9
BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS
2.1
Hasil Penelitian Sebelumnya Tinjauan penelitian pertama yaitu penelitian yang dilakukan oleh Rosyidie
(2004). Penelitian yang dilakukan oleh Rosyidie memiliki kesamaan fokus dengan penelitian yang dilakukan sekarang, yakni sama-sama mengkaji mengenai kegiatan manajemen bencana di suatu kawasan wisata. Dalam penelitiannya, Rosyidie menjelaskan bahwa pentingnya kawasan wisata memiliki sebuah sistem peringatan dini dan upaya penyelamatan (evakuasi) ketika terjadi bencana untuk mengurangi kerugian dari bencana yang bisa terjadi kapan saja di kawasan wisata tersebut. Beberapa kasus bencana yang terjadi menunjukkan bahwa besarnya korban dan kerugian diakibatkan oleh kejadian yang tidak terduga dan kurang siapnya kawasan maupun sumber daya manusia yang ada. Meskipun memiliki kesamaan fokus penelitian, terdapat beberapa perbedaan dari penelitian yang dilakukan sekarang, yaitu perbedaan lokasi penelitian, serta pemfokusan subjek penelitian yaitu hotel berbintang. Penelitian lainnya yang memiliki kesamaan fokus dengan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Albattat (2013).
Penelitian Albattat
menjelasakan mengenai komitmen dari manajemen hotel dalam menerapkan, meningkatkan serta memperbaharui perencanaan keadaan darurat. Hasilnya menyebutkan bahwa pariwisata sebagai industri internasional harus tanggap terhadap bencana dari dalam maupun dari luar seperti wabah penyakit dan
10
serangan teroris. Keamanan merupakan hal penting untuk mempromosikan hotel serta destinasi kepada wisatawan. Hotel memiliki sejarah yang panjang menjadi target empuk dari serangan teroris, seperti yang dapat dilihat bahwa banyak kejadian yang menyerang industri perhotelan dalam beberapa dekade. Oleh karena itu akan sangat penting untuk mempersiapkan diri dari bencana alam maupun buatan manusia yang kemungkinan terjadi pada industri kita. Penelitian berikutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Gautama (2011) yang menjelaskan bahwa karena perkembangan pantai Sanur berjalan tanpa memiliki perencanaan dengan baik maka kegiatan wisata bahari telah mengubah fungsi ekosistem pantai Sanur. Yang mana kerusakan- kerusakan yang terjadi adalah: pencemaran pantai, abrasi, pembangunan krib, terumbu karang, dan degradasi moral. Untuk itu penelitian tersebut dibuat dengan maksud mencipatakan pantai Sanur dengan wisata bahari yang berkelanjutan, yang mana hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menilai atau pengevaluasi perkembangan pantai Sanur dan dimasukan dalam pendekatan 4A (Attractiveness, Accessibility, Amenities, dan Ancillary) karena empat aspek ini dasar yang terpenting dari keberlanjuatan kepariwisataan tersebut dan masing-masing komponen tersebut memiliki keterkaitan yang saling melengkapi. Penelitian yang dilakukan oleh Gautama ini memiliki kesamaan lokasi penelitian dengan penelitian yang dilakukan sekarang yaitu melakukan penelitian di Sanur, namun yang menjadi fokus dalam penelitian Gautama yaitu mengenai pariwisata bahari sedangkan penelitian yang dilakukan sekarang terfokus pada manajemen bencana.
11
Berdasarkan penelitian- penelitian yang telah dilakukan tersebut, terlihat bahwa penelitian mengenai manajemen bencana pada industri pariwisata khususnya pada hotel berbintang yang terdapat di Sanur belum dilakukan. 2.2 Manajemen Bencana pada Industri Pariwisata Definisi bencana menurut Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 adalah “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”. Sedangkan menurut Laws (2005) bencana dalam industri pariwisata adalah “Crisis or disaster in tourism industry usually refers to an event that leads to a shock resulting in the sudden emergence of an adverse situation”. Berdasarkan sumbernya, bencana menurut UU No 24 Tahun 2007 dapat dikelompokan menjadi tiga sumber yaitu: 1. Bencana Alam Adalah bencana yang bersumber dari fenomena alam seperti banjir, gempa bumi, dan letusan gunung berapi, tsunami dan lain-lain. 2. Bencana Non Alam Adalah peristiwa yang disebabkan oleh faktor non alam antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemik, dan wabah penyakit.
