BAB II KERANGKA TEORI
A. Landasan Teori 1. Agency Theory Menurut Van Home dan Wachowics, teori keagenan dinyatakan bahwa para manajer (agen), terutama dalam perusahaan besar dan sahamnya dimiliki oleh publik, memiliki berbagai tujuan yang berbeda dari tujuan pemegang saham (prinsipal). Para pemegang saham dapat memastikan bahwa para manajer akan membuat keputusan yang dapat memaksimalkan kesejateraan para pemegang saham.13 Adanya konflik kepentingan dalam kepemilikan dapat menimbulkan biaya agensi (agency cost), yakni biaya yang dikeluarkan agar pihak yang diberi wewenang dapat bertindak sesuai keinginan pemilik. Biaya-biaya agensi sebagai berikut: a. Pengeluaran untuk melakukan pengawasan (monitoring cost), biaya yang dikeluarkan oleh pemilik untuk mencegah agar tindakan manajer tetap sesuai dengan kepentingannya. b. Biaya yang dikeluarkan untuk menjamin agar manajer tidak mengambil keuntungan dan fasilitas yang diberikan (bonding cost).
13
Akhmad Afif junaidi, “ Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, Kebijakan Dividen dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan”, (Jurnal Riset Akuntansi, 2012), hlm.4
10
11
c. Biaya yang dikeluarkan pemilik untuk mengembalikan citra perusahaan dan kesan yang buruk karena tidak tercapainya dua tujun tersebut14 Ada beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yaitu, pertama dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen, hal tersebut akan membuat manajer merasakan langsung akibat dari kebijakan yang dibuat. Kepemilikan oleh manajer ini akan mensejajarkan kepentingan manajemen dengan kepentingan pemegang saham. Dengan demikian kepemilikan oleh manajemen merupakan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan manajer akan memanfaatkan hutang secara maksimal. Kedua, dengan meningkatkan dividend payout ratio, hal ini akan menurunkan tingkat free cash flow, sehingga manajemen akan mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya. Ketiga, meningkatkan pendanaan dengan hutang. Peningkatan hutang akan menurunkan besarnya konlik antara pemegang saham denga manajemen. Disamping itu, hutang juga akan menurunkan tingkat free cash flow yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan oleh manajemen. Keempat, investor institutional sebagai monitoring agent. Distribusi saham antara pemegang saham dari luar yaitu institutional investor dan shareholder
dispersion
dapat
mengurangi
agency
cost.
Karena
kepemilikan mewakili satu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk 14
Moeljadi, Manajemen Keuangan Pendekatan kuantitatif dan kualitatif, (Malang: Bayumedia, 2006), hlm. 4
12
mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Adanya kepemilikan oleh institusi lain akan mendorong penigkatan pengawasan secara optimal terhadap kinerja manajemen.15 Menurut Jensen dan Meckling menyatakan bahwa agency problem akan terjadi bila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100% sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan kepentingan dirinya dan sudah tidak berdasarkan berdasarkan maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan. Kondisi tersebut merupakan konsekuensi dari pemisahan fungsi pengelola dengan fungsi kepemilikan, manajemen tidak menanggung resiko atas kesalahan dalam mengambil keputusan, resiko tersebut sepenuhnya ditanggung pemegang saham (prinsipal). Oleh karena itu manajemen cenderung melakukan pengeluaran yang bersifat konsumtif dan tidak produktif untuk kepentingan pribadinya, seperti peningkatan gaji dan status.16 2. Kebijakan Hutang a. Pengertian Hutang Hutang merupakan salah satu sumber pendanaan perusahaan. Semua perusahaan baik perusahaan besar maupun kecil pasti memiliki hutang. Hutang didefinisikan sebagai kewajiban suatu perusahaan yang timbul dari transaksi–transaksi yang terjadi di masa lalu yang harus
15
Dyah Ayu Clarashinta, “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Dividen dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2011-2013”, (Universitas Negeri Yogyakarta, 2014), hlm. 21 16 Eza Zahra Aziza, “Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, Size, Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan yang terdaftar di JII periode 2003-2008, (Jurnal Telaah Akuntansi, 2012), hlm 21
13
dibayar dengan kas, aktiva atau barang atau jasa di waktu yang akan datang.17 Hutang juga dapat diartikan sebagai pengorbanan ekonomi yang harus dilakukan perusahaan di masa yang akan datang yang disebabkan karena tindakan–tindakan yang terjadi di masa lalu. Bentuk pengorbanan ekonomi ini dapat berupa uang, aktiva, jasa, atau melakukan pekerjaan–pekerjaan tertentu. Hutang menimbulkan ikatan yang memberikan hak kepada pemberi hutang (kreditur) untuk mengklaim aktiva perusahaan.18 b. Klasifikasi Hutang 1) Hutang jangka pendek Hutang jangka pendek adalah hutang yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu satu tahun atau satu siklus operasi normal perusahaan dengan menggunakan sumber-sumber aktiva lancar atau dengan menimbulkan hutang jangka pendek yang baru. Siklus operasi adalah periode waktu yang diperlukan antara akuisisi barang dan jasa yang terlibat dalam proses manufaktur serta realisasi kas akhir yang dihasilkan dari penjualan dan penghasilan selanjutnya. Hutang jangka pendek meliputi : a) Hutang dagang, adalah hutang yang timbul karena adanya pembelian barang dagangan.
