BAB II TINJAUAN TEORETIS A. Pengertian Al-Qur’an Pendidikan al-Qur’an adalah ilmu yang mempelajari dan mengajarkan al-Qur’an berdasarkan teori, metode dan tatacara yang baik yang dapat dipahami oleh siswa, untuk kemudian dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai pengajaran . Bagi umat Islam, wajib untuk dipelajari dalam rangka mengenal, mengetahui, memahami dan mengamalkan nilai-nilai . Oleh karena itu, dapat berfungsi sebagai petunjuk bagi seluruh alam semesta, terutama bagi manusia karena sebagai Hudan li an-nas (petunjuk bagi manusia). adalah kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah swt. ke atas dunia ini, untuk membahagiakan umat manusia. Petunjuk-petunjuk yang dibawanya, dapat menyinari seluruh isi alam ini, baik bagi alam manusia, alam hewan, maupun alam tumbuhan. Keistimewaan yang dimiliki oleh tidak dapat diukur dengan perhitungan manusia, termasuk di dalamnya adanya itu memuat intisari kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya, seperti kitab Zabur, Taurat, dan Injil. Keistimewaan lain yang dimiliki adalah terpeliharanya dari perubahan sepanjang zaman. Namun demikian, sebelum terlebih dahulu memaparkan tentang keistimewaan
sebagai sebuah kitab suci dan kitab petunjuk terhadap
seluruh isi alam ini, maka akan lebih jelas lagi jika diketahui apakah itu sendiri, baik dari segi terminologi maupun etimologi. Secara terminologi, perkataan “itu terambil dari nama pekerjaan,
" "أرقartinya ia telah membaca, perkataan ini mengartikan “bacaan”. Ada pula yang mengemukakan bahwa " "نآرقلاadalah kata masdar (akar yakni
( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net20
kata) dari fi’il madi (kata kerja menunjukkan masa lampau)
" "أرقyang
artinya membaca, أرق-ًةَءاَرِق-ًناْرُقَو. Perkataan " "أرقyang kemudian menjadi " "نارقلاterambil dari kata " "هَناْرُقَوyang terdapat pada QS. al-Qiyamah/75/: 17-18:
ُهَناَرُقَو ُهَعْمَج اَنْيَلَع َّنِإ، ْعِبَّتاَف ُهاَنْأَرَق اَذِإَف ُهَناْرُق Terjemahnya: Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya, Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kata " "نارقdalam ayat di atas dapat diartikan dengan bacaan, kata " "نارقadalah kata masdar dalam format kata ""ٌنَالْعُف. Selanjutnya pengertian kata " "ردصمini dijadikan nama bagi kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui perantaraan Malaikat Jibril. Ada pula yang berpendapat, bahwa kata dalam format kata
" "نارقadalah kata sifat
" "ٌنَالْعُفyang merupakan kata musytaq (pecahan
kata) dengan makna kumpulan atau himpunan, seperti dalam kalimat:
ِضْوَحلْا ىِف َءاَملا ُتْأَرَق Artinya : ‘Aku mengumpulkan air dalam kolam. A. Suad MZ. dan Muhammad Sidiq, mengutip pendapat Al Lihyani (w. 215 H) seorang ahli bahasa berpendapat bahwa kata ""نارقلا itu adalah masdar atau kata kerja yang dibendakan dan diambil dari kata ""أرق, berarti membaca. Hanya saja lafa§ ini menurut beliau adalah "ردصم
"لوعفملا مسا ىنعملابsehingga " "نارقberarti " "أرقمyang dibaca. As-Syuyu¯i dalam bukunya “Al-Itqan, Fii ‘Ulum al-Qur’an, Juz I, mengemukakan bahwa kata " "نارقbukan kata “musytaq” tetapi merupakan kata jamid (kata baku khusus bukan pecahan dari kata lain) bagi kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Dengan demikian, dinamakan " "ٌناْرُقyang berarti bacaan yang dibaca atau senantasa oleh segenap manusia terutama para pemeluk agama Islam yang diberi pahala bagi orang yang membacanya, kemudian dijadikan sebagai salah satu nama dari kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., karena merupakan kumpulan surat-surat dan ayat-ayat atau karena terhimpun di dalamnya intisari dari pada kandungan kitab-kitab sebelumnya. Sedangkan secara etimologi dapat dikemukakan beberapa pandangan ahli, antara lain sebagai berikut: Moenawir Kholil, yang mengemukakan bahwa adalah nama bagi suatu kitab yang berisi firman Allah ¡wt. yang diturunkan atas Nabi serta Rasul-Nya yang terkemudian, yaitu Nabi Muhammad Saw. Sedangkan Ahsin W. Al-Hafidz menyebutkan bahwa adalah : Kalam Allah yang bernilai mukjizat, yang diturunkan kepada penutup para nabi dan rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril, diriwayatkan kepada kita dengan mutawatir, membaca terhitung sebagai ibadah dan tidak akan ditolak kebenarannya. Ada pula yang mendefinisikan itu sebagai berikut:
ِءاَيبْنَالْا ِمَتاَخىلَع ُلَّزَنُملْاُزِجْعُملْا ِهللا ُمَالَكَوُه ُمَالَّسلا ِهْيَلَع َلْيِرْبِج ِنْيِمَالِا ِةَطِساَوِب َنْيَسِرُملْاَو ُلْوُقْنَملْا ِفِحاَصَملِا ىف ِفِحاصملا ىف ُبْوُتْكَملْا ِرُتاَوَّتلاب َانْيَلِا، ُءوُدُبملْا ِهِتَوَالِتِب ُدَّبَعَتُملَا
سانلا ةروسب متخملا ةحتاَفلا ِةَرْوُسِب. Artinya: adalah firman Allah yang tiada tandingannya (Mukjizat) diturunkan kepada Nabi Muhammad penutup para Nabi dan Rasul dengan perantaraan Malaikat Jibril ditulis dalam mus¥af-mus¥af yang disampaikan kepada kita secara mutawatir serta membacanya merupakan suatu ibadah, yang diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas. Bertolak dari beberapa uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa adalah suatu kitab suci yang menjadi pedoman hidup bagi seluruh isi alam, baik hewan, binatang, tumbuhan terutama sekali oleh manusia agar dapat hidup bahagia dunia dan akhirat. Dengan demikian, adalah kalamullah yang tiada bandingannya (Mukjizat) dan diturunkan oleh Allah swt. kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai Nabi dan Rasul terakhir melalui perantaraan Malaikat Jibril As. secara mutawatir yang dan ditulis di atas lembaran (mushaf) yang sampai kepada kita yang diberi pahala bagi orang yang membacanya. ini diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas. B. Eksistensi dan Keutamaan bagi Manusia sebagai hidayah sepanjang zaman memuat berbagai informasi dasar tentang berbagai masalah, baik informasi itu berupa petunjuk tentang teknologi, etika, hukum, ekonomi, biologi, kedokteran dan lain-lain. Hal inilah yang merupakan salah satu bukti keluasan dan keluwesan isi kandungan . sekalipun informasi yang diberikan itu berupa dasar-dasar saja, dan nantilah manusia yang menganalisis dan merincinya untuk kemudian dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan berteknologi tinggi dan mutakhir. Allah memuliakan manusia dengan memberikan keistimewaan-keistimewaan pada diri mereka berupa human naturenya
(fitrahnya) yang baik dan bentuk yang ideal, serta kemampuannya dengan tubuh dan jiwa mencapai tingkat yang setinggi-tingginya. Di samping itu, manusia dapat meluncur ke tempat yang serendah-rendahnya, karena penyelewengan fitrah dan kerusakan akhlaknya. Namun demikian, kajatuhan tersebut dapat diselamatkan dengan jalan beriman dan suka melakukan amalan-amalan sesuai dengan perintah atau dengan kata lain bahwa menjadikan sebagai imam dalam kehidupan keseharian . Adalah metode yang lengkap dan menyeluruh semenjak dunia mendapat kehormatan dengan turunnya sampai waktu ini. Sesungguhnya telah merahmati dunia ini dengan seisinya yang terang benderang, hujjahnya yang jelas, kebenarannya yang nyata, kebaikannya yang bernash. Di samping eksistensinya sebagai petunjuk bagi manusia, juga memiliki hikmah yang sangat besar yang tentunya diperuntukkan pula buat manusia itu sendiri. Adapun keutamaan atau hikmah bagi manusia adalah: 1. Menjadi penjaga dan pemelihara kemurnian dan keaslian serta kesucian syari’at Islam, sehingga agama yang dianut manusia senantiasa suci dan diridhai Allah swt. 2. Dapat meringankan umat Islam sendiri. Demikian indah dan eloknya sebagai imam bagi manusia terutama umat Islam karena telah memberikan petunjuknya agar manusia dapat hidup bahagia sejahtera di dunia dan di akhirat. Menurut A. Suad MZ. dan Muhammad Sidiq, bahwa mempunyai kedudukan yang sangat tinggi sebagai pedoman hidup bagi manusia. Sementara itu, A. Yusmiar mengemukakan bahwa memiliki kedudukan atau eksistensi sebagai pegangan dan pedoman hidup bagi manusia karena merupakan sumber segala sumber hukum, sumber pendidikan, sumber sosial, sumber kemasyarakatan dan sebagainya sehingga manusia dapat menjadikannya sebagai imam dalam menempuh kehidupannya.
Memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu di antaranya adalah bahwa ia merupakan kitab suci yang keotentikannya dijamin oleh Allah swt. dan juga merupakan kitab suci yang selalu dipelihara. Oleh karena itu, menempati kedudukan yang sangat tinggi dan utama dalam kehidupan manusia, merupakan petunjuk untuk seluruh umat manusia. Petunjuk yang dimaksud adalah petunjuk agama, atau yang biasa disebut dengan syari’at. Syari’at dari segi pengertian kebahasaan, berarti jalan menuju sumber air, demi kelangsungan hidupnya. Ruhaninya pun membutuhkan air kehidupan. Di sini, syari’at mengantarkan seseorang menuju air kehidupan itu. Hal ini membuktikan bahwa keutamaan bagi kehidupan umat manusia tidak lain adalah sebagai petunjuk kepada jalan yang benar. Mempelajari adalah kewajiban, dan ia merupakan petunjuk, keterangan mengenai petunjuk serta pemisah antara yang hak dan batil.(Q.S/2/185). Hal itu sungguh merupakan hal yang ironis, jika kenyataannya masih banyak yang mengaku diri sebagai muslim (mukmin), tetapi tidak mampu membaca (kitab suci yang diagungkannya). Padahal mestinya tidak hanya cukup dibaca dengan mengerti atau (lebih-lebih) tanpa dimengerti maknanya lalu tanamkan ke dalam hati saja. Atau dengar kemudian ditaati atau kerjakan, sementara tidak mengerti terhadap apa yang didengar. Sikap dan penghormatan umat Islam terhadap, mestinya merupakan cermin dari penghormatannya terhadap nilai-nilai yang dikandung di dalamnya.
