BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Konsep Pengendalian Kualitas pada Industri Manufaktur Kata “kualitas” memiliki definisi yang sangat beraneka ragam. Para pakar
kualitas memberikan definisi masing-masing, antara lain (Ariani, 2004): 1.
J.M. Juran “kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya.”
2.
Crosby “kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery, reliability, maintainability, dan cost effectiveness.”
3.
Deming “kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa mendatang.”
4.
Feigenbaum “kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa
yang
meliputi
marketing,
engineering,
manufacture,
dan
maintenance, dimana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.” 5.
Scherkenbach
“kualitas
ditentukan
oleh
pelanggan;
pelanggan
menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukkan nilai produk tersebut.” 6.
Elliot “kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai dengan tujuan.”
11
7.
Goetch dan Davis “kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan.” Dapat dikatakan bahwa secara garis besar, kualitas adalah keseluruhan ciri
atau karakteristik produk atau jasa dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Kualitas dinilai dengan beberapa dimensi, yang disebut dengan dimensi kualitas, meliputi (Ariani, 2004): 1.
Performance, yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu sendiri atau karakteristik operasi dari suatu produk.
2.
Feature, yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan yang baik bagi pelanggan.
3.
Reliability, yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk karena kehandalannya atau karena kemungkinan kerusakan yang rendah.
4.
Conformance, yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran tertentu atau sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan.
5.
Durability, yaitu tingkat ketahanan/awet produk atau lama umur produk.
6.
Serviceability, yaitu kemudahan produk itu bila akan diperbaiki atau kemudahan memperoleh komponen produk tersebut.
12
7.
Aesthetic, yaitu keindahan atau daya tarik produk tersebut.
8.
Perception, yaitu fanatisme konsumen akan merek suatu produk tertentu karena citra atau reputasi produk itu sendiri. Kualitas pada industri manufaktur selain menekankan pada produk yang
dihasilkan, juga perlu diperhatikan kualitas pada proses produksi. Dimana yang terbaik adalah apabila perhatian pada kualitas bukan pada produk akhir, melainkan proses produksinya atau produk yang masih ada dalam proses (Work in Process), sehingga bila diketahui ada cacat atau kesalahan masih dapat diperbaiki. Sedangkan kata “kendali” didefinisikan sebagai kegiatan mengarahkan, mempengaruhi, verifikasi dan perbaikan untuk menjamin penerimaan produk tertentu sesuai rancangan dan spesifikasi (Feigenbaum, 1983). Pengendalian kualitas adalah aktivitas keteknikan dan manajemen, yang dengan aktivitas itu kita ukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan, dan mengambil tindakan perbaikan yang sesuai apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dan yang standar. Tahapan pada kegiatan pengendalian kualitas mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut (Purnomo, 2003): 1.
Penetapan standar, dengan mempertimbangkan pemenuhan standar kualitas harga, kualitas penampilan, kualitas keamanan dan kualitas kepercayaan produk.
2.
Pengamatan terhadap performansi produk atau proses.
13
3.
Membandingkan performansi yang ditampilkan dengan standar yang berlaku.
4.
Mengambil tindakan-tindakan bila terdapat penyimpangan-penyimpangan yang cukup signifikan, dan jika perlu dibuat tindakan-tindakan untuk mengoreksi permasalahan dan penyebabnya melalui faktor-faktor pemasaran, desain, mesin, produksi, perawatan yang mempengaruhi kepuasaan pelanggan.
5.
