BAB II LANDASAN TEORI
2.1.
Manufaktur
Manufaktur
adalah
suatu
cabang industri yang
mengaplikasikan
mesin,
peralatan dan tenaga kerja dan suatu medium proses untuk mengubah bahan mentah menjadi barang jadi untuk dijual (Wikipedia).
Gambar 2. 1 Siklus manufaktur
Gambar 2. 2 Sistem manufaktur dan sitem produksi 2.1.1 Input 2.1.1.1 Desain Produk Dalam industri, barang yang ingin diproduksi dirancang sedemikian rupa sehingga dapat diterima oleh konsumen. Sebagai contoh, pada industri makanan kaleng. Perusahaan harus merancang jenis makanan apa yang ingin mereka produksi, bumbu yang diperlukan, kualitas kaleng dll. Perancangan produk seperti ini sangat penting di lakukan untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan harapan perusahaan dan kepuasan pelanggan. 2.1.1.2 Bahan Baku Menurut Mulyadi (1986), bahan baku adalah bahan yang membentuk bagian integral produk jadi. Bahan baku yang diolah dalam perusahaan manufaktur dapat diperoleh dari pembelian lokal, pembelian import atau dari pengolahan sendiri. Adapun jenis-jenis bahan baku menurut Gunawan Adisaputro dan Marwan Asri (1982 : 185) terdiri dari : 1. Bahan baku langsung (direct material)
Bahan baku langsung adalah semua bahan baku yang merupakan bagian daripada barang jadi yang dihasilkan. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan mentah langsung ini mempunyai hubungan yang erat dan sebanding dengan jumlah barang jadi yang dihasilkan. 2. Bahan baku tak langsung (indirect material) Bahan baku tak langsung adalah bahan baku yang ikut berperanan dalam proses produksi, tetapi tidak secara langsung tamapak pada barang jadi yang dihasilkan. Sebagai contoh, barang jadi yang dihasilkan adalah meja dan kursi, maka kayu merupakan bahan baku langsung, sedangkan paku dan plamir merupakan bahan mentah tak langsung. 2.1.1.3 Mesin Mesin produksi merupakan mesin yang digunakan dalam proses-proses produksi yang menunjang proses produksi tersebut. Mesin dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Manually operated machine, yaitu mesin yang dioperasikan dan disupervisi oleh pekerja dimana mesin memberikan power untuk operasi dan pekerja memberikan kontrol. Pekerja harus selalu terus menerus berada di dekat mesin. 2. Semi-automated machine, yaitu mesin yang dioperasikan dengan suatu kontrol program dan pekerja melakukan loading/ unloading atau tugas lain dalam setiap work cycle.
3. Fully automated, yaitu mesin dapat dioperasikan dalam periode waktu yang lama tanpa perlu perhatian dari seorang pekerja. Pekerja hanya diperlukan setelah mesin beroperasi setiap 10 atau 100 cycle. 2.1.1.4 Energi Listrik Energi listrik adalah energi akhir yang dibutuhkan bagi peralatan listrik/ energi yang tersimpan dalam arus listrik untuk menggerakkan motor, lampu penerangan, memanaskan, mendinginkan ataupun untuk menggerakkan kembali suatu peralatan mekanik untuk menghasilkan bentuk energi yang lain. 2.1.1.5 Sumber Daya Informasi Sumber daya informasi adalah seluruh data yang dibutuhkan untuk produksi. Informasi yang dibutuhkan biasanya tentang apa yang diproduksi, berapa banyak yang diproduksi, kapan akan diproduksi, dll 2.1.1.6 Sumber Daya Manusia ( Tenaga Kerja Manusia) Tenaga kerja manusia adalah segala kegiatan manusia baik jasmani maupun rohani yang dicurahkan dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa maupun nilai dari suatu barang. 2.1.2 Proses Proses adalah sebuah transformasi/ perubahan dari raw material menjadi barang setengah jadi ataupun barang jadi. Di dalam transformasi ini tentunya barang yang diproses akan mengalami penambahan nilai yang kemudian akan disesuaikan
dengan standar yang telah ditetapkan sebagai acuan dasar pada pembuatan produk. 2.1.2.1 Jenis- Jenis Proses Produksi 1. Proses kimia : adalah proses produksi yang menggunakan sifat kimia. 2. Proses perubahan bentuk : adalah proses produksi dengan merubah bentuk. 3. Proses asembling : adalah proses produksi menggabungkan komponenkomponen mejadi produk akhir. 4. Proses transportasi : adalah proses produksi menciptakan perpindahan barang. 5. Proses penciptaan jasa-jasa administrasi : adalah proses produksi berupa penyiapan data informasi yang diperlukan. 2.1.3 Output Output adalah hasil dari proses produksi yang dapat berbentuk barang dan/atau jasa, yang bisa disebut juga sebagai produk. Baik itu dalam bentuk work in process ataupun finish good. Selain itu, output yang dihasilkan dari proses produksi adalah limbah. 2.1.3.1 Limbah Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas
tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Berdasarkan karakteristiknya limbah industri dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu: 1. Limbah
cair biasanya
dikenal
sebagai
entitas
pencemar
air.
