BAB II Kerangka Teori
2.1 Komunikasi
Pada hakikatnya, tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri tanpa melakukan interaksi dengan orang lain. Karena manusia memiliki naluri untuk hidup bersama dan berinteraksi dengan sesamanya. Dan setiap manusia memiliki kemampuan dasar yang berbeda-beda dan ciri khas tersendiri yang dapat dijadikan sebagai alat tukar-menukar kebutuhan hidup. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial juga karena pada diri masingmasing individu ada dorongan dan kebutuhan untuk berinteraksi. Oleh karena itu, manusia tidak dapat dikatakan manusia bila tidak dapat hidup ditengah-tengah manusia. Secara etimologis menurut Wilbur Schramm “Communicatio” berasal dari bahasa Latin (pemberitahuan, pemberian bagian, pertukaran, ikut ambil bagian, pergaulan, persatuan, peran serta atau kerja sama). Asal katanya sendiri dari kata “Communis” yang berarti “Common” (bersifat
umum,
sama,
atau
bersama-sama).
Sedangkan
kata
kerjanya
“Communicare” yang berarti berdialog, berunding atau bermusyawarah.
6
Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan.1 Komunikasi berasal dari perkataan latin yaitu Communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa latin yaitu Communico yang artinya membagi (Cherry dalam Stuart, 1983).2 Menurut Joseph A. Devito pengertian komunikasi seperti diatas masih sangat terbatas, karena hakikatnya komunikasi menyangkut banyak tahap karena komunikasi bersifat dinamis, yaitu komunikasi itu bergerak dan berkembang, dari tahap satu atau mula ke tahap lainnya, sehingga proses ini disebut dengan “Proses Komunikasi”. Komunikasi juga mengacu pada tindakan, baik oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.3 Harrold Dwight Lasswell menjelaskan, komunikasi adalah proses penyampaian apa, dengan cara apa, menggunakan apa, dan dengan efek apa Atau "who says what ini which channel to whomwith what effect". Dapat juga dikatakan proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan dengan
1
Rosmawaty H.P, Mengenal Ilmu Komunikasi. Bandung: Widya Padjajaran. 2010.Hal:14 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Edisi Revisi, 2008.Hal:20 3 Rosmawaty H.P. Op.cit.,Hal:13 2
7
menggunakan media atau pesan, dengan harapan untuk mendapatkan efek yang diinginkan.4 Dari uraian definisi komunikasi diatas, peneliti mengambil pendapat komunikasi dari Harold Dwight Lasswell sebagai acuan, karena dia menjelaskan secara menyeluruh tentang komunikasi dalam sudut pandang prosesnya. Sehingga memudahkan calon-calon sarjana ilmu komunikasi untuk memahaminya. Dalam aspek sosial, manusia dan komunikasi tidak dapat dipisahkan. Hal ini dikarenakan manusia saling berinteraksi dan jika salah satu diantaranya dihilangkan maka akan mematikan salah satu yang lainnya.
2.1.2 Unsur-unsur komunikasi
Unsur-unsur yang terdapat dalam komunikasi menurut paradigma Laswell adalah 1. Penyampaian pesan (komunikator) Komunikator adalah seorang yang berikan pesan kepada komunikan. Dalam hal ini komunikator harus mampu mengetahui dan memahami apa yang ingin disampaikannya kepada komunikan, karena sebuah pesan tidak akan sampai dengan baik apabila komunikatornya tidak memehami apa yang ingin disampaikannya. 2. Pesan (message)
4
Deddy Mulyana. Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.Hal:21
8
Sebuah pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan harus memiliki makna. Makna tersebut sebaiknya bukan makna yang harus dicerna terlebih dahulu melainkan makna yang mudah dipahami. 3. Media Pesan dapat disalurkan berbagai macam media. media yang digunakan antara lain televisi, radio, telepon, surat, koran, majalah, dll. 4. Komunikan Seorang pengirim pesan sebaiknya mengetahui kepada siapa pesan tersebut ingin disampaikan. Sebuah komunikasi dikatakan berhasil apabila pesan yang disampaikan komunikator sampai dan diterima dengan baik oleh komunikan. 5. Efek Efek atau dampak yang terjadi kepda komunikan setelah menerima pesan dari komunikator. Sebuah pesan memiliki makna atau arti bagi orang yang menerimanya apabila pesan tersebut memiliki dampak yang dapat merubah sudut pandang orang lain seperti cara berfikir, sikap, perilaku, dll.5 Ada berbagai kategori mengenai komunikasi, dan hal tersebut dapat terjadi setiap saat. Kategori komunikasi tersebut diantaranya:
Komunikasi lisan atau verbal: tatap muka, telepon, radio atau televisi atau media lainnya.
5
Ludlow,Ron dan Fergus Panton. 1996. komunikasi yang efektif. Yogyakarta: Bina-rupa AksaraAmacom.Hal:23
9
Komunikasi non-verbal: bahasa tubuh, gerak tubuh, bagaimana kita berpakaian atau bertindak.
Komunikasi tertulis: surat, e-mail, buku, majalah, internet atau melalui media lainnya.
Visual: grafik, diagram, peta, logo dan visualisasi lain yang dapat digunakan untuk berkomunikasi. Menurut John Fiske, dalam bukunya Cultural And Communication Studies,
disebutkan bahwa terdapat dua perspektif dalam mempelajari ilmu komunikasi. Perspektif yang pertama melihat komunikasi sebagai transmisi pesan. Sedangkan perspektif yang kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Berkaitan dengan penelitian ini, maka peneliti hanya akan menggunakan perspektif yang
kedua,
yaitu
dari
sisi
produksi
dan
pertukaran
makna.
