Definisi mengenai capital flight belum ada yang diterima secara umum, meskipun secara teoritis telah banyak diperbincangkan. Capital Flight merupakan suatu fenomena yang kompleks, pada dasarnya tidak dapat secara tepat di observasi. Namun sampai saat ini belum ada defenisi capital flight yang dapat diterima secara umum. Tetapi beberapa tahun ini penggunaan kata capital flight sering dikaitkan pada negara-negara sedang berkembang, dimana terjadi sejumlah besar modal keluar (capital outflow) yang diiringi oleh adanya peningkatan hutang luar negeri. Diartikan sebagai capital flight kertena pada umumnya modal di negara sedanmg berkembang kurang (langka), maka arus modal keluar dapat berarti menghilangkan potensi sumber daya modal yang tersedia, serta pada gilirannya menghilangkan pula potensi pertumbuhan ekonomi. Banyak pendapat dari para ahli yang mengemukakakn masalah capital flight dianntaranya adalah Mohin Khan-Ulhaque (1987:3), Cuddington (1986), Dooley (1988), Bank Dunia dan Susanne Erbe (1985), Morgan Guaranty Trust Company (1986), dan Cline (1987). Masing-masing ahli menggunakan konsepnya sendiri dalam membahas dan menunjukkan tentang konsep capital flight dan besarnya tingkat capital flight disuatu negara. (Istikomah, 2003). Dari berbagai pendapat tersebut capital flight dperkenalkan sebgai arus modal keluar yang normal, di pihak lain capital flight merupakan aliran modal keluar yang murni terjadi seperti trade misinvoicing (transaksi ilegal). Seperti yang dikemukakan oleh Mohsin Khan-Ulhaque yang mendefenisikan capital flight sebagai semua arus modal keluar (capital outflow) dari negara sedang berkembang dengan tidak memperhatikan latar belakang keluarnya modal tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa startegi telah digunakan oleh para ekonom untuk dapat membedakan antara capital flight dengan capital outflow. Salah satunya adalah mengindentifikasikan capital flight sebagai sesuatu yang ilegal dan capital outflow sebagai sesuatu yang legal. Selain itu capital flight didefinisikan sebagai sesuatu yang tidak tercatat atau dilaporkan seperti (penyelundupan modal) dan capital outflow sebagai sesuatu yang dilaporkan. Asumsinya adalah bahwa capital flight adalah suatu kesatuan yang berbeda dapat diidentifikasikan dan pemerintah mampu mengontrol modal tersebut. Dalam hal ini terjadinya capital flight menyebabkan pemerintah kehilangan pendapatannya. Sedangkan capital outflow merupakan sesuatu yang diharapkna terjadi dan wajar dalam perekonomian terbuka. Strategi yang lainnya tidak membuat perbedaan pada keduanya, tetapi cukup kepada capital flight diartikan sebagai residual, atau capital outflow bersih yang tidak tercatat. Asumsinya adalah bahwa capital flight itu ikut terbawa bersamaan dengan adanya capital outflow. (Beja Jr, 2005). Untuk
semakin jelasnya para ahli menggunakan tiga kriteria yang
membedakan antara capital flight dengan capital outflow, diantarnya adalah : berdasarkan volume, motif, dan arah aliran modal (Deplpler dan Williamson 1987;Gordon dan Levine 1989) dalam (Beja Jr, 2005).
a. Capital Outflow dalam kriteria volume Dalam batasan volume, capital outflow dapat dikatakan normal maupun tidak normal (abnormal). Dikatakan normal apabila ditunjukkan oleh diversifikasi portofolio. Dalam perbedaannya dengan abnormal capital outflow ditunjukkan
Universitas Sumatera Utara
oleh aliran modal keluar yang tiba-tiba dalam jumlah besar dan terjadi sebagai akibat kondisi ekonomi yang tidak diharapkan, jadi abnormal capital outflow inilah yang disebut sebagai capital flight. Sebagai contoh, ketika pemilik modal memperkirakan akan terjadi kondisi yang tidak menguntungkan serta perubahan drastis dalam kebijakan ekonomi, mereka akan menarik modalnya keluar dalam jumlah besar yanng tampak dalam peningkatan capital outflow. b. Capital Flight dalam batasan motif Dalam hal motif, capital outflow terjadi karena pemilik modal dalam negeri mencari tempat aman untuk return modalnya, misalnya pembayaran pajak ataupun niat untuk mengelabui pemerintah seperti pengaturan terhadap perpindahan modal dan valuta asing. Mengamankan modal keluar negeri yang lebih memberikan return yang lebih abik merupakan capital outflow yang normal, namun niat untuk mengelabui pemerintah dan menghindari pembayaran pajak tersebut yang dinamakn abnormal abnormal capital outflow atau disebut dengan capital flight. Menurut Dooley (1986) dalam (Beja Jr, 2005) mengemukakan pendapatnya bahwa capital flight dimotivasi oleh keinginan pemilik modal untuk memperoleh pendapatan dari aset finansial diluar kontrol pemerintah di dalam negeri. Resiko abnormal seperti dalam pendekatan sebelumnya (Deppleer-Williamson) tidak cukup untuk mendefenisikan capital flight tetapi harus terdapat suatu inkonsistensi antara tindakan pemilik modal dan laporannya kepada pemerintah. Jadi meurut Dooley setiap perpindahan modal yang masih tercatat ataupun dilaporkan itu merupakan normal capital outflow
Universitas Sumatera Utara
