BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Organisasi Sektor Publik Disetiap negara, cakupan organisasi sektor publik sering tidak sama. Tidak ada definisi yang secara komprehensif dan lengkap bisa digunakan disemua sistem pemerintahan. Area organisasi sektor publik bahkan sering berubah –ubah tergantung pada kejadian historis dan suasana politik yang berkembang di
suatu negara. Di Indonesia, berbagai organisasi termasuk
dalam cakupan organisasi sektor publik antara lain pemerintah pusat, pemerintah daerah, sejumlah perusahaan dimana pemerintah mempunyai saham (BUMN dan BUMD), organisasi di bidang pendidikan, organisasi di bidang kesehatan, dan organisasi organisasi massa. Organisasi sektor publik bukan semat-mata organisasi sosial yang nonprofit oriented. Banyak yang beranggapan organisasi sektor publik pasti non profit. Aggapan ini kurang tepat, karena organisasi Seperti
dipaparkan
kesejahteraan
sektor publik ada yang bertipe quasi
diatas,
quasi
masyarakat dengan
nonprofit motif
nonprofit.
bertujuan meningkatkan
surplus (laba) agar terjadi
keberlangsungan organisasi dan memberikan kontribusi pendapatan negara atau daerah, misalnya BUMN dan BUMD. Jadi perlu ditegaskan bahwa organisasi setor publik bukan hanya organisasi sosial, bukan hanya organisasi nonprofit dan juga bukan hanya organisasi pemerintah. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang berhubungan dengan kepentingan umum dan
23
penyediaan barang atau jasa kepada publik yang di bayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diatur dengan hukum.
1. Area Organisasi Sektor Publik Jika dikaitkan dengan organisasi penyedia barang atau jasa, maka setiap tipe organisasi akan menghasilkan barang atau jasa tertentu sebagaimana karakteristik organisasi tersebut. Pada dasarnya terdapat empat jenis tipe organisasi yaitu : a. Pure-Profit Organization Tujuan organisasi ini adalah menyediakan atau menjual barang dan/jasa dengan maksud utama untuk memperoleh laba sebanyak-banyaknya sehingga bisa dinikmati oleh para pemilik. Sumber pendanaan organisasi berasal dari investor swasta dan kreditor. Pure-Profit Organization menghasilkan pure private goods, misalnya adalah restoran, hotel, mall, salon kecantikan dan sebagainya. b. Quasi-Profit Organization Tujuan organisasi ini adalah menjual atau menyediakan barang dan/jasa dengan maksud untuk memperoleh laba dan mencapai sasaran atau tujuan lainnya sebagaimana yang dikehendaki para pemilik. Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari investor swasta, investor pemerintah, kreditor dan para anggota. c. Quasi-Nonprofit Organization
24
Tujuan organisasi ini adalah menyediakan atau menjual barang dan/atau jasa dengan maksud untuk melayani masyarakat dan memperoleh keuntungan (surplus). Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari investor pemerintah, investor swasta dan kreditor. Quasi nonprfit organization menghasilkan quasi public goods, misalnya adalah perguruan tinggi dan rumah sakit. d. Pure-Nonprofit Organization Tujuan organisasi ini adalah menyediakan atau menjual barang dan/atau jasa
dengan
maksud
untuk
melayani
dan
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari pajak, retribusi, utang, obligasi, laba BUMN/BUMD, hibah, sumbangan, penjualan aset negara dan sebgainya. Pure nonprofit organization menghasilkan pure public goods, misalnya adalah pemerintah. Berdasarkan batasan-batasan tersebut area sektor publik berada pada (a) Pure nonprofit organization
dengan output pure public
goods,(b) Quasi nonprfit organization dengan output quasi public goods, (c) Quasi profit organization dengan output quasi private goods.
Gambar 2.1 mendeskripsikan
25
area
organisasi sektor
publik.
