BAB II LANDASAN TEORI
2.1.
Kualitas Pelayanan Jasa
2.1.1. Pengertian Kualitas Pelayanan Jasa a. Jasa/Pelayanan Sebagai salah satu bentuk produk, jasa juga didefinisikan secara berbedabeda. Beberapa definisi jasa
dikembangkan oleh tiga pakar kualitas tingkat
internasional, yaitu Deming, Crosby dan Juran dikutip Yamit ( 2005:7). Menurut Deming, Mendefinisikan kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen, Crosby, mempersepsikan kualitas sebagai nihil cacat, kesempurnaan dan kesesuaian terhadap persyaratan, dan Juran, mendefinisikan mutu sebagai kesesuaian terhadap spesialisasi. Jasa
merupakan produk yang ditawarkan kepada konsumen, berikut
definisi Jasa menurut Kotler and Keller (2007: 42), “Jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Produksinya mungkin saja terkait atau mungkin juga tidak terkait dengan produk fisik”.
7
8
Menurut Ziethaml dan Bitner (Lupiyoadi 2006 : 5) menyatakan bahwa : Service is an all economic activities whose output is not a physical product or construction is generally consumed at that time it is produced, provides added value in forms (such as convenience, amusement, comfort or health). Maksud pengertian adalah jasa lebih merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah (seperti misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan atau kesehatan). Menurut Supranto (2006:227) ; Jasa/Pelayanan merupakan suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki, serta pelanggan lebih dapat berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut.
b. Kualitas Pendapat Goetsch Davis, dikutip oleh Zulian Yamit (2005:8) membuat definisi kualitas yang lebih luas cakupannya, yaitu "kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan".Pendekatan yang dikemukakan Goetsch Davis ini menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan proses yang berkualitas.
Kualitas Jasa Pelayanan menurut Collier (Yamit, 2005:22) ; Kualitas Jasa Pelayanan adalah Pelayanan terbaik pada pelanggan (excellent) dan tingkat kualitas pelayanan meruoakan cara terbaik yang konsisten untuk dapat mempertemukan harapan konsumen (standar pelayanan ekternal dan biaya) dan sistem kinerja cara pelayanan (standar pelayanan internal, biaya dan keuntungan).
9
Bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa, memuaskan kebutuhan pelanggan berarti perusahaan harus memberikan pelayanan berkualitas (service quality) kepada pelanggan. Beberapa definisi yang diuraikan oleh para pakar atas, maka dapat disimpulkan bahwa jasa adalah suatu kegiatan yang tidak berwujud, tidak dapat dilihat, dan tidak menghasilkan kepemilikan atas sesuatu, yang menciptakan nilai dan memberikan manfaat oleh konsumen dalam proses pembuatan, penyampaian dan pengkonsumsian jasa.
2.1.2. Karakteristik Jasa Karakteristik Jasa menurut Kotler and Keller (2007;112) yang sangat mempengaruhi desain program pemasaran, yaitu: 1)
Intangibility ( tidak berwujud ) Jasa tidak dapat disentuh, diraba, dicium maupun didengar. Namun penyedia jasa biasanya memberikan suatu informasi atau fasilitas yang menunjang untuk meyakinkan konsumennya yang menjadi ciri dari suatu jasa tersebut, sehingga dapat membuat jasa tersebut yang tidak berwujud menjadi sesuatu yang dapat dilihat oleh konsumen. Seperti:
pelayanan
karyawan yang ramah dan profesional, fasilitas yang lengkap. 2)
Inseparability ( tidak terpisahkan) Jasa yang dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan
tidak dapat
dipisahkan dari konsumen. Dalam hal ini terjadi interaksi antara penyedia dan pengguna jasa.
10
3)
Variability (Bervariasi) Karakteristik jasa sangat beragam, tergantung siapa yang menyediakan, kapan, bagaimana, dan dimana menyajikannya. Para pengguna jasa sadar akan hal ini, maka dari itu mereka sering membicarakannya dengan orang lain sebelum memilih penyedia jasa.
4)
Perishability ( tidak tahan lama ) Jasa tidak dapat disimpan, tidak seperti produk fisik, yang dapat dijual di masa yang akan datang.
