BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Film Kekerasan 2.1.1 Pengertian Film Kekerasan Zubaidah (2004) menyatakan film kekerasan adalah film
yang
menampilkan adegan baku hantam dan pukul memukul. Sedangkan Santrock (2002) menyatakan bahwa film kekerasan merupakan film yang memberi modelmodel agresi yang penuh kekerasan dan memberi pandangan-pandangan yang tidak realistik terhadap dunia sehingga akan mempengaruhi perilaku agresi dan antisosial pada remaja. Penulis menyimpulkan bahwa film kekerasan adalah termasuk film cerita karena di dalamnya mengandung unsur-unsur dalam film cerita seperti kejahatan, kemarahan, ketegangan dan perkelahian yang memberi model-model agresi yang penuh kekerasan dan memberi pandangan-pandangan yang tidak realistik terhadap dunia sehingga akan mempengaruhi perilaku agresi dan antisosial pada remaja.
2.1.2 Aspek-Aspek dalam Menonton Film Kekerasan Menurut Partowisastro (2001) aspek-aspek dalam menonton film kekerasan adalah sebagai berikut: 1. Minat terhadap film kekerasan Remaja akan merasa terhibur dengan menonton film kekerasan yang memuat adegan baku hantam dan tembak menembak sehingga mereka merasa
film kekerasan merupakan film yang menarik dan berdaya pikat bagi penontonnya dan harus ada satu stasiun televisi yang khusus menayangkan film kekerasan. 2. Perhatian terhadap film kekerasan Kebanyakan remaja yang menonton film kekerasan tidak mau diganggu oleh orang lain. Penayangan film kekerasan pada waktu yang sebagaian besar dapat dilihat oleh remaja akan membuat remaja semakin berpeluang untuk menikmati tayangan kekerasan. Mereka berkonsentrasi melihat setiap adegan kekerasan dan ketika ada selingan iklan mereka akan merasa terganggu. Tidak jarang remaja berebut channel dengan anggota keluarga yang lain demi menonton film laga yang mereka sukai. 3. Isi film kekerasan Film kekerasan yang ditayangkan di televisi bermuatan adegan sadisme, pembunuhan, tindakan balas dendam dan pemakaian senjata tajam ataupun senjata api membuat remaja berpikir bahwa film laga merupakan tontonan yang tepat untuk kaum muda khususnya laki-laki. 4. Frekuensi menonton film kekerasan Setiap hari hampir setiap stasiun televisi swasta menayangkan film yang ada adegan kekerasannya sehingga membuat remaja juga rutin mengikuti cerita film laga ini. Bahkan banyak remaja yang menonton lebih dari dua cerita film kekerasan setiap harinya. Penulis menyimpulkan bahwa aspek-aspek dalam menonton film kekerasan terdiri dari minat, perhatian, isi dan frekuensi menonton film kekerasan.
2.1.3 Akibat Menonton Film Kekerasan Partowisastro (2001) menyatakan bahwa bahaya menonton film dilihat dari segi kemasyarakatan dan kepribadian yaitu sebagai berikut: 1. Sifat mudah menerima dan meniru yang dimiliki manusia yang terbuka untuk segala pengaruh dari luar. 2. Pemusatan perhatian pada saat menonton film yang memudahkan segala yang kita tanggapi itu meresap ke dalam jiwa kita. 3. Perhatian yang spontan. 4. Identifikasi optis dan identifikasi psikis. 5. Penyaluran tekanan sehari-hari. Kartono (2002) menyatakan bahwa suatu pemutaran film kekerasan, penonton dimasukkan ke dalam keadaan hypotesa, kesadaran rendah. Akibatnya tidak ada perbedaan antara sadar dan tidak sadar. Dalam hal ini kesadaran yang berubah seseorang akan mudah terkena sugesti. Hidayat (2006) menyatakan bahwa acara yang berisi adegan kekerasan seperti smack down telah merenggut nyawa dan menyarankan agar siaran-siaran yang bertajuk kekerasan untuk tidak ditayangkan lagi di televisi karena berbahaya dan bisa menelan korban nyawa. Senada dengan Hidayat, Doy (2006) juga mengungkapkan bahwa semua tayangan kekerasan sebaiknya dihentikan seperti smack down karena meskipun acara gulat ini bernuasa hiburan tetapi sangat membahayakan generasi muda seperti anak-anak dan remaja yang akab meniru adegan kekerasan sehingga mengakibatkan luka fisik bahkan bisa meninggal dunia.