Komponen pencemaran air pada umumnya terdiri dari bahan buangan padat, bahan buangan organik dan bahan buangan anorganik 2. Limbah padat 3. Limbah gas 4. Limbah partikel Proses Pencemaran Udara Semua spesies kimia yang dimasukkan atau masuk ke atmosfer yang “bersih” disebut kontaminan. Kontaminan pada konsentrasi yang cukup tinggi dapat mengakibatkan efek negatif terhadap penerima (receptor), bila ini
terjadi,
kontaminan
tersebut
dapat
dikatakan
sebagai
cemaran
(pollutant).Cemaran udara diklasifikasikan menjadi 2 kategori menurut cara cemaran masuk atau dimasukkan ke atmosfer yaitu: cemaran primer dan cemaran sekunder. Cemaran primer adalah cemaran yang diemisikan secara langsung dari sumber cemaran. Cemaran sekunder adalah cemaran yang terbentuk oleh proses kimia di atmosfer.
Sumber cemaran dari aktivitas manusia (antropogenik) adalah setiap kendaraan bermotor, fasilitas, pabrik, instalasi atau aktivitas yang mengemisikan cemaran udara primer ke atmosfer. Ada 2 kategori sumber antropogenik yaitu: sumber tetap (stationery source) seperti: pembangkit energi listrik dengan bakar fosil, pabrik, rumah tangga, jasa, dan lain-lain dan sumber bergerak (mobile source) seperti: truk bus, pesawat terbang dan kereta api. Lima cemaran primer yang secara total memberikan sumbangan lebih dari 90% pencemaran udara global adalah: a. Karbon monoksida (CO), b. Nitrogen oksida (Nox), c. Hidrokarbon (HC), d. Sulfur oksida (SOx), e. Partikulat. Selain cemaran primer, terdapat cemaran sekunder yaitu cemaran yang memberikan dampak sekunder terhadap komponen lingkungan ataupun cemaran yang dihasilkan akibat transformasi cemaran primer menjadi bentuk cemaran yang berbeda. Ada beberapa cemaran sekunder yang dapat mengakibatkan dampak penting baik lokal, regional maupun global, yaitu: a. CO2 (karbon monoksida), b. Cemaran asbut (asap kabut) atau smog (smoke fog), c. Hujan asam, d. CFC (Chloro-Fluoro-Carbon/Freon), dll.
