BAB II KERANGKA TEORI
A. Investasi 1. Pengertian Investasi Kata investasi merupakan kata adopsi dari bahasa Inggris, yaitu investment. Kata invest sebagai kata dasar dari investment memiliki arti menanam.
Investasi
yaitu penempatan sejumlah kekayaan untuk
mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang.1 Menurut Antonio, investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung risiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian.2 Dalam definisi lain, Kamaruddin Ahmad mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut.3 Pendapat lainnya mengatakan bahwa investasi diartikan sebagai komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan
1
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 7. 2
Muhamad Syafi'i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 59. 3
Ahmad Kamaruddin, Dasar-dasar Manajemen Investasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996),
hlm. 3.
11
12
pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang.4 Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa investasi merupakan sejumlah dana atau sejumlah kekayaan yang dilakukan sekarang yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan di masa depan. 2. Tujuan Investasi Tujuan melakukan investasi adalah untuk menghasilkan sejumlah uang dan untuk meningkatkan kesejahteraan investor. Secara lebih khusus, ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan investasi, antara lain adalah sebagai berikut:5 a. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa datang. Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha bagaimana mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa yang akan datang. b. Mengurangi tekanan inflasi. Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau obyek lain, seseorang dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai kekayaan atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.
4
Eduardus Tandelilin, Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), hlm. 2. 5
Eduardus Tandelilin, Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi… hlm. 7-9.
13
c. Dorongan untuk menghemat pajak. Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang usaha tertentu. 3. Proses Investasi Proses investasi adalah segala sesuatu yang berkenaan
dengan
bagaimana seharusnya seorang investor membuat keputusan investasi (memilih sekuritas), kapan investasi sebaiknya dilakukan, dan seberapa ekstensif investasi itu harus dilakukan. Untuk mendukung agar proses investasi berjalan dengan terbuka, bersih, dan berakuntabilitas, maka bursa dilengkapi dengan suatu fungsi yang akan menyebarkan informasi kepada publik. Proses investasi memerlukan dukungan sistem informasi investasi dan analisis investasi.6 Proses keputusan investasi merupakan proses keputusan yang berkesinambungan. Proses keputusan investasi terdiri dari lima tahap keputusan yang berjalan terus-menerus sampai tercapai keputusan investasi yang terbaik. Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan kelima tahap yang ada dalam proses keputusan investasi.7
6
Murfidin Haming dan Salim Basalamah, Studi Kelayakan Investasi: Proyek dan Bisnis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 372. 7
Eduardus Tandelilin, Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), hlm. 12-13.
14
Gambar 2.1. Proses Keputusan Investasi 1. Penentuan tujuan investasi
2. Penentuan kebijakan investasi
3. Pemilihan strategi portofolio
4. Pemilihan aset
5. Pengukuran dan evaluasi kinerja portofolio
Sumber: Eduardus Tandelilin, Portofolio dan Investasi, 2010.
4. Investasi dalam Perspektif Islam Dalam Islam, investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan juga mendatangkan manfaat bagi orang lain. Banyak pilihan untuk menanamkan modalnya dalam bentuk investasi.Salah satu bentuk investasi adalah menanamkan hartanya di pasar modal.8 Islam mendorong setiap manusia untuk bekerja dan meraih sebanyak-banyaknya materi. Islam membolehkan setiap manusia mengusahakan harta sebanyak ia mampu, mengembangkan, memanfaatkannya sepanjang tidak melanggar ketentuan agama.9 Menurut beberapa pandangan kontemporer, seorang Muslim yang menginvestasikan dana atau tabungannya tidak akan dikenakan pajak pada jumlah yang telah diinvestasikannya, tetapi dikenakan pajak pada
8 9
Adrian Sutedi, Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 33.
Indah Yuliana, Investasi Produk Keuangan Syariah, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), hlm. 9-10.
15
keuntungan yang dihasilkan dari investasinya, karena dalam perekonomian Islami semua aset-aset yang tidak termanfaatkan dikenakan pajak, investor Muslim akan lebih baik memanfaatkan dananya untuk investasi daripada mempertahankan dananya dalam bentuk yang tidak termanfaatkan. Investasi di dalam perekonomian Islami adalah fungsi dari tingkat keuntungan yang diharapkan. Tingkat keuntungan yang diharapkan juga bergantung pada bagian relatif dari keuntungan yang dialokasikan antara investor dan mereka yang menyediakan dana-dananya pada bentuk kerja sama atau pinjaman.10 B. Saham Saham merupakan surat bukti kepemilikan atas sebuah perusahaan yang melakukan penawaran umum (go public) dalam nominal ataupun persentase tertentu.11 Secara konsep, saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada perseroan, dengan bukti penyertaan tersebut, maka pemegang saham berhak untuk mendapatkan bagian hasil dari usaha perusahaan tersebut. Konsep penyertaan modal dengan hak bagian hasil usaha ini merupakan konsep yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. Prinsip Syariah mengenal konsep ini sebagai kegiatan musyarakah atau syirkah. Berdasarkan
10 11
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 297.
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 60.
16
hal tersebut, maka secara konsep, saham merupakan efek yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.12 Jual beli saham dalam Islam pada dasarnya adalah merupakan bentuk dari syirkah mudharabah, di antara pengusaha dan pemilik modal sama-sama berusaha yang nantinya hasilnya bisa dibagi bersama. Mudharabah merupakan teknik pendanaan di mana pemilik modal menyediakan dana untuk digunakan oleh unit defisit dalam kegiatan produktif dengan dasar loss profit sharing.13 C. Return Alasan utama orang berinvestasi adalah untuk memperoleh keuntungan. Dalam konteks manajemen investasi, tingkat keuntungan investasi disebut sebagai return. Suatu hal yang sangat wajar jika investor menuntut tingkat return tertentu atas dana yang telah diinvestasikannya. Dalam investasi perlu dibedakan antara return harapan (expected return) dan return aktual atau yang terjadi (realized return). Return harapan merupakan tingkat return yang diantisipasi investor di masa datang. Sedangkan return aktual merupakan tingkat return yang telah diperoleh investor pada masa lalu. Antara tingkat keuntungan yang diharapkan dengan tingkat keuntungan yang diperoleh investor dari investasi yang dilakukan mungkin saja berbeda. Perbedaan antara return harapan dengan return yang benar-benar diterima merupakan risiko yang harus selalu dipertimbangkan dalam proses investasi sehingga dalam 12
Otoritas Jasa Keuangan, Pasar Modal Syariah: Saham Syariah, (Jakarta: Direktorat Pasar Modal Syariah, 2013), hlm. 1. 13
Iggi H. Achsien, Investasi Syariah di Pasar Modal, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 58.