Penulis
mengambil
kesimpulan
bahwa
film
kekerasan
banyak
mempengaruhi sikap dan perilaku remaja yang kadang-kadang perbuatan yang dipengaruhi film membuat mereka terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif, mereka akan meniru adegan kekerasan yang sehingga bisa menimbulkan luka fisik ataupun korban nyawa.
2.2 Agresivitas 2.2.1 Pengertian Agresivitas Menurut Myers (2012) agresivitas adalah sebagai perilaku fisik atau verbal yang dimaksudkan untuk menyebabkan kerusakan. Taylor (2009) menyatakan bahwa agresivitas yaitu tindakan melukai yang disengaja oleh seseorang/institusi terhadap orang/institusi lain yang sejatinya disengaja. Scheneiders (2005), ia mengatakan bahwa agresif merupakan luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan individu yang ditampakkan dalam bentuk pengrusakan terhadap orang atau benda dengan unsur kesengajaan yang diekspresikan dengan kata-kata (verbal) dan perilaku non verbal. Agresif menurut Baron
(Koeswara, 2008)
adalah tingkah laku yang ditunjukkan untuk melukai dan mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Agresif menurut Moore dan Fine (Koeswara, 2008) perilaku agresif adalah tingkah laku kekerasan secara fisik ataupun secara verbal terhadap individu lain atau objek-objek lain. Agresif menurut Murry (Halll dan Lindzey,1993) didefinisiakan sebagi suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain. Atau secara
singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain. Hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku agresif dari seorang individu atau kelompok.
2.2.2 Faktor Penyebab Perilaku Agresivitas Menurut Abidin (2005) agresif mempunyai beberapa karakteristik. Karakteristik yang pertama, agresif merupakan tingkah laku yang bersifat membahayakan, menyakitkan, dan melukai orang lain. Karakteristik yang kedua, agresif merupakan suatu tingkah laku yang dilakukan seseorang dengan maksud untuk melukai, menyakiti, dan membahayakan orang lain atau dengan kata lain dilakukan dengan sengaja. Karakteristik yang ketiga, agresi tidak hanya dilakukan untuk melukai korban secara fisik, tetapi juga secara psikis (psikologis) misalnya melalui kegiatan yang menghina atau menyalahkan. Menurut Sears, Taylor dan Peplau (2007), perilaku agresif remaja disebabkab oleh dua faktor utama yaitu adanya serangan serta frustasi. Serangan merupakan salah satu faktor yang paling sering menjadi penyebab agresif dan muncul dalam bentuk serangan verbal atau serangan fisik. Faktor penyebab agresi selanjutnya adalah frustasi. Frustasi terjadi bila seseorang terhalang oleh suatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, penghargaan atau tindakan tertentu. Menurut Berkowitz (2003) dalam bukunya yang berjudul emosional behavior menyatakan bahwa adanya persaingan atau kompetisi juga dapat menjadi penyebab munculnya perilaku agresif remaja.
Menurut Koeswara (2008), faktor penyebab remaja berperilaku agresif bermacam-macam, sehingga dapat dikelompokkan menjadi faktor sosial, faktor lingkungan, faktor situasional, faktor hormon, alkohol, obat-obatan (faktor yang berasal dari luar individu ) dan sifat kepribadian (faktor-faktor yang berasal dari dalam individu), yaitu : a. Penyebab sosial 1. Frustasi Yakni suatu situasi yang menghambat individu dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, dari frustasi maka kan timbul perasaanperasaan agresif 1. Profokasi Yaitu oleh pelaku agresi profokasi dilihat sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respon agersif untuk meniadakan bahaya yang diisaratkan oleh ancaman tersebut. 2. Melihat model-model agresif Film dan TV dengan kekerasan dapat menimbulkjan agresi pada seorang anak, makin banyak menonton kekerasandalam acara TV makin besar tingkat agresif merekka terhadap orang lain, makin lama mereka menonton,makin kuat hubungannya tersebut. b. Penyebab dari lingkungan 1.
Polusi Udara, bau busuk dan kebisingan dilaporkan dapat menimbulkan perilaku agresi tetapi tiodak selalu demikian tergantung dari berbagai faktor lain.