12
3. Bencana Sosisal Adalah bencana yang disebabkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok, antar komunitas masyarakat dan teror. Rosyidie (2004) lebih lanjut mengungkapkan bahwa bencana dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan pada siapa saja. Frekuensi dan seberapa kuat atau besar bencana tersebut pun susah untuk diprediksi. Melihat sifat dari bencana tersebut, maka sering kali terjadi banyak kerugian dan korban meninggal dunia maupun luka-luka. Pengertian bencana menurut Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007, terfokus pada asal dari gangguan tersebut, sedangkan pengertian Rosyidie (2004) yang terfokus pada sifat dari bencana tersebut. Berdasarkan definisi bencana menurut para ahli tersebut maka definisi bencana dalam penelitian ini yaitu gangguan atau ancaman dari keadaan normal hingga menyebabkan kerugian dari gangguan tersebut yang bersumber dari alam, non alam dan sosial. Gangguan tersebut tidak dapat diprediksi kapan, dimana dan kepada siapa terjadinya. Bencana ini dapat terjadi di belahan dunia manapun dan pada bidang apapun, termasuk di suatu industri pariwisata, yang mana industri pariwisata menurut Yoeti (1985) adalah “kumpulan dari macam-macam perusahaan yang secara bersama menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh wisatawan pada khususnya dan traveler pada umumnya, selama dalam perjalanan”. Menurut Spillane (1987) ada lima unsur industri pariwisata yang sangat penting yaitu:
13
1. Attraction (daya tarik) Attraction dapat digolongkan menjadi site attraction (seperti kebun binatang, dan museum), event attraction (seperti festival, pameran atau pertunjukkan kesenian daerah). 2.
Facilities (fasilitas yang diperlukan) Selama tinggal di tempat tujuan wisata, wisatawan memerlukan tidur,
makan, minum oleh karena itu diperlukan fasilitas penginapan. Selain itu diperlukan pula industri penunjang seperti toko sourvenir, jasa laundry, dan jasa pemandu. 3.
Infrastructure Daya tarik dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah kalau belum ada
infrastruktur dasar. Pemenuhan atau penciptaan infrastruktur adalah suatu cara untuk menciptakan suasana cocok bagi perkembangan pariwisata. 4.
Transportations (transportasi) Dalam pariwisata kemajuan dunia transportasi sangat dibutuhkan karena
sangat menentukan jarak dan waktu dalam suatu perjalanan wisata. Transportasi baik transportasi darat, laut dan udara merupakan unsur utama langsung yang merupakan tahap dinamis gejala-gejala pariwisata 5.
Hospitality (keramahtamahan) Wisatawan yang berada dalam lingkungan yang tidak mereka kenal
memerlukan kepastian jaminan keamanan. Kebutuhan dasar akan keamanan dan perlindungan harus disediakan dan juga keuletan serta keramahtamahan tenaga
14
kerja wisata perlu dipertimbangkan supaya wisatawan merasa aman dan nyaman selama melakukan perjalanan wisata. Berdasarkan definisi industri pariwisata tersebut maka dapat disimpulkan bahwa industri pariwisata merupakan kumpulan industri yang menghasilkan barang ataupun jasa yang diperlukan oleh wisatawan dimulai dari daerah asalnya hingga sampai di destinasi tujuan dan balik lagi ke daerah asalnya. Adapun industri pariwisata yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hotel yang merupakan tempat tinggal sementara wisatawan selama melakukan perjalanan. Untuk meminimalkan segala dampak yang disebabkan oleh bencana tersebut, maka industri perhotelan perlu menerapkan sebuah manajemen bencana, yang mana pengertian dari manajemen bencana yaitu: Menurut Krishna (2002), manajemen bencana merupakan pengetahuan yang terkait dengan upaya untuk mengurangi risiko, yang meliputi tindakan persiapan sebelum bencana terjadi, dukungan, dan membangun kembali masyarakat saat setelah bencana terjadi. Lebih lanjut Krishna mengungkapkan bahwa lingkaran manajemen bencana (disaster management cycle) terdiri dari tiga kegiatan besar. Pertama adalah sebelum terjadinya bencana (pre event), kedua yaitu saat bencana dan ketiga adalah setelah terjadinya bencana (post event). Definisi manajemen bencana lainnya diungkapkan oleh Red Cross and Red Crescent Societies dalam World Confederation for Physical Theraphy (2014), yang mana manajemen bencana didefinisikan sebagai berikut: “Disaster management as the organization and management of resources and responsibilities for dealing with all humanitarian aspects of emergencies, in particular preparedness, response and recovery in order to lessen the impact of disasters”.