ُرِّشَبُيَو ُمَوْقَأ َيِه يِتَّلِل يِدْهَي َناَءْرُقْلا اَذَه َّنِإ اًرْجَأ ْمُهَل َّنَأ ِتاَحِلاَّصلا َنوُلَمْعَي َنيِذَّلا َنيِنِمْؤُمْلا اًريِبَك Terjemahnya:
Sesungguhnya ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. Sebagaimana dilakukan rasul dan para sahabat yang telah melumat habis isi kandungan dan telah berpandangan serta bersikap sesuai dengan dalam hidup dan kehidupannya. Bagaimana mungkin menghormati lebih-lebih mengimani sesuatu yang tidak mengerti atau memahami apa yang dimani tersebut. Maka tak ayal lagi, dalam kondisi yang demikian itu, sering menyesatkan kepada hal-hal yang bersifat mistisisme dan sebagainya.
Maka sudah seharusnya bagi setiap umat yang mengaku dirinya mukmin, konsekuensinya adalah secara terus menerus dan berkesinambungan mengkaji dan memahami sehingga benar-benar semakin berurat akar dalam kesadaran secara universal. Oleh karena itu, sebagai pedoman hidup hendaknya diletakkan sebagai imam dalam setiap aktivitas keseharian. Ringkasnya, yang diturunkan oleh Allah kepada manusia melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw. adalah sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum muslimin dan juga sebagai sumber syari’at Islam yang agung. Adapun hikmahnya antara lain adalah Menjadi penjaga dan pemelihara kemurnian dan keaslian serta kesucian syari’at Islam, sehingga agama yang dianut manusia senantiasa suci dan diridhai Allah swt. Dapat meringankan umat Islam sendiri.Oleh karena itu, patutlah dijunjung tinggi segala perintah dan larangannya sebab memiliki posisi sebagai hudan (petunjuk) bagi manusia, khususnya bagi umat Islam.
C. Keutamaan Belajar dan Mengajarkan Al-Qur’an Nabi Muhammad saw. adalah seorang nabi yang ummi, yakni tidak pandai membaca dan tidak pandai menulis. Hal ini seara jelas dinyatakan oleh Allah dalam QS. al -A’raf/7/157:
يِذَّلا َّيِّمُأْلا َّيِبَّنلا َلوُسَّرلا َنوُعِبَّتَي َنيِذَّلا ِليِجْنِإْلاَو ِةاَرْوَّتلا يِف ْمُهَدْنِع اًبوُتْكَم ُهَنوُدِجَي... Terjemahnya: (Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, ... Firman Allah yang lainnya menyebutkan bahwa:
ُهُّطُخَت اَلَو ٍباَتِك ْنِم ِهِلْبَق ْنِم وُلْتَت َتْنُك اَمَو َنوُلِطْبُمْلا َباَتْراَل اًذِإ َكِنيِمَيِب Terjemahnya: Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu bpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu b dengan tangan kananmu; andai kata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari (mu). Dari kedua kutipan ayat di atas, bahwa hikmah Allah memilih seorang Nabi yang ummi agar manusia tidak ragu-ragu lagi menerima yang dibawa oleh Nabi sebab apabila Nabi ketika itu tahu baca tulis, niscaya manusia akan ragu dan mengingkari . Kondisi yang demikian (tak pandai membaca dan menulis), maka tak ada jalan lain beliau Saw. selain menerima wahyu secara hafalan. Maka segeralah beliau menghafalnya bila mendapatkan wahyu dari Allah swt. setelah beliau hafal beliau segera mengajarkan kepada para sahabatnya, sehingga benar-benar menguasainya, serta menyuruhnya agar mereka menghafalnya. Uraian di atas, menunjukkan betapa pentingnya belajar dan
utamanya belajar , apalagi jika itu dapat dihafal dan dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kaitan ini pula Allah swt., berfirman dalam QS. Fathir/35/29-30:
َةاَلَّصلا اوُماَقَأَو ِهَّللا َباَتِك َنوُلْتَي َنيِذَّلا َّنِإ ًةَراَجِت َنوُجْرَي ًةَيِناَلَعَو اًّرِس ْمُهاَنْقَزَر اَّمِم اوُقَفْنَأَو َروُبَت ْنَل، ِهِلْضَف ْنِم ْمُهَديِزَيَو ْمُهَروُجُأ ْمُهَيِّفَوُيِل ٌروُكَش ٌروُفَغ ُهَّنِإ. Terjemahnya: Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab suci Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Selain ayat tersebut, Nabi Muhammad saw. bersabda bahwa:
َلاَق هنع هللا يضرَةَماَمُا ِنْبا ِنَع: ِهللا َلُوسَر ُتْعِمَس ُلْوُقَي معلص: ِةَماَيِقلْا َمْوَي ىِتْأَي ُهَّنِإَف َنآْرُقلْاِإَرْقِا )ملسم هاور( ِهِباَحْصَأل اًعْيِفَش. Artinya: Abu Amamah r.a. berkata: Saya mendengar sabda Rasulullah demikian: Bacalah sebab di hari kiamat nanti bisa memberi syafaat kepada pembacanya. Dari keterangan hadis di atas, menggambar adanya suatu motivasi yang dapat menginspirasi seseorang untuk belajar dan membaca . Kata syafaat pada hadis di atas adalah suatu hal yang juga dinanti-nantikan oleh setiap manusia di hari kemudian nanti, terutama bagi mereka mendapatkan siksa akibat perbuatannya ketika hidupnya di dunia ini. Mereka inilah, menantikan datangnya syafaat. Namun, karena ketiadaan mereka membaca, sehingga syafaat pun tak kunjung datang.
Hadis tersebut menuntut agar orang-orang Islam sedapat mungkin menghayati dan mengamalkan , minimal mereka dapat membacanya secara fasih. Untuk itulah, seseorang dituntut agar dapat belajar dan mempelajari paling tidak dapat membacanya. Tetapi lebih afdolnya adalah mampu membaca, mengkaji, menelaah, memahami dan menghayati lalu kemudian mengamalkannya dalam setiap perilaku dan setiap ucapan. Demikian keutamaan belajar dan mengajarkan , sehingga nabi pun pernah bersabda bahwa membaca saja itu mendapat pahala apatah lagi jika diajarkan kepada orang lain. Hal ini telah disabdakan oleh Rasulullah saw. sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud sebagai berikut:
معلص ِهللا ُلْوُسَر َلاَق: ِهللا ِباَتِك ْنِماًفْرَح َأَرَق ْنَم ملآ ُلْوْقَأ َالاَهِلاَثْمَأ ِرْشَعِب ُةَنَسَحلْاَو ٌةَنَسَح ُهَلَف هاور( ٌفْرَح ٌمْيِمِز ٌفْرَح ٌمَالَو ٌفْرَح ٌفِلَا ْنِكلَو ٌفْرَح )ىزمرتلا Artinya: Rasulullah Saw. bersabda: Barangsiapa membaca satu huruf maka dia mendapat satu pahala. Pahala ini dilipat gandakan lagi sepuluh kali. Saya (Muhammad) tidak berkata Alif lam mim itu satu huruf, tetapi alif dihitung satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf. Hadis di atas menunjukkan bahwa membaca satu huruf saja akan mendapat pahala yang berlipa ganda. Jadi keutamaan orang yang belajar dan mengajarkan
itu selain pahala yang diperoleh akan mendapatkan
tempat yang baik di sisi Allah pada hari kiamat, sebab akan menjadi safaat baginya. Jadi orang yang senantiasa belajar dan mengajarkan kepada orang lain, pada hari kiamat nanti akan menerima pahala dan karunia dari Allah secara terus-menerus atau bertambah-tambah. Ketinggian dan keutamaan jauh di atas segala bentuk untaian kata dan ungkapan bahas. bagaikan perbandingan antara keagungan Allah swt. dengan makhluk ciptaannya.
Allah menjadikan sebagai risalah-Nya yang terakhir di muka bumi sebagai pedoman hidup manusia dan petunjuk jalan yang lurus. Merupakan undang-undang yang abadi untuk kemaslahatan umat manusia, syari’at samawi untuk menjadi pedoman yang terbesar, benteng pertahanan syari’at Isalm yang utama serta merupakan landasan sentral bagi tegaknya aqidah, mu’amalah dan akhlakul karimah. Dengan kata lain, merupakan satu-satunya alternatif yang dapat menjamin terciptanya kemaslahatan hidup serta azas untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Untuk kepentingan manusia seperti itulah, sehingga harus senantiasa diabadikan di tengah-tengah kehidupan umat manusia khususnya umat Islam. Salah satu upaya yang harus dilakukan oleh umat manusia terutama umat Islam dalam rangka mengabadikan
adalah mewariskan kepada
generasi-generasi mereka. Atau dengan kata lain bahwa harus dipalajari dan diajarkan dari generasi ke generasi, dan sesungguhnya belajar itu telah dimudahkan oleh Allah. Karena mudahnya itulah, sehingga dewasa ini telah banyak hafis-hafis muda yang dapat melantungkan ayat-ayat Ilahi. Searah dengan itu, Allah swt. menerangkan kepada sebagaimana tercantum dalam firman-Nya Q.S. al-Qamar/54/17:
ٍرِكَّدُم ْنِم ْلَهَف ِرْكِّذلِل َناْرُقْلا اَنْرَّسَي ْدَقَلَو Terjemahnya: Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan adakah orang yang mengambil pelajaran?
untuk pelajaran, maka
Dalam ayat di atas, dapat dipahami bahwa Allah Swt. menurunkan itu mudah dipelajari agar manusia dapat mengambil pelajaran. Maksudnya Allah swt. menurunkan sebagai petunjuk bagi manusia, sehingga menjadi
pedoman hidup dan menjadi sumber pengetahuan bagi manusia itu sendiri. Oleh karena itu, diturunkan oleh Allah swt. harus dipelajari dan diajarkan demi keabadian sebagai hudan bagi manusia di dunia dan di akhirat. Memberikan pelajaran atau mengajarkan
merupakan fardhu kifayah.