2.1.3. Atribut Mutu Jasa Atribut Mutu Jasa, menurut Kottler and Keller (2007:56), berdasarkan model mutu jasa ini, para periset menemukan lima penentu mutu jasa. Kelimanya disajikan menurut tingkat kepentingannya. 1) Keandalan – Kemampuan melaksanakan layanan yang dijanjikan secara meyakinkan dan akurat. 2) Daya tanggap – Kesediaan membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. 3) Jaminan – Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka menyampaikan kepercayaan dan keyakinan. 4) Empati – Kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus kepada masing-masing pelanggan. 5) Benda berwujud – Penampilan fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan dan bahan komunikasi.
11
Tabel 2.1 Atribut Mutu Jasa
Keandalan
•
Karyawan yang sangat santun
•
Memberikan layanan sesuai janji
•
Karyawan yang memiliki pengetahuan
•
Ketergantungan dalam menangani
untuk menjawab pertanyaan pelanggan
masalah layanan pelanggan
Empati
•
Melakukan layanan pada saat pertama
•
•
Menyediakan layanan pada waktu
•
•
Sangat memperhatikan kepentingan pelanggan terbaik
Mengusahakan pelanggan tetap terinformasi, misalnya kapan layanan
Karyawan yang menghadapi pelanggan yang peduli mode
Mempertahankan rekor bebas cacat
Tanggapan •
individual •
yang dijanjikan
Memberikan pelanggan perhatian
•
Karyawan yang memahami kebutuhan pelanggan mereka
itu akan dilakukan. •
•
Layanan yang tepat pada pelanggan
•
Keinginan untuk membantu pelanggan Berwujud
•
Kesiapan untuk menanggapi
•
Peralatan modern
permintaan pelanggan
•
Fasilitas yang secara visual menarik
•
Karyawan yang memiliki penampilan
Jaminan • •
yang rapi dan profesional
Karyawan yang membangkitkan kepercayaan kepada pelanggan
Jam bisnis yang nyaman
•
Bahan-bahan materi yang enak
Membuat pelanggan merasa aman
dipandang yang diasosiasikan dengan
dalam transaksi mereka
layanan
Sumber : Kotler and Keller (2007:56)
12
2.1.4. Dimensi Kualitas Jasa Dimensi pengukuran kualitas menurut para ahli dapat disajikan pada tabel di bawah ini: Tabel 2.2 Dimensi Pengukuran Kualitas menurut Yang et all Dimensi 1. Usability
Item Customized search function Search facility Well-organized hyperlink Customized information presentation Confidentiality for customer information Adequacy of security features
2. Usufulness of content
Relevant information to the customer Up to date information Valuable tips on product services Unique content
3. Accessibility
Complete product services description Information comprehensiveness relative to other portals Complete content Sufficiency of information Detailed contact information
4. Adequacy of Information
Accessibility of the portal High speed of page loading
5. Interaction
Follow up services to customer Message board forum
Sumber: Yang et all 2005 dalam (Hermana, 2010)
13
Tabel 2.3 Dimensi Pengukuran Kualitas menurut Barnes dan Vidgen Dimensi 1. Usability
Item I find the site easy to learn to operate My interaction with the site is clear and understandable I find the site easy to navigate I find the site easy to use The site has an attractive to the type of site The site conveys a sense of competency The site creates a positive experience for me
2. Information Quality
Provides accurate information Provides believable information Provides timely information Provides relevant information Provides easy to understand information Provides information to appropriate format
3. Service Interaction
Has a good reputation It feels safe to complete transaction My personal information feels secure Creates a sense of personalization Convey a sense of community Makes it easy to communicate with the organization I feel confident that goods services will be delivered as promised
4. Interaction
Overall view of the website
Sumber: Barnes dan Vidgen (2003)
14
Tabel 2.4 Dimensi Pengukuran Kualitas Dimensi 1. Accessibility
2. Interaction
3. Adequacy of Information
4. Usufulness of content
5. Lifestyle
6. Personality
