BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Cloud computing Cloud computing adalah megatrend terbaru dalam industri teknologi informasi (TI). Meskipun definisi yang ada masih sangat bervariasi, bisa secara bebas digambarkan sebagai pengiriman perangkat lunak (software), dan perangkat keras (hardware) sebagai layanan yang diberikan melalui Internet. Cloud computing telah digambarkan sebagai perubahan teknologi
yang dibawa oleh konvergensi dari
sejumlah teknologi baru yang sudah ada (Skilton 2010). Cloud computing dapat dilihat sebagai bagian dari pembangunan yang lebih besar terhadap visi jangka panjang dimana komputasi disampaikan sebagai utilitas (Zhang et al 2010). Melihat abad ke-21 dimana komputasi sedang berubah ke arah layanan komoditas yang disampaikan sebagai utilitas standar seperti listrik, dan telepon (Buyya et al 2009). Menurut
National Institute of Standards and Technology US, cloud
computing adalah sebuah model yang memungkinkan untuk diakses dimana saja, mudah digunakan serta pemanfaatan permintaan akses jaringan
ke sumber daya
komputasi yang terkonfigurasi (misalnya, jaringan, server, penyimpanan, aplikasi, dan layanan) yang dapat dengan cepat diakses dengan usaha yang minimal yang diberikan oleh pengelola atau penyedia layanan.
5
6
Dalam marketing, cloud computing digunakan sebagai kata kunci pemasaran, dan agak sulit untuk dijabarkan, tapi mempunyai beberapa batasan. Cloud computing harus mempunyai lisensi, aplikasi jaringan, kapasitas yang ditetapkan, meteran/biaya, dan disampaikan secara baik "tepat waktu", dan sesuai permintaan dengan tingkat layanan yang fleksibel didefinisikan oleh pelanggan (Ken & Andi 2009)
2.1.1. Konsep-konsep Cloud Computing
Konsep yang diterima secara luas disampaikan oleh Mell, dan Grance (2009) dari United States National Institute of Standards and Technology (NIST) Information Technology Laboratory yang menguraikan cloud computing dari tiga sudut pandang sebagai berikut: •
essential characteristics,
•
service models, dan
•
deployment models.
Gambar 2.1 Cloud Computing Concept
7
Mell, dan Grace (2009) menyimpulkan essential characteristics dari cloud computing menjadi lima poin kunci: 1. On-demand self-service. Cloud computing memberikan layanan berbasis komputasi (misalnya, storage, memory, network bandwidth, user accounts) berdasarkan permintaan. Dimana layanan dapat disediakan secara independen maupun secara otomatis tanpa interaksi manusia dengan penyedia layanan. 2. Broad network access. Mempunyai layanan yang tersedia melalui jaringan. Layanan dapat diakses melalui mekanisme standar dengan platform klien yang berbeda seperti komputer pribadi, dan ponsel. 3. Resource pooling. Menyediakan kapabilitas layanan untuk melayani beberapa konsumen menggunakan multi-tenant model. Pelanggan yang berbeda (penyewa) dapat berbagi sumber daya dasar yang sama. 4. Rapid elasticity. Memiliki kapabilitas yang secara cepat ditingkatan dalam jangka waktu tertentu (misalnya, provisioned, dan released). Sehingga dapat menyediakan layanan tanpa batas pada pelanggan. 5. Measured service. Layanan yang diberikan dapat dilakukan pengukuran sistem yang digunakan, dan kapabilitas yang dapat dipakai oleh pelanggan, dimana dapat dimonitor secara tranparan, terkendali, dan dilaporkan. Saat ini secara luas bahwa layanan cloud computing bisa dikategorikan menjadi tiga service models hal ini dikemukakan oleh Creeger (2009), Durkee (2010), Lin et al (2009), Mell & Grance (2009), Viega (2009), Vaquero et al (2009), Weinhardt et al (2009). Model layanan ini bisa juga digambarkan sebagai abstraksiabstraksi yang berbeda atau cloud interface (Iyer & Henderson 2010, Nurmi et al. 2009). Secara arsitektur dimana model layanan bersifat cascading yang mana layanan pada layer yang lebih tinggi dibangun diatas layanan lapisan yang lebih rendah, atau
8
sebagainya. Weinhardt et al (2009) menjelaskan: “mereka yang berada lebih tinggi difasilitasi fungsi enkapsulasi dari lapisan bawah dengan menggabungkan, dan memperluas komponen layanan melalui komposisi, dan teknologi“. Tiga service models dari cloud computing adalah sebagai berikut: 1. Cloud Infrastructure as a Service (IaaS). Menyediakan layanan berupa hardware, dan jaringan terhadap sumber daya yang tersedia sesuai dengan permintaan terhadap penyedia layanan, dimana pelanggan mengelola aplikasi, dan sistem operasi mereka di-rumah. Lin et al (2009) menyatakan bahwa sasaran dari IaaS adalah sebagai penyedia infrastruktur, dan administrator. Sebuah contoh dari model pelayanan ini adalah Amazon Web Services (aws.amazon.com). 2. Cloud Platform as a Service (PaaS). Model ini memungkinkan perusahaan untuk membangun aplikasi custom berbasis cloud. Dimana semuanya, kecuali kode aplikasi berada pada host dengan layanan penyedia hardware, jaringan, sistem operasi, dan database. Dimana pelanggan tidak mengendalikan infrastruktur dasar, namun memiliki kemungkinan kontrol terbatas atas aplikasi digunakan (Creeger 2009, Durkee 2010, Mell & Grance 2009). Lin et al (2009) menyatakan bahwa sasaran untuk PaaS adalah pengembang aplikasi internet.
