10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Tinjauan hasil penelitian sebelumnya adalah hasil laporan ilmiah yang memiliki kesamaan antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini menggunakan beberapa penelitian sebelumnya antara lain sebagai berikut. Jurnal pertama oleh Elena Cristina Mahika (2011) berjudul “Current Trends in Tourist Motivation” Penelitian yang dilakukan oleh Cristina merupakan penelitian eksplorasi yang dilihat berdasarkan data dan studi mengenai motivasi perjalanan wisatawan dan permintaan untuk perubahan tren. Dalam penelitian ini menggunakan analisis motiviasi wisatawan. Hasil analisis tersebut menjadi acuan untuk mempersiapkan produk-produk yang sesuai untuk saat ini dan masa yang akan datang. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilaksanakan penulis, antara lain: sama-sama menggunakan penelitian eksplorasi dan sama-sama membahas tentang motivasi wisatawan. Sedangkan perbedaannya terletak pada lokasi penelitian, rumusan masalah dan waktu penelitian. Jurnal selanjutnya dipublikasikan oleh J. Eugene (2013) berjudul “ Holidays in a Holy Land : Spiritual Tourism in Placid Puducherry” Penelitian yang dilakukan oleh Eugene ini merupakan penelitian mengenai destinasi wisata spiritual yang menawarkan aktivitas wisata spiritual yang menyenangkan bagi wisatawan yaitu puducherry yang merupakan Union Territory di India Selatan. Penelitian ini mencoba untuk mengumpulkan elemen spiritual dan membantu mengembangkan destinasi wisata tersebut.Penelitian ini menyebarkan kuesioner untuk menjawab pertanyaan mengenai bagaimana pengalaman wisatawan setelah
11
melakukan terapi spiritual di Placid Puducherry. Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif yang terdiri atas masukan teoritis dari berbagai sumber sejarah saat ini. Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara dengan wisatawan. Persamaan jurnal ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah sama-sama membahas tentang wisata spiritual, metode pengumpulan data sama menggunakan kuesioner dan sama-sama menggunakan analisis kualitatif. Sedangkan perbedaannya terletak pada masalah, lokasi penelitian dan waktu penelitian. Jurnal internasional ketiga oleh Richard Sharpley (2005)
berjudul
“Tourism : a Sacred Journey? The Case of Ashram Tourism, Indian“ Penelitian ini berjenis penelitian eksplorasi motivasi pengunjung ke Sri Aorobindo Ashram danAuroville di India. Peneliti melakukan wawancara secara langsung kepada pengunjung untuk mengetahui karakteristik pengunjung dan mengetahui seberapa jauh keperluan spiritual atau hanya sekedar berkunjung biasa.Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan dari hasil penelitian yang dilakukan hanya sebagai kecil wisatawan dengan tujuan berkunjung biasa, sedangkan wisatawan dengan motivasi spiritual ke Ashram lebih mendominasi. Persamaan jurnal ini dengan penelitian yang dilakukan penulis, yaitu sama-sama membahas tentang pariwisata spiritual, analisis data yang sama menggunakan deskriptif kualitatif, jenis penelitian studi eksplorasi yang sama dan sama-sama meneliti motivasi dan karakteristik wisatawan. Sedangkan perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan waktu penelitian. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Ingrid Diana Mesnoat (2006) berjudul “Motivasi dan Makna Leisure and Recreation Bagi Pengunjung di Pantai Kenjeran Surabaya”. Penelitian ini merumuskan bagaimana hubungan antara
12
karakteristik dengan motivasi pengunjung yang datang ke Pantai Kenjeran yang kemudian penelitian ini lebih menekankan motivasi wisatawan tersebut.Penelitian yang dilakukan oleh Diana ini menggunakan metode analisis data deskriptif kualitatif yaitu analisis yang dilakukan dengan memaparkan dan menguraikan keterangan-keterangan atau data-data yang dikumpulkan selama melakukan penelitian. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu informan yang dipilih informan yang mengetahui secara pasti mengenai keadaan lokasi penelitian, dan peneliti juga menggunakan Quota Sampling, yang dimana cara pengambilan sampel ini dilakukan secara kebetulan sehingga sifatnya sangat subjektif. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah sama-sama meneliti karakteristik dan motivasi wisatawan, persamaan juga pada metode analisis data yaitu menggunakan deskriptif kualitatif. Pada teknik penentuan sampel juga sama menggunakan Puposive Sampling. Sedangkan perbedaanya adalah penelitian sebelumnya meneliti motivasi pengunjung di Pantai Kenjeran Surabaya sedangkan penelitian yang dilakukan penulis meneliti motivasi dan karakteristik wisatawan yang melakukan aktivitas pariwisata spiritual di Ubud. Penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Petrus Adolof Sagisolo (2012) berjudul “Studi Eksplorasi Usaha Pondok Wisata Di Kampung Wisata Yenbuba Distrik Meos Mansar Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat”. Penelitian ini merumuskan studi eksplorasi tentang bagaimana keberadaan usaha pondok wisata di Kampung Wisata Yenbuba Distrik Meos Mansa, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan menggunakan teknik penentuan informan secara purposive sampling. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah
13
sama-sama menggunakan analisis data deskriptif kualitatif dan sama menggunakan purposive samplingsebagai teknik penentuan sampel. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan oleh Petrus membahas tentang usaha pondok wisata sedangkan penelitian yang sekarang membahas tentang pariwisata spiritual. Dan perbedaan juga terjadi pada waktu dan lokasi penelitian. Berikutnya penelitian yang dilakukan oleh Lucky Setiawan (2014) dengan judul “Karakteristik dan Persepsi Wisatawan Terhadap Daya Tarik Wisata Pantai Kata di Kota Pariaman, Sumatera Barat”.Penelitian ini merumuskan tentang karakteristik wisatawan di Daya Tarik Wisata Pantai Kata. Hasil penelitian sebelumnya ini menggunakan metode analisis statistik deskriptif yaitu mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul dari suatu populasi (Sugiyono, 2010 dalam Lucky, 2014). Teknik penentuan sampel menggunakan Quota Sampling dan menggunakan cara penghitungan dari Slovin, untuk mengetahui berapa banyak populasi yang akan dicari serta berapa banyak responden yang diberikan kuesioner. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan penulis yaitu sama-sama meneliti karakteristik wisatawan dan sama-sama menggunakan cara pengitungan dari slovin untuk mengetahui berapa banyak responden yang akan diberikan kuesioner. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian sebelumnya menggunkan metode analis data statistik deskriptif, sedangkan penelitian yang sekarang menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Perbedaanya juga terletak pada lokasi dan waktu penelitian yang dilakukan. Nararya Narotama 2012, dalam penelitiannya membahas bahwa wisatawan yang datang ke Bali tidak hanya melakukan kegiatan pariwisata konvensional, tetapi sebagian kecil ada yang memilih alternative kegiatan wisata spiritual.