Gambar 1 Area Organisasi Sektor Publik Sumber: Akuntansi Sektor Publik. Mahsun, 2011 Menurut Bastian (2006:3), adalah organisasi yang menggunakan dana masyarakat, seperti organisasi pemerintah pusat, organisasi pemerintah daerah, organisasi parpol dan LSM, organisasi yayasan, organisasi pendidikan dan kesehatan (sekolah, rumah sakit) organisasi tempat peribadatan (masjid, gereja, kuil) Menurut Mardiasmo (2004:2) istilah sektor publik dari sudut pandang ilmu ekonomi artinya suatu entitas yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dalam pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dan hak publik. Sektor publik berada pada area dengan batasan-batasan antara lain :
26
a. Penyelenggaraan layanan atau pengadaan barang kebutuhan masyarakat umum. b. Bukan konsumsi individual. c. Pemerintah ikut mengendalikan dengan saham atau sejumlah regulasi yang mengikat. d. Harga tidak semata-mata ditentukan berdasarkan mekanisme pasar. 2.1.2 Penilaian Kinerja 1. Pengertian Kinerja Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional yang diambil. Dengan adanya informasi mengenai kinerja suatu perusahaan, maka akan
dapat
kebijakan,
diambil tindakan yang meluruskan
diperlukan seperti
koreksi
akan
kegiatan kegiatan utama dan tugas pokok
perusahaan, bahan untuk perencanaan, menentukan tingkat keberhasilan ( persentase pencapaian misi) perusahaan, untuk memutuskan suatu tindakan, dll. Secara umum dapat juga dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Kinerja (performance) menurut Moeheriono (2010:60) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam perencanaan strategis suatu organisasi. 27
Adapun beberapa pendapat antara lain, menurut Mulyadi (2007: 337) “Kinerja adalah keberhasilan personel, tim, atau unit organisasi dalam mewujudkan sasaran strategik yang telah ditetapkan sebelumnya dengan perilakuyang diharapkan”.Dari definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan, kinerja
merupakan
dikonfirmasikan
suatu kondisi
kepada
pihak
yang
tertentu
harus
diketahui
dan
untuk mengetahui tingkat
pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional serta merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya. 2. Indikator Kinerja Menurut Moeheriono (2010:74) Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi.Apa
yang
diungkapkan Moeheriono diatas, sejalan dengan pendapat Mardiasmo (2004:127) bahwa, “istilah indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung, yaitu hal -hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja”. Indikator sebagai
proses
kinerja
pembentukan organisasi 28
mempunyai pembelajaran.
peran
penting
Pemanfaatan
indikator kinerja sangat penting untuk mengetahui apakah suatu organisasi, aktivitas atau program telah memenuhi prinsip ekonomi, efisien, dan efektif. Indikator untuk tiap-tiap unit organisasi berbeda-beda tergantung tipe pelayanan yang dihasilkan. Penentuan indikator kinerja juga perlu mempertimbangkan komponen berikut : a. Biaya Pelayanan Indikator biaya merupakan elemen penting untuk mengukur ekonomi dan efisiensi. Indikator biaya bersifat kuantitatif dan finansial. Manfaat indikator biaya tersebut adalah untuk menilai kelayakan tarif pelayanan dengan tingkat pelayanan yang diberikan serta untuk melakukan analisis keuangan. b. Tingkat Pemanfaatan Indikator tingkat pemanfaatan diperlukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kapasitas yang menganggur atas sumber daya yang dimiliki organisasi. Adanya kapasitas yang mengangggur pada dasarnya akan menjadikan organisasi tidak efisien dan efektif. Menganggurnya sumber daya organisasi pada dasarnya adalah biaya, karena organisasi harus mengeluarkan
biaya
dioperasikan. Untuk
tetap tujuan
meskipun efisiensi,
sumber organisasi
daya harus
itu
tidak
mencegah
terjadinya kapasitas sumber daya yang menganggur, baik sumber daya fisik maupun finansial.
