BAB II KERANGKA TEORI
2.1
Perencanaan Laba
2.1.1
Pengertian Perencanaan Laba Perencanaan laba sering digunakan sebagai dasar dalam pengambilan
keputusan investasi dan penilaian kinerja manajemen suatu perusahaan untuk masa yang akan datang. Perencanaan laba merupakan rencana kerja yang telah diperhitungkan implikasi keuangan yang dinyatakan dalam bentuk proyeksi perhitungan rugi-laba, neraca kas dan modal kerja untuk rencana jangka panjang dan jangka pendek perusahaan. Perencanaan laba jangka panjang merupakan proses yang berkesinambungan untuk mengambil keputusan secara sistematik dan disertai dengan perkiraan terbaik mengenai keadaan dimasa mendatang, mengorganisasikan
kegiatan
yang
diperlukan
secara
sistematik
untuk
melaksanakan keputusan. Dengan segala laba dan pertumbuhan yang diharapkan haruslah dipecah kedalam anggaran jangka pendek, agar dapat direncanakan dan dikendalikan secara terarah. Menurut Carter dan Usry (2005:4), perencanaan laba (profit planning) adalah pengembangan dari suatu rencana operasi guna mencapai cita-cita dan tujuan perusahaan. Laba adalah selisih dari pendapatan di atas biaya-biayanya dalam jangka waktu tertentu. Suatu rencana laba dari suatu perusahaan terdiri atas anggaran operasi dan laporan keuangan dianggaran secara rinci yang
5 Universitas Sumatera Utara
mencerminkan tingkat laba atau target yang diperkirakan berusaha untuk dicapai oleh manajemen. Menurut Kamaludin (2011:88), perencanaan laba merupakan suatu proses perencanaan keuangan yang sangat penting bagi perusahaan. Pelaku perencanaan dalam hal ini adalah manajer keuangan menentukan segala aktivitas perusahaan untuk mencapai target laba yang telah ditentukan. Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan laba merupakan suatu proses perencanaan keuangan perusahaan yang telah diperhitungkan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan baik jangka panjang maupun jangka pendek.
2.1.2
Menetapkan Tujuan Laba Menurut Carter dan Usry (2005:4), pada dasarnya ada tiga pendekatan
yang berbeda dapat diikuti dalam menetapkan tujuan laba. 1. Dalam metode priori, tujuan laba mendominasi perencanaan. Pertama-tama manajemen menentukan tingkat pengembalian yang diinginkan dan berusaha untuk merealisasikannya melalui perencanaan 2. Dalam metode posteriori, tujuan laba berada dibawah perencanaan dan diidentifikasikan sebagai hasil dari perencanaan. 3. Dalam metode pragmatis, manajemen menggunakan suatu standar laba yang telah diuji dan dibuktikan melalui pengalaman. Dalam menentukan tujuan laba, menajemen sebaiknya mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini :
6 Universitas Sumatera Utara
1. Laba atau rugi yang diakibatkan dari volume penjualan tertentu. 2. Volume penjualan yang diperlukan untuk menutup semua biaya plus menghasilkan laba yang mencukupi untuk membayar biaya oprasional serta menyediakan kebutuhan bisnis masa depan. 3. Titik impas. 4. Volume penjualan yang dapat dicapai dengan kapasitas operasi sekarang. 5. Kapasitas operasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan laba. 6. Pengembalian atas modal yang digunakan.
2.1.3
Manfaat Perencanaan Laba Perencanaan laba berguna untuk mengetahui target penjualan yang harus
dicapai untuk memperoleh laba yang ditargetkan. Perencanaan laba terkait dengan jumlah penjualan yang harus dicapai dan biaya yang harus dikeluarkan. Jika biaya yang harus dikeluarkan lebih besar, maka perusahaan harus berusaha untuk menekan biaya tersebut agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Menurut Adolph Matz dalam Aulia Puspita (2012:6), perencanaan laba sering digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan investasi dan penilaian kinerja manajemen suatu perusahaan untuk masa yang akan datang. Perencanaan laba atau penganggaran mempunyai manfaat bagi perusahaan yaitu : 1. Memberikan pendekatan yang terarah dalam pemecahan permasalahan. 2. Memaksa pihak manajemen untuk secara dini mengadakan penelaahan terhadap masalah yang dihadapi dan menanamkan kebiasaan pada
7 Universitas Sumatera Utara
organisasi untuk mengadakan telaah yang seksama sebelum mengambil suatu keputusan. 3. Menciptakan suasana organisasi yang mengarah pada pencapaian laba. 4. Merangsang peran serta dan mengkoordinasi rencana operasi berbagai segmen dari keseluruhan organisasi manajemen sehingga keputusan akhir dan rencana saling berkaitan. 5. Menawarkan kesempatan untuk menilai secara sistematik setiap segi atau aspek organisasi maupun untuk memeriksa serta memperbaharui kebijakan dan pedoman dasar secara berkala. Dengan berbagai manfaat diatas, maka pihak manajemen merasa tergugah atau berfikir bagaimana agar perencanaan laba tersebut dapat berhasil yang akan berakibat pula pada keberhasilan suatu usaha.
