi Informasi sebagai badan penyelesaian sengketa atas informasi yang diberikan BPOM ? 3. Bagaimana akibat hukum dari penyelesaian sengketa oleh Komisi Informasi atas Informasi yang diberikan BPOM terkait keselamatan konsumen ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1.
Tujuan Tujuan penulisan penelitian ini adalah: a. Memberikan gambaran atas informasi-informasi yang wajib disediakan dan diumumkan BPOM berdasarkan UU No. 14 Tahun 2008 b. Memberikan gambaran terhadap kewajiban Komisi Informasi sebagai badan penyelesaian sengketa atas informasi yang diberikan BPOM c. Mengetahui akibat hukum dari penyelesaian sengketa oleh Komisi Informasi atas Informasi yang diberikan BPOM terkait keselamatan Konsumen
2.
Manfaat Secara teoritis skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap
ilmu pengetahuan, khususnya mengenai Penyelesaian Sengketa oleh Komisi
Universitas Sumatera Utara
Informasi atas Informasi yang diberikan BPOM terkait keselamatan konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk. Secara praktis, skripsi ini juga ditujukan kepada lembaga Komisi Informasi dalam kewajibannya
sebagai Badan Penyelesaian sengketa Atas
Informasi yang diberikan BPOM dan memberikan informasi publik yang wajib disediakan maupun diumumkan dan juga memberikan tambahan maupun masukan kepada para pengajar akademis.
D. Keaslian Penulisan Setelah dilakukan penelitian pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara penulis merasakan masih minimnya tulisan yang menyangkut mengenai Komisi Informasi atas Informasi yang diberikan BPOM terkait keselamatan konsumen mengkonsumsi suatu produk. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan khusus antara lain bahwa judul skripsi ini masih asli, dan inspirasi penulis yang berpedoman dari buku-buku hukum serta pendapat para sarjana juga dari bahan-bahan dari media cetak yang bersifat ilmiah. Jika terdapat karya orang lain atau pihak lain maka dituliskan sumbernya dengan jelas. Penulis bertanggungjawab sepenuhnya dan menerima akibat hukumnya apabila ternyata di kemudian hari dapat dibuktikan bahwa skripsi ini adalah plagiat atau duplikasi dari penelitian yang telah ada sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Informasi Publik Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional. Pengertian Informasi Publik menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang No. 14 Tahun 2008, adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim dan/atau diterima oleh penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-undang ini serta informasi lain
yang berkaitan
dengan kepentingan publik. Undang-undang No. 14 Tahun 2008 mengatur jenis dan klasifikasi informasi publik. Berdasarkan klasifikasinya, informasi publik dibagi menjadi sebagai berikut : a. Informasi yang wajib diumumkan secara berkala; b. Informasi yang wajib diumumkan secara serta merta; c. Informasi yang wajib disediakan setiap saat. Kewajiban secara berkala sebagaimana yang ditentukan diatas adalah untuk paling lambat 6 (enam) bulan sekali dengan informasi yang meliputi : a. Informasi yang berkaitan dengan badan publik; b. Informasi yang mengenai kegiatan dan kinerja badan publik terkait; c. Informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau d. Informasi lain yang diatur dalam peraturan perUndang-undangan. Kewajiban menyebarluaskan informasi publik semestinya dilakukan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang
Universitas Sumatera Utara
mudah dipahami dan ditentukan/diberikan oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di badan publik terkait.
2. Komisi Informasi Publik Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan pelaksanaannya termasuk menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui mediasi dan ajudikasi nonlitigasi yang pertama kalinya bekerja mulai tanggal 1 Mei 2010 berkaitan dengan akan mulai diberlakukannya Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat yang berkedudukan di ibukota negara, Komisi Informasi Provinsi yang berkedudukan di ibukota provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi Kabupaten/Kota yang masing masing berkedudukan di ibukota Kabupaten dan Kota. Susunan keanggotaan Komisi Informasi Pusat berjumlah tujuh orang Komisioner yang harus mencerminkan unsur dari pemerintah dan unsur masyarakat. Bagi keanggotaan Komisi Informasi pada tingkat daerah, Komisi Informasi Provinsi/ Kabupaten/ Kota, Komisionernya berjumlah lima orang yang juga harus mencerminkan unsur dari pemerintahan dan unsur dari masyarakat. Dalam memudahkan tugasnya, para komisioner harus menggelar rapat pleno untuk memilih seorang Ketua dan Wakil Ketua yang merangkap sebagai anggota.