17
berinvestasi di samping memperhatikan tingkat keuntungan, juga harus mempertimbangkan risiko dari suatu investasi.14 Tujuan investor dalam berinvestasi adalah memaksimalkan return, tanpa melupakan faktor risiko investasi yang harus dihadapinya. Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Sumber-sumber return investasi terdiri dari dua komponen utama, yaitu yield dan capital gain (loss). Yield merupakan komponen return yang mencerminkan aliran kas atau pendapatan yang diperoleh secara periodik dari suatu investasi. Misalnya, jika berinvestasi pada sebuah obligasi, maka besarnya yield ditunjukkan dari bunga obligasi yang dibayarkan. Demikian pula halnya dalam saham, yield ditunjukkan oleh besarnya dividen yang diperoleh. Sedangkan, capital gain (loss) sebagai komponen kedua dari return merupakan kenaikan (penurunan) harga suatu surat berharga, yang bisa memberikan keuntungan (kerugian) bagi investor. Dalam kata lain, capital gain (loss) bisa diartikan sebagai perubahan harga sekuritas.15 Return total merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode tertentu. Return total terdiri dari capital gain (loss) dan yield sebagai berikut:
14
Eduardus Tandelilin, Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), hlm. 9-10. 15
Eduardus Tandelilin, Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi… hlm. 102.
18
Capital gain (loss) merupakan selisih untung (rugi) dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode yang lalu:
Pt
= Harga saham pada periode t
Pt-1
= Harga saham pada periode sebelum t (t-1) Yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga
investasi periode tertentu dari suatu investasi.
Dt
= Dividen yang dibayarkan pada periode t
Pt-1
= Harga saham pada periode sebelum t (t-1) Untuk mengukur expected return dengan menggunakan model CAPM
maupun APT, diperlukan perhitungan return market. Pada titik keseimbangan, investor mempunyai harapan yang sama terhadap return dan risiko. Oleh karena itu, portofolio saham yang dipegang oleh seorang investor sama dengan investor lain, sehingga secara total akan membentuk market portfolio. Market portfolio adalah portofolio investasi yang berisi semua sekuritas yang ada di pasar, di mana proporsi nilai kapitalisasi sekuritas tersebut terhadap nilai pasar keseluruhan. Secara teoretis, pasar tidak hanya terdiri dari saham tetapi juga jenis investasi lain. Akan tetapi, dalam praktiknya banyak orang membatasi pasar hanya dalam bentuk pasar saham biasa saja. Return dan
19
risiko pasar dihitung berdasarkan indeks harga pasar.16 Return market dihitung dengan formula sebagai berikut:17
Rm
= return market
IHSGt
= indeks harga pasar periode t
IHSGt-1 = indeks harga pasar periode sebelum t D. Risiko Di
samping
memperhitungkan
return,
investor
juga
perlu
mempertimbangkan tingkat risiko suatu investasi sebagai dasar pengambilan keputusan investasi. Risiko adalah suatu ketidakpastian. Investor dalam berinvestasi akan mendapatkan return di masa datang dengan nilai yang belum diketahui. Risiko dalam investasi dilihat sebagai variabilitas return realisasi terhadap return yang diharapkan. Risiko dalam investasi selalu ada, investor akan selalu memperhatikan terhadap risiko yang mungkin bisa terjadi.18 Risiko didefinisikan sebagai perbedaan antara hasil yang diharapkan (expected return) dengan realisasinya. Return dan risiko investasi merupakan dua kata yang tidak dapat dipisahkan. Investor bersedia menerima risiko yang
16
Zalmi Zubir, Manajemen Portofolio: Penerapannya dalam Investasi Saham, (Jakarta: Salemba Empat, 2013), hlm. 200. 17
Irham Fahmi, Pengantar Manajemen Keuangan: Teori dan Soal Jawab, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 338. 18
Irham Fahmi, Analisis Investasi dalam Perspektif Ekonomi dan Politik, (Bandung: Refika Aditama, 2006), hlm. 103.
20
lebih besar tetapi harus dikompensasi dengan kesempatan untuk mendapatkan return yang juga besar. Makin besar hasil yang diinginkan makin besar pula risikonya. Sebaliknya, makin kecil risiko yang diambil, makin kecil pula hasil yang akan diperoleh. Risiko investasi dapat diperkecil melalui pembentukan portofolio yang efisien. Implementasi teori portofolio untuk menurunkan risiko adalah melalui diversifikasi investasi dalam portofolio tersebut. Melalui pemilihan saham-saham dan proporsinya yang tepat, risiko portofolio dapat diturunkan sampai tingkat minimum.19 Ada beberapa sumber risiko yang bisa mempengaruhi besarnya risiko suatu investasi. Sumber-sumber tersebut antara lain:20 1. Risiko Suku Bunga Perubahan suku bunga bisa mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Perubahan suku bunga akan mempengaruhi harga saham secara terbalik. Artinya, jika suku bunga meningkat, maka harga saham akan turun. Demikian pula sebaliknya, jika suku bunga turun, harga saham naik. 2. Risiko Pasar Fluktuasi pasar secara keseluruhan yang mempengaruhi variabilitas return suatu investasi disebut sebagai risiko pasar. Fluktuasi pasar biasanya ditunjukkan oleh berubahnya indeks pasar saham secara keseluruhan. Perubahan pasar dipengaruhi oleh banyak faktor seperti munculnya resesi ekonomi, kerusuhan, ataupun perubahan politik. 19
Zalmi Zubir, Manajemen Portofolio: Penerapannya dalam Investasi Saham, (Jakarta: Salemba Empat, 2013), hlm. 19. 20
Eduardus Tandelilin, Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), hlm. 103-104.
21
3. Risiko Inflasi Inflasi yang meningkat akan mengurangi kekuatan daya beli rupiah yang telah diinvestasikan. Oleh karenanya, risiko inflasi juga bisa disebut sebagai risiko daya beli. Jika inflasi mengalami peningkatan, investor biasanya menuntut tambahan premium inflasi untuk mengkompensasi penurunan daya beli yang dialaminya. 4. Risiko Finansial Risiko ini berkaitan dengan keputusan perusahaan untuk menggunakan hutang dalam pembiayaan modalnya. Semakin besar proporsi hutang yang yang digunakan perusahaan, semakin besar risiko finansial yang dihadapi perusahaan. 5. Risiko Likuiditas Risiko ini berkaitan dengan kecepatan suatu sekuritas yang diterbitkan perusahaan yang bisa diperdagangkan di pasar sekunder. Semakin cepat suatu sekuritas diperdagangkan, semakin likuid suatu sekuritas tersebut, demikian sebaliknya. Semakin tidak likuid suatu sekuritas semakin besar pula risiko likuiditas yang dihadapi perusahaan. 6. Risiko Nilai Tukar Mata Uang Risiko ini berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar mata uang domestik (negara perusahaan tersebut) dengan nilai mata uang negara lainnya. Risiko ini juga dikenal sebagai risiko mata uang (currency risk) atau risiko nilai tukar (exchange rate risk).
22
Dalam konsep investasi, secara umum risiko dapat diklasifikasikan menjadi dua:21 1. Risiko sistematis (systematic risk), merupakan bagian dari variasi-variasi dalam pengembalian investasi yang tidak dapat dihilangkan melalui diversifikasi oleh investor. Variasi ini berasal dari berbagai faktor yang memengaruhi seluruh saham. Risiko sistematis bersifat makro karena terkait dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan dan dapat mengakibatkan variabilitas return investasi. 2. Risiko tidak sistematis (unsystematic risk), adalah bagian dari variasi dalam return investasi yang dapat dihilangkan melalui diversifikasi. Risiko yang dapat didiversifikasi ini merupakan risiko yang terkait dengan perubahan kondisi mikro perusahaan tertentu sehingga secara spesifik hanya akan memengaruhi return investasi dari perusahaan tersebut.
