11
BAB II LANDASAN TEORI
Landasan teori merupakan konsep atau teori yang berkaitan erat dengan masalah dalam penelitian. Secara umum teori mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk memperjelas (explanation), meramalkan (prediction), pengendalian (control). Hubungan teori dengan penelitian ini adalah satu untuk menjelaskan ruang lingkup variabel yang di teliti, merumuskan hipotesis dan menyusun instrumen penelitian, tiga untuk membahas hasil penelitian dan selanjutnya memberikan saran dan upaya terhadap pemecahan masalah.
A. Konsep Pengambilan Keputusan 1. Pengertian Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan merupakan bagaian penting bagi kehidupan kita sehari-hari baik itu secara individu, kelompok atau organisasi. Pembuatan keputusan dapat dilakuakan dari tingkat organisasi tingkat rendah atau organisasi tingkat tinggi sekalipun. Pengambilan keputusan berawal dengan sebuah persoalan. Pengambilan keputusan kemudian memperjelas sasaransasarannya. Selanjutnya ia mengidentifikasi semua pilihan yang mungkin untuk memecahkan persoalan itu, dan menilai pilihan-pilihan ini secara sistematis
dan
objektif.
Kemudia ia membandingkan
masing-masing
pemecahan yang mungkin tadi dengan sasaran-sasarannya, dan mentukan keuntungan serta kerugiannya masing-masing. Akhirnya, ia memaksimalkan
12
keuntungannya dengan memilih pilihan yang paling sesuai dengan sasaransasarannya. Disini, penulis akan mengemukakan beberapa pengertian pengambilan keputusan dari para ahli: Mengutif pendapat dari Oteng Sutisna, Oteng Sutisna (1983:149) mengemukakan bahwa : “Suatu putusan sebenarnya proses memilih tindakan tertentu antara sejumlah tindakan anternatif yang mungkin”. Pembuatan putusan merupakan salah satu fungsi administrasi yang mesti dilakukan oleh administrator yang akan membawa dampak terhadap seluruh organisasi, prilakunya dan hasil-hasil dari putusan itu. Sebab proses pembuatan putusan merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan dari unit yang menjadi tanggung jawabnya”. Senada dengan pendapat diatas T. Hani Handoko (1999:130) Pembuatan keputusan dapat didefinisikan sebagai penentuan serangkaian kegiatan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pembuatan keputusan ini tidak hanya dilakukan oleh para manajer puncak, tetapi juga para manajer menengah dan lini pertama. Setiap jabatan seseorang dalam organisasi menyangkut berbagai derajat pembuatan keputusan, bahkan untuk pekerjaan rutin sekalipun ddan dalam macam organisasi apapun. Stephen P. Robin dan Mary Coulter (2004:148) membuat keputusan artinya mereka membuat pilihan diantar dua pilihan atau lebih. Berdasarkan penjelasan diatas, penulis dapat merusmuskan bahwa pengambilan keputusan adalah serangkaian kegiatan untuk memilih alternatif-alternatif yang terbaik dari yang terbaik.
13
2. Tipe-tipe Keputusan a. Programmed decisions Keputusan yang terprogram adalah sebuah keputusan yang diambil untuk menjawab situasi yang sering muncul sehingga ketentuanketentuan dalam mengambil keputusan dapat dibuat dan ditretapkan. Keputusan Yang terprogram laninya biasanya menyangkut suatu keahlian tertentu untuk mengisi jabatan tertentu, titik pemesanan ulang untuk memanufaktur pengecualian inventaris yang melaporkan pengeluaran senilai sepuluh persen atau lebih over budget, seleksi rute-rute pengangkutan untuk mengantarkan produk. T. Hani Handoko (1999:130) mengemukakan bahwa: Programmed decision adalah keputusan-keputusan yang diprogramkan (programmed decisions) Adalah keputusan yang dibuat menurut kebiasaan, aturan atau prosedur. Keputusan-keputusan ini rutin dan berulang-ulang. Setiap organisasi mempunyai kebijakan-kebijakan tertulis atau tidak tertulis yang memudahkan pembuatan keputuasan dalam situasi yang berulang dengan membatasi dan menghilangkan alternati-alternatif. Senada dengan pendapat diatas Ahmad Juanda (2005:5) Programmed decision adalah prosedur khusus yang dikembangkan menangani untuk masalah yang rutin dan berulang-ulang. Berdasarkan definisi diatas, penulis dapat merusmuskan bahwa Programmed decision adalah pengambilan keputusan yang di buat berdasarkan masalah yang berulang dan bersifat terus menerus.
14
b. Non programmed decisions Keputusan yang tidak terprogram adalah keputusan yang diambil untuk menjawab situasi yang unik, sulit dikenali dan sangat tidak terstruktur serta membawa konsekuensi penting bagi organisasi. Sebagian besar kepusan tidak terprogram berkaitan dengan perencanaan strategis karena tingkat ketidakjelasannya yang tinggi dan keputusankeputusan yang harus diambil pun rumit. T. Hani Handoko (1999:131) mengemukakan bahwa: Non Programmed decision adalah keputusan-keputusan yang tidak diprogramkan (non programmed decisions), di lain pihak, adalah keputusan yang berkenaan dengan masalah-masalah kusus, khas atau tidak biasa. Bila suatu masalah yang timbul tidak cukup diliput oleh kebijaksanaan atau sangat penting sehingga perlu penangganan kusus, harus diselesaikan dengan suatu keputusan yang tidak diprogram. Senada dengan pendapat diatas Ahmad Juanda (2005:5) Non programmed Decision adalah keputusan yang bersifat baru dan tidak terstruktur, diperlukan pada situasi permasalahan yang unik dan komplek. Berdasarkan definisi diatas, penulis dapat merusmuskan bahwa Non programmed Decision adalah pengambilan keputusan yang di buat berdasarkan masalah-masalah yang sifatnya kusus dan tidak berulang.
3.
Proses Pengambilan Keputusan Membuat keputusan bukanlah sekedar sesuatu yang dilakukan manajer dalam memilih alternatif tertentu, tetapi seorang manajer harus dapat mengelola putusan melalui proses pengambilan keputusan.