Perspektif produksi dan pertukaran makna memfokuskan bahasanya pada bagaimana sebuah pesan ataupun teks berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya untuk dapat menghasilkan sebuah makna. Hal ini berhubungan dengan peranan teks tersebut dalam budaya. Perspektif ini seringkali menimbulkan kegagalan dalam berkomunikasi karena pemahaman yang berbeda antara pengirim pesan dan penerima pesan. Meskipun demikian, yang ingin dicapai adalah signifikasinya dan bukan kejelasan sebuah pesan disampaikan. Untuk itulah pendekatan yang berasal dari perspektif tentang teks dan budaya ini dinamakan pendekatan semiotic.6
6
Fiske,John.2004.Cultural and Comunication Studies:Sebuah Pengantar Paling Komprehensif.Jalasutra.Hal:45
10
“ At the same time, more and more STS researchers are drawing upon various facets of critical inquiry provided by Communication Studies to examine phenomena that weave together the material and symbolic. For instance, a range of conceptual tools from Communication Studies pertaining to the analysis of audio, textual, and visual objects have been used to examine mediated practices such as the informatization of the body, the role of images in popular representations of science, and the role of rhetoric in the development and introduction of new technologies.In recent years, there has been a notable cross-fertilization of ideas from the fields of Communication Studies and Science and Technology Studies (STS). Researchers from both domains are increasingly seeking to better understand intersections between communication and socio-technical infrastructures. For example, growing numbers of communication researchers have been employing conceptual tools and methods offered by STS to assist in understanding the sociotechnical character and situatedness of media and information technologies and their configurations. Likewise, in organizational communication, STS concepts have brought attention to the ways in which artifacts influence organizational life”.
2.2 Corporate Identity
11
Corporate Identity atau Corporate Image mencakup baik visual manivestasi dan non visual expression. F.H.K Henrion (1990 : 42) mengutip pengertian Corporate Identity dari para ahli sebagai berikut : Corporate Identity is a vehicle that projects an organization coherently and cohesively...unambigous visual communication. Corporate Identity is reflection of everything that it says and does. What it is and what is does. Corporate Identity is the emotional glue which holds a company together...it is a mix of style and structure. It affects what yaou do, where you do it and how you explain wahat you do.
Menurut Rustan dalam bukunya Mendesain Logo (2009: 54), identitas suatu perusahaan terdiri dari : a. Visual Contohnya; logo, tipografi, warna, packaging, seragam, signage, bangunan. b. Komunikasi Contohnya: iklan, laporan tahunan, press release, customer service,public relation. c. Perilaku (Behavior) Contohnya: corporate value, corporate culture, norma. Rustan (2009:16) memaparkan bahwa dalam sebuah corporate identity logo diibaratkan wajah dari seseorang, sedangkan keseluruhan badannya merupakan identitas (termasuk logo). Pemahan logopun dijelaskan secara detail oleh Rustan
12
(2009;12), bahwa asal kata logo dari bahasa Yunani yaitu logos, yang berarti kata, pikiran, pembicaraan, akal budi. Logo berawal dari istilah logotype yang pertama kali muncul tahun 18101840 dan diartikan sebagai tulisan nama entitas (objek) yang didesain secara khusus dengan menggunakan teknik lettering atau memakai jenis huruf tertentu bahkan tulisan dan gambar berbaur menjadi satu. Fungsi dari logo antara lain: identitas diri; tanda kepemilikan; tanda jaminan kualitas; dan mencegah adanya peniruan atau pembajakan. Klasifikasi jenis-jenis logo menurut Yasaburo Kuwayama via Rustan (2009:24) ada 4 jenis, yakni: a. Alphabet (berbentuk huruf)
b. Symbols, Numbers (lambang-lambang, angka-angka)
c. Concrete Forms (bentuk yang serupa dengan bentuk aslinya)
d. Abstract Forms (bentuk abstrak). 7 Contoh jenis-jenis logo menurut Yasaburo Kuwayama:
7
Istanto, Freddy H.2000.Rajutan Semiotika untuk Sebuah Iklan.Studi Kasus Iklan Long Beach, Jurnal Nirmana.Hal:10
13
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 001-004: Logo Nokia (a), Logo Cafe Cupacake (b), Logo Universitas Mercu Buana (c), logo Nike (d). Sumber: Google (24 Oktober, 7:46 )
Secara visual corporate identitypada sebuah organisasi maupun instansi bisa dilihat pada contoh corporate identity Universitas Rutgers di New Jersey berikut ini:
Gambar 005: Corporate Identity Universitas Rutgers
14
Sumber: Google (24 Oktober)
2.3 Teori Semiotika