17
Farah Margaretha, Manajemen Keuangan Untuk Manajer Nonkeuangan, ( Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002), hlm. 11 18 Ari Hidayat Yulianto, “Pengaruh Kepemilikan Institusional, Free Cash Flow dan Kebijakan Dividen Terhadap Kebijakan Utang Perusahaan”, (Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 2012), hlm. 19
14
b) Hutang wesel, adalah janji tertulis untuk membayar sejumlah uang tertentu pada suatu tanggal tertentu di masa depan dan dapat berasal dari pembelian, pembiayaan, atau transaksi lainnya c) Biaya yang masih harus dibayar (accrued expense), adalah hutang yang timbul karena perusahaan telah memanfaatkan atau merasakan suatu jasa atau fasilitas tertentu tetapi belum dilakukan pembayaran. d) Hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo, adalah sebagian atau seluruh hutang jangka panjang yang sudah menjadi hutang jangka pendek karena harus segera dilakukan pembayaran. e) Pendapatan diterima di muka (defered revenue), adalah penerimaan uang untuk penjualan barang dan jasa yang belum terealisasi. 2) Hutang Jangka Panjang Hutang jangka panjang adalah hutang yang jangka waktu pembayarannya lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca dan sumber-sumber yang digunakan untuk melunasi hutang tersebut bukan dari kelompok aktiva lancar. Hutang jangka panjang terdiri dari : a) Hutang hipotek (mortgage payable), adalah pinjaman jangka panjang di mana pemberi uang (kreditur) diberi hak hipotek terhadap suatu barang tidak bergerak, agar supaya apabila
15
pihak debitur tidak memenuhi kewajibannya, barang tersebut dapat dijual dan hasil penjualannya dapat digunakan untuk menutup tagihannya. b) Hutang obligasi (bond payable), adalah surat pengakuan hutang dengan jangka panjang yang akan dibayarkan pada tanggal tertentu.19 c. Keunggulan dan Kelemahan Hutang Dari sudut pasar pemegang hutang jangka panjang, risiko hutang lebih kecil dibanding saham biasa atau saham preferen. Meskipun begitu, hutang dianggap memiliki keunggulan terbatas dipandang dari segi laba, dan dianggap lemah dipandang dari segi pengendalian. Hal ini dapat dijelaskan oleh Weston dan Copeland, sebagai berikut : 1) Dari segi risiko, hutang dipandang lebih menguntungkan dibanding saham biasa atau saham preferen karena hutang memberi prioritas dalam hal pendapatan dan juga dalam hal likuidasi. Hutang juga memiliki masa jatuh tempo yang pasti dan dilindungi oleh akad (covenants) dalam indenture. 2) Dari
segi
laba,
para
pemegang
obligasi
memiliki
hasil
pengembalian tetap, kecuali dalam kasus obligasi pendapatan (income bonds) atau surat hutang dengan suku bunga mengambang. Pembayaran bunga tidak tergantung pada tingkat laba perusahaan atau suku bunga pasar yang sedang berlaku. Meskipun demikian,
19
Farah Margaretha, Manajemen Keuangan, ... hlm. 11
16
hutang tidak pernah dapat ikut menikmati laba perusahaan yaitu saat perusahaan bisa berhasil menarik laba yang maksimal. Sering kali hutang jangka panjang bisa dibatalkan sebelum waktunya. Jika hal ini terjadi, misalnya obligasi ditarik melalui opsi tarik, investor akan menerima kembali uangnya, yang harus ditanam kembali agar dana tersebut tidak mati. 3) Dari segi pengendalian, pemegang obligasi biasanya tidak memiliki hak suara. Meskipun begitu, jika sampai obligasi dinyatakan tak dapat dibayar, pemegang obligasi dapat mengambil alih kendali perusahaan.20 d. Kebijakan Hutang Kebijakan hutang perusahaan merupakan kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan (dana) dari pihak ketiga untuk membiayai aktivitas operasional
perusahaan.
Pemilik
perusahaan
lebih
menyukai
perusahaan menggunakan hutang pada tingkat tertentu agar harapan pemilik perusahaan dapat tercapai.21 Hutang
menjadi
lebih
baik
dibanding
ekuitas
ketika
permasalahan informasi ini bersifat penting. Para manajer optimis akan menyukai hutang dibanding ekuitas yang dihargai rendah.
20
Bertha Firyanni Gusti, “Pengaruh Free Cash Flow dan Struktur Kepemilikan Saham Terhadap Kebijakan Hutang dengan Investment Opportunity Set sebagai Variabel Moderating (studi empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di BEI”,( Fakultas Ekonomi, 2013), hlm. 18 21 Esa Setiana, dan Reffina Sibagariang, Pengaruh Free Cash Flow dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Hutang, (Jurnal Telaah Akuntansi , 2013), hlm. 21
17
Pecking-Order Theory menjelaskan bahwa ekuitas akan dikeluarkan hanya ketika kapasitas hutang habis dan kesulitan keuangan mengancam. Penggunaan hutang diharapkan dapat mengurangi konflik keagenan. Penambahan hutang dalam struktur modal mengurangi penggunaan saham sehingga mengurangi biaya keagenan ekuitas. Perusahaan mempunyai kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayar beban bunga secara periodik. Kondisi ini menyebabkan manajer bekerja keras untuk meningkatkan laba sehingga dapat memenuhi kewajiban dari penggunaan hutang. Sebagai konsekuensi dari kebijakan ini perusahaan menghadapi biaya keagenan hutang dan resiko kebangkrutan. Kebijakan hutang berhubungan positif dengan resiko sehingga peningkatan hutang meningkatkan resiko keuangan. Peningkatan resiko keuangan berarti menimbulkan konflik sehingga diperlukan pengaturan terhadap penggunaan hutang untuk mengurangi konflik keagenan.22 Jensen berpendapat bahwa dengan hutang maka perusahaan harus melakukan pembayaran periodik atas bunga dan prinsipal. Hal ini bisa mengurangi keinginan manajer untuk menggunakan free cash flow guna membiayai kegiatan-kegiatan yang tidak optimal. Penggunaan hutang juga akan meningkatkan resiko, oleh karena itu manajer akan berhati-hati karena risiko hutang manajer lebih besar daripada investor publik.