2.2
Biaya
2.2.1
Pengertian Biaya Salah satu data yang diperlukan oleh manajemen perusahaan untuk
memperoleh laba yang diinginkan adalah informasi biaya. Melalui informasi biaya manajemen dapat menyusun laba yang diingikan untuk membantu keputusan yang akan datang, sehingga diperlukan definisi kata biaya dengan tepat. Menurut Darsono dan Ari (2009:19), biaya adalah kas dan setara kas yang dikorbankan untuk memproduksi atau memperoleh barang atau jasa yang diharapkan akan memperoleh manfaat atau keuntungan dimasa yang akan mendatang. Menurut Kuswandi (2008:46), biaya adalah semua pengeluaran untuk
8 Universitas Sumatera Utara
mendapatkan barang dagang, baik yang diproduksi sendiri maupun yang merupakan hasil pembelian dari pihak lain (misalnya supplier atau pemasok) hingga
barang
tersebut
terjual
kembali
kepada
pihak
pembeli
(pemakai/pelanggan) baik yang berkaitan didalam maupun diluar usaha pokok perusahaan.
Sedangkan
Mulyadi
(2000:506)
menyatakan,
biaya
adalah
pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, yang terjadi/yang kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Ada empat unsur pokok dalam definisi biaya tersebut : 1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi 2. Diukur dalam satuan uang 3. Yang telah terjadi atau secara potensial akan terjadi 4. Pengorbanan tertentu untuk tujuan tertentu Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya adalah pengeluaran yang dikorbankan perusahaan dan memberikan manfaat dimasa yang akan datang.
2.2.2
Pengelompokan Biaya Biaya yang harus dikeluarkan di dalam pelaksanaan operasi terdiri dari
berbagai macam. Jumlah dan jenis biaya dalam rangka pelaksanaan operasi perusahaan ini akan dapat dipisahkan atas dasar berbagai macam keperluan pula. Untuk keperluan analisis pulang pokok ini berbagai macam biaya tersebut akan dapat dipisahkan menurut hubungannya dengan perubahan tingkat kegiatan dalam perusahaan tersebut.
9 Universitas Sumatera Utara
Menurut Carter dan Usry (2006:57), biaya umumnya akan menghasilkan klasifikasi tiap pengeluaran sebagai biaya tetap, biaya variabel, atau biaya semi variabel. 1. Biaya Tetap Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang secara total tidak berubah saat aktivitas bisnis meningkat atau menurun. Meskipun beberapa jenis biaya tampak sebagai biaya tetap, semua biaya sebenarnya bersifat variabel jangka panjang. Jika semua aktivitas bisnis menurun sampai dengan titik nol dan tidak ada prospek untuk kenaikan, perusahaan akan melakukan melikuidasi dan menghindari semua biaya. Jika aktivitas diharapkan untuk meningkat diatas kapasitas yang sekarang, biaya tetap harus dinaikkan untuk menangani peningkatan
volume
yang
diperkirakan.
Misalnya,
overhead
pabrik
memasukkan item seperti supervise, penyusutan, sewa, asuransi properti, pajak properti semuanya secara umum dianggap sebagai biaya tetap. Jika manajemen memperkirakan permintaan atas produksi perusahaan meningkat di atas kapasitas sekarang, manajemen mungkin mengusahakan tambahan pabrik, peralatan, tenaga kerja tidak langsung. Satu jenis biaya tertentu sebaiknya diklasifikasikan sebagai biaya tetap hanya dalam rentang aktivitas yang terbatas. Rentang aktivitas yang terbatas ini disebut rentang yang relevan (relevant range).