Contoh
model
layanan
ini
adalah
Google
App
Engine
(code.google.com / AppEngine), dan Force.com (force.com). 3. Cloud Software as a Service (SaaS). Sebuah aplikasi yang mendukung lingkungan (hardware, jaringan, sistem operasi, database, dll) dikelola terpusat oleh penyedia layanan. Lin et al(2009) menyatakan bahwa sasaran untuk SaaS adalah pengguna aplikasi TI. Contoh layanan ini Model adalah
9
Google Documents office suite (docs.google.com), dan Salesforce.com customer relationship management (CRM). Layanan cloud computing dapat dibentuk sesuai dengan deployment model yang berbeda. Ketentuan seperti " cloud mode " (Rimal & Choi 2009), dan " service boundary " (Qian et al 2009) juga dapat digunakan. Kebanyakan penulis membahas public, private, dan hybrid deployment models, tapi Mell, dan Grance (2009) mengidentifikasi juga community model. Berikut adalah cloud computing deployment model: 1. Public Cloud. Secara sederhana, layanan public cloud dicirikan sebagai layanan yang tersedia untuk klien dari penyedia layanan pihak ketiga melalui Internet. "Publik" tidak selalu berarti gratis, meskipun dapat bebas atau cukup murah untuk digunakan. Sebuah public cloud tidak berarti bahwa data pengguna adalah data yang terlihat secara publik, vendor public cloud biasanya memberikan mekanisme akses kontrol bagi pengguna layanan. Public cloud memberikan suatu yang elastis, biaya yang terjangkau, dan cara yang efektif untuk menyebarkan solusi. 2. Private Cloud. Sebuah private cloud menawarkan banyak manfaat yang sama dengan public cloud, seperti elastis, dan layanan berbasis cloud computing. Perbedaan antara private cloud, dan public cloud adalah dalam private cloud data, dan proses yang ada dikelola dalam organisasi, tanpa pembatasan bandwidth jaringan, keamanan dalam eksposur, dan persyaratan hukum dalam menggunakan layanan cloud computing yang mungkin diperlukan. Selain itu, layanan private cloud menawarkan penyedia, dan pengguna memiliki kontrol yang lebih besar terhadap infrastruktur awan, meningkatkan keamanan, dan
10
ketahanan karena pengguna akses, dan jaringan yang digunakan adalah terbatas, dan ditentukan. 3. Hybrid Cloud. Sebuah hybrid cloud adalah kombinasi dari public, dan private cloud yang interoperasi. Dalam model ini biasanya pengguna melakukannya dengan outsourcing untuk non bisnis informasi pada pengolahan public cloud, sementara mempertahankan layanan bisnis, dan datanya dalam kontrol mereka. 4. Community Cloud. Sebuah community cloud dikendalikan, dan digunakan oleh kelompok organisasi yang memiliki kepentingan bersama, seperti persyaratan keamanan tertentu atau misi yang sama. Para anggota komunitas berbagi akses ke data, dan aplikasi di cloud.
2.1.2. Aturan-aturan Cloud Computing
Menurut Qian et al (2009) terdapat beberapa aturan-aturan yang dapat dipakai dalam penerapan cloud computing, antara lain: 1. Interoperability. Interoperabilitas berkaitan dengan kemampuan sistem untuk berkomunikasi. Dalam hal ini informasi yang akan disampaikan dapat dipahami oleh sistem penerima. Dalam dunia cloud computing, ini berarti kemampuan untuk menulis kode yang bekerja dengan lebih dari satu penyedia awan secara bersamaan, terlepas dari perbedaan antara penyedia layanan internet. 2. Portability. Portabilitas adalah kemampuan untuk menjalankan komponen atau sistem yang ada untuk satu lingkungan di lingkungan lain. Dalam dunia cloud computing, ini termasuk lingkungan perangkat lunak, dan perangkat keras (fisik, dan virtual).