Menurut Agus Sachari (2000:48) semiotika biasa diartikan sebagai ilmu tanda, yang berasal dari bahasa Yunani semeion, atau yang berarti tanda. Dua tokoh utama perintis semiotika dalam linguistik adalah Charles Sanders Pierce (18391914) dan Ferdinand de Saussure (1853-1931). Semiotika merupakan ilmu yang mempelajari tentang tanda, fungsi tanda dan pemaknaan tanda. Konsep tanda ini melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan yang bersifat asosiaso yang ditandai dan yang menandai. Tanda adalah kesatuan dan suatu bentuk penanda dengan sebuah ide atau penanda. Dengan kata lain pertanda adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna. Secara etimologi istilah semiotik berasal dari kata yunani semenion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu atas dasar kovensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap meakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjukan adanya hal lain. Contohnya asap menadai adanya api, sirene mobil yang keras tandanya ada yang kebakaran.8 Pada dasarnya analisi semiotika merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi atau wacana tertentu. Analisnya bersifat paradigmatic
8
Indriwan Seto Wahyu Wibowo.Op cit.Hal:5
15
dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi dari sebuah teks. Maka orang sering mengatakan semiotik adalah upaya menemukan makna berita dibalik berita. Semiotik membantu kita memahami serta mengerti bagaiman cara berkomunikasi juga membantu menerangkan kebiasaan dan kaidah-kaidah di semua unsur yang terbentuk lingkungan komunikasi kita. Bahasa tulis maupun bahasa lisan, gambar-gambar, film, televisi, pakaian, bahasa tubuh, isyarat semua dalah unsur-unsur yang kita ciptakan, kita terlibat dan di dalamnya terdapat banyak sekali variasi-variasi. Berkaitan dengan kajian semiotika, maka yang menjadi pusat perhatian dari pendekatan semiotik adalah tanda. Menurut John Fiske terdapat tiga area penting dalam studi semiotik, yaitu : 1. Tanda itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan beragam tanda yang berbeda, seperti cara mengantarkan makna dan menghubungkan dengan orang yang menggunakanya. Tanda adalah buatan amnusia dan hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang menggunakannya. 2. Kode atau sistem di mana lambang-lambang disusun. Studi ini meliputi beragam kode yang berbeda dibangun untuk dipertemukan denagn kebutuhan masyarakat daam sebuah budaya. 3. Kebudayaan dimana kode dan lambang itu beroperasi. Semiotika adalah studi tentang tanda. Studi ini mencoba memahami bagaimana bahasa begitu bermaknabagaiman makna kemudian dapat dikomunikasikan dengan masyarakat. Semiotic tidak ditemukan dalam teks itu sendiri, tetapi hal ini
16
seharusnya lebih dipahami sebagai metodologi. Maka, semiotika bukanlah displin ilmu yang pasti, tetapi pengaruhnya pada cara resmi dalam pendekatan teks media cukup dipertimbangkan.9 Kris Budiman mengkaji ruang lingkup semiotika visual sebagai kajian pertandaan yang menaruh minat pada penyelidikan segala makna dari tanda yang disampaikan melalui sarana indra penglihatan (visual sense). Berdasarkan hal tersebut, kajian semiotika visual memiliki beberapa dimensi dasar, yaitu dimensi sintaktik, semantik, dan pragmatik. Dimensi sintaktik dikenal luas dalam semiotika linguistik sebagai metode memilah pemaknaan kata melalui proses artikulasi ganda. Proses artikulasi ganda pada linguistik berarti memecah sebuah kata menjadi unsur-unsur terkecil yang masih memiliki makna (morfem) dan unsur terkecil yang membedakan makna (fonem). Contohnya, kata lukisan yang apabila dipecah unsurnya maka didapatkan dua buah morfem yaitu lukis dan –an. Morfem tersebut apabila dipecah lagi maka didapatkan beberapa fonem, yaitu /l/, /u/, /k/, /i/, /s/, /a/, /n/. Ketujuh fonem tersebut adalah unsur terkecil yang dapat membedakan makna. Persoalannya adalah semiotika kebahasaan dianggap tidak terlalu beranalog dengan semiotika visual. Problem ini dimulai ketika ada anggapan bahwa persepsi piktorial memiliki sifat otonom dan tidak bergantung pada sistem linguistik (the semiotic autonomy of art). Meski begitu, beberapa pakar semiotika menganggap ada analogi antara model bahasa dengan gambar. Dengan kata lain,
9
Alex Sobur.Analisis Teks Media.Bandung.Rosdakarya 2009.Hal:24
17
dalam sebuah gambar juga terdapat susunan unsur terkecil yang memiliki makna dan membedakan makna. Kris Budiman mengutip pembahasan dari Saint Martin (1987) mengenai coloreme sebagai model analog artikulasi ganda linguistik pada semiotika visual. Menurut Saint Martin, sebuah coloreme dibatasi oleh semacam medan bahasa visual yang berkolerasi dengan suatu sentrasi pandangan mata. Model ini dianggap analog dengan morfem dan fonem dalam sistem linguistik. Namun, sebelum Saint Martin, Umberto Eco sudah lebih dulu menggagas artikulasi ganda untuk bahasa visual, yaitu dengan istilah sign dan sema. Baik Saint Martin ataupun Umberto Eco sebenarnya masih berada dalam lingkar polemik besar mengenai ada tidaknya analogi antara sistem bahasa dengan sebuah tanda visual seperti lukisan. Dalam hal ini, perdebatan panjang para pakar semiotik adalah mengenai bisa tidaknya sebuah gambar disusun berdasarkan kaidah sistem estetik seperti halnya sistem tata bahasa dalam linguistik? Artinya, apakah mungkin menyusun sebuah kaidah sistem estetik yang bisa dirujuk dan digunakan secara universal? Dimensi berikutnya dari semiotika visual adalah dimensi semantik dan pragmatik. Dimensi semantik menghadapi persoalan mengenai polemik antara tanda yang dicirikan, apakah ia bersifat ikonik atau simbolik seperti halnya tipologi tanda yang digagas oleh Charles Sanders Peirce. Bagi Peirce sendiri, tanda-tanda visual yang sempurna justru adalah tanda yang bisa menyeimbangkan sifat ikonik, simbolik, dan indeksikal sekaligus.