10 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Biaya Tetap
Sumber : Carter dan Usry (2006:69) 2. Biaya Variabel Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang secara total meningkatkan secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara proporsional terhadap penurunan dalam aktivitas. Biaya variabel termasuk biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, beberapa perlengkapan, beberapa tenaga kerja tidak langsung, alat-alat kecil, pengerjaan ulang, dan unit-unit yang rusak. Biaya variabel biasanya dapat diidentifikasikan langsung dengan aktivitas yang menimbulkan biaya. Ketika volume aktivitas meningkat sampai batas tertentu, manajemen mungkin menambahkan mesin baru yang lebih efesien atau menggantikan mesin sekarang dengan mesin yang lebih produktif. Dalam rentang aktivitas yang terbatas, hubungan antara suatu aktivitas dengan biaya yang terkait bisa mendekati liniaritas. Hubungan ini diilustrasikan dalam gambar, dimana garis penuh (garis B) mewakili biaya variabel aktual pada semua tingkat aktivitas dan garis putus-putus (garis A) 11 Universitas Sumatera Utara
mewakili biaya variabel yang terhitung pada semua aktivitas sebagai ditentukan dari observasi dalam rentang aktivitas yang relevan. Gambar 2.2 Biaya Variabel
Sumber : Carter dan Usry (2006:70) 3. Biaya Semivariabel Biaya semivariabel didefinisikan sebagai biaya yang memperlihatkan baik karateristik-karateristik dari biaya tetap maupun variabel. Contoh biaya tersebut adalah biaya listik, air, gas, bensin, batu bara, perlengkapan, pemeliharaan, beberapa tenaga kerja tidak langsung, biaya pensiun, pajak penghasilan dan biaya asuransi jiwa. Dua alasan adanya karateristik semivariabel pada beberapa jenis pengeluaran : a. Pengaturan minimum mungkin diperlukan, atau kuantitas minimum dari perlengkapan atau jasa mungkin perlu dikonsumsi untuk memelihara kesiapan beroperasi. Di luar tingkat minimum biaya yang biasanya tetap, tambahan biaya bervariasi terhadap volume.
12 Universitas Sumatera Utara
b. Klasifikasi akuntansi berdasarkan objek pengeluaran atau fungsi, umumnya mengkelompokan biaya tetap dan biaya variabel secara bersama-sama.
Gambar 2.3SemiVariabel
Sumber : Carter dan Usry (2006:71) Hubungan ini diilustrasikan dalam gambar, dimana garis A: mewakili elemen biaya tetap terhitung dari biaya semivariabel, garis B: total biaya variabel dan garis C: biaya aktual. Total biaya variabel yang diestimasikan adalah selisih antara titik-titik di garis B dengan titik-titik di garis A. Dimana garis B dan garis C berpotongan, asumsi linear hampir mendekati hubungan aktual.
2.2.3
Metode Memisahkan Biaya Semivariabel Untuk merencanakan, menganalisis, mengendalikan, atau mengevaluasi
biaya pada tingkat aktivitas yang berbeda, biaya tetap dan biaya variabel harus dipisahkan. Biaya-biaya yang seluruhnya tetap atau seluruhnya variabel dalam rentang aktivitas yang diantisipasi harus diidentifikasi, dan komponen tetap dan variabel dari biaya semivariabel harus diestimasikan. Menurut Armila (2013:74),
13 Universitas Sumatera Utara
ada tiga metode yang dapat dipergunakan dalam menentukan biaya tetap dan biaya variabel : 1. Metode Titik Tinggi dan Rendah Untuk menghitung tarif biaya variabel per unit maka kita perlu membagi selisih antara titik tertinggi dan terendah dan membaginya dengan selisih jumlah jam dari kedua kegiatan tersebut. Sebagai ilustrasi kegiatan PT. Eccobudy ingin memisahkan biaya iklan semivariabel untuk 6 bulan terakhir tahun 2002. Data biaya dan aktivitas selama 7 bulan sebagai berikut: Tabel 2.1 Kegiatan Semivariabel PT. Eccobudy Biaya Iklan Rp
Jam Kerja
(Y)
(X)
Januari
6.900.000
46
Februari
7.500.000
61
Maret
6.400.000
40
April
7.200.000
55
Mei
8.100.000
63
Juni
8.800.000
70
Juli
6.800.000
52
Bulan
Sumber : Armila (2013:74)
14 Universitas Sumatera Utara
Perhitungan : Tingkat Kegiatan
Biaya
Tertinggi
70 jam kerja
Rp. 8.800.000
Terendah
40 jam kerja
Rp. 6.400.000
Selisih
30 jam kerja
Rp. 2.400.000
Tarif biaya iklan variabel per jam Rp. 80.000 Biaya tetap
= total biaya – biaya variabel = Rp. 8.800.000,-(Rp. 80.000 x 70 jam) = Rp. 3.200.000,-
Rumus persamaan : Y = Rp. 3.200.000 + Rp. 80.000 X 2. Metode Scatter Graph Merupakan metode yang memperhatikan pertimbangan visual. Pada metode ini yang diperhatikan adalah pola umum perilaku biaya. Dalam menentukan pemilihan garis, manajer atau analisis biaya bebas menentukan tetapi tetap harus mempertimbangkan pengalaman masa lalu dengan melihat dari pola umum perilaku biaya. Sebagai ilustrasi PT. Pandityatama bergerak dibidang pembuatan mainan mobil-mobilan. Sebagai biaya persiapan maka ditentukanlah jam persiapan sebagai penggerak biaya persiapannya.
