BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengambilan Keputusan 1. Definisi Pengambilan Keputusan Salusu (2004) menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu proses memilih alternatif cara bertindak dengan metode yang sesuai dengan situasi. Morgan (1986) menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan salah satu jalan dari penyelesaian masalah, dimana kita dihadapkan dengan berbagai pilihan yang harus kita pilih. Menurut Baron & Byrne (2005), pengambilan
keputusan
merupakan
tindakan
menggabungkan
dan
mengintegrasikan informasi yang ada untk memilih satu dari beberapa kemungkinan tindakan. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu proses penyelesaian sesuatu yang melibatkan beberapa alternatif yang harus dipilih yang bertujuan untuk menyelesaikan sebuah masalah.
2. Proses Pengambilan Keputusan Janis dan Mann (1979) menyusun tahapan pengambilan keputusan yang berdasar pada penelitian terhadap orang-orang yang secara hati-hati mengevaluasi berbagai pilihan dan alternatif dalam menghadapi pengambilan keputusan yang cukup sulit. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
78 Universitas Sumatera Utara
1. Tahap 1: Menilai informasi atau masalah (appraising the challenge) Pada tahap ini, individu diterpa dengan berbagai informasi. Individu akan mengalami konflik sementara (personal temporary crisis), yang mempengaruhi perilaku individu untuk bertahan dengan keyakinan lamanya atau berubah. Informasi benar-benar efektif untuk mendorong langkah yang menuju pada pengambilan keputusan yang baru, haruslah cukup kuat untuk mempengaruhi individu bahwa ia akan mengalami hal yang serius atau tidak akan dapat mencapai tujuannya jika ia tidak mengambil tindakan. 2. Tahap 2: Mensurvei alternatif (surveying alternatives) Setelah kepercayaan individu terhadap kebijakan atau pemikiran lamanya diguncang oleh informasi baru, individu merasa ada konsekuensi negatif jika tidak mengambil tindakan. Individu mulai memfokuskan perhatian pada satu atau lebih pilihan-pilihan lain. Individu mulai mencari didalam memorinya berbagai alternatif tindakan dan meminta saran atau informasi dari orang lain. 3. Tahap 3: Menimbang alternatif (weighing of alternatives) Individu sekarang menuju pada analisis dan evaluasi yang lebih dalam dengan berfokus pada sisi positif dan negatif pada tiap alternatif yang lolos sampai ia merasa yakin untuk memilih satu yang sesuai dengan tujuannya. 4. Tahap 4: Menyatakan komitmen (deliberating about commitment) Setelah secara tertutup memutuskan akan mengambil tindakan baru, individu mulai membicarakan dengan hati-hati mengenai penerapan keputusan tersebut dan menyampaikan niatnya pada orang lain.
79 Universitas Sumatera Utara
5. Tahap 5: Bertahan dari feedback negatif (adhering despite negative feedback) Individu yang merasa senang dan nyaman dengan keputusan baru yang diambil tanpa ada keragu-raguan. Tahapan kelima ini menjadi setara dengan tahapan pertama, dalam rasa dimana masing-masing kejadian atau komunikasi yang tidak diinginkan membangun negative feedback yang merupakan sebuah permasalahan potensial untuk mengambil kebijakan yang baru. Tahap kelima menjadi berbeda dengan tahap pertama dalam kejadian ketika sebuah masalah sangat berpengaruh atau sangat kuat dan memberikan respon postitif pada pertanyaan pertama, fokus pada resiko serius ketika tidak dibuat perubahan, pengambil keputusan hanya tergoncang sesaat meskipun permasalahan lebih ia pilih diselesaikan dengan keputusan sebelumnya. Mengenai jalannya proses pengambilan keputusan, Harris (1998) menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan merupakan proses yang non linier dan recursive (berulang), artinya proses pengambilan keputusan tidak selamanya melalui suatu aliran yang konstan. Sebaliknya, kebanyakan keputusan dibuat setelah melalui pertimbangan berulang-ulang dan bolak-balik. Tahapan tertentu akan dilalui dalam waktu singkat sementara tahapan lain akan memerlukan waktu yang lebih lama dan pertimbangan yang lebih kompleks
80 Universitas Sumatera Utara
Bagan Tahapan Pengambilan Keputusan
Tahap 1: Appraising the Chalenge Apakah dampak yg didapat jika tidak berubah? Apakah dampak tersebut serius?
Tahap 2: Surveying Alternatif Mencari alternatif2, mencari informasi sehubungan dengan alternatif yg ada
Tahap 4: Deliberating about Commitment Memilih alternatif yang dianggap plg baik dan memberitahukan pada orang lain mengenai keputusannya tersebut
Tahap 5: Adhering Despite (-) Feedback Menghadapi umpan balik negatif yg diberikan oleh orang-orang di sekitarnya
Tahap 3: Weighing Alternatives Menimbang alternatif mana yg terbaik? Dampak apa yg timbul jika alternatif tersebut dipilih?