15
T. Hani Handoko (1999:133-137) mengemukakan bahwa: 1. Pemahaman dan perumusan masalah. Para manajer sering manghadapi kenyataan bahwa masalah yang sebenarnya sulit diketemukan, atau bahkan sering hanya mengidentifikasikan gejala masalah bukan penyebab yang mendasar. Bila manajer akan memperbaiki situasi, mereka harus pertama-tama menemukan apa masalah sebenarnya, dan menentukan bagianbagian masalah yang mereka harus pecahkan serta bagian-bagian mana yang seharusnya di pecahkan. 2. Pengumpulan dan analisis data yang relevan. Manajer pertama kali harus menentukan data-data apa yang akan dibutuhkan untuk membuat keputusan yang tepat, dan kemudian mendapatkan informasi tersebut. 3. Pengembangan alternatif-alternatif. Pengembangan sejumlah alternatif memungkinkan manajer menolak kecenderungan untuk membuat keputusan terlalu cepat dan membuat lebih mungkin pencapaian keputusan yang efektif. 4. Evaluasi alternatif-alternatif. Manajer harus mengevaluasi untuk menilai efektivitas setiap alternatif. 5. Pemilihan alternatif terbaik. Tahap kelima pengambilan keputusan merupakan hasil evaluasi berbagai alternatif. Pilihan alternatif terbaik juga sering merupakan suatu ompromi di antara berbagai faktor yang telah dikembangkan. 6. Implementasi keputusan. Paa manajer harus membuat renccanarencana untuk mengatasi berbagai persyaratan dan masalah yang mungkin dijumpai dalam penerapan keputusan. Senada dengan pendapat diatas Ahmad Juanda (2005:12-18 ) 1. Penetapan Goal khusus dan Objective serta Pengukuran Hasil Penetapan goal dan objective akan mengarahkan pada hasil mana yang sudah dicapai dan pengukuran mana yang menunjukkan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan. Penetapan goal dan objective membutuhkan komunikasi antara manajer dengan bawahan. 2. Pengidentifikasian Masalah Adanya masalah menunjukkan adanya gap antara goal dan objective organisasi dengan kinerja aktual.
16
Faktor yang menggangu identifikasi masalah: - Persepsi terhadap masalah - Penetapan masalah dalam lingkup solusi - Identifikasi gejala sebagai masalah 3. Pengembangan Alternatif •
Alternatif (Potensi Solusi) harus dikembangkan (lingkungan internal & eksternal) dan konsekuensi/akibat yang mungkin timbul dari setiap alternatif.
•
Perlu mempertimbangkan kendala waktu & biaya; banyaknya alternatif dengan kecepatan keputusan yang diambil.
•
Cara untuk kembangkan alternatif adalah dengan analisis skenario.
4. Pengevaluasian Alternatif •
Alternatif yang sudah dipilih dievaluasi dan dibandingkan dengan objective.
•
Objective dari pengambilan keputusan setiap alternatif harus berupa hasil/keluaran positif paling banyak dan akibat buruk paling kecil.
•
Hubungan Alternatif – Hasil: –
Kepastian : Pengetahuan lengkap ttg probabilitas output
–
Ketidakpastian : Tidak punya pengetahuan ttg probabilitas output
–
Resiko : Punya beberapa probabilitas output
5. Pemilihan Alternatif •
Pemilihan alternatif yang dipilih berdasarkan hasil/keluaran yang sesuai objective.
17
•
Perlu mempertimbangkan dampak alternatif + dan - terhadap objective yang lain (tujuan yang satu optimal sedangkan tujuan yang lain tidak optimal).
•
Tidak mungkin solusi keputusan akan memuaskan semuanya, tetapi yang optimal adalah yang sesuai standar.
6. Penerapan Keputusan •
Keputusan yang baik adalah yang efektif untuk implementasi
•
Perlu pengujian terhadap perilaku orang terhadap keputusan tersebut.
7. Pengendalian dan Pengevaluasian •
Efektivitas manajemen terkait dengan pengukuran hasil periodik
•
Perlu pengendalian dan evaluasi keputusan terhadap objective Berdasarkan definisi diatas, penulis dapat merumuskan bahwa
Proses pengambilan keputusan meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi masalah adalah kesenjangan antara keadaan kenyataan dengan keadaan yang ingin dikehendaki. 2. Menggidentifikasi kriteria keputusan adalah manajer harus menentukan apa yang relevan dalam mengambil keputusan. 3. Menyusun alternatif , manajer berusaha membuat daftar alternatif dasi setiap permasalahan yang timbul. 4. Menganalisis alternatif, manajer berupaya mengkaji kembali alternatif yang di buat pada daftar alternatif. Selanjutnya menganalisi apa kekurangan dan kelemahan dari setiap alternatif yang di buat tersebut.
18
5. Memilih alternatif, manajer memilih alternatif yang telah di kembangkan sebelumnya. 6. Implementasi alternatif, manajer menerapkan hasil putusan pada organisasi. 7. Evaluasi, manajer melakukan evaluasi pada penerapan putusan dengan cara menilai sejauh apa putusan yang diterapkan dalam organisasi berjalan sesuai dengan tujuan.
4. Tingkat-tingkat Keputusan Mengutip pendapat T. Hani Handoko (1999:130) dari buku manajemen jilid dua yang ditulis Brinckloe (1977) mengemukakan bahwa ada empat tingkat keputusan, yaitu: 1. Keputusan otomatis (automatic decisions). keputusan ini dibuat dengan sangat sederhana. 2. Keputusan berdasarkan informasi yang diharapkan (expected information decisions). Tingkat informasi di sini mulai sedikit kompleks,artinya informasi yng ada sudah memberi aba-aba untuk mengambil keputusan. 3. Keputusan berdasarkan berbagai pertimbangan (Factor weighting decisions). Keputusan ini lebih komplek lagi. 4. Keputusan berdasarkan ketidakpastian ganda (Dual-uncertainty decisions). merupakan keputusan yang paling kompleks. Jumlah informasi yang diperlukan semakin bertambah banyak.
5. Keterlibatan Bawahan dalam Pengambilan Keputusa Sebagaimana
yang
diungkapkan
T.