22
Bertha Firyanni Gusti, “Pengaruh Free Cash Flow, ... hlm. 15
18
Kebijakan hutang memiliki pengaruh pendisiplinan perilaku manajer. Hutang akan mengurangi konflik agensi dan meningkatkan nilai perusahaan. peningkatan hutang meningkatkan leverage sehingga meningkatkan
kemungkinan
kesulitan-kesulitan
keuangan
dan
kebangkrutan. Kekhawatiran akan kebangkrutan mendorong manajer agar efisien, sehingga memperbaiki biaya agensi. Hutang memaksa perusahaan membayar pokok hutang sehingga mengurangi free cash flow dan menurunkan insentif manajer untuk berperilaku memuaskan diri sendiri.23 Dengan kata lain, perusahaan yang mempergunakan hutang dalam pendanaannya dan tidak mampu melunasi kembali hutang tersebut akan terancam likuiditasnya sehingga pada gilirannya akan mengancam posisi manajemen.24 Kebijakan hutang sering diukur dengan debt to equity ratio (DER) yaitu perbandingan antara total hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Semakin rendah DER berarti semakin kecil tingkat hutang yang dimiliki dan kemampuan untuk membayar hutang akan semakin tinggi pula. Ketika perusahaan menggunakan hutang yang terus meningkat maka akan semakin besar kewajibannya. Hal ini akan berpengaruh pada terhadap pendapatan bersih bagi pemegang saham termasuk juga dividen yang dibagikan.
23
Esa Setiana, dan Reffina Sibagariang, Pengaruh Free Cash Flow dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Hutang, (Jurnal Telaah Akuntansi , 2013), hlm. 21 24 Rizka Putri Indahningrum dan Ratih Handayani, “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, kepemilikan institusional, Dividen, Pertumbuhan Perusahaan, Free Cash Flow dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan”, (Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 2009), hlm 192
19
Karena kewajiban membayar hutang akan lebih diutamakan daripada kewajiban membagikan dividen.25 o al u an o al kui a Contoh: Perusahaan Astra Internasional mempunyai total hutang sebesar Rp.228.691.536, sedangkan total ekuitas sebesar Rp. 554.921.528. maka dapat dihitung dengan cara sebagai berikut
= 0,41 3. Free Cash Flow Free cash flow adalah Kelebihan kas yang dapat didistribusikan kepada pemegang saham yang tidak digunakan untuk operasi dan investasi.26 Menurut Ros et al. Kelebihan kas biasanya menimbulkan konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Manajer lebih menginginkan dana tersebut diinvestasikan lagi pada proyek-proyek yang dapat menghasilkan keuntungan, karena akan meningkatkan insentif yang diterimanya. Disisi lain, pemegang saham mengharapkan sisa dana tersebut dibagikan sehingga akan menambah kesejahteraan mereka.27
25
Lenra Juni Remember Purba, “Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Dividen, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang(Studi Kasus Pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006-2009)”, (Universitas Diponegoro Semarang , 2011), hlm 34 26 Esa Setiana, dan Reffina Sibagariang, Pengaruh Free Cash Flow,... hlm. 7 27 Muhamad Fai al, “Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Set Kesempatan Investasi, Kepemilikan Manajerial, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Sektor Industri Manufaktur Di BEJ”, ( Universitas Diponegoro Semarang, 2004), hlm. 27
20
Konsep free cash flow merupakan peluasan dari konsep biaya keagenan ke dalam manajemen struktur modal. Hipotesis Jensen mengenai free cash flow menyatakan bahwa tekanan pasar akan mendorong manajer untuk mendistribusikan free cash flow menyatakan bahwa tekanan pasar akan mendorong manajer untuk mendistribusikan free cash flow kepada pemegang saham. Free cash flow berbeda dari laba bersih, setidaknya dalam dua hal, yakni: pertama semua biaya (expense) non kas ditambahkan kembali ke laba bersih untuk mendapatkan aliran kas dari operasi, sehingga kemungkinan besar laba yang dilaporkan lebih rendah dari aliran kas; dan kedua,
free cash flow terhadap ekuitas merupakan arus kas residual
setelah memenuhi pengeluaran modal dan modal kerja yang dibutuhkan, sedangkan laba bersih tidak mencakup keduanya.28 Free Cash Flow = Arus Kas Setelah Pajak dari Operasi – Investasi Pada Aktiva29 Contoh: Perusahaan Astra Internasional mempunyai kas setelah pajak dari operasi sebesar Rp. 5.458.478, sedangkan Investasi pada aktiva sebesar Rp.1.429.740. Maka dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: FCF= 5.458.478 - (1.429.740) = 4.028.738