11
3. Integration. Integrasi adalah proses penggabungan komponen atau sistem ke dalam suatu sistem secara keseluruhan. Integrasi antara cloud berbasis komponen, dan sistem dapat menjadi rumit oleh isu-isu seperti multi-tenancy federasi, dan peraturan pemerintah. 4. Service Level Agreement (SLA). SLA adalah kontrak antara penyedia, dan konsumen yang menetapkan persyaratan konsumen, dan komitmen penyedia kepada mereka. Biasanya SLA termasuk hal seperti uptime, privasi, keamanan, dan prosedur cadangan. 5. Federation. Federasi adalah tindakan menggabungkan data atau identitas di beberapa sistem. Federasi dapat dilakukan oleh penyedia cloud atau oleh broker cloud. 6. Broker. Seorang broker tidak memiliki sumber cloud sendiri, tetapi menjadi penyedia berdasarkan SLA yang dibutuhkan oleh konsumen. Konsumen tidak mengetahui bahwa broker tidak mengontrol sumber daya. 7. Multi-Tenancy. Multi sewa dari beberapa sistem yang dimiliki, aplikasi atau data dari perusahaan yang berbeda dapat disimpan pada perangkat keras (fisik) yang sama. multi-sewa adalah umum bagi sebagian besar sistem layanan berbasis cloud. 8. Cloud bursting. Cloud bursting adalah teknik yang digunakan oleh hybrid cloud untuk memberikan tambahan sumber daya kepada private cloud sesuai dengan yang dibutuhkan. Jika private cloud memiliki kekuatan uang cukup untuk melakukan pemrosesan, dan menangani beban kerjanya, maka hybrid cloud tidak digunakan. Ketika beban kerja melebihi kapasitas private cloud, hybrid cloud secara otomatis mengalokasikan sumber daya tambahan ke private cloud.
12
9. Policy. Policy adalah istilah umum untuk sebuah prosedur operasi. Sebagai contoh, kebijakan keamanan mungkin menentukan bahwa semua permintaan untuk layanan cloud tertentu harus dienkripsi. 10. Governance. Governance mengacu pada kontrol, dan proses yang memastikan dalam hal diterapkannya policy yang telah ditentukan. 11. Virtual Machine (VM). Sebuah file yang
ketika dijalankan, terlihat ke
pengguna seperti mesin yang sebenarnya. Infrastruktur sebagai Layanan sering disediakan sebagai gambaran VM yang dapat dimulai atau ditetapkan sesuai dengan kebutuhan. 12. Application Programming Interface (API). Application Programming Interface adalah kontrak yang memberitahu pengembang bagaimana untuk menulis kode yang berinteraksi dengan beberapa jenis sistem. API menjelaskan sintaks dari operasi yang didukung oleh sistem. Untuk setiap operasi, API menentukan informasi yang harus dikirim ke sistem, informasi yang sistem akan kirim kembali, dan setiap kondisi kesalahan yang mungkin terjadi. •
API dapat didefinisikan ke dalam bahasa pemrograman tertentu atau format seperti WSDL atau IDL.
•
API juga dapat mencakup rincian protokol (seperti HTTP), dan format data (seperti JSON atau XML Schema).
•
API membutuhkan kecerdasan manusia dalam memahami semantik dari data, dan operasi.
Iyer, dan Henderson (2010) menganalisis kemampuan kunci yang diberikan oleh cloud computing, mereka menganalisis lebih dari 50 definisi cloud computing
13
dari situs penyedia cloud computing, blog, dan laporan analis. Tujuh kemampuan kunci yang ditemukan dalam analisis adalah sebagai berikut: 1. Controlled interface 2. Location independence 3. Sourcing independence 4. Ubiquitous access 5. Virtual business environments 6. Addressability and traceability 7. Rapid elasticity Vaquero (2009) melakukan analisisa dari 22 definisi pakar mengenai cloud computing, dan menyimpulkan terdapat sepuluh karakteristik kunci dari cloud computing: 1. User friendliness 2. Virtualization 3. Internet centric 4. Variety of resources 5. Automatic adaptation 6. Scalability 7. Resource optimization 8. Pay per use 9. Service SLAs 10. Infrastructure SLAs
14 2.1.3. Taksonomi Cloud Computing
Prodan & Ostermann (2009) mendefinisikan cloud computing menjadi sebuah diagram taksonomi sebagai berikut:
Gambar 2.2 Cloud Computing Taxonomy
Dalam diagram ini, service consumer menggunakan layanan yang diberikan melalui cloud, service provider mengelola infrastruktur awan, dan service developer menciptakan layanan itu sendiri. (Perhatikan bahwa open standard diperlukan untuk interaksi antara peran ini.) Setiap peran dibahas secara lebih rinci dalam bagian berikut. 2.1.3.1 Service Consumer
Service consumer adalah pengguna akhir atau perusahaan yang menggunakan layanan cloud computing, apakah itu adalah perangkat lunak, platform atau infrastruktur sebagai layanan. tergantung pada jenis layanan, dan peran mereka, konsumen bekerja dengan antarmuka pengguna, dan antarmuka pemrograman yang berbeda. Beberapa antarmuka pengguna terlihat seperti aplikasi lainnya, konsumen tidak tidak perlu tahu tentang cloud computing saat mereka menggunakan aplikasi ini.
