BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1
Stroke
2.1.1 Defenisi Stroke Stroke adalah berhentinya pasokan darah ke bagian otak sehingga
mengakibatkan
(Smeltzer
dan
Bare,
gangguan
2002).
pada
Kurangnya
fungsi aliran
otak darah
menyebabkan infark pada daerah otak yang terkena sehingga terjadi defisit neurologis (Batticaca, 2008) 2.1.2 Klasifikasi Stroke Menurut Ginsberg (2005) secara umum, stroke terbagi atas dua jenis yaitu stroke iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena adanya penyumbatan aliran darah sehingga pasokan darah ke otak mengalami gangguan. Penyumbatnya adalah plak atau tumpukan lemak yang mengandung kolesterol yang ada dalam darah. Penumpukan plak atau timbunan lemak tersebut menyebabkan dinding dalam arteri menjadi kasar dan juga karena darah berupa cairan kental maka kemungkinan akan terjadi gumpalan darah (trombosis)
sehingga
menghambat
aliran
darah
dan
mengakibatkan otak mengalami kekurangan suplai darah yang membawa nutrisi dan oksigen yang diperlukan oleh otak. Berkurangnya aliran darah yang semakin buruk dapat
mengakibatkan kematian pada jaringan otak. Kadang-kadang terjadi gejala stroke singkat yang timbul karena terganggunya pasokan darah. Kondisi ini disebut gangguan peredaran darah sesaat di otak atau transient ischemic attack (TIA), atau biasa
disebut
hemoragik
juga
terjadi
stroke
ketika
ringan.
pembuluh
Sedangkan darah
stroke
pada
otak
mengalami kebocoran atau pecah, sehingga darah mengalir dan mengenangi atau menutupi ruang-ruang jaringan sel otak maka akan menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan menyebabkan
kerusakan
fungsi
kontrol
otak.
Stroke
hemoragik terbagi dua yaitu hemoragi subaraknoid yaitu hemoragik yang terjadi di ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak) dan hemoragi intraserebral yaitu perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak. Walaupun dibandingkan
stroke dengan
hemoragik stroke
jarang
iskemik,
terjadi
namun
jika stroke
hemoragik lebih mematikan karena biasanya sekitar 50% orang yang mengalami stroke hemoragik meninggal dunia sedangkan pada penderita stroke iskemik peluang itu hanya sekitar 20% saja dan juga biasanya stroke hemoragik ini terjadi pada orang yang berusia muda (Holistic Health Solution, 2002).
2.1.3
Penyebab Stroke Stroke dapat terjadi bila pasokan darah ke otak mengalami hambatan, sehingga jaringan pada otak tidak dapat memperoleh darah ataupun oksigen. Padahal otak merupakan
salah
satu
organ
tubuh
yang
sangat
membutuhkan oksigen. Satu-satunya sumber oksigen otak diperoleh dari peredaran darah. Menurut Smeltzer dan Bare (2002), stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian: (1) trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher), (2) embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain), (3) iskemia (penurunan aliran darah ke area otak), dan (4) hemoragi serebral
(pecahnya
pembuluh
darah
serebral
dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan
kehilangan
sementara
atau
permanen
gerakan, berpikir, memori, bicara, atau sensasi. Faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke yaitu hipertensi, penyakit kardioavaskular, kolestrol tinggi, obesitas, diabetes, merokok, konsumsi alkohol 2002).
(Smeltzer dan Bare,
Stroke dapat terjadi pada semua umur, akan tetapi lebih banyak terjadi pada usia tua dengan angka kematian meningkat dua kali lipat setiap tahun pada rentang usia 55 hingga 85 tahun (Goldstein dkk, 2007). 2.1.4 Dampak stroke Otak mengatur berbagai hal yang berlangsung di tubuh kita. Kerusakan pada otak dapat mempengaruhi pergerakan, perasaan,
perilaku,
kemampuan
berpikir
seseorang.