Item Saya paham mengenai cara menggunakan situs Bank (E-Banking) Saya sering mengakses situs bank untuk melihat informasi Menggunakan situs bank memungkinkan melihat informasi lebih cepat Saya mengakses situs bank di rumah Saya mengakses situs bank di kantor Isi situs bank mudah dipahami Situs mudah dioperasikan Situs bank memudahkan saya untuk berinteraksi Tampilan situs bank menarik dan cantik Akses ke situs bank cukup cepat Isi dari situs bank bersifat informative dan mudah dipahami Informasi yang disajikan dalam situs bank cukup jelas dan dapat menambah wawasan saya Informasi yang disajikian dalam situs bank akurat dan relevan Informasi yang disajikan dalam situs bank selalu update atau baru Informasi yang disajikan dalam situs bank menurut saya cukup detail Situs internet bank mempunyai rubric berita atau news Menurut saya situs bank sudah cukup bagus Menurut saya service atau pelayanan situs bank sudah baik Jenis-jenis pelayanan di situs bank sudah baik Saya yakin keamanan di situs bank sudah baik Saya merasa aman ketika menyudahi situs bank atau log out Saya tidak menyukai fasilitas-fasilitas yang ditawarkan oleh situs bank Menggunakan situs bank menurut saya tidak aman Saya pernah mengalami kendala saat menggunakan situs bank Banyak pilihan fasilitas E-Banking yang ditawarkan oleh Bank Banknya pilihan fasilitas E-Banking membuat saya tertarik Penggunan E-Banking mengekspresikan gaya hidup anda E-banking mengekspesikan gaya hidup modoren Penggunaan E-Banking mencerminkan pribadi elegan dan menarik Penggunaan E-Banking karena pengaruh dari teman lingkungan sekitar anda Penggunaan E-Banking melambangkan karakter anda Penggunaan fasilitas E-Banking dapat melambangkan konseptual anda
Sumber: Yang et all, Barnes dan Vidgen, Asriyanti dalam Hermana (2010)
Penjelasan 1. Accessibility Merupakan cara untuk menggunakan situs bank dan mengakses berbagai informasi pada situs bank tersebut.
15
2. Interaction
Merupakan variabel untuk menjelaskan interaksi, apakah situs bank tersebut mudah dipahami, mudah dioperasikan, tampilannya menarik dan kecfepatan dalam pengaksesannya. 3. Adequacy of Information
Merupakan variabel untuk mengukur kesesuaian informasi apakah situs Bank tersebut bersifat informativ, apakah situs Bank memberikan informasi yang cukup jelas sehingga menamabah wawasan, akurat dan relevan, selalu terkini atau baru, detil dalam menyampaikan informasi serta apakah situs bank mempunyai rubik berita atau news. 4. Usufulness of content Merupakan variabel untuk mengukur kegunaan dari isi yang terkandung di dalamnya, apakah situs tersebut cukup bagus, pelayanannya sudah baik dan lengkap serta keamanannya sudah baik. 5. Lifestyle Mengukur apakah penggunaan fasilitas e-banking termasuk internet banking telah menjadi gaya hidup nasabah bank. 6. Personality Untuk mengetahui apakah penggunaan fasilitas e-banking mencerminkan pribadi elegan dan menarik atau apakah karena terpengaruh dari teman dan lingkungan sekitar, apakah melambangkan karakter kepribadian dan apakah fasilitas e-banking dapat melambangkan koseptual kepribadian.
16
2.2.
Kepuasan Pelanggan
2.2.1. Pengertian Kepuasan Produk dapat dilihat contoh dan spesifikasi barangnya sedangkan jasa agak sulit untuk diidentifikasi. Jasa sering kali baru terlihat bila dikaitkan dengan suatu hubungan langsung antara produsen dan konsumen. Peristiwa memberi dan menerima yang dilakukan dua pihak ini lebih menekankan atau diukur pada kepuasan, jadi sifatnya lebih subjektif. Untuk itu kepuasan pelanggan sangat penting.
Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa Latin “satis” (artinya
cukup baik, memadai) dan ‘facio” (melakukan atau membuat). Kepuasan bisa diartikan sebagai “upaya pemenuhan sesuatu” atau “membuat sesuatu memadai” Beberapa pengertian kepuasan yang yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah sebagai berikut ; Menurut Kotler (2007 : 177) menyatakan ; Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Jika kinerja berada di bawah harapan, konsumen akan merasa tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, konsumen akan merasa puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang.
Dikemukakan oleh Richard Oliver (Irawan, 2006;3) ; ”Kepuasan adalah respon pemenuhan dari konsumen, kepuasan adalah hasil dari penilaian dari konsumen bahwa produk atau pelayanan telah memberikan tingkat kenikmatan dimana tingkat pemenuhan ini bisa lebih atau kurang.” Sementara kepuasan pelanggan menurut Yamit (2005:78) adalah ; ”Kepuasan pelanggan adalah hasil (outcome) yang dirasakan atas penggunaan produk dan jasa, sama atau melebihi harapan yang diinginkan.”