Rencana peningkatan, dengan mengembangkan usaha berkelanjutan untuk meningkatkan standar harga, performa, keamanan dan kepercayaan. Berdasarkan tahapan-tahapan pada kegiatan pengendalian kualitas tersebut,
maka pengendalian kualitas bertujuan untuk mengendalikan kualitas produk atau jasa yang dapat memuaskan konsumen, mengurangi biaya kualitas keseluruhan, menurunkan cacat/defect, memperbaiki dan meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan. 2.2
Pengendalian Kualitas Proses Statistik 2.2.1 Definisi dan Tujuan Pengendalian kualitas proses statistik (Statistical Process Control / SPC) merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan sebagai pemonitor, pengendali, penganalisis, pengelola, dan memperbaiki proses menggunakan metode-metode statistik (Ariani, 2004). SPC merupakan penerapan metode-metode statistik untuk pengukuran dan analisis variasi proses. Dengan menggunakan SPC maka dapat dilakukan
14
analisis dan minimasi penyimpangan, mengevaluasi kemampuan proses, dan membuat hubungan antara konsep dan teknik yang ada untuk mengadakan perbaikan proses. Sasaran SPC terutama adalah mengadakan pengurangan terhadap variasi atau kesalahan-kesalahan proses. Selain itu, tujuan utama dalam SPC adalah mendeteksi adanya penyebab khusus dalam variasi atau kesalahan proses melalui analisis data dari masa lalu maupun masa mendatang (Ariani, 2004). Dalam SPC, teknik-teknik tersebut diaplikasikan guna memeriksa dan menguji data untuk menentukan standar dan mengecek kesesuaian produk untuk mencapai proses manufaktur yang maksimum. 2.2.2 Konsep Variasi dalam Proses Produksi Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas pada output (barang/jasa) yang dihasilkan. (Gazpersz, 2003) Pada dasarnya dikenal dua penyebab timbulnya variasi proses, yaitu: (Gazpersz, 2003) 1.
Variasi penyebab khusus (special causes) Kejadian-kejadian diluar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem yang merupakan kesalahan yang berlebihan. Penyebab ini dapat bersumber dari manusia, peralatan, material, lingkungan, dan
15
metode kerja. Penyebab khusus ini mengambil pola-pola non acak sehingga dapat diidentifikasikan, karena penyebab ini tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh lebih kuat pada proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses statistik menggunakan peta kendali, jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau keluar dari batasbatas pengendalian yang didefinisikan. 2.
Variasi penyebab umum (common causes) Faktor-faktor di dalam sistem atau yang melekat pada proses yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya. Dimana untuk menghilangkannya harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem itu. Dalam konteks pengendalian proses statistik dengan menggunakan peta kendali, jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian yang didefinisikan.
2.2.3 Peta Kendali Peta kendali merupakan salah satu alat dalam mengendalikan proses. Umumnya peta kendali dipergunakan untuk : (Gazpersz, 2003) 1.
Menentukan apakah proses berada dalam pengendalian statistik.
2.
Memantau proses terus-menerus agar proses tetap stabil secara
16
statistik dan hanya mengandung variasi penyebab umum. 3.
Menentukan kemampuan proses (process capability).
Pada dasarnya setiap peta kontrl memiliki: 1.
Garis tengah/pusat (central line/CL) merupakan target nilai.
2.
Sepasang batas kontrol (control limits), dimana satu batas kontrol ditempatkan di atas central line merupakan batas kontrol atas (upper control limit/UCL), dan yang satu lagi ditempatkan di bawah central line merupakan batas kontrol bawah (lower control limit/LCL).
3.
Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan dari proses, dimana jika semua nilai yang diplot berada di dalam batas kontrol tanpa memperlihatkan kecenderungan tertentu, maka proses dianggap berada dalam keadaan terkendali. Namun, jika semua nilai yang diplot berada di luar kontrol atau memperlihatkan kecenderungan tertentu, maka proses dianggap tidak terkendali sehingga perlu diambil tindakan korektif untuk memperbaiki proses yang ada. Ilustrasi dari sebuah peta kendali dapat dilihat pada gambar
17
p Gambar 2.1. Ilustrasi Peta Kendali
Beberapa kriteria untuk kondisi diluar kendali yang biasa digunakan, adalah (Montgomery, 1995): 1.
Satu titik berada di luar batas pengendali 3-sigma.