14
Orang-orang asing selalu berusaha masuk ke dalam “back region” atau ‘daerah belakang’dari tempat-tempat yang dikunjungi, karena wilayah tersebut selalu dikaitkan dengan hubungan keintiman dan keaslian dari sebuah pengalaman. Partisipasi orang asing dalam upacara ngaben dimulai tepat waktu ketika acara itu diumukan. Wisatawan datang atas inisiatif sendiri, kemudian meminta izin untuk ikut berpartisipasi dengan pihak-pihak terkait. Jenis penelitian yang digunakan adalah analisis data kualitatif dengan teori yang digunakan yakni teori dekonstruksi, Semiotika, dan Post-Religius. Persamaan penelitian ini dengan laporan yang akan disusun adalah sama-sama menggunakan analisis data kualitatif dan sama membahas mengenai aktivitas pariwisata spiritual. Perbedaan laporan ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Nararya adalah lokasi penelitian, rumusan masalah dan tujuan penelitian. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Gesang Utama (2006) yang berjudul “Motivasi dan Karakteristik Wisatawan Berkunjung Ke Taman Pusat Primata Schmutzer Jakarta”.Dalam penelitian ini peneliti menjabarkan tentang karakteristik wisatawan yang berkunjung ke Taman Pusat Primata Schmutzer Jakarta yang kemudian lebih menekankan motivasi wisatawan tersebut. Metode analisis yang digunakan deskriptif kualitatif, data yang telah ada akan disajikan dalam bentuk tabel kuantitatif berdasarkan kelompok wisatawan untuk mempermudah memahami dan kemudian akan dikualitatifkan sesuai dengan hasil dari metode analisis data yang digunakan dalam penelitian tersebut. Penelitian ini menggunakan penentuan informan dengan purposive sample dan penentuan sampel untuk wisatawan menggunakan quota sampling. Persamaan penelitian sebelumnya dengan sekarang sama-sama meneliti tentang karakteristik dan motivasi wisatawan dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif.Perbedaan penelitian
15
sebelumnya diatas dengan penelitian sekarang adalah dari waktu dan tempat penelitian. 2.2 Tinjauan Konsep 2.2.1 Tinjauan Tentang Studi Eksplorasi Studi Eksplorasi berasal dari kata studi dan eksplorasi yaitu : Studi, artinya kajian, telaah, atau penelitian. Sedangkan Eksplorasi, artinya penyelidikan, penjelajahan lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak mengenai segala sesuatu yang terdapat di tempat itu. (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1989: 860). Jadi, studi eksplorasi adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan atau informasi mengenai segala sesuatu masalah pada sekelompok populasi tertentu. Menurut Ikhsan (2010), studi eksplorasi (explanatory research) yaitu studi yang dilakukan karena terdapatnya sebuah fenomena atau masalah yang belum jelas penyelesaian ataupun penjelasannya (not yet defined),studi eksplorasi berusaha untuk menemukan metode yang paling baik untuk menyelesaikan masalah tersebut (menemukan research design),termasuk metode pengumpulan data yang tepat (data collection) dan merumuskan permasalahan dengan tepat. Karakteristik studi ekplorasia dalah berbasis penelitian sekunder (secondary research) dan hasil dari studi eksplorasi biasanya sangat berguna untuk masukan kebijakan. 2.2.2 Tinjuan Tentang Aktivitas Wisata Aktivitas dapat diartikan kegiatan atau keaktifan.Jadi, segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik berupa fisik maupun non-fisik itu sudah merupakan suatu kegiatan (M. Mulyono 2001:26). Menurut
16
Rosalia,2005:2 Aktivitas merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan baik secara jasmani ataupun rohani. Sedangkan, wisata dapat diartikan sebuah perjalanan yang dilakukan dengan perorarang maupun kelompok dengan tujuan mengunjungi tempat-tempat tertentu untuk melakukan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.The World Tourism Organization (WTO), sebuah lembaga kajian dan pendukung usaha wisata antarpemerintahan yang bermarkas di Madrid, mendefenisikan aktivitas wisata sebagai kegiatan manusia yang melakukan perjalanan (keluar dari lingkungan asalnya) untuk tidak lebih dari satu tahun berlibur, berdagang, atau urusan lainnya. Aktivitas wisata adalah apa yang dikerjakan wisatawan, atau apa motivasi wisatawan datang ke destinasi, yaitu keberadaan mereka di sana dalam waktu setengah hari sampai berminggu-minggu. Suatu pusat aktivitas misalnya suatu museum, yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung dalam setengah hari di antara lama waktu kunjungan wisatanya. Aktivitas wisata suatu digerakkan oleh adanya atraksi wisata, terutama yang unik seperti: pantai, taman, bangunan bersejarah, topografi khas, ciri khas budaya, peristiwa lokal unik, dan lain-lain. Aktivitas wisata merupakan kegiatan yang dapat menghasilkan devisa dan sering menyebabkan banyak dampak besar pada lingkungan dan pada cara hidup masyarakat setempat. Dalam pemaparan di atas dapat disimpulkan aktivitas wisata adalah sebuah kegiatan yang sengaja dilakukan untuk kesenangan rohani maupun jasmani dengan melakukan sebuah perjalanan atau melakukan aktivitas yang bukan merupakan aktivitas sehari-sehari.