Gambar 1.
81 Universitas Sumatera Utara
3. Konflik dalam Pengambilan Keputusan Janis & Mann (1977) menyatakan bahwa pada umumnya individu akan menghadapi konflik dalam mengambil suatu keputusan yang sangat penting. Munculnya konflik membuat pengambil keputusan akan sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan untuk menghadapi risiko yang akan muncul. Konflikkonflik tersebut juga akan mempengaruhi individu untuk menerima atau menolak tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan keputusan yang dibuat. Simptom yang akan muncul bisanya adalah keragu-raguan, kebimbangan, ketidakpastian, dan tanda-tanda stres ketika keputusan sudah ditetapkan. Berdasarkan gambaran tersebut, metode yang dinilai efektif dalam mengambil keputusan adalah metode yang menggunakan conflict-theory model. Metode ini dinilai dapat melihat segala konskuensi yang mungkin terjadi ketika suatu pengambilan keputusan dilakukan.
Metode ini
digunakan
untuk
menggambarkan konflik awal yang memicu seseorang melakukan proses pengambilan keputusan. Selain itu, metode ini juga mencakup tiga hal besar yang saling berkaitan satu sama lainnya. Ketiga hal tersebut adalah: 1.
Antecendent condition Kondisi ini adalah setiap kejadian-kejadian yang mendahului terjadinya proses pengambilan keputusan. Variabel yang sangat mempengaruhi adalah komunikasi individu. Melalui komunikasi, seseorang akan mendapatkan pengetahuan, peringatan, atau informasi lain yang relevan dengan keputusan yang diambil.
82 Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor lainnya yang juga akan mempengaruhi adalah faktor situasional, kepribadian dan karakteristik-karakteristik lainnya. 2.
Mediating Process Merupakan proses dimana individu dihadapkan pada dua pilihan yang saling bertentangan serta memunculkan konskuensi yang bertentangan pula.
3.
Consequencess Setiap pilihan yang diambil pada mediating process akan menuju kepada consquencess. Jika jawaban-jawaban yang diberikan negatif, maka individu akan mengalami unconflicted adherence, unconflicted change, defensive avoidance dan hypervigilance. Jika jawaban-jawabannya positif, maka yang akan terjadi adalah vigilance, dimana ia akan sangat hati-hati dan penuh pertimbangan dalam mengambil langkah. Proses pengambilan keputusan akan menunjukkan kondisi-kondisi
yang terjadi sebelumnya, kemudian proses apa yang akan muncul serta apa yang menjadi akibatnya. Hal ini akan membantu pengambil keputusan untuk meneliti dan menganalisa setiap jawaban yang diberikan terhadap pertanyaan-pertanyaan di tiap proses yang terjadi. Jawaban tersebut pada akhirnya akan mengarahkan pengambil keputusan pada sebuah keputusan akhir. Janis & Mann (1977) kemudian mengajukan sebuah model conflict-theory dalam pengambilan keputusan yang dapat diaplikasikan pada berbagai jenis situasi. Bagannya adalah sebagai berikut :
83 Universitas Sumatera Utara
Antecedent Conditions
Mediating Process
Consequences
START Challenging Negative Feedback or Opportunity
No Additional Information about Losses from Continuing Unchanged
Q1 Are the Risk Serious if I Don‟t Change
Unconflicted Adherence
Maybe or Yes
No
Q2 Are the Risk Serious if I Do Change
Information about Losses from Changing
Unconflicted Change
Maybe or Yes
END Incomplete Search Appaisal and Contingency Planning Q3 Is It Realistic to Hope a Better Solutions
No
Q4 Is There Sufficient Time to Search and Deliberate
No
Sign of More Information Available and of Unused Resources
Defensive Avoidance
Maybe or Yes
Information about Deadline and Time Pressures
Gambar 2.
Maybe or Yes
Hypervigilance
Vigilance
END Thorough Search Appraisal and Contingency Planning
4. Pertimbangan dalam Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan pada dasarnya melibatkan berbagai macam pertimbangan. Menurut Janis & Mann (1977) pertimbangan-pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu:
84 Universitas Sumatera Utara
1. Pertimbangan-pertimbangan utilitarian, yaitu pertimbangan yang berhubungan dengan manfaat dari suatu keputusan. Pertimbangan utilitarian terdiri dari: a. Pertimbangan keuntungan dan kerugian bagi diri sendiri, di dalamnya mencakup antisipasi pengaruh keputusan terhadap kesejahteraan pribadi pengambil keputusan. Misalnya: apakah dengan menjadi parmalim subjek akan merasa hidupnya lebih baik atau tidak dibandingkan sebelumnya. b. Pertimbangan keuntungan dan kerugian bagi orang lain, termasuk hal-hal yang diantisipasi akan berpengaruh terhadap orang lain atau significant others. Misalnya: hal-hal apa yang akan terjadi dengan keluarga jika berpindah agama. 2. Pertimbangan-pertimbangan non utilitarian, yaitu pertimbangan lain yang tidak termasuk dari manfaat atau kegunaan suatu keputusan. Pertimbangan non utilitarian ini terdiri dari : a. Penerimaan dan penolakan dari diri sendiri (self approval dan disapproval), termasuk di dalamnya emosi, perasaan dan harga diri seseorang. Misalnya : akankah status sosial akan menjadi lebih baik atau malah lebih buruk. b. Penerimaan dan penolakan dari orang lain (approval and disapproval by significant others), termasuk di dalamnya kritik dan penghargaan yang akan diberikan orang lain sehubungan dengan alternatif yang dipilih. Misalnya: penerimaan keluargaku dan anak-anakku apakah akan mendukung atau menolak keputusan yang diambil.