15 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Kegiatan Biaya Persiapan PT. Pandityatama Bulan
Biaya Persiapan
Jam Persiapan
Januari
Rp. 1.000.000
100
Februari
Rp. 1.250.000
200
Maret
Rp. 2.250.000
300
April
Rp. 2.500.000
400
Mei
Rp. 2.750.000
500
Sumber : Armila (2013:76)
Dengan asumsi pilihan terbaik setelah mempertimbangkan pengalaman masa lalu adalah garis yang melalui titik 1 dan 3, maka biaya variabel dapat dihitung sebagai berikut : X1
= 100
Y1
= 1.000.000
X3
= 300
Y3
= 2.250.000
Maka biaya variabel (V) V
= (2.250.000-1.000.000)/(300/100)
V
= 1.250.000/200 = 6.250
Sehingga biaya tetap adalah Rp. 2.250.000 - (Rp. 6.250 x 300) = Rp. 375.000 Jadi biaya persiapan (Y)
= Rp. 375.000 + Rp. 6.250
16 Universitas Sumatera Utara
3. Metode Kuadrat Terkecil (Least Squarest) Merupakan metode memisahkan biaya semivariabel menjadi komponen biaya tetap dan biaya variabel yang menggunakan seluruh data. Garis regresi dengan rumus Y = a + bX disesuaikan dengan data yang ada. Metode kuadrat terkecil menganggap bahwa hubungan biaya dengan volume penjualan berbentuk hubungan garis lurus dengan persamaan garis regresi. x2 y = a + bx
Keterangan : y : Variabel tidak bebas (biaya) x : Variabel bebas (volume kegiatan) a : Unsur biaya tetap b : Unsur biaya variabel Dalam kasus biaya pemeliharaan PT. Pandityatama menghitung estimasi regresi kuadrat kecil total biaya tetap (a) dan biaya variabel per unit (b) : a = Rp. 35.000 b = Rp. 150 Dengan menggunakan metode regresi kuadrat kecil, elemen biaya tetap dari biaya pemeliharaan adalah Rp. 35.000 per bulan dan elemen biaya
17 Universitas Sumatera Utara
variabel adalah Rp. 150 per hari untuk tiap unit. Dalam rumus persamaan linier Y=a + bX, rumus biaya yang dapat dinyatakan sebagai berikut : Y = Rp. 35.000 + Rp. 150X (X menunjukan aktivitas)
2.3
Analisis Break Even Point
2.3.1
Pengertian Break Even Point Di dalam menyusun perhitungan break even point untuk suatu perusahaan,
maka perlu diketahui bagaimana cara menyusun perhitungan tersebut. Adapun yang dimaksud dengan break even point di dalam hal ini adalah suatu titik yang menunjukkan keadaan total penerimaan pendapatan sama dengan total biaya yang ada di dalam perusahaan yang bersangkutan. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa titik break even merupakan titik dimana perusahaan tidak menderita kerugian dan tidak memperoleh keuntungan. Di dalam keadaan ini seluruh penerimaan pendapatan perusahaan tersebut hanya akan dipergunakan untuk menutup biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan yang bersangkutan. Menurut Hansen dan Mowen (2005:274), titik impas (break even point) adalah titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya, titik dimana laba sama dengan nol. Menurut Darsono dan Ari (2009:247) titik impas adalah suatu kondisi bisnis dimana pelaku bisnis tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian. Menurut Niswonger, et al (2005:231), titik impas (break even point) adalah tingkat operasi dimana pendapatan perusahaan dan biaya yang telah dikeluarkan persis sama. Pada kondisi impas, perusahaan tidak merealisasikan laba operasi maupun mengalami rugi operasional.
18 Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa break even point atau sering disebut titik impas (pulang pokok) adalah suatu keadaan perusahaan yang menggambarkan jumlah total penghasilan sama dengan total biaya atau keadaan dimana perusahaan tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian.