demikian juga apabila pperpindahan modal tersebut tidak dicatat ataupun tidak dilaporkan itulah yang dinamakan capital flight. c. Arah dari aliran modal Kategori yang ketiga adalah arah dari aliran modal. Ketika aliran modal didominasi oleh arus modal keluar terdapat ketidaknormalan yang mana dapat disebabkan oleh krisis ekonomi dimana resiko menanam modal sangat tinggi juga terdapat ketidakpastian dari kebijakan pemerintah. Inilah yang disebut dengan capital flight. Aliran modal dapat berupa inflow dan outflow, yang dapat terjadi baik di negara maju maupun di negara sedang berkembang yang dilakukan oleh penduduk di dalam negeri di kedua kategori negara tersebut. Aliran modal keluar yang terjadi di negara sedang berkembang inilah yang sering disebut dengan capital flight dimana sering terjadi ketidakpastian ekonomi dan kebijakan pemerintah dan juga modal di negara sedanng berkembang adalah langka. Berbeda dari kategori yang dijelaskan di atas ahli ekonomi yang lain memperkenalkan capital flight sebagai residual atau capital outflow bersih yang tidak tercatat (Erbe 1985: Guaranty 1986; World Bank 1985) dalam (Beja Jr. 2005). Residual ini berarti apa yang tidak tercatat dari arus modal masuk dan transaksi cadangan devisa dianggap merupakan residual. Selain itu Cuddington mendefenisikan capital flight sebagai capital outflow yang berupa “hot money” yaitu berupa capital outflow dalam jangka pendek yang bersifat spekulatif sebagai respon yang cepat terhadap krisis keuangan dan politik, pajak yang tinggi, devaluasi dan juga inflasi yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Nilai Tukar (Kurs) 2.2.1. Pengertian Nilai Tukar Rupiah Kurs adalah jumlah atau harga relatif mata uang domestik dari mata unag luar negeri (asing), kurs ini dipertahankan sama di semua pasar melalui arbitrase. Aritbrase valuta asing adalah pembelian mata uang asing bila harganya rendah dan menjualnya bila harganya tinggi. Suatu kenaikan dalam kurs disebut deprisiasi atau penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing. Suatu penurunan dalam kurs disebut apresiasi atau kenaikan mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing. Devaluasi berbeda dengan depresiasi dimana devaluasi merupakan tindakan resmi yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan nilai mata uangnya terhadap mata uang negara lain biasanya dalam jumlah besar dan sebelumnya ada pengumuman terlebih dahulu, demikian juga dengan revaluasi dimana revaluasi merupakan tindakan resmi dari pemerintah dengan mengumumkan terlebih dahulu kenikan nilai mata uangnya terhadap mata uang negara lain biasanya dalam jumlah yang besar. Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003).
2.2.2. Penentuan Nilai Tukar
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu (Madura, 1993): 1. Faktor Fundamental Faktor fundamental berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar-negara, ekspektasi pasar dan intervensi Bank Sentral. 2. Faktor Teknis Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya. 3. Sentimen Pasar Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita-berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.
2.2.3. Sistem Kurs Mata Uang Menurut Kuncoro (2001: 26-31), ada beberapa sistem kurs mata uang yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu: 1. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate), Sistem kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah. Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate, di dalam sistem ini cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi kurs. b. Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate) dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valas untuk mempengaruhi pergerakan kurs. 2. Sistem kurs tertambat (peged exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang negara lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang negara partner dagang yang utama “Menambatkan“ ke suatu mata uang berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. 3. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs). Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem kurs tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat menghindari kejutan-
Universitas Sumatera Utara
kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam. 4. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam “keranjang“ umumnya ditentukan oleh peranannya dalam membiayai perdagangan negara tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu negara dapat terdiri dari beberapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang berbeda. 5. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkanberfluktuasi dalam batas yang sangat sempit. 2.2.4. Sejarah Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia Sejak tahun 1970, negara Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu: 1. Sistem kurs tetap (1970- 1978) Sesuai dengan Undang-Undang No.32 Tahun 1964, Indonesia menganut sistem nilai tukar tetap kurs resmi Rp. 250/US$, sementara kurs uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap US$. Untuk menjaga kestabilan
Universitas Sumatera Utara
nilai tukar pada tingkat yang ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing. 2. Sistem mengambang terkendali (1978-Juli 1997) Pada masa ini, nilai tukar rupiah didasarkan pada sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Kebijakan ini diterapkan bersama dengan dilakukannya devaluasi rupiah pada tahun 1978. Dengan sistem ini, pemerintah menetapkan kurs indikasi (pembatas) dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Pemerintah hanya melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau bawah dari spread. 3. Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997-sekarang) Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah terhadap US$ semakin melemah. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang maka pemerintah memutuskan untuk menghapus rentang intervensi (sistem nilai tukar mengambang terkendali) dan mulai menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) pada tanggal 14 Agustus 1997. Penghapusan rentang intervensi ini juga dimaksudkan untuk mengurangi kegiatan intervensi pemerintah terhadap rupiah dan memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri.