17
Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna jual beli atau hasil evaluasi setelah membandingkan apa yang dirasakan dengan harapannya. Persepsi pelanggan terhadap kepuasan merupakan penilaian subyektif dari hasil yang diperolehnya
2.2.2. Pelanggan Jasa Secara tradisional pelanggan diartikan sebagai orang yang membeli dan menggunakan produk. Dalam perusahaan yang bergerak di bidang jasa, pelanggan adalah orang yang menggunakan jasa pelayanan. Menurut Zulian Yamit (2005,75), terdapat tiga jenis pelanggan, yaitu : 1) Pelanggan internal (internal customer) adalah setiap orang yang ikut menangani proses pembuatan maupun penyediaan produk di dalam perusahaan atau organisasi. 2) Pelanggan antara (intemediate customer) adalah mereka yang bertindak atau berperan sebagai perantara untuk mendistribusikan produk kepada pihak konsumen atau pelanggan eksternal. 3) Pelanggan eksternal (external customer) adalah pembeli atau pemakai akhir, yang sering disebut sebagai pelanggan yang nyata (real customer)
2.2.3. Respon Ketidakpuasan Bila pelanggan merasa tidak puas atas produk atau jasa yang telah dinikmati, biasanya dapat dilihat dari respon pelanggan. Berikut digambarkan respon ketidakpuasan menurut Supranto dan Nandan Limakrisna (2007:241),
18
KETIDAKPUASAN
Mengambil Tindakan
Tidak Mengambil Tindakan
Sikap yang Kurang Menguntungkan
Mengeluh pada toko atau manufaktur
Berhenti membeli merek yang mengecewakan
Memperingatkan kawan
Mengeluh pada swasta atau lembaga pemerintah
Gambar 2.1. Respon Ketidakpuasan Keputusan pelanggan yang pertama adalah, mengambil tindakan eksternal atau tidak. Kalau mengambil tindakan, konsumen memutuskan bahwa tidak memuaskan. Keputusan ini merupakan fungsi pentingnya pembelian, kemudahan mengambil tindakan, tingkat kepuasan menyeluruh dari konsumen dengan merek atau outlet dan karakteristik konsumen yang terlibat. Konsumen kemungkinan memang mempunyai sikap yang tidak menyenangkan terhadap toko atau merek Konsumen yang mengambil tindakan dari ketidak puasan, umumnya melakukan satu atau lebih dari lima alternatif, sebagai dalam gambar diatas. Pemasar harus berusaha meminimumkan ketidakpuasan pada pelanggan.
2.2.4. Sebab-Sebab Timbulnya Ketidakpuasan Munculnya rasa tidak puas terhadap sesuatu ada sebabnya, menurut Buchari Alma (2007:286) sebab-sebab tersebut adalah :
19
a. Tidak sesuai dengan harapan b. Layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan c. Perilaku personil kurang memuaskan d. Suasana dan kondisi fisik lingkungan tidak menunjang e. Cost terlalu tinggi, karena jarak terlalu jauh, banyak waktu terbuang dan harga tidak sesuai. f. Promosi / iklan terlalu muluk, tidak sesuai dengan kenyataan.
2.2.5. Metode untuk Mengukur Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan adalah hasil (outcome) yang dirasakan atas penggunaan produk dan jasa, sama atau melebihi harapan yang diinginkan, untuk itu hendaknya dilakukan pengukuran kepuasan pelanggan.
Metode untuk
mengukur kepuasan pelanggan menurut Kotler (Yamit 2005:80) adalah : a. Sistem Pengaduan Sistem ini memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk memberikan saran, keluhan dan bentuk ketidakpuasan lainnya dengan cara menyediakan kotak saran. Setiap saran dan keluhan yang masuk harus menjadi perhatian bagi perusahaan, sebab saran dan keluhan itu pada umumnya dilandasi oleh pengalaman mereka dan hal ini sebagai bentuk kecintaan mereka terhadap produk maupun terhadap perusahaan. b. Survey Pelanggan Survey pelanggan merupakan cara yang umum digunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan, melalui surat pos, telepon atau wawancara secara langsung.
20
c. Panel Pelanggan Perusahaan mengundang pelanggan yang setia
terhadap produk dan
mengundang pelanggan yang telah berhenti membeli
atau telah pindah
menjadi pelanggan perusahaan lain. Dari pelanggan setia akan diperoleh informasi tingkat kepuasan yang mereka rasakan dan dari pelanggan yang telah berhenti membeli, perusahaan akan memperoleh informasi mengapa hal itu dapat terjadi. Apabila pelanggan yang berhenti membeli (customer loss rate) ini meningkat hal ini menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggan.