15
Menurut BPBD Kota Denpasar, manajemen bencana merupakan segala upaya atau kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pencegahan, mitigasi, kesiapan, tanggap darurat dan pemulihan berkaitan dengan bencana yang dilakukan sebelum, pada saat dan setelah bencana. Manajemen bencana yang dalam PP No 21 Tahun 2008 dijelaskan sebagai penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Selain
dengan
menerapkan
kegiatan
manajemen
bencana,
untuk
mengurangi kerugian yang mungkin terjadi akibat bencana, diperlukan pula beberapa upaya peningkatan keamanan sebagai berikut: menurut Pizam (2010), untuk meningkatkan keamanan, hotel harus menginstal CCTV, fire sprinklers, pendeteksi asap, dan pintu elektronik. Sedangkan menurut Henderson, et.al. (2010) untuk meningkatkan kemanan hotel memerlukan personel keamanan dan pelatihan kebencanaan. Personel keamanan merupakan orang yang bertanggung jawab untuk menjaga keamanan hotel, wisatawan, karyawan serta aset perusahaan. Human Resource Department suatu hotel harus menunjuk dan mempekerjakan personel keamanan yang professional, dengan pengalaman yang baik terhadap penanganan suatu bencana. Karyawan secara umum, dan personel keamanan khususnya, harus mengikuti workshop dan pelatihan dari pemerintah mengenai penaganan pertama terhadap kecelakaan. Bagaimanapun, mereka harus mendapatkan pelatihan pemadaman kebakaran dan cara evakuasi apabila bencana terjadi.
16
Kegiatan lainnya yang dilakukan adalah dengan memasang rambu- rambu keselamatan. Menurut Occupational Health and Safety Assessment Series (OHSAS) (2012) rambu-rambu keselamatan adalah peralatan yang bermanfaat untuk membantu melindungi kesehatan dan keselamatan karyawan dan pengunjung yang sedang berada di tempat kerja. Adapun jenis rambu dapat berupa: rambu dengan simbol, rambu dengan simbol dan tulisan, dan rambu berupa pesan dalam bentuk tulisan. Bersarakan beberapa pendapat ahli tersebut mengenai manajemen bencana, maka dalam penelitian ini yang dimaksud dengan manajemen bencana meliputi kegiatan yang dibuat dengan tujuan mengurangi resiko bencana, yang mana kegaitan tersebut dilakukan sebelum, saat hingga bencana tersebut telah usai terjadi, tim bencana, serta sarana dan prasarana bencana yang dimiliki oleh suatu industri pariwisata. Konsep ini digunakan untuk melihat manajemen bencana yang diterapkan oleh hotel-hotel berbintang yang terdapat di pesisir Sanur. 2.3
Tim Bencana Tim bencana merupakan orang-orang yang mengkoordinir atau memiliki
tanggung jawab terhadap manajemen bencana. Tim bencana yang biasanya digunakan di hotel biasanya adalah Emergency Responsible Team dan Fire Brigade, sedangkan menurut BPBD Kota Denpasar beberapa jenis tim bencana adalah Publict Save Community (PSC), Barisan Relawan Bencana (BALANA), dan Search and Rescue (SAR). Adapun jenis-jenis tim bencana tersebut adalah sebagai berikut:
17
a.
