BAB II LANDASAN TEORI
A. Lembaga Keuangan Syariah 1. Pengertian Lembaga Keuangan Syariah Lembaga keuangan syariah yang ruang lingkupnya mikro seperti Baitul Maal Wattamwil dan Koperasi Syariah merupakan lembaga keuangan yang ditumbuhkan dari peran masyarakat secara luas, tidak ada batasan ekonomi, sosial bahkan agama, semua komponen masyarakat dapat berperan aktif dalam membangun sebuah sistem keuangan yang lebih adil dan yang lebih pentinag mampu menjalankan lapisan pengusaha yang terkecil sekalipun.1 Dalam kegiatan keuangan syariah, seluruh transaksi yang terjadi harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Prinsip syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan dan keuangan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.2 Prinsip syariah yang dianut oleh lembaga keuangan syariah dilandasi oleh nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan, dan keuniversalan (rahmatan lil’alamin). Nilai-nilai keadilan tercemin dari penerapan imbalan atas dasar bagi hasil dan pengambilan margin keuntungan yang disepakati bersama 1
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil, (Yogyakarta: UII Press, 2004), hlm73 2 Andi Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009),hlm19
23
24
antara lembaga keuangan mikro syariah dengan nasabah. Kemanfaatan tercemin dari kontribusi maksimum lembaga keuangan syariah bagi pengembangan ekonomi nasional di samping aktivitas sosial yang diperankan. Keseimbangan tercermin dari dukungan bank syariah yang tidak membeda-bedakan suku, agama, ras, golongan agama dalam masyarakat dengan prinsip islam sebagai rahmatan lil’alamin.3 Di dalam masyarakat modern, aktivitas lembaga keuangan syariah dapat dipandang sebagai wahana bagi mereka ke dalam pelaksanaan ajaran islam, antara lain sebagai berikut.4 a) Prinsip ta’awun (tolong-menolong) Yaitu prinsip yang saling membantu sesama dalam meningkatkan taraf hidup melalui kerjasama ekonomi dan bisnis. Hal ini sesuai dengan anjuran Al-Qur’an QS.5:2 “.....Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran....” b) Prinsip tijaroh (bisnis) Yaitu prinsip mencari laba dengan cara yang dibenarkan oleh syariah. Lembaga keuangan harus dikelola secara profesional, sehingga dapat mencapai prinsip efektif dan efisien serta tumbuh dan berkembang.
3 4
Ibid,hlm51 Muhammad Ridwan, Op.Cit,hlm115-116
25
c) Prinsip menghindari iktinaz (penimbunan dana) Yaitu menahan uang supaya tidak berputar, sehingga tidak memberi manfaat kepada masyarakat umum. Hal ini jelas terlarang, karena dapat menimbulkan berhentinya perekonomian. d) Prinsip pelanggarann riba Yakni menghindarkan setiap transaksi ekonomi bisnisnya dari unsur ribawi dengan menggantikannya melalui mekanisme kerja sama dan jual beli. e) Prinsip pembayaran zakat Di samping sebagai lembaga bisnis, lembaga keuangan syariah juga
menjalankan
fungsinya
sebagai
lembaga
sosial.