28
Rizka Putri Indahningrum dan Ratih Handayani, “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, kepemilikan institusional, Dividen, Pertumbuhan Perusahaan, Free Cash Flow dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan”, (Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 2009), hlm. 193 29 Arthur J. Keown, Manajemen keuangan : Prinsip & Penerapan, (PT Indeks, 2011), edisi 10, Jilid 1, cet 1, hlm. 47
21
4. Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial adalah presentase kepemilikan saham oleh pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (direktur dan komisaris). Dengan kata lain, kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau manajer tersebut. Sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan. Manajer mempunyai kecenderungan untuk menggunakan hutang yang tinggi bukan atas dasar maksimalisasi nilai perusahaan melainkan untuk kepentingan oportunistik mereka. Dengan adanya kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham, sehingga manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dengan benar dan merasakan kerugian apabila
keputusan yang diambil salah
terutama keputusan mengenai hutang. Dengan demikian manajer ikut memiliki perusahaan sehingga manajer tidak mungkin bertindak opportunistik lagi dan akan semakin hati-hati dalam menggunakan hutang dan berusaha meminimumkan biaya keagenan sehingga akan meingkatkan nilai perusahaan.30 Kepemilikan manajerial menunjukkan adanya peran ganda seorang manajer dalam suatu perusahaan, yakni sebagai manajer dan sebagai pemegang saham. Perusahaan memberikan kesempatan kepada manajer untuk memiliki sebagian saham perusahaan. Keputusan ini dilakukan 30
Eza Zahra Aziza, Esa Setiana, dan Reffina Sibagariang, Pengaruh Free Cash Flow dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Hutang, (Jurnal Telaah Akuntansi , 2013), hlm. 24
22
untuk mempertahankan manajer yang memiliki kinerja baik dan mengarahkan manajer agar bertindak sesuai dengan tujuan perusahaan yaitu meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Semakin besar proporsi kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka manajemen akan berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham.31 Kepemilikan manajerial ini diukur dengan proporsi saham yang dimiliki perusahaan pada akhir tahun dan dinyatakan dalam presentase. Semakin besar proporsi kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka manajemen akan berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang notabene adalah mereka sendiri. p milikan Manaj ial
umlah aham manaj m n o al aham da
Contoh: Jumlah saham yang dimiliki oleh manajer/ direktur sebesar Rp. 518.900.456, sedangkan total saham beredar sebesar Rp. 1.120.000.000. Maka dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: p milikan Manaj ial = 0,46
31
Dyah Ayu Clarashinta, “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Dividen, Dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Utang Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2011-2013”, ( Universitas Negeri Yogyakarta, 2014), hlm. 36
23
5. Kebijakan Dividen a. Pengertian Dividen Dividen merupakan keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham yang bersumber dari kemampuan emiten mencetak laba bersih dari operasinya. Laba bersih yang dimaksud adalah pendapatan bersih setelah pajak (net income after tax). Jadi dividen merupakan bagian laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham.32 Dengan demikian, keputusan dividen menyangkut berapa perimbangan antara laba ditahan dengan dividen. Keputusan itu perlu ditetapkan seoptimal mungkin karena perilaku pemegang saham ada yang menyukai dividen, tetapi ada juga yang mengharapkan pertumbuhan yang berasal dari penginvestasian kembali laba ditahan di dalam perusahaan.33 b. Faktor-faktor pembagian dividen 1) Keuntungan (laba) perusahaan Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dan kestabilan tingkat laba yang diperoleh sangat menentukan berapa besarnya dividen yang dapat dibagikan kepada pemegang saham. Perusahaan dengan capaian laba lebih tinggi akan memiliki motivasi lebih untuk membagi dividen karena unsur kemampuan dan kepastian pencapaian laba (keuntungan).