2. Kesesakan (crowding), meningkatkan kemungkinan untuk perilaku agresif terutama bila sering timbul kejengkelan, iritasi, dan frustasi karenanya. c. Penyebab situasional 1. Bangkitan seksual yaitu film porno yang “ringan“ dapat mengurangi tingkat agresif, film porno yang “keras” dapat menambah agresif. 2. Rasa nyeri dapat menimbulkan dorongan agresi yaitu untuk melikai atau mencelakakan orang lain. Dorongan itu kemudian dapat tertuju kepada sasaran apa saja yang ada. d. Alkohol dan obat-obatan Ada petunjuk bahwa agresi berhubungan dengan kadar alkhohol dan obat-obatan. Subyek yang menerima alkohol dalam takara-takaran yang tinggi menunjukkan taraf agresivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang tidak menerima alkhohol atau menerima alkhohol dalam taraf yang rendah. Alkhohol dapat melemahkan kendali diri peminumnya, sehingga taraf agresifitas juga tinggi. e. Sifat kepribadian Menurut Baron (Koeswara, 2008 ) setiap individu akan berbeda dalam cara menentukan dirinya untuk mendekati atau menjauhi perilaku agresif. Ada beberapa ynag memiliki sifat karakteristik yang berortientasi untuk menjauhkan diri dari pelanggaran-pelanggaran. Menurut David O Sears (2005) menyebutkan faktor penentu perilaku agresif yang utama adalah rasa marah dan proses belajar respon agresif. Proses belejar ini bisa terjadi langsung terhadap respon agresif atau melalui imitasi.
Menurut Davidoff perilaku agresif remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor : 1. Faktor biologis Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresif yaitu: a. Gen Gen tampakya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresif. b. Sistem otak Sistem otak yang tidak terlibat dalam agersi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit netral yang mengendalikan agresi. c. Kimia darah Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. 2. Faktor lingkungan Yang mempengaruhi perilaku agresif remaja yaitu : a. Kemiskinan Remaja yang besar dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami penguatan. Hal yang sangat menyedihkan adalah dengan berlarut-larut terjadinya krisis ekonimi dan moneter menyebabkan pembengklakan kemskinan yang semakin tidak terkendali. Hal ini berarti potensi meledaknya tingkat agresi semakin besar.
b. Anoniomitas Terlalu banyak ranbgsangan indra dan kognitif membuat dunia menjadi sangat impersonal, artinya antara satu orang dengan orang lain tidal lagi saling mengenal. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identitas diri). Jika seseorang merasa anonim ia cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak terikkat dengan norma masyarakat da kurang bersimpati dengan orang lain. c. Suhu udara yang panas Suhu lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap tingkah laku sosial berupa peningkatan agresivitas. 3. Kesenjangan generasi Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara generasi anak dengan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi antara orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresi pada anak. 4. Amarah Marah merupakan emosi yang memiliki cirri-ciri aktifitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan akarena adanya kesalahan yang muingkin nyata-nyata salah atau mungkin tidak (Davidoff, 2001). Pada saat amrah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu
dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku agresif. 5. Peran belajar model kekerasan Model pahlawan-pahlawan di film-film seringkali mendapat imbalan setelah mereka melakukan tindak kekerasan. Hal bisa menjadikan penonton akan semakin mendapat penguatan bahwa hal tersebut merupakan hal yang menyenangkan dan dapat dijadikan suatu sistem nilai bagi dirinya. Dengan menyaksikan adegan kekerasan tersebut terjadi proses belajar peran model kekerasan dan hali ini menjadi sangat efektif untuk terciptanya perilaku agresif. 6. Frustasi Frustasi terjadi bila seseorang terhalang oleh ssesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Agresi merupakan salah satu cara merespon terhadap frustasi. Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustasi yang behubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segera tepenuhi tetapi sulit sekali tercapai. Akibatnya mereka menjadi mudah marah dan berprilaku agresi. 7. Proses pendisiplinan yang keliru Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja (Sukadji, 1988). Pendidikan disiplin akan membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah
dengan orang lain, membenci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta kehilangan inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain. Nakita (2004: 11) sulit ditemukan masalahnya sebab banyak yang bisa menjadi penyebab anak melakukan tindakan agresivitas, tetapi secara umum disebabkan hal-hal sebagai berikut ini: a. Meniru orang tua Misalnya seorang anak melempar sebuah botol ke ibunya sebab ia pernah melihat ayahnya melakukan hal yang sama dan ia hanya mengulang apa yang pernah dilakukan orang tuanya. b. Orang tua membiarkan Cara hidup yang tidak beraturan atau terlalu dimanja orang tua dapat membuat anak suka menyerang, misalnya orang tua tidak menegur anak ketika memukul orang, dan hanya berkata, “jangan sayang!” anak segera tahu bahwa orang tuanya merasa tidak apa-apa dan memberi kesempatan bagi dia mengulangi perbuatannya, bahkan lebih menjadi-jadi. Bagi anak, bila orang tua tidak menghukum, itu berarti memungkinkan dia bertindak lagi. c. Akibat acara-acara TV Orang tua perlu mendampingi anak dalam memilih acara TV, bila anak dibiarkan setiap hari berjam-jam lamanya menonton adegan-adegan kekerasan dalam film-film laga atau perang, maka dikhawatirkan itu akan mempengaruhi anak. Memang melalui penyelidikan belum dapat dibuktikan bahwa dari acara-
acara di TV dapat menyebabkan anak melakukan tindakan agresivitas, tetapi sedikit banyak sudah mempengaruhi perilaku anak. d. Memendam perasaan marah Mencegah atau melarang anak melampiaskan amarahnya hanya akan mengakibatkan ia memendam perasaan marah itu. Mula-mula tidak diketahui, sebab kelihatannya secara lahiriah ia baik dan sopan, tetapi karena tidak dapat melampiaskan emosi amarahnya dan juga karena sudah tertimbun lama dalam hatinya, maka pada waktunya peran itu meledak dan terlampiaskan melalui tindak penyerangan. e. Dengan kejam menghadapi kekejaman Menghukum kekasaran anak itu dapat dibenarkan, tetapi bukan dengan memukulnya secara kasar. Hal itu akan berakibat kebalikannya, yaitu anak meniru kelakuan orang dewasa. Apabila orang tua menghukum dengan menganiaya, maka anak akan belajar untuk menganiaya orang lain sebagai balasan pelampiasannya. Hindari hukuman yang bisa mengakibatkan anak juga terdorong untuk melakukan hal yang sama terhadap orang lain.
2.2.3 Aspek-Aspek Agresivitas Menurut Koeswara (2011: 21) aspek-aspek agresivitas yang meliputi perbuatan permusuhan dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain yang berupa: a. Penyerangan fisik seperti melempar dengan benda, memukul, menendang dan berkelahi.
b. Penyerangan tidak langsung seperti menggunjing, berusaha mempengaruhi orang lain agar tidak suka dengan orang yang tidak disukainya. c. Penyerangan secara verbal atau lisan seperti mengumpat, berkata tidak senonoh dan mengolok-olok.
2.2.4
Teori Tentang Agresivitas Sarwono (2006: 37) ada beberapa teori yang mengkaji tentang agresivitas,
teori-teori tersebut antara lain: a. Teori psikoanalisis Freud dalam teori psikoanalisis klasiknya mengemukakan bahwa agresivitas adalah satu dari dua naluri dasar manusia. Naluri agresi atau tanatos ini merupakan pasangan dari naluri seksual atau eros. Jika naluri seks berfungsi untuk
melanjutkan
keturunan,
naluri
egresivitas
berfungsi
untuk
mempertahankan jenis (Sarwono, 2006: 37). b. Teori Biologis Teori ini mencoba menjelaskan perilaku agresivitas dari proses teori genetika atau ilmu keturunan (Sarwono, 2006: 37). Pandangan teori biologi tentang agresi datang dari para etolog. Menurut Eitl-Eibesfe (Sarwono, 2006: 38) menyatakan bahwa etolog adalah sub lapangan perhatian biologi terhadap instink dan pola tindakan umum terhadap semua anggota spesies yang menjalankan habitat alamiahnya. Menurut para etolog, ekspresi berbagai pola tindakan tergantung pada akumulasi energi.