B. Ugamo Malim
85 Universitas Sumatera Utara
1. Sejarah Lahirnya Ugamo Malim Gultom (2010) menjelaskan sejarah lahirnya agama Malim seperti berikut. Beberapa ratus tahun sebelum agama Islam dan Kristen datang ke Tanah Batak dan sebelum agama Malim resmi ada, kepercayaan dan keagamaan Batak sudah mulai ada. Menurut kepercayaan agama Malim, ajaran keagamaan tersebut dibawa utusan Debata Mulajadi Nabolon. Utusan Debata yang membawa ajaran keagamaan ini dinamakan malim Debata. Ada empat orang yang tecatat sebagai malim yang diutus Debata khusus kepada suku bangsa Batak, yaitu Raja Uti, Simarimbulosi, Raja Sisingamaraja, dan Raja Nasiakbagi. Keempat orang malim Debata ini diyakini sebagai manusia yang terpilih dari tengah-tengah suku bangsa Batak. Mereka diutus untuk membawa berita keagamaan kepada suku bangsa Batak secara bertahap selama kurun waktu kurang lebih empat ratus tahun. Akan tetapi pada masa Raja Uti, Simarimbulosi dan Sisingamaraja, ajaran keagamaan tersebut belum dibungkus dalam sebutan nama agama. Ajaran ini hanya sebuah bentuk kepercayaan yang di dalamnya terdapat amalan-amalan (ritual-ritual) sebagai sarana tali penghubung antara manusia dengan Debata. Pada masa Sisingamaraja XII, penjajah Belanda mulai datang di Tanah Batak. Peperangan berlangsung selama tiga puluh tahun, yang disebut dengan perang Batak. Dalam suatu penyerbuan ke tempat persembunyiannya, Sisingamaraja XII ditembak mati oleh pasukan Belanda. Akan tetapi, menurut kepercayaan agama Malim, Sisingamaraja tidak meninggal, karena setelah beberapa lama setelah penembakan tersebut, muncul seorang yang bernama Raja
86 Universitas Sumatera Utara
Nasiakbagi. Belakangan dipercayai bahwa Raja Nasiakbagi tersebut sebenarnya Sisingamaraja yang diyakini telah mengubah namanya. Pada suatu ketika, Raja Nasiakbagi memberikan arahan kepada muridmuridnya. Dalam pertemuan tersebut dia berkata: “malim ma hamu” (malimlah kalian). Dengan adanya pengarahan ini, maka sejak itu pulalah ajaran yang dibawanya resmi dan populer disebut sebagai agama Malim.
2. Sistem Kepercayaan Ugamo Malim Salah satu unsur dalam struktur agama ialah kepercayaan kepada Tuhan atau kuasa supernatural. Kepercayaan ini merupakan dasar dalam satu bangunan agama termasuk dalam setiap melakukan ritual agama. Dalam agama malim terdapat kepercayaan kepada supernatural seperti kepercayaan kepada Tuhan atau dewa-dewa yang kesemuanya disebut si pemilik kerajaan Malim di Banua Ginjang. Selain itu, terdapat pula keberadaan para utusan Tuhan Debata (nabi) yang diyakini sebagai perantara dalam membawa agama itu. Dalam istilah Malim, semua utusan Debata ini dinamakan malim Debata yang disebut juga si pemilik kerajaan Malim di Banua Tonga. Selain itu ada juga kepercayaan kepada ruh-ruh yang tugasnya adalah sebagai pembantu Debata dalam urusan tertentu. Ruh-ruh yang dimaksud adalah habonaran. Para habonaran ini secara operasional bertugas untuk mengamati semua kelakuan manusia sekaligus member nasihat melalui “gerak hati” manusia.
