BAB II TINJAUAN TEORETIS
2.1. Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pajak 1. Definisi pajak Definisi pajak menurut pasal 1 UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undangundang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan pengertian pajak menurut Soemitro, (dalam Mardiasmo (2013:1) bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat
dipaksakan) dengan
tiada mendapat
jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari definisi tersebut,dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur: a. Iuran dari rakyat kepada kas negara Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). b. Berdasarkan undang-undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
7
8
c. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara,yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 2. Jenis-jenis Pajak Dalam hukum pajak terdapat pembagian jenis-jenis pajak yang digolongkan dalam berbagai jenis kelompok sebagai mana di kemukakan oleh Mardiasmo (2013:5-6) , sebagai berikut: a. Menurut golongannya Menurut golongan, pajak dikelompokan menjadi dua yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung b. Menurut sifatnya Menurut sifatnya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pajak subjektif dan pajak objektif. c. Menurut Lembaga Pemungutnya Menurut lembaga pemungutanya, pajak dapat dikelompokan menjadi dua yaitu pajak pusat dan pajak daerah. 3. Tarif pajak Tarif yang dikenal dan diterapkan selama ini dibebankan menjadi 4 (empat) yaitu: a. Tarif sebanding / proporsional, yaitu tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
9
b. Tarif tetap, yaitu tarif yang berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. c. Tarif progresif, yaitu persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. d. Tarif degresif, yaitu persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. 4. Syarat Pungutan pajak Syarat pungutan pajak adalah sebagai berikut: a. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan) b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis) c. Tidak menggangu perekonomian (Syarat Ekonomis) d. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil) e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana. 5. Tata Cara pemungutan pajak Tata cara pemungutan pajak tersebut akan dijelaskan seperti di bawah ini. Pemungutan pajak dapat di lakaukan berdasarkan 3 (tiga) stelsel, yaitu: a. Stelsel Nyata (riel stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang
10
dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir priode (setelah penghasilan rill diketahui). b. Stelsel Anggapan (fictieve stelsel) Pengenaan pajak di dasarkan kepada suatu anggapan yang diatur oleh undangundang. Misalnya penghasilan satu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya. c. Stelsel Campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali. 6. Asas pemungutan pajak Asas pemungutan pajak antara lain sebagai berikut ini: a. Asas Domisili (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
11
b. Asas Sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. c. Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara. 7. Sistem pemungutan pajak Mardiasmo (2013:7-8) menyatakan bahwa tiga macam sistem pemungutan pajak yaitu sebagai berikut: a. Official Assessment system Adalah suatu system pungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. b. Self Assessment System Adalah suatu system pungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. c. With Holding System Adalah suatu sistem pungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. 2.1.2 Sumber-Sumber Penerimaan Daerah Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Tiap-tiap daerah di Indonesia mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
12
Adapun yang menjadi sumber-sumber penerimaan daerah adalah sebagai berikut : 1. Pendapatan Asli Daerah, yaitu penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Dana Perimbangan, yaitu sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana alokasi Khusus. 3. Pinjaman Daerah, yaitu pelengkap dari sumber-sumber penerimaan daerah yang ada dan ditujukan untuk membiayai pengadaan prasarana daerah atau harta tetap lain yang berkaitan dengan kegiatan yang bersifat meningkatkan penerimaan yang dapat digunakan untuk mengembalikan pinjaman, serta memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat. 4. Jenis penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, antara lain, bagian laba, dividen, dan penjualan saham milik daerah. 5. Lain-lain penerimaan yang sah, antara lain, hibah, Dana Darurat, dan penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
13
2.1.3 Pendapatan Asli daerah Definisi pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan asli daerah. Adapun Sumber-Sumber pendapatan asli daerah menurut UU No.12 tahun 2008 yaitu: 1. Hasil pajak daerah Pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik. Pajak daerah sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang hasilnya digunakan untu pengeluaran umum yang balas jasanya tidak langsung diberikan sedang pelaksanannya bisa dapat dipaksakan. 2. Hasil retribusi daerah Pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah bersangkutan. Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat yaitu pelaksanaannya bersifat ekonomis,ada imbalan
