BAB II LANDASAN TEORI A. Teori yang Relevan 1. Reinforcement Theory B.F. Skinner (1904-1990), reinforcement theory ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi dan hukuman. Dari kepuasan process theory, perilaku patuh dalam membayar pajak dapat didorong dengan
menciptakan
peraturan
yang
dapat
mengakomodasi dan mendinamisasi, seperti sanksi dan insentif. Pengaruh motivasi wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayarkan pajak secara teoris dapat dibahas melalui kajian sanksi dan insentif (reinforcement theory). Dari pembahasan kajian sanksi, motivasi wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayarkan pajak. Dengan adanya sanksi, maka motivasi wajib pajak terhadap kepatuhan membayarkan pajak akan semakin bertambah, karena apabila wajib pajak tidak patuh dalam membayarkan kewajibannya maka akan diberikan hukuman (punishment) yang berupa sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Dalam pembahasan kajian insentif, motivasi wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayarkan pajak. Dengan adanya pemberian insentif (kompensasi/imbalan), maka motivasi wajib pajak pun juga akan berpegaruh terhadap kepatuhan wajib pajak membayarkan pajak. 9
10
Dengan adanya pemberian insentif, maka motivasi wajib pajak akan meningkatkan kewajibannya dalam membayarkan pajak, karena wajib pajak akan terus melakukan hal tersebut (membayarkan pajak) dengan tujuan mendapatkan insentif (imbalan). Dari pembahasan reinforcement theory, kepatuhan wajib pajak sangat terkait dengan hubungan sebab dan akibat dari perilaku wajib pajak yang diarahkan, apakah perilaku tersebut mengarah untuk mendapatkan insentif (imbalan) atau hukuman (sanksi).Dengan demikian, berdasarkan pembahasan dari kajian sanksi dan insentif (reinforcement theory), motivasi wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. 2. Expectacy Theory (Teori Pengharapan) Victor Vroom (1964) (dalam Robbins, 2003) menyatakan teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut. Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik.
11
B. Pelayanan Fiskus Pelayanan adalah cara melayani (membantu mengurus atau menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan seseorang). Sementara itu, fiskus merupakan petugas pajak. Jadi, pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas pajak dalam membantu, mengurus, atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang yang dalam hal ini adalah wajib pajak (Jatmiko, 2006). Kegiatan yang dilakukan otoritas pajak dengan menyapa masyarakat agar menyampaikan SPT tepat waktu, termasuk penyuluhan secara kontinyu melalui berbagai media, serta pawai peduli NPWP di jalan, patut untuk dipuji. Dengan penyuluhan secara terus-menerus kepada masyarakat agar mengetahui, mengakui, menghargai, dan menaati ketentuan pajak, diharapkan tujuan penerimaan pajak bisa berhasil. Ilyas dan Burton (2010) menjelaskan bahwa meskipun kampanye dan penyuluhan perpajakan telah dilaksanakan Ditjen Pajak, cara yang dirasa paling baik untuk bisa mengubah sikap masyarakat yang masih kontra dan belum memahami pentingnya membayar pajak, dan akhirnya mau mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP adalah melalui pelayanan. Masih dalam Ilyas dan Burton (2010), dijelaskan bahwa sikap atau pelayanan fiskus yang baiklah yang harus diberikan kepada seluruh wajib pajak, karena dalam membayar pajak seseorang tidak mempunyai kontraprestasi yang langsung. Dalam hal
untuk
mengetahui
bagaimana
pelayanan
terbaik
yang
seharusnya dilakukan oleh fiskus kepada wajib pajak, diperlukan juga
12
pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai fiskus. Kewajiban fiskus yang diatur dalam UU Perpajakan adalah: 1. Kewajiban untuk membina wajib pajak 2. Kewajiban menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar 3. Kewajiban merahasiakan data wajib pajak 4. Kewajiban melaksanakan Putusan Sementara itu, terdapat pula hak-hak fiskus yang diatur dalam UU Perpajakan, antara lain: 1. Hak menerbitkan NPWP atau NPPKP secara jabatan. 2. Hak menerbitkan surat ketetapan pajak. 3. Hak menerbitkan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. 4. Hak melakukan pemeriksaan dan penyegelan. 5. Hak menghapuskan atau mengurangi sanksi administrasi. 6. Hak melakukan penyidikan. 7. Hak melakukan pencegahan. 8. Hak melakukan penyanderaan Beberapa