Ia
menjalankan fungsinya sebagai lembaga amil yang mengelola zakat, baik yang bersumber dari dalam maupun luar. 2. Koperasi Simpan Pinjam Syariah Koperasi simpan pinjam merupakan salah satu lembaga keuangan bukan bank yang bertugas memberikan pelayanan masyarakat, berupa pinjaman dan tempat penyimpanan uang bagi masyarakat. Kasmir menyebutkan bahwa koperasi merupakan suatu kumpulan orang-orang yang menjadi anggota koperasi, dimana dalam perkumpulan ini terdiri dari orang-orang yang mempunyai kepentingan bersama dalam arti mempunyai tujuan bersama diantara para anggotanya.5
5
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm249
26
Koperasi simpan pinjam melakukan usaha penyimpanan dan peminjaman sejumlah uang untuk keperluan para anggotanya. Di dalam koperasi simpan pinjam, setiap anggotan yang menyimpan uangnya di koperasi akan diberikan imbalan jasa. Oleh pengurus koperasi uang para anggota yang disimpan dipinjam kembali kepada para anggota koperasi yang membutuhkannya.6 Sebagian besar kalangan mendefinisikan koperasi simpan pinjam adalah sebuah koperasi yang modalnya diperoleh dari simpanan pokok dan simpanan wajib para anggota koperasi. Kemudian modal yang telah terkumpul tersebut dipinjamkan kepada orang lain yang bukan anggota koperasi yang memerlukan pinjaman uang, baik untuk keperluan konsumtif maupun modal kerja. Kepada setiap peminjam, koperasi simpan pinjam menarik uang administrasi setiap bulan sejumlah sekian persen dari uang pinjaman.7 Pada akhir tahun, keuntungan yang diperoleh koperasi simpan pinjam yang berasal dari uang admisnistrasi tersebut yang disebut Sisa Hasil Usaha (SHU) dibagikan kepada anggota koperasi. Adapun jumlah keuntungan yang diterima oleh masing-masing anggota koperasi diperhitungkan menurut keseringan anggota yang meminjam uang dari koperasi. Artinya, anggota yang paling sering meminjamkan uang dari koperasi tersebut akan mendapat bagian paling banyak dari SHU, dan tidak diperhitungkan dari jumlah simpanannya, karena pada umumnya
6
Ibid,hlm250 Ahmad Zain Annajah,”Hukum Koperasi Simpan Pinjam”, http://www.ahmadzain.com/ read/karyatulis/274/hukum-koperasi-simpan-pinjam/ diakses pada tanggal 26 Juni 2014 7
27
jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib dari masing-masing anggota adalah sama. Koperasi simpan pinjam syariah merupakan salah satu lembaga ekonomi rakyat yang menjadi syariah. Kegiatan usaha yang dijalankan sesuai dengan nilai-nilai syariat islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan hadist. Usaha koperasi di bidang simpan pinjam ini sangat berbeda dengan simpan pinjam koperasi biasa yang memakai perangkat bunga (riba). Sistem operasional koperasi syariah unti simpan pinjam, persis seperti Baitul Maal Wattamwil (BMT).8 Erna dalam tugas akhirnya menyebutkan bahwa koperasi simpan pinjam syariah adalah suatu lembaga keuangan mikro syariah yang bergerak dalam bidang simpan pinjam menangani jasa keuangan yang meliputi simpanan dan pembiyaan untuk usaha produktif kepada anggotanya atau masyarakat umum baik lembaga, yayasan, instansi maupun perorangan yang pengelolaan dan operasionalnya menggunakan prinsip-prinsip syariah dan prinsip koperasi.9 B. DPS 1. Pengertian Dalam kamus bahasa Indonesia kata “dewan” adalah badan yang terdiri beberapa orang yang pekerjaannya memutuskan sesuatu dengan jalan berunding, pengawas berasal dari kata awas yang berarti pengawas. 10
8
Agustianto,”Koperasi Syariah: Paradigma Baru Koperasi Indonesia”, http://www.agustiantocentre.com/?p=687 diakses pada tanggal 26 Juni 2014 9 Erna Indriansih, Analisis Pengelolaan Risiko Produk Pembiayaan Musyarakah di Koperasi Simpan Pinjam (KOSPIN) Jasa Syariah Pekalongan, (Pekalongan: STAIN, 2012), hlm8 10 Depdiknas, Kamus Besar Indonesia,ed III,(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm260
28