32
Nor Hadi, Pasar Modal Acuan Teoritis dan Praktis Investasi di Instrumen Keuangan Pasar Modal, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2013). Hlm. 74 33 Moeljadi, Manajemen Keuangan Pendekatan kuantitatif dan kualitatif (Malang: Bayumedia, 2006). Hlm. 14
24
2) Aspek hukum Peraturan atau perundangan yang ditetapkan pemerintah atau perserikatan dapat mempengaruhi keputusan manajemen dalam menetapkan besar kecilnya dividen. Jadi, keberadaan peraturan yang mensyaratkan batasan-batasan tertentu atas kebijakan dividen dapat mempengaruhi dan menentukan besar kecilnya dividen yang diambil perusahaan. 3) Prospek pertumbuhan perusahaan Prospek pertumbuhan perusahaan dari waktu ke waktu sangat menentukkan besar kecilnya dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham. Posisi dimana perusahaan juga menentukkan strategi manajemen dalam menentukkan besar kecilnya dividen. 4) Ekspektasi pasar Ekspektasi pasar akan menentukkan apakah sebagian besar dari laba bersih akan dibagikan dalam bentuk dividen atau tidak. Kebutuhan
dana
yang
tinggi
memaksa
manajemen
lebih
memprioritaskan sumber dana internal. 5) Posisi kas (likuiditas) Jika perusahaan memerlukan likuiditas yang tinggi, dalam hal ini dapat berbentuk sumber pendanaan internal yang berupa laba ditahan, maka dividen yang akan dibagikan seharusnya dikurangi
25
karena membayar dividen berarti pengeluaran kas dan pengeluaran kas berarti pengurangan kemampuan likuiditas.34 c. Kebijakan Dividen Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal.35 Moh’d et al, Jensen et al yang menyatakan bahwa pembayaran dividen muncul sebagai pengganti hutang didalam struktur modal. Sedangkan Rozeff menyatakan bahwa pembayaran dividen adalah bagian dari monitoring aktivitas perusahaan oleh prinsipal terhadap pihak manajemen sebagai agent. Perusahaan akan cenderung untuk membayar dividen yang lebih besar jika manajemen memiliki proporsi saham yang lebih rendah.36 Rozeff dan Esterbook juga menyatakan bahwa pembayaran dividen kepada pemegang saham akan mengurangi sumber-sumber dana yang dikendalikan oleh manajemen. Semakin tinggi dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham maka free cash flow dalam perusahaan semakin kecil. Hal ini mengakibatkan manajemen harus memikirkan cara untuk memperoleh sumber dana yang relevan dengan hutang. Dengan demikian akan mengurangi kekuasaan manajer. Weston dan Copeland menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dalam kebijakan dividen, yaitu : 34
Nor Hadi, Pasar Modal Acuan Teoritis, ... Hlm. 74 Lukas Setia Atmaja, Teori dan Praktik Manajemen Keuangan, ( Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2008), hlm. 285 36 Tatang Ary Gumanti, Kebijakan Dividen Teori, Empiris dan Implikasi, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2013), hlm. 32 35
26
a) Likuiditas Merupakan pertimbangan utama dalam kebijakan dividen. Oleh karena dividen merupakan aliran kas keluar maka semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan, semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. b) Kebutuhan dana perusahaan Pendapatan perusahaan yang tidak dibagikan sebagai dividen merupakan sumber dana perusahaan untuk membelanjai operasi perusahaan, sehingga kebutuhan dana untuk membelanjai operasi perusahaan perlu dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan hutang. c) Kemampuan meminjam Perusahaan yang semakin besar akan memiliki akses yang lebih baik di pasar modal. Kemampuan meminjam yang lebih besar, fleksibilitas yang lebih besar akan memperbesar kemampuan perusahaan dalam membayar dividen.37 Easterbrook menyatakan bahwa untuk mengurangi biaya keagenan diperlukan pembayaran dividen. Dalam konteks ini perusahaan yang memiliki dividen pay out ratio (DPR) yang tinggi menyukai pendanaan dengan modal sendiri sehingga mengurangi agency cost. Rasio pembayaran dividen ikut menentukan besarnya
37
Lenra Juni Remember Purba, “ Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Dividen, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang (Studi Kasus Pada Perusahaan Non Keuangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006-2009)”, (Universitas Diponegoro Semarang , 2011), hlm 37
27
jumlah laba yang ditahan perusahaan harus dievaluasi dalam kerangka tujuan pemaksimalan kekayaan para pemegang saham.38 Disamping itu pembayaran dividen dapat dilakukan setelah kewajiban terhadap pembayaran bunga dan cicilan hutang dipenuhi. Adanya kewajiban tersebut akan membuat manajer semakin berhatihati dan efisien menggunakan hutang.39
Contoh: Perusahaan Astra Internasional mempunyai total Dividen Per Lembar Saham (DPS) sebesar Rp.45,00, sedangkan Earning Per Share (EPS) sebesar Rp. 64,53. Maka dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: , , = 0,70 6. Daftar Efek Syariah Daftar efek syariah (DES) adalah kumpulan Efek yang tidak bertentangan dengan Prinsip-Prinsip Syariah dipasar modal, yang ditetapkan oleh Bapepam-LK atau pihak yang disetujui Bapepam-LK. DES tersebut merupakan panduan investasi bagi Reksa Dana Syariah dalam menempatkan dana kekolaannya serta juga dapat dipergunakan oleh
38
Harmono. S.E, Manajemen Keuangan Berbasis Balanced Scorecard, Pendekatan Teori, Kasus dan Riset, (Jakarta, PT Bumi Aksara), 2009, hlm. 12 39 Tatang Ary Gumanti, Kebijakan Dividen Teori,... hlm. 72
28
investor yang mempunyai keinginan untuk berinvestasi pada portofolio Efek syariah.40 DES yang diterbitkan Bapepam-LK dapat dikategorikan menjadi 2 jenis, yaitu: a. DES Periodik DES Periodik merupakan DES yang diterbitkan secara berkala yaitu pada akhir Mei dan November setiap tahunnya. DES periodik pertama kali diterbitkan Bapepam-LK pada tahun 2007. b. DES Insidentil DES Insidentil merupakan DES yang diterbitkan tidak secara berkala. DES Insidentil diterbitkan antara lain yaitu: 1) Penetapan saham yang memenuhi kriteria efek syariah bersamaan dengan
efektifnya
melakukan
pernyataan
penawaran
umum
pendaftaran perdana
emiten
atau
yang
pernyataan
pendaftaran perusahaan publik. 2) Penetapan saham emiten dan atau perusahaan publik yang memenuhi kriteria efek syariah berdasarkan laporan keuangan berkala yang disampaikan kepada bapepam-LK setelah surat keputusan DES secara periodik ditetapkan. Efek yang dapat dimuat dalam daftar efek syariah yang ditetapkan oleh bapepam-LK meliputi:
40
Pengantar daftar efek syariah, http://www.ojk.go.id/apps.php?i=syr Di Akses tanggal 11 April 2016 jam 11.00 WIB
29
1) Surat berharga syariah yang diterbitkan oleh negara republik indonesia 2) Efek yang diterbitkan oleh emiten atau perusahaan publik yang menyatakan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya dilakukan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana tertuang dalam anggaran dasar. c. Sukuk yang diterbitkan oleh emiten termasuk obligasi syariah yang telah diterbitkan oleh emiten sebelum ditetapkannya peraturan ini. d. Saham reksa dana syariah. e. Unit penyertaan kontrak investasi kolektif reksa dana syariah. f. Efek beragun aset syariah. g. Efek berupa saham, termasuk hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) syariah dan waran syariah, yang diterbitkan oleh emiten atau perusahaan publik yang tidak menyatakan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahannya dilakukan berdasarkan prinsip syariah, sepanjang emiten atau perusahaan publik tersebut. 1) Tidak melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf b peraturan Nomor IX.A.13 2) Memenuhi rasio-rasio keuangan sebagai berikut a) Total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total asset tidak lebih dari 45%.