2
Dua dari tiga titik yang berturutan berada di luar batas peringatan 2sigma.
3.
Empat dari lima titik yang berturutan berada pada jarak 1-sigma atau berada jauh dari garis tengah.
4.
Delapan titik yang berturutan berada pada satu sisi dari garis tengah.
2.2.4 Kemampuan Proses Analisis kemampuan proses mendefinisikan kemampuan proses memenuhi spesifikasi atau mengukur kinerja proses. Analisis kemampuan
18
proses ini digunakan untuk memprediksi kinerja jangka panjang yang berada dalam batas pengendali proses statistik, karena analisis ini menguji variabilitas dalam karakteristik-karakteristik proses dan apakah proses mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi. Analisis kemampuan proses membedakan kesesuaian dengan batasbatas toleransi. Oleh karenanya, ada dua kondisi yang mungkin terjadi, yaitu (Ariani, 2004): 1.
Jika rata-rata proses dalam batas pengendali dan berada dalam batas spesifikasi, atau
2.
Berada dalam batas pengendali tetapi tidak berada dalam batas spesifikasi. Cara yang baik untuk menyatakan kemampuan proses adalah melalui
perbandingan kemampuan proses (PKP). Perbandingan kemampuan proses adalah ukuran kemampuan proses untuk menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi (Montgomery, 1995). Perbandingan kemampuan proses dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.1).
(Cp) PKP
(UCL)BSA – (LCL)BSB
=
6σ
dimana : PKP = perbandingan kemampuan proses
19
BSA = batas spesifikasi atas BSB = batas spesifikasi bawah σ
= standar deviasi
Beberapa tujuan dilaksanakannya analisis kemampuan proses, yaitu: 1.
Memprediksi variabilitas proses yang ada.
2.
Memilih diantara proses-proses yang paling tepat atau memenuhi toleransi.
3.
2.3
Merencanakan hubungan diantara proses-proses yang berurutan.
7 Quality Control (QC) Tools Alat bantu pengendalian kualitas yang juga biasa digunakan adalah 7-QC
tools, yang antara lain terdiri dari : 1.
Lembar Pengumpulan Data ( Check Sheet )
2.
Stratifikasi Data
3.
Histogram
4.
Diagram Pareto
5.
Diagram Sebab Akibat ( Cause & Effect Diagram )
6.
Diagram Pencar ( Scatter Diagram )
7.
Grafik dan Bagan Pengendali
20
2.3.1 Lembar Pengumpulan Data ( Check Sheet ) Lembar Pengumpulan Data ( Check Sheet ) ini merupakan alat bantu untuk memudahkan pengumpulan data. Aplikasi penggunaan Check Sheet ini dalam pengendalian kualitas biasanya untuk keperluan, antara lain : 1.
Membantu memahami situasi sebenarnya yang terjadi pada suatu proses(membedakan antara opini dan fakta)
2.
Menganalisa permasalahan (seberapa sering suatu masalah terjadi)
3.
Mengendalikan proses yang sedang berjalan
4.
Sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan
5.
Sebagai salah satu acuan untuk membuat perencanaan lebih lanjut
2.3.2 Stratifikasi Data Stratifikasi data memiliki maksud yaitu mengelompokkan data menjadi unsur-unsur tunggal yang lebih jelas. Misalnya pengelompokan masalah berdasarkan: 1.
Jenis kerusakan, penyebab kerusakan, lokasi kerusakan, intensitas kejadian, dll
2.
Material yang biasa mengalami kerusakan, tanggal produksi, line produksi, shift produksi, lot produksi, dll.
21
2.3.3 Histogram Histogram adalah salah satu alat bantu dalam memecahkan masalah yang berupa grafik khusus yang menggambarkan penyebaran data sebagai hasil dari satu macam pengukuran dari suatu proses, yang dapat digunakan untuk: 1.