2.3. Infasi 2.3.1. Pengertian inflasi
Universitas Sumatera Utara
Defenisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum
dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kaenaikan)sebagian besar dari harga barang-barang lain (Boediono, 1987:161). Kenaikan harga ini dapat diukur dengan menggunakan indeks harga. Adapaun indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain : a. Indeks Biaya hidup (consumer price indeks). Indeks biaya hidup mengukur biaya pengeluaran untuk membeli sejumlah barang dan jasa yang dibeli oleh rumah tangga untuk keperluan hidup. Laju inflasi dapat dihitung dengan cara menghitung persentase kenaikan atau penurunan indeks harga dari tahun ketahun atau dari bulan kebulan. Laju inflasi antara t −1 dan t = IHKt-IHKt −1
IHK t − IHK −1 IHK t −1
b. Indeks Harga Perdagangan Besar indeks harga perdagangan besar menitikberatkan pada sejumlah barang pada tingkat perdagangan besar. Ini berarti bahwa harga bahan mentah, bahan baku atau barang setengah jadi masuk dalam perhitungan indeks harga. c. GNP Deflator GNP deflator mencakup jumlah barang danb jasa yang masuk dalam perhitungan GNP nominal(atas dasar harga berlaku) dengan GNP riil (atas dasar harga konstant).
2.3.2. Penyebab dan jenis Inflasi Berdasarkan penyebabnya inflasi dapat dibedakan atas dua macam yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Demand pull inflation yaitu inflasi yang disebabkan kenaikan permintaan barang dan jasa namun tidak disertai dengan peningkatan output dengna kata lain permintaan agragat meninghkat lebih cepat dibandingkan dengan potensi produksi pertekonomian, sehingga harga naik ke atas untuk menyeimbanghkan penawaran dan permintaan agregat. Salah satu teori inflasi arikan permintaan yang berpengaruh menyatakan bahwa jumlah uang beredar adalah determinan utama inflasi. Alasan dibalik pendekatan ini adalah bahwa pertumbuhan jumlah uang beredar meningkatkan permintaan agregat yang pada gilirannya menikkan tingkat harga. Pada gambar di bawah ini menunjukkan ssuatu demand inflation. Karena permintaan masyarakat akan barang-barang (agregat demand) bertambah(misalnya, karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai oleh pencetakan uang, atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah), maka kurva aggregate demand bergeser dari D 1 ke D 2 . Akibatnya tingkat harga umum naik dari H 1 ke H2.
Universitas Sumatera Utara
S
H2 D2
H1 D1
Q1
Q2
Gambar 1 Inflasi tarikan permintaan (Demand Pull Inflation) b. Cost push inflation yaitu inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga faktorfaktor produksi sehingga harga jual outputnya semakin tinggi. Dalam mencari penjelasan mengenai inflasi dorongan biaya, para ekonom seringkali memulainya dengan upah yang merupakan bagian penting dari biaya-biaya usaha. Beberapa ekonom menunjuk serikat pekerja sebagai pihak yang bertanggungjawab karena mereka memaksa untuk meningkatkan upah dalam bentuk uang sekalipun sebagian besar anggota mereka tidak lagi bekerja. Pandangan mengenai serikat pekerja sebagai akibat inflasi dorongan biaya seperti ini tidak sesuai dengan kenyataan historis yang kompleks. Harga minyak meningkat tajam dan biaya-biaya usaha untuk produksi meningkat. Akibat akhir dari kasus tersebut memang tidak sama untuk tiap periode, letusan dari inflasi dorongan biaya mengikuti peningkatan harga minyak. Proses penetapan upah dan gaji dengan melihat ke kondisi ekonomi masa mendatang dapat diperluas keseluruh pekerja. Cara pengambilan keputusan
Universitas Sumatera Utara
seperti ini juga diterapkan ke banyak harga produk seperti biaya pendidikan tinggi, harga model otomotif, dan harga percakapan telepon jarak jauh yang tidak mudah diubah setelah diterapkan. Dikarenakan panjangnya waktu yang diperlukan untuk memodifikasi perkiraan inflasi dan menyesuaikan sebagian besar tingkat upah dan harga, inflasi inersial hanya akan menghasilkan guncangan atau perubahan besar dalam kebijakan ekonomi. S2
S1
H2 H1 D1
Q2
Q1
Gambar 2. Inflasi tarikan biaya (cost push inflation) Pada gambar 2 menunjukkan bahwa bila biaya produksi naik (misalnya, karena kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau karena kenaikan harga bahan bakar minyak) maka kurva penawaran masyarakat (aggregat supply) bergeser dari S 1 ke S 2 . Perbedaan dari kedua inflasi ini adalah terletak pada urutan dari kenaikan harga. Dalam demand inflation kenaikan harga barang akhir (output) mendahului kenaikan harga barang-barang input dan harga-harga faktor-faktor produksi (upah dan sebaliknya). Sebaliknya, dalam cost push inflation kenaikan harga-harga