2.3.
Six Sigma
2.3.1. Pengertian Six Sigma Six sigma adalah bertujuan yang hampir sempurna dalam memenuhi persyaratan pelanggan. Menurut Gaspersz (2005:310) six sigma adalah suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan untuk setiap transaksi produk barang dan jasa. Jadi six sigma merupakan suatu metode atau teknik pengendalian dan peningkatan kualitas yang merupakan terobosan baru dalam bidang manajemen kualitas. Pada dasarnya pelanggan akan merasa puas apabila mereka menerima nilai yang diharapkan mereka. Apabila produk diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, maka perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu. Menurut Gaspersz (2005:310) terdapat enam aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam aplikasi konsep Six Sigma, yaitu:
21
1. Identifikasi pelanggan 2. Identifikasi produk 3. Identifikasi kebutuhan dalam memeroduksi produk untuk pelanggan 4. Definisi proses 5. Menghindari kesalahan dalam proses dan menghilangkan semua pemborosan yang ada 6. Tingkatkan proses secara terus menerus menuju target Six Sigma Menurut Gaspersz (2005:310) apabila konsep Six sigma akan ditetapkan dalam bidang manufakturing, terdapat enam aspek yang perlu diperhatikan yaitu: 1. Identifikasi karakteristik produk yang memuaskan pelanggan (sesuai kebutuhan dan ekspetasi pelanggan). 2. Mengklasifikasikan semua karakteristik kualitas itu sebagai CTQ (Critical-To-Quality) individual 3. Menentukan apakah setiap CTQ tersebut dapat dikendalikan melalui pengendalian material, mesin proses kerja dan lain-lain. 4. Menentukan batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai yang diinginkan pelanggan (menentukan nilai UCL dan LCL dari setiap CTQ). 5. Menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ (menentukan nilai maksimum standar deviasi untuk setiap CTQ ). 6. Mengubah desain produk dan / atau proses sedemikian rupa agar mampu mencapai nilai target Six Sigma.
22
2.3.2. Prinsip Kualitas Dan Six Sigma Menurut Syukron dan Kholili (2013,8), manajemen kualitas didasari oleh tiga prinsip dasar yaitu focus pada pelanggan, partisipasi dan kerja sama semua individu dalam perusahan, dan fokus pada proses yang di dukung oleh perbaikan dan pembelajaran terus menerus. Prinsip-prinsip ini merupakan landasan filosofi Six Sigma, dan walaupun terdengar sederhana amat berbeda dengan praktik manajemen tradisi lama. Dengan fokus yang sungguh-sungguh pada kualitas maka sebuah organisasi akan secara aktif berusaha untuk terus menerus memahami kebutuhan serta tuntutan pelanggan,berusaha untuk membangun kualitas dan mengintegrasikan ke dalam proses-proses kerja. Fokus Pada Pelanggan Pelanggan adalah faktor kunci dari kelangsungan hidup organisasi,karena pelangganlah yang menilai kualitas.Persepsi mengenai atribut kualitas dari suatu produk atau jasa dan kepuasan konsumen dipengaruhi oleh banyak faktor yang terjadi selama waktu transaksi,pemakaian,dan jasa pelayanan pelanggan hafter sale.Untuk memenuhi tuntutan ini,upaya perusahaan harus lebih dari sekedar mematuhi spesifikasi produk,mengurangi kecacatan dan kesalahan atau melayani keluhan pelanggan.Upaya yang dilakukan juga harus termasuk mendesain produk baru yang membuat pelanggan puas serta respon yang cepat terhadap permintaan pasar dan pelanggan.
2.3.3. Tahap -Tahap Six Sigma Tahap-tahap implementasi peningkatan kualitas dengan Six sigma terdiri dari lima langkah yaitu menggunakan metode DMAIC:
23
A. Define Define adalah penetapan sasaran dari aktivitas peningkatan kualitas Six Sigma. Langkah ini untuk mendefinisikan rencana tindakan untuk melaksanakan peningkatan dari setiap tahap proses bisnis kunci (Gaspersz, 2005: 322). Tanggung jawab dari definisi proses bisnis kunci berada pada manajemen. Menurut Pande dan Cavanagh (2002:166) tiga aktivitas utama yang berkaitan dengan mendefinisikan proses inti dan para pelanggan adalah 1. Mendefinisikan proses inti mayor dari bisnis. 2. Menentukan output kunci dari proses inti tersebut, dan para pelanggan kunci yang mereka layani. 3. Menciptakan peta tingkat tinggi dari proses inti atau proses strategis. Pada tingkat proyek, sasaran juga dapat serupa dengan tingkat oprasional, seperti: menurunkan tingkat cacat produk, menurunkan downtime mesin, meningkatkan output dari setiap proses produksi.