2.2. Green
Green Manufacturing manufacturing
adalah
sebuah
metode
untuk
manufaktur
yang
meminimalkan limbah dan polusi. Tujuan ini diwujudkan melalui produk dan proses desain. Green manufacturing sebenarnya mengadopsi standar. Yang menjadi standar untuk green manufacturing adalah ISO 14001 standar manajemen lingkungan. ISO 14001 ada untuk membantu organisasi khususnya organisasi manufaktur untuk meminimalisasi bagaimana operasi negatif mempengaruhi lingkungan (merugikan udara, air, atau tanah). Di green manufacturing, dampak lingkungan dari semua tahap produksi diperhatikan. Produsen tidak menggunakan bahan-bahan yang berbahaya bagi ekosistem dalam desain, produksi, aplikasi lapangan dan tahap akhir dari pembuangan produk. Tujuan dari green manufacturing adalah untuk mendukung generasi masa depan dengan mencapai keberlanjutan melestarikan sumber daya alam. ( Harijono Djojodihardjo, 2008)
Gambar 2. 3 Prinsip- prinsip Green Manufacturing
1.2.1 Input 2.2.1.1 Green Suply Chain Management Konsep green supply chain management saat ini merupakan konsep yang sangat populer di kawasan Asia Tenggara. Konsep ini merupakan cara organisasi menunjukkan komitmen mereka yang tulus untuk keberlanjutan alam. Green supply chain management pada perusahaan berfokus pada peningkatkan efisiensi dan sinergi diantara mitra bisnis dan perusahaan, membantu untuk meningkatkan kinerja lingkungan, meminimalkan limbah dan mencapai penghematan biaya perusahaan. Green supply chain management melibatkan perusahaan, pemasok dan distributor ke dalam program-program pelestarian lingkungan. Dalam melakukan proses produksi, perusahaan diharapkan dapat melakukan program produksi bersih (cleaner production), desain lingkungan, pengurangan polusi, pengelolaan limbah yang tepat, daur ulang limbah dan penerapan teknologi yang ramah lingkungan. Tentunya semua hal tersebut dapat terwujud dengan bantuan pemasok dan distributor sebagai mitra bisnis perusahaan. Strategi dalam mengelola bahan baku yang ramah lingkungan dikenal dengan istilah “green purchasing”. Green purchasing dapat mengatasi masalah-masalah seperti pengurangan limbah yang dihasilkan, substitusi bahan lingkungan melalui pencarian sumber bahan baku, dan minimilisasi limbah bahan baku berbahaya. Keterlibatan dan dukungan dari pemasok adalah penting untuk mencapai tujuan tersebut. Min dan Galle (1997), mengidentifikasi bahwa biaya tinggi dari program lingkungan, daur ulang (recycling) dan penggunaan kembali (re-use) yang tidak
ekonomis adalah tiga hambatan dan rintangan yang paling penting untuk green purchasing. Pemasok dilibatkan dalam bentuk penyediaan bahan baku yang ramah lingkungan, pendistribusian, penyediaan alat dan teknologi yang ramah lingkungan, dan pembuatan program lingkungan mereka sendiri. Pemasok sebagai penyedia bahan baku bagi perusahaan memainkan peranan yang cukup penting dalam kesuksesan perusahaan memprokduksi barang yang berkualitas serta memenuhi aspek ramah lingkungan. Pengelolaan limbah produksi dalam bentuk daur ulang (recycling) dan penggunaan kembali (re-use) sangat membantu perusahaan dalam melakukan penghematan biaya dan daya saing. Contohnya penggunaan kemasan, apakah itu adalah terbuat dari kaca, logam, kertas atau plastik, memberikan kontribusi besar dalam aliran limbah padat. Menurut Rao, dan Holt (2005), mengemukakan bahwa daur ulang (recycling) dan penggunaan kembali (re-use) adalah strategi kunci yang diadopsi oleh beberapa perusahaan di Asia Tenggara yang secara aktif berpartisipasi dalam program pengurangan kemasan. 2.2.1.2 Green Teknologi Teknologi Hijau mengacu pada pengembangan dan aplikasi produk, peralatan dan sistem untuk memelihara lingkungan dan alam serta meminimalkan atau mengurangi dampak negatif dari aktivitas manusia. Teknologi Hijau mengacu pada produk, peralatan, atau sistem yang memenuhi kriteria-kriteria berikut:
1. Ia meminimalkan degrasi kualitas lingkungan; ia memiliki emisi Gas Rumah Hijau (ghg) yang rendah atau nol; aman untuk digunakan dan menyediakan lingkungan sehat dan lebih baik untuk semua kehidupan; 2. Menghemat energi dan sumber asli; dan 3. Mendorong sumber-sumber yang terbarukan. 2.2.1.3 Green Bahan Baku Dengan adanya kesadaran bahwa sumber daya alam (material & energi) sangat terbatas, maka segala usaha harus dilakukan untuk mengurangi penggunaannya. Oleh sebab itu industri harus mengupayakan daur ulang dan melakukan efisiensi dalam penggunaan material dan energi dalam proses produksinya, yang mana hal tersebut memiliki implikasi pada pengurangan biaya produksi. Cara lain yang dapat dilakukan oleh industri adalah dengan menggunakan bahan baku yang renewable. 2.2.2 Proses 2.2.2.1 Green Proses Memiliki pemahaman bahwa selama proses produksi barang atau delivery jasa dalam mata rantai nilai yang ada (supplier, proses internal dan pelanggan) tentunya memiliki dampak negatif yang minimum terhadap lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja. Perusahaan dengan “Green Process” akan selalu memperhatikan pembinaan suppliernya sebagai langkah awal mencegah limbah berlebih serta peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya alam.