Membuktikan atau menyelidiki apakah suatu proses benar-benar terjadi. Dimana histogram akan berfungsi sebagai indikator masalah dan dengan penyelidikan lebih lanjut dapat dibuktikan sumber atau sebab masalah tersebut.
3.
Menyampaikan informasi mengenai variasi dalam suatu proses. Mengambil keputusan dengan memusatkan perhatian pada upaya perbaikan.
30 24
25
F re k u e n s i
2.
25
20
15
12
11
10
10 5 5
4
3
0
Range
Gambar 2.2 Histogram
3
3
22
2.3.4 Diagram Pareto Alat lain dari 7-QC tools yang sering digunakan adalah ‘diagram pareto’. Diagram pareto ini sebenarnya adalah diagram batang biasa, namun memiliki spesifikasi khusus yang berkaitan dengan penentuan skala prioritas dari penanganan suatu permasalahan. Beberapa kegunaan dari diagram pareto ini adalah: 1.
Menunjukkan persoalan utama yang ada pada suatu proses/rangkaian proses.
2.
Menyatakan
perbandingan
masing-masing
persoalan
terhadap
keseluruhan. 3.
Menunjukkan skala prioritas dari setiap permasalahan yang sedang dibahas
4.
Sebagai alat untuk melakukan evaluasi, terhadap tingkat keberhasilan dari suatu proses perbaikan.
350 300 250 200 150 100 50 0
315
120% 100% 80% 135
60%
113 75 37
23
Pin, Hole
Oli
52
40% 20% 0%
Meler
Kotor Amplasan Tipis
Gambar 2.3 Diagram Pareto
Lain-lain
23
2.3.5 Diagram Sebab Akibat (Cause & Effect Diagram / Fish Bone Diagram) Diagram sebab akibat
atau yang lebih dikenal dengan nama
diagram tulang ikan (fish bone diagram) diperkenalkan pertama kalinya oleh Prof. Koru Ishikawa pada tahun 1943. Diagram fish bone atau tulang ikan dapat digunakan untuk : 1.
Memperlihatkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hasil
2.
Membuat kategori atau mengelompokkan berbagai sebab potensial dari suatu masalah.
3.
Menjelaskan suatu proses bekerja dan masalah-masalah yang terjadi didalamnya. Diagram tulang ikan ini pada umumnya memiliki 5 faktor utama
yang perlu diperhatikan dalam setiap penyusunannya, seperti terlihat dalam gambar dibawah ini.
24
Gambar 2.4 Diagram Tulang Ikan
2.3.6 Scater Diagram Scater diagram merupakan diagram yang menggambarkan korelasi (hubungan) antara dua faktor/data yang ada. Dengan
menggunakan
diagram ini, kita dapat melihat apakah dua faktor yang kita uji tersebut saling berpengaruh / memiliki korelasi atau tidak. Diagram ini dapat berguna untuk menguji tingkat hubungan dua kelompok data dan menemukan penyebab yang perlu dikendalikan dan ditingkatkan. Hubungan tersebut dapat berupa korelasi positif, korelasi negatif, atau tidak ada korelasi sama sekali antara kedua kelompok data tersebut.
25
13 12 11 10 Hasil Penjualan
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Jum lah Kunjungan
Gambar 2.5 Scater Diagram
2.3.7 Grafik dan Bagan Pengendalian 2.3.7.1 Grafik Grafik adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk membantu dalam menganalisa masalah. Metode grafik dapat dibuat dengan tiga macam cara yaitu: Metode grafik yang paling sederhana dan banyak digunakan dalam menggambarkan tren dari suatu kasus dalam suatu kurun waktu tertentu adalah line grafik atau grafik garis. Diagram garis adalah grafik yang dapat digunakan untuk menggambarkan atau menunjukan kecenderungan suatu masalah. Didalam diagram garis, suatu masalah atau periode waktu akan direpresentasikan oleh sumbu horizontal, sedangkan banyaknya kejadian/ jumlah kasus yang diamati akan direpresentasikan pada sumbu vertical.