15
Antarmuka pengguna lain menyediakan fungsi-fungsi administrasi seperti memulai, dan menghentikan mesin virtual atau mengelola penyimpanan cloud. Konsumen dapat menulis kode aplikasi menggunakan pemrograman yang berbeda interface tergantung pada aplikasi yang mereka buat. Konsumen bekerja dengan SLA, dan kontrak, dimana hal ini dinegosiasikan melalui intervensi manusia antara konsumen, dan penyedia. Harapan para konsumen, dan reputasi provider adalah bagian kunci dari negosiasi tersebut. 2.1.3.2 Service Provider
Penyedia layanan memberikan layanan kepada konsumen. Dimana tugas sebenarnya dari penyedia sangat bervariasi tergantung pada jenis layanan yang diberikan: •
Software as a Service, dimana penyedia meng-instal, mengelola, dan memelihara perangkat lunak. Provider tidak selalu memiliki fisik infrastruktur di mana perangkat lunak berjalan. Konsumen tidak memiliki akses ke infrastruktur, mereka hanya dapat mengakses aplikasi.
•
Untuk Platform as a Service, penyedia mengelola infrastruktur cloud untuk platform, biasanya sebuah kerangka kerja untuk jenis tertentu dari aplikasi. Para aplikasi konsumen tidak dapat mengakses infrastruktur dari platform.
•
Untuk Infrastructure as a Service, penyedia mempertahankan penyimpanan, database, message queue atau middleware lain, atau lingkungan hosting untuk mesin virtual. Konsumen menggunakan layanan yang seolah-olah seperti disk drive, database, message queue, atau mesin, tetapi mereka tidak dapat mengakses infrastruktur yang ada. Dalam diagram penyedia layanan, lapisan terendah dari stack adalah firmware,
dan perangkat keras menjadi dasar dari semuanya. Di atasnya adalah kernel perangkat
16
lunak baik sistem operasi yang disimpan dalam infrastruktur. Virtualized resources, dan images termasuk layanan komputasi dasar cloud seperti processing power, penyimpanan, dan middleware. Virtual images dikendalikan oleh VM manager mencakup baik images, dan metadata yang diperlukan untuk mengelolanya. Pada tingkat yang lebih tinggi, manajemen melibatkan penagihan untuk biaya, perencanaan kapasitas untuk memastikan bahwa kebutuhan konsumen akan terpenuhi, manajemen SLA untuk memastikan persyaratan layanan yang disepakati oleh penyedia, dan konsumen dipatuhi, dan pelaporan untuk administrator. Keamanan berlaku untuk semua aspek operasional penyedia layanan. 2.1.3.3 Service Developer
Service developer menciptakan, menerbitkan, dan monitor layanan cloud. Ini adalah "line-of-bisnis" aplikasi yang diberikan kepada pengguna akhir melalui model SaaS. Aplikasi dapat ditulis pada model IaaS, dan model PaaS digunakan oleh SaaS pengembang, dan penyedia cloud computing. Lingkungan pengembangan untuk penciptaan layanan sangat bervariasi. Jika pengembang membuat sebuah aplikasi SaaS, mereka menulis kode yang dapat dapakai oleh penyedia cloud. Dalam hal ini, penerbitan layanan cloud ini dilakukan dengan mengerahkan infrastruktur penyedia cloud. Selama penciptaan layanan, analisis melibatkan remote debugging untuk menguji layanan sebelum diterbitkan untuk konsumen. Setelah layanan ini diterbitkan, analisis memungkinkan pengembang untuk memantau kinerja layanan mereka, dan membuat perubahan yang diperlukan.