Lebih-lebih dalam keadaan tidak ada orang yang mengajarkan pelajaran tersebut, walaupun yang diajarinya itu hanya satu orang. Dan orang yang paling baik adalah orang yang belajar dan mengajarkan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan salah satu hadis Rsulullah saw. dalam riwayat Bukhari, Tirmidzi, Ahmad, Abu Daud dan Ibu Majah bahwa:
ذمرتلاو ىراخبلا هاور( ُهَمَّلعَو َنآْرُقلْا َمَّلَعَت ْنَم ْمُك ُرْيَخ هجام نبلا و دوادوباو دمحاو. Artinya: Orang yang paling baik di antara kamu ialah orang yang mempelajari al-Quran dan mengajarkannya” (HR. Bukhari, Tirmidzi, Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah). Dari hadis di atas, menunjukkan kepada umat bahwa orang yang terbaik di antara manusia adalah mereka yang mempelajari dan mengajarkan. Belajar tidak hanya mempelajari bacaannya, tetapi harus pula belajar akan arti, isi, dan makna yang terkandung di dalamnya untuk kemudian diimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Secara kontekstual hadis tersebut menunjukkan bahwa keutamaan orang yang belajar membaca dan mengajarkan kepada orang lain adalah orang yang paling baik di antara orang lain, dan mendapat pahala yang melimpah ruah di hari kemudina nanti. Jadi sebaik-baik atau semulia-mulia orang di antara itu adalah orang yang belajar dan mengajarkan Al-Quran. Di samping itu, juga orang yang baca, belajar dan mengajarkan Al-Quran kepada orang lain itu akan diberi karunia lebih banyak dari pada orang tidak
membaca, tidak belajar dan tidak mengajarkan .
D. Pentingnya Ilmu Tajwid terhadap Pengajaran Adalah kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah swt. ke atas dunia ini, untuk membahagiakan umat manusia. Petunjuk-petunjuk yang dibawanya, dapat menyinari seluruh isi alam ini, baik bagi alam manusia, alam hewan, maupun alam tumbuhan. Keistimewaan yang dimiliki oleh tidak dapat diukur dengan perhitungan manusia, termasuk di dalamnya adanya itu memuat intisari kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya, seperti kitab Zabur, Taurat, dan Injil. Keistimewaan lain yang dimiliki adalah terpeliharanya dari perubahan sepanjang zaman. Namun demikian, sebelum terlebih dahulu memaparkan tentang keistimewaan sebagai sebuah kitab suci dan kitab petunjuk terhadap seluruh isi alam ini, maka akan lebih jelas lagi jika diketahui apakah itu sendiri, baik dari segi terminologi maupun etimologi. Secara terminologi, perkataan “” itu terambil dari nama pekerjaan, yakni " "أرقartinya ia telah membaca, perkataan ini mengartikan “bacaan”. Ada pula yang mengemukakan bahwa
" "نآرقلاadalah kata masdar (akar kata) dari fi’il madhi (kata kerja menunjukkan
masa
lampau)
""أرق
yang
artinya
membaca,
أرق-ًةَءاَرِق-ًناْرُقَو. Perkataan " "أرقyang kemudian menjadi
" "نارقلاterambil dari
kata " "هَناْرُقَوyang terdapat pada Q.S. al-Qiyamah/75/ : 17-18:
ُهَناَرُقَو ُهَعْمَج اَنْيَلَع َّنِإ، ْعِبَّتاَف ُهاَنْأَرَق اَذِإَف ُهَناْرُق Terjemahnya: Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya, Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.
" "نارقdalam ayat di atas dapat diartikan dengan bacaan, maka kata " "نارقadalah kata masdar dalam format kata ""ٌنَالْعُف. Selanjutnya pengertian kata " "ردصمini dijadikan nama bagi kalamullah Kata
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui perantaraan Malaikat Jibril. Ada pula yang berpendapat, bahwa kata " "نارقadalah kata sifat dalam format kata " "ٌنَالْعُفyang merupakan kata musytaq (pecahan kata) dengan makna kumpulan atau himpunan, seperti dalam kalimat:
ِضْوَحلْا ىِف َءاَملا ُتْأَرَق Artinya : Aku mengumpulkan air dalam kolam. A. Suad MZ. dan Muhammad Sidiq, mengutip pendapat Al Lihyani (w. 215 H) seorang ahli bahasa berpendapat bahwa kata
" "نارقلاitu
adalah masdar atau kata kerja yang dibendakan dan diambil dari kata
""أرق,
berarti membaca. Akan tetapi lafas ini menurut beliau
adalah "ردصم
"لوعفملا مسا ىنعملابsehingga " "نارقberarti
" "أرقمyang dibaca. Selanjutnya, As-Suyuti dalam bukunya “Al-Itqan, Juz I, mengemukakan bahwa kata " "نارقbukan kata “musytaq” tetapi merupakan kata jamid (kata baku khusus bukan pecahan dari kata lain) bagi kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Dengan demikian, dinamakan " "ٌناْرُقyang berarti bacaan yang dibaca atau senantasa oleh segenap manusia terutama para pemeluk agama Islam yang diberi pahala bagi orang yang membacanya, kemudian dijadikan sebagai salah satu nama dari kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., karena merupakan kumpulan surat-surat dan ayat-ayat atau karena terhimpun di dalamnya intisari dari pada kandungan kitab-kitab sebelumnya.
Sedangkan secara etimologi dapat dikemukakan pula beberapa pandangan ahli, antara lain sebagai berikut: Moenawir Kholil, yang mengemukakan bahwa adalah nama bagi suatu kitab yang berisi firman Allah swt. yang diturunkan atas Nabi serta Rasul-Nya yang terkemudian, yaitu Nabi Muhammad saw. Sedangkan Ahsin W. Al-Hafidz menyebutkan bahwa adalah: Kalam Allah yang bernilai mukjizat, yang diturunkan kepada penutup para nabi dan rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril, diriwayatkan kepada kita dengan mutawatir, membaca terhitung sebagai ibadah dan tidak akan ditolak kebenarannya. Ada pula yang mendefinisikan itu sebagai berikut :
ِءاَيبْنَالْا ِمَتاَخىلَع ُلَّزَنُملْا ُزِجْعُملْا ِهللا ُمَالَك َوُه ُمَالَّسلا ِهْيَلَع َلْيِرْبِج ِنْيِمَالِا ِةَطِساَوِب َنْيَسِرُملْاَو ُلْوُقْنَملْا ِفِحاَصَملِا ىف ِفِحاصملا ىف ُبْوُتْكَملْا ِرُتاَوَّتلاِباَنْيَلِا، ءودبملا ِهِتَوَالِتِب ُدَّبِعَتُمْلَا سانلا ةروسب متخملا ةحتافلا ةروسب. Artinya: Adalah firman Allah yang tiada tandingannya (Mukjizat) diturunkan kepada Nabi Muhammad penutup para Nabi dan Rasul dengan perantaraan Malaikat Jibril ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir serta membacanya merupakan suatu ibadah, yang diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas. Bertolak dari beberapa uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa adalah suatu kitab suci yang menjadi pedoman hidup bagi seluruh isi alam, baik hewan, binatang, tumbuhan terutama sekali oleh manusia agar dapat hidup bahagia dunia dan akhirat. Dengan demikian, adalah kalamullah yang tiada bandingannya (Mukjizat) dan diturunkan oleh Allah swt. kepada
Nabi Muhammad saw. sebagai Nabi dan Rasul terakhir melalui perantaraan Malaikat Jibril As. secara mutawatir yang dan ditulis di atas lembaran (mushaf) yang sampai kepada kita yang diberi pahala bagi orang yang membacanya. ini diawali dengan surat Al-Fatiah dan diakhiri dengan surat An-Nas. Sementara kata tajwid berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata:
داـج، دوـجـي، ةد وــج، atau ةدوـجmenjadi اديجartinya baik, utama dan indah. Berubah menjadi “”اديوجت, dari kata دوجartinya membaguskan atau mengindahkan. Jadi kalimat “ ”ءىراقلا دّوـجartinya Qari’ membaca dengan baik, atau “ ”دـيوـجتلا ىلع ظفاح ءىراقلا دوجartinya bagusnya (bacaan) pembaca adalah yang terpelihara bacaannya dari tajwid. Ilmu Tajwid atau tajwid menurut istilah terdapat beberapa rumusan yang dikemukakan oleh Ilmuan Islam, antara lain yang dikemukakan oleh As Sayuti yakni:
اَهِقْوُقُح ِفْوُرُحلْْا ءاطعا َوُهَو ُةَءاَرِقلْا ةيلحُدْيٍوْجَّتلَا َهَلْصَاَو ِهَجِرَخَم ىَلِا ِفْوُرُحلْا ُدَرَواَهِبْيِت ْرَتَو فارـساريع وم ِهتَئْيَه َلاَمَك ىَلَع قطنلا ُفْيِتْلَتَو … فلكتالو طارفاالو فعتالو Artinya: Tajwid (ialah) hiasan bacaan dan memberikan hak-hak huruf dan menertibkannya, mengeluarkan huruf-huruf menurut makhrajnya dan asalnya, diucapkan dengan halus guna penyempurnaan bentuknya demean tidak menyimpang dan berlebih-lebihan serta tidak dipaksakan. Menurut Datok Tombak: Yang dikatakan ilmu tajwid adalah suatu ilmu pengetahuan bagaimana cara membaca demean baik dan tertib sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw. kepada para sahabat-sahabatnya,
berupa makhraj, madd, gema, irama panjang-pendek dan titik komanya”. Yayasan Penyelenggara Penterjemah atau Penafsir mengemukakan bahwa: Ilmu Tajwid adalah pelajaran untuk memperbaiki bacaan al Quran. Dalam ilmu Tajwid itu diajarkan bagaimana cara melafazkan huruf yang berdiri sendiri, huruf yang dirangkaikan dengan huruf lain, melatih lidah mengeluarkan huruf dari makhrajnya, belajar mengucapkan bunyi yang panjang dan yang pendek, cara menghilangkan bunyi huruf dengan menggabungkannya kepada huruf yang sesudahnya (idgham), berat atau ringan, berdesis atau tidak, mempelajari tanda-tanda berhenti dalam bacaan dan lain-lain sebagainya. Dengan beberapa pengertian yang dikemukakan orang-orang yang mengetahui tentang ilmu di atas, maka padanya dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan ilmu tajwid adalah suatu yang di dalamnya dipelajari tentang tatacara membaca sesuai dengan yang ditentukan oleh Rasulullah saw., kepada para sahabatnya, yang di dalamnya meliputi cara menyebut huruf baik ketika berdiri sendiri maupun ketika bertemu dengan huruf yang lain, cara memajangkan dan memendekkan serta cara berhenti dan menyambung. Di dalam mushaf yang ditasbihkan yang ditasbihkan oleh Lajnah Pentashih Mushaf Jakarta pada bagiann ilmu Tajwid dijelaskan bahwa gunanya ilmu tajwid adalah menjaga lidah daripada kekeliruan pada membaca firman Allah yang diturunkan kepada Nabi kita Muhammad saw. Adalah kitan suci bagi umat Islam, kitab suci terakhir meresumir semua kitab suci sebelumnya, berisi nilai sejarah pedoman hidup, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., melalui malaikat Jibril untuk kepentingan umat seluruh alam. Lain halnya dengan kitab suci lain yang diturunkan kepada para Rasul sebelum Muhammad saw.