21
Arthur J. Keown, dkk., Manajemen Keuangan: Prinsip dan Penerapan, terjemahan Marcus Prihminto Widodo, Edisi 10, (Jakarta: Indeks, 2008), hlm. 201.
23
Gambar 2.2. Risiko Sistematis dan Tidak Sistematis Risiko Portofolio
Risiko Total
Risiko Tidak Sistematis
Risiko Sistematis (beta/ β) Jumlah Sekuritas
Sumber: Mamduh M.Hanafi, Manajemen Keuangan, 2014.
E. Capital Asset Pricing Model (CAPM) CAPM dikembangkan oleh William Sharpe, John Lintner, dan Jan Mossin dua belas tahun setelah Harry Markowitz mengemukakan teori portofolio modern pada tahun 1952. CAPM adalah sebuah model hubungan antara risiko dan expected return suatu sekuritas atau portofolio. Model tersebut dapat digunakan untuk menentukan harga aset berisiko.22 Model penetapan harga aset (CAPM) adalah suatu persamaan yang menyatakan bahwa tingkat pengembalian yang diharapkan dari suatu investasi merupakan fungsi dari tingkat bebas risiko, risiko sistematis dan premi risiko
22
Zalmi Zubir, Manajemen Portofolio: Penerapannya dalam Investasi Saham, (Jakarta: Salemba Empat, 2013), hlm. 197.
24
yang diharapkan untuk portofolio pasar dari semua surat-surat berharga yang berisiko.23 CAPM merupakan model keseimbangan antara expected return dan risiko suatu aset di pasar. Model tersebut menggambarkan tingkah laku investor secara bersama-sama dalam melakukan investasi. Dengan memahami tingkah laku investor keseluruhan dalam berinvestasi, dapat memahami proses pemilihan dan pembentukan portofolio investasi yang dilakukan oleh investor. CAPM mengasumsikan beberapa kondisi sebagai berikut:24 1. Tidak ada biaya transaksi. 2. Saham dapat dipecah-pecah dalam satuan yang tidak terbatas. 3. Tidak ada pajak pendapatan 4. Seseorang tidak dapat memengaruhi harga saham melalui tindakan membeli atau menjual saham yang dimilikinya. 5. Investor adalah orang yang rasional. 6. Short sale dibolehkan dan tidak terbatas. 7. Lending dan borrowing pada tingkat bunga bebas risiko dapat dilakukan dalam jumlah yang tidak terbatas. 8. Semua saham dapat dipasarkan (marketable). Asumsi-asumsi di atas jelas tidak realistis. Tetapi baik atau tidaknya suatu model tidak tergantung dari realistis atau tidaknya asumsi yang dipakai. Baik atau tidaknya model akan tergantung dari kemampuannya menjelaskan 23
Arthur J. Keown, dkk., Manajemen Keuangan: Prinsip dan Penerapan, terjemahan Marcus Prihminto Widodo, Edisi 10, (Jakarta: Indeks, 2008), hlm. 212. 24
Zalmi Zubir, Manajemen Portofolio: Penerapannya dalam Investasi Saham, (Jakarta: Salemba Empat, 2013), hlm. 198.
25
fenomena yang ada. Dengan kata lain, baik atau tidaknya teori tersebut akan ditentukan oleh bukti empiris, apakah mendukung dengan model tersebut atau tidak.25 Milton Friedman dalam Zalmi Zubir, juga mengatakan bahwa asumsiasumsi yang digunakan dalam suatu model tidak harus menggambarkan semua realita yang ada, yang penting adalah seberapa bagus model tersebut dapat digunakan untuk memprediksi hasil yang ingin dicapai.26 Menurut CAPM, risiko yang dinilai oleh investor yang rasional hanya systematic risk karena risiko tersebut tidak bisa dihilangkan dengan diversifikasi. Model tersebut menyatakan bahwa expected return sebuah sekuritas atau portofolio sama dengan return sekuritas bebas risiko ditambah dengan risk premium dikalikan dengan systematic risk sekuritas tersebut.27 Risiko sistematis dapat diukur dengan beta (β). Besarnya risiko suatu saham ditentukan oleh beta. Beta menunjukkan hubungan antara saham dan pasarnya (saham secara keseluruhan). Dalam pembahasan CAPM dan berbagai rumus yang diterapkan beta sering digunakan. Untuk mengestimasi besarnya koefisien beta, model regresi berikut ini bisa digunakan untuk menghitung risiko sistematis:28
25
Mamduh M. Hanafi, Manajemen Keuangan, (Yogyakarta: BPFE-YOGTAKARTA, 2014), hlm. 223. 26
Zalmi Zubir, Manajemen Portofolio: Penerapannya dalam Investasi Saham, (Jakarta: Salemba Empat, 2013), hlm. 199. 27
Zalmi Zubir, Manajemen Portofolio: Penerapannya dalam Investasi Saham… hlm. 197.
28
Mamduh M. Hanafi, Manajemen Keuangan… hlm. 235.
26
Ri
= return saham i
αi
= intercept dari regresi tersebut
βi
= koefisien regresi (indikator risiko sistematis saham i)
Rm = return market ei
= random residual error Keseimbangan pasar dalam CAPM digambarkan dalam dua bentuk
hubungan antara expected return dan risiko investasi, yaitu capital market line (CML) dan security market line (SML). CML adalah garis yang menggambarkan suatu hubungan antara expected return dengan total risk pada portofolio efisien dalam kondisi pasar yang seimbang.29 Garis CML dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.3.Capital Market Line (CML) E(Ri)
CML
M Rm
Rf
K
σ σm Sumber: Zalmi Zubir, Manajemen Portofolio: Penerapannya dalam Investasi Saham, 2013.
29
Irham Fahmi, Pengantar Manajemen Keungan: Teori dan Soal Jawab, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 340.
27
Dari gambar di atas tampak bahwa pilihan investor akan berada di sepanjang garis RfM, yaitu garis hubungan antara expected return portofolio dengan deviasi standarnya yang disebut juga sebagai capital market line (CML). Semua portofolio yang tidak efisien berada di bawah CML. Dalam keseimbangan, semua investor dapat membentuk portofolio yang optimal dengan mengombinasikan risk free asset dengan market portfolio. Investor tentu tidak akan memilih portofolio yang berada di bawah garis RfK, karena expected return portofolio tersebut lebih rendah dari Rf. Tetapi dalam kenyataannya tidak ada investor yang memegang merket portfolio, sehingga portofolio tersebut di bawah CML.30 Jika CML menggambarkan hubungan antara risiko dengan expected return untuk portofolio yang efisien, sedangkan SML merupakan garis yang menghubungkan antara expected return dari suatu sekuritas dengan risiko sistematis. SML sering digunakan untuk menilai sekuritas secara individual dalam kondisi pasar yang seimbang.Risiko sistematis dapat diukur dengan menggunakan beta (β). Semakin tinggi beta, maka semakin tinggi risiko yang terjadi, dengan kata lain kondisi beta yang tinggi menggambarkan sensitivitas suatu sekuritas terhadap berbagai perubahan pasar. Hubungan expected return dengan beta dapat digambarkan sebagai berikut:31
30
Zalmi Zubir, Manajemen Portofolio: Penerapannya dalam Investasi Saham, (Jakarta: Salemba Empat, 2013), hlm. 202-203. 31
Irham Fahmi, Pengantar Manajemen Keungan: Teori dan Soal Jawab, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 341.