87 Universitas Sumatera Utara
a. Kepercayaan kepada Si Pemilik Kerajaan Malim (Parhotap Harajaon Malim) di Banua Ginjang Secara harafiah istilah harajaon dalam bahasa Batak sama maknanya dengan kerajaan dalam bahasa Indonesia, sedangkan istilah parhotap bisa diterjemahkan dengan “si pemilik” atau “yang punya bagian”. Sementara malim dalam istilah bahasa Batak, selain menunjuk pada sebuah agama di Tanah Batak, malim juga mempunyai makna yang sangat luas. Bergantung pada konteks pemakaiannya, istilah malim bisa bermakna suci dan suruhan Debata (nabi). Selanjutnya, yang dimaksud dengan kerajaan malim Banua Ginjang adalah keraaan yang ada hubungannya dengan dimensi keagamaan. Menurut agama Malim, sumber wujudnya sesuatu agama dapat dipastikan berasal dari si pemilik kerajaan malim yang berkedudukan di Banua Ginjang. Agama apapun yang ada di permukaan bumi ini dipercayai tidak satu pun yang tidak berasal dari sana. Oleh karena itu, agama Malim adalah agaa yang khusus diturunkan kepada suku bangsa Batak yang dipercayai bersumber dari Debata Mulajadi Nabolon. Agama ini diserahkan melalui para malim (utusan atau nabi) yang berdian di Banua Tonga. Dari sanalah semua asal ajaran itu ada yang kemudian oleh malim Debata disampaikan kepada umat manusia di Banua Tonga (bumi). Menurut kepercayaan agama Malim, sebelum manusia diciptakan Debata melalui tangan Deakparujar sesungguhnya kerajaan Malim itu sudah lebih dulu ada di Banua Ginjang. Kemudian Debata menciptakan dewa-dewa lainnnya dan mengangkat mereka sebagai pembantunya sekaligus mengikutsertakan mereka dalam barisan si pemilik kerajaan malim di Banua Ginjang. Adapun nama-nama
88 Universitas Sumatera Utara
dewa yang dimaksudkan itu ialah Debata Natolu, Siboru Deakparujar, Nagapadohaniaji, dan Siboru Sanianganga. Dalam agama Malim, asas untuk mempercayai semua “si pemilik kerajaan Malim di Banua Ginjang” ini bukanlah bersumber dari sebuah kitab suci, melainkan merujuk kepada bunyi tonggo-tonggo (doa-doa) yang disusun oleh Raja Nasiakbagi. Melalui doa-doa itulah para penganut agama Malim mengimani sekaligus menjadikannya sebagai referensi dalam melaksanakan berbagai ritual keagamaan. Secara bentuk teologi, agama Malim ini boleh dikatakan monoteisme campuran. Di samping memiliki keprecayan kepada Tuhan Yang Maha Esa yaitu Debata Mulajadi Nabolon, agama ini juga mengajarkan adanya kepercayaan kepada kuasa supernatural lainnya yaitu sejenis dewa-dewa. Tetapi dewa-dewa ini bukanlah disebut dewa yang mahatinggi atau dewa yang sama derajatnya dengan Debata Mulajadi Nabolon. Mereka adalah ciptaan Debata yang fungsinya hanya sebagai pembantuNya semata dan bukan penentu dala alam semesta. Walaupun begitu, dalam kepercayaan agama Malim dewa-dewa itu wajib dihormati dan disembah melalui upacara agama. 1. Debata Mulajadi Nabolon Tuhan Yang Maha Esa dalam agama Malim adalah Debata Mulajadi Nabolon yang dalam bahasa Batak bermakna Debata yang “maha awal” dan “maha besar”. Dialah Tuhan yang memiliki sifat maha pencipta, maha menjadikan, mahakuasa dan awal mula dari segala yang ada. Tidak ada dari segala yang ada itu yang tak bermula dari padanya. Untuk mencari hakikat keberadaanNya sebagai Tuhan yang
89 Universitas Sumatera Utara
maha segala-galanya, tidaklah bisa dengan hanya mengandalkan kerja akal pikiran manusia, tetapi mestilah berasaskan kepada kepercayaan dan keyakinan manusia. Mempercayai wujudNya wajib bagi setiap penganut agama Malim, karena Dialah pencipta alam semesta dan si pemilik utama kerajaan, baik kerajaan malim yang ada di Banua Ginjang maupun kerajaan Malim di Banua Tonga. Walaupun dasar kepercayaan itu tidak bersumber dari sebuah kitab suci seperti halnya pada agama-agama besar lainnya, namun kepercayaan itu tetap bersemayam dan hidup dalam hati sanubari masing-masing penganut agama Malim. Hal ini tergambar pada waktu melakukan upacara agama dimana semua peserta senantiasa memuji dan memuja Tuhan Debata Mulajadi Nabolon. Debata adalah objek yang dituju dalam segala persembahan sekaligus yang berkuasa mengabulkan segala bentuk permohonan manusia. 2. Debata Natolu Debata Natolu (Debata yang Tiga) adalah nama kesatuan dari dewa yang tiga yaitu, Dewa Bataraguru, Sorisohaliapan, dan Balabulan. Ketiga dewa ini disebut sebagai dewa yang pertama dijadikan setelah Banua Ginjang beserta isinya diciptakan oleh Debata Mulajadi Nabolon. Mereka masing-masing deberi tugas dan mandat oleh Debata untuk memberikan pemberkatan kepada manusia dala arti luas. Mereka adalah sumber dari segala yang diperlukan manusia di Banua Tonga (bumi) supaya manusia dapat hidup dengan sejahtera. Tugas Bataraguru adalah sebagai tempat bertanya manusia tentang segala yang berkaitan dengan uhum (hukum) dan harajaon (kerajaan). Dari dialah sumber karisma kerajaan (sahala harajaon) bagi manusia di dunia. Artinya