penelitian
sebelumnya
juga
telah
menjelaskan
mengenai
pentingnya pelayanan fiskus. Karanta et al, 2000 (dalam Suryadi, 2006) menekankan pada pentingnya kualitas aparat (SDM) perpajakan dalam memberikan pelayanan kepada wajib pajak. Forest dan Sheffrin (2002) yang dikutip oleh Suryadi (2006) meneliti pentingnya sistem perpajakan yang
13
simplifying. Hal ini karena kompleksitas dari sistem perpajakan akan berpengaruh
pada
ketidakpatuhan
wajib
pajak,
meskipun
sistem
perpajakan yang sederhana juga tidak menjamin wajib pajak akan patuh (Suryadi, 2006). C. Persepsi 1. Pengertian Persepsi Kotler (2000) menjelaskan persepsi sebagai proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Hasil penelitian telah mengidentifikasi dua jenis pengeruh dalam persepsi, yaitu pengaruh struktural dan pengaruh fungsional. Notoatmodjo (2002) mendefinisikan persepsi adalah suatu proses otomatis yang terjadi cepat dan kadang tidak kita sadari, di mana kita dapat mengenali stimulus yang kita terima. Robbins (2003) mendeskripsikan persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan,
yaitu
sebagai
proses
di
mana
individu-individu
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Walgito (1993) mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalamanpengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus.
14
Dari definisi persepsi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan
masukan-masukan
informasi
dan
pengalaman-
pengalaman yang ada dan kemudian menafsirkannya untuk menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti. 2. Proses Persepsi dan Sifat Persepsi Alport (dalam Mar’at, 1991), proses persepsi merupakan suatu proses kognitif yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, dan pengetahuan individu. Pengalaman dan proses belajar akan memberikan bentuk dan struktur bagi objek yang ditangkap panca indera, sedangkan pengetahuan dan cakrawala akan memberikan arti terhadap objek yang ditangkap individu, dan akhirnya komponen individu akan berperan dalam menentukan tersedianya jawaban yang berupa sikap dan tingkah laku individu terhadap objek yang ada. Walgito (dalam Hamka, 2002) menyatakan bahwa terjadinya persepsi merupakan suatu yang terjadi dalam tahap-tahap berikut: 1. Tahap pertama Merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses kealaman atau proses fisik, merupakan proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia.
15
2. Tahap kedua Merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis, merupakan proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor (alat indera) melalui saraf-saraf sensoris. 3. Tahap ketiga Merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses psikologik, merupakan proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptor. 4. Tahap keempat Merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu berupa tanggapan dan perilaku. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Thoha (1993) berpendapat bahwa persepsi pada umumnya terjadi karena dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dlam diri individu, misalnya sikap, kebiasaan, dan kemauan.Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar individu yang meliputi stimulus itu sendiri, baik sosial maupun fisik. Dijelaskan oleh Robbins (2003) bahwa meskipun individu-individu memandang pada satu benda yang sama, mereka dapat mempersepsikannya berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang bekerja untuk membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi. Faktor-faktor ini dari:
16
a. Pelaku persepsi b. Objek atau yang dipersepsikan c. Konteks dari situasi dimana persepsi itu dilakukan Persepsi dan penilaian individu terhadap seseorang akan cukup banyak dipengaruhi oleh pengandaian-pengadaian yang diambil mengenai keadaan internal orang itu (Robbins, 2003). 4. Aspek-Aspek Persepsi Baron dan Byrne, juga Myers (dalam Gerungan, 1996) menyatakan bahwa sikap itu mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu: 1. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap. 2. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. 3. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.