30
b) Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari 10%. h. Efek Syariah yang memenuhi Prinsip-Prinsip Syariah di Pasar Modal yang diterbitkan oleh lembaga internasional dimana pemerintahan Indonesia menjadi salah satu anggotanya. i. Efek Syariah lainnya.41 7. Hubungan Variabel Independen Terhadap Kebijakan Hutang a. Hubungan free cash flow terhadap kebijakan hutang Dengan adanya hutang dapat digunakan untuk mengendalikan penggunaan free cash flow yang berlebihan oleh manajer. Selain itu pemegang saham akan menikmati kontrol yang lebih atas tim manajemennya. Dengan adanya hutang ini, manajemen akan bekerja lebih efisien agar tidak terjadi kegagalan keuangan sehingga akan megurangi biaya agensi arus kas bebas. Karena semakin tinggi free cash flow suatu perusahaan maka tingkat hutang akan semakin rendah dan sebaliknya kenaikan hutang akan mengurangi free cash flow. Perusahaan dengan aliran kas bebas tinggi bisa lebih bertahan dalam kondisi yang buruk. Sedangkan aliran kas bebas yang negatif menggambarkan bahwa perusahaan kekurangan dana internal, sehingga perusahaan akan membutuhkan tambahan dana eksternal dalam bentuk hutang maupun penerbitan saham baru. 41
Penerbitan efek syariah http://adams.co.id/rule/BAPEPAM/Emiten/ix_a_13.htm di akses tanggal 23 April 2016 pukul 09.00 WIB.
31
b. Hubungan Kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang Teori keagenan yang dijelaskan oleh Jensen dan Meckling, menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan. Manajer memiliki kecenderungan untuk berperilaku konsumtif dan oportunistik karena mereka menerima keuntungan secara penuh dan sedikit menanggung biaya dari kegiatan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan
mekanisme
pengawasan
yang
dapat
menyelaraskan
kepentingan antara manajer dan pemegang saham, sehingga dapat mengurangi
konflik
keagenan.
Kepemilikan
manajerial
akan
menyelaraskan kepentingan manajemen dan pemilik karena manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dengan benar dan akan merasakan langsung kerugian dari pengambilan keputusan yang salah. Adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen ini menimbulkan suatu pengawasan terhadap kebijakan yang ditetapkan oleh manajemen perusahaan. Manajer akan lebih berhati-hati dalam membuat keputusan terkait pengelolaan perusahaan, termasuk dalam menetapkan kebijakan utang. Semakin tinggi kepemilikan manajerial maka penggunaan utang untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan akan semakin kecil. c. Hubungan kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang Dividen merupakan keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada para pemegang saham sesuai dengan jumlah lembar saham yang
32
dimiliki. Pecking Order Theory menyatakan bahwa dalam mengambil keputusan pendanaan, pertama kali perusahaan akan memanfaatkan laba ditahan, kemudian apabila tidak mencukupi maka barulah akan digunakan pendanaan dengan utang. Ketika sebagian besar keuntungan perusahaan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen, maka dana yang tersedia untuk pendanaan perusahaan dalam bentuk laba ditahan akan semakin kecil, sehingga untuk memenuhi kebutuhan dana perusahaan, manajer lebih cenderung menggunakan hutang yang relatif besar. Oleh karena itu, semakin besar dividen yang dibayarkan pada para pemegang saham maka semakin besar pula penggunaan hutang dalam perusahaan. B. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitan terdahulu menemukan hasil yang berbeda diantaranya Esa Setiana dan Reffina meneliti tentang pengaruh free cash flow dan kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia (BEI) tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial free cash flow berpengaruh terhadap kebijakan hutang dan Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang. Secara simultan free cash flow dan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).42
42
Eza Zahra Aziza, “Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, Size, Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan yng terdaftar di JII periode 2003-2008”, hlm 21
33
Dyah Ayu Clarashinta meneliti tentang pengaruh kepemilikan manajerial, kebijakan dividen dan profitabilitas terhadap kebijakan utang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kebijakan hutang, sedangkan kebijakan dividen dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang. Secara simultan kepemilikan manajerial, kebijakan dividen dan profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).43 Ari
Hidayat
Yulianto
meneliti
tentang pengaruh
kepemilikan
institusional, free cash flow dan kebijakan dividen terhadap kebijakan utang perusahaan 2012. Hasil penelitian menunjukkan Kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan utang (debt ratio) perusahaan dan free cash flow berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap kebijakan utang (debt ratio) perusahaan, kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan utang (debt ratio) perusahaan dan Free cash flow berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap kebijakan utang (debt ratio) perusahaan.44 Tarjo dan Jogiyanto meneliti tentang pengaruh free cash flow dan kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang pada perusahaan publik di
43
Ayu Cla a hin a, “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Dividen, dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI Periode 2011-2013”. 44 Ari Hidayat Yulianto, “Pengaruh Kepemilikan Institusional, Free Cash Flow Dan Kebijakan Dividen Terhadap Kebijakan Utang Perusahaan Tahun 2012”.