Setiap muslim yang mempercayai berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap kitab sucinya. Diantara kewajiban itu adalah mempelajarinya dan mengajarkannya. Belajar dan mengajarkan adalah kewajiban suci lagi mulia. Belajar merupakan kewajiban yang utama bagi setiap mukmin, begitu juga mengajarkannya sampai lancar dan baik, menurut qaidah-qaidah yang berlaku dalam qiraat dan tajwid. Belajar arti dan maksudnya sampai mengerti akan maksud-maksud yang terkandung di dalamnya dan terakhir belajar menghafalnya di luar kepala, sebagaimana yang dikerjakan oleh para sahabat, para tabi’ tabi’in dan hingga saat ini oleh para ulama hafidz termasuk di Indonesia. Sebagian besar ulama mengatakan bahwa tajwid itu adalah suatu cabang ilmu yang sangat penting untuk dipelajari, sebelum mempelari ilmu Qiraat. Ilmu Tajwid adalah pelajaran untuk memperbaiki bacaan. Dalam Ilmu Tajwid itu diajarkan bagaimana cara melafazkan bacaan huruf yang berdiri sendiri, huruf yang dirangkaikan dengan huruf yang lain, melatih lidah mengeluarkan huruf dan makhrajnya. Belajar mengucapkan bunyi yang panjang dan yang pendek, cara menghilangkan bunyi huruf dengan menggabungkannya dengan huruf yang sesudahnya (idgham), berat atau ringan, berdesis atau tidak, mempelajari tanda-tanda berhenti dalam bacaan dan lain-lain sebagainya. Ilmu tajwid itu diajarkan sesudah pandai membaca huruf Arab dan telah dapat membaca sekadarnya. Untuk menjadikan sebagai petunjuk inilah sehingga umat Islam diwajibkan mempelajari minimal bacaannya, lalu arti dan maknanya, dan terakhir adalah menghafalnya seperti yang pernah dilakukan oleh para sahabat Rasulullah saw., para tabi’ tabi’in, para ulama tafsir, dan para hafidz yang kini masih tetap eksis dan eksistensinya sangat dibutuhkan oleh
seluruh umat Islam. Kitab suci bagi umat Islam, kitab suci terakhir meresumir semua kitab suci sebelumnya, berisi nilai sejarah pedoman hidup, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., melalui malaikat Jibril untuk kepentingan umat seluruh alam. Lain halnya dengan kitab suci lain yang diturunkan kepada para Rasul sebelum Muhammad saw. Setiap muslim yang mempercayai berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap kitab sucinya. Diantara kewajiban itu adalah mempelajarinya dan mengajarkannya. Belajar dan mengajarkan adalah kewajiban suci lagi mulia. Belajar merupakan kewajiban yang utama bagi setiap mukmin, begitu juga mengajarkannya sampai lancar dan baik, menurut qaidah-qaidah yang berlaku dalam qiraat dan tajwid. Belajar arti dan maksudnya sampai mengerti akan maksud-maksud yang terkandung di dalamnya dan terakhir belajar menghafalnya di luar kepala, sebagaimana yang dikerjakan oleh para sahabat, para tabi’ tabi’in dan hingga saat ini oleh para ulama hafidz termasuk di Indonesia. Sebagian besar ulama mengatakan bahwa tajwid itu adalah suatu cabang ilmu yang sangat penting untuk dipelajari, sebelum mempelari ilmu Qiraat. Ilmu Tajwid adalah pelajaran untuk memperbaiki bacaan. Dalam Ilmu Tajwid itu diajarkan bagaimana cara melafazkan bacaan huruf yang berdiri sendiri, huruf yang dirangkaikan dengan huruf yang lain, melatih lidah mengeluarkan huruf dan makhrajnya. Belajar mengucapkan bunyi yang panjang dan yang pendek, cara menghilangkan bunyi huruf dengan menggabungkannya dengan huruf yang sesudahnya (idgham), berat atau ringan, berdesis atau tidak, mempelajari tanda-tanda berhenti dalam bacaan dan lain-lain sebagainya. Ilmu tajwid itu diajarkan sesudah pandai membaca
huruf Arab dan telah dapat membaca sekadarnya. Dari deskripsi di atas, maka ditarik suatu kesimpulan bahwa ilmu tajwid sangat penting untuk dipelajari dalam rangka memperbaiki bacaan (huruf-huruf hijaiyah) baik secara berdiri sendiri maupun secara bersambung sehingga arti dan makna yang terkandung dalam ayat-ayat tidak difahami secara sempit. Oleh karena itu, dapat berfungsi sebagai petunjuk bagi seluruh alam semesta, terutama bagi manusia sebagai hudan linnas (petunjuk bagi manusia). Guru Pendidikan Agama Islam dituntut untuk dapat menimbulkan minat dan semangat belajar peserta didik melalui mata pelajaran, memiliki kecakapan untuk memimpin, dapat menghubungkan materi pelajaran dengan pekerjaan-pekerjaan praktis. Untuk mencapai hal ini diperlukan kemampuan guru dalam menciptakan hubungan antara guru dengan peserta didik karena yang dicari oleh peserta didik adalah untuk memperoleh nasehat dan bantuan, mencari kontak dengan siswa di luar kelas, memimpin kegiatan kelompok, memiliki minat dalam pelayanan sosial, dan membuat kontak dengan orang tua peserta didik. Di samping itu, guru dituntut agar mampu memberikan materi pelajaran secara tegas dan jelas, sehingga guru dituntut untuk menguasai bahasa Arab sebagai bahasa kunci dapat memahami dan mengerti. Kitab suci bagi umat Islam, kitab suci terakhir meresumir semua kitab suci sebelumnya, berisi nilai sejarah pedoman hidup, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., melalui malaikat Jibril untuk kepentingan umat seluruh alam. Berbeda dengan kitab suci yang diturunkan sebelum , kitab suci seperti kitab Taurat, Zabur dan Injil diturunkan hanya sebatas kepada kepentingan kaum dipimpinnya. Oleh karena itu, kitab suci yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., memiliki banyak keistimewaan, diantaranya adalah dari segi bacaannya. Untuk membaca Allah menjamin-Nya dengan pahala bahkan merupakan suatu ibadah dan amal, sebagaimana hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam al-Tirmi§i yang mengabarkan tentang pahala bagi para pembaca, yakni:
َلاَق ٍدْوُعْسَم ِنْبا ِهللا ِدْبَع ْنَع: معص ِهللا ُلْوُسَر َلاَق: ٌةَنَسَح ِهِب ُهَلَف ِهللا ِباَتِك ْنِم اًفْرَح َأَرَق ْنَم، ُلْوُقَأ َال اَهِلاَثْمَأ ِرْشَعِب ُةَنَسَحلْاَو: ملآ، ْنِكلَو ُفْرَح ٌفْرَح ٌمْيِمَو ٌفْرَح ٌمَالَو ٌف ْرَح ٌفِلآ. (لاقو ىزمرتلا هاور )بيرق حيحص نسح. Artinya: Dari Abdullah bin Mas’ud ra., berkata bersabda Rasulullah saw., Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah (Alquran), maka tiap-tiap huruf yang dibaca itu diberikan satu kebaikan, dan setiap kebaikan digandakan menjadi sepuluh kebaikan. Tidaklah aku (Muhammad) mengatakan alif lam miim satu huruf, tetapi alif satu huruf, laam satu huruf, dan miim satu huruf. (HR. Al-Tirmidzi dan berkata hadis ini hasan sahih). Mu’jizat nabi Muhammad saw., bahkan mu’jizat terbesar di antara mu’jizat-mu’jizat yang lain, seperti Isra’ dan Mi’raj dalam waktu satu malam sebagai tersebut dalam surat Al-Isra’ (17) ayat 1 dan keluarnya air dari ujung jarinya ketika ketiadaan air. Semua mu’jizat ini merupakan mu’jizat kecil bila dibandingkan dengan kemu’jizatan. merupakan mercusuar yang memberikan cahaya kepada perjalanan hidup manusia, karena norma-norma hakiki, sampai kini bersumber dari ketetapan-ketetapan Allah dalam kitab suci. Dikatakan sebagai mercusuar karena telah memberi cahaya kepada perjalanan hidup manusia, ini terbukti,
sejarah telah berulangkali menyaksikan perjalanan hidup manusia sebelum datangnya dan sesudahnya, di mana sebelum datangnya moral bangsa Arab sangat rendah, berjudi, minum khamar dan taruhan yang jelas sebelum kedatangan moralitas bangsa Arab benar-benar berada dalam kejahiliaan. Namun setelah kedatangan , semua bentuk moralitas kejahiliaan dikikis secara bertahap sehingga mereka benar-benar terangkat dari gelap gulita ke terang benderang. Itulah salah satu bentuk kemu’jizatan dan kebesaran , karena di samping sebagai pedoman hidup yang tidak ada keraguan di dalamnya, juga melalui nilai-nilai kemanusiaan yang tersirat dan terkandung di dalamnya, maka derajat kemusiaan kembali terangkat yang tadinya lebih rendah dari binatang menuju ke puncak kejayaan moral. Demikian besar dan tingginya nilai-nilai yang terkandung dalam , sehingga sampai hari inipun masih tetap utuh, asli dan orisinil tanpa perubahan sedikitpun walaupun satu huruf. Itulah sebabnya, sampai hari inipun tetap indah baik susunan huruf-hurufnya, kaedah-kaedahnya dan begitu juga cara bacaannya. Adapun cara bacaannya semakin merdu suara orang yang membacaranya dan sesuai dengan (ilmu tajwid) nya akan menjadi salah satu cara untuk menarik orang untuk mempelajari. Oleh karena itu, membaca hendaknya dilakukan berdasarkan kaedah-kaedah ilmu tajwid sebagai kunci utama dalam mempelajari dan taghanni atau melagu ayat-ayat . Asumsi di atas mengindikasikan bahwa bentuk ataupun suara yang
menyenangkan datang dari sesuatu yang indah, yang hasil dari daya tangkapnya, yang akibatnya dapat menghasilkan yang baik dalam segala tingkah perbuatan dan berusaha mengadakan sesuatu yang baik itu adalah suatu anjuran dari agama. Jadi usaha untuk menciptakan setiap bentuk yang menyenangkan yang berakibat baik tidak bertentangan dengan agama Islam, sehingga agama Islam mengandung persoalan seni. Ini dapat dilihat pada firman Allah dalam Q.S. al-Hijr/15/16:
Terjemahnya: Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit) dan Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandang (nya). Ayat di atas menggambarkan bahwa dalam persepsi Quraish Shihab seni merupakan fitrah dan naluri kemanusiaan. Sedangkan sebuah karya seni lahir dari interaksi seseorang atau masyarakat dengan suatu gagasan, menghayati dengan sempurna sampai menyatu dengan jiwanya. Karena itu, belum banyak karya seni yang tercipta pada masa awal perkembangan Islam itu. Karena Islam mengandung ajaran yang betul-betul lengkap dan sesuai dengan fitrah manusia, maka dengan sendirinya Islam mengandung fitrah manusia. Oleh karena itu, pendidikan sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw., bahwa adalah kalam Ilahi yang disuruhkan untuk dibaca,
yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Yamamah al-Bahili sebagai berikut:
هنع هللا ىضر َّيـِلـِهاـَبـلْا َةـماـَمُأ ْىِبَأ ْنَع: َلاَق، ُتـْعِمـَس م ص ِهللا َلْوـُسَر. ْىـِت ْأَي ُهـًّنِإَف َنآْرـُقـلْا ُءَرـْقِإ ُلْوُقَي ِهـِباـَحْص َِأل اـًعـْيـِفَش ِةَماـَيـِقلْا َمْوَي. Artinya: Dari Abi Ammah, Al Bahili ra., ia berkata: Aku telah mendengar Rasulullah saw., bersabda: Bacalah olehmu itu, maka sesungguhnya ia akan datang di hari kiamat memberi syafaat bagi pembacanya. Untuk menjadikan sebagai petunjuk inilah sehingga umat Islam diwajibkan mempelajari minimal bacaannya, lalu arti dan maknanya, dan terakhir adalah menghafalnya seperti yang pernah dilakukan oleh para sahabat Rasulullah saw., para tabi’ tabi’in, para ulama tafsir, dan para hafidz yang kini masih tetap eksis dan eksistensinya sangat dibutuhkan oleh seluruh umat Islam. Dari asumsi di atas, dapat dijelaskan bahwa tujuan ilmu tajwid adalah agar supaya pembaca itu dapat membaca dengan baik dan benar sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah saw., sehingga pada gilirannya itu tetap terpeliharanya dari kesalahan, baik berakibatkan kepada pengertian maupun kepada keadaan bahasa Arab itu sendiri. Deskripsi di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ilmu tajwid sangat penting untuk dipelajari dalam rangka memperbaiki bacaan (huruf-huruf hijaiyah) baik secara berdiri sendiri maupun secara bersambung sehingga arti dan makna yang terkandung dalam ayat-ayat tidak difahami secara sempit. Oleh karena itu, dapat berfungsi sebagai petunjuk bagi seluruh alam semesta, terutama bagi manusia sebagai hudan linnas (petunjuk bagi manusia).
E. Peranan Guru PAI dalam Proses Pembelajaran Al-Qur’an
Dalam proses pembelajaran, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi peserta didik untuk mencapai tujuan. Demikian juga dalam proses pembelajaran , guru bertugas mendorong, membimbing, dan menfasilitasi peserta didik agar mereka dapat memahami dan mengerti materi pelajaran , sehingga mereka dapat dengan mudah melakukan pengkajian terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam . Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan peserta didik. Penyampaian materi pelajaran hanyalah salah satu dari berbagai kegiatan dalam belajar sebagai suatu proses yang dinamis dalam segala fase dan proses pembelajaran bagi peserta didik. Secara lebih rinci tugas guru Pendidikan Agama Islam berpusat pada: 1. Mendidik peserta didik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk pada pembinaan mental. 2. Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai. 3. Membantu perkembangan peserta didik yakni aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai, dan penyesuaian diri. Demikianlah dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas sebagai penyampai materi pelajaran akan tetapi lebih dari itu, ia bertanggungjawab akan keseluruhan perkembangan kepribadian peserta didik. Oleh karena itu, guru harus mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa, sehingga dapat merangsang peserta didik untuk belajar secara aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan.
Pencapaian tujuan yang dimaksud pada kutipan tidak lain adalah menciptakan atau menjadikan peserta didik sebagai generasi Qur’ani sejak dini, sehingga kelak senantiasa merasa dekat dan cinta terhadap sebagai untuk kemudian diaplikasikannya sebagai kitab suci dan pedoman hidup. Di samping itu, perkembangan ilmu dan teknologi serta perkembangan sosial budaya yang berlangsung dengan cepat telah memberikan tantangan kepada setiap individu. Setiap individu ditantang untuk terus selalu belajar dan mempelajari maupun hadis untuk dapat menjadikannya sebagai dasar dan pondasi dalam mengarungi kehidupannya. Peserta didik masa kini sudah dapat belajar dari berbagai sumber seperti media cetak maupun elektornik. Merekapun dapat belajar dalam berbagai kesempatan dan kegiatan di luar madrasah. Asumsi ini menggambarkan bahwa peranan guru dalam belajar ini menjadi lebih luas dan lebih mengarah kepada peningkatan motivasi belajar peserta didik. Oleh karena itu, guru diharapkan mampu mendorong peserta didik untuk senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan melalui berbagai sumber belajar. Era globalisasi dan informasi dewasa ini, materi pelajaran apapun dapat dicerna melalui berbagai sumber atau media pembelajaran. Misalnya, peserta didik dapat belajar maupun hadis melalui kecanggihan teknologi. Kini telah muncul istilah selular, yakni umat Islam (peserta didik khususnya) telah dapat mengakses melalui telpon selular. Karena itu, guru hendaknya mampu membantu setiap peserta didik secara efektif, dapat mempergunakan berbagai kesempatan belajar dan berbagai sumber serta media belajar. Pemaparan di atas mengindikasikan bahwa guru hendaknya tidak menganggap dirinya sebagai satu-satunya sebagai sumber belajar, ia paling
tahu, paling menentukan siswa, dan sering tidak mau kalah dari peserta didik. Guru merasa bahwa tugasnya sebagai pengajar adalah menyampaikan pelajaran kepada peserta didik, sudah itu menilai peserta didik, apakah bahan yang disampaikannya telah dipahami atau tidak. Sering juga ditemukan adanya guru terlalu memborong semua pembicaraan dengan tujuan agar semua bahan dapat diselesaikan dalam waktu tersebut. Ada juga guru yang tidak peduli terhadap sumber belajar yang ada, sebab ia beranggapan bahwa bahan pelajaran telah dikuasainya, sehingga kadangkala guru tersebut berasumsi bahwa apabila peserta didik diam dan menerima pendapat guru, mencatatnya dan mengangguk-angguk pada waktu guru berbicara, maka apa yang dilakukannya telah berhasil. Uraian-uraian di atas, jelas bahwa peranan guru khususnya guru Pendidikan Agama Islamtelah meningkat dari sebagai pengajar menjadi pengarah belajar (director of learning) atau sebagai direktur pembelajaran. Tugas dan tanggung jawabnya sebagai direktur pembelajaran semakin meningkat karena telah memasuki wilayah fungsi guru sebagai perencana pengajaran, pengelola pengajaran, penilai hasil belajar, sebagai motivator belajar dan sebagai pembimbing belajar. Sebagai perencana pengajaran, seorang guru diharapkan mampu merencanakan kegiatan belajar mengajar khususnya guru Pendidikan Agama Islamsecara efektif. Untuk itu ia harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang prinsip-prinsip belajar sebagai dasar dalam merancang kegiatan belajar mengajar mata pelajaran al-Qur’an. Sebagai pengelola pengajaran, seorang guru Pendidikan Agama Islamharus mampu mengelola proses kegiatan pembelajaran dengan menciptakan kondisi-kondisi belajar sedemikian rupa sehingga setiap siswa
dapat belajar secara efektif dan efisien. Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar, seorang guru hendaknya senantiasa secara terus-menerus mengikuti hasil-hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini akan merupakan feed
back terhadap proses kegiatan pembelajaran, yang akan dijadikan sebagai tolak ukur untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar selanjutnya. Dengan demikian, proses belajar mengajar akan senantiasa ditingkatkan terus-menerus dalam mencapai hasil belajar yang optimal, maka dalam peranannya sebagai direktur belajar, guru hendaknya berusaha menimbulkan, memelihara, dan meningkatkan motivasi peserta didik untuk terus belajar. Ada empat hal yang dapat dikerjakan guru Pendidikan Agama Islamdalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempelajari mata pelajaran, yaitu: 1. Membangkitkan dorongan kepada peserta didik untuk belajar (dan mencintai tidak sebatas sebagai mata pelajaran, tetapi sebagai kunci dan pedoman hidup). 2. Memberikan ganjaran terhadap prestasi yang dicapai sehingga dapat merangsang untuk mencapai prestasi yang lebih baik dikemudian hari, dan 3. Membentuk kebiasaan belajar yang baik. Sebagai direktur belajar, pendekatan yang dipergunakan dalam proses pembelajaran, tidak hanya melalui pendekatan instruksional akan tetapi disertai dengan pendekatan pribadi. Melalui pendekatan pribadi ini diharapkan guru Pendidikan Agama Islam dapat mengenal dan memahami peserta didik secara lebih mendalam sehingga dapat membantu dalam keseluruhan proses belajarnya. Dengan kata lain bahwa sebagai direktur belajar guru Pendidikan Agama Islam juga berperan sebagai pembimbing
dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru Pendidikan Agama Islam diharapkan mampu untuk: 1) Mengenal dan memahami setiap peserta didik baik secara individu maupun kelompok. 2) Memberikan penerangan kepada peserta didik mengenai hal-hal yang diperlukan dalam proses pembelajaran. 3) Memberikan kesempatan yang memadai agar setiap peserta didik dapat belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya. 4) Membantu setiap siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya. 5) Menilai keberhasilan setiap langkah kegiatan yang telah dilakukannya. Kelima jenis kemampuan itulah yang diharapkan dimiliki oleh setiap guru Pendidikan Agama Islampada setiap tingkatan dan jenjang pendidikan mulai jenjang pendidikan dasar, menengah, pendidikan tinggi. Bertolak dari pemaparan di atas, maka ditarik suatu kesimpulan bahwa guru Pendidikan Agama Islam dituntut untuk dapat menimbulkan minat dan semangat belajar peserta didik melalui mata pelajaran , memiliki kecakapan untuk memimpin, dapat menghubungkan materi pelajaran dengan pekerjaan-pekerjaan praktis. Untuk mencapai hal ini diperlukan kemampuan guru dalam menciptakan hubungan antara guru dengan peserta didik karena yang dicari oleh peserta didik adalah untuk memperoleh nasehat dan bantuan, mencari kontak dengan siswa di luar kelas, memimpin kegiatan kelompok, memiliki minat dalam pelayanan sosial, dan membuat kontak dengan orang tua peserta didik. Di samping itu, guru dituntut agar mampu memberikan materi pelajaran secara tegas dan jelas, sehingga guru
dituntut untuk menguasai bahasa Arab sebagai bahasa kunci dapat memahami dan mengerti.