29
c. Kualitas dan Standar Pelayanan Selain indikator yang sifatnya kuantitatif, seperti indikator biaya dan tingkat utilisasi, penentuan indikator kinerja juga harus mencakup indakator yang bersifat kualitatif, seperti indikator kualitas pelayanan dan standar pelayanan. d. Cakupan Pelayanan Indikator cakupan pelayanan diperlukan untuk mengetahui tingkat penyediaan pelayanan yang diberikan dengan permintaan pelayanan yang dibutuhkan.
Organisasi
pelayanan
dihadapkan
pada
masalah
cakupan pelayanan yang bisa disediakan dibandingkan dengan total permintaan. Oleh karena
itu, pembuatan
tersebut penting untuk perencanaan
indikator cakupan pelayanan
mengenai
peningkatan
kapasitas
pelayanan, alternatif pelayanan atau substitusi pelayanan. e. Kepuasan Pelangggan Kepuasan
pelanggan
merupakan
salah
satu
bentuk
hasil
suatu
pelayanan. Kepuasan pelanggan dapat dikategorikan sebagai tujuan tingkat tinggi dalam suatu sistem pengukuran kinerja. Oleh karena itu, pembuatan indikator kinerja harus memasukkan indikator ke puasan pelanggan. Untuk kemudahan, indikator kepuasan pelanggan biasanya diproksikan dengan banyaknya aduan atau komplain. Namun harus dipahami bahwa tingkat aduan hanyalah salah satu proksi untuk 30
menunjukkan kepuasan pelanggan kepuasan, bukan satu-satunya alat. Kepuasan pelanggan sangat bersifat kualitatif, oleh karena itu untuk mengetahui seberapa besar kepuasan pelanggan perlu dilakukan survei pelanggan. 3. Pengukuran Kinerja Pengertian pengukuran kinerja menurut Moeheriono (2010:61) suatu proses penilaian tentang kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran dalam mengelola sumber daya manusia untuk menghasilkan barang dan jasa, termasuk informasi atas efisiensi serta efektivitas tindakan tindakan dalam mencapai tujuan organisasi. Pengertian penilaian kinerja menurut Mulyadi (2007:419) “penilaian kinerja
sebagai
penentu
secara
periodik
efektivitas
operasional
suatu
organisasi, bagian organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya”. Nawawi (2006:395), pengertian penilaian kinerja secara sederhana berarti proses organisasi melakukan penilaian terhadap pegawai/karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Wittakere (dalam Bastian, 2006:330), menyatakan bahwa pengukuran atau penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas, dengan demikian pengukuran atau penilaian kinerja organisasi merupakan dasar reasonable untuk pengambilan 31
keputusan. Pengukuran kinerja dilakukan untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan tujuan yang telah ditetapkan. Dengan pengukuran kinerja, manajemen dapat melakukan komunikasi dalam rangka peningkatan kinerja organisasi. Komunikasi yang dimaksud bukan hanya komunikasi antara top management dengan pihak- pihak di bawahnya akan tetapi juga komunikasi horizontal antara organisasi dengan stakeholdersnya, terutama konsumen.Sistem pengukuran kinerja membantu manajer dalam memonitor implementasi strategi bisnis dengan cara membandingkan antar hasil aktual dengan
sasaran
dan
sistematis
dalam
penerapan
sasaran,
tujuan
dan
pelaporan periodik yang mengindikasikan realisasi pencapaiannya. 4. Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja Tujuan dari sistem pengukuran kinerja adalah untuk membantu dalam menetapkan strategi. Dalam penerapan sistem pengukuran kinerja terdapat empat konsep dasar : a. Menentukan strategi Dalam hal ini paling penting adalah tujuan dan target organisasi dinyatakan secara ekspilit dan jelas. Strategi harus dibuat pertama kali untuk keseluruhan organisasi dan kemudian dikembangkan ke level fungsional dibawahnya. b. Menentukan pengukuran strategi
32
Pengukuran strategi diperlukan untuk mengartikulasikan strategi ke seluruh anggota organisasi. Organisasi tersebut harus focus pada beberapa pengukuran kritikal
saja.