Penggunaan metode dan penerapan teknologi yang tepat diarahkan untuk mencapai kondisi produksi bersih (cleaner production) yang memadai secara nilai bisnis dan tentunya nilai etika. Hal mendasar dalam mewujudkan perusahaan dengan
“Green
Process”
adalah
melaksanakan
segala
tuntutan
perundangan/peraturan dasar yang berlaku dalam bidang “Environment, Health and Safety” secara bijaksana, taktis dan sistematis. Dengan mengupayakan “Green Process” secara konsisten sehingga akan dicapai suatu tingkat efisiensi operasional yang tinggi, sesuai dengan “spirit zero emission” dan “zero accident”. 2.2.2.2 Produksi Bersih ( Cleaner Production) Produksi bersih pertama kali dipopulerkan oleh UNEP industry and Environment pada tahun 1989. “CP
is
the
continous
application
of
an
integrated
preventive
environmentalstrategy applied to processes, products and services to increase ecoefficiency and reduce risks for humans and the environment” (UNEP, 1989) Produksi bersih diperkenalkan sebagai suatu strategi baru pengelolaan lingkungan yang ditujukan untuk mencegah dan atau memperkecil dampak negatif yang dapat timbul dari aktifitas produksi dan jasa di berbagai sektor industri. Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terintegrasi yang perlu diterapkan secara kontinyu di dalam proses produksi dan daur hidup produk guna mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan (Sarwono, et.al, 2002). Maksud dari pelaksanaan Produksi bersih adalah mencegah, mengurangi dan menghilangkan terbentuknya limbah atau pencemar pada sumbernya. Untuk mendukung proses adopsi teknologi bersih atau teknologi
akrab lingkungan diperlukan suatu perubahan yang mendasar dalam hal komitmen serta perilaku manajemen. Strategi ini tentunya bukanlah merupakan satu-satunya strategi pengelolaan lingkungan, tetapi merupakan komponen utama dalam upaya perlindungan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Strategi ini lebih efektif dalam melindungi lingkungan, dibanding mengolah limbah setelah terbentuk, karena dapat memperbaiki kualitas lingkungan sekaligus mencapai efisiensi ekonomi. Produksi bersih akan melibatkan upaya modifikasi proses produksi dengan menggunakan pendekatan siklus daur hidup (life cycle approach) dan pada akhirnya menghasilkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan konsumen dengan produk dan jasa yang lebih aman terhadap lingkungan dan juga akan memperbesar tingkat penghematan biaya produksi dan memberikan keuntungan finansial. Berbagai konsep yang sama dengan cleaner production, juga diartikan dalam berbagai istilah seperti pencegahan polusi, upaya pengurangan limbah, ecoefficiency dan produktivitas hijau (green productivity).
Gambar 2. 4 Bagan Teknik Cleaner Production
Keuntungan yang dapat diperoleh dalam penerapan cleaner production adalah: 1. Sebagai pedoman bagi perbaikan produk dan proses 2. Penggunaan sumber daya alam dan energi lebih efektif dan efisiensi 3. Mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan pencemar dan atau limbah 4. Mencegah berpindahnya pencemar dari satu media lingkungan ke media lingkungan lain 5. Mengurangi terjadinya resiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan Upaya pencegahan pencemaran memang harus diprioritaskan, namun perlu dilengkapi dengan program daur ulang, pengolahan dan pembuangan limbah agar dapat dicapai hasil yang optimal. Keseluruhan upaya tersebut merupakan perwujudan dari program pengelolaan lingkungan, sebagai bagian implementasi dan operasi dari sistem manajemen lingkungan. Program produksi bersih ini dapat diterapkan pada semua aktifitas yang menimbulkan dampak pencemaran, tanpa terbatas oleh skala dan tipe organisasi.