Sedangkan “syariah” adalah segala titah Allah yang berhubungan dengan tingkah laku manusia diluar yang mengenai akhlak. Syariah juga bisa diartikan sebagai nama bagi hukum-hukum yang bersifat amaliah.11 Dewan Pengawas Syariah adalah lembaga independen atau hakim khusus dalam fiqih muamalat (Fiqh Al-Muamalat). Namun DPS bisa juga anggota diluar ahli fiqh tetapi ahli juga dalam bidang lembaga keuangan Islam dan fiqh muamalat. Dewan Pengawas Syariah lembaga yang berkewajiban mengarahkan, mereview, dan mengawasi aktivitas lembaga keuangan agar dapat diyakinkan bahwa mereka mematuhi aturan dan prinsip syariah Islam.12 Menurut Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001 DPS adalah badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah tersebut. Dewan Pengawas Syariah diangkat dan diberhentikan di Lembaga Keuangan Syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN.13 Dalam pengertian lain disebutkan bahwa DPS adalah dewan yang memiliki tugas mengawasi operasionalisasi bank dan produk-produk agar sesuai dengan ketentuan Syari’ah. Dan DPS biasanya ditempatkan
11
Amir Syarifudin, Ushul Fiqh, (Jakarta: PT.Logos Wacana Ilmu, 2005), Jilid 1, hlm1 Sofyan Syafri Harahap, Auditing dalam perspektif Islam, (Jakarta: Pustaka Quantum, 2002), hlm207 13 Muhammad Syakur Sula, AAIJ, FIIS, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm541 12
29
setingkat dengan dewan komisaris pada setiap bank, hal ini untuk menjamin efektifitas setiap opini yang diberikan DPS.14 Dalam Keputusan DSN-MUI No.03 Tahun 2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota DPS pada Lembaga Keuangan Syariah dijelaskan bahwa syarat anggota DPS yaitu memiliki akhlaq karimah, memiliki kompetensi kepakaran di bidang syariah muamalah dan pengetahuan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum, memilki komitmen untuk mengembangkan keuangan berdasarkan syariah, dan memiliki kelayakan sebagai pengawas syariah yang dibuktikan dengan surat atau sertifikat dari DSN.15
2. Dasar Hukum Hal yang paling membedakan antara ekonomi syariah dan konvensional adalah adanya penegasan melaksanakan prinsip-prinsip syariah. Untuk memastikan keberlangsungan prinsip syariah ini, dibentuklah lembaga pengawas syariah. Dasar hukum syariah dibentuknya DPS terdapat dalam firman Allah QS At-Taubah 105.16
َوقُ ِل ا ْع َملُوا فَ َسيَ َرى ه َّللاُ َع َملَ ُك ْم َو َرسُولُهُ َو ْال ُم ْؤ ِمنُونَ َو َستُ َر ُّدونَ إِلَي عَالِ ِم (105 :ْال َ ْي ِ َوال هل َا َد ِ فَيُنَ ِّب ُ ُك ْم ِ َما ُ ْنتُ ْم َ ْ َملُونَ )التو ة Artinya : 14
Heri Sudarsono, Hendi Yoga Prabowo, Istilah-istilah Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2004), hlm35 15 Kuat Ismanto, Asuransi Syariah: Tinjauan Asas-Asas Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm308 16 Qur’an Karim dan Terjemahan Artinya (penerjemah Zaini Dahlan), (Yogyakarta: UII Press, 1999)
30
” Dan Katakanlah : ”Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasulnya serta orang mu’min akan melihat pekerjaan itu dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang mengetahui akan Yang Ghaib dan yang Nyata lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan . ” Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa manusia dapat melakukan apa saja termasuk kegiatan ekonomi, akan tetapi semua pekerjaan itu akan selalu dalam pengawasan secara langsung oleh Allah, pengawasan Rasulullah yang diwujudkan dalam pengawasan oleh penguasa sebagai ulil amri, dan pengawasan umum yang dilakukan oleh umat Islam. Pengawasan ini dapat diwujudkan dalam bentuk langsung berupa pengawasan oleh masyarakat dan pengawasan tidak langsung dalam bentuk
peraturan
dan
ketentuan-ketentuan
yang
mengatur
dan
membatasi.17 Pemerintah juga mengeluarkan undang-undang sebagai landasan yuridis yang mewajibakan adanya DPS di lembaga keuangan syariah. Undang-undang tersebut adalah UU No 40 Tahun 2007 Pasal 109. Isi undang-undang tersebut adalah sebagai berikut.18 a. Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah.