Universitas Sumatera Utara
barang-barang input dan harga-harga faktor produksi mendahului kenaikan harga barang-barang akhir (output). Kedua macam inflasi ini jarang sekali ditemukan dalam praktek dalam bentuknya yang murni. Pada umumnya, inflasi yang terjadi adalah kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut, dan seringkali keduanya saling memperkuat satu sama lain. Berdasarkan asalnya inflasi dapat digolongkan menjadi : 1. Inflasi yang berdasarkan dari dalam negeri (Domestic inflation) Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul misalnya karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetak uang baru. Akibat dari pencetakan uang baru tersebut pada akhirnya yang akan menimbulkan inflasi. 2. Inflasi yang berasal dari luar negeri Inflasi ini terjadi di dalam negeri karena adanya pengaruh kenaikan harga dari luar negeri terutama pada barang-barang impor atau kenaikan bahan baku yang belum dapat diproduksi di dalam negeri. Kenaikan harga barang impor, yang merupakan salah satu komponen Indeks harga Konsumen, akan meningkatkan biaya produksi. Berdasarkan besarnya inflasi dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu : a. Inflasi ringan, biasanya bernilai satu digit per tahun b. Inflasi sedang, biasanya bernilai antara sekitar 10% s/d 30 % per tahun c. Inflasi berat, biasanya berniali antara sekitar 30% s/d 100% per tahun d. Hiperinflasi, biasanya berniali diatas 100%
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Teori Mengenai Inflasi Secara garis besar terdapat tiga kelompok yang mengemukakan masalah inflasi, masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi. a. Teori Kuantitas Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari: 1. Jumlah uang yang beredar Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar (baik penambahan uang kartal maupun penambahan uang giral). Tanpa ada kenaikan jumlah uang beredar, kejadian seperti, misalnya, kegagalan panen, hanya akan menaikkan harga-harga untuk sementara waktu saja. Bila jumlah uang tidak ditambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya, walau apapun yang menyebabkan kenaikan harga tersebut. 2. Ekspektasi masyarakat Laju inflasi ditentukan oleh penambahan jumlah uang beredar dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga dim masa mendatang b. Teori Keynes Teori keynes mengenai inflasi didasarkan atas teori makronya yang menyoroti aspek lain dari inflasi. Menurut teori ini, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Proses
inflasi,
menurut
pandangan ini, tidak lain adalah proses perebutan bagian rejeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian lebih dari pada yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang stersedia (timbul apa yang disebut dengan inflationary gap). c. Teori Strukturalis Teori ini adalah mengenai inflasi yang didasarkan atas pengalaman di negaranegara Amerika Latin. Teori ini memberi tekanan pada kekakuan dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Teori ini juga disebut teori inflasi jangka panjang karena menyertai sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekuatan struktur ekonomi. Menurut teori ini ada kekakuan dalam perekonomian negara-negara sedang berkembang yang bisa menimbulkan inflasi, yaitu : 1. Kekakuan dari penerimaan ekspor, yaitu nilai ekspor yang tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Kekakuan ini disebabkan oleh harga di pasar dunia dari barang-barang ekspor negara tersebut kurang menguntungkan dan supply atau produksi barang-barang ekspor yang tidak responsif terhadap kenaikan harga. Akibatnya negara tersebut
terpaksa
mengambil
kebijaksanaan
pembangunan
yang
menekankan pada penggalakan produksi dalam negeri dari barang yang sebelumnya di impor, meskipun seringkali produksi dalam negeri memiliki ongkos produksi yang lebih tinggi dengan kualitas yang lebih rendah sehingga mengakibatkan harga menjadi lebih tinggi dan inilah yang menyebabkan inflasi. 2. Kekakuan dari produksi bahan makanan dari dalam negeri, dimana produksi bahan makanan dalam negeri tidak tumbuh secepat pertambahan penduduk dan penghasilan perkapoita, sehingga harga-harga bahan
Universitas Sumatera Utara
makanan di dalam negeri cenderung untuk naik melebihi kenaikan harga barang-barang lain. Akibatnya timbul tuntutan dari para karyawan utnuk memperoleh gaji sehingga mengakibatkan kanaikan ongkos produksi yang berarti pula kenaikan harga dari barang-barang yang pada akhirnya menyebabkan inflasi.