Hani
handoko
(1999:143)
Keterlibatan bawahan dalam pengambilan keputusan dapat secara formal, seperti penggunaan kelompok dalam pengambilan keputusan, atau secara informal sepeti permintaan akan gagasan-gagasan. Seperti dibawah ini:
19
•
Pengambilan keputusan kelompok. Banyak manajer merasa bahwa keputusan-keputusan yang dibuat kelompok, seperti panitia, lebih efektif karena akan memaksimumkan pengetahuan yang lain.
•
Karakteristik-karakteristik berbagai situasi keputusan. Telah dipelajari beberapa teoritisi dan konsultan. Suatu “Pendekatan pohon keputusan” (decision tree approach) untuk mengidentifikasi gaya keputusan “optimum” tertentu yang sesuai dengan situasi tertentu. Karakteristikkarakteristik pokok suatu situasi keputusan yang dikemukakan T. Hani Handoko (1999:145) adalah sebagai berikut: 1. Adakah persyaratan kualitas di mana suatu penyelesaian lebih rasional dibanding yang yang lain? 2. Apakah manajer mempunyai informasi cukup untuk membuat keputusan berkualitas tinggi? 3. Apakah situasi keputusan terstuktur? 4. Apakah penerimaan keputusan oleh para bawahan manajer merupakan faktor kritis implementasi efektif keputusan? 5. Adakah kepastian yang layak bahwa keputusan akan diterima para bawahan bila manajer membuat keputusan sendiri? 6. Apakah para bawahan manajer menyebarkan tujuan organisasi untuk dicapai bila masalah dipecahkan?
•
Berbagai gaya pengambilan keputusan manajemen. Unsur kedua dalam pohon keputusan T. Hani Handoko (1999:145) adalah “ gaya” pembuatan keputusan manajemen. Berbagai gaya adalah mungkin, tetapi lima gaya (1-5) berikut ini adalah yang paling umum: 1. Manajer
membuat
keputusan
sendiri,
informasi yang tersedia pada waktu tertentu.
dengan
menggunakan
20
2. Manajer mendapatkan informasi yang diperlukan dari para bawahan dan kemudian menentukan keputusan yang sesuai. Peranan yang dimainkan oleh orang lain adalah lebih dalam hal penyediaan informasi yang diperlukan kepada manajer dibanding perumusan atau penilaian alternatif. 3. Manajer membicarakan masalah dengan para bawahan secara individual dan mendapatkan gagasan-gagasan dan saran-saran tanpa mengikut sertakan para bawahan sebagai suatu kelompok. Kemudian manajer membuat keputusan yang dapat atau tidak mencerminkan masukan-masukan atau perasaan para bawahan. 4. Manajer membicarakan situasi keputusan dengan para bawahan sebagai suatu kelompok dan mengumpulkan gagasan-gagasan dan saran-saran mereka dalam suatu pertemuan kelompok. Keputusan yang dihasilkan dapat atau tidak mencerminkan masukan atau perasaan para bawahan. 5. Manajer membicarakan situasi keputusan dengan para bawahan sebagi suatu kelompok dan kelompok menyusun dan menilai alternatif-alternatif. Manajer tidak bermaksud untuk mempengaruhi para bawahan para bawahan dan ketidak inginan untuk menerima serta mengimplementasikan setiap keputusan hasil kosensus.
21
6. Pengambilan Keputusan Kepala Sekolah dalam Bidang Implementasi KTSP Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin pendidikan harus mampu menggerakan pelaksanaan pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Salah satu kemampuan kepala sekolah yang harus dimiliki yaitu dapat mengambil keputusan secara tepat, cermat dan tepat. Pengambilan keputusan yang baik, kepala sekolah harus melibatkan pihak-pihak yang berwenang dan dikerjakan secara bersamasama untuk dapat menghasilkan keputusan yang baik. Risyanto
(2006:1),
penelitiannya
tentang
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi Kemampuan Pengambilan Keputusan Kepala SLTP Negeri (Studi Deskriptif Analitik pada SLTP Negeri di Kec. Ciamis Kabupaten Ciamis), menyatakan bahwa kemampuan pengambilan keputusan sangat ditentukan oleh adanya pengalaman kerja kepala sekolah. Kegiatan sebuah sekolah pada dasarnya merupakan akibat atau konsekuensi dari berbagai keputusan yang diambil pimpinan. Apakah pada akhirnya sekolah berhasil mencapai sasaran secara efisien atau sebaliknya mengalami kegagalan, ditentukan oleh ketepatan dari berbagai keputusan yang diambil pimpinan. Untuk mendukung proses pengambilan keputusan yang tepat, setiap sekolah perlu memiliki sistem pengelolaan informasi yang baik karena setiap keputusan memerlukan dukungan informasi yang cepat, tepat, dan akurat. Kebutuhan akan sistem seperti itu semakin dirasakan ketika kita dihadapkan pada persaingan terbuka yang semakin ketat seperti sekarang ini.
22
Dukungan berbagai perangkat telekomunikasi dan teknologi informasi (hardware maupun software) sangat besar artinya dalam mengembangkan sistem informasi yang handal, rapi, dan fungsional. Satu hal lagi yang perlu dikemukakan kaitannya dengan pengambilan keputusan ialah, bahwa tingkat partisipasi anggota dalam pelaksanaan setiap keputusan yang diambil akan sangat menentukan keberhasilan pencapaian sasaran keputusan yang bersangkutan. Oleh karena itu sangat bijaksana apabila pimpinan berusaha untuk sejauh mungkin mengambil keputusan yang bersifat kelompok dengan cara
melibatkan
bawahan
sehingga
tanggungjawab
bawahan
dalam
mengimplementasikan keputusan tersebut semakin besar. Peranan kepala sekolah sebagai pengambil keputusan merupakan peran yang paling penting dari peranan yang lain seperti informasional dan interpersonal. Ada empat peran sebagai pengambil keputusan yaitu, 1. enterpreneur
artinya
kepala
sekolah
berusaha
memperbaiki
penampilan sekolah. 2. Disturbance handler artinya memperhatikan gangguan yang timbul di sekolah. 3. A resource allocater artinya menyediakan segala sumber daya sekolah. 4. A negotiator roles artinya kepala sekolah harus mampu untuk mengadakanpembicaraan
dan
musyawarah
dengan
pihak
luar
(Wahyosumidjo, 2002:94). Di samping tanggung jawab proses, kepala sekolah juga bertanggung jawab atas input sekolah, yang mencakup: - tujuan, prioritas dan kontrol, -
23
sumber daya daya manusia (human resource); dan sumber material (Wahyosumidjo, 2002:310). Kepala sekolah sebagai pejabat formal, manajer, pemimpin, pendidik dan kepala sekolah sebagai staf, seperti halnya pemimpin organisasi yang lain, jabatan kepala sekolah juga memerlukan persyaratan universal yang perlu dimiliki oleh siapapun yang akan menduduki pemimpin (Wahyosumidjo, 2002:384). Lebih lanjut Wahyosumidjo (2002:93-94), menambahkan bahwa dalam pengambilan keputusan kepala sekolah berperan sebagai manajer, artinya berperan dalam proses, pendayagunaan seluruh sumber organisasi dan pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Adapun tanggung jawab pembinaan dari kepala sekolah, antara lain identifikasi (rekuritmen, seleksi), pengangkatan (pekerjaan awal, pekerjaan berikutnya, pekerjaan yang dibedabedakan), penyesuaian (kurikulum, guruguru, siswa, masyarakat), penilaian (waktu, alasan, sasaran, cara), perbaikan (observasi kelas, pertemuan individu, kunjungan kelas, asosiasi profesi, perpustakaan profesi, program mengajar siswa, program pelatihan inservice) (Wahyusumidjo, 2002:291).