17 2.1.4. Business Model and Value Chain of Cloud Computing
Konsep model bisnis sangat relevan dalam kontek cloud computing. Menurut Iyer, dan Henderson (2010), cloud computing merupakan evolusi dari model bisnis yang dominan untuk memberikan solusi berbasis TI. Demikian pula, Zhu et al (2009) berpendapat bahwa cloud computing membedakan dirinya dari paradigma komputasi sebelumnya dengan model bisnis yang sedang berkembang, yang menciptakan nilai komersial yang luar biasa dalam skenario penggunaannya. Pentingnya model bisnis untuk sebuah perusahaan ditunjukkan oleh Malone et al. (2006), yang menemukan bahwa beberapa perusahaan yang memakai model bisnis memiliki kinerja keuangan yang lebih baik daripada yang lain dalam studi lebih dari 10.000 perusahaan AS. Model bisnis merupakan konsep yang saat ini banyak digunakan dalam literatur akademik, dan manajerial serta menjadi populer dalam diskusi. Hal ini digunakan dalam berbagai domain seperti e-bisnis, manajemen, dan strategi. Model bisnis terhitung masih muda dimana menjadi populer pada
akhir 1990-an
(Osterwalder et al 2009). Sejak awal, konsep model bisnis telah terkait erat dengan industri TI. Osterwalder et al (2009) menunjukkan dengan data pasar saham bahwa terjadi lonjakan model bisnis jangka panjang dengan munculnya Internet dalam dunia bisnis. Konsep model bisnis masih relatif kurang dipahami, dan ada banyak kebingungan dalam terminologinya (Osterwalder et al 2009, Rajala & Westerlund 2007). beberapa penulis menggunakan model bisnis untuk hanya merujuk cara perusahaan melakukan bisnis sedangkan penulis lain menekankan aspek model konseptual. Namun demikian, bisnis model mempunyai posisi sebagai lapisan konseptual, dan teoritis antara strategi bisnis, dan proses bisnis (Rajala & Westerlund
18
2007). Menurut logika model yang Osterwalder, dan Pigneur (2002) segitiga bisnis, model bisnis merupakan tingkat arsitektur antara perencanaan, dan implementasi.
Gambar 2.3 Business Logic Triangle (Osterwalder & Pigneur 2002).
Rajala, dan Westerlund (2007) mendefinisikan model bisnis sebagai cara untuk menciptakan nilai bagi pelanggan: “The concept of the business model in the literature on information systems and business refers to ways of creating value for customers, and to the way in which a business turns market opportunities into profit through sets of actors, activities and collaboration.” Osterwalder et al (2009) mendefinisikan model bisnis sebagai alat untuk mengekspresikan logika bisnis, dan menggambarkan nilai pelanggan: “A business model is a conceptual tool containing a set of objects, concepts and their relationships with the objective to express the business logic of a specific firm. Therefore we must consider which concepts and relationships allow a simplified description and representation of what value is provided to customers, how this is done and with which financial consequences.”
19
Osterwalder (2009) mengusulkan sebuah model referensi berdasarkan kesamaan yang luas dilihat dari berbagai konseptualisasi model bisnis. Model ini terdiri dari sembilan " building blocks " dikategorikan ke empat elemen. Dimana unsur aspek keuangan terdiri dari struktur biaya, dan pendapatan.
Gambar 2.4. The Business Model Ontology (Osterwalder 2009).
Chesbrough, dan Rosenbloom (2002) mendiskusikan peran model bisnis dalam menangkap nilai dari inovasi. Karena cloud computing umumnya dianggap sebagai jenis inovasi dari model bisnis yang berfungsi sebagai alat untuk menangkap nilai ekonomi dari teknologi baru ini. Chesbrough, dan Rosenbloom (2002) mendefinisikan model bisnis sebagai sesuatu yang membangun mediasi antara teknologi, dan nilai ekonomi. Model bisnis menengahi masukan teknis seperti kelayakan, dan kinerja untuk output ekonomi seperti nilai, harga atau keuntungan.
20
Gambar 2.5 Business model as mediating structure (Chesbrough & Rosenbloom 2002)
Weinhardt et al (2009) menghubungkan konsep model bisnis untuk cloud computing dengan mengusulkan model bisnis cloud, model ini menunjukkan bahwa model bisnis yang berbeda bisa diturunkan dari model layanan awan yang berbeda, sebagai berikut:
Gambar 2.6 Cloud Business Model Framework (Weinhardt 2009).
21
•
Infrastruktur. Berfokus pada teknologi memungkinkan. o Penyimpanan: Memberikan kemampuan penyimpanan. o Komputasi: Memasok daya komputasi.
•
Platform as a service . Solusi di atas infrastruktur awan yang menyediakan nilai tambah layanan. o Bisnis. Pengembangan, penyebaran, dan pengelolaan aplikasi bisnis yang berada di cloud. o Pembangunan. Menyediakan platform untuk menyebarkan, dan mengelola aplikasi dalam cloud.
•
Aplikasi. Memberikan aplikasi melalui platform yang transparan, dan lapisan infrastruktur. o Software as a service. Aplikasi yang sepenuhnya dapat diakses melalui web browser. o Sesuai dengan permintaan layanan web. Penyediaan layanan web berdasarkan pada permintaan.