c. Teori Frustasi-Agresi Miller dan Dollard (Andi Mappiere, 2005: 44) pada hipotesis tentang frustasiagresi menyatakan bahwa bila suatu organisme mengalami suatu hambatan dalam mencapai tujuannya maka frustasi ini dapat mengakibatkan respons alami yang agresif. Menurut Agus Dharma (2001: 22) bila usaha seseorang untuk mencapai tujuan mengalami hambatan, akan timbul dorongan agresivitas yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. d. Teori Belajar Sosial Berbeda dari teori bawaan dan teori frustasi agresi yang menekankan faktorfaktor dorongan dari dalam, teori sosial lebih memperhatikan faktror tarikan dari luar (Sarwono, 2006: 38). Teori belajar sosial menyatakan bahwa perilaku agresivitas merupakan perilaku belajar, dibentuk oleh hadiah dan hukuman. Uraian tentang teori agresi di atas, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannnya akan memotivasi perilaku untuk melukai orang lain atau objek yang menyebabkan frustasi. Penunjuk lingkungan tertentu misalnya keluarga yang bermasalah dapat membiarkan suatu organisme mengekspresikan perilaku agresif. Perilaku agresivitas merupakan perilaku belajar yang dibentuk oleh hadiah atau hukuman.
2.2.5
Mengelola Perilaku Agresivitas Sikap keras kepala seorang remaja dalam usahanya mendapatkan apa yang
diinginkan, permainan mereka kasar, serampangan, penggunaan sumpah serapah dan kata-kata kasar harus bisa diminimalkan bahkan dihilangkan karena semua itu demi perkembangan moral si anak. Namun siapa yang tidak akan mengakui bahwa tindakan seperti itu adalah normal? Memang harus diakui, bahwa ada kebutuhan remaja yang hanya dapat dipenuhi dengan berperilaku keras, bersemangat dan penuh nafsu menyerang terhadap benda, situasi atau orang-orang tertentu, Dobson (Conny Semiawan, 2002: 7). Agresivitas yang berlebihan banyak didapatkan pada anak yang orang tuanya bersikap terlalu memanjakan, terlalu melindungi atau terlalu bersikap kuasa serta penolakan orang tua. Misalnya hukuman badani seperti memukul dan kurang berhasil memberikan pengertian kepada anak mengenai tingkah laku yang tidak dapat
dibenarkan. Selama
pertumbuhannya
anak itu memiliki
kecenderungan yang wajar untuk berusaha menekan watak agresif mereka sedikit demi sedikit, kecuali bila pihak orang tua mereka justru mendorongnya ke arah itu. Dalam hal ini jelaslah bahwa sedikit demi sedikit sekali hubungan antara alat permainan dengan pengaruhnya terhadap perkembangan watak yang agresivitas pada kepribdian seorang remaja, Schultz (Yustinu, 2001: 19). Tidak jarang dijumpai perkelahian dan juga tawuran pada remaja hanya karena penyebab yang sepele yang seharusnya semua itu tidak perlu terjadi. Dari penyebab masalah anak yang suka menyerang di atas, orang tua harus mengupayakan cara pencegahan, dengan menghindari dan menyembuhkan
masalah perilaku tersebut. Langkah berikut ini diharapkan dapat menolong mengurangi perilaku agresivitas anak, (Setiawani, 2000: 26). a. Membangun diri sebagai model/contoh b. Menasehati dengan benar c. Membatasi tontonan beradegan keras d. Tanamkan kebenaran bahwa tidak memiliki musuh adalah baik. Apabila kelakuan anak itu disebabkan karena meniru orang dewasa yang suka memaki, orang tua yang suka memukul atau guru yang agresif, maka sebaiknya dilakukan instrospeksi diri. Dengan menjaga serta membangun diri menjadi teladan yang baik, akan menolong anak mengatasi perilakunya itu. Disiplin di dalam rumah tangga harus dipertegas untuk membantu anak mengendalikan diri agar tidak bertindak sewenang-wenang. Sebenarnya anak yang suka menyerang ini mempunyai rasa takut dalam dirinya. Anak memerlukan bantuan orang lain dalam mengatasi ketidakmampuan mengendalikan dirinya. Ia membutuhkan nasehat dan ajaran yang benar. Bila anak memiliki kecenderungan bertindak agresif dan suka menyerang, orang tua perlu dengan bijaksana mendampingi anaknya dalam memilih acara tontonan televisi. Sebaliknya kepada anak hanya diperbolehkan menonton acara atau film yang sesuai untuk anak. kecenderungan sifat manusia adalah pada halhal yang berdosa dan jahat sehingga anak sangat mudah dipengaruhi untuk meniru apa yang dilihatnya. Larangan untuk jangan melakukan kekerasan itu yang dapat melukai orang lain bukanlah suatu ajaran baru. Demikian juga melalui drama atau dongeng-dongeng yang menceritakan binatang aneh yang memakan manusia.