18
Perdebatan panjang seputar tipologi tanda ini justru membuat masalah yang penting menjadi terabaikan dalam dimensi semantik itu sendiri, yaitu proses pemaknaan. Sebagaimana sebuah karya visual harus memiliki makna, maka proses pemaknaan harus diposisikan sebagai aspek penting dalam dimensi semantik pendekatan semiotika visual. Dimensi
berikutnya
dalam
pendekatan
semiotika
visual
adalah
pragmatisme. Dimensi pragmatik membahas panjang lebar mengenai fungsi-fungsi yang dominan dalam komunikasi (seni) visual. Perdebatan dalam dimensi pragmatik adalah seputar apakah sebuah tanda diproduksi untuk mengemban fungsi estetik atau konatif dan ekspresif? Dalam teori estetik yang radikal, sebuah karya seni visual diartikan dianggap memiliki fungsi yang mengacu pada dirinya sendiri (self-referential). Sedangkan, tidak jarang sebuah karya seni juga mengemban fungsi konatif dan ekspresif dalam ruang lingkup komunikasi sosial. Polemik mengenai
fungsi
sosial
pada
karya
visual
ini
pada
akhirnya
harus
mempertimbangkan kenyataan bahwa komunikasi bukanlah sebuah proses yang tunggal. 10
2.3.1 Semiotika Charles Sanders pierce
Dalam pandangan Charles Sanders Pierce, semiotik berangkat dari tiga elemen utama yang disebut Pierce teori segitiga makna atau triangle meaning
10
Budiman,Kris.Semiotika Visual:Konsep, Isu, dan Problem Ikonsitas.2006.Hal 25
19
theory. Teori segitiga makna Pierce ini terdiri dari sign (tanda), object (objek), dan interpretan (interpretan). Menurut Pierce salah satu bentuk tanda adalah kita. Sedangkan objek adalah sesuatu yang ditunjuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang berada dalam bentuk sesseorang tentang objek yang ditunjuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berintetaksi dalam bentuk seseorang munculah makna tentang sesuatu yang diwkili oleh tanda tersebut. Yang dikupas teori segitiga makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Terdapat
klasifikasi yang dilakukan Pierce
terhadap tanda memiliki
kekhasan meski tidak bisa dibilang sederhana. Pierce membedakan tpe-yipe tanda menjadi ikon (icon), indeks (indeks), dan simbol (symbol) yang didasarkan tas relasi di antara representamen dan objeknya. 1) Ikon : tanda yang mengandung kemiripan rupa sehingga tanda itu mudah dikenali oleh pemakainya. Di dalam hubungan antara representamen dan objeknya terwujud sebagai kesamaan dalam berbagai kualitas. Contohnya sebagian besar rambu lalu lintas yang ikonik karena menggambarkan bentuk yang memiliki kesamaan dengan objek yang sebenarnya. 2) Indeks : tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau ekstensial diantara representamen dan objeknya. Di dalam indeks, hubungan antara tanda dan objeknyabersifat kongkret, actual, dan bisanya melalui suatu cara yang sekuensial atau kausal. Contohnya jejak telapak kaki di atas permukaan tanah,
20
merupakan indeks dari seseorang atau inatang yang telah lewat di sana, ketukan pintu merupak indeks dari kehadiran seseorang yang bertamu ke rumah. 3) Simbol : merupakan jenis tanda yang bersifat arbitrer dan konvensional sesuai kesepakatan atau konvensi sejumlah orang atau msyarakat. Tanda-tanda kebahasaan pada umumnya adalah symbol-symbol. Contohnya garuda pancasila bagi bangsa Indonesia adalah burung yang memiliki perlambangan yang kaya makna. Namun bagi orang lain yang memiliki latar budaya berbeda burung garuda dipandang biasa.11 Untuk memahami komunikasi terkait dengan semiotika, dapat dilihat asumsi dari John Fiske via Lizard Wijanarko, “Pemanfaatan dan Penerapan Semiotika”. Tanda adalah artefak atau tindakan yang merujuk pada sesuatu pesan yang lain di luar tanda itu sendiri. Sedangkan Kode adalah sistem dimana tanda-tanda diorganisasikan dan menentukan bagaimana tanda-tanda itu berhubungan satu sama lain. Contoh dalam kehidupan sehari-hari misalnya lampu merah sebagai bentuk pengorganisasian tanda ke dalam kode. Dalam pandangan semiologi milik Saussure, rambu lalu lintas adalah bentuk paradigma (kumpulan tanda) yang dipergunakan secara sintagmatik menjadi susunan tanda yang terpadu dan dipilih untuk dipergunakan dalam sistem kode (konvensi). 12
11
12
Tinarbuko, Sumbo.2008.Semiotika Komunikasi Visual.Yogyakarta: Jalasutra.Hal:17 Ibid Hal 32
21
Seperti halnya komunikasi pada umumnya, seorang desainer sesungguhnya melakukan proses komunikasi yang ditujukan dengan target audience melalui karya yang dihasilkan (sebagai tanda yang diproduksi). Penerjemahan pesan (message) dari klien (pengiklan) menjadi tanda-tanda atau simbol tertentu pada karya desain iklan dalam proses komunikasi ini disebut sebagai proses encoding. Kemudian desain inilah yang membawa pesan verbal dan visual secara kreatif dan efektif kepada konsumen, dengan harapan makna pesan dapat sesuai seperti apa yang diharapkan oleh pengiklan. Pemanfaatan dan penerapan semiotika pada ranah Desain Komunikasi Visual, dapat dilihat dari usaha mengkomunikasikan pesan dengan menggunakan tanda (representament) sebagai unsur utama karya desain. Tanda di sini terwujud dalam bentuk tanda verbal dan non verbal yang diproduksi. Tanda verbal berupa pesan verbal (ucapan) yang terwakili baik suara atau tulisan, sedang tanda non verbal (visual) berupa gambar yang terangkai yang membawa pesan yang juga terkait dengan pesan yang disampaikan. 13
“The
complex
juxtaposition
of
private
practice
and
public
visibility/invisibility of contemporary Ismaili Muslims has certain parallels with other religious communities, but it exhibits unique features. This community adheres to an esotericism that has shaped its hermeneutic and communication practices. In a seeming paradox, the group is also extensively engaged in the public sphere. However, its communal institutions are limiting the dissemination of texts
13
Tinarbuko, Sumbo.2008.Semiotika Komunikasi Visual.Yogyakarta: Jalasutra.Hal:57
22
pertaining to the religious addresses and biography of the group’s leader, Aga Khan IV. He is instead increasingly turning to architecture to communicate the community’s worldview by using design in a symbolic manner”.