Siklus hidup dari cloud computing menurut analisa terhadap ekosistem pada industri maka Iyer, dan Henderson (2010) mengidentifikasikan menjadi strategic relationships, technical alliances, reseller relationships, original equipment manufacturer (OEM) atau independent software vendor (ISV) arrangements, dan consortium memberships between different companies.
Gambar 2.7 Cloud Computing Value Chain
22
Menurut Leimeinter et al (2010) elemen-elemen yang terdapat pada value chain dari cloud computing dapat dikategorikan menjadi lima elemen kunci, antara lain: •
Consulting. Berfungsi sebagai dukungan untuk pemilihan, dan pelaksanaan pelayanan yang relevan untuk menciptakan nilai bagi model bisnis pelanggan.
•
Service providers. Jasa yang menawarkan pengembangan, dan pengoperasian pada platform cloud computing, dan akses pada hardware serta infrastruktur layanan. Menawarkan nilai kepada pelanggan, dan penyedia jasa masingmasing agregat.
•
Aggregate services providers. Bentuk khusus dari penyedia layanan, yang menawarkan layanan atau solusi dengan menggabungkan layanan atau bagian yang ada untuk membentuk layanan baru, dan menawarkan mereka pada pelanggan. o Data integrators. Berfokus pada aspek teknis yang diperlukan untuk data, dan integrasi sistem. o Service
aggregators.
Digunakan
dalam
aspek
bisnis
dari
penggabungan layanan untuk menawarkan bundel layanan baru. •
Platform providers. Menawarkan lingkungan di mana aplikasi cloud dapat digunakan. Bertindak sebagai semacam katalog di mana penyedia layanan yang berbeda menawarkan layanan.
•
Infrastructure
proiders.
Memasok
jaringan
semua
komputasi,
dan
penyimpanan pelayanan yang dibutuhkan untuk menjalankan aplikasi dalam cloud, dan memberikan tulang punggung teknis.
23
2.2
Evaluasi TI Investasi dalam bidang teknologi informasi biasanya termasuk dalam pengganggaran modal utama project, yang melibatkan dana yang banyak. Tetapi investasi teknologi informasi harus bersaing dengan project-project lain yang juga dapat menguntungkan perusahaan. Dalam beberapa kasus banyak perusahaan tidak dapat mengetahui apakah semua investasinya menguntungkan, dikarenakan modal perusahaan tidak cukup untuk melakukan semua investasi yang direncanakan. (Prakken, 2000). Perusahaan dalam kondisi modal yang berkecukupan hendaknya secara berhati-hati membandingkan alternatif-alternatif lain dalam penggunaan dana modal itu, dan hal ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu (Prakken, 2000): •
Dengan metode yang memberikan informasi yang jelas kepada perusahaan tentang keuntungan dan kerugian dari penganggaran modal project.
•
Dengan membandingkan antara beberapa masing-masing keuntungan dan kerugian yang ada. Metode evaluasi yang digunakan adalah metode evaluasi yang dikhususkan
untuk mengevaluasi sistem informasi. Metode evaluasi sistem informasi yang digunakan juga beragam, yang bertujuan untuk dapat melihat hasil efisiensi dan efektivitas aplikasi dari berbagai sudut pandang, yaitu dari sudut pandang finansial, dan non-finansial seperti kuantitatif dan kualitatif. 2.2.1. Financial Valuation Method
Menurut Keown et al (2008) terdapat beberapa metode yang dapat dipakai dalam perhitungan financial dari bisnis value dari sebuah sistem Teknologi Informasi.
24 Table 2.1 Financial Valuation Method
2.2.2. Metode Evaluasi Return On Investment
Terdapat 5 teknik justifikasi dari sisi keuangan dalam information economics dalam melakukan pengukuran dan penelusuran potensi aplikasi informasi teknologi yaitu: analisis cost-benefit tradisional (traditional cost-benefit analysis), perhitungan nilai keterkaitan (value linking), perhitungan nilai percepatan waktu (value acceleration), perhitungan nilai restrukturisasi (value restructuring), dan perhitungan penilaian inovasi (innovation valuation) (Parker, 1988).
Gambar 2.8 Rumus perhitungan IE untuk pengembangan kalkukasi simple ROI
Untuk menghitung simple Return of Investment, dapat digunakan tiga kumpulan lembar kerja, yaitu: pertama lembar kerja biaya pengembangan (development cost worksheet), kedua lembar kerja biaya berjalan (ongoing expenses
25
worksheet) dan ketiga lembar kerja dampak ekonomi (economic impact worksheet). Berikut adalah penjelasannya (Parker, 1988, p106).