langsung
walau
harus
memenuhi
persyaratan-
persyaratan formil dan materiil, tetapi ada alternatif untuk mau tidak membayar, merupakan
pungutan
yang
sifatnya
budgetetairnya
tidak
menonjol, dalam hal-hal tertentu retribusi daerah adalah pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat. 3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
14
Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan,sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan dareah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan kemamfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah. 4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah ialah pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan dinasdinas. Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat yang pembuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam kegitan tersebut bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan suatu kebijakan daerah disuatu bidang tertentu. 2.1.4 Pajak Daerah 1. Pengertian pajak daerah menurut para ahli adalah: a. Adisasmita (2011) yaitu kewajiban penduduk masyarakat menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada daerah disebabkan suatu keadaan, kejadian atau perbuatan yang memeberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai suatu sanksi atau hukum. b. Siahaan (2009:10) menyatakan bahwa pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan Peraturan Daerah (Perda), yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan
15
hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah. c. Prakoso (2005), dalam bukunya Pajak dan Retribusi Daerah, menyatakan bahwa Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana
hasilnya
digunakan
untuk
membiayai
penyelenggeraan
pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. 2. Jenis dan tarif pajak daerah Jenis pajak daerah kabupaten/kota yang diatur menurut Peraturan daerah Kota Surabaya Nomor 4 tahun 2011 adalah : a. Pajak Hotel Pajak hotel adalah pajak atas semua pelayanan hotel. Sedangkan obyek pajak hotel adalah
pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan
pembayaran termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olah raga dan hiburan. Tarif pajak hotel adalah sebesar 10% dan rumah kos sebesar 5%. b. Pajak Restoran Pajak Restoran adalah pajak atas semua pelayanan restoran. sedangkan Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan di Restoran. Tarif pajak restoran adalah sebesar 10% c. Pajak Hiburan
16
Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Objek pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Tarif pajak hiburan yaitu: 1) tontonan film sebesar 10% 2) pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana sebesar 20% 3) kontes kecantikan sebesar 35% 4) kontes binaraga dan sejenisnya sebesar 10% 5) pameran sebesar 10% 6) diskotik, karaoke, klab malam dan sejenisnya sebesar 50% 7) sirkus, akrobat dan sulap sebesar 10% 8) permainan bilyar, golf dan boling sebesar 35% 9) pacuan kuda dan kendaraan bermotor sebesar 20% 10) permainan ketangkasan sebesar 10%. 11) panti pijat, refleksi dan mandi uap/spa sebesar 50%; 12) pusat kebugaran (fitnes center) sebesar 10% dan 13) pertandingan olah raga sebesar 15%. d. Pajak Reklame Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame. Tarif pajak reklame sebesar 25%. e. Pajak Penerangan Jalan Pajak penerangan jalan adalah pajak atas setiap penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber
17
lain. Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain. Tarif pajak ditetapkan sebagai berikut: 1) Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari sumber lain : a) Golongan industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam sebesar 3 % (tiga persen); b) Selain golongan industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam yakni untuk golongan rumah tangga sebesar 8 % dan golongan selain rumah tangga sebesar 5 %. 2) Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri sebesar 1,5% (satu koma lima persen). f. Pajak Parkir Pajak parkir adalah pajak atas setiap penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Objek pajak parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Tarif pajak parkir yaitu: 1) Penyelenggara tempat parkir yang memungut sewa parkir kepada penerima jasa parkir dengan menggunakan tarif sewa parkir tetap dan
18
parkir khusus dikenakan pajak parkir sebesar 20% (dua puluh persen) dari pembayaran; 2) Penyelenggara tempat parkir yang memungut sewa parkir kepada penerima jasa parkir dengan menggunakan tarif sewa Parkir progresif dikenakan pajak parkir sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pembayaran; 3) Penyelenggara tempat parkir yang memungut sewa parkir kepada penerima jasa parkir dengan menggunakan tarif sewa Parkir Vallet atau parkir yang memberikan pelayanan sejenis dikenakan pajak parkir sebesar 30% (tiga puluh persen) dari pembayaran; 4) Penyelenggara tempat parkir yang tidak memungut sewa parkir
dikenakan pajak parkir sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah pembayaran yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat Parkir. g.