28
Gambar 2.4.Security Market Line (SML) E(Ri) SML Low risk
Rm
M High risk
Rf β βm Sumber: Irham Fahmi, Pengantar Manajemen Keuangan: Teori dan Soal Jawab (2014)
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi beta, maka expected return yang akan diperoleh juga semakin tinggi, dan begitu pula sebaliknya semakin rendah beta, maka akan semakin rendah expected return yang akan diperoleh. Melihat gambar di atas dapat disimpulkan bahwa SML memiliki keeratan hubungan dengan rumus CAPM, yaitu:32
E(Ri)
= expected return saham i
Rf
= risk free atau bebas risiko
βi
= beta saham i
Rm
= return market
32
Irham Fahmi, Pengantar Manajemen Keuangan: Teori dan Soal Jawab, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 342.
29
F. Arbitrage Pricing Theory (APT) Terdapat model alternatif selain CAPM yang dikembangkan oleh Stephen Ross pada tahun 1976 yang disebut Teori Penentuan Harga Arbitrase (Arbitrage Pricing Theory). APT mengasumsikan bahwa return sekuritas berhubungan dengan sejumlah faktor.33 APT pada dasarnya menggunakan pemikiran yang menyatakan bahwa dua kesempatan investasi yang mempunyai karakteristik yang identik sama tidaklah bisa dijual dengan harga yang berbeda. Konsep yang dipergunakan adalah hukum satu harga (the law of one price). Apabila aktiva yang berkaitan sama tersebut terjual dengan harga berbeda, maka akan terdapat kesempatan untuk melakukan arbitrase dengan membeli aktiva yang berharga murah dan pada saat yang sama menjualnya dengan harga yang lebih tinggi sehingga memperoleh laba tanpa risiko.34 Sebenarnya CAPM tidak lain adalah sama dengan APT dengan satu faktor. Kelompok sekuritas tertentu mungkin mempunyai sensitivitas yang berbeda terhadap faktor pertama dengan kelompok sekuritas yang lain. Sehingga tingkat keuntungan portofolio ditentukan oleh faktor fundamental yang berbeda. APT memiliki beberapa kelebihan jika dibanding dengan CAPM karena beberapa alasan seperti: 1. Tidak adanya asumsi mengenai distribusi normal tingkat keuntungan sekuritas seperti halnya dalam CAPM; 2. APT memungkinkan penggunaan lebih dari satu faktor;
33
William F. Sharpe, Gordon J. Alexander, dan Jeffery V. Bailey, Investasi, terjemahan Pristina Hermastuti dan Doddy Prastuti, Edisi 6, Jilid I, (Jakarta: Indeks, 2005), hlm. 259. 34
Irham Fahmi, Pengantar Manajemen Keuangan, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 354.
30
3. Tidak disyaratkan adanya portofolio pasar dalam APT sementara CAPM mensyaratkan portofolio yang efisien. Namun, APT juga memiliki beberapa kelemahan di antaranya adalah: 1. Faktor-faktor yang digunakan dalam model APT tidak dijelaskan secara spesifik; 2. CAPM telah dikembangkan cukup lama dan diterapkan dalam keputusan keuangan; 3. CAPM lebih menarik dibanding dengan APT karena tidak begitu jelas bagaimana menentukan faktor fundamental. APT didasari oleh pandangan bahwa return harapan untuk suatu sekuritas akan dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko. Faktor-faktor risiko tersebut akan menunjukkan kondisi ekonomi secara umum, dan bukan merupakan karakteristik khusus perusahaan.35 Menurut Suad Husnan, APT akan sangat bermanfaat jika dapat:36 1. Mengidentifikasi tidak terlalu banyak faktor-faktor makroekonomi; 2. Mengukur expected return dari masing-masing faktor tersebut; 3. Mengukur kepekaan masing-masing saham terhadap faktor tersebut. Proses penghasil return menurut APT dapat dirumuskan sebagai berikut:
Ri
= tingkat keuntungan (return) aset i yang terjadi
E(Ri)
= tingkat keuntungan aset i yang diharapkan
35
Eduardus Tandelilin, Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), hlm. 211. 36
Irham Fahmi, Pengantar Manajemen Keuangan, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 350.
31
βn
= risiko sistematis aset terhadap faktor n
RFn
= tingkat keuntungan dari faktor n
E(RFn) = tingkat keuntungan yang diharapkan dari faktor n Persamaan di atas menunjukkan bahwa return suatu aset sama dengan (1) return yang diharapkan, (2) perubahan faktor yang tidak diharapkan [RFn – E(RFn)], (3) sensitifitas aset i terhadap perubahan faktor pada nomor (2), dan (4) random term. Model di atas dapat ditulis ke dalam model berikut ini:
Ri
= tingkat keuntungan (return) aset i yang terjadi
E(Ri)
= tingkat keuntungan aset i yang diharapkan
βn
= risiko sistematis (sensitivitas) aset terhadap faktor n
Fn
= surprise faktor n Dalam APT, hanya perubahan yang tidak terduga yang dikompensasi
oleh return. Return dapat dipecah ke dalam return yang diharapkan dan return yang tidak diharapkan, seperti terlihat di bawah ini:37
atau
37
hlm. 249.
Mamduh M. Hanafi, Manajemen Keuangan, (Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA),
32
R
= return actual
E(R)
= return yang diharapkan
Unexpected = return yang tidak diharapkan Untuk menghitung keuntungan yang diharapkan dalam model APT dirumuskan sebagai berikut:38
E(Ri)
= return harapan dari sekuritas i
Rf
= return bebas risiko
bin
= koefisien besarnya pengaruh faktor n terhadap return sekuritas i = premi risiko untuk faktor n (E(Fn) – Rf) Beberapa faktor risiko yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1. Inflasi Inflasi merupakan salah satu masalah dalam perekonomian yang selalu dihadapi setiap negara. Namun, buruknya masalah inflasi ini akan berbeda dari satu waktu ke waktu lainnya, dan berbeda pula dari negara satu ke negara lainnya. Tingkat inflasi biasanya digunakan sebagai ukuran untuk menunjukkan sampai di mana buruknya permasalahan ekonomi yang dihadapi suatu negara. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang 38
berlaku
dalam
suatu
perekonomian.39
Inflasi
merupakan
Eduardus Tandelilin, Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), hlm. 212.
33
kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk-produk secara keseluruhan sehingga terjadi penurunan daya beli uang dan dapat mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya.Kondisi ekonomi yang mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga-harga cenderung mengalami kenaikan.40 Inflasi menyebabkan orang-orang menjadi tidak ingin untuk memegang uang karena uang menjadi semakin menyusut nilainya. Kecenderungan orang untuk tidak memegang uang akan mengakibatkan permintaan uang akan menurun.41 Inflasi yang berlebihan dapat merugikan perekonomian secara keseluruhan, yaitu dapat membuat banyak perusahaan mengalami kebangkrutan. Jadi dapat disimpulkan bahwa inflasi yang tinggi akan menjatuhkan harga saham di pasar, sementara inflasi yang sangat rendah akan berakibat pertumbuhan ekonomi menjadi sangat lamban, dan pada akhirnya harga saham juga bergerak dengan lamban. Menurut Slifer dan Carnes dalam Muhammad Syafii Antonio, secara teoritis terdapat hubungan negatif antara inflasi dan kinerja saham. Inflasi dinilai akan menurunkan nilai riil dari perusahaan termasuk juga deviden, sehingga ketika terjadi kenaikan tingkat inflasi maka akan mengakibatkan 39
Sadono Sukirno, Makroekonomi: Teori Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm.