B. Measure Measure merupakan tindak lanjut logis terhadap langkah define dan merupakan sebuah jembatan untuk langkah berikutnya. Menurut Pete dan Holpp (2002: 48) langkah measure mempunyai dua sasaran utama yaitu: 1. Mendapatkan data untuk memvalidasi dan mengkualifikasikan masalah dan peluang. Biasanya ini merupakan informasi kritis untuk memperbaiki dan melengkapi anggaran dasar proyek yang pertama. 2. Memulai menyentuh fakta dan angka-angka yang memberikan petunjuk tentang akar masalah.
24
Terdapat tiga hal pokok yang harus dilakukan, yaitu: 1) Menentukan karakteristik kualitas (Critical to Quality) kunci. 2) Mengembangkan rencana pengumpulan data Pengukuran karakteristik kualitas dapat dilakukan pada tingkat, yaitu a) Pengukuran pada tingkat proses (process level) b) Pengukuran pada tingkat output (output level) c) Pengukuran pada tingkat outcome (outcome level) 3) Pengukuran baseline kinerja pada tingkat output Karena proyek peningkatan kualitas Six sigma yang ditetapkan akan difokuskan pada upaya peningkatan kualitas menuju ke arah zero defect sehingga memberikan kepuasan total kepada pelanggan, maka sebelum proyek dimulai, kita harus mengetahui tingkat kinerja yang sekarang. C. Analyze Merupakan langkah operasional yang ketiga dalam program peningkatan kualitas six sigma. Ada beberapa hal yang harus dilakukan pada tahap ini yaitu : 1. Menentukan stabilitas dan kemampuan ( kapabilitas) proses Pemahaman yang baik tentang metode statistik dan perilaku proses industri akan meningkatkan kinerja sistem industri menuju zero defect. 2. Menetapkan target kinerja dari karakteristik kualitas (CTQ) kunci Secara konseptual penetapan target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six sigma merupakan hal penting dan harus mengikuti prinsip : a) Spesific, yaitu target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six sigma harus bersifat spesifik dan dinyatakan secara tegas.
25
b) Measureable, target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six sigma harus dapat diukur menggunakan indikator pengukuran (matrik) yang tepat, guna mengevaluasi keberhasilan, peninjauan ulang, dan tindakan perbaikan di waktu mendatang. c) Achievable, target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas harus dapat dicapai melalui usaha-usaha yang menantang (challenging efforts). d) Result-Oriented, yaitu target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six sigma harus berfokus pada hasil-hasil berupa peningkatan kinerja yang telah didefinisikan dan ditetapkan. e) Time-Bound, target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six sigma harus menetapkan batas waktu pencapaian target kinerja dari setiap karakteristik kualitas. f) Time-Bound, target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six sigma harus menetapkan batas waktu pencapaian target kinerja dari setiap karakteristik kualitas. (CTQ) kunci itu dan target kinerja harus dicapai pada batas waktu yang telah ditetapkan (tepat waktu).
3. Mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas. Untuk mengidentifikasi masalah dan menemukan sumber penyebab masalah kualitas, digunakan alat analisis diagram sebab akibat atau diagram tulang ikan. Diagram ini membentuk cara-cara membuat produk-produk yang lebih baik dan mencapai akibatnya (hasilnya).