Gambar 2. 5 Strategi pengelolaan lingkungan dengan produksi bersih
produksi bersih dapat dilakukan pada setiap tahap produksi. Pelaksanaan program produksi bersih dapat dimulai dengan hal-hal yang mudah dan tidak memerlukan biaya investasi dan secara bertahap dikembangkan sesuai dengan kesiapan perusahaan. Secara garis besar pilihan penerapan produksi bersih dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) bagian yaitu: 1. Perubahan bahan baku (change in raw material) a. Mengurangi atau menghilangkan bahan baku yang mengandung bahan berbahaya dan beracun seperti logam berat dari zat warna, pelarut (B3) b. Menggunakan bahan baku yang kualisnya baik dan murni untuk menghindari kontaminan dalam proses c. Menggunakan material daur ulang untuk menciptakan pasar material daur ulang. 2. Tata cara operasi dan housekeeping (improved operating and house keeping practice) a. Lost prevention : mencegah kehilangan bahan baku, produk maupun energi dari pemborosan, kebocoran, dan tercecer dengan teknik sebagai berikut: 1) Memasang bendungan/dike untuk menampung tumpahan dari tangki 2) Memasang safety valve
3) Perancangan tangki yang sesuai dengan rancangan yang diterapkan 4) Mendeteksi kebocoran dapat menggunakan teknik material maupun water balance b. Penanganan material untuk mengurangi kehilangan material akibat kesalahan penanganan, habisnya waktu tinggal bagi bahan yang sensitif terhadap waktu c. Penjadwalan produksi membantu mencegah pemborosan (energi, material dan air) dan koordinasi pengelolaan limbah d. Segregasi/memisahkan limbah menurut jenisnya untuk mengurangi volume limbah B3 e. Mengembangkan manajemen perawatan sehingga mengurangi kehilangan akibat kerusakan f. Mengembangkan tata cara penanganan dan inventarisasi bahan baku, energi, air produk dan peralatan 3. Penggunaan kembali (on-site reuse) a. Menggunakan kembali sisa air proses, air pendingin dan material lain didalam pabrik b. Mengambil kembali bahan buangan sebagai energy c. Menciptakan kegunaan limbah sebagai produk lain yang dapat dimanfaatkan oleh pihak luar.
4. Perubahan teknologi (technology change) a. Merubah peralatan, tata letak dan perpipaan untuk memperbaiki aliran proses dan meningkatkan efisiensi b. Memperbaiki kondisi proses (suhu, waktu tinggal, laju alir, tekanan) sehingga meningkatkan kualitas produk dan mengurangi jumlah limbah. c. Menggunakan pencucian sistem “counter current” d. Menghindari penggunaan solvent B3 pada pencucian di mekanik e. Menggunakan/mengatur peralatan (motor, pompa) sehingga lebih hemat energi. f. Otomatisasi dapat menghasilkan perbaikan monitoring dan pengaturan parameter operasi untuk menjamin tingkat efisiensi yang tinggi. 5. Perubahan produk (product change) a. Merubah formulasi produk untuk mengurangi dampak lingkungan pada waktu digunakan oleh konsumen b. Menambah umur produksiMerancang produk sedemikian rupa sehingga mudah untuk didaur ulang c. Mengurangi kemasan yang tidak perlu Pada akhirnya keberhasilan penerapan program produksi bersih dapat dilihat dari seberapa besar tingkat efisiensi yang diperoleh serta seberapa cukup sistem pendukung yang didesain untuk memutar roda PDCA.