F. Pengertian Akhlak dan Urgensi Akhlak Mulia Pada Peserta Didik di Era Globalisasi 1. Pengertian akhlak Secara etimologis, akhlaq adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata akhlak, berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Hal ini seakar dengan kata
khaliq (pencipta), mahkluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan). Kesamaan akar kata ini mengisyaratkan bahwa dalam akhlaq tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluq (manusia). Di samping itu, akhlak juga dapat diartikan dengan tata perilaku seseorang terhadapat orang lain dan lingkungannya dan baru mengandung nilai akhlak yang hakiki apabila tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq (Tuhan). Dengan demikian, akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, akan tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun. Secara leksikal akhlak dalam bahasa Inggris disebut manner dan
prundent yang berarti tata cara, tingkah laku dan sikap. Abuddin Nata mengatakan bahwa kata akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim masdar (bentuk infinitive/gerund) dari kata, akhlaqa, yukhliqu, ikhlāqan, yang berarti al-sajiyah (perangai), al-thabi'ah (kelakuan), tabi'at, watak dasar, al-'adat (kebiasaan, kelaziman), al-murū'ah (peradaban yang baik), al-din (agama). Selanjutnya akhlak menurut bahasa berarti tindak tanduk,
kebiasaan-kebiasaan, budi pekerti atau kelakuan. Sedangkan menurut istilah: Akhlak, sesuatu bentuk (naluri asli) dalam jiwa seseorang manusia yang dapat melahirkan sesuatu tindakan dan kelakuan dengan mudah dan sopan tidak memerlukan pertimbangan pikiran. Pembagian akhlak ada dua macam; Pertama, Akhlak al-Mahmudah atau akhlak al-Karimah, yaitu akhlak yang terpuji (baik), tabiat yang mulia dan Kedua Akhlak al-Mazmumah yaitu segala tingkah laku yang tercelah atau akhlak yang jahat.12 Lebih lanjut untuk mengemukakan pengertian akhlak secara termonologis dapat merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang akhlak, antara lain: a. Taqiyuddin al-Nabhani mengemukakan bahwa akhlak adalah produk berbagai pemikiran, perasaan, dan hasil penerapan peraturan (hasil implementasi perintah-perintah Allah Swt), yang dapat dibentuk dengan cara, yaitu memenuhi perintah Allah swt untuk merealisir akhlak, yaitu budi pekerti luhur dan kebajikan. Amanah, misalnya, adalah salah satu sifat akhlak yang diperintahkan oleh Allah swt., maka harus diperhatikan nilai akhlak ini tatkala menjalankan amanat itu. Itulah yang disebut akhlak. Akhlak atau budi pekerti yang baik merupakan mustika hidup sebagai tali pengikat silaturrahmi, persatuan, kesatuan, dan persaudaraan yang kukuh kuat bagi kehidupan umat manusia yang dapat melahirkan "Sensc of belonging together (perasaan senasib dan sepenanggungan) dalam kehidupan masyarakat
untuk
mewujudkan
kepentingan
dan
di
dalam
memelihara ketentraman hidup bersama. b. Ahmad Mu'adz Haqqi mengatakan bahwa akhlak adalah sifat
manusia dalam bergaul dengan sesamanya, ada yang terpuji dan ada yang tercelah. Adapun yang terpunji, secara umum adalah menjadikan diri anda dan orang lain dalam diri anda lalu anda mengambil baktinya tapi tidak mengabdi kepadanya. Detailnya adalah lapang dada, lembut, sopan, sabar, tabah, halus, kasih sayang, melaksanakan keperluan sendiri, saling mencintai dan sebagainya. Sedangkan yang tecelah adalah kebalikan dari sifat di atas. c. Imam Al-Ghazali mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut: “Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”13 d. Imam al-Ghazali bahwa akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. e. Ibrahim Anis bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. f. Abdul Karim Zaidan bahwa akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya. Defenisi yang tersebut di atas, pada dasarnya tidak ditemukan perbedaan yang prinsipil dalam memberikan defenisi tentang akhlak. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa akhlak pada prinsipnya adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih
dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar. Sifat spontanitas dari akhlak, dapat diilustrasikan dalam contoh bahwa
jika
seseorang
menyumbang dalam jumlah besar untuk pembangunan masjid setelah mendapat dorongan dari seorang da’i, maka belum bisa dikatakan mempunyai sifat pemurah, karena kepemurahannya lahir setelah mendapat dorongan dari luar, dan belum tentu muncul lagi pada kesempatan yang lain. Boleh jadi, tanpa dororngan seperti itu, dia tidak akan menyumbang, atau kalaupun menyumbang hanya dalam jumlah sedikit. Akan tetapi apabila tidak ada doronganpun dia tetap menymbang, kapan dan di mana saja, baru dapat dikatakan dia mempunyai sifat pemurah. Dengan demikian, akhlak mensyaratkan bahwa perbuatan baik harus bersifat konstan, spontan, tidak temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar. Selain itu, istilah akhlak, juga dikenal istilah etika dan moral. Ketiga istilah itu sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia, perbedaannya hanya terletak pada standar masing-masing. Bagi akhlak standarnya adalah al-Qur’an dan sunnah, sehingga baik dan buruknya suatu perbuatan ditentukan berdasarkan ketentuan dalam al-Qur’an dan sunnah. Sedangkan etika menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan berdasarkan standar pertimbangan akal pikiran. Demikian pula dengan moral standar yang digunakan dalam menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan adalah adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat. Dalam konteks tersebut, tampak bahwa dalam akhlak yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela suatu perbuatan adalah al-Qur’an
dan
sunnah,
sebagaimana
dengan
ajaran
Islam secara
keseluruhan. Oleh karena itu, konsep akhlak adalah segala sesuatu dinilai baik atau buruk, terpuji atau tercela, semata-mata karena syara’. Sifat sabar, syukur, pemaaf, pemurah dan jujur dinilai baik, karena syara’ menilai semua sifat-sifat itu baik. Demikian pula sebaliknya, pemarah, tidak bersyukur, dendam, kikir dan dusta dinilai buruk, karena syara’ menilainya. Akhlak tidak mendasarkan penilaiannya berdasarkan hati nurani atau fitrah karena walaupun fitrah manusia cinta kepada kesucian dan selalu cenderung kepada kebenaran, akan tetapi fitrah manusia tidak selalu terjamin dan berfungsi dengan baik karena pengaruh dari luar, misalnya pengaruh pendidikan dan lingkungan. Oleh karena itu, fitrah hanya merupakan potensi dasar yang perlu dipelihara dan dikembangkan, dan penilaian baik dan buruknya suatu perbuatan tidak dapat diserahkan sepenuhnya hanya kepada fitrah manusia semata. Demikian juga halnya dengan akal pikiran dan adat kebiasaan, hanya dipandang sebagai salah satu kekuatan yang dimiliki manusia untuk mencari kebaikan atau keburukan. Bahkan dikatakan memiliki mental yang sehat bila ia terhindar dari penyakit jiwa dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk menyelaraskan fungsi jiwa dalam dirinya keharmonisan dalam jiwa dapat dicapai dengan menjalankan ajaran agama Islam dan menerapkan norma-norma sosial yang berhubungan dengan ahklak mulia. Dengan demikian, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa akhlak mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam. Dikatakan demikian karena di samping akhlak merupakan salah satu ajaran pokok dalam Islam, juga menjadi misi pokok ajaran Islam yang dibawa oleh Muhammad saw. Hal ini tampak pada deklarasi yang yang dinyatakan oleh Muhammad dalam salah satu hadisnya sebagai berikut:
ِِق َالخََالا َمرِاَكَم َمِّمَتُالِ ُتًثِعُب اَمَّنا Artinya: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (HR. Malik)”. Kaitannya dengan hal tersebut, akhlak sebagai salah satu ajaran pokok dalam Islam meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam pengertian bahwa manusia dalam berhabl min Allah dan berhabl min al-nas, harus berdasarkan akhlak yang mulia, yaitu sesuai dengan ketentuan al-Qur’an dan hadis. Dalam hal ini, Muhammad ‘Abdullah Darraz mengatakan bahwa ruang lingkup akhlak kepada lima bagian: a.