2.2.3. Cost Structure dan Cost Accounting Mechanism
Cost structure adalah elemen kedua dari aspek keuangan dalam model bisnis. Li et al (2009) menyatakan bahwa tidak ada alat yang tersedia yang tepat untuk perhitungan biaya, dan analisis dalam cloud computing. Demikian pula, Miller, dan Veiga (2009) berpendapat bahwa pengukuran layanan dari cloud computing harus dikembangkan. Osterwalder, dan Pigneur (2009) menyarankan menganalisis tiga elemen biaya ketika mempertimbangkan struktur biaya dari model bisnis: 1.
The most important costs inherent in the business model.
2.
The most expensive key resources.
3.
The most expensive key activities. Salah satu metode yang banyak digunakan untuk menguraikan struktur biaya
TI adalah yang terdapat dalam The Information Technology Infrastructure Library (ITIL). ITIL framework menyarankan enam jenis biaya yang berbeda dari model biaya TI. Dalam ITIL, biaya adalah tingkat tertinggi dari kategori dalam penganggaran, dan akuntansi, dimana setiap biaya terdiri dari beberapa elemen biaya yang ditetapkan. Table 2.2 Cost Types and Cost Elements According to ITIL
26 2.2.4. Revenue Model dan Pricing Mechanism
Model pendapatan adalah blok pertama dari aspek elemen keuangan dalam ontologi model bisnis. Meskipun literatur mengenai cloud computing saat ini jarang mencakup lebih dari harga layanan cloud hanya tentang permbayaran per mekanisme digunakan. Namun Harmon et al (2009) berpendapat, bawha harga adalah salah satu keputusan yang paling penting dari sebuah perusahaan dalam membuat perencanaan mengenai pemakaian layanan TI baru atau melakukan reposisi layanan TI yang ada. Weinhardt et al (2009) berpendapat bahwa kesuksesan dari komersial layanan cloud hanya dapat dicapai dengan mengembangkan mekanisme harga yang memadai. Paleologo (2004) berpendapat bahwa mekanisme harga tradisional seperti biaya-plus pricing tidak dapat memadai dalam pemenuhan permintaan jasa karena beberapa faktor perubahan seperti contract durations, reduced switching costs, weaker customer lock-in, uncertain demand, dan shorter life cycles. Menurut Osterwalder (2009) mekanisme harga dapat dibedakan menjadi tiga kategori utama, yaitu: •
Fixed pricing mechanisms ( not differentiate in function of customer characteristics, not volume dependant, dan not based on real-time market conditions ).
•
Differential pricing ( based on customer atau product characteristics, volume dependant, atau linked to customer preferences, not based on real-time market conditions ).
•
Market pricing ( based on real-time market conditions ).
27 Table 2.3 Pricing Mechanisms (Osterwalder 2004).
2.3
Metode Analisis Faktor Metode analisis faktor adalah suatu metode umum statistik multivariat yang bertujuan untuk menganalisis variansi maksimum, dan mereproduksi korelasi dari serangkaian peubah pengamatan. Selain itu, metode ini bertujuan juga untuk mereduksi peubah yang banyak menjadi hanya beberapa peubah tertentu yang memiliki
pengaruh
kuat
atau
dominan,
dimana
peubah-peubah
tersebut
direpresentasikan sebagai faktor pengaruh. Dasar model analisis faktor yang bertujuan
28
memaksimumkan reproduksi korelasi antar peubah tersebut dapat dijabarkan ke dalam bentuk model persamaan berikut (Dillon, dan Goldstein, 1984): Xi = Ai1.F1 + Ai2.F2 + ...... + Aim.Fm + bi.Ui
dimana; j = 1, 2, ....., n j = 1, 2, ....., m Xi = peubah ke-i Aij = koefisien faktor kesamaan Fj = faktor kesamaan ke-j bi = koefisien faktor unik ke-i Ui = faktor unik ke-i Faktor-faktor yang dimaksud di atas dapat disimpulkan atau diperoleh dari peubah-peubah yang diobservasi, dan dapat diperkirakan sebagai kombinasi linier di antara peubah-peubah tersebut (Norusis, 1990). Tiap n peubah dari model di atas digambarkan secara linier menurut faktor kesamaan (common factor), dan faktor unik (unique factor), dimana faktor kesamaan menerangkan korelasi di antara peubah, dan tiap faktor unik menjelaskan sisa variansi, termasuk error dari peubahnya (Maruli, 1985). Koefisien dari faktor yang dimaksud selanjutnya disebut sebagai faktor beban (loading factor). Tahapan analisis yang dilakukan dalam analisis faktor adalah sebagai berikut: 1. Menentukan jumlah kasus yang diteliti, yaitu sebanyak m buah, dan juga menentukan jumlah n peubah yang akan diobservasi. 2. Membuat matriks data awal dengan ukuran matriks (mxn).