2.3.4. Dampak Inflasi Adapun dampak inflasi antara lain : a. Dampak terhadap pendapatan (equity effect) Inflasi akan menurunkan pendapatan riil dari orang-orang yang berpendapatan tetap yaitu daya beli mereka makin lama makin berkurang. Nilai riil kekayaan berupa uang akan turun di masa inflasi oileh karena golongan masyarakat yang menabung uang mereka di Bank atau meminjamkannya kepada oranglain akan mengalami kerugian. b. Dampak terhadap Efesiensi (efficiency effect) Inflasi dapat mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu. Dengan adanya inflasi, permintaan akan suatu barang tertentu mengalami kenaikan yang besar terhadap barang lain, yang kemudian mendorong kenaikan produksi barang tersebut. Kenaikan inilah yang pada akhirnya akan merubah pola alokasi faktor-faktor produksi yang sudah ada. c. Dampak terhadap output (output effect)
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal ini, inflasi memiliki dua kemungkinan pengaruh terhadap output. Kemungkinan dapat bersifat positif atau sebaliknya negatif. Dampak positifnya adalah inflasi dapat mendorong peningkatan output selama masih dalam batas wajar (di bawah 5%). Sedangkan dampak negatif, inflasi dapat mematikan industri dan mengurangi output apabila laju inflasi sudah melampaui dua digit (diatas 10 %).
2.4. Tingkat Suku Bunga Menurut Wardane (2003) dalam Prawoto dan Avonti (2004), suku bunga adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang. Suku bunga adalah jumlah bunga yang harus dibayar per unit waktu. Dengan kata lain, masyarakat harus membayar peluang untuk meminjam uang. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1995:197) dalam Wardane, suku bunga adalah biaya untuk meminjam uang, diukur dalam Dolar per tahun untuk setiap Dolar yang dipinjam. Menurut Keynes, dalam Wardane (2003), tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga turun dan sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akanmenderita capital loss atau gain. Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga ini merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum. Suku bunga ini menunjukkan sejumlah rupiah untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan. 2. Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat inflasi dan didefinisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi laju inflasi. Dalam Kamus Akuntansi (1996:69), disebutkan bahwa Interest (bunga, kepentingan, hak) merupakan: [1] beban atas penggunaan uang dalam suatu periode, dan [2] suatu pemilikan atau bagian kenyataan dalam suatu perusahaan, usaha dagang, atau sumber daya. Unsur-unsur di dalam tingkat suku bunga, meliputi : 1. Syarat jatuh tempo Berbagai pinjaman mempunyai syarat atau jatuh tempo. Pinjaman terpendek adalah pinjaman satu malam. Surat-surat berharga jangka pendek biasanya mempunyai periode sampai dengan satu tahun. Surat-surat berharga angka panjang umumnya memberikan suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan jangka pendek. 2. Risiko Ada pinjaman yang pada hakikatnya tidak memiliki risiko, sementara lainnya sangat
bersifat
spekulatif. Obligasi-obligasi dan tagihan-tagihan
pemerintah didukung dengan penuh kepercayaan, oleh kredit dan kekuatan pajak dari pemerintah. Unsur-unsur ini dapat dipercaya karena bunga pinjaman pemerintah akan benar-benar dibayar. Risiko menengah terdapat pada pinjaman atas kredit-kredit perusahaan yang kondisinya baik. Sedangkan investasi yang
Universitas Sumatera Utara
berisiko mempunyai peluang gagal atau tidak dibayar yang sangat tinggi termasuk investasi pada perusahaan yang hampir bangkrut. 3. Likuiditas Aktiva akan disebut “likuid“ apabila dapat ditukarkan dengan kas secara cepat dan hanya menimbulkan kerugian nilai yang sedikit. Sebagian besar surat berharga, termasuk saham biasa, obligasi perusahaan dan pemerintah, dapat diukur dengan kas secara cepat mendekati nilai sekarangnya. Aktivaaktiva tidak likuid termasuk aktiva-aktiva unik yang tidak memiliki pasar yang berkembang baik.
4. Biaya-biaya administrasi Waktu serta ketelitian yang diperlukan untuk administrasi berbagai jenis pinjaman, sangatlah berbeda. Pinjaman dengan biaya administrasi yang tinggi akan mempunyai bunga 5 sampai 10 persen per tahun lebih besar dari tingkat bunga lainnya.
2.5. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Sebagaimana tercantum dalam UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, salah satu tugas Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter adalah membantu pemerintah dalam mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Dalam melaksanakan tugasnya, BI menggunakan beberapa piranti moneter yang terdiri dari Giro Wajib Minimum (Reserve Requirement), Fasilitas Diskonto, Himbauan Moral dan Operasi Pasar Terbuka. Dalam Operasi Pasar
Universitas Sumatera Utara
Terbuka BI dapat melakukan transaksi jual beli surat berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
2.5.1. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.8/13/DPM tentang Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang, Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
2.5.2. Tujuan Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Sebagai otoritas moneter, BI berkewajiban memelihara kestabilan nilai Rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang kartal + uang giral di BI) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai Rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh BI untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut.