17
Rokeach (dalam Walgito, 2003) memberikan pengertian bahwa dalam persepsi terkandung komponen kognitif dan juga komponen konatif, yaitu sikap merupakan predisposing untuk merespons, untuk berperilaku.Ini berarti bahwa sikap berkaitan dengan perilaku, sikap merupakan predisposisi untuk berbuat atau berperilaku. D. Motivasi Menurut G.R. Terry (1986) ( d a l a m H a s i b u a n , 2 0 0 7 : 1 4 3 ) , motivasi adalah keinginan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan (perilaku). Motivasi adalah keadaan dalam diri sesorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan (Reksohadiprojo dan Handoko, 1997:252). Supardi dan Anwar (2004) menyatakan motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang yang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan. Siagian (2002), menyatakan bahwa yang diinginkan seseorang dari pekerjaannya pada umumnya adalah sesuatu yang mempunyai arti penting bagi dirinya sendiri dan bagi instansi.
18
1. Teori Motivasi Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut (Hasibuan, 2005: 92). Teori motivasi antara lain: A. Teori Pengharapan (Expectacy Theory) Victor H. Vroom dalam Robbins (2003) menyatakan bahwa dorongan atau kekuatan saja tidaklah cukup untuk mendorong seseorang melakukan suatu yang dilakukan seseorang melakukan suatu tindakan. Teori ini didasarkan atas : a. Harapan (expectacy). Yaitu peluang subyektif seorang orang yang usahanya akan dapat diwujudkan dan percaya bahwa usaha yang dilakukan akan berpengaruh terhadap perilaku kerjanya, misalnya dalam bentuk kontrak prestasi, dapat gaji, penghasilannya semakin naik. Derajat kepercayaan secara kuantittif dinyatakan antara “0” hingga “1”. b. Valensi (valence). Berkaitan dengan daya tarik (attactiveness), adalah hasil yang diantisipasi seorang orang. Jika seorang merasa tertarik terhadap pekerjaan tertentu maka akan dikuantifikasikan dengan nilai “+1” sebaliknya jika tidak tertarik akan diberikan nilai”-1”.
19
c. Pertautan (instrumentality). Yaitu kepercayaan seorang orang bahwa tingkat kinerja tertentu akan memberikan hasil yang tertentu pula. Mempunyai nilai antara “0” hingga “-1”. B. Teori Keadilan (Equity Theory) Adams (1963) dalam As’ad (2004) menyatakan bahwa pada dasarnya seseorang akan melakukan perhitungan upaya dan penghargaan (effort and reward)
yang
diperoleh,
selanjutnya
pada
saat
yang
sama
membandingkannya dengan apa yang terjadi pada orang lain. C. Teori Penetapan Tujuan (Goal SettingTheory) Teori penetapan tujuan (menurut A Locke, 1964) mengatakan bahwa perilaku seseorang sangat ditentukan oleh tujuan yang dikehendaki (conscious goal) dan keinginan-keinginan (interions). D. Teori Kepuasan Teori-teori ini telah mendorong banyak ahli untuk melakukan penelitian ynag mendalam sera mendorong para manajer lebih berusaha keras menerapkannnya ke dalam praktik. 1. Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow (1943:1970) (dalam Sutrisno, 2009:131), menyatakan
bahwa
kebutuhan
itu
tersusun
dalam
bentuk
hierarki.Tingkat kebutuhan yang paling rendah adalah kebutuhan fisiologis dan tingkat yang tertinggi adalah kebutuhan realisasi diri (self actualization needs).
20
2. Teori Dua Faktor (Two-factor Theory) Frederick Herzberg (1966) menyatakan dengan keyakinan bahwa sikap seseorang terhadap pekerjaan bisa dengan sangat baik menentukan keberhasilan atau kegagalan dan agar para karyawan termotivasi, maka mereka hendaknya mempunyai suatu pekerjaan dengan isi yang selalu merangsang untuk berprestasi. 3. Teori Prestasi David C. McClelland (1961) menyatakan bahwa kebutuhan untuk berprestasi itu adalah suatu yang berbeda dan dapat dibedakan dari kebutuhan-kebutuhan lainnya dan seseorang dianggap mempunyai motivasi untuk berprestasi jika ia mempunyai keinginan untuk melakukan suatu karya yang berprestasi lebih baik dari prestasi karya orang lain. E. Bentuk-Bentuk Motivasi Terdapat 3 bentuk motivasi (Widayatun, 1999), antara lain: a . Motivasi instrinsik yaitu motivasi yang datangnya dari dalam diri individu itu sendiri. b . Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu. c . Motivasi terdesak yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit dan munculnya serentak serta menghentak dan cepat sekali.