29
3. Menstandarisasikan matriks data awal ke dalam bentuk baku atau bentuk normal (data dinormalisasikan), dengan menggunakan persamaan. 4. Menghitung matriks korelasi antar peubah. 5. Menghitung nilai karakteristik faktor (eigen value), dan vektor karakteristik (eigen vektor) dari matrix korelasi. 6. Menghitung atau menetapkan “Goodness of fit” sedemikian rupa diperoleh faktor, dan komunalita. 7. Rotasi faktor untuk mendapatkan faktor akhir. 8. Intrepretasi hasil faktor akhir. Untuk menentukan berapa faktor yang akan diidentifikasikan sebagai faktor yang mendominasi, ditentukan dengan nilai karakteristik (EigenValue). Salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah faktor yang akan mendominasi adalah dengan menetapkan nilai eigen value > 1 (Norusis, 1990). Bila dari hasil analisis faktor diperoleh jumlah faktor cukup banyak, dan faktor tersebut perlu dibatasi lagi hingga jumlah tertentu, maka penentuan jumlah faktor dapat dilakukan dengan menetapkan persentase variansi tertentu secara subjektif (Dillon, dan Goldstein, 1984). Tujuan analisis faktor adalah menggunakan matriks korelasi hitungan untuk 1.) Mengidentifikasi jumlah terkecil dari faktor umum (yaitu model faktor yang paling parsimoni) yang mempunyai penjelasan terbaik atau menghubungkan korelasi diantara variabel indikator. 2.) Mengidentifikasi, melalui faktor rotasi, solusi faktor yang paling masuk akal. 3.) Estimasi bentuk dan struktur loading, komunality dan varian unik dari indikator. 4.) Intrepretasi dari faktor umum. 5.) Jika perlu, dilakukan estimasi faktor skor. (Subash Sharma, 1996).
30
2.4
Skala LIKERT Skala yang terdiri dari pernyataan, dan disertai jawaban setuju atau tidak setuju, sering atau tidak pernah, cepat atau lambat, baik atau buruk, dan sebagainya (tergantung dari tujuan pengukuran). Dimana Skala Linkert menggambarkan secara kasar posisi individu dalam kelompoknya (posisi relatif), membandingkan skor subyek dengan kelompok normatifnya, menyusun skala pengukuran yang sederhana, dan mudah dibuat (Sugiyono 2007). Berikut adalah langkah-langkah yang penyusunan dari skala LIKERT: •
Menentukan, dan memahami dengan baik apa yang diukur.
•
Menyusun Blue Print untuk memandu penyusunan alat ukur o Indikator yang secara teoritis-logis memberi kontrobusi yang lebih besar harus diberikan peernyataan yang lebih banyak. o Pernyataan dibuat Favorable, dan Unfavorable.
•
Membuat item sesuai dengan kaidah.
•
Uji coba item.
•
Memilih item yang baik.
•
Menyusun item terpilih menjadi satu set alat ukur.
•
Menginterpretasikan hasil pengukuran.
Berikut adalah tahapan dalam memilih pernyataan dalam skala LIKERT: •
Memilih dengan nilai t, dengan langkah: o Menghitung, dan menjumlahkan skor tiap subyek. o Mengelompokkan subyek menjadi dua. Menggunakan mean atau median jika subyek sedikit, dan menggunakan percentil 25 75 atau 30 70 apabila subyek banyak.
31
•
Menghitung nilai t.
•
Pilihlah 20 –25 item dengan nilai t yang tinggi, dan semua indikator harus terwakili oleh item Favorable, dan Unfavorable.
•
Memilih dengan nilai r (korelasi), dengan langkah: o Menghitung, dan menjumlahkan skor tiap subyek. o Mengkorelasikan skor tiap-tiap item dengan skor total yang diperoleh setiap subyek.
•
Nilai r hitung dibandingkan dengan r tabel. Pilihlah item yang r hitungnya positif, dan lebih besar dari r tabel.
•
Biasanya dapat juga menggunakan patokan r minimal 0,3.
•
Buang item yang r hitungnya kurang dari r tabel atau kurang dari 0,3, dan hitung kembali korelasinya hingga r hitung semua item lebih dari r tabel atau lebih dari 0,3.
•
Pilihlah 20 –25 item dengan nilai r yang tinggi, dan semua indikator harus terwakili oleh item Favorable, dan Unfovorable.
Dalam Skala LIKERT penyusunan item yang terpilih dalam satu set skala harus acak berdasarkan indikator maupun item Favorable, dan Unfavorable. Dimana interpretasi skor skala tidak dapat dilakukan secara langsung, dan harus dibandingkan dengan skor kelompok normatifnya.