34
indonesia 2010. Hasil penelitian meunjukkan bahwa free cash flow mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan utang.45 Nasrizal, Kamaliah dan Tika Rahmi Syafitri meneliti tentang analisa free cash flow dan kepemilikan manajerial terhadap kebijakan utang pada perusahaan publik di indonesia. Hasil penelitian menunjukkan free cash flow mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan utang.46 Widya Hesti Nengsi meneliti tentang pengaruh struktur kepemilikan dan kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang dalam perspektif agency theory pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia tahun 2012. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan kepemilikan manajerial dan kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang dalam perspektif agency theory, serta terdapat pengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang dalam perspektif agency theory.47
45
Tarjo Jogiyanto, ”Pengaruh Free Cash Flow Dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Publik Di Indonesia tahun 2010” 46 Nasrizal, Kamaliah dan Tika Rahmi Syafitri, Analisa Free Cash Flow dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Utang Pada Perusahaan Publik Di Indonesia” 47 Widya Hesti Nengsi, ”Pengaruh Struktur Kepemilikan Dan Kebijakan Dividen Terhadap Kebijakan Hutang Dalam Perspektif Agency Theory Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012”.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
JUDUL
1. Esa Setiana dan Refina , “Pengaruh Free
VARIBEL
JENIS
HASIL PENELITIAN
PERBEDAAN PENELITIAN
PENELITIAN
PENELITIAN
Variabel
Kuantitatif
Free cash flow
Perbedaannya
Independen:
Sekunder
berpengaruh terhadap
penelitian, studi
terletak
pada
kasus
variabel
dan periode
Cash Flow dan
Free Cash Flow
kebijakan hutang dan
penelitiannya. Variabel penelitian yang
Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan
Kepemilikan manajerial
digunakan oleh Esa dan Refina adalah 2
Terhadap. Kebijakan
Manajerial
tidak berpengaruh ter-
variabel
Hutang pada Perusahaan
hadapkebijakan hutang.
kepemilikan
Manufaktur yang
Secara simultan free
Penelitiannya dilakukan di BEI bukan di
Terdaftar di Bursa Efek
cash flow dan ke-
DES dan periode penelitiannya adalah
Indonesia (BEI) Tahun
pemilikan manajerial
tahun 2011.
”
berpengaruh terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
35
yaitu
free
cash
manajerial.
flow
dan Objek
36
Efek Indonesia (BEI).
2. Dyah Ayu C,
2011,
Variabel
Kuantitatif
Hasil penelitian
Perbedaannya
Pengaruh Kepemilikan
Independen:
Sekunder
menunjukkan bahwa
penelitian, studi
Manajerial, Kebijakan
Kepemilikan
kepemilikan manajerial
penelitiannya.
Dividen Dan
Manajerial,
berpengaruh terhadap
dilakukan di BEI bukan di DES dan
Profitabilitas Terhadap
Kebijakan
kebijakan hutang,
periode penelitiannya adalah tahun 2011.
Kebijakan Utang.
Dividen,
sedangkan kebijakan
Profitabilitas
dividen dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang. Secara simultan kepemilikan manajerial, kebijakan dividen dan profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur
terletak kasus Objek
pada
variabel
dan periode Penelitiannya
37
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) 3. Ari Hidayat, Yulianto , “ n a uh Free
Variabel
Kuantitatif
Kepemilikan
Perbedaannya
terletak
Independen:
Sekunder
institusional
penelitian, studi
pada
kasus
variabel
dan periode
Cash Flow, Kepemilikan
Kepemilikan
berpengaruh negatif
penelitiannya. Variabel penelitian yang
Institusional, Kebijakan
Institusional,
signifikan terhadap
digunakan oleh Ari Hidayat dan Yulianto
Dividen Terhadap
Free cash Flow
kebijakan utang (debt
adalah
Kebijakan Utang
dan
ratio) perusahaan dan
Institusional,
Perusahaan yang
Dividen
Free cash flow
Kebijakan Dividen. Objek Penelitiannya
Terdaftar di Bursa Efek
berpengaruh positif
dilakukan di BEI bukan di DES dan
Indon ia ahun
namun tidak signifikan
periode penelitiannya adalah tahun 2012.