24
B. Konsep Dasar KTSP 1. Pengertian Kurikulum Terpadu Satuan Pendidikan (KTSP) Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan itu meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan dalam hal ini merujuk pada undang-undang satuan pendidikan adalah sekolah. Sejatinya KTSP merupakan kurikulum yang merefleksi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang merujuk kepada konsep pendidikan yang dikemukakan oleh Bloom, yang dapa gilirannya dapat meningkatkan potensi peserta didik secara optimal. Oleh karenanya, kurikulum yang disusun dapat menumbuhkan proses pembelajaran disekolah yang berorientasi pada penguasaan kompetensi-kompetensi yang telah ditentukan secara integratif. Perinsip pengembangannya adalah mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan (berisi prinsip-prinsip pokok, bersifat fleksibel
sesuai dengan
perkembangan zaman) dan perkembangannya melalui prosen akreditasi yang memungkinkan mata pelajaran dapat dimodifikasi sesuai tuntutan yang berkembang.
25
Dengan demikian, kurikulum ini merupakan pengembangan dari pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat, untuk melakukan sesuatu keterampilan atau gagasan dalam bentuk kemahiran dan rasa tanggung jawab. Lebih jauh lagi, kurikulum ini merupakan suatu desain kurikulum yang dikembangkan berdasarkan sejumlah kompetensi tertentu, sehingga setelah menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu, sehingga setelah menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu, siswa diharapkan mampu menguasai serangkaian kompetensi dan menerapkan dalam hidup kelak. Berlakukannya KTSP dalam dunia pendidikan berimplikasi cukup luas dan kompleks yang berkaitan dengan pembelajaran, pengalaman belajar, dan sistem penilaian. Bentuk-bentuk pembelajaran yang disarankan dari KTSP meliputi pembelajaran autentik (Authentic Iintruction), pembelajaran berbasis inquiri (Inquiry Based Learning), pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning), pembelajaran layanan (Service Learning), Pembelajaran berbasis kerja (Work Based Learning), dan pembelajaran berbasis portofolio (Fortopolio Based Learning). Pergantian kurikulum, tetapi menyangkut perubahan secara mendasar dalam sistem pendidikan. Penerapan KTSP menuntut perubahan paradigma dalam pembelajaran dan persekolahan, karena dengan penerapan KTSP tidak hanya menyebabkan perubahan konsep, metode, dan strategi guru dalam mengajar, tetapi juga menyangkut pola piker, filosofis, komitmen guru, sekolah, dan stakeholder pendidikan.
26
Dalam Standar Nasonal Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15) dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1), dan 2) sebagai berikut: a. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. b. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut: a.
KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta social budaya masyarakat setempat dan peserta didik.
b.
Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervise dinas
27
pendidikan
kabupaten/kota,
dan
departemen
agama
yang
bertanggungjawab di bidang pendidikan. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat (Mulyasa, 2006: 19-21). KTSP ditujukan untuk menciptakan tamatan yang kompeten yang cerdas dalam mengembangkan identitas budaya dan bangsanya. Kurikulum ini dapat memberikan dasar-dasar pengetahuan, keterampilan, pengalaman belajar, mengembangkan integritas sosial serta membudayakan karakter nasional. Juga untuk memudahkan guru dalam menyajikan pengalaman belajar yang sejalan dengan prinsip-prinsip belajar sepanjang hayat yang mengacu pada empat pilar UNESCO (Muhammad Joko Susilo, 2006: 11).
2. Tujuan KTSP Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah unutk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.
Secara
khusus
tujuan
diterapkannya
KTSP
adalah
untuk:Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemnadirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
28
1. Meningkatkan
kepedulian
warga sekolah
dan
masyarakat
dalam
mengembangankan kurikulum melalui pengembalian keputusan bersama. 2. Meningkatkan kompetesi yang sehat antar satuan pendidikan yang akan dicapai. Memahami tujuan di atas, KTSP dapat dipandang sebagai suatu pola pendekatan baru dalam pengembangan kurikulum dalam konteks otonomi daerah yang sedang digulirkan sewasa ini. Oleh Karena itu, KTSP perlu diterapkan oleh setiap satuan pendidikan, terutama berkaitan dengan tujuh hal sebagi berikut. 1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat menoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan lembaganya. 2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan peserta didik. 3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan seklah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya. 4. Keterlibatan semua warga seklah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat, serta lebih efesien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat sekitar. 5. Sekolah daapt bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dam masyarakat pada
29
umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimalkam mungkin untuk melaksanakna dan mencapai sasaran KTSP. 6. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orangtua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat. 7. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat, serta mengakomodasikannya dalam KTSP.