17
2.2.3 Tinjauan Tentang Pariwisata Spiritual Istilah pariwisata spiritual memang nyaris membingungan dengan wisata religi, yang dimana sebenarnya wisata spiritual dan religi sudah bedakan.Wisata Religi lebih dekat kaitannya dengan keagamaan sedangkan wisata spiritual adalah wisata yang mengikuti aktivitas spiritual tanpa pandang agama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi III (2001) yang dimaksud dengan spiritual adalah berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani dan bathin). Menurut Pendit (1994) pengertian pariwisata spiritual adalah jenis pariwisata yang banyak dikaitkan dengan sebuah keagamaan, adat istiadat dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat. Kemudian menurut Yoeti (1985) pariwisata spiritual yaitu jenis pariwisata dimana tujuan perjalanan yang dilakukan adalah untuk melihat atau menyaksikan upacara-upacara keagamaan dan juga berzirah atau beribadah di sana. Jadi wisata spiritual jika di pandang secara umum adalah sesuai dengan kegiatan wisata yang lainnya, hanya saja wisata spiritual lebih mengacu ke hal-hal yang bersifat kerohanian seperti melakukan meditasi, yoga, sembahyang dan mengikuti aktivitas spiritual yang di lakukan. Spiritual tourism juga disebut meditation tourism yaitu pariwisata dimana wisatawan diajak ke suatu tempat, umumnya tempat suci untuk melakukan kegiatan meditasi. Menurut klasifikasi umum, spiritual tourism atau meditation tourism dapat dimasukan ke salah satu bentuk cultural tourism, karena unsur budaya sangat kental dalam kegiatan meditasi sama seperti wisatawan mengunjungi sebuah pura juga termasuk cultural tourism. Dalam hal ini spiritual merupakan jiwa dari kehidupan beragama sebagaimana eratnya hubungan nafas dan raga, demikian juga adanya spiritualitas dengan agama. Spiritualitas pada hakekatnya adalah pengalaman bahwa segala sesuatu yang hidup itu satu sifatnya,
18
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan tidak dihinggapi rasa ragu sedikitpun. Pariwisata spiritual adalah perjalanan wisata yang dikaitkan dengan proses peningkatan spiritual. Di Bali, perjalanan seperti ini disebut dengan tirtayatra. Wisata spiritual juga dapat didefinisikan sebagai perjalanan wisata menuju tempat-tempat suci untuk melaksanakan kegiatan spiritual berupa sembahyang, yoga, semadhi, konsentrasi, dekonsentrasi dan istilah lainnya sesuai dengan kepercayaan masing-masing (Dana, 2008 dalam Budiastawa, 2009). 2.2.4 Tinjauan Tentang Yoga Kata yoga secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta yaitu dari akar kata yuj yang berarti menghubungkan. Dalam pengertian lebih luas, yoga berarti hubungan antara jiwa dengan roh universal yang disebut Tuhan (Brahma). Dalam pengertian ini yoga merupakan suatu cara untuk mencapai suatu kesempurnaan yaitu Dharma dan Moksa dengan memusatkan pikiran dengan Ida Sang Hyang Widi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), sehingga secara perlahan-lahan akan dapat membebaskan diri dari ikatan-ikatan keduniawian. Yoga juga adalah the living science (ilmu tentang kehidupan) karena lampiran seluruh aspek kehidupan dapat dikaitkan dengannya. Walaupun telah berumur ribuan tahun, yoga dirasakan tetap sesuai dengan yang dipraktekan oleh masyarakat modern saat ini. Saat ini, trend yang sedang terjadi adalah potensi spiritual seperti yoga, meditasi atau sistem filsafat suatu kepercayaan tertentu dikembangkan menjadi jenis wisata baru atau wisata minat khusus yaitu pariwisata spiritual. Meditasi , yoga, maupun sistem filsafat sisem kepercayaan merupakan bagian dari agama atau sistem kepercayaan yang merupakan salah satu elemen budaya.