90 Universitas Sumatera Utara
siapapun yang dipilih dan diangkat sebagai raa dalam arti pemerintahan ataupun sebagai kepala negara di setiap bangsa, maka dari dialah turunnya karisma kerajaan tersebut. Intinya, dialah sebagai perpanjangan tangan Debata Mulajadi nabolon dalam memberikan hukum dan jabatan kerajaan. Tugas dewa Sorisohaliapan adalah untuk menurunkan ajaran hamalimon (keagamaan) kepada manusia di bumi. Menurut kepercayaan Malim, dia adalah asal mula pangurason (air suci), parsuksion (pensucian), haiason (kebersihan), parsolamon (perilaku yang suci), dan hamalimon (kesalehan). Dan yang lebih penting lagi disebutkan bahwa dari dialah sumber ajaran agama Malim yang diturunkan kepada umat manusia melalui manusia yang terpilih yang disebut dengan malim Debata (nabi) di Banua Tonga. Seperti Sisingamangaraja di tanah Batak, di samping dia sebagai seorang raja dalam pollitik, tapi dia juga dipercayai sebagai utusan Debata yang menerima ajaran-ajaran agama dari Sorisohaliapan untuk disampaikan kepada umatnya.kedudukan dewa Sorisohaliapan sebagai sumber ajaran agama bukan hanya berlaku untuk agama Malim, tetapi juga berlaku untuk agama-agama lain. Maknanya, agama apapun dan siapapun nabi yang membawa agama itu dipermukaan bui ini dipercayai berasala dari Sorisohaliapan. Kepercayaan Malim secara tegas menyatakan bahwa agama-agama yang ada di bumi ini adalah bersumber dari yang satu yaitu Debata Mulajadi Nabolon dan melalui pembantuNya Sorisohaliapan. Agama ini diturunkan kepada semua umat manusia yang berlainan suku dan bangsa melalui seorang utusanNya atau NabiNya yang diangkat dari masing-masing suku bangsa itu sendiri. Dengan
91 Universitas Sumatera Utara
demikian secara tidak langsung ajaran agama Malim bukanlah berarti tidak mengakui keberadaan agama lain. Bahkan tidak pernah mengklaim bahwa agama Malim inilah satu-satunya agama yang benar dan terbaik apalagi mengklaim satusatunya agama yang diterima Debata. Agama malim menganggap bahwa semua agama itu sama yakni sama-sama berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, hanya saja agama-agama itu berbeda-beda tempat penurunanya, ajaran dan penganutnya. Dewa yang ketiga adalah dewa Balabulan. Dewa ini bertugas memberikan penerangan dan peramalan (panurirangon), ketabiban (hadatuon), dan kekuatan (hagogoon) kepada manusia. Semua manusia yang memiliki kemampuan panurirangon, hadatuon dan hagogoon dipercayai berasal dari Balabulan. 3. Siboru Deakparujar Dalam kepercayaan agama Malim Deakparujar adalah salah satu dewa yang wajib disembah. Dia juga dipercayai sebagai salah satu dewa yang ikut sebagai si pemilik kerajaan Malim di Banua Ginjang. Dewa Deakparujar adalah satu-satunya dewa yang mendapat kuasa untuk menciptakan Banua Tonga (bumi) ini. 4. Nagapadohaniaji Dewa Nagapadohaniaji juga merupakan salah satu dewa yang ikut dalam kelompok si pemilik kerajaan Malim di Banua Ginjang. Oleh Debata Mulajadi Nabolon, dia diberi tugas atau kekuasaan untuk memelihara Banua Tonga. Kepadanyalah diberikan segala tugas yang berhubungan dengan pengelolaan bumi dan segala yang berkaitan dengan keperluan kesejahteraan manusia. Meskipun tidak begitu jelas dan terperinci apa-apa saja kuasa yang diberikan kepadanya,
92 Universitas Sumatera Utara
namun agama Malim mempercayai bahwa segenap kemakmuran yang bersumber dari bumi ini berasal dari tanan Nagapadohaniaji. 5. Siboru Sanianganga Dewa Siboru Sanianganga termasuk dewa yang sama kedudukannya dengan dewa-dewa lainnya yaitu sama-saa si pemilik kerajaan Malim di Banua Ginjang. Sanianganga adalah putrid Bataraguru dan adik kandung dari Deakparujar. Dewa ini diberkati Debata menjadi pembantunya yang bertugas menguasai segala bentuk dan jenis air yang ada di bumi. Kepadanyalah diberi kuasa mengelola air yang diperuntukkan kepada kepentingan manusia dan makhluk-makhluk lainnya.