21
F . Tingkatan –Tingkatan Motivasi Irwanto (2008) membagi motivasi dalam beberapa tingkatan motivasi yaitu : a) motivasi dikatakan kuat apabila dalam diri seseorang dalam kegiatan-kegiatan sehari-hari memiliki harapan yang positif, mempunyai harapan yang tinggi, dan memiliki keyakinan yang tinggi, b) motivasi sedang apabila dalam diri manusia memiliki keinginan yang positif, mempunyai harapan yang tinggi, namun memiliki keyakinan yang rendah, c) motivasi dikatakan lemah/rendah apabila di dalam diri manusia memiliki harapan dan keyakinan yang rendah dalam dirinya. G. Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi (Prabu, 2005), antara lain : a) Tingkat kematangan pribadi merupakan motivasi yang berasal dari dalam dirinya sendiri, biasanya timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga puas dengan apa yang sudah dilakukan, b) Situasi dan kondisi, motivasi yang timbul berdasarkan keadaan yang terjadi sehingga mendorong memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu, c) Lingkungan kerja atau aktifitas merupakan motivasi yang timbul atas dorongan dalam diri seseorang atau pihak lain yang didasari dengan adanya kegiatan atau aktivitas rutin dengan tujuan tertentu, d) Tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan seseorang, d) Audio Visual (media) motivasi yang timbul dengan adanya informasi yang didapat dari perantara sehingga mendorong atau menggugah hati seseorang untuk melakukan sesuatu, e) Sarana dan
22
Prasarana dapat mempengaruhi motivasi. Apabila sarana dan prasarana memadai maka akan timbul suatu motivasi. 2. Kepatuhan Wajib Pajak 1. Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:110), kepatuhan wajib pajak adalah rasa bersalah dan rasa malu, persepsi wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah. Dalam berlaku
adalah
merupakan
Undang-undang
kepatuhan
pajak,
aturan
Perpajakan. Jadi, kepatuhan
yang pajak
seseorang, dalam hal ini adalah wajib pajak,
terhadap peraturan atau Undang-undang Perpajakan. Kepatuhan dalam hal perpajakan berarti merupakan suatu ketaatan untuk melakukan
ketentuan-ketentuan
atau aturan-aturan perpajakan
yang
diwajibkan
atau diharuskan dilaksanakan menurut peraturan perundang-
undangan perpajakan. Menurut Nurmantu, 2003 (dalam Santoso, 2008) mendefinisikan kepatuhan perpajakan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jendral Pajak sebagai wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Keputusan menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000 tentang Kriteria Wajib Pajak yang Dapat Diberikan
23
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. Menurut Muliari dan Setiawan (2010) menjelaskan bahwa kriteria wajib pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No.544/KMK.04/2000 wajib pajak patuh adalah sebagai berikut: a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir. b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir. d. Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling banyak lima persen. e. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak memengaruhi laba rugi fiskal.
24
2. Jenis-Jenis Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:138) terdapat jenis-jenis kepatuhan wajib pajak, sebagai b erikut: a) Kepatuhan
formal
adalah suatu
keadaan
dimana
wajib
pajak
memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang perpajakan, b) Kepatuhan material adalah secara
suatu
keadaan
substantif/hakikatnya memenuhi
diamana
semua
wajib
ketentuan
pajak material
perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa Undang-undang pajak kepatuhan material juga dapat meliputi kepatuhan formal. 3. PENELITIAN TERDAHULU 1. Shiva Fauziah (2011) Dalam penelitiannya yang meneliti tentang “Pengaruh Sikap Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak” terdapat dua variabel independen yang akan diuji, yaitu sikap wajib pajak dan pemeriksaan pajak. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepatuhan wajib pajak.Penelitian ini dilakukan di KPP Pratama Serpong. Hasil dari penelitian ini berdasarkan uji koefisin determinasi menunjukkan bahwa sebesar 25,1% variabel kepatuhan wajib pajak dapat dijelaskan oleh variabel sikap wajib pajak dan pemeriksaan pajak, sedangkan sisanya 74,9% dijelaskan oleh variabel lainnya diluar persamaan regresi.