19
2.2.5 Tinjauan Tentang Produk Pariwisata Menurut Kotler produk adalah segala sesuatu yang bisa ditawarkan kepada pasar agar dapat diperhatikan, dipakai atau dikonsumsi sehingga mungkin memuaskan kebutuhan atau keinginan. Sedangkan menurut Kotler dan Fox (dalam Yoeti, 2002) memberikan batasan produk sebagai segala sesuatu yang ditawarkan untuk menarik perhatian target pasar agar mengambil alih atau memiliki, memakai atau mengkonsumsi, sehingga dapat memuaskan wisatawan tentang kebutuhan dan keinginannya yang bermacam-macam. Termasuk dalam pengertian ini adalah objek-objek wisata yang berwujud, program perjalanan, berbagai bentuk pelayanan yang bersifat pribadi di tempat-tempat yang dipersiapkan organisasi yang dianggap memiliki nilai dan manfaat bagi seorang wisatawan. Produk wisata bukan merupakan sesuatu yang nyata, selain mempunyai sifat ekonomis, juga mempunyai sifat sosial, psikologis dan alam, walaupun produk ini sendiri besar dipengaruhi oleh tingkah laku ekonomi.Produk wisata juga bisa sekumpulan produk yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan yang memberi pelayanan secara langsung kepada wisatawan. Jadi, produk wisata merupakan rangkaian dari berbagai jasa yang terkait, yaitu jasa yang dihasilkan berbagai perusahaan (segi ekonomis), jasa masyarakat (segi sosial/psikologis) dan jasa alam. a) Jasa yang disediakan oleh perusahaan antara lain jasa angkutan, penginapan, pelayanan makanan dan minuman, jasa tour. b) Jasa yang disediakan masyarakat dan pemerintah adalah berbagai prasarana fasilitas umum, kemudahan, keramahtamahan, adat-istiadat, seni dan budaya. c) Jasa yang disediakan alam antara lain, pemandangan alam, pegunungan, pantai, goa alam, taman laut.
20
Banyak istilah yang menyebutkan rumusan dari produk industri pariwisata. Ada yang menyebutkan rumusan dari produk industri pariwisata. Ada yang menyebutkan sebagai produk wisata atau produk pariwisata. Namun istilah yang sesuai digunakan adalah produk industri pariwisata, karena hanya industri yang menghasilkan produk, sedangkan wisata dan pariwisata tidak. 2.2.6 Tinjauan Tentang The Elemen of Tourism Product Menurut smith (1994) produk pariwisata terdiri dari lima elemen yang digambarkan dalam bentuk lima lingkaran yang konsentris. Lima elemen tersebut yaitu: (1) physical plant, (2) service, (3) hospitality, (4) freedom of choice, dan(5) involvement. Inti dari produk pariwisata berupa elemen physical plant yang kemudian secara berurutan dikelilingi oleh elemen service, hospitality, freedom of choice dan involvement sebagai elemen pada lingkaran terluar. Urutan kelima elemen tersebut dari inti lingkaran ke arah luar dapat menjelaskan hubungan berikut, yaitu semakin menurunnya kontrol manajemen secara langsung, sementara keterlibatan konsumen. Dalam hal ini wisatawan semakin intensif dan bentuknya semakin abstrak, sehingga dapat menurunkan potensi tingkat pengukuran secara empiris. Berikut disajikan pada gambar 2.1.
21
2.1 The Generic Tourism Product
PP
: Physical Plant
FC
: Freedom of Choice
S
: Service
I
: Involvement
H
: Hospitality
Gambar 2.1 Elemen Produk Pariwisata Sumber : Smith, 1994
Tingkat kepentingan dari masing-masing elemen sangat bervariasi tergantung pada spesifikasi tipe produk pariwisata yang diobservasi, namun setiap produk pariwisata merupakan jalinan dari kelima elemen tersebut. Dengan kata lain keberhasilan sebuah produk pariwisata dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan wisatawan sangat tergantung pada sejauh mana masing-masing elemen tersebut dikombinasikan untuk menghasilkan interaksi yang sinergis. Berikut penjelasan dari bagian-bagian elemen produk pariwisata : 1. The physical plant Inti dari beberapa produk pariwisata adalah rancangan fisik seperti sebuah situs, sumber daya alam atau fasilitas seperti air terjun, alam liar atau resort. Ini dapat juga berupa bangunan yang kokoh seperti hotel atau peralatan bergerak
22