b. Kepercayaan kepada si Pemilik Kerajaan Malim (Parhotap Harajaon Malim) di Banua Tonga Istilah harajaon dalam agama Malim berbeda pengertian dengan pemahaman pada umumnya. Dalam pemahaman umum, istilah harajaon adalah sebutan untuk sebuah Negara yang berbentuk kerajaan dimana yang memegang kekuasaan dalam Negara itu adalah seorang raja. Sedangkan pemahaman dalam agama Malim, harajaon bukanlah bermakna politik melainkan lebih kermakna keagamaan. Sehubungan dengan hal ini, apabila kita menyebut “raja” dalam konteks agama Malim, maka yang dimaksudkan bukanlah raja dalam arti sesungguhnya yaitu seorang yang memimpin Negara, akan tetapi “raja” atau pimimpin yang tugasnya sebagai pembawa agama. Jika dilihat dari segi tugas dan peranannya, raja seperti ini lazim disebut dengan priest king. Oleh karena itu, raja dalam agama Malim memiliki makana yang sangat tinggi dan sakral yang
93 Universitas Sumatera Utara
sentuhannya bukan hanya sebatas pembicaraan di dunia ini, tetapi menembuh hingga Banua Ginjang sebagai sentral kerajaan Malim. Dalam kepercayaan agama Malim, ada empat orang yang tercatat sebagai raja atau malim Debata yang sengaja diutus Debata khusus kepad manusia suku Batak, yaitu Raja Uti, Simarimbulubosi, Raa Sisingamangaraja, dan raja Nasiakbagi. Keempat raja ini diyakini merupakan perpanjangan tangan Debata untuk menyampaikan ajaran keagamaan kepada manusia suku Batak dengan maksud supaya mereka berketuhanan (marhadebataon) dan beramal ibadat (marhamalimon). Oleh karena merekalah yang diangkat untuk membawa dan menyampaikan ajaran agama kepada suku Batak, maka merka pulalah yang disebut sebagai parhotop harajaon malim (si pemilik kerajaan malim) di Banua Tonga. Dengan demikian kerajaan Malim dapat diartikan kekuasaan dalam hal membina dan mengelola sebuah agama khusus di Tanah Batak. Dalam kepercayaan agama Malim dinyatakan bahwa semua agama yang ada dipermukaan bumi diyakini bersumber dari kerajaan Malim yang berkedudukan di langit (Banua Ginjang). Dari berbagai macam bentuk agama yang ada sejak dari dahulu hingga sekarang, Debata mengutus secara periodik seorang manusia yang terbaik dari kelompok suku bangsa itu untuk menyampaikan ajaran agama kepada umatnya masing-masing. Bagi agama Malim. Keempat nama malim Debata yang telah disebut di atas semuanya dipercayai sebagai utusan Debata khusus untuk orang Batak. Para malim Debata itu disebut juga dengan anak Debata (bukan makna yang sesungguhnya karena sifat Debata itu bukan beranak dan diperanakkan seperti
94 Universitas Sumatera Utara
halnya terdapat pada makhluknya). Makna anak dalam konteks ini adalah tondi (ruh) dan ruh inilah yang ditiupkan Debata kepada mereka sehingga sikap dan perilaku mereka berbeda dengan manusia biasa. Yang paling penting lagi ialah mereka bisa memegang amanah dan memiliki kemampuan dalam menyampaikan ajaran agama kepada umat manusia. Berikut akan dikemukakan beberapa naa yang termasuk malim Debata sekaligus sebagai si pemilik kerajaan Malim Banua Tonga. 1. Raja Uti Raja Uti bagi agama Malim dipercayai adalah seorang malim Debata yang pertama diutus di Tanah Batak. Dalam kepercayaan agama Malim, Raja Uti memiliki sifat unik. Di dalam bunyi doa ia disebut “Uti na so ra mate” (Uti yang tak mau mati). Maksudnya bahwa Raja Uti tidaka kan pernah mati hingga akhir jaman. Dirinya dipercaya telah kembali keharibaan Debata Mulajadi Nabolon. Merujuk pada doa-doa, tugas Raja Uti disebut sebagai “perantara untuk memohonkan supaya banyak rejeki, memperoleh anak yang membawa marwah dan tuah”. Melalui dialah permohonan disampaikan untuk selanjutnya dikuatkannya kepada Debata agar permohonan itu dapat dikabulkan. 2. Tuhan Simarimbulubosi Dalam salah satu bunyi doa yang berkaitan dengan sifat ketuhanan yang elekat pada diri Simarimbulubosi berbunyi “dibahen Debati doho artohonan Tuhan”. Artinya, jika Debata memiliki kekuasaan atas segala-galanya, maka sebagian dari kekuasaan Debata dimiliki oleh Simarimbulubosi. Oleh karena adanya
95 Universitas Sumatera Utara