Universitas Sumatera Utara
3. BPOM BPOM atau Badan Pengawas Obat dan Makanan adalah lembaga pemerintah yang bertugas melakukan regulasi, standardisasi, dan sertifikasi produk makanan dan obat yang mencakup keseluruhan aspek pembuatan, penjualan, penggunaan, dan keamanan makanan, obat-obatan, kosmetik dan produk lainnya. BPOM mempunyai fungsi sebagai berikut : a. Pengaturan, regulasi dan standarisasi b. Lisensi dan sertifikasi industri dibidang farmasi berdasarkan cara-cara produksi yang baik c. Evaluasi produk sebelum diijinkan beredar d. Post marketing vigilance termasuk sampling, dan pengujian laboratorium, penyidikan dan penegakan hukum e. Pre-audit dan pasca-audit iklan dan promosi produk f. Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan obat dan makanan g. Komunikasi, informasi dan edukasi publik termasuk peringatan publik. Tujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM ) adalah kepastian perlindungan pada konsumen masyarakat terhadap produksi, peredaran dan penggunaan sediaan farmasi dan makanan yang tidak memenuhi syarat, keamanan, mutu, khasiat, memperkokoh perekonomian nasional dengan meningkatkan daya saing dan membangun organisasi yang efektif dan efisien.
Universitas Sumatera Utara
4.
Keselamatan Konsumen Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup dan tidak untuk diperdagangkan. Asas-asas konsumen seperti asas kemanfaatan, asas keadilan, asas keseimbangan, asas keamanan dan keselamatan konsumen, asas kepastian hukum. Asas keselamatan konsumen berarti memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumendalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Oleh karena itu ada beberapa hak dalam perlindungan konsumen, seperti : a.
Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan mengkonsumsi barang,
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar yang diperjanjikan, c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/atau jasa; d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang/atau jasa yang digunakan, e. Hak untuk mendapat advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa secara patut, f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen, g. Hak untuk mendapatkan kompensasi, h. Hak- hak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
5.
Penyelesaian Sengketa Penyelesaian sengketa itu bisa diselesaikan melalui litigasi dan nonlitigasi.
Sengketa itu sendiri berarti perbedaan pendapat, pertengkaran dan perbantahan. Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengenyampingkan penyelesaian secara litigasi di pengadilan negeri. Alternatif penyelesaian sengketa berarti lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, arbitrasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Dalam proses litigasi menempatkan para pihak saling berlawanan satu sama lain, selain itu penyelesaian sengketa sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir ( ultimum remedium ) setelah alternatif penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil.
F. METODE PENELITIAN 1. Spesifikasi penelitian Berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis, maka menggunakan metode penelitian normatif. Metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode adalah metode atau cara yang dipergunakan dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada23. Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian 23
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cetakan kesebelas (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,2009), hal. 13-14
Universitas Sumatera Utara
hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan kewajiban).24 Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu menggambarkan gejalagejala di lingkungan masyarakat terhadap suatu kasus yang diteliti, pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan perundang-undangan.
2.
Data Penelitian Sumber data adalah subjek darimana data dapat diperoleh.25 Sumber data
dapat dari data primer dan data sekunder dimana data yang diperoleh secara tidak langsung. a. Bahan Hukum Primer Yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini diantaranya Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik , Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik, Keppres No. 103 Tahun 2001 dan PP No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sedian Farmasi dan Alat Kesehatan, dan peraturan-peraturan lainnya. b. Bahan Hukum Sekunder
24
Hardijan Rusli, “Metode Penelitian Hukum Normatif: Bagaimana?’, Law Review Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Volume V No. 3 Tahun 2006, hal 50. 25 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka cipta, 2010)hal 172.