Emergency Responsible Team Emergency Responsible Team (ERT) didefinisikan oleh Georgetown
University (2014) sebagai berikut,”The Emergency Responsible Team (ERT) is responsible team for coordinating the response to crises affecting the safety and operation of some disaster. They will be called to assist in the management of the emergency situation”. Tim ini merupakan tim khusus yang menangani masalah bencana, tim ini selain dibentuk oleh Georgetown University juga dibentuk oleh berbagai organisasi termasuk hotel. b.
Fire Brigade Fire Brigade didefinisikan sebagai berikut “Fire Brigade is a private or
temporary organization of individual equipped to fight fires”. Fire Brigade tersebut merupakan organisasi yang bertugas untuk menanggulangi segala jenis bencana yang berhubungan dengan kebakaran. Selain dari pemerintah, tim ini biasanya juga dibentuk oleh hotel-hotel. c.
Public Save Community (PSC) Menurut BPBD Kota Denpasar, Public Save Community merupakan
petugas yang memberikan pelayanan kedaruratan kepada masyarakat Kota, dioprasikan oleh petugas khusus yang dilengkapi dengan tiga mobil ambulance, dan siaga 24 jam di setiap pos jaga. Petugas PSC bergerak mengikuti pergerakan mobil pemadam pada saat terjadi kebakaran dan PSC setiap saat bertugas mengevakuasi korban kecelakaan lalulintas dan bencana lainya.
18
d.
Search and Rescue (SAR) Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.43 Tahun 2005
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, Searh and Rescue (SAR) memiliki pengertian yaitu badan yang berfungsi melaksanakan pembinaan, pengkoordinasian dan pengendalian potensi Search and Rescue (SAR) dalam kegiatan SAR terhadap orang dan material yang hilang atau dikhawatirkan hilang, atau menghadapi bahaya dalam pelayaran dan atau penerbangan, serta memberikan bantuan SAR dalam penanggulangan bencana dan musibah lainnya sesuai dengan peraturan SAR Nasional dan Internasional. e.
Barisan Relawan Bencana (BALANA) Menurut BPBD Kota Denpasar, Barisan Relawan Bencana (BALANA) merupakan barisan relawan bencana yang direkrut dari pegawai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dilingkungan Pemerintah Kota Denpasar yang ditugaskan ikut serta menangani bencana. Berdasarkan bagian-bagian dari tim bencana tersebut di atas, maka dalam
penelitian ini yang dimaksud dengan tim bencana adalah regu yang bertugas dalam manajemen bencana di hotel tersebut. Mereka memiliki tanggung jawab terhadap keamanan hotel, wisatawan, karyawan serta aset perusahaan. Konsep ini digunakan untuk melihat jenis tim bencana mana yang dibentuk atau dimiliki oleh hotel-hotel berbintang di Sanur yang bertugas dalam manajemen bencana di hotel tersebut.
19
2.4 Manajemen Bencana Hotel Berbintang di Hongkong, London dan Finlandia Menurut Niininen (2013), beberapa jenis bencana yang pernah dialami oleh hotel berbintang di Hongkong, London dan Finlandia adalah bencana yang berasal dari internal hotel (gangguan listrik mati di hotel) dan bencana yang berasal dari eksternal (pembatalan masa pemesanan hotel karena krisis keuangan, insiden kecelakaan atau kendaraan menabrak bangunan hotel, dan terorisme). Beberapa hal yang dilakukan dalam hal manajemen bencana pada hotel berbintang di Hongkong, London dan Finlandia adalah sebagai berikut: 1. Persiapan sebelum bencana Semua responden hotel berbintang menyatakan pentingnya persiapan sebelum bencana. Beberapa hal persiapan sebelum bencana diantaranya seperti menyediakan detektor logam di pintu masuk dan menugaskan protokol keamanan secara eksternal ataupun personil keamanan spesialis saat diselenggarakannya acara di hotel. 2. Mengelola biaya setelah bencana Setelah bencana berlangsung, biaya merupakan hal yang diperlukan untuk bertahan hidup. Para manajer hotel mencari cara untuk mengurangi biaya sambil mempertahankan dukungan mereka terhadap staf. Salah satu hal yang dilakukan adalah mengurangi biaya tenaga kerja dan kapasitasnya dengan meminta relawan untuk mengambil libur setelah bencana atau dengan mengubah prosedur operasi dan berhenti merekrut tenaga kerja.