17
Hasanudin, “Peran DSN dan Pengawasan Ekonomi Syariah”, http://www.pakendal.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=38:peran-dewan-syariahnasional&catid=14:artikel diakses pada tanggal 18 Mei 2014 18 Agustianto, “Meningkatnya Kualitas dan Kompetensi Dewan Pengawas Syariah”, http://www.agustiantocentre.com/?p=830 diakses pada tanggal 18 mei 2014
31
b. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. c. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah. 3. Fungsi dan Peran DPS Fungsi DPS yang telah disebutkan dalam Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001 adalah sebagai berikut.19 a. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya. b. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN. c. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran. d. DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan DSN.
19
Hasanudin, Loc.Cit
32
Sedangkan peran dan fungsi DPS dalam Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001 adalah sebagai berikut. a. Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya Lembaga Keuangan Syariah sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah. b. Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa Lembaga Keuangan Syariah yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. c. Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari Lembaga Keuangan Syariah yang diawasinya. d. Dewan Pengawas Syariah bersama Komisaris dan Direksi, bertugas untuk terus-menerus mengawal dan menjaga penerapan nilai-nilai Islam dalam setiap aktivitas yang dikerjakan Lembaga Keuangan Syariah. e. DPS juga bertugas untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang Lembaga Keuangan Syariah, melalui media-media yang sudah berjalan dan berlaku di masyarakat, seperti khotbah, majelis ta'lim, pengajian-pengajian, maupun melalui dialog rutin dengan para tokoh agama dan tokoh masyarakat. 4. Struktur DPS
33
Struktur DPS dalam lembaga keuangan syariah sebagaimana yang telah disebutkan dalam Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001 adalah sebagai berikut. a. DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas Direksi. b. Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam. c. Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem pembinaan keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya. d. Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan perusahaan tersebut. e. Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Sekretaris DPS. Keharusan Dewan Pengawas Syariah di setiap perseroan yang melakukan usaha berbasis syariah sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (PT). Berikut kutipan Pasal 109 dalam undang-undang tersebut.20
20
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, LNRI Tahun 2007 Nomor 106 dan TLNRI 4756
34
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah. 2. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. 3. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, setiap perusahaan yang berbadan hukum Perseroan Terbatas wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Sejalan dengan itu, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Pasal 32 menyebutkan:21 1. Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS. 2. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. 3. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
21
Pasal 32 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
35
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Baik dalam Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas maupun dalam Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah tidak menjelaskan secara detail mengenai pengangkatan atau pembentukan anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada suatu bank syariah atau unit usaha syariah. Kedua Undang-Undang tersebut hanya menegaskan bahwa Dewan Pengawas Syariah diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tanpa memperhatikan kompetensi keilmuan dari para calon Dewan Pengawas Syariah tersebut dan tanpa adanya fit and proper test dalam rangka menjaring orang yang berkompeten untuk menjadi Anggota atau Ketua Dewan Pengawas Syariah. Baik dalam Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas maupun dalam Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah tidak menjelaskan secara detail mengenai pengangkatan atau pembentukan anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada suatu bank syariah atau unit usaha syariah. Kedua undang-undang tersebut hanya menegaskan bahwa Dewan Pengawas Syariah diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tanpa memperhatikan kompetensi keilmuan dari para calon Dewan Pengawas Syariah tersebut dan tanpa