Universitas Sumatera Utara
Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang penyelesaian sengketa oleh Komisi Informasi dan perlindungan konsumen seperti buku-buku, karya-karya ilmiah serta tulisan yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diajukan dalam penulisan skripsi ini. c. Badan Hukum Tertier Yaitu berupa bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia dan lain sebagainya.
3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skrispsi ini adalah dengan studi dokumen dengan penelusuran pustaka (library research) yaitu mengumpulkan data dari informasi dengan bantuan buku, karya ilmiah dan juga peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan materi penelitian. Menurut M. Nazil dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian , dikemukakan bahwa studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literature-literture, catatancatatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.26
26
M. Nazril, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia,2010), hal 111.
Universitas Sumatera Utara
4. Analisis Data Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder menyajikan data berikut dengan analisisnya.27 Metode analisis data yang dilakukan adalah dengan metode kualitatif dengan penarikan kesimpulan secara deduktif . Metode penarikan kesimpulan pada dasarnya ada dua, yaitu metode penarikan kesimpulan secara deduktif dan induktif. Metode penarikan kesimpulan secara deduktif adalah suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.28 Metode penarikan kesimpulan secara induktif adalah proses berawal dari proposisi-proposisi khusus ( sebagai hasil pengamatan ) dan berakhir pada kesimpulan ( pengetahuan baru ) berupa asas umum.
G. Sistematika Penulisan Sitematika penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa tahapan yang disebut dengan bab, dimana pada masing-masing bab diuraikan permasalahannya secara tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Secara sistematis penulis menempatkan materi pembahasan keseluruhan ke dalam 5 (lima) bab yang terperinci sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menggambarkan hal-hal yang bersifat umum, yang diikuti dengan alasan pemilihan judul, kemudian dilanjutkan dengan permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
27
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm.69 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2007), hlm.11. 28
Universitas Sumatera Utara
penulisan, tinjauan kepustakaan dan metode penulisan. Bab ini ditutup dengan memberikan sistematika dari penulisan skripsi. BAB II
INFORMASI
YANG
WAJIB
DISEDIAKAN
DAN
DIUMUMKAN BPOM BERDASARKAN UU NO. 14 TAHUN 2008 Dalam bab ini penulis membahas mengenai jenis-jenis Informasi Publik dan pengaturan keterbukaan informasi publik berdasarkan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. BAB III
KEWAJIBAN
KOMISI
INFORMASI
SEBAGAI
BADAN
PENYELESAIAN SENGKETA ATAS INFORMASI YANG DIBERIKAN BPOM Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai Transparansi Kinerja
Komisi
Informasi,
mekanisme
pelayanan
Komisi
Informasi, Sengketa Informasi, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik serta Komisi Informasi Publik sebagai Badan Penyelesaian Sengketa Atas Informasi yang diberikan BPOM BAB IV
AKIBAT HUKUM DARI PENYELESAIAN SENGKETA OLEH KOMISI INFORMASI ATAS INFORMASI YANG DIBERIKAN BPOM TERKAIT KESELAMATAN KONSUMEN DALAM MENGKONSUMSI SUATU PRODUK Pada bab ini penulis ingin menulis mengenai perlindungan konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk, hak konsumen atas Informasi, penyelesaian sengketa oleh Komisi Informasi, serta
Universitas Sumatera Utara
akibat hukum dari penyelesaian sengketa oleh Komisi Informasi atas Informasi yang diberikan BPOM terkait keselamatn konsumen. BAB V
PENUTUP Dalam bab ini penulis akan menyimpulkan mengenai rangkuman dari apa yang telah ditulis skripsi ini serta saran- saran yang akan penulis kemukakan atas masalah yang dibahas.
Universitas Sumatera Utara