Sehingga
manajemen
tidak
terlalu
banyak melakukan
pengukuran indikator kinerja yang tidak perlu. c. Mengintegrasikan pengukuran ke dalam sistem manajemen Pengukuran harus merupakan bagian organisasi baik secara formal maupun
informal,
juga
merupakan bagian dari budaya perusahaan dan sumber daya manusia perusahaan. d. Mengevaluasi pengukuran hasil secara berkesinambungan Manajemen
harus
selalu
mengevaluasi
pengukuran
kinerja organisasi
apakah masih valid untuk ditetapkan dari waktu ke waktu. 5. Manfaat Pengukuran Kinerja Adapun manfaat pengukuran kinerja adalah sebagai berikut: a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan
lebih
dekat
pada
pelanggannya
dan
membuat
seluruh
anggota/karyawan organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan. b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari matarantai pelanggan dan pemasok internal c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste). 33
d. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi. e.
Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi reward atas perilaku yang diharapkan tersebut.
2.1.3 Sistem Pelayanan Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyedikan kepuasan pelanggan. Pelayanan berasal dari orang-orang bukan dari perusahaan. Tanpa memberi nilai pada diri sendiri, tidk akan mempunyai arti apaapa. Demikian halnya pada organisasi atau perusahaan yang secara esensial merupakan kumpulan orang-orang. Oleh karena itu, harga diri yang tinggi adalah unsur yang paling mendasar bagi keberhasilan organisasi yang menyediakan jasa pelayanan yang berkualitas. Adapun
indikator-indikator
sistem
pelayanan
yang
menentukan
kualitas layanan adalah : 1. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan berkaitan dengan lokasi tempat pelayanan. 2. Kejelasan informasi tentang pelayanan yang diberikan. 3. Perlindungan terhadap dampak hasil pelayanan.
34
4. Keterkaitan antara struktur organisasi, kemampuan karyawan dan sistem pelayanan dengan kualitas pelayanan. 2.1.4 Efektivitas Sistem Pelayanan Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan kata lain suatu organisasi dikatakan efektif bila tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya tercapai. Apakah tujuan dan didirikannya organisasi tersebut tercapai? Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi, serta fungsi agen pembangunan. Hal
ini
sesuai
dengan
pendapat
para
ahli.
Menurut
Bastian
(2006:78) adalah ”efektivitas menunjukkan kesuksesan atau kegagalan pencapaian tujuan. Ukuran efektivitas merupakan refleksi output” Jadi, efektivitas merupakan pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektifitas bisa juga sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Sebagai contoh jika sebuah tugas dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara tersebut adalah benar atau efektif. 1. Kriteria Efektivitas 35
Kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas kerja dari organisasi yang memberikan pelayanan (Siagian 1996:60) yaitu : a. Waktu Faktor waktu disini maksudnya adalah ketepatan waktu dan kecepatan waktu dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan. Hanya saja penggunaan ukuran tentang tepat tidaknya atau cepat tidaknya pelayanan yang diberikan berbeda dari satu orang ke orang lain. Terlepas dari penelitian subyektif yang sedemikian, yang jelas ialah faktor waktu dapat dijadikan sebagai salah satu ukuran efektivitas kerja. b. Perilaku Perilaku pemberian pelayanan merupakan salah satu ukuran lain yang dapat dan biasanya digunakan dalam mengukur efektivitas kerja. Yang dimaksud dengan perilaku disini adalah cara dan kebiasaan pemberi pelayanan dalam memberikan jasa kepada pelanggan. 2.1.5 Hubungan Penilaian Kinerja dengan Efektivitas Sistem Pelayanan Terjadinya penurunan kualitas pelayanan antara lain disebabkan oleh kurangnya monitoring pada perusahaan serta tidak adanya pengukuran kinerja secara periodik oleh pemerintah pusat. Kualitas pelayanan merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan
lingkungan
dimana penilaian
kualitasnya
terjadinya pemberian pelayanan tersebut. 36
ditentukan
pada
saat
Pada prinsipnya pengertian tersebut diatas dapat diterima. Yang menjadi pertanyaan adalah ciri-ciri atau atribut-atribut apakah yang ikut menentukan kualitas pelayanan tersebut.