14. 40
Eduardus Tandelilin, Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), hlm. 342. 41
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 169.
34
melemahnya harga saham, sebaliknya jika tingkat inflasi menurun maka harga saham akan mengalami penguatan.42 Berdasarkan pada sumber atau penyebab atas kenaikan harga-harga yang berlaku, inflasi dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu:43 a. Inflasi Tarikan Permintaan (demand pull inflation) Inflasi ini terjadi karena terjadinya kenaikan permintaan atas suatu komoditas yang biasanya terjadi pada masa perekonomian yang berkembang pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran ini akan menimbulkan inflasi karena terlalu banyak uang yang beredar. b. Inflasi Desakan Biaya (cost push inflation) Inflasi ini terjadi karena adanya kenaikan biaya produksi yang biasanya juga berlaku dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat ketika pengangguran sangat rendah. Apabila perusahaanperusahaan masih menghadapi permintaan yang bertambah, maka akan berusaha menaikkan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya dan mencari pekerja baru dengan tawaran pembayaran yang lebih tinggi. Langkah ini mengakibatan
42
Muhammad Syafii Antonio, Hafidhoh, dan Hilman Fauzi, "The Islamic Capital Market Volatility: A Comparative Study between in Indonesia and Malaysia" (t.tp: Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2013), hlm. 396. 43
333-334.
Sadono Sukirno, Makroekonomi: Teori Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm.
35
biaya produksi meningkat, yang akhirnya menyebabkan kenaikan harga-haraga berbagai barang. c. Inflasi Diimpor (imported inflation) Inflasi ini disebabkan oleh terjadinya inflasi di luar negeri.Inflasi ini terjadi apabila barang-barang impor yang mengalami kenaikan harga memiliki peranan penting dalam kegiatan pengeluaran di perusahaan. Kenaikan harga bahan baku yang diimpor dari luar negeri menyebabkan kenaikan harga pula di dalam negeri. Dalam ekonomi Islam, Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1346 M1441 M), yang merupakan salah satu murid Ibn Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua golongan, yaitu:44 a. Natural Inflation Inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab-sebab alamiah, di mana orang tidak mempunyai kendali atasnya (dalam hal mencegah). Ibn alMaqrizi mengatakan bahwa inflasi ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh turunnya penawaran agregatif dan permintaan agregatif. Maka Natural Inflation dapat diartikan sebagai: 1) Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian. Misalnya jumlah barang dan jasa mengalami penurunan, sedangkan jumlah uang yang beredar dan kecepatan peredaran uang tetap, maka konsekuensinya tingkat harga akan mengalami kenaikan.
44
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 140-150.
36
2) Naiknya daya beli masyarakat secara riil. Misalnya nilai ekspor lebih besar daripada nilai impor, sehingga secara netto terjadi impor uang yang mengakibatkan jumlah uang yang beredar mengalami penurunan sehingga jika kecepatan uang beredar dan jumlah barang dan jasa yang diproduksi tetap, maka terjadi kenaikan harga. b. Human Error Inflation Human Error Inflation atau False Inflation dikatakan sebagai inflasi yang diakibatkan oleh kesalahan dari manusia itu sendiri (sesuai dengan QS Al-Rum: 41). Human Error Inflation menurut penyebabpenyebabnya adalah sebagai berikut: 1) Korupsi dan administrasi yang buruk (Corruption and Bad Administration) Korupsi akan mengganggu tingkat harga karena produsen akan menaikkan harga jual produksinya untuk menutupi biaya-biaya 'siluman' yang telah mereka keluarkan tersebut. Harga yang terjadi terdistorsi oleh komponen yang seharusnya tidak ada sehingga akan mengakibatkan ekonomi biaya tinggi. Pada akhirnya akan terjadi inefisiensi alokasi sumber daya yang akan merugikan masyarakat secara keseluruhan. 2) Pajak yang berlebihan (Excessive Tax) Efek yang ditimbulkan oleh Excessive Tax pada perekonomian hampir sama dengan efek yang ditimbulkan oleh Corruption and
37
Bad Administration. Pajak yang tinggi akan mengakibatkan penawaran agregatif. 3) Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan (Excessive Seignorage) Ibn al-Maqrizi berpendapat bahwa pencetakan uang yang berlebihan jelas-jelas akan mengakibatkan naiknya tingkat harga secara keseluruhan (inflasi). Menurut Ibn al-Maqrizi, kenaikan harga-harga komoditas adalah kenaikan dalam bentuk jumlah uang (fulus) atau nominal, sedangkan jika diukur dengan emas (dinar emas), maka harga-harga komoditas tersebut jarang sekali mengalami kenaikan. Uang sebaiknya dicetak hanya pada tingkat minimal yang dibutuhkan untuk bertransaksi (jual-beli) dan dalam pecahan yang mempunyai nilai nominal kecil. (supaya tidak ditumpuk atau hoarding). 2. Nilai Tukar Mata Uang (Kurs) Kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukkan harga atau nilai mata uang sesuatu negara yang dinyatakan dalam mata uang negara lain. Kurs valuta asing dapat juga didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan, untuk memperoleh satu unit mata uang asing.45 Nilai tukar mata uang merepresentasikan tingkat harga pertukaran dari satu mata uang ke mata uang lainnya dan digunakan dalam berbagai 45
397.
Sadono Sukirno, Makroekonomi: Teori Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm.
38
transaksi,
antara
lain
perdagangan
internasional
dan
investasi
internasional.46 Perubahan nilai tukar mata uang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:47 a. Perubahan dalam Citarasa Masyarakat Perubahan citarasa masyarakat akan mengubah corak konsumsi mereka terhadap barang-barang yang diproduksi di dalam negeri maupun yang diimpor. Perbaikan kualitas barang-barang dalam negeri menyebabkan keinginan mengimpor berkurang dan dapat pula menaikkan ekspor. Sedangkan perbaikan kualitas barang-barang impor menyebabkan keinginan masyarakat untuk mengimpor bertambah besar. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing. b. Perubahan Harga Barang Ekspor dan Impor Harga suatu barang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan apakah sesuatu barang akan diimpor atau diekspor. Barang-barang dalam negeri yang dapat dijual dengan harga yang relatif murah akan menaikkan ekspor dan apabila harganya naik maka ekspornya akan berkurang. Pengurangan harga barang impor akan menambah jumlah impor, dan sebaliknya, kenaikan harga barang impor akan mengurangi impor. Dengan demikian perubahan harga-
46
Adiwarman A.Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 157.
47
Sadono Sukirno, Makroekonomi: Teori Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm.
402-403.