Pengaruh stroke terhadap seseorang tergantung pada bagian otak yang mengalami stroke, seberapa seriusnya dan usia, kondisi kesehatan serta kepribadian penderitanya (Soeharto, 2004). Seseorang yang mengalami stroke akan mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya. Perubahan-perubahan ini dapat berupa kecacatan fisik dan atau psikis. Menurut
Smeltzer
dan
Bare
(2002)
stroke
mengakibatkan berbagai gangguan neurologis bergantung pada lokasi lesi dan luasnya kerusakan neuron pada fokal otak
ataupun
secara
global
(pembuluh
darah
yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesoris). Beberapa dampak stroke yang sering dijumpai adalah (Ginsberg, 2005):
1. Kelumpuhan pada satu sisi tubuh. Salah satu akibat dari stroke yang paling umum terjadi adalah kelumpuhan. Kelumpuhan biasanya terjadi di bagian yang berlawanan dari letak lesi di otak karena adanya
pengaturan representasi
silang oleh otak. 2. Gangguan komunikasi. Stroke kemampuan membaca
seseorang dan
dapat
mempengaruhi
untuk berbahasa/berbicara,
menulis
atau
untuk
memahami
pembicaraan orang lain. Menurut Smeltzer & Bare (2002) disfungsi bahasa dan komunikasi berupa disartria (kesulitan dalam berbicara), ditandai dengan berbicara yang sulit dimengerti
yang
disebabkan
oleh
paralisis
otot
yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara, disfasia atau afasia
yang
terbagi
(ketidakmampuan
dalam
lagi
yaitu
membentuk
afasia kata
ekspresif
yang
dapat
dipahami; mampu berbicara dalam respon kata tunggal), afasia reseptif (ketidakmampuan untuk memahami kata yang disampaikan atau dibicarakan, mampu berbicara namun tidak masuk akal) dan afasia global (kombinasi antar afasia reseptif dan ekspresif). 3. Gangguan penglihatan. Penderita stroke sering mengalami gangguan penglihatan berupa defisit lapang penglihatan yang dapat mengenai satu atau kedua bola mata. Hal ini
menyebabkan
penderita
hanya
dapat
melihat
sesuatu
pada satu sisi saja. 4.Gangguan
persepsi.
Ketidakmampuan
untuk
menginterpretasikan sensasi merupakan salah satu akibat yang ditimbulkan dari stroke. Akibat stroke seseorang tidak dapat mengenali
objek-objek
yang
ada
di
sekitarnya
atau tidak mampu menggunakan benda tersebut. 5. Depresi. Depresi umum dapat terjadi pada penderita stroke dan mungkin diperberat oleh respon alamiah penderita terhadap dampak stroke yan dialaminya.
Untuk kasus ini,
dukungan keluarga akan sangat membantu penderita. 6. Emosi yang labil. Stroke dapat mengakibatkan seseorang mengalami ketidakstabilan emosi sehingga
memperlihatkan
respon emosi yang berlebihan atau tidak sesuai. 7. Gangguan memori. Penderita gangguan
memori
dan
stroke
dapat
mengalami
kesulitan mempelajari dan
mengingat hal baru. 2.2
Stroke pada lansia Stroke merupakan penyakit yang sering dijumpai pada kaum lansia, dikarenakan tingkat kejadian stroke semakin meningkat
seiring
dengan
bertambahnya
usia.
Lansia
mempunyai resiko tinggi untuk mengalami stroke dan penyakit yang berhubungan dengan stroke. Insiden stroke yang
mengenai populasi lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun sehingga menyebabkan ketergantungan lansia semakin meningkat (Azizah, 2011). Lansia yang mengalami penyakit yang menimbulkan keterbatasan dan ketergantungan seperti stroke mengalami perubahan dalam berbagai hal yang berhubungan dengan kepuasan hidup atas dirinya sendiri. Menurut Hariandja (2013), penderita stroke akan menjadi bergantung pada orang lain dalam melakukan aktivitas dalam kehidupannya dikarenakan kemandirian dan mobilitas menjadi berkurang atau bahkan hilang. Serangan stroke yang dialami dapat menyebabkan defisit pada neurologis seperti mengalami perubahan dalam kemampuan motorik anggota tubuh dan otot, kognitif, visual dan koordinasi. Tingkat kemandirian dan mobilitas seseorang akan berkurang sehingga sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup. Berkurangnya kemampuan motorik pada penderita stroke dapat menimbulkan keterbatasan gerak dalam melakukan aktivitas sehari-hari sehingga memiliki pengaruh negatif
terhadap kepuasan
hidupnya (Kariasa, 2009). Jadi secara umum, lansia yang mengalami stroke memiliki tingkat kepuasan yang lebih rendah terhadap kehidupannya dibandingkan dengan lansia yang sehat.
Penelitian yang dilakukan oleh Katona et al (2015) mengemukakan bahwa kualitas hidup jangka panjang yang terkait dengan kesehatan pada penderita stroke dapat dipengaruhi secara positif dengan mengurangi resiko jatuh pada penderita dan meningkatkan kesejahteraan emosional mereka. Masa usia lanjut merupakan tingkatan terakhir dari fase kehidupan sehingga membutuhkan banyak penyesuaian agar dapat mencapai kepuasan hidup. Oleh karena itu pada masa lanjut usia, individu mengalami penurunan kondisi fisik maupun psikis. Kepuasan hidup dipakai sebagai ukuran kesejahteraan psikologis pada lansia dan menjadi salah satu yang berperan penting
dalam
mencapai
kesuksesan
pada
fase
akhir
kehidupan, sebelum kematian (Azizah, 2011). 2.3 Kualitas Hidup Kualitas hidup didefinisikan dengan cara yang berbeda oleh para peneliti dikarenakan istilah kualitas hidup merupakan istilah multi disipliner yang tidak hanya digunakan dalam pembicaraan sehari-hari, tetapi dalam konteks penelitian yang dihubungkan dengan berbagai macam bidang khusus seperti sosiologi, ilmu kedokteran, keperawatan, dan psikologi (Rahmi, 2011).
Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika menghadapi dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapi dengan negatif maka akan buruk pula kualitas hidupnya. 2.3.1 Defenisi Kualitas Hidup WHO (1997) mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu sebagai laki-laki maupun perempuan mengenai posisi mereka dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep tingkatan yang
terangkum
secara
kompleks
yang
mencakup
kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial dan hubungan spiritual kepada karakteristik lingkungan mereka. Kualitas hidup dapat diartikan sebagai sebuah istilah yang merujuk pada emosional, sosial dan kesejahteraan fisik seseorang serta kemampuan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (Donald, 2009). 2.3.2 Komponen kualitas hidup Komponen kualitas hidup menurut Organization Quality of Life
World Health
(WHOQOL-BREF) terbagi
menjadi empat domain yaitu fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan (WHO, 1997 dalam Wulandari 2004). 1. Domain fisik WHOQOL membagi domain fisik pada tiga bagian, yaitu: 1). Aktivitas sehari-hari Aspek
ini
kemudahan
menggambarkan
kesulitan
yang
individu
dirasakan
dan ketika
melakukan kegiatan sehari-hari 2). Ketergantungan pada obat-obatan dan bantuan medis Aspek
ini
menggambarkan
seberapa
besar
kecenderungan individu dalam menggunakan obatobatan
atau
bantuan
medis
lainnya
dalam
melakukan aktivitas sehari-hari 3). Energi dan kelelahan Aspek ini menggambarkan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari. 4). Mobilitas Aspek ini menggambarkan tingkat perpindahan yang mampu dilakukan oleh individu dengan mudah dan cepat
5) Tidur dan istirahat Aspek ini menggambarkan seberapa banyak tidur dan istirahat dan juga tentang masalah tidur seperti sulit untuk pergi tidur, sering terbangun tengah malam dan tidak dapat kembali lagi untuk serta kurang segar pada saat bangun di pagi hari. 2. Domain psikologis WHOQOL membagi domain psikologis pada lima bagian, yaitu: 1). Bodily image dan appearance Aspek ini menggambarkan bagaimana individu memandang keadaan tubuh serta penampilannya. 2). Berfikir, belajar, ingatan dan konsentrasi Aspek ini mengungkapkan pandangan individu terhadap
pemikiran,
pembelajaran,
ingatan,
konsentrasi dan kemampuannya dalam membuat keputusan. Hal ini juga termasuk kecepatan dan kejelasan individu memberikan gagasan. 3). Self-esteem Aspek ini untuk melihat bagaimana individu menilai atau
menggambarkan
dirinya
sendiri
serta
berfokus pada kepuasan dengan diri dan kendali diri.
4). Perasaan positif Aspek
ini
menggambarkan
perasaan
yang
menyenangkan yang dimiliki oleh individu. 5). Perasaan negatif Aspek ini fokus pada seberapa banyak pengalaman perasaan
negatif
semangat,
individu,
perasaan
keputusasaan,
termasuk
berdosa,
kegelisahan,
patah
kesedihan,
kecemasan,
dan
kurang bahagia dalam hidup. 3. Hubungan sosial 1). Relasi personal Aspek ini menggambarkan hubungan individu dengan orang lain. 2). Dukungan sosial Aspek ini menggambarkan adanya bantuan yang didapatkan
oleh
individu
yang
berasal
dari
lingkungan sekitarnya. 4. Lingkungan WHOQOL
membagi
delapan bagian, yaitu: 1). Sumber finansial
domain
lingkungan
pada
Aspek ini menggambarkan keadaan keuangan individu, apakah keuangan yang dimilikinya dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau tidak. 2). Physical safety dan security Aspek ini menggambarkan tingkat keamanan individu yang dapat mempengaruhi kebebasan dirinya. 3). Perawatan kesehatan dan Social care Aspek ini menggambarkan ketersediaan layanan kesehatan dan perlindungan sosial yang dapat diperoleh individu. 4). Lingkungan rumah Aspek
ini
menggambarkan
tinggal individu.
keadaan
tempat
Kualitas sebuah rumah dapat
dinilai pada kenyamanan, tempat teraman individu untuk tinggal. 5). Patisipasi dalam kesempatan berekreasi dan waktu luang Aspek ini menggambarkan sejauh mana individu memiliki kesempatan dan dapat bergabung untuk berkreasi dan memiliki waktu luang. 6). Lingkungan fisik (polusi/ keributan/ kemacetan/ iklim)
Aspek ini menggambarkan keadaan lingkungan sekitar tempat tinggal individu. 7). Transportasi Aspek ini menggambarkan sarana kendaran yang dapat dijangkau oleh individu.