Pajak Air Tanah Pajak Air Tanah adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Tarif pajak Air tanah adalah sebesar 20%. Objek Pajak Air Tanah adalah kegiatan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. Dikecualikan dari objek pajak air tanah adalah : 1) Pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, serta peribadatan; dan
19
2) Pengambilan
dan/atau
pemanfaatan
air
tanah
oleh
Pemerintah/Pemerintah Provinsi/Pemerintah Daerah h. Pajak Sarang Burung Walet Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas setiap kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet. Tarif pajak burung walet adalah sebesar 10%. 3. Sarana Pelaporan Pajak daerah Formulir-formulir isian yang digunakan untuk melaporkan, menghitung, membayar dan menyetorkan pajak daerah yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah , meliputi: a. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah b. Surat Setoran Pajak Daerah c. Surat Ketetapan Pajak Daerah d. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar e. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan f. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar g. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil h. Surat Taggihan Pajak Daerah i. Surat Keputusan Pembetulan j.
Surat Keputusan Keberatan
20
4. Sistem pemungutan pajak daerah Pengertian pemungutan baik untuk pajak daerah maupun retribusi daerah adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib retribusi serta pengawasan penyeteronannya. Pemungutan pajak dan retribusi daerah ini tidak dapat diborongkan. (Prakoso, 2005). Tata cara pemungutan pajak daerah atau sistem pemungutan pajak daerah berdasarkan ketentuan dalam pasal 7 UU Pajak Daerah yang menegaskan mekanismenya sebagai berikut : a. Pajak yang terutang dipungut berdasarkan penetapan kepala daerah Dalam mekanisme ini, wajib pajak membayar pajak setelah ditetapkan oleh kepala daerah melalui surat ketetapan pajak daerah atau dokumen lainnya. b. Pajak yang terutang dibayar sendiri oleh wajib pajak Mekanisme pembayaran pajak yang dibayar sendiri ini disebut dengan self assessment system yakni wajib pajak mendaftarkan diri, menghitung,memperhitungkan, membayar/ menyetor dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang dengan surat pemberitahuan pajak daerah.
21
2.1.5 Produk Domestik Bruto Regional (PDRB) 1. Definisi Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) definisi Produk Domestik Regional Bruto adalah sebagai berikut: a. Ditinjau dari segi produksi, merupakan jumlah nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi di wilayah tertentu dalam kurun waktu tertentu (satu tahun). b. Ditinjau dari segi pendapatan, merupakan jumlah pendapatan atau balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk wilayah itu yang ikut serta dalam proses produksi dalam jangka waktu tertentu. c. Apabila ditinjau dari segi pengeluaran, merupakan pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap perubahan stok dan ekspor netto. 2. Fungsi PDRB yaitu : a. Indikator tingkat pertumbuhan ekonomi. b. Indikator tingkat pertumbuhan regional income per kapita. c. Indikator tingkat kemakmuran d. Indikator tingkat inflasi e. Indikator struktur perekonomian f. Indikator hubungan antar sektor. 3. Metode pendekatan Pengukuran besaran PDRB dapat dihitung dengan menggunakan empat metode yang dipakai yaitu :
22
a. Pendekatan dari segi produksi (production approach) Pendekatan dengan cara ini dilakukan untuk mendapat nilai tambah bruto (gross value added) atau disingkat menjadi NTB, dengan cara mengurangkan nilai output dengan biaya antara (intermediete consumption). Perhitungan dengan pendekatan produksi ini biasanya digunakan untuk sektor pertanian, industri, gas, air minum, pertambangan dan sebagainya. b. Pendekatan dari segi pendapatan (income approach) Pendekatan dengan cara ini dapat dilakukan dengan secara langsung menjumlahkan pendapatan, yaitu jumlah balas jasa faktor produksi berupa upah/gaji, bunga neto, sewa tanah dan keuntungan, sehingga diperoleh Produk Domestik Regional Neto atas dasar biaya faktor. c. Pendekatan dari segi pengeluaran (expenditure approach) Pendekatan dengan cara ini digunakan untuk menghitung nilai barang dan jasa yang digunakan oleh berbagai golongan masyarakat. Barang dan jasa yang diproduksi oleh unit-unit produksi akan digunakan untuk keperluan konsumsi, pembentukan modal (investasi) dan ekspor. Dalam perhitungan tersebut digunakan rumus sebagai berikut: PDRB = C + I + G + (X-M) Dimana : C = pengeluaran konsumsi rumah tangga. I = pembentukan Modal tetap G = pengeluaran Konsumsi pemerintah X = Nilai Ekspor.