3. Kelebihan-kelebihan KTSP ini antara lain: Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak melihat kepada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal. Dengan adanya penyeragaman ini, sekolah di kota sama dengan sekolah di daerah pinggiran maupun di daerah pedesaan. Penyeragaman kurikulum ini juga berimplikasi pada beberapa kenyataan bahwa sekolah di daerah pertanian sama dengan sekolah yang daerah pesisir pantai, sekolah di daerah industri sama dengan di wilayah pariwisata. Oleh karenanya, kurikulum tersebut menjadi kurang operasional, sehingga tidak memberikan kompetensi yang cukup bagi peserta didik untuk mengembangkan diri dan keunggulan khas yang ada di daerahnya. Sebagai
30
implikasi dari penyeragaman ini akibatnya para lulusan tidak memiliki daya kompetitif di dunia kerja dan berimplikasi pula terhadap meningkatnya angka pengangguran. Untuk itulah kehadiran KTSP diharapkan dapat memberikan jawaban yang konkrit terhadap mutu dunia pendidikan di Indonesia. Dengan semangat otonomi itu, sekolah bersama dengan komite sekolah dapat secara bersama-sama merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi lingkungan sekolah. Sebagai sesuatu yang baru, sekolah mungkin mengalami kesulitan dalam penyusunan KTSP. Oleh karena itu, jika diperlukan sekolah dapat berkonsultasi baik secara vertikal maupun secara horizontal. Secara vertikal, sekolah dapat berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan Daerah Kabupaten atau Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan secara horizontal, sekolah dapat bermitra dengan stakeholder pendidikan dalam merumuskan KTSP. Misalnya, dunia industri, kerajinan, pariwisata, petani, nelayan, organisasi profesi, dan sebagainya agar kurikulum yang dibuat oleh sekolah benar-benar mampu menjawab kebutuhan di daerah di mana sekolah tersebut berada. Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan programprogram pendidikan. Dengan berpijak pada panduan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah, sekolah diberi keleluasaan untuk merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan situasi, kondisi, dan potensi keunggulan lokal yang bisa dimunculkan oleh
31
sekolah. Sekolah bisa mengembangkan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan. Sebagaimana diketahui, prinsip pengembangan KTSP yaitu: 1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya; 2. Beragam dan terpadu; 3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; 4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan; 5. Menyeluruh dan berkesinambungan; 6. Belajar sepanjang hayat; 7. Dan seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Berdasarkan prinsip-prinsip ini, KTSP sangat relevan dengan konsep desentralisasi pendidikan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang mencakup otonomi sekolah di dalamnya. Pemerintah daerah dapat lebih leluasa berimprovisasi dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Di samping itu, sekolah bersama komite sekolah diberi otonomi menyusun kurikulum sendiri sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Kurikulum tingkat satuan pendidikan sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa. Sesuai dengan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan
32
Peraturan Mendiknas No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), sekolah diwajibkan menyusun kurikulumnya sendiri. Kurikulum Tingkat
Satuan
Pendidikan
(KTSP)
itu
memungkinkan
sekolah
menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan siswanya. Sebagai contoh misalnya, sekolah yang berada dalam kawasan pariwisata dapat lebih memfokuskan pada mata pelajaran bahasa Inggris atau mata pelajaran di bidang kepariwisataan lainnya (Saiful Adi, 2007).
4. Ciri-ciri KTSP a. KTSP
memberi
kebebasan
kepada
tiap-tiap
sekolah
untuk
menyelenggarakan program pendidikan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah, kemampuan peserta didik, sumber daya yang tersedia dan kekhasan daerah. b. Orang tua dan masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. c. Guru harus mandiri dan kreatif. d. Guru
diberi
kebebasan
untuk
memanfaatkan
berbagai
metode
pembelajaran. Berdasarkan ciri-ciri KTSP diatas, keterlibatan pengambilan putusan terhadap pengembangan KTSP dilakukan oleh guru, kepala sekolah, serta Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. Badan ini merupkan lembaga yang ditetapkan berdasarkan musyawarah dari pejabat daerah setempat, komisi pendidikan pada dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), pejabat pendidikan
33
daerah, kepala sekolah, tenaga pendidikan, perwakilan orang tua peserta didik, dan tokoh masyarakat. Lembaga inilah yang menetapkan kebijakan sekolah berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang pendidikna yang berlaku. Selanjutnya komite sekolah perlu menetapkan visi, misi, dan tujuan sekolah dengan berbagai implikasinya terhadap program-program kegiatan opersional untuk mencapai tujuan sekolah. Penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pengambilan keputasan dalam implementasi KTSP di sekolah, kepala sekolah tidak dapat mengambil keputusan yang hanya melibatkan guru dan kepala sekolah saja, tetapi kepala sekolah harus dapat melibatkan komponen-komponen dari luar sekolah, misal: komite sekolah, orang tua murid dan dewan pendidikan.
5. Landasan KTSP a. UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional b. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan c. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi d. Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan e. Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23 Tahun 2006
6. Implementasi KTSP Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pelaksanaan atau penerapan. Artinya yang dilaksanakan dan diterapkan adalah
34
kurikulum yang telah dirancang/didesain untuk kemudian dijalankan sepenuhnya. Miller and Seller (1985:246) yang mengemukakan definisi tentang implementasi yaitu : ”suatu proses peletakan ke dalam praktek tentang suatu ide, program atau seperangkat aktivitas baru bagi orang dalam mencapai atau mengharapkan suatu perubahan. Rozali (2008;27) menyatakan implementasi kurikulum merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan sikap. Keterkaitan dengan kepala sekolah adalah kepala sekolah harus mampu menggerakan pelaksanaan PBM, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
7. Pengambilan Keputusan dalam Bidang Implementasi KTSP Keputusan dan kebijakan kepala sekolah merupakan alat untuk mencapai tujuan yaitu menjadikan sekolah sebagai sekolah yang memiliki standar pendidikan. Diperkuat oleh Juniver (1978) pembuatan keputusan juga dilihat
35
sebagai suatu proses dominan seseorang (pembuat keputusan) memilih dari dua atau lebih alternative tindakan yang memungkinkan. Proses dominan kepala sekolah memilih dua atau lebih alternatife tindakan yang memungkinkan mulai dari dasar, gaya, teknik dan teknik pelibatan stakeholder. Berdasarkan fokus I, dasar intuisi dan pengalaman yang digunakan dalam pembuatan keputusan sangat mempengaruhi hasil, keputusan yang terkadang belum tepat dan dominannya kepala sekolah. Dikatakan demikian, sebab dalam proses pembuatan keputusan dilakukan sendiri oleh kepala sekolah atau paling tidak kepala sekolah sangat dominan. Meskipun ada masukan dari bawahan, namun nilai masukan tersebut tidak lebih dari sekedar masukan bagi pemimpin dan pemimpin akan tetap melakukan pembuatan keputusan sendiri. Hal ini akan lebih baik apabila dibarengi dengan gaya direktif, maksudnya kolaborasi dasar intuisi dan pengalaman serta gaya direktif akan menghasilkan keputusan yang tepat. Lain hasilnya apabila dasar intuisi dan pengalaman serta gaya direktif tetapi tidak berfokus pada fakta. Karena gaya direktif berorientasi pada tindakan, sangat tegas dan suka berfokus pada fakta. Penerapan KTSP dalam sistem pendidikan Indonesia tidak sekedar pergantian kurikulum, tetapi menyangkut perubahan secara mendasar dalam sistem pendidikan. Penerapan KTSP menuntut perubahan paradigma dalam pembelajaran dan persekolahan, karena dengan penerapan KTSP tidak hanya menyebabkan perubahan konsep, metode, dan strategi guru dalam mengajar, tetapi juga menyangkut pola pikir, filosofis, komitmen guru, sekolah, dan stakeholder pendidikan.