Akhlaq Pribadi (al-akhlaq al-fardiyah). Terdiri dari: (a) yang diperintahkan (al-awamir), dan (b) yang dilarang (an-nawahi).
b. Akhlaq Berkeluarga (al-akhlaq al-usariyah). Terdiri dari: (a) kewajiban timbul balik orang orang tua dan anak (wajibat nahwa al-ushul wa
al-furu’), (b) kewajiban suami isteri (wajibat baina al-azwaj) dan (c) kewajiban terhadap karib kerabat (wajibat nahwa al-aqarib). c.
Akhlaq Bermasyarakat (al-akhlaq al-ijtima’iyyah). Terdiri dari: (a) yang dilarang (al-mahzurat), (b) yang diperintahkan (al-awamir) dan (c) kaedah-kaedah adab (qawa’id al-adab).
d. Akhlaq Bernegara (akhlaq ad-daulah). Terdiri dari: (a) hubungan antara pemimpin dan rakyat (al-‘alaqah baina ar-rais wa as-sya’b), dan (b) hubungan luar negeri (al-‘alaqat al-kharijiyyah). e.
Akhlaq Beragama (al-akhlaq ad-diniyyah). Yaitu kewajiban terhadap Allah SWT (wajibat nahwa Allah). Berangkat
dari
sistematika
di
atas,
oleh
Yunahar
Ilyas
mengemukakan bahwa ruang lingkup akhlak dalam Islam meliputi enam aspek, yaitu:
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Akhlak Terhadap Allah SWT Akhlak Terhadap Rasulullah saw Akhlak Pribadi Akhlak Dalam Keluarga Akhlak Bermasyarakat Akhlak Bernegara. Pada pokoknya akhlak itu ada dua macam, yaitu akhlak yang terpuji
(akhlak mahmudah), dan akhlak yang tercelah (akhlak mazmumah). Sejalan dengan hal itu ali bin Abi Thalib, ra., berkata bahwa kebaikan akhlak atau budi pekerti terletak pada tiga perilaku, yaitu: budi pekerti terletak pada tiga perilaku, yaitu: 1) menjauhkan diri apa yang diharamkan, 2) mencari yang dihalalkan, 3), dan bersikap pemurah kepada keluarga. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis berpendapat bahwa akhlak adalah tindakan spontan yang terbentuk sebagai buah dari pembiasaan yang dilakukan berdasarkan naluri dan dipengaruhi oleh rangsangan dari luar, yang positif jika dituntun oleh agama dan negatif jika dipengaruhi oleh dorongan hawa nafsu. 2. Urgensi akhlak mulia pada peserta didik di era globalisasi Salah satu fenomena kontemporer yang dengan mudah dapat dilihat adalah kian memudarnya nilai-nilai akhlak dalam upaya pengembangan kesejahteraan dan ketenangan dalam kehidupan umat manusia. Pada saat yang sama, kemafsadatan atau kejahatan dalam bentuk perang, kekerasan, atau ancaman kekerasan, dan lainnya, kian merebak dan menjadi bagian yang nyaris lekat dengan sikap dan perilaku manusia. Kenyataaan tersebut semakin diperparah dengan perkembangan teknologi yang memproduksi senjata biologis dan kimia, senjata konvensional, dan bom-bom teroris yang dapat diperoleh dengan mudah di sembarang tempat. Semua fasilitas teknologi apabila tidak dilandasi dengan
akhlak yang baik, menjadi ancaman kekerasan amat mengerikan yang dapat membuat kehidupan masa depan manusia sebagai neraka. Kondisi seperti tersebut berkembang karena di satu pihak aspek akhlak dipinggirkan dari kerangka ajaran Islam. Oleh karena itu, ajaran akhlak menjadi elemen-elemen yang penting untuk direduksi sedemikian rupa sehingga menimbulkan sikap berakhlak al-karimah yang kukuh dalam kehidupan manusia. Sejauh ini akhlak atau moralitas telah memudar dari pola kehidupan umat, sehingga ajaran akhlak atau moral pada batas-batas tertentu telah menjadi debu-debu sejarah yang tidak pernah disentuh secara serius oleh sebagian (besar) umat, karena terjebak pada pola hidup yang hedonistik dan materialistik. Umat lalu terjebak simbol-simbol dan formalisasi dalam segala bentuknya. Karena itu, banyak umat Islam yang melakukan shalat, zakat, dan haji, tetapi mereka adalah koruptor, suka membodohi masyarakat, atau melakukan perbuatan keji yang lain. Dalam konteks tersebut, ditemukan signifikansi terhadap vitalisasi akhlak dalam membendung arus globalisasi yang menawarkan sikap dan prilaku yang tidak mendidik. Oleh karena itu, harus ditegaskan bahwa satu konklusi bahwa akhlak merupakan salah satu elemen pokok agama yang tidak dapat dilepaskan dari ajaran Islam. Bahkan dapat dikatakan bhawa mengabaikan aspek akhlak hampir dapat dikatakan sebagai pengingkaran agama secara keseluruhan. Krisis nilai, yakni yang berkaitan dengan sikap menilai suatu perbauatan tentang baik dan buruk etis dan tidak etis, banar dan salah serta hal lain yang menyangkut ahklak individu dan sosial sikap yang dulu ditetapkan sebagai benar, baik atau sopan, mengalami perubahan. Sebaliknya ditolerir, atau sekurang-kurangnya tidak diacukan. Bahkan
sebahagian masyarakat mengalami pergesaran pandangan tentang ahklak Era globalisasi dengan segala identitasnya ternyata menawarkan dua alternatif bagi manusia. Di satu pihak dapat menjadi sarana peningkatan kualitas manusia dalam mengembangkan potensinya. Sementara di pihak lain justru dapat menjerumuskannya pada jurang kehancuran, yang pada gilirannya menyebabkan tercabiknya identitas kemanusiaannya. Dampak globalisasi dan kemajuan teknologi informasi-komunikasi, diakui atau tidak telah mempengaruhi pola prilaku kehidupan manusia. Jika globalisasi dan kemajuan itu memberikan pengaruh yang positif, maka masalahnya tinggal bagaimana memanfaatkan kemajuan-kemajuan yang ada dalam menata kehidupan umat. Akan tetapi jika globalisasi dan kemajuan itu justru memberikan pengaruh yang negatif bagi umat, maka persoalannya tidak sesederhana yang dibayangkan. Bahkan dapat dikatakan bahwa kemajuan dan globalisasi dapat menjadi rahmat bagi manusia dan dapat pula menjadi petaka. Dalam kenyataannya kemajuan dan globalisasi telah banyak mempengaruhi manusia, khususnya generasi muda dalam menentukan pola sikap
dan
prilaku
yang
tidak
diinginkan.
Misalnya,
terjadinya
penyalahgunaan NARKOBA atau sejenisnya, pergaulan bebas antara pria dan wanita, mabuk-mabukan, hura-hura, dan lain-lain. Di samping itu, generasai muda tampaknya mulai ditulari virus kemodernan yang salah diterjemahkan,
sehingga
yang
terjadi
adalah
adanya
pemaknaan
kemodernan dan kemajuan sebagai masa yang bebas nilai. Akibat dari paradigma yang salah ini banyak di antara generasi muda yang tidak mau diikat tata aturan, berbuat “semau gue” dan sebagainya. Fenomena prilaku negatif lainnya yang terjadi pada generasi muda
adalah terjadinya tawuran antar pelajar, meningkatnya kriminalitas yang dilakukan pemuda, terjadinya pencurian, perampokan, pemerkosaan, pelacuran dan lain-lain. Fakta kemudian menunjukkan bahwa semua tipe kejahatan generasi muda semakin meningkat seiring dengan semakin lajunya perkembangan industrialisasi dan urbanisasi. Di kota-kota industri dan di kota-kota besar yang cepat berkembang secara fisik, terjadi kasus kejahatan yang jauh lebih banyak dari pada kejahatan yang terjadi di desa-desa. Bahkan di negara-negara maju, derajat kejahatan berkorelasi akrab dengan proses industrialisasi dan kemajuan. Karena itu Amerika sebagai negara paling maju secara ekonomis di antara negara-negara di dunia, mempunyai jumlah kejahatan generasi muda paling banyak. Sesuai informasi data yang diperoleh bahwa kejahatan seksual juga banyak dilakukan oleh generasi muda akhir-akhir ini. Tindakan membegal, merampok dan menyamun, 70 % dilakukan oleh generasi muda yang berusia 17-30 tahun. Selanjutnya mayoritas generasi muda yang terpidana dan dihukum disebabkan oleh nafsu serakah untuk memiliki, sehingga mereka banyak melakukan pencopetan, menggarong dan lain-lain. Menurut catatan kepolisian bahwa kejahatan dalam kelompok gang-gang, perkelahian massal, pada umumnya dilakukan oleh generasi muda, dan yang melakukan kejahatan-kejahatan seperti ini adalah laki-laki. Sedangkan perempuan pada umumnya lebih banyak terlibat dalam kejahatan pelacuran, promiskuitas (bergaul bebas dan seks bebas dengan banyak pria) dan menderita gangguan mental, dan lain-lain. Kaitannya dengan hal tersebut, menurut Kartini Kartono bahwa kejahatan yang dilakukan oleh generasi muda merupakan produk dari: 1. Pendidikan yang tidak menekankan pada pendidikan watak dan kepribadian anak serta pendidikan akhlak atau mental yang kuat.