39
harga barang ekspor dan impor akan menyebabkan perubahan dalam penawaran dan permintaan ke atas mata uang negara tersebut. c. Kenaikan Harga Umum (Inflasi) Inflasi sangat besar pengaruhnya kepada kurs pertukaran valuta asing. Inflasi yang berlaku pada umumnya cenderung untuk menurunkan nilai sesuatu valuta asing. Kecenderungan seperti ini disebabkan karena dampak inflasi sebagai berikut: 1) Inflasi menyebabkan harga-harga dalam negeri lebih mahal dari harga-harga di luar negeri dan oleh sebab itu inflasi cenderung menambah impor sehingga menyebabkan permintaan ke atas valuta asing bertambah. 2) Inflasi menyebabkan harga-harga berang ekspor menjadi lebih mahal, oleh karena itu inflasi cenderung mengurangi ekspor sehingga
menyebabkan
penawaran
terhadap
valuta
asing
berkurang,maka harga valuta asing akan bertambah, yang berarti harga mata uang negara yang mengalami inflasi merosot. d. Perubahan Suku Bunga dan Tingkat Pengembalian Investasi Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang rendah cenderung akan menyebabkan modal dalam negeri mengalir ke luar negeri. Sedangkan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang tinggiakan menyebabkan modal luar negeri masuk ke negara itu. Apabila lebih banyak modal yang mengalir ke suatu negara, permintaan ke atas mata uang akan bertambah, maka nilai mata uang
40
tersebut bertambah. Nilai mata uang suatu negara akan merosot apabila lebih banyak modal negara yang dialirkan ke luar negeri karena suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang lebih tinggi di negaranegara lain. e. Pertumbuhan Ekonomi Efek yang akan diakibatkan oleh suatu kemajuan ekonomi kepada nilai mata uangnya tergantung kepada corak pertumbuhan ekonomi yang berlaku.
Apabila
kemajuan
itu
terutama
diakibatkan
oleh
perkembangan ekspor, maka permintaan ke atas mata uang negara itu bertambah lebih cepat dari penawarannya dan oleh karenanya nilai mata uang negara itu naik. Akan tetapi, apabila kemajuan tersebut menyebabkan impor berkembang lebih cepat dari ekspor, penawaran mata uang begara itu lebih cepat bertambah dari permintaannya dan oleh karen itu nilai mata uang negara tersebut akan merosot. Menurut Octavia dalam Muhammad Syafii Antonio, ketidakstabilan kurs cenderung akan menyebabkan penurunan ekspor dan berakibat buruk pada neraca pembayaran. Memburuknya neraca pembayaran tentunya akan berpengaruh pada cadangan devisa. Berkurangnya cadangan devisa ini pada gilirannya akan mengurangi kepercayaan investor terhadap perekonomian domestik dan pada akhirnya menimbulkan dampak negatif terhadap kinerja saham di pasar modal. Perubahan kurs akan mempengaruhi keputusan investor dalam berinvestasi. Ekspektasi meningkatnya nilai tukar mata uang domestik
41
terhadap mata uang asing akan mendorong peningkatan harga saham, ini terjadi karena investor merasa lebih menguntungkan berinvestasi di dalam negeri dibandingkan dengan berinvestasi di luar negeri.48 Kenaikan kurs US$ yang tajam terhadap rupiah akan berdampak negatif terhadap emiten yang memiliki utang dalam dolar sementara produk emiten tersebut dijual secara lokal. Sementara itu, emiten yang berorientasi ekspor akan menerima dampak positif dari kenaikan kurs US$ tersebut. Artinya bahwa harga saham emiten yang terkena dampak positif akan meningkat harga sahamnya. Nilai tukar mencerminkan berapa unit dari setiap mata uang domestik yang dapat digunakan untuk membeli mata uang lainnya. Perubahan nilai tukar dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat suku bunga, inflasi, jumlah uang beredar, dan faktor lainnya. 3. Tingkat Suku Bunga Kenaikan tingkat suku bunga memiliki dampak negatif terhadap setiap emiten, karena akan meningkatkan beban bunga kredit dan menurunkan laba bersih. Penurunan laba bersih akan mengakibatkan laba per saham juga menurun dan akhirnya berakibat turunnya harga saham di pasar. Di sisi lain, naiknya suku bunga deposito akan mendorong investor untuk menjual saham dan kemudian menabung hasil penjualan itu dalam deposito. Penjualan saham secara besar-besaran akan menjatuhkan harga
48
Muhammad Syafii Antonio, Hafidhoh, dan Hilman Fauzi, "The Islamic Capital Market Volatility: A Comparative Study between in Indonesia and Malaysia" (t.tp: Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2013), hlm. 396.
42
saham di pasar. Oleh karena itu, kenaikan suku bunga akan mengakibatkan turunnya harga saham.49 Menurut Putong dalam Muhammad Syafii Antonio, suku bunga merupakan variabel makro
yang berpengaruh langsung terhadap
perekonomian, terutama pada investasi. Dalam teorinya, Keynes menyatakan bahwa fungsi investasi memiliki slope negatif artinya semakin rendah tingkat suku bunga maka akan semakin besar investasinya, tetapi sekecil apapun tingkat suku bunga bila investasi yang dilakukan akan mendatangkan keuntungan yang lebih kecil dari suku bunga tersebut, maka tingkat investasi akan tetap saja rendah atau terbatas. Walaupun secara normatif interest-rate bukanlah instrumen yang digunakan dalam transaksi ekonomi syariah, namun dalam aplikasinya interest-rate dirasa masih cukup besar. Beberapa penelitian telah dilakukan oleh Nazwar (2008) dan Al-Faizin (2010), dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa interest-rate signifikan berpengaruh negatif terhadap kinerja saham syariah.50 Tingkat suku bunga yang tinggi akan meningkatkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan dan akan menyebabkan return yang disyaratkan investor dari suatu investasi akan meningkat. Di samping itu, tingkat suku bunga yang meningkat dapat menyebabkan investor menarik
49
Mohamad Samsul, Pasar Modal dan Manajemen Porotofolio, (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 201-202. 50
Muhammad Syafii Antonio, Hafidhoh, dan Hilman Fauzi, "The Islamic Capital Market Volatility: A Comparative Study between in Indonesia and Malaysia" (t.tp: Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2013), hlm. 396.
43
investasinya pada saham dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan maupun deposito.51 G. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian terdahulu, dalam penelitian ini digunakan untuk membantu mendapatkan gambaran mengenai penelitian ini. Di samping itu, untuk mengetahui persamaan dan perbedaan dari beberapa penelitian dan faktor-faktor penting lainnya, sebagai referensi, sumber acuan dan perbandingan dalam penelitian ini, antara lain: a. Musdalifah Azis,52 penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis perbandingan keakuratan antara metode CAPM dan APT terhadap return saham industri manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Persamaan dengan penelitian ini adalah membandingkan keakuratan metode CAPM dan APT yang diukur dengan Mean Absolute Deviation. Perbedaannya adalah penelitian Musdalifah Azis menganalisis saham industri manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2003-2008, sedangkan penelitian ini menganalisis saham syariah pada perusahaan yang terdaftar di JII periode 2010-2014. b. Anwar Ramli,53 penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui risk dan return pada saham perusahaan Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di 51
Eduardus Tandelilin, Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), hlm. 343. 52
Musdalifah Azis, "Mean Absolute Deviation Capital Asset Pricing Model dan Arbitrage Pricing Theory terhadap Return Saham Industri Manufaktur", (Samarinda: ISSN: 1907-4867, Edisi 1, Januari, V, 2010). 53
Anwar Ramli, "Risk dan Return Saham Perusahaan Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia", (t.tp: Jurnal Aplikasi Manajemen, No. 4, November, VIII, 2010).