2.5.3. Dasar Hukum Sertifikat Bank Indonesia Dasar hukum penerbitan SBI adalah UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1998 tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta Intervensi Rupiah, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System.
2.5.4. Karakteristik Sertifikat Bank Indonesia
Universitas Sumatera Utara
SBI memiliki karakteristik sebagai berikut (www.bi.go.id): 1. Jangka waktu maksimum 12 bulan dan sementara waktu hanya diterbitkan untuk jangka waktu 1 dan 3 bulan. 2. Denominasi: dari yang terendah Rp 50 juta sampai dengan tertinggi Rp 100 miliar. 3. Pembelian SBI oleh masyarakat minimal Rp 100 juta dan selebihnya dengan kelipatan Rp 50 juta. 4. Pembelian SBI didasarkan pada nilai tunai berdasarkan diskonto murni (true discount) yang diperoleh dari rumus berikut ini: Nilai Nominal x 360 Nilai Tunai = ---------------------------------------------------360 + [(Tingkat Diskonto x Jangka Waktu)]
5. Pembeli SBI memperoleh hasil berupa diskonto yang dibayar di muka. Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai 6. Pajak Penghasilan (PPh) atas diskonto dikenakan secara final sebesar 15 %. 7. SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless). 8. SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
2.6. Pertumbuhan Ekonomi 2.6.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan jika jumlah produksi barang dan jasanya meningkat. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan output dari tahun ke tahun yang merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan
Universitas Sumatera Utara
dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. ( Sukirno, 2004 : 10 ). Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor produksi akan selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Pertumbuhan
ekonomi
merupakan
ukuran
utama
keberhasilan
pembangunan. Hasil pertumbuhan ekonom tersebut harus dapat dinikmati masyarakat sampai ke lapisan yang paling bawah. Pertumbuhan harus berjalan secara beriringan dan terencana untuk mengupayakan teerciptanya pemerataan kesempatan dan pembangunan hasil-hasilmya dengan lebih merata. Bila pembangunan dan hasil—hasilnya tersebut telah terdistribusi secara merata maka daerah-daerah yang miskin,
tertinggal, dan tidak produktif akan menjadi
produktif yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi itu sendiri. 2.6.2. Perhitungan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Fluktuasi pertumbuhan ekonomi secara rill dari tahun ke tahun tercermin dalam nilai Produk Domestik Bruto ( PDB ). PDB yaitu seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor atau lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu domestik tertentu. Perubahan nilai PDB akan menunjukkan perubahan jumlah kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan selama periode tertentu. Selain PDB, dalam suatu negara dikenal juga ukura PNB ( Produk Nasional Bruto) serta pendapatan nasional (NI). Adapun konsep perhitungan pertumbuhan ekonomi dalam suatu periode ( Rahardja , 2001 : 178 ) yaitu : Gt =
( PDBRt − PDBRt − 1) x 100 % PDBRt − 1
Dimana:
Universitas Sumatera Utara
Gt
: Pertumbuhan ekonomi periode t ( tahunan )
PDBRt : Produk Domestik Bruto Rill periode t (berdasarkan harga konstan) PDBRt-1 : PDBR satu tahun sebelumnya. Jika interval waktu lebih dari satu periode maka perhitungan pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan eksponensial. PDBRt = PDBRo (1+r)² Dimana : PDBRt : PDBR periode t PDBRo : PDBR periode 0 r : tingkat pertumbuhan t : jarak periode Untuk menghitung besarnya pendapatan nasional atau regional, maka ada 3 metode pendekatan yang dipakai : a). Pendekatan Produksi (production approach) Metode ini dihitung dengan menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan sektor ekonomi produktif dalam wilayah suatu negara secara matematis (Rahardja, 2001 : 180) : NI = P1Q1+P2Q2+ ......... + PnQn Dimana : NI : PDB (Produk Domestik Bruto) P1,P2,.......,Pn : Harga satuan produk pada satuan masing-masing sektor ekonomi
Universitas Sumatera Utara
Q1,Q2,.......,Qn : Jumlah produk pada satuan masing-masing sektor ekonomi. Yang dipakai hanya nilai tambah broto saja agar dapat menghindari adanya perhitungan ganda. b). Pendekatan Pendapatan (Income Approach) Metode ini dihitung dengan menjumlah besarnya total pendapatan atau balas jasa setiap faktor-faktor produksi. Secara matematis (Rahardja, 2001 : 181) Y = Yw + Yr + Yi + Yp Dimana Y : Pendapatan nasional Yw : Pendapatan upah atu gaji Yr : Pendapatan sewa Yi : Pendapatan bunga Yp : Pendapatan laba atau profit
c). Pendekatan Pengeluaran (Consumption Approach) Metode ini dihitung dengan menjumlahkan semua pengeluaran yang dilakukan berbagai golongan pembeli dalam masyarakat. Secara matematis (Rahardja, 2001: 182) Y=C+I+G+(X-M) Dimana : Y : PDB ( Pendapatan Domestik Bruto ) C : Pengeluaran rumah tangga konsumen untuk konsumsi I
: Pengeluaran rumah tangga perusahaan untuk investasi
Universitas Sumatera Utara
( X-M ) : Ekspor netto atau pengeluaran rumah tangga luar negeri Yang dihitung hanya transaksi-transaksi barang dan jasa, untuk menghindari adanya perhitungan ganda.