seperti cruiseship. Rancangan fisik juga mengacu pada kondisi fisik lingkungan seperti cuaca, kualitas air, kesesakan dan kondisi dari infrasuktur pariwisata, tanah, air, bangunan , peralatan dan infrasuktur yang menyediakan sumber daya alam dan budaya yang berdasarkan dari pariwisata. Rancangan fisik memiliki dampak yang besar pada pengalaman para konsumen. Kualitas rancangan fisik dapat dinilai dengan apakah desain dapat meningkatkan pengalaman pengguna, melindungi lingkungan dan membuat produk yang diakses wisatawan dengan berbagai kemampuan fisik dan batasannya gunn 1972 : Mace 1980 (dalam Smith). 2.Service Service atau pelayanan merupakan sebuah desain dan penyedian dari rancangan fisik namun hanya di awal. Rancangan fisik atau konsep memerlukan masukan dari layanan untuk membuatnya berguna bagi wisatawan. Di dalam konteks ini “service” (pelayanan) mengacu pada kinerja, tugas-tugas khusus yang diperluan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan seperti contoh : a. Sebuah kebutuhan manajemen hotel seperti operasi meja depan (FO), housekeeping, maintenance dan F&B ketentuannya berfungsi sebagai pelayanan hotel. b. Sebuah pesawat membutuhkan pramugari, penumpang dan layanan dari bandara dan kontrol lalu lintas udara untuk meyediakan transportasi. 3. Hospitality Clemmer (1991) (Smith ) menyatakan, konsumen hampir disetiap bidang sekarang mengharapkan menambah pelayanan atau
sesuatu extra. Harapan
sesuatu yang ekstra telah lama menjadi bagian dari pariwisata yaitu hospitality. Ini adalah kepekaan terhadap tekanan- tekanan pada bisnis perjalanan, dorongan untuk bermain bagi kesenangan wisatawan. Hospitality adalah ekspresi yang diterima
23
oleh penduduk setempat untuk wisatawan tiba di komunitas mereka. Misalnya contoh, sementara service dari staf meja depan mengacu pada proses efisien tamu hotel, hospitality perhotelan muncul ketika layanan ini dilakukan dengan senyum, kehangatan dan kemauan untuk merespon kebutuhan lain dari tamu seperti informasi di restoran lokal. 4. Freedom of Choice Freedom of Choice atau kebebasan memilih mengacu pada kebutuhan traveler yang memiliki beberapa rentang yang dapat diterima menjadi pilihan dalam mencari pengalaman yang memuaskan. Tingkat kebebasan memilih akan sangat bervariasi, tergantung pada apakah perjalanan adalah untuk kesenangan, bisnis, masalah keluarga atau kombinasi. Ini bervariasi dengan anggaran wisatawan, pengalaman sebelumnya, pengetahuan dan ketergantungan pada agen perjalanan atau wisata dikemas. Seperti contoh Kebebasan untuk memilih sebuah maskapai penerbangan, rute,mobil, hotel atau restoran. Ini dapat meningkatkan sebuah sanse travelers bisnis control dan kepuasan dengan perjalanan. 5. Involvement Involoment atau keterlibatan adalah sebuah pilihan dari banyaknya produk layanan., Dalam hal ini kenyataan bahwa konsumen ikut berpartisipasi dalam tingkat tertentu, dalam penyampaian jasa (Boom dan Bitner 1981: Fitzsimmons dan Sullivan 1982: Normann 1984: Silpakit dan Fisk 1985 dalam Haq dkk). Hal ini benar, juga, untuk produk-produk pariwisata. Dasar untuk sukses partisipasi konsumen dalam memproduksi produk pariwisata adalah kombinasi dari rancangan fisik, pelayanan yang baik, keramahan, dan kebebasan memilih. Unsur-unsur ini mengatur panggung untuk keterlibatan fisik, intelektual, dan /atau emosional dalam layanan perjalanan. Untuk pariwisata, keterlibatan bukan hanya partisipasi fisik
24
tetapi rasa keterlibatan, berfokus pada aktivitas baik untuk kesenangan atau bisnis. Keterlibatan bagi wisatawan adalah kesenangan bermain atau bersantai dengan cara yang secara pribadi memuaskan dan merasa cukup aman seperti bisa tertidur di tepi kolam renang, berjalan-jalan di pantai atau memulai percakapan dengan wisatawan lain atau lokal. Hal itu berarti memiliki akses ke kegiatan dan program yang menangkap imajinasi, minat dan antusiasme dari peserta potensial. Rasa keterlibatan menyebabkan waktu untuk lulus tanpa pemberitahuan, sebagai turis mengeksplorasi dunia di sekitar, orang lain, atau respon mental dan emosional sendiri untuk perjalanan. Keterlibatan, dikombinasikan dengan kebebasan memilih, keramahan yang hangat, layanan yang kompeten dan pabrik fisik yang baik (yang mencakup aksesibilitas, dapat diterima, kualitas lingkungan, cuaca baik dan jumlah yang sesuai dari orang lain) hampir menjamin kualitas dan produk pariwisata yang memuaskan. 2.2.7 Tinjauan Tentang Karakteristik Wisatawan Karakteristik wisatawan atau profil wisatawan menurut Seaton dan Bennet, 1996, (dalam Suwena dan Widyatmaja,2010) merupakan spesifik dari jenis-jenis wisatawan yang berbeda yang berhubungan erat dengan kebiasaan, permintaan dan kebutuhan mereka dalam melakukan sebuah perjalanan. Wisatawan memang sangat beragam mulai dari yang tua muda, miskin kaya, asing, domestik, berpengalaman atau tidak, semuanya ingin melakukan sebuah perjalanan wisata dengan keinginan dan harapan yang berbeda, termasuk motivasi yang melatarbelakangi perjalanan wisat khususnya wisata spiritual juga erat sebagai cerminan karakteristik wisatawan terkait dengan tipelogi perjalanannya, sebagai mana yang dipaparkan oleh Mckercher (dalam Budiastawa, 2009) mengklasifikasi wisatawan dilihat dari tipologi wisatawan spiritual sebagai berikut.