36
adanya fit and proper test dalam rangka menjaring orang yang berkompeten untuk menjadi Anggota atau Ketua Dewan Pengawas Syariah. Mekanisme pengangkatan Dewan Pengawas Syariah dapat diperjelas dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 Tentang Unit Usaha Syariah dan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 Tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan UUS. Sesuai dengan peraturan-peraturan tersebut untuk menjadi Dewan Pengawas Syariah pada Bank Syariah. Tentunya harus dengan persyaratan yang sangat ketat dan selektif untuk diangkat menjadi anggota Dewan Pengawas Syariah, karena para calon anggota Dewan Pengawas Syariah harus memiliki kompetensi di bidang syariah muamalah dan pengetahuan di bidang keuangan dan perbankan secara umum. Calon Dewan Pengawas Syariah harus diangkat melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Namun demikian, menurut hemat penulis, sebagian besar perekrutan atau pengangkatan DPS pada lembaga keuangan syariah dilakukan secara tertutup. Pengangkatan DPS karena penunjukkan langsung oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai pemilik saham terbanyak pada suatu lembaga keuangan syariah dapat menentukan seseorang untuk menjadi Dewan Pengawas Syariah yang kadang kala tanpa memperhatikan kompetensi para calon Dewan Pengawas Syariah di bidang syariah muamalah dan perbankan secara umum, padahal menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 Tentang
Unit
Usaha
Syariah
dan
Peraturan
Bank
Indonesia
Nomor
11/33/PBI/2009 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank
37
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah tersebut. Calon anggota Dewan Pengawas Syariah tidak hanya memenuhi persyaratan integritas dan reputasi keuangan, namun para calon tersebut harus memenuhi persyaratan kompetensi yakni, memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang syariah muamalah dan pengetahuan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum. Sementara itu, persetujuan dari DSN-MUI untuk merekomendasi seseorang yang akan diangkat menjadi Dewan Pengawas Syariah pada suatu bank kadang kala hanya mementingkan figur/calon dari kalangan sendiri sebagai anggota MUI, tanpa mempertimbangkan para calon yang akan menduduki jabatan DPS tersebut, yakni memiliki kompetensi di bidang syariah muamalah dan pengetahuan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum. Sehingga berakibat kurang optimalnya pengawasan yang dilakukan oleh DPS. Oleh karenanya, menurut penulis, untuk menjadi DPS pada perbankan syariah harus dilakukan secara terbuka dengan melibatkan pihak yang independen, sehingga para calon yang akan menduduki jabatan DPS adalah orang-orang yang di samping memiliki integritas dan reputasi keuangan, juga memiliki kompetensi di bidang syariah muamalah dan perbankan syariah agar dapat memberi pengawasan yang lebih optimal untuk menjaga kesyariahan bank, termasuk juga menilai akad-akad yang akan dibuat antara pihak bank dengan para nasabahnya. 5.
Tugas-tugas pokok DPS
38
Menurut Dubai Islamic Banking, tugas penting anggota DPS ialah sebagaimana dipaparkan di bawah ini.22 1. DPS adalah seorang ahli (pakar) yang menjadi sumber dan rujukan dalam penerapan prinsip-prinsip syariah termasuk sumber rujukan fatwa. 2. DPS mengawasi pengembangan semua produk untuk memastikan tidak adanya fitur yang melangar syariah. 3.
DPS menganalisa segala situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang tidak didasari fatwa ditransaksi perbankan untuk memastikan kepatuhan dan kesesuaiannya kepada syariah.
4. DPS menganalisis segala kontrak dan perjanjian mengenai transaksitransaksi di bank syariah untuk memastikan kepatuhan kepada syariah. 5. DPS memastikan koreksi pelanggaran dengan segera (jika ada) untuk mematuhi Syariah. Jika ada pelanggaran, anggota DPS harus mengkoreksi penyimpangan itu dengan segera agar disesuaikan dengan prinsip syariah. 6. DPS memberikan supervise untuk program pelatihan syariah bagi staff Bank Islam. 7. DPS menyusun sebuah laporan tahunan tentang neraca bank syariah tentang kepatuhannya kepada syariah. Dengan pernyataan ini seorang DPS memastikan kesyariahan laporan keuangan perbankan syariah. 22
Moh.Jatim, “Tugas dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah pada Perbankan Syariah”, https://docs.google.com/file/d/0B5DxaF_9ujxbVU9RNEs4YnFocXM/edit?pli=1 diakses pada tanggal 23 September 2014
39