kebijakan
”
variabel Free
Kepemilikan Cash
Flow
dan
terhadap kebijakan utang (debt ratio) perusahaan. 4. Tarjo dan Jogiyanto , “p n a uh F
Variabel
Kuantitatif
free cash flow
Perbedaannya
terletak
Independen:
Sekunder
mempunyai pengaruh
penelitian, studi
kasus
pada
variabel
dan periode
Cash Flow dan
Free cash Flow
yang signifikan
penelitiannya. Variabel penelitian yang
Kepemilikan
dan
terhadap kebijakan
digunakan oleh tarjo dan Jogiyanto
38
Manajerial terhadap
Kepemilikan
kebijakan hutang pada
Manajerial
utang
adalah variabel Free Cash Flow dan Kepemiikan
Manajerial.
perusahaan publik di
Penelitiannya dilakukan di
Indonesia 2010
Publik
bukan
DES
Objek Perusahaan
dan
Periode
pada
variabel
penelitiannya tahun 2010. 5. Nasrizal, Kamaliah dan
Variabel
Kuantitatif
Hasil dari penelitian ini
Perbedaannya
Tika Rahmi Syafitri,
Independen:
Sekunder
adalah hanya variabel
penelitian, studi
“Anali i
Free cash Flow,
kepemilikan saham
penelitiannya. Variabel penelitian yang
Free Cash Flow,
kebijakan
institusional dan
digunakan oleh Nasrizal adalah Variabel
Kebijakan Dividen,
Dividen,
seluruh variabel
Free Cash Flow, Kebijakan Deviden dan
Struktur Kepemilikan
Struktur
kontrol yang
Struktur Kepemilikan.
Terhadap Kebijakan
Kepemilikan
berpengaruh secara
u an ”
n a uh
signifikan terhadap kebijakan hutang sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh secara signifikan.
terletak kasus
dan periode
39
6. Widya Hesti Nengsi,
Variabel
Kuantitatif
Hasil penelitian ini
Perbedaannya
“ n a uh
Independen:
Sekunder
menunjukkan bahwa
penelitian, studi
Kepemilikan
Kepemmilikan
tidak terdapat pengaruh
penelitiannya. Variabel penelitian yang
Manajerial dan
Manajerial
signifikan kepemilikan
digunakan oleh Widya adalah variabel
Kebijakan Deviden
Kebijakan
manajerial dan kebija-
Kepemilikan Manajerial dan Kebijakan
Terhadap kebijakan
deviden
kan dividen terhadap
Dividen. Objek Penelitiannya dilakukan
Hutang dalam
kebijakan hutang dalam
di BEI bukan di DES dan periode
perspektif agency
perspektif agency
penelitiannya adalah tahun 2012.
Theory pada
theory; serta terdapat
perusahaan manufaktur
pengaruh negatif signi-
yang terdaftar Di bursa
fikan terhadap kebija-
efek indonesia Tahun
kan hutang dalam
2012
perspektif agency
dan
theory.
terletak kasus
pada
variabel
dan periode
40
C. Kerangka Pemikiran Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya serta permasalahan yang dikemukakan, maka sebagai acuan untuk merumuskan hipotesis, berikut disajikan kerangka pemikiran dalam penelitian ini: Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Free cash Flow
Kepemilikan Manajerial
Kebijakan Hutang
Kebijakan Dividen
Kerangka pemikiran merupakan suatu model konseptual tentang bagaimana teori yang berhubungan dengan faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah riset.36 Pengembangan alur pemikiran selanjutnya adalah faktor yang mempengaruhi Kebijakan Hutang pada perusahaan yang terdaftar di Daftar Efek Syariah periode 2011-2014 . Kerangka pemikiran di atas menggambarkan pengaruh antara variabel independen (X) yaitu free cash
36
Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 23.
41
flow, kepemilikan manajerial dan kebijakan dividen terhadap variabel dependen (Y) yaitu kebijakan hutang. D. Hipotesis Hipotesis adalah sebuah kesimpulan sementara yang masih akan dibuktikan lagi kebenarannya. Hubungan ini biasanya dinyatakan dalam dua hal sebagai hipotesis nol (H0) serta sebagai hipotesis alternative (Ha atau H1).37 Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H01 : Terdapat pengaruh negatif antara Free cash Flow terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan yang terdaftar di Daftar Efek Syariah selama periode 2011-2014. Ha1 : Terdapat pengaruh positif antara Free cash Flow terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan yang terdaftar di Daftar Efek Syariah selama periode 2011-2014. H02 : Terdapat pengaruh negatif antara Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan yang terdaftar di Daftar Efek Syariah selama periode 2011-2014. Ha2 : Terdapat pengaruh positif antara Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan yang terdaftar di Daftar Efek Syariah selama periode 2011-2014. H03 : Terdapat pengaruh negatif antara Kebijakan Dividen terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan yang terdaftar di Daftar Efek Syariah selama periode 2011-2014. 37
Syamsul Hadi, Metodologi Penelitian Kuantitatif Untuk Akuntansi dan Keuangan, (Yogyakarta: Ekonisia, 2006), hlm. 91
42
Ha3 : Terdapat pengaruh positif antara Kebijakan Dividen terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan yang terdaftar di Daftar Efek Syariah selama periode 2011-2014. H04 : Tidak Terdapat pengaruh secara simultan antara Free Cash Flow, Kepemilikan Manajerial, dan Kebijakan Dividen terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan yang terdaftar di Daftar Efek Syariah selama periode 2011-2014 Ha4 : Terdapat pengaruh pengaruh secara simultan antara Free Cash Flow, Kepemilikan Manajerial, dan Kebijakan Dividen terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan yang terdaftar di Daftar Efek Syariah selama periode 2011-2014.