44
Bursa Efek Indonesia. Persamaan dengan penelitian ini adalah menghitung returnsaham. Perbedaannya adalah penelitian Anwar Ramli menganalisis saham perusahaan Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia,
sedangkan
penelitian
ini
menganalisis
saham
syariah
perusahaan di JII. c. Isnurhadi,54 tujuan penelitian tersebut adalah untuk pengujian model CAPM dalam memprediksi tingkat return saham syariah dan konvensional periode 2007- 2012. Persamaan dengan penelitian ini adalah menggunakan model CAPM dalam memprediksi return saham. Perbedaannya adalah penelitian Isnurhadi dalam hanya menggunakan metode CAPM dalam memprediksi return saham syariah dan konvensional periode 2007-2012, sedangkan penelitian ini menggunakan metode CAPM dan APT dalam memprediksi return saham syariah periode 2010-2014. d. Hielmiyani Maftuhah,55 penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui metode mana yang lebih tepat antara metode CAPM dan APT dalam memprediksi return saham JII periode 2009-2012. Persamaan dengan penelitian ini adalah membandingkan metode CAPM dan APT dalam memprediksi return saham JII, sedangkan perbedaannya adalah penelitian Hielmiyani Maftuhah menggunakan variabel inflasi, kurs, suku bunga SBI, dan IHSG sebagai faktor makro ekonomi dalam metode APT, sedangkan 54
Isnurhadi, "Analisis Model CAPM dalam Memprediksi Tingkat Return Saham Syariah dan Konvensional", (Palembang: Jurnal Ilmiah Manajemen Bisnis dan Terapan, No. 1, April, XI, 2014). 55
Hielmiyani Maftuhah, "Perbandingan Metode CAPM dan APT dalam Menghitung Return Saham JII", Skripsi Prodi Muamalat (Ekonomi Islam), (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2014).
45
penelitian ini menggunakan tiga variabel makro ekonomi, yaitu inflasi, kurs, dan suku bunga SBI. e. Nurhidayah dan Rony Okta Adrianto,56 penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis kinerja saham perusahaan subsektor properti dan real estate yang terdaftar di BEI. Persamaan dengan penelitian ini adalah menganalisis
saham
menggunakan
metode
CAPM,
sedangkan
perbedaannya adalah penelitian Nurhidayah dan Adrianto menganalisis saham perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia menggunakan metode CAPM, sedangkan penelitian ini memprediksi return saham syariah pada perusahaan yang terdaftar di JII menggunakan metode CAPM dan APT. f. Kristin Laia dan Ivonne Saerang,57 penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui keakuratan masing-masing model dalam memprediksi expected return serta mengetahui model manakah yang paling akurat antara CAPM dan APT dalam memprediksi expected return pada bank umum swasta nasional devisa. Persamaan dengan penelitian ini adalah membandingkan keakuratan CAPM dan APT dalam memprediksi return. Perbedaannya adalah sampel yang digunakan pada penelitian tersebut yaitu bank-bank swasta nasional devisa yang ada dalam direktori Bank
56
Nurhidayah dan Rony Okta Adrianto, "Penerapan Capital Asset Pricing Model untuk Menilai Kinerja Saham", (Malang: Jurnal JIBEKA, No. 2, Agustus, VIII, 2014). 57
Kristin Laia dan Ivonne Saerang, "Perbandingan Keakuratan Capital Assets Pricing Model (CAPM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT) dalam Investasi Saham pada Bank Umum Swasta Nasional Devisa yang Terdaftar di BEI", (Manado: Jurnal EMBA, No. 2, Juni, III, 2015).
46
Indonesia, sedangkan penelitian ini menggunakan sampel perusahaan yang terdaftar di JII. g. Lemiyana,58 penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui keakuratan model CAPM dan APT dalam memprediksi return saham JII periode 2007-2012. Persamaan dengan penelitian ini adalah membandingkan keakuratan metode CAPM dan APT dalam memprediksi return saham JII, sedangkan perbedaannya adalah penelitian Lemiyana menggunakan variabel pertumbuhan GDP, inflasi, dan suku bunga SBI sebagai faktor makro
ekonomi
dalam
metode
APT,
sedangkan
penelitian
ini
menggunakan tiga variabel makro ekonomi, yaitu inflasi, kurs, dan suku bunga SBI.
58
Lemiyana, "Analisis Model CAPM dan APT dalam Memprediksi Tingkat Return Saham Syariah (Studi Kasus Saham di Jakarta Islamic Index", (Palembang: I-Finance, No. 1, Juli, I, 2015).
47
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu No.
Penelitian
1.
Mean Absolute Deviation Capital Asset Pricing Model dan Arbitrage Pricing Theory terhadap Return Saham Industri Manufaktur oleh Musdalifah Azis.
2.
Risk dan Return Saham Perusahaan
Tujuan Penelitian
Metode
Hasil Penelitian
Perbedaan
Untuk membandingkan keakuratan antara metode CAPM dan APT dalam memprediksi return saham industri manufaktur periode 2003-2008.
Keakuratan metode CAPM dan APT diukur dengan Mean Absolute Deviation (MAD), dan untuk membandingkan keakuratan antara metode CAPM dan APT menggunakan uji rata-rata sampel independen. Variabel Model CAPM; Ri : Sampel saham industri manufaktur Rf : SBI Rm : return IHSG Variabel Model APT; Ri : Sampel saham industri manufaktur Rf : SBI F : Perubahan tingkat suku bunga BI, perubahan inflasi, dan perubahan nilai tukar mata uang atau kurs
Rata-rata MAD model CAPM dalam memprediksi return saham industri manufaktur sebesar 0,0278 dengan standar deviasi 0,00327. Adapun rata-rata MAD model APT dalam memprediksi return saham industri manufaktur sebesar 1.1816 dengan standar deviasi 0,12492. Hal tersebut menunjukkan bahwa model CAPM lebih akurat dibandingkan model APT dalam memprediksi return saham industri manufaktur.
Menggunakan metode CAPM dan APT untuk menghitung return saham yang berbeda, yaitu saham JII.
Untuk mengetahui gambaran risk dan return saham
Untuk menghitung risk dan return menggunakan metode CAPM.
Dari 15 saham yang diteliti, memiliki tingkat risiko β < 1, artinya
Menghitung return saham yang berbeda,
48
3.
Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia oleh Anwar Ramli.
Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode Januari sampai Desember tahun 2008.
Variabel yang digunakan: Ri : Sampel saham industri barang konsumsi Rf : SBI Rm : return IHSG
bahwa saham yang tergolong industri Barang Konsumsi umumnya bergerak lebih lambat dari pasar. Artinya, jika pasar naik, saham tersebut juga akan naik, namun selalu lebih rendah dari kenaikan pasar. Selain itu, hasil analisis juga menunjukkan bahwa return yang diharapkan setiap jenis saham mengikuti besarnya risiko.
yaitu saham JII. Selain metode CAPM, juga menggunakan metode APT dalam memprediksi return saham.