2.3.2
Pengertian Analisis Break Even Point Analisis break even point merupakan salah satu bentuk analisis biaya,
volume dan laba yang analisisnya menggunakan biaya variabel dan biaya tetap. Analisis break even point digunakan untuk menentukan tingkat penjualan untuk menutup biaya yang telah dikeluarkan perusahaan. Menurut Riyanto (2001:359), analisis break even point adalah suatu teknik analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel. Menurut Arsyad (2008:209), menjelaskan bahwa analisis pulang pokok (break even point) merupakan teknik analisis penting yang digunakan untuk mempelajari hubungan-hubungan antara biaya, penerimaan dan laba. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis break even point mempelajari hubungan antara biaya keuntungan dan volume kegiatan, dan dapat digunakan untuk mengetahui pada volume penjualan berapakah perusahaan akan impas menutupi biaya-biaya. Suatu perusahaan dikatakan titik impas (break even point) yaitu apabila setelah disusun perhitungan laba-rugi untuk suatu periode tertentu, perusahaan tersebut tidak mendapatkan keuntungan dan menderita kerugian.
19 Universitas Sumatera Utara
2.3.3
Kegunaan Analisis Break Even Point Analisis break even point adalah suatu cara atau teknik untuk mengetahui
kaitan antara penjualan, produksi, harga jual dan laba rugi. Dengan mengetahui perkaitannya, analisis break even dapat digunakan untuk membantu menetapkan sasaran atau tujuan perusahaan. Menurut Sigit (2002:2) kegunaan-kegunaan Break Even, antara lain: 1. Sebagai dasar atau landasan merencanakan kegiatan operasional dalam usaha mencapai laba tertentu. Jadi dapat digunakan untuk perencanaan laba atau profit planning. 2. Sebagai dasar atau landasan untuk mengendalikan kegiatan operasi yang sedang berjalan, yaitu untuk alat pencocokan antara realisasi dengan angkaangka dalam perhitungan break even dan sebagai alat pengendalian. 3. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual, yaitu setelah diketahui hasil-hasil perhitungannya menurut break even dan laba yang ditargetkan. 4. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang harus dilakukan oleh seorang manajer. Karena analisis break even dapat digunakan untuk berbagai bahan pertimbangan bagi seorang manajer perusahaan di dalam mengambil keputusan, baik perusahaannya itu hanyalah sekedar warung kopi, usaha angkutan, hotel, pemborong, jasa, ataupun pabrik besar, maka perlu memahami analisis break even. Bagi perusahaan kecil ataupun perusahaan besar pada prinsipnya adalah
20 Universitas Sumatera Utara
sama caranya dalam menghitung dan menganalisis break even, bedanya hanya dalam besarnya angka-angka dan jenis-jenis komponen biaya.
2.3.4
Asumsi-Asumsi Dalam Analisis Break Even Point Di
dalam
menganalisis
break
even
termasuk
menghitung
dan
mengumpulkan angka-angka yang dihitung itu, analisis break even menetapkan syarat-syarat tertentu. Jika syarat-syarat itu tidak ada dalam kenyataan, maka harus diadakan atau dianggap ada atau diperlakukan seperti dipersyaratkan. Jadi jika syarat tidak ada, dapat dianggap ada inilah yang disebut asumsi. Menurut Sigit (2002:2) ada asumsi-asumsi yang diperlukan agar dapat menganalisis break even ialah : 1. Biaya yang terjadi dalam suatu perusahaan harus digolongkan kedalam biaya tetap dan biaya variabel. 2. Biaya variabel yang secara total berubah sesuai dengan perubahan volume, sedangkan biaya tetap tidak mengalami perubahan secara total. 3. Jumlah biaya tetap tidak berubah walaupun ada perubahan kegiatan, sedangkan biaya tetap perunit akan berubah-ubah. 4. Harga jual per unit konstan selama periode analisis. 5. Jumlah produk yang diproduksi dianggap selalu terjual habis. 6. Perusahaan menjual dan membuat satu jenis produk, bila perusahaan membuat atau menjual lebih dari satu jenis produk maka “perimbangan hasil penjualan” setiap produk sama.