36
Dari
pembahasan
diatas
penulis
dapat
menyimpulkan
bahwa
pengambilan keputusan kepala sekolah dalam bidang implementasi KTSP merupakan proses memilih alternatif terbaik mengenai sesuatu cara bertindak. Dengan melibatkan suatu sumber daya manusia yang dapat dipercaya untuk menyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan.
C. Kinerja Mengajar Guru 1. Pengertian kinerja Kinerja merupakan terjemahan dari performance (Inggris). Sedarmayanti (2001:50) yang
mengutip paparan LAN, bahwa “Performace dapat
diterjemahkan menjadi kinerja, juga berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil kerja/unjuk kerja/penampilan kerja”. Mangkunegara (2002:67) mengemukakan bahwa: “Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Irawan (Sudarmayanti, 2004:117) mengemukakan bahwa “Kinerja adalah hasil kerja pekerja, proses atau organisasi,terbukti secara konkrit, dapat diukur, dapat dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan”. Dari definisi diatas, penulis dapat merusmuskan bahwa kinerja merupakan keseluruhan hasil pekerjaan yang dapat diukur dengan standar yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi.
37
2. Kinerja mengajar guru Guru (dari bahasa Sansekerta) adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Arti umum dari guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Seorang pendidik bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. R.A Tabrani(1990:6) mendefinisikan kemampuan mengajar sebagai: Kemampuan mengajar dijabarkan sebagai jaminan terpadu yang unik antara penguasaan bahan ajaran, prinsip, strategi,dan teknologi keguruan pendidikan dan perencanaan program secara situasional serta penyesuaian pelaksanaannya secaratransaksional di dalam mengelola kegiatan belajar mengajar yang dilandasi wawasan kependidikan yang mantap, kesemuanya itu ditampilkan dalam perbuatan mengajar yang mendidik. Berkaitan dengan kinerja guru, Natawijaya (1999:22) mengemukakan bahwa: Kinerja mengajar guru merupakan seperangkat perilaku nyata yang ditunjukan guru pada waktu dia memberikan pelajaran pada siswanya. Kinerja guru dapar dilihat pada saat melaksanakan interaksi belajar mengajar dikelas termasuk bagaimana dia mempersiapkannya. Dari definisi diatas, penulis dapat merusmuskan bahwa kinerja guru adalah hasil pelaksanaan tugas mengajar yang ditunjukan melalui potensi yang dimilikinya sehingga peserta didik mempunyai perubahan sikap.
3. Kompetensi kinerja mengajar a. Kompetensi Pribadi
38
Guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Sebagai seorang model guru harus memiliki kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal competencies), di antaranya: •
kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya;
•
kemampuan untuk menghormati dan menghargai antarumat beragama;
•
kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan, dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat;
•
mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru misalnya sopan santun dan tata karma dan;
•
bersikap demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik.
b. Kompetensi Profesional Kompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyesuaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini penting sebab langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Oleh sebab itu, tingkat keprofesionalan seorang guru dapat dilihat dari kompetensi sebagai berikut: •
kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan,
•
pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan,
•
kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya;
•
kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran;
39
•
kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar;
•
kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran;
•
kemampuan dalam menyusun program pembelajaran;
•
kemampuan dalam melaksanakan unsur penunjang, misalnya administrasi sekolah, bimbingan dan penyuluhan dan;
•
kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.
c. Kompetensi Sosial Kemasyarakatan Kompetensi ini berhubungan dengan kemampuan guru sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial, meliputi: •
kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional;
•
kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan dan;
•
kemampuan untuk menjalin kerja sama baik secara individual maupun secara kelompok
4. Dimensi kinerja mengajar guru
Guru, murid, dan bahan ajar merupakan unsur yang dominan dalam proses pembelajaran di kelas. Ketiga unsur ini saling berkaitan, saling mempengaruhi serta saling menunjang antara satu dengan yang lainnya. Jika salah satu unsur tidak ada, kedua unsur yang lain tidak dapat berhubungan
40
secara wajar dan proses pembelajaran tidak akan berlangsung dengan baik. Menurut Majid (2005:91) dalam konteks ini guru berfungsi sebagai pembuat keputusan yang berhubungan dengan perencanaan, implementasi, dan penilaian. a. Merencanakan Pembelajaran Proses belajar mengajar perlu direncanakan agar dalam pelaksanaannya pembelajaran berlangsung dengan baik dan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Setiap perencanaan selalu berkenaan dengan pemikiran tentang apa
yang
akan
dilakukan.