25
1. Purposeful spiritual tourist, yaitu wisatawan yang pertumbuhan spiritual pribadinya menjadi alasan utama berkunjung dan wisatawan ini memiliki minat yang sangat kuat. 2. Sightseeing spiritual tourist, yaitu wisatawan yang pertumbuhan spiritual pribadinya menjadi alasan utama berkunjung, namun pengalaman spiritualnya rendah. 3. Casual spiritual tourist, yaitu wisatawan yang pertumbuhan spiritual individu merupakan motivasi yang umum untuk juga memiliki pengalaman spiritual yang rendah. 4. Incidental spiritual tourist, yaitu wisatawan yang menjadikan pertumbuhan spiritual individu bukanlah unsur pengambilan keputusan berwisata, namun dalam perjalanannya tidak sengaja menikmati liburan spiritual. 5. Serendipitous spiritual yaitu wisatawan yang menjadikan pertumbuhan spiritual pribadi bukan sebagai unsur yang mempengaruhi keputusan berwisata, melainkan untuk mendapatkan pengalaman spiritual mendalam setelah perjalanan. Gambaran mengenai karakteristik atau profil wisatawan dapat dibedakan berdasarkan karakteristik perjalanannya (trip descriptor) dan karakteristik wisatawannya (tourist descriptor). 1. Trip Descriptor, wisatawan dibagi ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan jenis perjalanan yang di lakukan. Secara umum jenis perjalanan dibedakan menjadi perjalanan rekreasi, mengunjungi teman atau keluarga, perjalanan bisnis dan kelompok perjalanan lainnya (Seaton dan Bannet, 1996 dalam Suwena dan Widyatmaja (2010). Smith, 1989 dalam Suwena dan Widyatmaja (2010) menambahkan jenis
26
perjalanan untuk kesehatan dan keagamaan di luar kelompok lainnya. Lebih lanjut jenis-jenis perjalanan ini juga dibedakan lagi berdasarkan lama perjalanan, jarak yang ditempuh, waktu melakukan perjalanan tersebut,
jenis
akomodasi
dan
transportasi
yang
digunakan,
pengorganisasian perjalanan, besar pengeluaran dan lain-lain. 2. Tourist Descriptor, memfokuskan pada wisatawannya. Di dalam tourist descriptor ada beberapa karakteristik yaitu sebagai berikut : a. Karakteristik Sosio-Demografis Termasuk dalam karakteristik sosio-demografis adalah karakteristik berdasarkan jenis kelamin, umur, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, kelas sosial, ukuran keluarga atau jumlah anggota keluarga dan lain-lain. b. Karakteristik Geografis Karakteristik geografis membagi wisatawan berdasarkan lokasi tempat tinggalnya wisatawan, biasanya dibedakan menjadi desa-kota, provinsi, maupun negara asalnya. Pembagian ini lebih lanjut dapat pula dikelompokkan berdasarkan ukuran (size) kota tempat tinggal (kota kecil, menengah, besar/metropolitan), kepadatan penduduk di kota tersebut dan lain-lain. c. Karakteristik Psikografis Karakteristik psikografis membagi wisatawan ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan kelas sosial, life-style dan karakteristik personal. Wisatawan dalam kelompok demografis yang sama mungkin memiliki profil psikografis yang sangat berbeda (Smith, 1989 dalam Suwena dan Widyatmaja, 2010).
27
2.2.8 Konsep Motivasi Menurut Pearce, Morrison, dan Rutledge (1998) dalam Yulie Reindrawati (2010), motivasi adalah “the total network of biological and cultural forces that give value and direction to travel choice behavior and experience”.Untuk dapat memperoleh pengertian mengenai motivasi, berikut dapat kita lihat pendapat beberapa ahli,yaitu: Sudirman, (2001) dalam Hayati, (2013) mengartikan motivasi adalah suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seorang menyebabkan orang tersebut bertindak melakukan sesuatu tanpa disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertidak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Purwanto, (2007) dalam hayati, (2013) mengemukakan motivasi segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu. Pada dasarnya seseorang melakukan perjalanan dimotivasi oleh beberapa hal. Berikut teori motivasi oleh McIntosh dan Murphy (dalam Pitana dan Gayatri, 2005 ) yaitu: a) Physical or physiological motivation (motivasi yang berhubungan dengan penyegaran tubuh dan pikiran, tujuan kesehatan, olahraga dan bersenang-senang. Motivasi ini berhubungan dengan segala kegiatan yang berfungsi mengurangi segala ketegangan. b) Cultural motivation (motivasi budaya), yaitu keinginan untuk mengetahui budaya daerah lain baik itu tari-tariannya, cara berpakaian, music, kesenian, cerita rakyat, dan sebagainya. Termasuk juga ketertarikan akan berbagai objek tinggalan budaya (banggunan bersejarah). c) Social motivation atau interpersonal motivation (motivasi yang bersifat sosial), adalah keinginan untuk bertemu dengan orang-orang
28