pelimpahan sebahagian dari kuasa itu, melekatlah nama tambahan pada diri Simarimbulubosi dengan nama Tuhan. Sifat ketuhanan yang melekat pada diri Simarimbulubosi hanyalah sebagian dari kuasa yang dimiliki Debata. “Si pemilik kearifan yang tidak ada bandingannya”, maksudnya ialah bahwa tidak ada manusia yang lebih pandai, cerdik arif selain Simarimbulubosi. 3. Raja Na Opat Puluh Opat Dalam kepercayaan agama Malim, Raja Na Opat Puluh Opat adalah salah satu nama yang tercatat sebagai Malim atau utusan Debata. Kata “na opat puluh opat” dalam Bahasa Batak bermakna : “yang empat puluh empat (44)”. Nama itu bukanlah nama yang melekat pada satu orang manusia tetapi sebuah nama yang disebut dengan nama “saguman” (kesatuan) atau nama kumpulan beberapa orang manusia yang sudah memperoleh pemberkatan dari Debata sebagai malim atau utusanNya. Namun keseluruhan utusan Debata itu tak seorangpun warga parmalim yang mengetahui, kecuali Raja Nasiakbagi. Untuk memahami keberadaan Raja Na 44 dalam kepercayaan Malim, Raja Nasiakbagi hanya mengajarkan bahwa di permukaan bumi ini sunguh banyak ragam agama yang diturunkan Debata kepada manusia dan demikian juga orang yang membawa agama itu. Dari setiap suku bangsa, Debata mengangkat orang yang terbaik menjadi malimNya untuk menyampaikan ajaran agama kepada umat suku bangsanya masing-masing.
4. Raja Sisingamangaraja
96 Universitas Sumatera Utara
Dalam silsilah Batak, Raja Sisingamangaraja adalah keturunan dari Isumbaon atau generasi kedelapan dari Siraja Batak. Dalam kepercayaan Malim, Sisingamangaraja adalah utusan Debata yang membawa ajaran keagamaan khusus kepada suku bangsa Batak. Berkaitan dengan sifat dan tugasnya, dalam hal tertentu Sisingamangaraja berbeda dengan malim Debata sebelumnya. Merujuk kepada bunyi doa-doa yang selalu dilafalkan dalam setiap upacara agama, Sisingamangaraja disebut sebagai “singa” (pola) yang melampaui, singa yang tidak boleh dilampaui, yang mengisbatkan adat istiadat, mengisbatkan peraturan, mengisbatkan hokum kerajaan, yang memelihara pintu hulu dan pintu hilir, yang mendoakan keselamatan, kekayaan anak dan kekayaan harta bagi orang yang dirajainya.
5. Raja Nasiakbagi Nama Nasiakbagi bukanlah nama pemberian sendiri, melainkan merupakan nama yang yang melekat pada dirinya disebabkan kegetiran hidup yang dialaminya. Nama tersebut melekat pada dirinya sesuai dengan kehidupan yang dideritanya. Akibat penderitaan yang dialaminya selama berjuang melawan Belanda dan menegakkan agama Malim akhirnya menjadi nama julukan baginya.
c. Kepercayaan Kepada Habonaran
97 Universitas Sumatera Utara
Salah satu komponen dalam sistem kepercayaan agama Malim adalah mempercayai adanya “habonaran”. Secara harafiah habonaran berarti kebenaran. Namun dari segi kepercayaan Malim, habonaran adalah berwujud ruh atau tondi. Dia adalah gaib, halus dan tidak dapat ditangkap panca indra manusia. Meskipun tidak dapat dilihat dengan mata, namun bias dilihat dengan mata hati (roha) manusia. Bagi agama Malim, habonaran adalah merupakan anak (na poso) atau pesuruh Debata Mulajadi Nabolon yang bertugas dalam hal mambonarhon (membenarkan) segala bentuk perilaku manusia di permukaan bumi ini. Di samping itu, ia juga bertindak sebagai saksi, menjaga, melindungi dan juga memberikan peringatan bagi manusia. Jumlah habonaran tidak dapat diketahui dengan angka, namun dipastikan lebih banyak dari jumlah manusia yang ada di bumi. Habonaran dibagi menjadi dua kelompok, yaitu habonaran yang ada di Banua Ginjang dan habonaran di Banua Tonga.
d. Kepercayaan Kepada Sahala Sahala mempunyai makna yang sangat luas. Menurut kepercayaan malim, sahala adalah ruh suci yang bersumber dari Debata Mulajadi Nabolon yang diturunkan melalui Balabulan kepada seorang manusia yang terpilih. Oleh karena itu, sahala tidak dapat dipelajari dan tidak dapat pula dipanggil untuk memperolehnya, melainkan datang sendiri hinggap (maisolang) pada seorang manusia tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan. Sahala itu ada yang sifatnya menetap tinggal dan ada pula yang hanya sekadar singgah sekejap pada diri seseorang. Wujud sahala adalah gaib, halus dan tidak dapat ditangkap oleh
98 Universitas Sumatera Utara
indera manusia dan tidak pula diketahui kapan masuk dan hingga pada diri seorang manusia.