Ciri-ciri atau atribut-atribut
tersebut menurut Tjiptono (1996:58) antara lain adalah: (1) Ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi waktu tunggu dan waktu proses; (2) Akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan; (3) Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan; (4) Kemudahan mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya petugas yang melayani dan banyaknya fasilitas pendukung seperti komputer; (5) Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi dan lain lain; (6) Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti ruang tunggu ber-AC, kebersihan dan lain-lain. Untuk dapat menilai sejauh mana kualitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan, maka perlu ada kriteria yang menunjukkan apakah suatu pelayanan yang diberikan dapat dikatakan baik atau buruk, berkualitas atau tidak, dengan menggunakan penilaian kinerja value for money. Maka dapat disimpulkan bahwa manfaat implementasi konsep value for money adalah : 1. Meningkatan efektivitas pelayanan, dalam arti pelayanan yang diberikan tepat sasaran. 2. Meningkatkan mutu pelayanan.
37
3. Menurunkan
biaya
pelayanan
karena
hilangnya
inefisiensi
dan
sebagai
akar
terjadinya penghematan dalam penggunan input. 4. Alokasi biaya yang lebih berorientasi pada kepentingan. 5. Meningkatkan
kesadaran
akan
dana
yang
dikelola
pelaksanaan akuntanbilitas. 2.1.6 Administrative Cooper’s (1990 dalam Alexander 1997), menyatakan mengenai salah satu versi dari etika demokrasi, bahwa administrator mengkombinasikan kehahlian tehnik dengan nilai-nilai new public administration seperti keadilan sosial, pastisipasi masyarakat, dan kepentingan publik untuk mencapai prilaku bertanggungjawab. Administrative yang berfungsi sebagai peneggakan etika digunakan sebagai rujukan bagian birokrat khususnya para pemimpin dalam bersikap, bertindak,
berprilaku,
dalam
merumuskan
kebijakan
dalam
rangka
melaksanakan tugas pokok, fungsi, kewenangan dan tanggungjawabnya, sekaligus dapat digunakan setandart untuk menilai, apakah sikap, tindakan, prilaku dan kebijakanya itu dinilai baik atau baruk oleh publik (Pasolong, 2010:202) Dalam pelayanan publik administrative diwujudkan dalam bentuk perilaku pekerja pegawai. Menurut widodo (2011) implementasi adminitrasi dalam pelayanan publik mencakup rasa tanggu jawab dan kompetensi aparat birokrat yang 38
merupakan kemampuan aparatur pemerintah (pengetahuan, keterampilan, kecakapan) responsivitas dan kejujuran dalam pelasanaan apayang terjadi tugas pokok dan fungsinya. Widodo (2011) menyatakan bahwa adminstrator negara harus bertindak berdasarkan tanggung jawab moral yang mereka sadari terhadap publiknya. Misalnya,
adminitrator
negara
(birokrat)
perlu
bersikap
adil,
tidak
membedakan client, peka terhadap ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat, atau memegang teguh kode etik sebagai pelayanan publik. Yang termasuk dalam unsur tanggungjawab terdiri atas sub – sub unsur sebagai berikut : Menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat pada waktunya Tidak melemparkan kesalahan kepada orang lain Dalam segala keadaan berada ditempat tugas Mengutamakan kepentingan dinas daripada kepentingan dirisendiri, orang lain atau golongan Berani dan ikhlas memikul resiko (Kumorotomo, 2011:406) 2.1.7 Peraturan Daerah NO.5 Tahun 2011 1. Dijelaskan pada Perda No.5 tentang Kewenangan Penyelenggaraan dan Instansi Pelaksana Bagian Kesatu Pasal 4 Pemerintah
Daerah
berkewajiban
dan
bertanggung
jawab
menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan yang meliputi: 39
a. Koordinasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan; b. Pengaturan teknis penyelenggaraan Administrasi Kependudukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; c. Pembinaan
dan
sosialisasi
penyelenggaraan
Administrasi
Kependudukan; d. Pelaksanaan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang Administrasi Kependudukan: e. Pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan; dan f. Koordinasi
pengawasan
atas
penyelenggaraan
Administrasi
Kependudukan. 2. Dijelaskan pada Perda No.5 tentang Instansi Pelaksana Bagian Kedua Pasal 5 Instansi Pelaksana melaksanakan urusan Administrasi Kependudukan Dengan kewajiban yang meliputi: a. Mendaftar Peristiwa Kependudukan dan mencatat Peristiwa Penting b. Memberikan pelayanan yang sama dan profesional kepada setiap penduduk s c. Menerbitkan dokumen kependudukan d. Mendokumentasikan hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil e. Menjamin kerahasiaan dan keamanan data atas peristiwa kependudukan dan peristiwa penting; dan 40