20
3. Menjaga komunikasi yang baik dengan tamu Dalam sebuah hotel besar catatan pelanggan merupakan dasar untuk berhubungan dengan pelanggan. Catatan ini akan memungkinkan hotel untuk belajar tentang tamu mereka dan menjaga mereka tetap setia. Dokumen ini dibutuhkan untuk membalas kekawatiran wisatawan apakah mereka telah terkena risiko kesehatan eksternal selama mereka tinggal di hotel. 4. Menggunakan teknologi untuk meningkatkan keamanan hotel Teknologi dapat digunakan untuk meningkatkan keamanan hotel secara keseluruhan. Menyediakan kamera di koridor dan ruang publik, penggunaan kartu kunci elektronik, alarm dan CCTV dipandang berharga dalam mengamankan hotel. Hotel di Firlandia sudah menggunakan keamanan dari lembaga eksternal untuk memantau alarm mereka serta berpatroli di hotel mereka. Manajemen Bencana Hotel Berbintang di Hongkong, London dan Finlandia ini akan digunakan untuk mengkomparasikan kegiatan manajemen bencana pada hotel berbintang di Sanur. Komparasi ini diperlukan untuk mengetahui hal- hal apa yang masih kurang dalam pelaksanaan manajemen bencana pada hotel berbintang di Sanur. 2.5
Implikasi Manajemen Bencana Menurut Shadily (1989), implikasi adalah sesuatu pada keadaan yang
terpengaruh atau terlibat dalam suatu masalah pada kehidupan masyarakat. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pengaruh merupakan suatu daya yang timbul dalam membentuk atau mengubah sesuatu yang lain pada kehidupan masyarakat.
21
Dari pemaparan tersebut maka yang dimaksud implikasi dalam penelitian ini yaitu pengaruh yang ditimbulkan akibat diterapakannya manajemen bencana oleh hotel-hotel berbintang di Sanur, Bali. Konsep ini akan digunakan untuk melihat implikasi manajemen bencana terhadap praktek pariwisata di Sanur. 2.6
Manfaat Manejemen Bencana Menurut Pamungkas (2010), manejemen resiko/ bencana bagi perusahaan
memiliki empat manfaat, yang mana diantaranya adalah sebagai berikut: a. Evaluasi dari program pengendali bencana akan dapat memberikan gambaran mengenai keberhasilan dan kegagalan operasi perusahaan, b. Memberikan sumbangan bagi peningkatan keuntungan perusahaan, c. Ketenangan hati yang dihasilkan oleh manajemen bencana yang baik akan membantu meningkatkan produktifitas dan kinerja, d. Menunjukkan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap karyawan, pelanggan dan masyarakat luas. Manfaat manejemen bencana ini akan digunakan untuk mengkomparasikan implikasi manajemen bencana terhadap praktek pariwisata di Sanur, khususnya bagi pihak hotel. 2.7
Teori Struktural Fungsional Asumsi dasar dalam teori struktural fungsional menurut Parsons (dalam
Wardana, 2014) yaitu masyarakat dilihat sebagai sebuah sistem dimana seluruh struktur sosialnya (juga masing- masing elemen) terintegrasi menjadi satu, masing- masing memiliki fungsi yang berbeda- beda tapi saling berkaitan, dan menciptakan konsensus dan keteraturan sosial serta keseluruhan elemen akan
22
saling beradaptasi baik terhadap perubahan internal dan eksternal dari masyarakat. Teori struktural fungsional ini menekankan: a. Persyaratan fungsional yang dibutuhkan oleh masyarakat sebagai sebuah sistem untuk terus bertahan b. Kecenderungan masyarakat menciptakan konsensus (kesepakatan) antar anggotanya. Terdapat punish dan reward terhadap pelaksanaan konsensus tersebut. c. Kontribusi “Peran dan Status” yang dimainkan oleh individu/ institusi dalam keberlangsungan sebuah masyarakat. Teori sistem ini akan digunakan untuk menganalisis mengenai konsensus atau kesepakatan dalam penerapan manajemen bencana di hotel dengan aturan yang diciptakan oleh pemerintah serta melihat peran dan status dari tim bencana.