23
M = nilai Impor. d. Metode alokasi (allocation approach) Kadang-kadang data yang tersedia tidak memungkinkan menggunakan ketiga metode di atas, sehingga terpaksa menggunakan metode alokasi ini. Metode alokasi ini merupakan metode tidak langsung, sedang yang lain merupakan metode langsung. Dengan menggunakan metode langsung akan dapat menghasilkan angka-angka yang bisa menggambarkan karakteristik yang lebih mendekati kenyataan dibandingkan angka-angka yang diperoleh secara tidak langsung. 4. Struktur Pembentuk PDRB PDRB disajikan dalam 3 bentuk yaitu : a. PDRB Menurut lapangan usaha. Penyajian dalam bentuk ini dapat memberikan gambaran tentang peranan masing-masing sektor dalam memberikan andilnya pada PDRB. Karena itu unit-unit produksi dikelompokkan kedalam sektor-sektor sebagai berikut: a) Pertanian. b) Pertambangan dan Penggalian. c) Industri dan Pengolahan. d) Listrik, Gas dan Air bersih. e) Konstruksi. f) Perdagangan, Hotel dan Restoran. g) Pengangkutan dan Komunikasi.
24
h) Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. i) Jasa-jasa. b. PDRB menurut faktor-faktor produksi. Penyajian dalam bentuk ini memberikan gambaran tentang peranan masing-masing faktor produksi dalam memberikan andil pada PDRB. Karena itu disajikan balas jasa yang diterima oleh masing-masing faktor pproduksi yaitu dalam bentuk upah/gaji, sewa tanah dan keuntungan. c. PDRB menurut jenis penggunaan. Komponen PDRB menurut jenis penggunaan yaitu: a) Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga b) Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit c) Pengeluaran Konsumsi Pemerintah. d) Pembentukan Modal Tetap Bruto e) Perubahan Inventori. f) Transaksi Eksternal. 5. Penyajian Atas Dasar Harga Konstan Salah satu kegunaan dari Produk Domestik Regional Bruto ialah untuk melihat perkembangan riil produk domestik dari tahun ke tahun. Karena adanya inflasi, maka daya beli uang akan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Berkaitan dengan itu apakah kenaikan PDRB benar-benar naik atau tidak, maka faktor inflasi ini terlebih dahulu harus dieliminir. Setelah PDRB yang riil yang besarnya hanya di pengaruhi oleh jumlah produksinya saja.
25
Untuk merubah angka atas dasar harga berlaku menjadi angka konstan, ada 3 metode dasar yang digunakan yaitu : a. Revaluasi, diperoleh dengan menilai produksi pada tahun yang bersangkutan dengan memakai harga pada tahun dasar. b. Ekstrapolasi, diperoleh dengan mengekstrapolasi nilai tambah tahun dasar dengan menggunakan indeks kuantum dari barang-barang yang bersangkutan yang diproduksi. c. Deflasi, diperoleh dengan mendeflate nilai tambah atas dasar harga yang berlaku dengan indeks harga dari barang-barang yang bersangkutan. 2.1.6 Inflasi Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%-30% setahun; berat antara 30%-100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun. Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung pada tinggi atau rendahnya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu
26
meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu. 2.2. Penelitian Sebelumnya Dalam menyusun penelitian ini, terdapat gagasan atau penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah yang dapat dijadikan sebagai acuan. Penelitian tersebut antara lain: Prawironegoro (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Determinan Penerimaan Pajak Daerah Kota Surabaya”. Hasil penelitian menyebutkan bahwa jumlah wajib pajak dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak daerah. Sedangkan tingkat inflasi mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap penerimaan pajak daerah. Data yang digunakan data sekunder dari tahun 2000-2010. Hariyuda (2009) melakukan penelitian yang berjudul “analisis pengaruh pertumbuhan penduduk, pertumbuhan usaha, pertumbuhan pdrb dan tingkat inflasi terhadap penerimaan pajak daerah (studi kasus di kota kediri). Hasil penelitian menyebutkan bahwa pertumbuhan penduduk, pertumbuhan usaha, pertumbuhan PDRB dan tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap
27
penerimaan pajak daerah. Data yang digunakan adalah data sekunder dari tahun 2001 sampai dengan 2007. 2.3. Rerangka Pemikiran Berdasarkan landasan teori yang telah diperoleh dari berbagai sumber, maka rerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah : Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah.