26
Gambar 2.2. Diagram Sebab Akibat (Gaspersz, 2005:243) Sumber penyebab masalah kualitas yang ditemukan berdasarkan prinsip 7 M: a) Manpower
(tenaga
kerja),
berkaitan
dengan
kekurangan
dalam
pengetahuan, kekurangan ketrampilan dasar akibat yang berkaitan dengan mental dan fisik, kelelahan, stress, ketidakpedulian, dll. b) Machiness (mesin) dan peralatan, berkaitan dengan tidak ada sistem perawatan preventif terhadap mesim produksi, termasuk fasilitas dan peralatan lain tidak sesuai dengan spesifikasi tugas, tidak dikalibrasi, terlalu complicated, terlau panas, dll. c) Methods (metode kerja), berkaitan tidak adanya prosedur dan metode kerja
yang benar, tidak jelas, tidak diketahui, tidak terstandarisasi, tidak cocok. d) Materials (bahan baku dan bahan penolong), berkaitan dengan ketiadaan
spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan penolong yang ditetapkan,
27
ketiadaan penanganan yang efektif terhadap bahan baku dan bahan penolong itu, dll. e) Media, berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang tidak memerhatikan
aspek-aspek kebersihan, kesehatan dan keselamatan kerja, dan lingkungan kerja yang konduktif, kekurangan dalam lampu penerangan, ventilasi yang buruk, kebisingan yang berlebihan, dll. f) Motivation (motivasi), berkaitan dengan ketiadaan sikap kerja yang benar
dan professional, yang dalam hal ini disebabkan oleh sistem balas jasa dan penghargaan yang tidak adil kepada tenaga kerja. g) Money (keuangan), berkaitan dengan ketiadaan dukungan financial
(keuangan) yang mantap guna memperlancar proyek peningkatan kualitas Six sigma yang akan ditetapkan. D. Improve Pada langkah ini diterapkan suatu rencana tindakan untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six sigma. Efektivitas dari rencana tindakan yang dilakukan akan tampak dari penurunan persentase biaya kegagalan kualitas (COPQ) terhadap nilai penjualan total sejalan dengan meningkatnya kapabilitas
Sigma.
Seyogyanya
setiap
rencana
tindakan
yang
diimplementasikan harus dievaluasi tingkat efektivitasnya melalui pencapaian target kinerja dalam program peningkatan kualitas Six sigma yaitu menurunkan DPMO menuju target kegagalan nol (zero defect oriented) atau mencapai kapabilitas proses pada tingkat lebih besar atau sama dengan 6Sigma, serta mengkonversikan manfaat hasil-hasil ke dalam penurunan persentase biaya kegagalan kualitas (COPQ).
28
E. Control Control merupakan tahap operasional terakhir dalam upaya peningkatan kualitas berdasarkan Six Sigma. Pada tahap ini hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan, praktik-praktik terbaik yang sukses dan dijadikan sebagai pedoman standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim kepada pemilik atau penanggung jawab proses Menurut Syukron dan Kholil (2013:29) pada tahap akhir manajemen harus mempertahankan perubahan yang telah dulakukan terhadap variabel X dalam rangka melestarikan variabel Y yang senantiasa memuaskan pelanggan. Di bawah disajikan aktifitas DMAIC. Tabel 2.5 Aktifitas DMAIC Langkah Define
Measurement
Analyze
Aktivitas
Fokus
1. Jelaskan obyek yang mendi target atau sasaran perbaikan 2. Meramalkan dampat atau pengaruh perbaikan 3. Memilih CTQ untuk produk dan proses
Y
4. Mengerti capability process untuk Y 5. Jelaskan metode pengukuran Y 6. Jelaskan sasaran terperinci objek diperbaiki Y
yang
7. Jelaskan sasaran untuk perbaikan Y 8. Jelaskan factor mana yang mempengaruhi Improvement 9. Screening beberapa factor fital 10. Mengerti hubungan antar factor fital 11. Optimal proses dan konfirmasi Ieksperimen Control 12. Konfirmasi pengukuran untuk X 13. Pilih metode untuk control factor fital 14. Bangun system control proses dan audit faktor krusial Sumber: Syukron dan Kholil (2013:29)
Y Y Y Y Xi….Xn Xi….Xn Vital view Xi Vital view Xi Vital view Xi Vital view Xi Vital view Xi
29
2.4.
Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini diperkuat oleh peneliti
terdahulu dan dijadikan
literature yang pernah melakukan penelitian dengan menggunakan metode six sigma. Peneliti terdahulu adalah sebagai berikut:
1. Rahardjo dan Aysia, 2010, Jurnal Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra, dengan judul, “Peningkatan Kualitas Melalui Implementasi Filosofi Six Sigma.” Pembahasan pada program peningkatan kualitas di sebuah perusahaan speaker melalui implementasi six sigma, perancangan perbaikan dengan bantuan rumah mutu. Peningkatan level kualitas ke arah 6σ dilakukan dengan mengetahui karakteritik kritis konsumen terhadap produk speaker, kemudian diperbaiki dengan meminimalkan kecacatan tertinggi. Analisa dilakukan terhadap indikator keberhasilan six sigma dan biaya kualitas. Perbandingan indikator keberhasilan menyatakan adanya peningkatan kualitas terhadap kedua tipe speaker yaitu 12” C-1230 PA ACR Pro New dan 12” 30H120 SRW-38B ACR Pro New. 2. Haryo. 2006.