2.4 Desain Komunikasi Visual Saat ini masih banyak mahasiswa maupun masyarakat umum yang tidak mengetahui dengan pasti perbedaan Desain Komunikasi Visual (DKV) dengan Desain Grafis. Terkadang beberapa orang akan mengatakan bahwa Desain Komunikasi Visual dan Desain Grafis mempunyai pengertian yang sama. Adapun pengertian Desain Komunikasi Visual menurut beberapa para ahli adalah sebagi berikut; desain komunikasi visual memiliki pengertian secara menyeluruh, yaitu rancangan sarana komunikasi yang bersifat kasat mata (Sanyoto (2006:8)). Desain komunikasi visual adalah ilmu yang mempelajari konsep komunikasi dan ungkapan daya kreatif, yang diaplikasikan dalam pelbagai media komuikasi visual dengan mengolah elemen Desain ...... (Sumbo(2009:23)). Sedangkan pengertian Desain Grafis dari beberapa para ahli antara lain; Desain Grafis adalah proses pemikiran yang diwujudkan dalam gambar (Hendi (2008:3)). Desain Grafis adalah suatu jenis seni yang paling banyak/sering terlihat diantara jenis-jenis seni lainnya, karena Desain Grafis dapat ditemukan dimanapun dan kapanpun (Resnick (2003:15)). Adapula pengertian yang lebih menjelaskan mengapa ada istilah Desain Komunikasi Visual dan Desain Grafis, telah dijabarkan oleh Agus Sachari dan Yan Yan Sunarya (2000:13) sebagi berikut :
23
“ Desain Grafis kerap disebut sebagai Desain Komunikasi Visual, tetapi organisasi profesi Desain Grafis internasional (ICOGRADA) tetap menggunakan istilah Graphic Design untuk profesi ini......, desain yang dibuat ditempatkan pada ilmuilmu komunikasi”. 14 Dari uraian pengertian-pengertian menurut para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa Desain Komunikasi Visual maupun Desain Grafis tidaklah terlalu berbeda, sebab pada dasarnya dalam Desain Komunikasi Visual dan Desain Grafis terdapat elemen-elemen desain seperti: garis; bentuk; tekstur; ruang; ukuran; dan warna. Hanya saja yang membedakan keduanya adalah Desain Komunikasi Visual ditempatkan pada ilmu-ilmu komunikasi, sedangkan Desain Grafis tidak terikat dengan ilmu-ilmu komunikasi. 15
2.4.1. Teori Gestalt
Desain Grafis merupakan cabang ilmu dari seni visual yang tidak bisa lepas dari ilmu psikologi. Peran psikologi dalam Desain Grafis meliputi bagaimana seseorang secara psikis merespon tampilan visual disekitarnya. Salah satu teori psikologi yang paling populer dan banyak digunakan dalam desain grafis adalah teori Gestalt. Gestalt
14 15
Tinarbuko, Sumbo.2008.Semiotika Komunikasi Visual.Yogyakarta: Jalasutra.Hal:31 Ibid.Hal:38
24
merupakan sebuah teori psikologi yang menyatakan bahwa seseorang akan cenderung mengelompokkan apa yang dia lihat disekitarnya menjadi suatu kesatuan utuh berdasarkan pola, hubungan, dan kemiripan. Teori ini dibangun oleh tiga ilmuwan asal Jerman yaitu: Kurt Koffka, Max Wertheimer, and Wolfgang Köhler. Gestalt dalam banyak digunakan dalam Desain Grafis karena menjelaskan bagaimana persepsi visual bisa terbentuk. Prinsip-prinsip Gestalt yang banyak diterapkan dalam desain grafis antara lain: adalah proximity (kedekatan posisi); similarity (kesamaan bentuk); closure (penutupan bentuk); continuity(kesinambungan pola); dan figure Ground. Adapun penjelasannya adalah sebagi berikut:
1) Proximity (Kedekatan Posisi)
Objek-objek yang berdekatan posisinya akan dikelompokkan sebagai suatu kesatuan.
Gambar 006: Proximity, Logo Teori Gestalt Unilever. (24 Oktober, 20:30) Objek-objek pada logo unilever di atas dipersepsikan sebagai sebuah kelompok (huruf 'U') karena memiliki kedekatan posisi satu sama lain.
25
2) Similarity (Kesamaan Bentuk) Objek-objek yang bentuk dan elemennya mirip akan dikelompokkan sebagai suatu kesatuan.
Gambar 007:Teori Gestalt Similarity, Logo Ikon Burung dan Segitiga. (24 Oktober 20:33)
Tiga segitiga di bagian bawah logo diatas sejatinya adalah bagian dari ikon burung di logo tersebut. Namun karena memiliki kesamaan bentuk dengan segitiga lain, objek tersebut dipersepsikan sebagai bagian kelompok segitiga yang membentuk lingkaran.
3) Closure (Penutupan Bentuk) Suatu objek akan dianggap utuh walaupun bentuknya tidak tertutup sepenuhnya.
Gambar 008: Teori Gestalt Closure, logo WWF. (24 Oktober 20:35) 26
Kita dapat mengenali bahwa ikon pada logo WWF adalah seekor panda. Padahal, gambar tersebut tidaklah lengkap atau belum tertutup sepenuhnya.
4) Continuity (Kesinambungan Pola) Objek akan dipersepsikan sebagai suatu kelompok karena adanya kesinambungan pola.
Gambar 009: Teori GestaltContinuity. (24 Oktober 2014, 20:39)
Lingkaran-lingkaran di atas dipersepsikan sebagai suatu kelompok karena polanya berkesinambungan walaupun sebenarnya objek-objek tersebut terpisah satu sama lain.16 5) Figure Ground Yaitu sebuah objek bisa dilihat sebagai dua objek dengan permainan foreground dan background. Masing-masing bisa diidentifikasi sebagai objek tanpa harus membentuknya menjadi solid.