Oleh karena itu, tanggapilah masalah ini dengan sikap wajar dan tenang. Yang kita lakukan hanyalah usaha membatasi acara tontonan anak di TV. Cara yang paling baik untuk mencegah anak melakukan kekerasan adalah dengan “kasih”. Anak yang sejak kecil terampas kasih sayangnya akan merasa mempunyai banyak musuh dan ia akan melakukan banyak kekerasan. Seorang pembunuh atau yang suka melukai orang lain, jiwanya sakit dan gelisah. Mereka dapat melakukan kejahatan itu karena tidak menikmati kehangatan kasih. Menghadapi anak yang berperilaku demikian hanya ada satu cara yaitu dengan mengasihi dan menyayanginya. Daripada membuang waktu untuk mencegah anak terpengaruh, lebih baik menyediakan waktu untuk meningkatkan hubungan dengannya. Dengan demikian kita mengalihkan perhatian mereka untuk bisa memperhatikan dan berbela kasihan dengan orang lain. Anak yang dibesarkan dalam kasih akan memiliki jiwa yang sehat, hati yang penuh damai terhadap orang lain, dan tidak pernah memendam perasaan dendam kepada siapapun. Menurut Singgih D. Gunarsa (2006: 67) suatu bentuk lain dari pelampiasan emosi pada remaja, terlihat dalam penyaluran agresivitas. Remaja kelihatan agresif sekali dalam menghadapi “kekangan” Tujuan utama dari pada agresi yang berlebih-lebihan adalah penguasaan situasi, mengatasi suatu rintangan atau halangan yang dihadapainya atau merusak suatu benda. Agresivitas tersebut dapat disalurkan melalui perbuatan akan tersalur melalui kata-kata dan pikiran. Seorang remaja memang memiliki sisi bentuk primitif agresi seperti memukul dan menyerang. Sulitnya, ia tidak mengerti akibat perilaku yang kasar itu terhadap orang lain. Oleh karena itu ia membutuhkan bantuan orang tua untuk
menyalurkan agresivitasnya itu tanpa merugikan orang lain. Sedangkan membunuh sifat agresi pada anak membuat dia lumpuh. Barangkali seseorang akan menjadi bulan-bulanan dalan pergaulan. Atau akan terjadi suatu ledakan kemarahan dalam diri si anak. sebaliknya penyaluran agresivitas
yang
sehat
merupakan
keseimbangan
antara
menahan
dan
mengungkapkan diri secara wajar. Tentu saja untuk menguasai teknik, anak harus belajar sedikit demi sedikit. Ada dua macam sebab yang mendasari perilaku agresif pada anak. pertama, perilaku agresivitas yang dilakukan untuk menyerang atau melawan orang lain. Macam perilaku agresivitas ini biasanya ditandai dengan kemarahan atau keinginan untuk menyakiti orang lain. Kedua, perilaku agresivitas yang dilakukan dengan sikap mempertahankan diri terhadap serangan dari luar. Serangan dari luar ini tidak selalu berupa serangan dari orang lain, misalnya, teman bermain yang mencoba memukulnya akan tetapi dapat juga berupa rintangan-rintangan yang dihadapinya dalam bermain, misalnya kegagalan yang ditemuinya ketika sedang membuat tumpukan balok kayu, jika menghadapai keadaan seperti ini anak biasanya akan berteriak-teriak sebagai pernyataan rasa marahnya terhadap kegagalan yang dihadapinya. Biasanya cara yang paling sering dilakukan untuk mengatasi sifat agresif anak adalah dengan hukuman. Tetapi dari hasil penelitian yang tidak pernah berhenti, mereka berpendapat bahwa disiplin diterapkan orang tua untuk mencegah sikap agresif yang biasanya berupa hukuman badan justru malah