C. Proses Pengambilan Keputusan Menjadi Seorang Parmalim Ugamo Malim merupakan salah satu dari sekian banyak aliran kepercayaan yang ada di Indonesia. Sama seperti aliran kepercayaan lainnya, para pengikut ugamo Malim (parmalim) sering mengalami diskriminasi di Indonesia. Misalnya saja, saat para penganut agama Malim berencana membangun tempat ibadah mereka yang disebut Rumah Persantian di kota Medan ada tahun 2005. Pada saat itu warga yang tinggal di sekitar lokasi pembangunan menolak Rumah Persantian dibangun sehingga Rumah Persantian tersebut gagal dibangun pada saai itu. Ugamo Malim masih sering dianggap sebagai salah satu aliran animisme oleh masyarakat walaupun parmalim sebenarnya bukanlah animisme. Tidak mudah untuk menjadi seorang parmalim. Walaupun begitu sampai saat ini para parmalim tetap ada dan tetap mempertahankan ajaran mereka. Walaupun parmalim tetap bertahan sampai saat ini, bukan berarti tidak pernah ada parmalim yang tidak tahan dengan situasi yang mereka hadapi. Diskriminasidiskriminasi yang dirasakan oleh para parmalim membuat para parmalim mengambil tindakan yang berbeda. Beberapa parmalim memilih untuk mendaftarkan dirinya di lembaga pemerintah sebagai penganut agama yang diakui pemerinta, namun tetap menjalankan ritual ugamo Malim dalam kehidupan sehari-harinya. Sebagian parmalim tidak tahan dengan diskriminasi yang mereka
99 Universitas Sumatera Utara
terima dan membuat mereka berpindah menjadi penganut salah satu agama yang diakui Indonesia. Di saat jumlah parmalim yang semakin berkurang karena mereka tidak tahan dengan perilaku diskriminasi yang diterima mereka, seorang wanita setengah baya malah berpindah agama dari agama yang diakui oleh pemerintah ke ugamo Malim. Wanita tersebut dan keluarganya telah menjadi parmalim selama delapan tahun. Ia meyakini bahwa jalan yang benar untuk datang kepada Tuhan adalah melalui ajaran Raja Sisingamaraja. Pada saat seseorang berpindah agama, ia akan menjalani proses pengambilan keputusan yang sulit dan keputusan tersebut merupakan keputusan yang penting. Membuat keputusan merupakan suatu hal yang sulit dilakukan karena beberapa pilihan biasanya melibatkan banyak aspek, dan sangat jarang satu pilihan terbaik dapat mencakup semua aspek yang diinginkannya (Eysenck & Keane, 2001). Svenson & Verplaken (dalam Svenson et al, 1997) menyatakan bahwa suatu keputusan dianggap penting karena berbagai alasan, diantaranya materi yang harus dikeluarkan dan konsekuensi dari keputusan tersebut. Selain itu, suatu keputusan juga akan dianggap penting jika berkaitan dengan opini tertentu atau nilai-nilai emosional dari si pengambil keputusan. Janis (1987) menyatakan bahwa terdapat lima tahapan proses pengambilan keputusan, yaitu: Appraising the Challenge, Surveying Alternatives, Weighing Alternatives, Deliberating about Commitment, dan Adhering Despite Negative Feedback. Kelima tahapan pengambilan keputusan akan menunjukkan suatu proses yang unik dari tiap tahapan. Proses yang terjadi dari satu tahapan ke
100 Universitas Sumatera Utara
tahapan berikutnya akan menggambarkan sisi negatif dan positif yang mungkin terjadi dari setiap pilihan jawaban (Janis & Mann, 1977). Proses pengambilan keputusan menjadi seorang parmalim perlu untuk diteliti sehingga kita mengetahui bagaimana wanita tersebut sampai mengenal ugamo Malim, dan bagaimana ia menjalani setiap tahapan dalam proses pengambilan keputusan.
101 Universitas Sumatera Utara
D. Paradigma Penelitian
Konversi agama
Anak mengalami kesulitan di sekolah
Diejek Orang-orang
Dijauhi Keluarga
Proses Pengambilan Keputusannya: Appraising the Challenge, Surveying Alternatives, Weighing Alternatives, Deliberating about Commitment, dan Adhering Despite Negative Feedback
Kesulitan Administrasi Pemerintah
Menimbulkan konflik pada individu
Melibatkan Pertimbangan: Utilitarian dan Non-Utilitarian Bagaimana Proses Pengambilan Keputusannya?
102 Universitas Sumatera Utara