16
Sachari, Dr. Agus. 2003. Pengantar Metodologi Penelitian Budaya Rupa. Jakarta : Erlangga.Hal:27
27
Gambar 010: Teori Gestalt Figure Ground. (24 Oktober, 20: 42)
Gambar di atas ini adalah gambar sebuah objek, namun dengan memanfaatkan teori figure ground, gambar mampu menampilkan dua buah objek (objek guci dan siluet wajah). Gestalt menjelaskan bagaimana secara psikologi seseorang mencerna apa yang dilihatnya. Dengan memahami prinsip kerja kecenderungan persepsi visual manusia melalui Gestalt, desainer dapat memahami bagaimana fungsi sampainya suatu pesan terhadap audiens. 17
2.5 Elemen Desain Komunikasi Visual
Menurut Sunardi Purwosuwito (www.sunardipw.blogspot.com), elemen atau unsur Desain Komunikasi Visual terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
2.5.1 Garis (Line)
17
Sachari, Dr. Agus. 2003. Pengantar Metodologi Penelitian Budaya Rupa. Jakarta : Erlangga..Hal:53
28
Garis adalah unsur dasar untuk membangun bentuk atau konstruksi desain yang menghubungkan antara satu titik dengan titik yang lain sehingga bisa berbentuk gambar garis lengkung (curve) atau lurus (straight). 18
Gambar 011: Garis. Sumber: "Nirmana, Dasar-Dasar Seni dan Desain", Sadjiman (2009:102)
Pengertian garis menurut Leksikon Grafika adalah benda dua dimensi tipis memanjang. Sedangkan Lillian Gareth mendefinisikan garis sebagai sekumpulan titik yang bila dideretkan maka dimensi panjangnya akan tampak menonjol dan sosoknya disebut garis. Terbentuknya garis merupakan gerakan dari suatu titik yang membekaskan jejaknya sehingga terbentuk suatu goresan. Untuk menimbulkan bekas, biasa mempergunakan pensil, pena, kuas dan lain-lain. Bagi senirupa garis memiliki fungsi yang fundamental, sehingga diibaratkan jantungnya senirupa. Garis sering pula disebut dengan kontur, sebuah kata yang samar dan jarang dipergunakan. 19
18
19
Ebdi Sanyoto,Sadjiman.2009.Nirmana, Dasar-Dasar Seni Desain.Yogyakarta: Jalasutra..Hal:42
Sachari, Dr. Agus. 2003. Pengantar Metodologi Penelitian Budaya Rupa. Jakarta : Erlangga.Hal:38
29
Beberapa jenis garis memiliki suasana yang ditimbulkannya seperti, garis lurus mengesankan kekuatan, arah dan perlawanan. Garis lengkung mengesankan keanggunan, gerakan, pertumbuhan. Berikut kami saijkan beberapa jenis garis beserta asosiasi yang ditimbulkannya: 1. Horizontal : Memberi sugesti ketenangan atau hal yang tak bergerak. 2. Vertikal : Stabilitas, kekuatan atau kemegahan. 3. Diagional : Tidak stabil, sesuatu yang bergerak atau dinamika. 4. Lengkung S : Grace, keanggunan. 5. Zig-zag : Bergairah, semangat, dinamika atau gerak cepat. 6. Bending up right : Sedih, lesu atau kedukaan. 7. Diminishing Perspective : Adanya jarak, kejauhan, kerinduan dan sebagainya. 8. Concentric Arcs : Perluasan, gerakan mengembang, kegembiraan dsb. 9. Pyramide : Stabil, megah, kuat atau kekuatan yang masif. 10. Conflicting Diagonal : Peperangan, konflik, kebencian dan kebingungan. 11. Spiral : Kelahiran atau generative forces. 12. Rhytmic horizontals : Malas, ketenangan yang menyenangkan. 13. Upward Swirls : Semangat menyala, berkobar-kobar, hasrat yang tumbuh. 14. Upward Spray : Pertumbuhan, spontanitas, idealisme. 15. Inverted Perspective : Keluasan tak terbatas, kebebasan mutlak, pelebaran tak terhalang. 16. Water Fall : Air terjun, penurunan yang berirama, gaya berat. 17. Rounded Archs : Lengkung bulat mengesankan kekokohan.
30
18. Rhytmic Curves : Lemah gemulai, keriangan. 19. Gothic Archs : Kepercayaan dan religius. 20. Radiation Lines : Pemusatan, peletupan atau letusan. Lebih jauh lagi, garis sesuai fungsinya yang khas, yang mampu membentuk symbol yang memiliki pengertian khusus, sangat menunjang penggunaannya sebagai elemen symbol. Penggunaan garis sebegai elemen symbol, pertama kali diperkenalkan oleh Otto Neurath (1882 - 1945) seorang pengajar dan ilmuwan sosial, yang menamakan symbol tersebut sebagai Isotype. Kemudian bahasa Isotype ini berkembang dan menjadi salah satu bahasa gambar yang mampu mewakili berbagai bentuk komunikasi. Dalam perkembangan selanjutnya bentuk-bentuk simbol ini banyak dipergunakan dalam perancangan logo dalam upayanya agar mudah diingat dan mempunyai daya komunikasi yang baik. 20
2.5.2 Bentuk (Shape) Bentuk adalah segala hal yang memiliki diameter tinggi dan lebar. Pengertian bentuk menurut Leksikon Grafika adalah macam rupa atau wujud sesuatu, seperti bundar elips, bulat segi empat dan lain sebagainya. Bentuk dasar yang dikenal banyak orang adalah kotak (rectangle), lingkaran (circle), dan segitiga (triangle).