Analisis Model CAPM dalam Memprediksi Tingkat Return Saham Syariah dan Konvensional oleh Isnurhadi.
Untuk mengetahui akurasi hasil model CAPM dalam memprediksi saham syariah di Jakarta Islamic Index dan saham konvensional di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2012.
Keakuratan model CAPM pada saham JII dan saham LQ45 diukur dengan MAD. Variabel yang digunakan: Ri : Sampel saham JII dan LQ45 Rf : SBI Rm : return IHSG
Model CAPM akurat pada seluruh saham LQ45, kecuali saham KLBF dan TINS pada saham JII. Dapat ditarik kesimpulan bahwa model CAPM memiliki tingkat akurasi yang cukup baik dalam mengestimasi return saham LQ45 dan JII.
Selain menggunakan metode CAPM, juga menggunakan metode APT.
49
4.
Perbandingan Metode CAPM dan APT dalam Menghitung Return Saham JII oleh Hielmiyani Maftuhah.
Untuk mengetahui metode mana yang lebih tepat antara metode CAPM dan APT dalam memprediksi return saham JII periode 2009-2012.
Ketepatan metode CAPM dan APT diukur dengan Mean Absolute Deviation (MAD), dan untuk membandingkan keakuratan antara metode CAPM dan APT digunakan Independent Samples T-Test. Variabel Model CAPM; Ri : Sampel saham yang konsisten terdaftar pada JII. Rf : SBSN Rm : return JII Variabel Model APT; Ri : Sampel saham yang konsisten terdaftar pada JII. Rf : SBSN F : Inflasi, Kurs, suku bunga SBI, dan IHSG
Metode CAPM lebih tepat dibandingkan dengan metode APT dalam memprediksi return saham JII karena nilai MADCAPM (0.0649) lebih kecil dari nilai MADAPT (0.1329), dan berdasarkan pengolahan data dengan Independent Samples T-Test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan akurasi yang signifikan antara CAPM dan APT karena nilai thitung < ttabel yaitu 2.986 > 2.262.
- Menggunakan data untuk Rf yang berbeda, yaitu SBIS. - Menggunakan data Rm yang berbeda, yaitu IHSG. - Menggunakan variabel makro inflasi, kurs, dan suku bunga SBI.
5.
Penerapan Capital Asset Pricing Model untuk Menilai Kinerja Saham oleh Nurhidayah dan Rony Okta Adrianto.
Untuk menganalisis atau mengukur kinerja saham dari perusahaan dalam sektor industri properti dan real estate.
Untuk mengestimasi return dan risiko industri properti dan real estate digunakan metode CAPM. Variabel yang digunakan: Ri : Sampel saham perusahaan subsektor industri properti dan real
Jika dibandingkan antara return realisasi dan yang diharapkan maka saham yang tergolong overvalued adalah CTRA, RBMS dan SMRA, sedangkan yang tergolong
Selain menggunakan metode CAPM, juga menggunakan metode APT untuk menghitung saham yang
50
6.
Perbandingan Keakuratan Capital Assets Pricing Model (CAPM) dan ArbitragePricing Theory (APT) dalam Investasi Saham pada Bank Umum Swasta Nasional Devisa yang Terdaftar di BEI oleh Kristin Laia dan Ivonne Saerang.
Untuk mengetahui keakuratan model CAPM dan APT dalam memprediksi expected return serta mengetahui model manakah yang paling akurat dalam memprediksi expected return pada bank umum swasta nasional devisa periode 2013-2014.
estate. Rf : SBI Rm : return IHSG
undervalued adalah JRPT, LPCK dan RDTX.
berbeda yaitu saham JII.
Menggunakan standar deviasi untuk mengukur keakuratan masing-masing model. Uji beda t-test sampel berpasangan digunakan untuk melihat perbedaan antara actual return dengan expected return masingmasing model. Variabel Model CAPM: Ri : Sampel Saham Bank Umum Swasta Nasional Devisa Rf : SBI Rm : return IHSG Variabel Model APT; Ri : Sampel Saham Bank Umum Swasta Nasional Devisa F : Perubahan inflasi, perubahan SBI, dan perubahan kurs.
Hasil uji beda sampel berpasangan antara actual return (Ri) dan expected return (ERi) model CAPM di atas, menunjukkan nilai thitung adalah 11.505 yang berarti lebih besar dari nilai t-tabel yakni 1.65. Hasil tersebut menunjukkan adanya perbedaan antara Ri dan ERi. Sedangkan dalam model APT menunjukkan nilai t-hitung sebesar 0.120 lebih kecil dari nilai t-tabel yakni 1.65, yang berarti Ri dan ERi model APT tidak memiliki perbedaan. Dengan demikian, model CAPM tidak akurat dan model APT akurat dalam menghitung expected return yang dibandingkan
Menggunakan sampel perusahaan yang berbeda, yaitu saham perusahaan yang terdaftar di JII.
51
dengan actual return-nya Hasil standar deviasi untuk ERi model CAPM sebesar 0.035 lebih besar dari standar deviasi APT yakni 0.025, sehingga dapat disimpulkan bahwa model APT lebih akurat dibandingkan dengan model CAPM pada saham bank umum swasta nasional devisa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.. 7.
Analisis Model CAPM dan APT dalam Memprediksi Tingkat Return Saham Syariah (Studi Kasus Saham di Jakarta Islamic Index) oleh Lemiyana
Untuk mengetahui keakuratan model CAPM dan APT dalam memprediksi return saham JII periode 2007-2012.
Uji keakuratan menggunakan standar deviasi, sedangkan untuk mengetahui perbedaan antara rata-rata standar deviasi CAPM dan APT menggunakan uji t-test. Variabel Model CAPM: Ri : Sampel Saham JII Rf : SBI Rm : return IHSG Variabel Model APT; Ri : Sampel Saham JII F : Perubahan inflasi, perubahan suku bunga
Model CAPM lebih akurat daripada model APT dalam memprediksi return saham syariah JII. Berdasarkan nilai t perbandingan antara CAPM dan APT sebesar 0.688 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.519, di mana nilai 0.519 > 0.05, maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara akurasi
Dalam model APT menggunakan variabel yang berbeda, yaitu inflasi, kurs, dan suku bunga SBI.
52
SBI, dan perubahan GDP. model CAPM dan APT dalam memprediksi return saham pada saham JII.
53
H. Kerangka Berpikir Dari landasan teori di atas, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.5. Kerangka Berpikir Return market
CAPM
Return yang diharapkan MADCAPM Return aktual saham
MADAPT
Inflasi APT
Kurs
Independent Samples T-Test
Return yang diharapkan
Suku Bunga
I. Hipotesis Untuk mengetahui perbedaan akurasi antara metode CAPM dan APT, maka dilakukan uji Independent Samples T-Test dengan hipotesis sebagai berikut: Ho
: Tidak terdapat perbedaan akurasi antara metode CAPM dan APT dalam memprediksi return saham JII.
Ha
: Terdapat perbedaan akurasi antara metode CAPM dan APT dalam memprediksi return saham JII.