25
2. Made Adi Mertha Prabawa (2012) Dalam penelitiannya
yang meneliti tentang “Pengaruh Kualitas
Pelayanan dan Sikap Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi” terdapat dua variabel independen yang akan diuji yaitu kualitas pelayanan dan sikap wajib pajak. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepatuhan pelaporan wajib pajak.Penelitian ini dilakukan di KPP Pratama Badung Utara. Hasil dari penelitian ini berdasarkan uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa sebesar 60,4% variabel kepatuhan pelaporan wajib pajak dapat dijelaskan oleh variabel kualitas pelayanan dan sikap wajib pajak, sedangkan sisanya 39,6% dijelaskan oleh variabel lainnya diluar persamaan regresi. 3. Widayati (2010) Dalam penelitiannya yang meneliti tentang “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemauan untuk membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas” terdapat tiga variabel independen yaitu kesadaran membayar pajak, pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan pajak, dan persepsi yang baik atas efektivitas system perpajakan. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kemauan membayar pajak.Penelitian ini dilakukan di KPP Pratama Jakarta Gambir Tiga. Hasil dari penelitian ini berdasarkan uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa sebesar 19% variabel kepatuhan membayar pajak dipengaruhi oleh variabel kesadaran membayar pajak, pengetahuan dan pemahaman peraturan pajak dan
26
persepsi system perpajakan. Berdasarkan uji parsial, variabel pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan pajak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemauan wajib pajak untuk membayar pajak. 4. Adincha Ayuvisda Sulistiyono (2009) Dalam penelitiannya yang meneliti tentang “Pengaruh Motivasi Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Penghasilan Orang Pribadi Usahawan” terdapat satu variabel independen yang akan diuji, yaitu motivasi wajib pajak. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak penghasilan orang pribadi usahawan. Penelitian ini dilakukan di Sentra Produksi Manik-manik Desa Plumbongambang, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan hasil analisis regresi liner sederhana menunjukkan bahwa terdapat pengaruh secara signifikan motivasi terhadap kepatuhan membayar pajak meskipun pengaruhnya hanya sebesar 47,1%, sedangkan sisanya 52,9% dijelaskan oleh variabel lainnya diluar persamaan regresi. 5. Devi Tri Asih (2009) Dalam penelitiannya yang meneliti tentang “Pengaruh Pengetahuan Tentang Pajak, Persepsi Tentang Petugas Pajak dan Penerapan Sistem Admiistrasi Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak” terdapat tiga variabel independen yang akan diuji, yaitu pengetahuan tentang
27
pajak, persepsi tentang petugas pajak dan penerapan sistem administrasi perpajakan modern. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepatuhan wajib pajak. Penelitian ini dilakukan di daerah kota Surabaya yaitu seluruh wajib pajak badan yang ada di kota Surabaya. Berdasarkan hasil analisis regresi liner sederhana menunjukkan bahwa variabel pengetahuan tentang pajak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, variable persepsi memiliki tingkat signifikan sebesar 0,723 yang mana nilai tersebut lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa variable persepsi tentang petugas pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, dan terdapat pengaruh antara penerapan sistem administrasi perpajakan modern terhadap kepatuhan wajib pajak. 4. Kerangka Pemikiran Dan Pengembangan Hipotesis 1. Kerangka Pemikiran Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo (2011:1): “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontrapretasi) yang langsung dapat ditunjukkan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Oleh karena itu, Negara sangat memerlukan dana pembangunan yang besar untuk membiayai segala kebutuhannya (seperti, gaji pegawai pemerintahan, berbagai macam subsidi diantaranya pada sektor pendidikan, kesehatan, pertahanan dan keamanan, perumahan rakyat, ketenagakerjaan,