mengorbankannya. Pada kenyataannya anak yang terlalu sering menerima hukuman badan sikap agresifnya semakin menjadi-jadi. Menanggapi perilaku agresivitas pada remaja, perlu melacak dua macam jalam keluarnya. Pertama, bagaimana mengurangi perilaku agresifnya pada saat ini. Sedangkan jalan keluar yang lebih brjangka panjang adalah mencegah timbulnya perilaku agresivitas dimasa yang akan datang. Apapun yang dipilih untuk menyalurkan dorongan agresifnya ini, tetap berarti bahwa dorongan agresif itu sendiri harus disalurkan dengan sebaik-baiknya. Perbuatan orang tua untuk setiap kali menyuruh diam anak-anak yang sedang bertengkar, atau menghukum anak setiap kali habis berkelahi dengan temannya adalah kurang bijaksana. Bagaimana baiknya cara penyaluran yang dilakukan melalui kegiatan bermain, berolah raga atau berdiskusi, namun tetap saja hal itu tidak dapat menghabiskan energi yang mendorong perbuatan agresif. Orang tua dilanjutkan untuk tetap menerima dan memberi kesempatan pada anak untuk menyalurkan perasaan marahnya, selama penyalurannya tidak melampaui batas. Tentu saja orang tua tidak boleh mendiamkan anaknya yang memukul temannya hanya untuk melampiaskan kemarahan. Penyaluran rasa marah dengan cara verbal, misalnya dengan berteriak atau memaki-maki, tentu masih dapat diterima. Apakah ungkapan rasa marah tersebut diajukan untuk sengaja menyakiti prasaan orang lain. Sebagai kesimpulan jelaslah bahwa agresivitas itu sebenarnya sangat perlu untuk kelangsungan hidup dan penjagaan atau penyelamatan diri sendiri. Dan juga mendorong seseorang untuh tumbuh dan berkembang. Namun juga perlu diingat, agresi ini akan bersifat
destruktif jika digunakan untuk kebencian, merampas harta orang lain, menyerang orang lain atau diri sendiri (Self punishment).
2.3 Hubungan perilaku Menonton Film Kekerasan dengan Agresivitas Masa remaja dengan phasse negative yaitu suatu masa yang tandai dengan sifat-sifat negatif baik bagi anak laki-laki maupun perempuan, juga merupakan masa permulaan masa adolensence. Remaja berada pada batas peralihan kehidupan anak dan dewasa. Fisik remaja sudah menunjukkan kedewasaan tetapi bila diperlakukan seperti orang dewasa, remaja akan mengalami kegagalan. Pengalaman mengenai alam dewasa belum banyak karena itu sering terpengaruh pada hal-hal yang negatif. Remaja yang pada dasarnya mempunyai jiwa beranak akan mudah terjerumus hanya dengan sedikit pengaruh saja. Dalam jaman yang serba modern ini, banyak faktor yang mempengaruhi agresivitas remaja. Kehadiran
media
informasi
di
Indonesia
khususnya
televisi
banyak
mempengaruhi anak-anak dan remaja. Televisi mampu memberikan pengaruh kepada pemirsanya 75%, karena media ini mampu menyampaikan pesan sekaligus lewat penglihatan dan pendengaran (Wahyu, 2004). Tayangan
kekerasan
di
media
menimbulkan
imitasi.
Remaja
dimungkinkan mengulangi kembali perilaku yang mereka saksikan. Televisi adalah industri komersial, sulit dielakkan bahwa televisi mengarahkan pemirsanya untuk mengimitasi apa yang telah mereka lihat. Pengaruh yang akhir-akhir ini dirasakan adalah meningkatnya perilaku agresivitas yang dilakukan oleh remaja. Setelah ditelusuri lebih jauh mereka agresivitas mereka terpicu karena seringnya
mereka melihat tayangan kekerasan di televisi. Semakin sering melihat film kekerasan dapat menyebabkan perilaku agresivitas yang semakin kuat juga.
2.4 Hipotesis Ada dua jenis hipotesis dalam penelitian yaitu hipotesis kerja dan hipotesis nol. Hipotesis kerja adalah sering disebut juga hipotesis alternatif disingkat H1. Hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan variabel Y, atau adanya perbedaan antara dua kelompok. Hipotesis nol sering disebut juga hipotesis statistik disingkat Ho karena biasanya dipakai dalam penelitian yang bersifat statistik, yaitu diuji dengan perhitungan statistik. Hipotesis nol menyatakan tidak adanya perbedaan antara dua variabel atau tidak adanya hubungan atau pengaruh antara X dan Y. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: “Ada hubungan yang signifikan antara perilaku menonton film kekerasan dengan agresivitas siswa SMK Muhammadiyah Salatiga Tahun Pelajaran 2013/2014.”