21 Universitas Sumatera Utara
2.3.5
Kelemahan Dalam Analisis Break Even Point Menurut Syafi (1997:364) mengungkapkan bahwa terdapat kelemahan-
kelemahan di dalam analisis break even point antara lain : 1. Asumsi yang menyebutkan harga jual konstan padahal kenyataan harga jual terkadang harus berubah sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran pasar. 2. Asumsi terhadap penggolongan biaya tetap dan biaya variabel mengandung kelemahan. Dalam keadaan tertentu untuk memenuhi volume penjualan biaya tetap tidak bisa tidak harus berubah karena pembelian mesin-mesin dan peralatan lainnya sehingga perhitungan biaya variabel perunit juga akan dapat dipengaruhi perubahan ini. 3. Biaya tetap juga tidak terlalu tetap pada berbagai kapasitas. 4. Biaya variabel juga tidak selalu berubah sejajar dengan perubahan volume.
2.3.6
Penetapan Tingkat Break Even Point Perhitungan break even point menggunakan rumus break even yang tepat.
Pada dasarnya sebagaimana telah diketahui, bahwa analisis break even ini akan berusaha untuk mengetahui hubungan antara penerimaan pendapatan perusahaan, biaya dan tingkat produksi di dalam sebuah perusahaan, maka untuk menyusun perhitungan break even ini tentunya tidak terlepas dari masalah-masalah tersebut. Untuk menetapkan besarnya tingkat break even point diperlukan seluruh data yang dibutuhkan seperti, data pengklasifikasi biaya dan laporan laba rugi.
22 Universitas Sumatera Utara
Menurut Garrinson, et al (2008:334), ada beberapa cara pendekatan yang dapat digunakan untuk menghitung break even point antara lain : 1. Pendekatan Persamaan Pendekatan persamaan adalah laba sama dengan hasil penjualan dikurangi dengan biaya, atau dapat dinyatakan dengan persamaan. Persamaan ini diturunkan dari laporan laba/rugi keuangan perusahaan, yaitu : Laba = (Penjualan – Biaya Variabel) – Biaya Tetap atau Penjualan = Biaya Variabel + Biaya Tetap + Laba Pada titik impas, laba adalah nol. Dengan demikian titik impas dapat dihitung dengan menemukan titik dimana penjualan sama dengan total beban variabel dan beban tetap. Untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang penggunaan rumus diatas diterangkan melalui ilustrasi berikut ini : Perusahaan Acoustic Concepts beroperasi dengan biaya tetap Rp. 35.000biaya variabel per unit Rp. 150 dengan harga jual perunit Rp. 250. Berapa penjualan pengeras suara yang harus dicapai perusahaan untuk mencapai titik impas. Penjualan = Biaya Variabel + Biaya Tetap + Laba 250 Q = 150 Q + 35.000 + 0 100 Q = 35.000 Q = 350 pengeras suara Dimana Q adalah jumlah (kuantitas) pengeras suara terjual.
23 Universitas Sumatera Utara
2. Pendekatan Marjin Kontribusi Pendekatan marjin kontribusi memusatkan pada ide yang telah didiskusikan sebelumnya bahwa setiap unit yang terjual memberikan sejumlah marjin kontribusi yang akan menutup biaya tetap. a. Berdasarkan Unit Perhitungan break even point berdasarkan unit dapat dilakukan dengan rumus : BEP (unit) = Untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang penggunaan rumus diatas diterangkan melalui ilustrasi berikut ini : Sebuah perusahaan yang memproduksi barang jadi sejumlah 500 unit dengan harga jual Rp. 250 per unit. Biaya tetap Rp. 35.000 setahun dan biaya variabel Rp. 150 per unit. Berapa unit penjualan barang yang harus dicapai perusahaan untuk mencapai titik impas. BEP (unit) =
= 350 unit
b. Berdasarkan Penjualan dalam Rupiah Pertimbangan break even point berdasarkan unit dapat dilakukan dengan rumus :
Untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang penggunaan rumus diatas diterangkan melalui ilustrasi berikut ini :
24 Universitas Sumatera Utara
Sebuah perusahaan yang memproduksi barang jadi sejumlah 500 unit dengan harga jual Rp. 250,- per unit. Biaya tetap Rp. 35.000,- setahun dan biaya variabel Rp. 150,- per unit. Berapa volume penjualan barang yang harus dicapai perusahaan untuk mencapai titik impas. BEP (Rupiah) =
=
= Rp. 87.500
3. Pendekatan Grafik Pendekatan grafik adalah perhitungan biaya, volume dan laba dengan menggunakan grafik. Pada pendekatan ini, titik impas (break even point) digambarkan sebagai titik perpotongan antara garis penjualan dengan garis biaya total. Langkah-langkah dalam pembuatan grafik break even point akan dijabarkan sebagai berikut : 1) Sumbu datar (sumbu x) menunjukkan volume penjualan yang dinyatakan dalam satuan unit. 2) Sumbu tegak (sumbu y) menunjukkan pendapatan penjualan dan biaya dalam rupiah. 3) Pembuatan garis penjualan (TR) dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Pada volume penjualan sama dengan nol, pendapatan penjualan sama dengan nol. b. Garis lurus kemudian ditarik untuk menghubungkan titik x=0; y=0.