2.6.3.Beberapa Teori Pertumbuhan ekonomi a). Teori Klasik Teori Klasik ini dipelopori oleh Adam Smith mengatakan bahwa output akan berkembang sejalan dengan perkembangan penduduk. Penduduk makin bertambah begitu juga dengan produk nasional. Semakin bertambah penduduk semantara jumlah lahan tidak bertambah sehingga mulai dirasakan tanah/lahan saemakin sempit. Sehingga pekerja baru akan mendapat lahan yang semakin kecil untuk digarap. Pada saat seperti ini barulah berlaku konsep the law of diminishing returns. Menurunya rasio antara jumlah pekerja dan dan lahan yang tersedia akan menimbulkan penurunan marginal produk sehingga akan menurunkan upah riil. Teori Pertumbuhan klasik juga mengemukakan keterkaitan antra pendapatan perkapita dan jumlah penduuduk. Teori tersebut dinamakan teori penduduk optimum. Teori ini menyatakan hal-hal sebagai berikut: •
Ketika produksi marginal lebih tinggi daripada pendapatan perkapita, jumlah penduduk masih sedikit dan tenaga kerja masih kurang. Maka pertambahan penduduk akan menambah tenaga kerja dan menaikkan pertumbuhan ekonomi.
•
Ketika produk marginal makin menurun, pendapatan nasional semakin naik tetapi dengan kecepatan yang lambat. Maka pertambahan penduduk
Universitas Sumatera Utara
akan menambah tenaga kerja, tetapi pendapatan perkapita turun dan pertumbuhan ekonomi masih ada meskipun kuantitasnya semakin kecil. •
Ketika produksi marginal nilainya sama dengan pendapatan perkapita, artinya nilai pendapatan perkapita mencapai maksimum dan jumlah penduduk optimal (jumlah penduduk yang sesuai dengan keadaan suatu negara yang ditandai dengan pendapatan perkapita mencapai maksimum). Sehingga pertambahan penduduk akan membawa pengaruh yang tidak baik terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut kaum klasik berlakunya hukum the law of diminishing returns
menyebabkan tidak semua penduduk dapat dilibatkan dalam proses produksi. Jika dipaksakan justru akan menurunkan tingkat output nasional. Tetapi pertambahan tenaga kerja diikuti dengan pertambahan produk akan terjadi apabila pertambahan tenaga kerja diikuti dengan pertambahan modal. Kondisi ini secara grafik dapat dijelaskan sebagai berikut (Sumber: Lincolin Arsyad, 1999): Total Produk Nasional
Q3
Q1 Q2
TP2 TP 1 Tk 1 Gambar 2.1. Kurva Penduduk Optimum
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: •
Kurva TP1 menunjukkan hubungan antara jumlah tenaga kerja dengan tingkat output nasional. Kondisi optimal akan tercapai jika jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi adalah Tk1, dan jumlah produk nasional Q1. Jika jumlah tenaga kerja ditambah menjadi Tk2, produk nasional tidak bertambah tapi justru berkurang menjadi Q2.
•
Pertambahan jumlah tenaga kerja menjadi Tk2 dapat mendorong pertumbuhan ekonomi bila diikuti dengan pertambahan barang modal sehingga produk nasional dapat mencapai Q3.
b). Teori Neo Klasik Menurut teori neo klasik ini dipelopori oleh Robert Solow menyatakan pendapatnya sebagai berikut: •
Pertumbuhan produk nasional ditentukan oleh pertumbuhan dua jenis input yaitu pertumbuhan modal dan pertumbuhan tenaga kerja. Perhatian terhadap dua input tersebut sangat besar karena proses pertumbuhan ekonomi memerlukan: 1. Adanya intensifikasi modal, yaitu suatu proses jumlah modal per tenaga kerja naik setiap saat. 2. Adanya kenaikan tingkat upah yang dibayarkan kepada para pekerja
pada saat intensifikasi modal
terjadi. Sehingga
masyarakat mempunyai daya beli tinggi, konsumsi meningkat. Hal ini akan mendorong pertumbuhan produk.
Universitas Sumatera Utara
•
Disamping faktor tenaga kerja dan modal, hal yang sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah faktor perkembangan teknologi. Menurut Solow, yang paling penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah kemajuan teknologi dan peningkatan keahlian serta keterampilan para pekerja dalam menggunakan teknologi.
c). Teori Keynesian Teori ini dipelopori oleh J.M Keynes yang menyatakan bahwa dalam jangka pendek output nasional dan kesempatan kerja terutama ditentukan oleh permintaan agregate. Kaum keynesian yakin bahwa kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal harus digunakan untuk mengatasi pengangguran dan menurunkan laju inflasi. Konsep-konsep Keynesian juga menunjukkan bahwa peranan pemerintah sangat berperan besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Perekonomian pasar sepertinya sulit untuk menjamin ketersediaan barang yang dibutuhkan masyarakat dan bahkan sering menimbulkan instability, inequity, dan inefisiensi.