Perencanaan
program
belajar
mengajar
memperkirakan mengenai tindakan apa yang akan dilakukan pada waktu melaksanakan pembelajaran. Proses untuk membuat perencanaan pembelajaran yang baik dan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran yang ideal, setiap guru harus mengetahui unsur-unsur perencanaan pembelajaran yang baik. Menurut Hunt (1999:24) dalam Majid (2005:94), unsur-unsur perencanaan pembelajaran tersebut adalah mengidentifikasi kebutuhan siswa, tujuan yang hendak dicapai, berbagai strategi dan skenario yang relevan digunakan untuk mencapai tujuan, dan kriteria evaluasi. Mulyasa (2004:80), mengemukakan bahwa: “pengembangan persiapan mengajar harus memperhatikan minat dan perhatian peserta didik terhadap materi yang dijadikan bahan kajian. Dalam hal ini peran guru bukan hanya sebagai transformator, tetapi harus berperan sebagai motivator yang dapat membangkitkan gairah belajar, serta mendorong siswa untuk belajar dengan menggunakan berbagai variasi media, dan sumber belajar yang sesuai serta menunjang pembentukan kompetensi”.
41
Berkenaan dengan hal ini tersebut. Mulyasa (2004:80), mengemukakan beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam mengembangkan persiapan mengajar, yaitu: 1. Rumusan kompetensi dalam persiapan mengajar harus jelas. Semakin konkret kompetensi, semakin mudah diamati dan semakin tepat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk membentuk kompetensi tersebut. 2. Persiapan mengajar harus sederhana dan fleksibel serta dapat dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik. 3. Kegiatan-kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam persiapan mengajar harus menunjang dan sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan. 4. Persiapan mengajar yang dikembangkan harus utuh dan menyeluruh, serta jelas pencapaiannya. 5. Harus ada koordinasi antara komponen pelaksana program sekolah, terutama apabila pembelajaran dilaksanakan secara tim (team teaching) atau moving class Majid (2005:95) mengemukakan bahwa: “Agar guru dapat membuat persiapan mengajar yang efektif dan berhasil guna, dituntut untuk memahami berbagai aspek yang berkaitan dengan pengembangan persiapan mengajar, baik berkaitan dengan hakikat, fungsi, prinsip maupun prosedur pengembangan persiapan mengajar, serta mengukur efektivitas mengajar”. Rencana pembelajaran yang baik menurut Gagne dan Briggs (1974) dalam Majid (2005:96) hendaknya mengandung tiga komponen yang disebut anchor point, yaitu: (1) Tujuan pengajaran; (2) Materi pelajaran, bahan ajar, pendekatan dan metode mengajar, media pengajaran dan pengalaman belajar; dan (3) Evaluasi keberhasilan. Hal ini senada dengan pendapat Moore (2001: 126) bahwa komposisi
42
format rencana pembel ajaran meliputi komponen topik bahasan, tujuan pembelajaran (kompetensi dan indikator kompetensi), materi pelajaran, kegiatan pembelajaran, alat/media yang dibutuhkan, dan evaluasi hasil belajar. Menurut Suryadi dan Mulyana (1993:21), “program belajar mengajar” tidak lain adalah suatu proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung. Dalam kegiatan tersebut secara terperinci dijelaskan ke mana siswa itu akan dibawa (tujuan), apa yang harus dipelajari (isi bahan pelajaran), bagaimana siswa mempelajarinya (metode dan teknik), dan bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapainya (penilaian). Selanjutnya Suryadi dan Mulyana mengemukakan, unsur-unsur utama yang harus ada dalam perencanaan pengajaran, yaitu: 1.
2. 3.
4.
Tujuan yang hendak dicapai, berupa bentuk-bentuk tingkah laku apa yang diinginkan untuk dimiliki siswa setelah terjadinya proses belajar mengajar. Bahan pelajaran atau isi pelajaran yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan, Metode dan teknik yang digunakan, yaitu bagaimana proses belajar mengajar yang akan diciptakan guru agar siswa mencapai tujuan, dan penilaian, yakni bagaimana menciptakan dan menggunakan alat untuk mengetahui tujuan tercapai atau tidak.
Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa unsur-unsur yang amat penting masuk dalam rencana pengajaran adalah: (1) Apa yang akan diajarkan, pertanyaan ini menyangkut berbagai kompetensi yang harus dicapai, indikator-indikatornya, serta materi bahan ajar yang akan disampaikan untuk mencapai kompetensi tersebut; (2) Bagaimana mengajarkannya, pertanyaan ini berkenaan dengan berbagai strategi yang akan dikembangkan dalam proses pembelajaran, termasuk
43
pengembangan berbagai aktivitas opsional bagi siswa dalam menyelesaikan tugas-tugasnya; (3) Bagaimana mengevaluasi hasil belajarnya, pertanyaan ini harus dijawab dengan merancang jenis evaluasi untuk mengukur daya serap siswa terhadap materi yang mereka pelajari pada sesi tersebut. Dengan demikian penulis dapat mendefinisikan bahwa kinerja guru dalam perencanaan pembelajaran meliputi indikator, berikut: (1) Merumuskan tujuan pengajaran, (2) Memilih dan mengembangkan bahan pengajaran, (3) Merencanakan kegiatan belajar mengajar, termasuk di dalamnya merencanakan pendekatan dan metode pengajaran, langkah-langkah kegiatan belajar mengajar, alat dan sumber belajar serta (4) Merencanakan penilaian. b. Melaksanakan Pembelajaran Pembelajaran atau proses belajar mengajar adalah proses yang diatur dengan tahapan-tahapan tertentu, agar pelaksanaannya mencapai hasil yang diharapkan.
Tahapan-tahapan
kegiatan
pembelajaran
menurut
Majid
(2005:104) meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Usman (1994:120) mengemukakan, bahwa: “pelaksanaan pembelajaran mengikuti prosedur memulai pelajaran, mengelola kegiatan belajar mengajar, mengorganisasikan waktu, siswa, dan fasilitas belajar, melaksanakan penilaian proses dan hasil pelajaran, dan mengakhiri pelajaran”. Senada dengan Sudirman, dkk. (1991:77) pelaksanaan pembelajaran meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu tes awal, proses, dan tes akhir.