f. Melakukan verifikasi dan validasi data dan informasi yang disampaikan oleh penduduk dalam pelayanan pendaftaran zpenduduk dan pencatatan sipil. 3. Dijelaskan pada Perda No.5 tentang Pendaftaran Peristiwa Penduduk Pasal 11 1. Setiap penduduk wajib melaporkan biodata perorangan sebagai data awal pendaftaran penduduk. 2. Setiap terjadi perubahan biodata penduduk wajib dilaporkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal perubahan biodata tersebut. 3. Setiap keluarga yang bertempat tinggal tetap di daerah wajib memiliki KK yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana. 4. Dalam KK dicatat data kepala keluarga dan data semua anggota keluarga dan biodata keluarga. 5. Penerbitan KK dilakukan berdasarkan permohonan penduduk WNI atau penduduk orang asing tinggal tetap. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dilakukan setelah memenuhi syarat berupa: a. KK lama b. Surat Keterangan Kematian
41
c. Surat Keterangan Pindah/Surat Keterangan Pindah Datangbagi penduduk
yang pindah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. 4. Dijelaskan
pada
Perda No.5 tentang Tentang pendataan Penduduk
Rentan Administrasi Kependudukan pada pasal 34 1.
Instansi
Pelaksana
wajib
melakukan
pendataan
Penduduk
Renta
Administrasi Kependudukan yang meliputi: a. penduduk korban bencana alam b. penduduk korban bencana sosial; dan c. orang terlantar. 2. Pendataan Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dapat dilakukan di tempat sementara. 3. Hasil pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar penerbitan Surat Keterangan Kependudukan untuk Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan. 5. Dijelaskan pada Perda No.5 tentang Pengelolaan Dokumen Pendaftaran Penduduk Pasal 37 1. Pengelolaan dokumen pendaftaran penduduk dilaksanakan oleh Instansi Pelaksana. 42
2. Untuk pengelolaan dokumen pendaftaran penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), InstansiPelaksana dapat berkoordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait 6 Dijelaskan pada Perda No.5 tentang Pencatatan Kelahiran Pasal 38 1. Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran. 2.
Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.
7. Dijelaskan pada Perda No.5 tentang Pencatatan Kematian Pasal 53 a. Setiap kematian wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang mewakili kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian. b. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kematian dan menerbitkan Kutipan Akta Kematian. Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memenuhi syarat berupa : a. Surat pengantar dari Ketua RT dan Ketua RW untuk mendapatkan Surat Keterangan dari Lurah; dan/atau 43
b. keterangan kematian dari dokter/paramedis. UU NO.23 Tahun 2006 Pasal 27 1. Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di
tempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60
(enam puluh) hari sejak kelahiran. 2. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran. Dirubah menjadi UU No. 24 Tahun 2013 pasal 27 1. Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana setempat paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran. 2. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran. Untuk pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu juga mengalami perubahan UU NO.23 Tahun 2006 Pasal 32 1. Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun
sejak
tanggal
kelahiran,
pencatatan dilaksanakan setelah
mendapatkan persetujuan KepalaInstansi Pelaksana setempat. 44
2. Pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri. 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden. UU NO.24 Tahun 2013 Pasal 32 1. Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal kelahiran, pencatatan dan penerbitan Akta Kelahiran dilaksanakan setelah mendapatkan keputusan Kepala Instansi Pelaksana setempat. 2. Dihapus. 3.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata
cara
pencatatan
kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden. Adanya perubahan dari UU NO.23 Tahun 2006 menjadi UU No. 24 Tahun 2013 untuk akta Kematian antara lain : UU NO.23 Tahun 2006 pasal 44 1. Setiap kematian wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang mewakili kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian.