25 Universitas Sumatera Utara
4) Pembuatan garis total biaya (TC) dilakukan sebagai berikut : a. Total (TC) ini dimulai dari titik potong antara FC dengan sumbu vertikal ke kanan atas memotong grafik TR. TC dimulai dari grafik FC karena titik TC merupakan penjumlahan antara biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC). Ketika itu perusahaan belum berproduksi maka biaya total adalah sebesar dengan biaya tetap. b. Garis lurus kemudian ditarik untuk menghubungkan titik x=0; y= biaya tetap dengan x = unit penjualan; y = pendapatan penjualan. 5) Pembuatan garis biaya tetap ditarik dengan menghubungkan titik x=0; y = biaya tetap dengan titik x = unit penjualan. Pembuatan garis biaya variabel ditarik dengan menghubungkan titik x = 0; y = biaya variabel dengan titik x = unit penjualan. 6) Break even terletak pada titik perpotongan garis pendapatan penjualan dengan garis biaya. Garis ditarik pada titik perpotongan tersebut x=jumlah unit; y= break even dalam rupiah. 7) Daerah sebelah kiri break even yaitu bidang antara garis total biaya dengan garis total pendapatan penjualan merupakan daerah rugi, karena pendapatan penjualan lebih rendah dari total biaya. Sedangkan daerah sebelah kanan BEP yaitu bidang diantara garis pendapatan penjualan dengan garis total biaya merupakan daerah laba karena pendapatan penjualan lebih tinggi dari total biaya.
26 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Grafik Break Even Point Pendapatan dan penjualan TR UNTUNG TC VC
FC
RUGI
Volume Penjualan (Unit)
Sumber : Ahyari (1986:65)
2.3.7
Penerapan Break Even Point dalam Perencanaan Laba Analisis break even point dapat membantu manajer/pimpinan perusahaan
untuk mengetahui dari perubahan salah satu faktor dari harga jual, biaya variabel dan biaya tetap terhadap laba yang akan dicapai. Dengan bantuan analisis break even point juga dapat direncanakan laba atau rugi pada setiap tingkat kapasitas kegiatan. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut :
Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa biaya tetap diestimasikan sebesar Rp. 200.000,- dan laba yang diinginkan adalah Rp. 100.000,-. Harga jual per unit Rp. 75,- biaya variabel per unit Rp. 45,-. Hitunglah penjualan unit yang harus dicapai perusahaan untuk mencapai laba yang direncanakan.
27 Universitas Sumatera Utara
(Niswonger et al, 2005:235)
2.3.8
Perubahan Harga dan Biaya dalam Analisis Break Even Point Analisis break even point merupakan perubahan penerimaan pendapatan
dan biaya yang ada dalam perusahaan adalah semata-mata diakibatkan oleh terdapatnya perubahan tingkat penjualan yang ada dalam perusahaan tersebut. Perubahan tingkat penjualan yang ada dalam perusahaan tersebut akan mengakibatkan perubahan terhadap penerimaan dan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Menurut (Ahyari, 1986:122) ada tiga perubahan yang mempengaruhi break even point yaitu : perubahan harga jual produk, biaya tetap, biaya variabel. 1. Perubahan Harga Jual Produk Perubahan yang terjadi didalam harga jual produk perusahaan tersebut akan mempunyai pengaruh langsung terhadap penerimaan pendapatan perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu penerimaan pendapatan perusahaan yang bersangkutan, maka besarnya break even point dalam perusahaan yang bersangkutan ini akan berubah dengan terdapatnya perubahan harga jual produk perusahaan. Perubahan harga jual yang terjadi di dalam perusahaan ini akan mempunyai pengaruh searah terhadap penerimaan pendapatan perusahaan. Di
28 Universitas Sumatera Utara