penerimaan pajak daerah.
1. Jumlah Penduduk. 2. Laju inflasi. 3. PDRB
Salah satu sumber penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) adalah pajak daerah. Penerimaan pajak daerah sangat dipengaruhi oleh target yang ditentukan.
Ketika
Pemerintah
Kota
Surabaya
menginginkan
untuk
meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerah yang berasal dari pajak daerah maka harus ada beberapa peningkatan variabel-variabel yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah di Kota Surabaya diantaranya Jumlah penduduk, laju inflasi dan pertumbuhan PDRB. Penduduk yang merupakan subyek pajak mempunyai pengaruh terhadap penerimaan pajak daerah. Artinya, ketika jumlah penduduk naik, maka penerimaan pajak daerah akan juga meningkat. Begitu juga dengan laju Inflasi dan PDRB. Laju Inflasi merupakan rata-rata kenaikan barang dan jasa secara terus menerus dalam persen. Kenaikan Inflasi juga menyebabkan kenaikan tarif pajak yang berarti meningkatnya penerimaan pajak daerah.
28
PDRB atau Produk Domestik Regional Bruto merupakan bentuk penyajian data yang menggambarkan struktur perekonomian pada tahun yang bersangkutan. Dengan meningkatnya PDRB berarti akan ada peningkatan pajak daerah yang disebabkan ada beberapa sektor-sektor yang berhubungan langsung dengan penerimaan pajak daerah. 2.4. Hipotesis Untuk dapat mengarahkan hasil penelitian, disampaikan suatu hipotesis penelitian yakni kesimpulan sementara dari penelitian. Berikut rincian hipotesis pada penelitian ini yang akan dirinci dalam sebagai berikut : 1.4.1 Pengaruh jumlah penduduk terhadap penerimaan pajak daerah. Jumlah penduduk merupakan pasar yang potensial bagi hasil produksi dan jasa. Rahdina (2008), menguji jumlah penduduk terhadap penerimaan pajak daerah. Berdasarkan tujuan penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa jumlah penduduk tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak daerah. Berdasarkan penelitian tersebut dapat ditarik hipotesis yaitu: H1 : Jumlah penduduk berpengaruh negatif terhadap penerimaan pajak daerah.
1.4.2 Pengaruh laju inflasi terhadap penerimaan pajak daerah. Dalam penelitian prawironegoro (2011) mengatakan bahwa laju inflasi tidak berpengaruh secara signifikan jika dihitung menggunakan
29
t-hitung terhadap penerimaan pajak daerah. Sehingga hipotesis untuk menguji pengaruh laju inflasi terhadap penerimaan pajak daerah yaitu: H2 : Laju inflasi berpengaruh negatif terhadap penerimaan pajak daerah. 1.4.3 Pengaruh PDRB terhadap penerimaan pajak daerah. Dengan meningkatnya PDRB akan semakin tinggi pula ekonomi daerah tersebut dan bisa membayar pajak dengan tertib juga memungkinkan daerah untuk menarik pajak yang lebih tinggi dari sebelumnya. Hariyuda (2009) menyimpulkan bahwa PDRB berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah. Sehingga dapat ditarik hipotesis sebagai berikut : H3 : PDRB berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak daerah.