26
Untuk mengetahui masalah yang paling dominan dapat dilihat pada titik tertinggi yang dicapai. 35 30 25 20 15 10 5 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
BATTERY GTZ5S GS
16
21
27
22
29
20
17
16
16
11
17
15
BATTERY GM5Z-3B
11
18
4
-
3
1
8
5
5
12
8
10
BATERRY YTZ5S
7
10
6
2
-
2
4
2
3
4
12
7
TUBE,TIRE2.25/2.50-17
-
3
4
8
3
6
6
10
10
13
15
5
TUBE,TIRE 2.75-17
2
8
12
8
13
6
8
19
20
32
33
4
Gambar 2.6 Line Grafik Metode grafik berikutnya adalah bar grafik / grafik batang. Grafik Batang adalah grafik yang digunakan untuk membandingkan secara kualitatif data yang satu dengan data lain yang sejenis. Dengan metode grafik batang juga dapat menunjukan kecenderungan suatu masalah secara nominal. Berikut adalah contoh penggunaan grafik batang :
27
CARBURATOR ASSY PLATE OIL SEPARATOR HUB ASSY, RR WHEEL TUBE,TIRE 3.00/3.25-18 SPOKE SET TUBE,TIRE 2.75-17 TUBE,TIRE2.25/2.50-17 BATERRY YTZ5S BATTERY GM5Z-3B BATTERY GTZ5S GS
-
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Gambar 2.7 Bar Grafik Grafik batang tersebut diatas menunjukkan jumlah / banyak claim sepeda motor beserta dengan variasi kasusnya, terutama untuk type Cub (bebek). Grafik tersebut menunjukkan bahwa kasus dominan yang terjadi pada sepeda motor type Cub (bebek) dalam satu kurun waktu tertentu adalah kasus Carburator bocor. Metode grafik yang juga sering digunakan adalah pie grafik. Pie Grafik adalah grafik yang dapat digunakan untuk menggambarkan prosentase dari masing-masing terhadap keseluruhan. Berikut adalah contoh penggunaan Pie Chart untuk menggambarkan status judgement claim C1 pada periode November 2006.
28
C1 Claim Judgment 0.0% Nov 2006 1.3% 0.9% 0.0% 1.6% 0.6%
CLAIM APPROVED NO TROUBLE FOUND
0.9% 2.5%
MISMATCH PRODUCTION DATE OVERCHARGED (BATTERY)
3.5%
NOT FACTORY FAULT SULFATION (BATTERY)
11.1%
PARTS WERE NOT COMPLETE NOT ALLOWED TO BE REPAIRED EX REPAIRED INSUFFICIENT INFORMATION
77.5%
OTHERS
Gambar 2.8 Pie Grafik Dalam grafik tersebut diatas ditunjukkan prosentase dari masing-masing judgment claim, mulai dari status claim yang diterima, claim yang ditolak dengan beberapa macam alasan penolakan (misal: tidak diketemukan masalah, sulfation, bukan salah pabrikan, part ex repair, dll) diperbandingkan terhadap keseluruhan claim C1 yang masuk. 2.3.7.2 Bagan Pengendalian Data yang akan digunakan dalam bahasan kali ini adalah data – data variabel (variable data), dimana data – data tersebut merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Karakteristik dari data variabel ini bisa ditunjukkan pada data – data ukur, misalnya : ketebalan plat, diameter ulir, konisitas cylinder, volume ruang bakar,
29
dan lain sebagainya. Bagan pengendalian yang biasa dan cocok untuk memantau proses yang mempunyai karakteristik berdimensi kontinyu adalah peta kontrol X dan R. Bagan kendali X dan R ini menjelaskan tentang apakah perubahan – perubahan telah terjadi dalam ukuran titik pusat (central tendency) atau rata – rata dari suatu proses. Batas – batas kontrol yang harus disiapkan terlebih dahulu sebelum membangun bagan kendali adalah, sbb : Untuk pembuatan X control chart, rumus yang digunakan adalah : UCL = X + A 2 R LCL = X – A 2 R Untuk pembuatan R control chart, rumus yang digunakan adalah : UCL = D 4 X R