Gambar 2. 6 Siklus PDCA 2.2.3 Output 2.2.3.1 Green Output Setiap perusahaan hendaknya memegang teguh prinsip bahwa hasil produksi/jasa yang diberikan kepada pelanggan tidak membahayakan lingkungan, keselamatan dan kesehatannya. Umumnya produk/jasa tersebut diatas diperoleh dari upaya penelitian dan pengembangan yang dilakukan terus menerus, sesuai dengan pertimbangan ekonomi dan asas manfaat. Bekal pemahaman terhadap “life cycle analysis” produk/jasa akan sangat bermanfaat dalam upaya tersebut. Dalam isu perdagangan dunia, industri dengan material yang berasal dari alam sudah dikenakan persyaratan “ecolabell”, yang menjamin bahwa produknya berasal dari bahan yang aman digunakan dan tidak membahayakan dalam penggunaannya, serta dengan proses yang ramah lingkungan pula. Lambat tetapi pasti, hal ini juga akan merambah ke sektor industri lainnya, bahkan saat ini sudah mulai bermunculan biro jasa perjalanan yang ramah lingkungan karena menggunakan fasilitas yang ramah lingkungan sekaligus tempat-tempat wisata yang alami, bengkel ramah lingkungan karena cara kerja maupun hasil jasanya
menjamin memenuhi ketentuan emisi yang berlaku, khusus untuk pasar Eropa segala mainan anak-anak harus mendapatkan “CE Mark” yang menunjukkan produk tersebut tidak membahayakan anak-anak karena kandungan racun dalam materialnya, dan lain sebagainya. Contoh tersebut diatas menunjukkan bahwa “Green Product” saat ini telah menjadi suatu strategi tersendiri yang secara “product differentiation” mampu meningkatkan keberhasilan kompetisi, terutama pada segmen pasar dengan tingkat kepedulian terhadap “Environment, Health and Safety” yang sudah tinggi. 2.3
Literatur Green Manufacturing Tabel 2. 1 Literatur Green Manufacturing
No
Nama
Topik
Input
Proses
Output
1
Djojodihardjo, H (2008)
Memperkenalkan Green Manufacturing
√
√
√
2
Miller, et.al. (2010)
Green Manufacturing fokus pada proses produksi yang menghasikan sedikit buangan
3
Clute, B (2012)
Green Manufacturing sebagai tuntutan pasar global
√
√
4
Pojasek (2008)
Memperkenalkan Green manufacturing
√
√
Florida, R (1996)
Diperlukannya inovasi untuk menghasilkan teknologi untuk mendukung Green Manufacturing
√
√
6
Hurt, P (2011)
Diperlukan pengetahuan tentang Green Manufacturing pada pelaku industri.
√
√
√
7
Sutor, L (2007)
Green Manufacturing sebagai tuntutan pasar global
√
√
√
5
√
8
Zhang, H.C. et.al. (1997)
9
Kassaye, W.W. (2001)
10
Campbell, K (2008)
11
Guide Jr, V.D.R. (200)
12
Azzone, G (1998)
13
Schreffler, R (2001)
14
Kapos, S (2005)
15
Barista, D (2008)
Peranan proses perancangan teknologi didalam pengembangan Green Manufacturing Perbedaan alasan penerapan Green Manufacturing pada industri besar, sedang dan kecil Pentingnya peranan teknologi yang berkelanjutan pada Green Manufacturing Peranan Mata Rantai Pemasok (Supply Chain Management) pada Green Manufacturing. Sistem Pengukuran Kinerja manajemen lingkungan Green Manufacturing dimulai pada lantai produksi pada industri manufaktur (khususnya pada kendaraan bermotor) Penerapan Green technology pada infrastuktur bangunan pada industri manufaktur Green Manufacturing ditinjau dari segi fasilitas pabrikan dalam industri manufaktur
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
2.4
Standar Green Manufacturing
2.4.1 ISO 14001
Gambar 2. 7 Model ISO 14001 2.4.1.1 Definisi ISO 14001 ISO 14001 adalah standar internasional yang dapat diterapkan oleh organisasi yang bermaksud untuk menetapkan, menerapkan, memelihara dan meningkatkan sistem manajemen lingkungan (ISO 14001, 2004). Standar yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 1996 dan direvisi pada tahun 2004 ini merupakan hasil negosiasi pertemuan GATT di Uruguay dan konferensi lingkungan di Rio de Jenero pada tahun 1992 (Zeng, et.al, 2005). Standar tersebut disebut sebagai green standard karena memberikan persyaratan-persyaratan spesifik untuk sebuah sistem manajemen lingkungan yang komprehensif (Salman, 2009). 2.4.1.2 Persyaratan- Persyaratan ISO 14001 Persyaratan-persyaratan ISO 14001 tercantum dalam klausul 4.2 hingga 4.6, antara lain (Kitazawa dan Sarkiz, 2000; ISO 14001, 2004)
Klausul 4.2 Kebijakan lingkungan: mendefinisikan kebijakan dan memastikan komitmen terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut.