Bila
perekonomian
sering
ketidakmerataan, dan ketidakefisienan
dihadapkan
pada
ketidakstabilan,
jelas akan menghambat terjadinya
pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. d). Teori Rostow Selanjutnya Rostow mengemukakan tahap-tahap dalam pertumbuhan ekonomi antara lain: •
The Traditional society (masyarakat tradisional), artinya suatu kehidupan ekonomi masyarakat yang berkembang secara tradisional dan belum didasarkan pada perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan dan cara berpikirnya masih primitif dan irasional.
Universitas Sumatera Utara
•
The precondition for take off (persyaratan tinggal landas), artinya merupakan masa transisi masyarakat untuk mempersiapkan dirinya untuk menerima teknik-teknik baru dari luar kehidupan mereka.
•
The take off (tinggal landas), artinya terjadi perubahan yang sangat drastis dalam terciptanya kemajuan yang sangat pesat dalam inovasi berproduksi dan lain sebagainya.
•
The drive to maturity (menuju kematangan), artinya masyarakat secara efektif telah menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktorfaktor produksi dan kekayaan alam.
•
The age of high mass consumption (konsumsi tinggi), artinya perhatian masyarakat lebih menekankan pada masalah kesejahteraan dan upaya masyarakat tertuju untuk menciptakan welfare state, yaitu kemakmuran yang lebih merata kepada penduduknya dengan cara mengusahakan distribusi pendapatan melalui sisterm perpajakan yang lebih progresif. Masyarakat tidak mempermasalahkan kebutuhan pokok lagi, tapi konsumsi lebih tinggi terhadap barang tahan lama dan barang-barang mewah.
e) Teori Schumpeter Teori ini menekankan pada peranan pengusaha dalam pembangunan, kemajuan
perekonomian
sangat
ditentukan
oleh
adanya
enterpreneur
(wiraswasta). Entepreneurer yang unggul yaitu orang yang memiliki inisiatif yang tinggi, kemampuan, dan keberanian mengaplikasikan penemuan-penemuan baru dalam kegiatan berproduksi. Para enterpreneur akan menciptakan hal-hal yang baru sepert menciptakan barang baru, menggunakan cara-cara baru dalam
Universitas Sumatera Utara
berproduksi, memperluas pasar ke daerah baru, mengembangkan sumber bahan mentah yang baru, reorganisasi dan restrukturisasi dalam perusahaan industri untuk kemajuan yang lebih baik. f). Teori Harrod-Domar Menurut Harrod-Domar, syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang tangguh (steady growth) dalam jangka panjang yaitu perlunya investasi. Untuk menciptakan investasi perlu meningkatkan tabungan. Oleh sebab itu setiap pelaku ekonomi selalu berusaha untuk menyimpan sebgian pendapatanya guna meningkatkan tabungan. Sebagai ahli yang mengembangkan konsep Keynes, Harrod-Domar tetap meningkatkan peran pemerintah terutama dalam merencanakan pertumbuhan ekonomi suatu negara dan dalam menghimpun dana untuk keperluan investasi agar pertumbuhan ekonomi dapat meningkat. 2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa
faktor-faktor penting
yang
mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi adalah (Mankiw, 1999 : 73): 1. Barang modal Agar ekonomi bertumbuh stok barang modal harus ditambah melalui investasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat investasi akan lebih baik lagi jika penambahan kuantitas barang modal juga disertai penambahan kualitas. 2. Tenaga kerja Sampai saat ini khususnya di negara sedang berkembang, tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat dominan. Penambahan tenaga kerja sangat tergantung berpengaruh terhadap peningkatan output. Berapa banyak
Universitas Sumatera Utara
penambahan tenaga kerja sangat tergantung dari seberapa cepatnya terjadi The law of diminishing return. Sedangkan cepat atau lambat proses ini sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dan keterkaitanya dengan kemajuan teknologi produksi. 3. Teknologi Penggunaan teknologi yang makin tinggi sangat memacu pertumbuhan ekonomi jika hanya dilihat dari peningkatan output. Namun hal ini bukan berarti baik, sebab tujuan akhir pertumbuhan ekonomi adalah masyarakat yang adil dan sejahtera, bukan orang per orang. 4. Kewirausahaan Hal ini dapat didefenisikan sebagai kamampuan dan keberanian mengambil resiko guna memperoleh keuntungan. Para mempunyai perkiraan yang matang bahwa input yang dikombinasikan akan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat. Kemampuan mengkombinasikan input dapat disebut sebagai kemampuan inovasi.
Universitas Sumatera Utara