44
Berdasarkan definisi diatas, penulis dapat merusmuskan bahwa pelaksanaan pembelajaran dapat digambarkan menjadi tiga kegiatan utama, yaitu membuka pembelajaran, menyampaikan materi pelajaran, dan menutup pembelajaran. c. Mengevaluasi Pembelajaran Penilaian merupakan usaha untuk memperoleh informasi tentang perolehan belajar siswa secara menyeluruh, baik pengetahuan, konsep, sikap, nilai, maupun proses. Hal ini dapat digunakan oleh guru sebagai balikan maupun keputusan yang sangat diperlukan dalam menentukan strategi mengajar yang tepat maupun dalam memperbaiki proses belajar mengajar. Untuk maksud tersebut guru perlu mengadakan penilaian, baik terhadap proses maupun terhadap hasil belajar. Penilaian proses didefinisikan Usman (1994:38) sebagai “penilaian terhadap proses belajar yang sedang berlangsung, yang dilakukan oleh guru dengan memberikan umpan balik secara langsung kepada seorang siswa atau kelompok siswa”. Selanjutnya Usman (1994:38) menjelaskan dalam melatih keterampilan proses sekaligus dikembangkan sikap-sikap yang dikehendaki seperti kreatif, kerjasama, bertanggungjawab, dan sikap berdisiplin sesuai dengan penekanan bidang studi yang bersangkutan. Dengan demikian, pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan belajar mengajar yang mengarah kepada pengembangan kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa. Beberapa kemampuan atau keterampilan yang terdapat
45
dalam penilaian proses antara lain mengamati, menggolongkan, menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan penelitian, dan mengkomunikasikan. Dalam melakukan penilaian akhir, menurut Usman (1994:126) guru perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) Jenis penilaian sesuai dengan kegiatan belajar mengajar yang telah diberikan, (2) Sesuai dengan tujuan, (3) Sesuai dengan bahan pelajaran, (4) Hasilnya ditafsirkan. Hasil penilaian yang dilakukan guru perlu ditindaklanjuti. Setelah kegiatan belajar mengajar berakhir selain terdapat murid yang dapat menguasai materi pelajaran tidak jarang masih ada murid yang tidak menguasai materi pelajaran dengan baik sebagaimana tercermin dalam nilai atau hasil belajar lebih rendah dari kebanyakan murid-murid sekelasnya. Berkaitan dengan hal ini, menurut Majid (2005:236) ada beberapa hal yang dapat dilakukan guru, antara lain melaksanakan pengajaran perbaikan, pengajaran pengayaan, program akselerasi, pembinaan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, dan peningkatan motivasi belajar.
D. Kerangka Berpikir Penelitian Pengambilan keputusan adalah aspek yang paling penting dari kegiatan manajemen. Ia merupakan kegiatan sentral dari manajemen (Parrone, 1968), merupakan kunci kepemimpinan (Gore,1959), atau inti kepemimpinan (siagian,
46
1988) sebagai karakteristik yang fundamental (Moore, 1966) sebagai jantung kegiatan administrative (Mitchell, !978), atau saat krisis bagi tindakan administrative (Robbins, 1978). Pada akhirnya Robin Hughes dalam prakartanya Decision Making (Audley, et al.,1967) berkesimpulan bahwa karena pengambilan keputusan terjadi di semua bidang dan tingkat kegiatan serta pemikiran manusia, maka tidaklah mengherankan bila begitu banyak disiplin berusaha menganalisis dan membuat sistematika dari seluruh poses keputusan. Kepala sekolah selaku pemimpin atau manajer pendidikan mempunyai wewenang penuh terhadap sekolah yang dipimpinnya oleh karena itu setiap kebijakan yang akan diterapkan di sekolah,
kepala sekolah harus padat
mengambil keputusan secara cepat dan tepat. Salah satu pengambilan keputusan yang diterapkan di sekolah yaitu pada bidang KTSP, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Setiap
keputusan
yang
diambil
kepala
sekolah
dalam
bidang
implementasi KTSP pasti akan berdampak pada kinerja mengajar guru. Dalam penelitian ini saya akan mencoba meneliti seberapa besar pengambilan keputusan kepala sekolah dalam bidang implementasi KTSP berpengaruh terhadap kinerja mengajar guru, dengan menghubungkan kedua variabel tersebut.
47
Masalah 1. Bagaimana proses pengambilan keputusan kepala sekolah dalam bidang implementasi KTSP di SMK YPPT Bandung ? 2. Bagaimana kinerja mengajar guru di SMK YPPT Bandung? 3. Bagaimana pengaruh pengambilan keputusan kepala sekolah dalam bidang implementasi KTSP terhadap kinerja mengajar guru di SMK YPPT Bandung?
Tujuan 1. Untuk mengetahui proses pengambilan keputusan kepala sekolah dalam bidang implementasi KTSP. 2. Mengetahui kinerja mengajar guru 3. Mengetahui pengaruh proses pengambilan keputusan kepala sekolah dalam bidang KTSP dan kinerja mengajar guru. Teori Pengambilan keputusan KTSP Kinerja mengajar
Hipotesis Terdapat pengaruh signifikan antara pengambilan keputusan kepala sekolah dalam bidang implementasi KTSP terhadap kinerja mengajar guru.
Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu penelitian dengan mengumpulkan data yang sesuai dengan keadaan sebenarnya, kemudian menganalisa data tersebut untuk mendapatkan kesimpulan sehingga dapat memberikan gambaran yang cukup jelas mengenai objek yang diteliti. Dengan teknik pengambilan data: 1. Observasi: pengamatan secara langsung ke lapangan. 2. Survey dengan menggunakan dua teknik yaitu: wawancara dan kuisioner
Hasil Memproleh gambaran pengaruh pengambilah keputusan kepala sekolah dalam bidang implementasi KTSP terhadap kinerja mengajar guru di SMK YPPT
Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan: Pengambilan keputusan kepala sekolah dalam bidang implementasi KTSP mempunyai pengaruh terhadap kinerja mengajar guru. Rekomendasi: Pengambilan keputusan kepala sekolah dalam bidang implementasi KTSP, dengan menggunakan konsep pengambilan keputusan, akan menghasilkan sebuah pilihan keputusan yang terbaik dan akan menghasil kualitas kinerja mengajar guru secara baik.
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian
48
E. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru di dasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik. Hipotesi yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “terdapat pengaruh signifikan antara pengambilan keputusan kepala sekolah dalam bidang implementasi KTSP terhadap kinerja mengajar guru di SMK YPPT Bandung”. Adapun hipotesis tersebut dapat dilihat dari skema penelitian di bawah ini. gambar 2.2
Variabel X
Variabel Y
Pengambilan keputusan kepala sekolah dalam bidang implementasi KTSP
Kinerja mengajar guru
Pengaruh dari variabel X terhadap variabel Y