Klausul 4.3 Perencanaan: mencakup lima langkah yaitu identifikasi aspek lingkungan,
menentukan
dampak
lingkungan,
mengumpulkan
perundangan dan peraturan lainnya, menetapkan sasaran dan target, serta mengembangkan suatu sistem manajemen lingkungan.
Klausul 4.4 Penerapan dan operasi; mengadakan sumber daya untuk mencapai sasaran dan target lingkungan organisasi.
Klausul 4.5 Tindakan pemeriksaan dan pemantauan: memeriksa dan memantau sistem manajemen lingkungan untuk mengidentifikasi masalah dan memecahkannya.
Klausul 4.6 Tinjauan manajemen; memastikan adanya tinjauan secara berkala oleh manajemen.
Persyaratan-persyaratan tersebut bersifat generik sehingga bisa diterapkan oleh semua perusahaan tanpa bergantung pada tipe, ukuran, dan jenis produk yang diberikan (ISO 14001, 2004). Generik berarti standar menyebutkan “apa” yang harus dilakukan dan memberikan kebebasan “bagaimana” ia dilakukan. 2.4.2 SNI 19-14004-2005 Tujuan umum Standar Nasioanal ini adalah untuk membantu organisasiorganisasi dalam menerapkan atau menyempurnakan sistem manajemen lingkungan dan kinerja lingkungannya. Standar ini konsisten dengan konsep pembangunan berkelanjutan dan sesuai dengan kerangka budaya, sosial dan organisasi serta sistem manajemen lingkungan.
Standar Nasional ini adalah bagian dari SNI seri standar manajemen lingkungan. Dalam seri ini, hanya ISO 14001 yang berisi persyaratan yang secara objektif dapat diaudit untuk keperluan sertifikasi/ registrasi atau pernyataan diri. Standar ini mencakup contoh, uraian dan pilihan yang dapat membantu untuk penerapan sistem manajemen lingkungan maupun memperkuat hubungannya dengan keseluruhan manajemen organisasi. Standar nasional ini menggambarkan unsur- unsur sistem manajemen lingkungan dan memberikan petunjuk praktis kepada organisasi bagaimana menetapkan, menerapkan, memelihara dan menyempurnakan sistem manajemen lingkungan. Sistem semacam ini sangat penting bagi penetapan kemampuan organisasi untuk mengantisipasi, mengidentifikasi dan mengelola interaksi dengan lingkungan, memenuhi tujuan lingkungan dan menjamin penataannya dengan persyaratanpersyaratan peraturan perundang- undangan dan persyaratan lainnya yang diikuti organisasi tersebut. Tabel 2. 2 Petunjuk praktis – Model sistem manajemen lingkungan/ SNI 1914004-2005
Persyaratan SNI 19-14004-2005 4.1 Kebijakan Lingkugan 4.2 Perencanaan a. Mengidentifikasi aspek lingkungan dan dampak lingkungan yang terkait b. Mengidentifikasi dan memantau persyaratan peraturan perundang- undangan dan persyaratan lainnya yang berlaku yang diikuti organisasi dan membuat kriteria kinerja internal bila diperlukan
c. Membuat tujuan dan sasaran lingkungan dan merumuskan program untuk mencapainya d. Mengembangkan dan menggunakan indikator kinerja 4.3 Penerapan a. Menciptakan struktur manajemen, menetapkan peran dan tanggungjawab dengan kewenangan yang memadai b. Menyediakan sumber daya yang memadai c. Melatih orang- orang yang bekerja untuk kepentingan organisasi dan menjamin kepedulian dan kompetensi mereka d. Menetapkan proses untuk komunikasi internal dan eksternal e. Menetapkan dan memelihara dokumentasi f. Menetapkan dan menerapkan pengendalian dokumen g. Menetapkan dan memelihara pengendalian operasi h. Menjamin adanya kesiagaan dan tanggap darurat 4.4 Pemeriksaan a. Melakukan pemantauan dan pengukuran secara terus menerus b. Mengevaluasi status penataan c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian dan melakukan tindakan koreksi dan pencegahan d. Mengelola rekaman e. Melakukanaudit internal secara berkala 4.5 Tindakan a. Melakukan tinjauan manajemen terhadap sistem manajemen lingkungan pada interval yang memadai b. Mengidentifikasi bidang untuk penyempurnaan