28
agama, lingkungan hidup, dan pengeluaran pembangunan lainnya), yang tentunya dapat Negara peroleh atau terima dari penerimaan negara dari sektor pajak yang berasal dari rakyat (wajib pajak). Dalam memenuhi kewajibannya, wajib pajak haruslah mempunyai suatu faktor untuk mendukung tercapainya pelaksanaan kewajiban wajib pajak khususnya yang berasal dari dalam diri wajib pajak, seperti motivasi dan persepsi. Dengan adanya motivasi dan persepsi wajib pajak akan mengingatkan wajib pajak akan pentingnya membayarkan pajak kepada Negara. Kepatuhan wajib pajak sangatlah tergantung pada hati sanubari Wajib pajak, dimana hal tersebut dapat mengukur sampai sejauh mana wajib pajak dapat mematuhi peraturan perundang-undangan pajak. Dan tentunya dalam hal ini (motivasi dan persepsi wajib pajak), akan sangat berpengaruh terhadap tingkat penerimaan Negara dari sektor pajak. 2. Pengembangan Hipotesis 1. Hubungan Pelayanan Fiskus dengan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban membayar pajak tergantung pada bagaimana petugas pajak memberikan mutu pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak (Jatmiko,2006). Karanta et al, 2000 (dalam Suryadi,2006) menekankan pada pentingnya kualitas aparat (SDM) perpajakan dalam memberikan pelayanan kepada wajib pajak.
29
Fiskus diharapkan memiliki kompetensi dalam arti memiliki keahlian, pengetahuan,
dan
pengalaman
dalam
hal
kebijakan
perpajakan,
administrasi pajak dan perundang-undangan perpajakan. Selain itu fiskus juga harus memiliki motivasi yang tinggi sebagai pelayan publik (Ilyas dan Burton, 2010). Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pelayanan fiskus diduga akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Oleh karena itu maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1 : Terdapat pengaruh pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas. 2. Hubungan Persepsi Wajib Pajak dengan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas Persepsi adalah sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses seseorang mengetahui
beberapa hal melalui
panca indera, maka institusi perpajakan harus meningkatkan citranya dengan berbagai macam tindakan. Maria karanta,et,al (2000) dalam Suryadi (2006) menyimpulkan hasil penelitian yang telah dilakukannya bahwa persepsi wajib pajak yang positif dapat mempengaruhi perilaku wajib pajak dalam membayar pajak. Peningkatan meningkatkan
persepsi
dapat
mutu pelayanan,
dilakukan
antara
lain
dengan
menciptakan aparat yang bersih,
30
memberikan penghargaan dan hukuman yang tegas kepada setiap pelanggaran yang dilakukan oknum pegawai pajak. H2 : Terdapat pengaruh persepsi wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas. 3. Hubungan Motivasi Wajib Pajak dengan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas Motivasi diartikan sebagai suatu dorongan yang berasal dari dalam diri wajib pajak. Kepatuhan wajib pajak sangatlah dipengaruhi oleh diri wajib pajak itu sendiri. Apabila Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajibannya maka kepatuhan Wajib Pajak masih sangat lemah atau kurang, namun sebaliknya jika Wajib pajak memenuhi kewajibannya maka kepatuhan wajib pajak akan baik. Dengan adanya motivasi tentunya akan sangat membuat diri seseorang sangat bersemangat dalam mencapai sesuatu yang ingin dicapai. Sebagai contoh, apabila wajib pajak memiliki motivasi yang besar dalam melaksanakan kewajibannya (misalnya, wajib pajak membayarkan pajak karena ingin ikut serta meningkatkan pembangunan nasional) maka kepatuhan wajib pajak pun juga akan meningkat guna mencapai tujuan Negara tersebut. H3 : Terdapat pengaruh motivasi wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas.
31
5. Model Konseptual Pelayanan Fiskus ( X1 )
Persepsi Wajib Pajak ( X2 )
Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaanbebas( Y )
Motivasi Wajib Pajak ( X3 )
Dimana: X1 :Pelayanan Fiskus (Variabel Independen) X2 : Persepsi Wajib Pajak (Variabel Independen) X3 : Motivasi Wajib Pajak (Variabel Independen) Y :Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas (Variabel Dependen)