Meningkatkan Kualitas Layanan Industri Jasa Melalui
Pendekatan Integrasi Metoda Servqual-Six Sigma atau Servqual-QFD, Semarang: Jurnal Universitas Diponegoro.
Servqual kualitas pelayanan
berdasarkan dimensi kualitas, yaitu dimensi empathy, assurance, reliability, responsivenes, dan tangibles. Six Sigma merupakan suatu metode atau teknik pengendalian dan peningkatan kualitas dramatik yang merupakan terobosan baru dalam bidang kualitas dan selalu berorientasi pada Kepuasan. Kombinasi tersebut merupakan upaya alternatif yang bisa dilakukan oleh industri jasa dalam meningkatkan kualitas jasa pelayanan. Dalam studi ini kesenjangan
30
yang diukur adalah kesenjangan antara persepsi pihak penyedia jasa dengan harapan pelanggan yang sebenarnya (Gap 1) dan kesenjangan antara persepsi pelanggan dengan ekspektasi pelanggan (Gap 5). 3. Teknik Industri, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta, 2012 dengan judul, Analisis Kualitas Pelayanan Jasa Dengan Metode Six Sigma Pada Hotel Malioboro Inn Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tingkat
kepuasan
pelanggan
menganalisis pelayanan jasa di Hotel
terhadap
pelayanan
dan
Malioboro Inn dengan metode Six
Sigma dibantu oleh Servqual. Tahap perhitungan Servqual dimana membandingkan antara harapan dan persepsi (gap), setelah ditemukan skor gap lalu dianalisis oleh metode DMAIC.
Perhitungan yang didapat dari
servqual mempunyai nilai rata-rata -0.36 (gap) yang berarti bahwa pelanggan tidak sesuai dari apa yang diharapkan. Analisi dari Six Sigma mendapatkan nilai DPMO 133,379 dan nilai sigma 2.6 dimana tingkat sigma yang dicapai masih jauh dari target yang diinginkan yaitu 3,4 DPMO dan 6 sigma. 4. Muhaemin. 2012. Sulawesi: Universitas Hasanuddin, dengan judul, “Analisis Pengendalian Kualitas Produk Dengan Metode Six Sigma Pada Harian Tribun Timur.” Untuk menerbitkan Tribun Timur yang dikelola PT Persda Network, Divisi Koran Daerah Kompas Gramedia juga berusaha untuk terus meningkatkan kualitas dengan menekan angka produk cacat dalam proses produksinya. Hasil diketahui bahwa kualitas koran yang dihasilkan oleh perusahaan cukup baik yaitu 3,20 sigma dengan tingkat kerusakan 44.679 untuk sejuta produksi (DPMO). Implementasi peningkatan kualitas six sigma
31
pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada tiga penyebab produk cacat tertinggi yaitu: warna kabur s78%, tidak register 12% dan terpotong 10%. 5. Permatasari. 2012. Jurnal Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma,
dengan judul, Analisis Penilaian Kualitas Layanan Internet
Banking Dengan Metode Webqual 4.0 Terhadap Nasabah BNI dan BCA Wilayah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan
kualitas layanan internet banking diantara kedua jenis bank, yaitu BNI mewakili bank milik pemerintah dan BCA mewakili bank swasta nasional. Instrumen penelitian terdiri dari 25 butir kuesioner yang disebarkan pada 143 responden.
Hasil karakteristik nasabah pengguna internet Banking pada
umumnya berada pada usia muda, latar belakang pendidikan yang tinggi, dan mempunyai
penghasilan
cukup
tinggi.
Hasil
analisis
diskriminan
menunjukkan adanya perbedaan penilaian kualitas layanan internet banking antara BNI dan BCA dari segi Usability, Information Quality, Service Interaction Quality dan Social & Lifestyle Encouragement. 6. Ghufron. 2011. Analisa Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Nasabah Tabungan SIMPEDA PT. Bank Pembangunan Daerah Jatim Malang. Malang: Universitas Brawijaya, Hasil regresi berganda diketahui berpengaruh secara serentak terhadap kepuasan nasabah, tetapi secara parsial variabel Keandalan (X2), Jaminan (X4), dan Empati (X5) yang berpengaruh secara signifikan terhadap terhadap kepuasan nasabah, sedangkan variabel bukti langsung (X1) dan Daya tanggap (X3) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan nasabah. Variabel yang dominan adalah variabel Jaminan (X4).