dalam hal ini berarti apabila harga jual produk perusahaan tersebut naik, maka penerimaan pendapatan perusahaan juga akan naik. Demikian sebaliknya apabila harga jual perusahaan turun maka penerimaan pendapatan perusahaan juga akan turun. 2. Perubahan Biaya Tetap Perubahan biaya tetap yang ada didalam suatu perusahaan akan berakibat langsung terhadap perubahan biaya total yang ada didalam perusahaan. Biaya tetap sebagai salah satu unsur biaya apabila bertambah besar biaya total yang ada didalam perusahaan tersebut akan menjadi bertambah pula. Besarnya pertambahan yang terjadi pada biaya tetap yang ada didalam perusahaan yang bersangkutan tersebut. Perubahan tingkat break even point ini akan searah dengan perubahan biaya tetap yang ada dalam perusahaan tersebut, yang ini berarti apabila terdapat kenaikkan biaya tetap dalam perusahaan, maka tingkat break even point dalam perusahaan tersebut juga akan naik. Sebaliknya apabila terjadi penurunan biaya tetap dalam perusahaan tersebut maka akan terdapat penurunan tingkat break even point dalam perusahaan tersebut. 3. Perubahan Biaya Variabel Biaya variabel yang ada dalam perusahaan ini merupakan salah satu unsur pembentuk biaya total (disamping biaya tetap) dalam perusahaan tersebut. Oleh karena itu biaya variabel dalam suatu perusahaan ini juga akan mempengaruhi biaya total yang ada didalam perusahaan, sehingga tingkat break even point dalam perusahaan juga akan berubah karenanya. Di dalam
29 Universitas Sumatera Utara
suatu perusahaan, apabila terjadi kenaikkan biaya variabel per unit, maka untuk memproduksikan sejumlah unit tertentu akan terjadi kenaikkan dalam jumlah biaya variabel, yang berakibat terhadap kenaikkan jumlah biaya total yang ada dalam perusahaan. Dengan naiknya jumlah biaya total ini maka tingkat break even point dalam perusahaan tersebut akan menjadi naik.
2.4
Penelitian Terdahulu Ada beberapa penelitian terdahulu yang telah melakukan penelitian
berhubungan dengan analisis break even point sebagai perencanaan laba. No
Tahun
Nama
Judul Penelitian
Hasil
1.
2012
Aulia Puspita
“Analisis Break
Analisis break even
KD
Even Terhadap
point total tahun 2009
Perencanaan Laba
yaitu Rp.
PR. Kratifa Hasta
14.517.416.341, break
Mandiri
even point total tahun
Yogyakarta”
2011 yaitu Rp. 8.706.410.182. Perusahaan menetapkan profit margin tahun 2009 sebesar 25%, profit margin tahun 2010 sebesar 20%, profit
30 Universitas Sumatera Utara
margin tahun 2011 sebesar 35%. 2.
2014
Abdi Agus
“Analisis Break
Analisis break even
Herlambang
Even Point Sebagai
point total tahun 2012
Dasar Perencanaan
sebesar Rp.
Laba Pada Pangkas
16.930.325 dan tahun
Mantap
2013 sebesar Rp.
Mellinium”
17.236.646. Perusahaan menetapkan target keuntungan pada tahun 2012 dan 2013 sebesar Rp. 40.000.000, terget penjualan minimal yang harus dicapai perusahaan tahun 2012 Rp. 101.048.023 dan tahun 2013 Rp. 101.759.859.
3.
2011
Agustina
“Analisis Break
Tahun 2009 dengan
Pradita
Even Point Sebagai
perkiraan hasil
Marhaeni
Alat Perencanaan
penjualan Rp.
31 Universitas Sumatera Utara
Laba Pada Industri
6.338.537.220 dan
Kecil Tegel Di
biaya keseluruhan Rp.
Kecamatan
2.422.045.998 maka
Pedurungan
akan diperoleh laba
Periode 2004-2008
bersih sebesar Rp.
(Studi Kasus Usaha 3.916.491.232. Manufaktur)”
Melalui analisis trend maka ramalan BEP tahun depan dapat diketahui, antara lain mengenai volume penjualan tegel tahun 2009 sebesar Rp. 6.338.537.220, dengan demikian terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya.
4.
2006
Febby
“Analisis Break
Analisis titik impas
Natasha
Even Point Dalam
(Break Even Point)
Perencanaan Laba
total yang dicapai oleh
Pada CV. AZ
CV. AZ Network
Network Medan”
Medan pada tahun 2003 adalah sebesar
32 Universitas Sumatera Utara
Rp. 124.645.265 dan pada tahun 2004 Break Even Point total yang dicapai adalah sebesar Rp. 181.696.781. tingkat margin of safety CV. AZ Network medan pada tahun 2003 adalah sebesar 60,5% dan pada tahun 2004 adalah sebesar 57%.
33 Universitas Sumatera Utara