baru, mengunjungi teman dan keluarga jauh, dan mencari pengalaman baru yang berbeda. Berwisata dengan tujuan untuk melepaskan diri dari hubungan yang rutin dengan para teman dan tetangga di mana mereka berasal atau pelarian dari situasi-situasi yang membosankan dan sebagainya. d) Status and Prestige Motivation yaitu motivasi untuk memperoleh status dan prestise, termasuk di dalamnya keinginan untuk mengenyam pendidikan berkelanjutan (contoh : pengembangan diri, pemenuhan ambisi). Motivasi-motivasi ini dikaitkan dengan keinginan seseorang agar mereka dihargai, dihormati dan dikagumi dalam rangka memenuhi ambisi pribadi. Motivasi perjalanan seseorang dipengaruhi oleh faktor internal (intrinsic motivation) dan factor eksternal (extrinsic motivation). Secara intrinsik, motivasi terbentuk karena adanya kebutuhan dan keinginan dari manusia itu sendiri, sesuai dengan teori hierarki kebutuhan Maslow. Konsep Maslow tentang hierarki kebutuhan dimulai dari kebutuhan fisiologis kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan pretise, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang terbentuk dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, seperti norma sosial, pengaruh atau tekanan keluarga dan situasi lingkungan sekitar yang terinternalisasi dan kemudian berkembang menjadi kebutuhan psikologis, (Suwena, 2010). Motivasi yang tergolong dalam motivasi wisatawan spiritual adalah adalah seseorang yang mengunjungi tempat di luar dia biasa berada, dengan keinginan untuk mencari pertumbuhan spiritual, yang bersifat religius, non-religius, sakral ataupun sekedar mencari pengalaman tanpa memperhitungkan tujuan utama
29
melakukan perjalanan (Haq dan Jackson ,2006 dalam Budiastawa, 2009). Disini berarti bahwa atraksi wisata yang tercakup didalamnya dapat meliputi perjalanan spiritual, spa treatment, yoga retreat, perjalanan ke tempat yang disucikan, menerima pijat kuno dan sebagainya. Dengan melihat ragam aktivitas yang dapat dilakukan dalam aktivitas pariwisata spiritual, maka dapat dikatakan bahwa spiritual tourism mirip dengan wellness tourism atau pariwisata kesehatan, sebagaimana istilah yang mengutamakan keseimbangan kesehatan tubuh, mental dan jiwa. Adapun aktivitas yang dilakukan untuk mencapai hal tersebut dapat berupa yoga retreat, spa, massage, klinik dan sebagainya (Smith dan Kelly, 2006 dalam Budiastawa, 2009). Moutinho (1994), menjelaskan bahwa ada beberapa faktor motivasi yang sama dengan yang dirasakan oleh para wisatawan yang melakukan perjalanan wisata spiritual. Moutinho juga menjelaskan bahwa bahwa faktor internal dan faktor eksternal sangatlah mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian yang ingin melakukan perjalanan wisata spiritual. Adapun faktor-faktor tersebut diantaranya : 1. Culture and Sub Culture adalah hal ini berkaitan dengan keinginan dari dalam diri seseorang untuk menambah pengetahuan tentang keunikan budaya, aliran, ajaran dari aktivitas wisata spiritual. Selain berasal dari diri wisatawan, budaya yang dimaksud juga sebagai faktor lingkungan dimana wisatawan itu berasal sebagai faktor eksternal, seperti, agama, hukum adat dan lainnya. 2. Family role and Influence merupakan keinginan untuk melakukan aktivitas wisata spiritual yang dipengaruhi oleh peranan keluarga.
30
3. Referense Group merupakan dorongan untuk melakukan aktivitas wisata spiritual yang dipengaruhi oleh perkumpulan orang-orang yang memiliki ketertarikan yang sama yaitu wisata spiritual. Dyson, Goble, & Forman, 2003 dan Kale, 2004 (Haq, Farooq & Jackson Jon,2006) menyimpulkan bahwa orang mempunyai keinginan untuk melakukan akvitas wisata spiritual sangatlah dipengaruhi oleh pengaruh internal yang disebut dengan rasa. Ada empat rasa yang dijelaskan diantaranya : (1) sense of inner self /rasa batin (2) sense of meaning/rasa makna (3) sense of interconnectedness/rasa ketertarikan dan (4) a notion of the beyond or God/gagasan dari sekitar atau tuhan. Menurut Waren, Abercrombie, & Berl 1989 and Legoherel, 1998 (Haq, Farooq & Jackson Jon,2006) bahwa dalam melakukan kegiatan wisata spiritual sangatlah dipengaruhi oleh biaya atau harga (cost of spiritual product). Sedangkan berdasarkan atas observasi dan wawancara awal dengan salah satu pendahulu atau praktisi spiritual yaitu I Ketut Arsana yang juga sebagai pemilik Ubud Bodywork Centre dan Ashram Munivara di Ubud, yang menjelaskan “jadi kalau berbicara tentang wisatawan yang melakukan spiritual atau yoga kesini, itu berdasarkan dari keyakinan diri untuk menjadi lebih sehat, tenang, harmony, bahagia dan happy. Hal itulah sebenarnya manfaat dari yoga itu sendiri”. Berdasarkan atas beberapa pendapat ahli di atas, diperoleh inti sari dari motivasi wisatawan yang melakukan aktivitas pariwisata spiritual yang digolongkan menjadi dua garis besar yaitu : 1. Intrinsik motivation : a. Sense of Interconektednest b. Sense of Meaning
31
c. Culture & Sub Culture d. Self Belive 2. Ekstrinsik motivation : a. Cost of Spiritual Product b. Family role and Influence c. Referense group/Influence d. Culture 2.2.9 Tinjauan Tentang Tipologi Wisatawan Wisatawan dapat diklasifikasikan dengan menggunakan berbagai dasar. Pada prinsipnya dasar-dasar klasifikasi tersebut dapat dikelompokkan atas dua, yaitu dasar interaksi dan atas dasar kognitif normative (Murphy, 1985 dalam Pitana 2009). Pada tipologi atas dasar interaksi, penekanannya adalah sifat-sifat interaksi antara wisatawan dengan masyarakat local, sedangkan tipologi atas dasar kognitif-normatif lebih menekankan pada motivasi yang melatarbelakangi perjalanan. Cohen (1972) dalam Pitana dan Gayatri 2005, mengklasifikasikan wisatawan atas dasar tingkat familiarisasi dari daerah yang akan dikunjungi, serta tingkat
pengorganisasian
perjalanan
wisatanya.