20
Sachari, Dr. Agus. 2003. Pengantar Metodologi Penelitian Budaya Rupa. Jakarta : Erlangga.Hal:49
31
Pada proses perancangan logo, bentuk menempati posisi yang tidak kalah penting dibanding elemen-elemen lainnya, mengingat bentuk-bentuk geometris biasa merupakan simbol yang membawa nilai emosional tertentu. Hal tersebut biasa dipahami, karena pada bentuk atau rupa mempunyai muatan kesan yang kasat mata. Seperti yang diungkapkan Plato, bahwa rupa atau bentuk merupakan bahasa dunia yang tidak dirintangi oleh perbedaan-perbedaan seperti terdapat dalam bahasa katakata. Namun teori Plato tersebut tidaklah mesti berlaku semestinya. Ada aspek lain yang mengakibatkan bahasa bentuk tidak selalu efektif. Seperti penerapan bentuk-bentuk internasional dengan target sasaran tradisional atau sebaliknya. Dengan kata lain, bila target sasaran tidak terbiasa dengan bahasa kasat mata tradisional, pergunakan bahasa kasat mata internasional demikian pula sebaliknya. Sebagai contoh adalah bila kita merancang logo armada angkatan bersenjata republik Tanzania misalnya, kurang lazim bila kita memilih bentuk keris atau mandau sebagai elemen penunjang dalam logo tersebut, karena bentuk keris dan mandau kurang atau bahkan tidak dikenal . Dari contoh diatas, kemudian muncul teori tentang frame of reference (kerangka referensi) dan field of reference (lapangan pengalaman) yang menjelaskan bahwa penerimaaan suatu bentuk pesan, dipengaruhi oleh beberapa aspek yakni panca indra, pikiran serta ingatan. Jadi seperti contoh masalah diatas, bentuk logo tersebut akan lebih efektif dan komunikatif bila ditujukan pada angkatan bersenjata Republik Indonesia, dan
32
tidak dengan Republik Dominika karena mereka tidak memiliki frame of reference dan field of reference tentang keris atau mandau dalam ingatan mereka. 21 Sementara pada kategori sifatnya, bentuk dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
(a) Huruf (Character/Typography) Huruf bentuk visual yang dipresentasikan dalam bentuk tulisan yang dapat digunakan sebagai wakil dari bahasa verbal dengan bentuk visual langsung(A, B, dan C). Pada buku Tipografi yang ditulis oleh Danton Sihombing (2001:13), tipografi merupakan salah satu pengetahuan disiplin seni mengenai huruf. Huruf merupakan bagian terkecil dari struksur bahasa tulis dan merupakan elemen dasar untuk membangun kata atau kalimat. Pengertian tipografi menurut buku Manuale Typographicum adalah : tipografi merupakan seni memilih dan menata huruf dengan pengaturan penyebarannya pada ruang-ruang yang tersedia, untuk menciptakan kesan khusus, sehingga akan menolong pembaca untuk mendapatkan kenyamanan membaca semaksimal mungkin. Rangkaian huruf atau kalimat tidak hanya memberikan suatu makna yang mengacu pada sebuah objek maupun gagasan, tetapi juga memiliki kemampuan menyuarakan suatu citra ataupun kesan secara visual. Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, huruf tak pernah lepas dari kehidupan keseharian. Hampir setiap bangsa di dunia menggunakannya sebagai
21
Rustan Surianto. 2009. Mendesain LOGO. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.Hal:56
33
sarana komunikasi. Sejarah perkembangan tipografi dimulai dari penggunaan pictograph. Bentuk bahasa ini antara lain dipergunakan oleh bangsa Viking Norwegia dan Indian Sioux. Di Mesir berkembang jenis huruf Hieratia, yang terkenal dengan nama Hieroglyphe pada sekitar abad 1300 SM. Bentuk tipografi ini merupakan akar dari bentuk Demotia, yang mulai ditulis dengan menggunakan pena khusus. 22 Bentuk tipografi tersebut akhirnya berkembang sampai di Kreta, lalu menjalar ke Yunani dan akhirnya menyebar keseluruh Eropa. Puncak perkembangan tipografi, terjadi kurang lebih pada abad ke-8 SM di Roma saat orang Romawi mulai membentuk kekuasaannya. Karena bangsa Romawi tidak memiliki sistem tulisan sendiri, mereka mempelajari sistem tulisan Etruska yang merupakan penduduk asli Italia serta menyempurnakannya sehingga terbentuk huruf-huruf Romawi. Perkembangan tipografi saat ini mengalami perkembangan dari fase penciptaan dengan tangan (hand drawn) hingga mengalami komputerisasi. Fase komputerisasi membuat penggunaan tipografi menjadi lebih mudah dan dalam waktu yang lebih cepat dengan jenis pilihan huruf yang ratusan jumlahnya. Komponen visual yang terdapat pada huruf antara lain : (1) Baseline : Sebuah garis maya lurus horisontal yang menjadi batas dari bagian terbawah setiap huruf besar.
22
Sihombing, Danton.2001.Tipografi dalam Desin Grafis.Gramedia Pustaka Utama.Hal:63
34
(2) Capline : Sebuah garis maya lurus horisontal yang menjadi batas dari bagian teratas setiap huruf besar.
(3) Meanline : Sebuah garis maya lurus horisontal yang menjadi batas dari bagian teratas setiap huruf kecil.
(4) x-Haight : Jarak ketinggian dari baseline sampai ke meanline. X-height merupakan tinggi dari badan huruf kecil.
(5) Ascender : Bagian huruf kecil yang posisinya tepat berada di antara capline dan meanline.
(6) Descender : Bagian dari huruf kecil yang posisinya tepat berada di bawah baseline. 23
Gambar 012: Komponen Visual pada Huruf. Sumber: "Tipografi dalam Desain Grafis", Danton Sihombing (2001:12)
23
Sihombing, Danton.2001.Tipografi dalam Desin Grafis.Gramedia Pustaka Utama.Hal: 17
35
Setiap perhitungan tinggi fisik huruf memiliki azas optikal matematis (perhitungan angka). Beberapa huruf dalam alfabet memiliki tinggi yang berbedabeda, namun secara optis keseluruhan huruf tersebut terlihat sama tinggi. Huruf yang memiliki bentuk lengkung dan segitiga lancip pada bagian teratas atau terbawah dari badan huruf akan memiliki bidang lebih lebar dibandingkan dengan huruf yang memiliki bentuk datar. Apabila beberapa huruf tersebut dicetak akan memiliki tinggi yang sama secara optis.
Gambar 013: Perbedaan Jarak pada huruf datar, lengkung, dan lancip. Sumber: "Tipografi dalam Desain Grafis", Danton Sihombing (2001:18)
Adapun karakteristik huruf yang dibagi menjadi lima kelompok, yaitu:
(1) Oldstyle
36
Gambar 014: Karakter huruf Oldstyle
Pertemuan stem dan serif merupakan sudut lengkung, dan tebal tipis strokenya kontras. 24 (2) Transitional (Baskerville)
Pertemuan stem dan serif merupakan sudut lengkung, dan tebal tipis strokenya sedikit kontras.