2.4
Plate Oil Separator Gambaran mengenai proses yang dilalui oleh plate oil separator pada
bagian machining adalah sebagai berikut :
30
DIES, JIG, TOOLS SPEC. MESIN PROSES
TOOLS
1,2
C 204008
NAMA
SPECIFICATION
JIG L : TURNING OKUMA
Holder
HOWA M06TU153C-01A
Insert
3,4,5
C 204009
CCGX 09T308 ALH 13 S25T - SCLCR09 – M
Insert
CCMW 09T304 FP CCMW 3 FP CD10
Holder
SCLCL 2020K 09
Insert
CCGX 09T308 ALH 13
JIG R : TURNING
1
C 204008
OKUMA
Holder
HOWA M06TU153C-01A
2,5 3,4,6
C 404012 C 204009
SCLCL 2020K 09
Insert
TM 151.2-3 G16 - 220284H13A
Holder
LF 151.22 - 2525 – 30
Insert
CCMW 09T304 FP CCMW 3 FP CD10
Holder
SCLCL 2020K 09
Gambar 2.9. Proses Machining Plate Oil Separator
Sesuai dengan Operation Standar (OS) yang dibuat oleh bagian Process
Engineering Departemen untuk proses Machining Plate Oil Separator, proses yang dilalui oleh Raw material berupa part casting sampai dengan menjadi finish good adalah sebagai berikut:
31
Gambar 2.10 Urutan proses machining pada plate oil separator
Raw material plate oil separator berasal dari hasil proses blank casting yang selanjutnya melalui proses machining yang terdiri dari, sebagai berikut : •
Facing, Turning Raw material mengalami proses Facing dan Turning pada Jig I (jig L), dimana pencekaman benda kerja pada bagian diameter luar dari benda kerja. Proses pada jig L ini adalah untuk membuat ø 42 (toleransi :+0.039 dan 0)mm,
membuat alur dudukan Oil seal ukuran 30X42X4.5 mm yaitu
membuat ø 46 (toleransi +0.3 dan 0), membuat chamfer pada dudukan oil seal yang berfungsi untuk mempermudah proses assembly oil seal serta melakukan
32
finishing terhadap permukaan plate oil separator yang diproses, termasuk didalamnya dilakukan juga proses roughness untuk memastikan tingkat kebulatan plate oil separator masih dalam toleransi yang diijinkan. Kemudian benda kerja diproses kembali pada Jig II (jig R), yang pencekaman benda kerjanya dilakukan pada bagian diameter dalam yang sebelumnya sudah diproses pada jig L. Pada jig R ini benda kerja diproses pembuatan groove dengan ø 111,8 (toleransi : +0 dan -0.2)mm, pembuatan dan penghalusan ø 115 (toleransi : -0.036 dan -0.071) mm, serta melakukan
finishing terhadap masing-masing permukaan plate oil separator yang diproses, termasuk didalamnya dilakukan juga proses roughness untuk memastikan tingkat kebulatan plate oil separator masih dalam toleransi yang diijinkan. •
Inspection Setelah mengalami proses machining pada kedua jig tersebut di atas maka plate oil separator perlu dilakukan inspection untuk pengukuran masing-masing dimensi sesuai dengan petunjuk yang tercantum dalam Operation Standar (OS) , hal ini bertujuan untuk menghindari lolosnya plate
oil separator yang tidak sesuai ukurannya sampai ke tangan customer, walaupun pengecekan dilakukan secara sampling. Proses inspeksi pada
Machining Plate Oil Separator ini dapat ditunjukkan pada bagan berikut ini :
33
Gambar 2.11 Proses dan Point Inspeksi plate oil separator