8. DPS melakukan supervisi dalam pengembangan dan penciptaan investasi yang sesuai syariah dan produk pembiayaan yang inovatif. Sedangkan berikut ini adalah tugas-tugas pokok DPS yang diatur dalam SOP KJKS23. a. Memastikan produk dan jasa KJKS atau UJKS Koperasi sesuai dengan syariah 1) Menelaah
dan
mensahkan
setiap
spesifikasi
produk
penghimpunan (funding) maupun produk penyaluran dana (financing) 2) Mengkomunikasikan
kepada
DSN
usul
dan
saran
pengembangan produk dan jasa Koperasi yang memerlukan kajian dan fatwa DSN 3) Memberikan penjelasan kepada Pengurus dan Manajemen KJKS dan UJKS Koperasi tentang berbagai fatwa DSN yang relevan dengan bisnis KJKS atau UJKS Koperasi. b. Memastikan tata laksana manajemen dan pelayanan sesuai dengan syariah 1) Menelaah dan mensahkan tata laksana manajemen dan pelayanan KJKS dan UJKS Koperasi ditinjau dari kesesuaiannya dengan prinsip muamalah dan akhlaq Islam. 2) Membantu manajemen dalam pembinaan aqidah, syariah dan akhlaq manajemen dan staf KJKS dan UJKS Koperasi. 23
Standar Operasional Prosedur Koperasi Jasa Keuangan Syariah
40
3) Mengidentifikasi berbagai bentuk pelanggaran syariah dalam interaksi (antara sesama manajemen dengan staf dan antara manajemen dan atau staf dengan anggota dan masyarakat luas) dalam transaksi bisnis serta melaporkannya kepada Badan Pengurus KJKS atau Koperasi yang memiliki UJKS. c. Terselenggaranya pembinaan anggota yang dapat mencerahkan dan membangun kesadaran bersama sehingga anggota siap dan konsisten bermuamalah secara Islam melalui wadah KJKS atau UJKS Koperasi. 1) Membantu pengurus dengan memberikan penjelasan dan atau nasehat – diminta atau tidak diminta – tentang keadaan anggota pada khususnya dan KJKS atau UJKS Koperasi pada umumnya ditinjau dari aspek kesyariahan. Penjelasan itu dapat disampaikan di dalam maupun di luar Rapat Pengurus. 2) Menelaah sistem pembinaan anggota – kurikulum, materi dan penyelenggaraannya – sehingga diyakini telah memenuhi unsur tarbiyah (pendidikan) yang sesuai dengan kaidah Islam. d. Membantu
terlaksananya
pendidikan
anggota
yang
meningkatkan kualitas aqidah, syariah dan akhlaq anggota.
dapat
41
Dalam PBI No. 11/33/PBI/2009 dinyatakan bahwa tugas dan tanggung jawab DPS adalah memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mangawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah.24 Tugas dan tanggung jawab DPS dalam pengawasan terhadap pemenuhan prinsip syariah dalam mendukung pelaksaan GCG pada perbankan syariah adalah sebagai berikut.25 a) Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank. b) Mengawasi proses pengembangan produk baru bank agar sesuai dengan fatwa DSN-MUI. c) Meminta fatwa kepada DSN-MUI untuk produk baru bank yang belum ada faktanya. d) Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank. e) Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya. Dalam rangka menjalankan tugas-tugas tersebut, DPS berhak dan mempunyai wewenang sebagai berikut.26
24
PBI No.11/33/PBI/2009, Pasal 47 Ayat (1) PBI No.11/33/PBI/2009, Pasal 47 Ayat (2) 26 Adrian Sutedi, Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), hlm143 25
42
a) Memberikan pedoman atau garis-garis besar syariah, baik untuk pengerahan maupun untuk penyaluran dana serta kegiatan bank lainnya. b) Mengadakan perbaikan seandainya suatu produk yang telah atau sedang dijalankan dinilai bertentangan dengan syariah. Aktivitas DPS dalam melaksanakan pengawasan syariah, menurut Briston dan Ashker, ada tiga macam, yaitu:27 a) Ex ante auditing Aktivitas pengawasan syariah dengan melakukan pemeriksaan terhadap berbagai kebijakan moral yang diambil dengan
cara
melakukan review terhadap keputusan-keputusan manajemen dan melakukan review terhadap semua jenis kontrak yang dibuat manajemen bank syariah dengan semua pihak. Tujuannya adalah untuk mencegah bank syariah melakukan kontrak yang melanggar psinsip-prinsip syariah. b) Ex post auditing Aktivitas pengawasan syariah dengan melakukan pemeriksaan terhadap laporan kegiatan (aktivitas) dan laporan keuangan bank syariah. Tujuannya adalah untuk menelusuri kegiatan dan sumbersumber keuangan bank syariah yang tidak sesuai dengan prinsipprinsip syariah. c) Perhitungan dan pembayaran zakat
27
Ibid, hlm144-145
43
Aktivitas pengawasan syariah dengan memeriksa kebenaran bank syariah dalam menghitung zakat yang harus dikeluarkan dan memeriksa kebenaran dalam pembayaran zakat sesuai dengan ketentuan syariah. Tujuannya adalah untuk memastikan agar zakat atas segala usaha yang berkaitan dengan hasil usaha bank syariah telah dihitung dan dibayar secara benar oleh manajemen bank syariah. 6.