2. Kurangnya usaha orang tua dan orang dewasa untuk menanamkan akhlak dan keyakinan beragama pada generasi muda. Dalam konteks tersebut, kejahatan-kejahatan yang terjadi menunjukkan bahwa manusia dan khususnya generasi muda telah mengalami krisis akhlak dan degradasi moral. Degradasi moral dan krisis akhlak terjadi karena kesalahan dalam memahami setiap perubahan dan lemahnya pembinaan akhlak itu sendiri. Ada kecenderungan bahwa terjadinya krisis akhlak dewasa ini disebabkan oleh karena perubahan paradigma masyarakat yang berorientasi materialistis. Artinya orang berlomba-lomba melakukan perbaikan ekonomi (materi) dan lalai untuk melakukan perbaikan mental, karena menurutnya segala persoalan dapat diselesaikan dengan materi. Di samping itu lemahnya pendidikan agama dan akhlak pada lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah, sehingga berimplikasi pada ketidakmampuan untuk bersikap selektif dengan perubahan dan ketidakmampuan mengadaptasikan dirinya dengan tuntutan kemodernan. Munculnya suatu gaya hidup yang baru akibat pengaruh globalisasi terutama akibat perkembangan teknologi komunikasi informasi adalah suatu fenomena yang tidak dapat dihindari. Penyebaran iformasi yang cepat tentang obat-obatan yang mengandung narkotika, pornografi, penggunaan senjata api, mendorong orang banyak melakukan tindakan-tindakan amoral yang merugikan diri dan masyarakat. Kalangan agamawan, memandang bahwa gaya hidup baru yang dilahirkan akibat supremasi teknologi informasi, telah mengakibatkan prilaku manusia menyimpang dari tuntunan akhlak mulia. Oleh karena itu, supremasi akhlak harus dilakukan secara maksimal agar mampu memberikan pencerahan jiwa di tengah-tengah deru kehidupan modern yang diakibatkan oleh perkembangan teknologi
informasi. Dalam hal ini, akhlak harus diterjemahkan dalam setiap sikap dan prilaku manusia agar dapat menjadi penjaga gawang kesucian jiwa di tengah masyarakat yang disarati gejolak pelepasan hasrat tak berbatas (unlimited desire), sehingga manusia tidak terperangkap dalam mekanisme masyarakat informatika yang cenderung melenceng dari ajaran akhlak mulia. Dengan demikian, penegakan supremasi akhlak dalam kancah masyarakat informatika, pada dasarnya membicarakan sebuah cahaya di tengah lorong gelap kehidupan hasrat manusia dan menawarkan sebongkah mutiara di tengah padang tandus immoralitas, sekaligus menawarkan sebuah senyuman di tengah hiruk-pikuk ketidakacuhan, individualisme, dan hedonisme yang melanda masyarakat dewasa ini. Dengan Demikian, keberadaan akhlak mulia di era globalisasi, sangat penting dan signifikan sebagai upaya membendung arus demoralisasi dan dehumanisasi yang tengah melanda kehidupan bangsa dewasa ini. Dalam konteks tersebut, supremasi akhlak mulia harus ditegakkan dalam menyikapi dan merespon era supremasi teknologi informasi. Oleh karena itu, salah satu aspek yang sangat penting dan strategis yang diperhatikan dalam merespon kecenderungan tersebut adalah membekali generasi atau individu dengan akhlak agar mampu berada dalam zamannya dengan potensi yang dimilikinya serta mampu menatap masa depannya dengan optimis dan adaptable untuk segala situasi yang melingkupinya. Ini penting karena penanaman akhlak mulia bagi generasi atau peserta didik pada gilirannya mampu mencetak generasi yang betul-betul siap secara totalitas dan mampu berdiri di lini depan dalam menyonsong era globalisasi yang ditandai dengan supremasi teknologi informasi.
Pada hakekatnya setiap bagian dari ajaran Islam mempunyai tujuan atau sasaran yang hendak dicapai. Demikian pula halnya dengan akhlak sebagai bagian dari ajaran Islam dan proses ke arah pembinaan sikap dan prilaku manusia, tidak terlepas dari tujuan dan saran yang akan dicapai. Dalam artian bahwa tujuan akhlak merupakan suatu proses yang senantiasa dinamis ke arah pembinaan keseluruhan dari kepribadian seseorang dan berkenaan dengan aspek kehidupan. Dengan demikian, yang dimaksud dengan tujuan adalah sasaran yang hendak dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan. Oleh karena itu, tujuan akhlak adalah sasaran atau idealita yang hendak dicapai dalam melaksanakan suatu kegiatan kekhalifahan di bumi. Dalam hal ini, akhlak bertujuan untuk mencapai sasaran sesuai dengan tujuan ajaran Islam dalam menata kehidupan individu maupun kelompok, baik yang bersifat sprituil maupun yang bersifat materil. Jika dilihat kembali pengertian dan ruang lingkup akhlak, maka akan tampak bahwa sesuatu yang menjadi tujuan adalah terwujudnya kepribadian seseorang yang dapat membuatnya menjadi ”insan kamil” dengan pola iman dan takwa. Insan kamil artinya manusia utuh jasmani dan rohani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah swt. Ini mengandung arti bahwa pada dasarnya akhlak bertujuan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat serta mengamalkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan sesama manusia. Pada gilirannya dapat mengambil mamfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini demi kepentingan hidup di dunia dan di akhirat nanti. Akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika.
Dikatakan demikian karena etika dibatasi pada sopan santun antar sesama manusia, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Sedangkan akhlak lebih luas maknanya dari pada etika serta mencakup beberapa hal yang tidak merupakan sifat lahiriah, seperti yang berkaitan dengan sikap batin maupun pikiran. Dalam perspektif Islam, akhlak mencakup berbagai aspek, yaitu dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa). Dengan demikian, dapat dipahami pada dasarnya tujuan akhlak berorientasi pada perwujudan tatanan hubungan yang harmonis antara manusia dengan khaliknya dan antara manusia dengan sesama manusia serta lingkungannya. Dalam QS. Ali Imran {3}: 112, Allah menegaskan bahwa manusia akan ditimpah kehinaan di manapun berada, kecuali jika manusia memperbaiki habl min Allah dan habl min al-nas. Oleh karena itu, tujuan pokok akhlak adalah memperbaiki hubungan kepada Allah dan hubungan dengan sesame manusia. Kaitannya dengan hal tersebut, tujuan akhlak kepada Allah yang terimplementasi pada tataran habl min Allah bertolak pada pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Allah memiliki sifat-sifat terpuji, mulia dan agung, sehingga tak satupun dari ciptaanNya yang mampu menjangkau hakikatNya. Pada gilirannya menyempurnakan hubungan manusia dengan khaliknya. Semakin dekat dan terpelihara hubungan dengan Khaliknya akan semakin tumbuh dan berkembang keimanan seorang dan semakin terbuka pulalah kesadaran akan penerimaan rasa ketaatan dan ketundukan kepada segala perintah dan larangan-Nya, sehingga peluang untuk memperoleh kejayaan semakin menjadi terbuka.
Sedangkan
akhlak
mulia
terhadap
sesama
manusia
yang
terimplemetasi pada sikap dan prilaku manusia dengan sesamanya, bertujuan untuk menyempurnakan hubungan manusia dengan sesamanya, memelihara, memperbaiki dan meningkatkan hubungan antara manusia dan lingkungan merupakan upaya manusia yang harus senantiasa dikembangkan terus menerus. Di sinilah terjadi interaksi antara sesama manusia, baik dengan
muslim maupun bukan, sehingga tampak akhlak mulia yang
ditunjukkan oleh tingkah laku manusia. Di samping itu, akhlak mulia juga bertujuan untuk mewujudkan keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara kedua hubungan itu dan mengaktifkan kedua-duanya sejalan dan berjalin dalam diri pribadi. Ini berarti upaya yang terus menerus untuk mengenal dan memperbaiki diri. Upaya mengenal, memperbaiki diri mengaktualisasikan kedua tujuan pokok akhlak tersebut di atas secara serasi seimbang dan selaras dalam bentuk tindakan dan kegiatan sehari-hari memberi petunjuk atas sejauh manakah tingkat hamba Allah itu telah dicapai oleh seseorang Sementara itu, dalam kaitannya dengan akhlak mulia terhadap lingkungan, pada dasarnya bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi yang harmonis antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Oleh karena itu, konsep kekhalifahan
mengandung
arti
pengayoman,
pemeliharaan
serta
pembimbingan agar setiap makhluk mencapai dan mewujudkan tujuan penciptaannya. Dengan demikian, dalam pandangan akhlak Islam bahwa seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberikan kesempatan kepada
makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya. Ini berarti bahwa dalam akhlak Islam, manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan. Pada gilirannya akan membawa manusia kepada prilaku tidak melakukan pengrusakan di bumi.
G. Kerangka Pikir Pendidikan atau pengajaran adalah ilmu yang mempelajari dan mengajarkan berdasarkan teori, metode dan tatacara yang baik yang dapat dipahami oleh siswa, untuk kemudian dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai . Bagi umat Islam, wajib untuk dipelajari dalam rangka mengenal, mengetahui, memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran . Oleh karena itu, dapat berfungsi sebagai petunjuk bagi seluruh alam semesta, terutama bagi manusia sebagai hudan linnas (petunjuk bagi manusia). Guru Pendidikan Agama Islam dituntut untuk dapat menimbulkan minat dan semangat belajar bagi peserta didik melalui mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, memiliki kecakapan untuk memimpin, dapat menghubungkan materi pelajaran dengan pekerjaan-pekerjaan praktis. Untuk mencapai hal ini diperlukan kemampuan guru dalam menciptakan hubungan antara guru dengan peserta didik karena yang dicari oleh peserta didik adalah untuk memperoleh nasehat dan bantuan, mencari kontak dengan siswa di luar kelas, memimpin kegiatan kelompok, memiliki minat dalam pelayanan sosial, dan membuat kontak dengan orang tua peserta didik. Di samping itu, guru dituntut agar mampu memberikan materi pelajaran secara tegas dan jelas, sehingga guru dituntut untuk menguasai bahasa Arab sebagai bahasa kunci dapat memahami dan mengerti . Pengajaran ini terus berkembang hingga sampailah pada Abu Bakar Ahmad Ibn Musa Ibn Abbas Ibn mujahid yang terkenal dengan
panggilan Ibn Mujahid (wafat tahun 324 H) di Bagdad. Beliau lah yang menyusun dan mengumpulkan Qira’ah sa’bah atau tujuh Qira’at dari tujuh imam yang dikenal di Mekkah, Madinah, Kufah, Basrah, dan Syam untuk kemudian diajarkan kepada umat Islam. Deskripsi di atas, tergambar bahwa yang menjadi kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema berikut: Adapun skema kerangka pikir yang dimaksud adalah: Al-Quran - Hadis
Proses Belajar Mengajar Al-Quran
Pembinaan mental siswa
Siswa berakhlak Skema: Kerangka Pikir