Atas
dasar
ini
Cohen
menggolongkan wisatawan menjadi empat, yaitu: 1. Drifter, yaitu wisatawan yang ingin mengunjungi daerah yang sama sekali belum diketahuinya, yang bepergian dalam jumlah kecil. 2. Explorer, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan dengan mengatur perjalanannya sendiri, tidak mau mengikuti jalan-jalan wisata yang sudah umum melainkan mencari hal yang tidak umum (off the beaten
32
track). Wisatawan seperti ini bersedia memanfaatkan fasilitas dengan standar lokal dan interaksinya dengan masyarakat lokal juga tinggi. 3. Individual Mass Tourist, yaitu wisatawan yang menyerahkan pengaturan perjalanannya kepada agen perjalanan, dan mengunjungi daerah tujuan wisata yang sudah terkenal. 4. Organized-Mass
Tourist,
yaitu
wisatawan
yang
hanya
mau
mengunjungi daerah tujuan wisata yang sudah dikenal, dengan fasilitas seperti yang dapat ditemuinya di tempat tinggalnya, dan perjalanannya selalu dipandu oleh pemandu wisata. Wisatawan seperti sangat terkungkung oleh apa yang disebut sebagai environmental bubble. Cohen (1979) dalam Pitana dan Gayatri 2005, dalam tulisannya yang lain membedakan wisatawan ke dalam kelompok (1) modern pilgrimage (ziarah modern) dan (2) search for pleasure (mencari kesenangan). Cohen memendang bahwa centre bagi seseorang dapat berupa spiritual centre maupun cultural centre, di mana orang tersebut mencari makna. Makna ini tidak dapat ditemukan di tempat tinggalnya, melainkan dapat ditemukan didalam perjalanan. Atas dasar fenologi hal tersebut, Cohen dalam Pitana dan Gayatri 2005,membedakan wisatawan menjadi antara lain sebagai berikut : 1. Existensial, yaitu wisatawan yang meninggalkan kehidupan sehari-hari dan mencari ‘pelarian’ untuk mengembangkan kebutuhan spiritual. Mereka dapat bergabung secara intensif dengan masyarakat lokal. 2. Experimental, yaitu wisatawan yang mencari gaya hidup yang berbeda dengan selama ini yang dilakoninya, dengan cara mengikuti pola hidup masyarakat yang dikunjungi. Wisatawan seperti ini secara langsung terasimilasi ke dalam kehiduan masyarakat lokal.
33
3. Experiential, yaitu wisatawan yang mencari makna pada kehidupan masyarakat lokal, dan menikmati keaslian kehidupan lokal/tradisonal. 4. Diversionary, yaitu wisatawan yang mencari pelarian dari kehidupan rutin yang membosankan. Mereka mencari fasilitas rekreasi, dan memerlukan fasilitas yang berstandar internasional. 5. Recreational, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan wisata sebagai bagian dari usaha menghibur diri atau rekreasi, untuk memulihkan kembali semangat (fisik dan mentalnya). Mereka mencari lingkungan yang menyenangkan, umumnya tidak mementingkan keaslian. Wisatawan Existensial, Experimental, dan Experiential termasuk kedalam modern pilgrimage, sedangkan Diversionary dan Recreational termasuk kedalam tipe search for pleasure. 2.3 Kerangka Pemikiran Perkembangan pariwisata spiritual saat ini sudah menjadi tren khususnya dikalangan wisatawan yang mempunyai minat khusus. Seiring dengan banyaknya jumlah permintaan akan melakukan aktivitas pariwisata spiritual, bisnis yang sedang memasuki tren saat ini adalah bisnis penyedia jasa pariwisata spiritual. Banyak usaha jasa pariwisata spiritual yang berkembang dengan gaya (style) produk yang sesuai dengan aliran yang diajarkan. Kaitannya dengan usaha pariwisata setiap produk selalu membutuhkan konsumen, yang dimana konsumen dalam usaha jasa pariwisata spiritual adalah wisatawan yang memiliki tujuan minat khusus yaitu spiritual. Dalam penelitian ini peneliti melakukan studi eksplorasi yang dapat diartikan penyelidikan, penjelajahan lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak mengenai segala sesuatu yang terdapat di
34
tempat penelitian (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1998). Penelitian ini mengeksplorasi dari dua sisi, yaitu dari sisi produk yang ditawarkan dan sisi wisatawan yang melakukan aktivitas pariwisata spiritual di Ubud Bodywork Centre dan Yoga Barn. Adapun kerangka pemikiran peneliti dituangkan dalam gambar 2.2. Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran Studi Eksplorasi Pariwisata Spiritual di Ubud Bodywork Centre & Yoga Barn
Tujuan : Mengetahui elemen produk pariwisata spiritual di Ubud Bodywork Centre & Yoga Barn Mengetahui karakteristik, motivasi & tipologi wisatawan
Produk
Wisatawan Karakteristik :
Elemen Produk :
Phisical Plant Service Hospitality Freedom of Choice Involvement
Negara asal Jenis Kelamin Umur Pekerjaan Pendidikan terakhir
Motivasi :
Intrinsik Ektrinsik
Tipologi :
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2016
Drifter Eksplorer Individual Mass Tourist Organized- Mass Tourist