Mekanisme dan Operasional Kerja DPS Meskipun tugas pokok DPS LKS telah diatur dalam regulasi yang ada (SOP) namun dalam aplikasinya bentuk mekanisme pengawasan dan kerjanya, setiap LKS bisa menyesuaikan model mekanisme dan operasional kerja DPS. Di mana semakin intensif keterlibatan DPS pada LKS maka hasil dan optimalisasi pengawasan syariahnya juga akan berbeda. Ada tiga jenis bentuk pengawasan syariah oleh DPS yang diwujudkan dalam bentuk organisasi DPS yaitu sebagai berikut28. a. Model penasehat
Yaitu, mewujudkan pakar-pakar syariah sebagai penasehat semata dan kedudukannya dalam organisasi adalah sebagai tenaga part time yang datang ke kantor jika diperlukan. b. Model pengawasan Yaitu, adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh beberapa pakar
28
syariah
terhadap
bank
syariah
dengan
secara
rutin
http://www.indonesiaoptimis.com/2011/10/optimalisasi-pengawasan-syariah-di-bmt_16. html?m=1 diakses pada tanggal 26 Juni 2014
44
mendiskusikan masalah-masalah syariah dengan para pengambil keputusan operasional maupun keuangan organisasi. c. Model departemen syari’ah Yaitu, model pengawasan syariah yang dilakukan oleh departemen syariah. Dengan model ini para ahli syariah bertugas full time, di dukung oleh staf teknis yang membantu tugas-tugas pengawasan syariah yang telah digariskan oleh ahli syariah departemen tersebut.
Di samping beberapa bentuk pengawasan mekanisme DPS , DPS juga memiliki tugas utama yaitu, mengawasi segala bentuk kegiatan bank atau LKS agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prinsip syariah. Selain itu DPS juga memiliki fungsi yaitu: a) Sebagai penasehat dan pemberi saran bagi direksi. b) Sebagai mediator antara LKS dan DSN dalam mengkomunikasikan dan usul pengembangan produk dan jasa dari LKS. c) Sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada LKS, DPS wajib melaporkan kegiatan usaha serta pengembangan bank syariah. Dewan Pengawas Syariah, yang selanjutnya disebut DPS seharusnya memiliki peran dan tugas yang menjadi ujung tombak perkembangan lembaga keuangan syariah tersebut, mengapa demikian ? Karena Dewan Pengawas Syariah harus melihat secara teliti bagaimana bentuk-bentuk perikatan atau akad yang dilaksanakan oleh institusi keuangan syariah. Kelegalan dalam bentuk-bentuk pengembangan perikatan atau akad
45
syariah sesuai dengan hukum Islam sangat penting bagi citra dan kredibilitas lembaga keuangan syariah di mata masyarakat. Untuk itu peran dari Dewan Pengawas Syariah secara optimal sangatlah dibutuhkan, baik perannya sebagai pengawas manajemen maupun administrasi yang berhubungan dengan kesyariahan operasional sebuah lembaga keuangan Islam.