45
2. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kematian dan menerbitkan Kutipan AktaKematian. 3. Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan keterangan kematian dan pihak yang berwenang. 4. Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang atau mati tetapi tidak ditemukan jenazahnya, pencatatan oleh Pejabat Pencatatan Sipil baru dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan. 5. Dalam hal terjadi kematian seseorang yang tidakjelas identitasnya, Instansi Pelaksana melakukan pencatatan kematian berdasarkan keterangan dari kepolisian. UU No. 24 Tahun 2013 Pasal 44 1.
Setiap kematian wajib dilaporkan oleh ketua rukun tetangga atau nama lainnya di domisili Penduduk kepada Instansi Pelaksana setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian.
2. Berdasarkan
laporan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat
(1)
Pejabat
Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kematian dan menerbitkan Kutipan Akta Kematian. 3. Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan keterangan kematian dari pihak yang berwenang. 4. Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang atau mati
tetapi
tidak ditemukan
jenazahnya,
pencatatan
oleh
Pejabat
Pencatatan Sipil baru dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan. 46
5. Dalam hal terjadi kematian seseorang yang tidak jelas identitasnya, Instansi Pelaksana melakukan pencatatan kematian berdasarkan keterangan dari kepolisian. Artinya, pada UU 23.Tahun 2006 pelaporan untuk mendapatkan Akta kelahiran maupun Akta kematian Di dasari pada peristiwa penting, sudah di jelaskan di atas Akta bisa keluar apabila di dukung oleh surat keterangan kelahiran maupun kematian dari tempat kejadian atau berdasarkan peristiwa, sedangkan untuk UU 24 tahun 2013 akta tidak berdasarkan peristiwa melainkan berdasarkan domisili Orangtuanya. Manfaat dari di sahnya UU yang disahkan pada tanggal 24 Desember 2013 dan untuk DISPENDUK CAPIL Kota Surabaya memberlakukan per tanggal 8 Januari 2014 adalah mempermudahkan Warga untuk tertib Administrasi Akta Kelahiran maupun Akta Kematian sebelum jatuh tempo yang ditetapkan berdasarkan Domisili asal.
47
2.2 Rerangka Pemikiran Permasalahan tentang data kependudukan Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
Implementasi Perda No.5 Tahun 2011 Administrasi Kependudukan Evektivitas administrasi Akte kelahiran dan administrasi Akte kematian
Gambar 2.2
Rerangka Pemikiran
2.3 Proposisi Penelitian Tabel 1 Proposisi penelitian Rumusan Masalah
Proposisi
Bagaimana
Efektivitas Mengukur
Kinerja
Pemerintah pelaksanaan
Pertanyaan Protokol
Efektivitas Apakah
tertib pelaksanaan tertib Administrasi
Tentang Perda No.5 Tahun Administrasi
di
Dinas Akte
2011 dalam Pelaksankan Kependudukan Tertib Administrasi
di Pencatatan
Efektivitas
Sipil
kelahiran
dan Kematian sebagai Kependudukkan
di
dan
Akte Dinas dan
Dinas Kependudukan dan wujud tertib administrasi Pencatatan Sipil semakin baik Pencatatan Surabaya
Sipil
Kota Berdasar pada Perda No.5 yang berdasar pada Perda No.5 Tahun 2011
Tahun 2011?
48