Gambar 015: Karakter huruf Transitional
(3) Modern (Bodoni) Pertemuan stem dan serif merupakan sudut siku, dan tebal tipis stroke-nya sangat kontras.
24
Sihombing, Danton.2001.Tipografi dalam Desin Grafis.Gramedia Pustaka Utama.Hal:21
37
Gambar 016: Karakter huruf Modern
(4) Egyptian/Slab Serif (Century Expanded) Pertemuan stem dan serif merupakan sudut lengkung dan umumnya kedua sisi sama lebar, dan tebal tipis stroke-nya sedikit kontras. 25
Gambar 017: Karakter huruf Egyptian
(5) Contemporary/Sans Serif (Helvetica)
Tidak memiliki serif, dan tebal tipis stroke-nya umumnya sama.
Gambar 018: Karakter huruf Contemporary
25
Sihombing, Danton.2001.Tipografi dalam Desin Grafis.Gramedia Pustaka Utama.Hal:29
38
Pada dasarnya huruf memiliki energi yang dapat mengaktifkan gerak mata. Energi ini dapat dimanfaatkan secara positif apabila dalam penggunaannya senantiasa diperhatikan kaidah-kaidah estetika, kenyamanan keterbacaannya, serta interaksi huruf terhadap ruang dan elemen-elemen visual sekitarnya. Susunan dari huruf-huruf disebut juga teks, teks yang menjelaskan informasi pada suatu desain komunikasi visual terdiri dari headline, subheadline, body copy, signature, caption, callout dan closing word.
(1) Headline (Judul) Kepala tulisan, merupakan pesan verbal yang paling ditonjolkan dan diharapkan dibaca pertama kali oleh target audiens. Posisinya bisa di mana saja, tidak selalu di bagian atas meskipun namanya head (kepala), Supriyono (2010:131). Bunyi headline biasanya menggelitik sehingga menarik perhatian orang untuk membacanya. 26
(2) Subheadline (Subjudul) Subheadline atau sub judul merupakan penjelas headline. Letaknya bisa di bawah maupun di atas headline (disebut juga overline). Biasanya mencerminkan materi dalam teks. Tidak semua desain mengandung subheadline, tergantung konsep kreatif yang digunakan. Di bagian lain, subjudul juga disebut sebagai kalimat peralihan yang mengarahkan pembaca dari judul ke naskah/ body copy. Pujiriyanto (2005: 38).
26
Sihombing, Danton.2001.Tipografi dalam Desin Grafis.Gramedia Pustaka Utama.Hal:37
39
(3) Body Copy (Naskah) Menurut Supriyono (2010: 132), body copy diartikan sebagai pengurai informasi suatu produk secara detail sehingga diharapkan dapat membujuk dan memprovokasi pembaca untuk membeli produk yang diiklankan. Panjang pendeknya body copy tergantung kebutuhan dan kondisi ruang (ukuran) iklan.
(4) Signature (Identitas) Signature (identitas) adalah salah satu unsur yang memberi bobot dalam sebuah desain. Selain memuat ciri khas brand tertentu, signature juga menjadi penarik perhatian audiens, terutama yang mencari prestis lewat merek tersebut. Signature dapat berupa logo/ brand name, jenis perusahaan, atau “splash”, yaitu Informasi singkat yang umumnya menyuruh audiens untuk “action”.
(5) Caption Caption merupakan keterangan yang menyertai elemen visual. Biasanya dicetak dalam ukuran kecil dan dibedakan gaya atau jenis hurufnya dengan body text atau elemen teks lain, Rustan (2008: 40).
(6) Callout Callout adalah bentuk caption yang menyertai suatu elemen visual yang memiliki lebih dari satu keterangan, misalnya pada diagram. Callout biasanya
40
memiliki garis-garis yang menghubungkannya dengan bagian-bagian dari elemen visualnya. Balloon adalah salah satu bentuk callout, Rustan (2008: 42).
(7) Closing Word (Penutup) Closing word atau kalimat penutup adalah kalimat yang pendek, jelas, singkat, jujur dan jernih yang biasanya bertujuan untuk mengarahkan pembaca untuk membuat keputusan apakah ingin membeli produk yang ditawarkan atau tidak, Pujiriyanto (2005: 41). (b) Simbol (Symbol)
Bentuk visual yang dipresentasikan dalam mewakili bentuk benda secara sederhana dan dapat dipahami secara umum sebagai simbol atau lambang untuk menggambarkan suatu bentuk benda nyata, misalnya gambar orang, bintang, matahari dalam bentuk simbol, bukan dalam bentuk nyata.
(c) Bentuk Nyata (Form) Bentuk ini betul-betul mencerminkan kondisi fisik dari suatu obyek. Seperti gambar manusia secara detil, hewan atau benda lainnya. 27
27
Sihombing, Danton.2001.Tipografi dalam Desin Grafis.Gramedia Pustaka Utama.Hal:51
41
Gambar 019: Bentuk. Sumber: "Nirmana, Dasar-Dasar Seni dan Desain",Sadjiman (2009:120) “ Typography in today’s digital world is largely constrained and restricted to the two-dimensional plane of the computer monitor or the piece of paper. The visual and tactile qualities of the typeface have been sorely lacking in recent decades, since letterpress has become an uncommon method of printing. In this study, paper-engineering techniques are employed and pop-up structures are created in relation to various typefaces. The objective of this study is to investigate whether the pop-up structure can be used as a platform to exemplify the origins and inspirations of typefaces. The results of the study are large-scale and interactive pop-up structures.”28
2.5.3 Tekstur (Texture) Tekstur adalah tampilan permukaan (corak) dari suatu benda yang dapat dinilai dengan cara dilihat atau diraba. Tekstur sering dikategorikan sebagai corak dari suatu permukaan benda, misalnya permukaan karpet, baju, dan kulit kayu.
28
The International Journal of the Book, Volume 9, Issue 4, pp.87-96. Article: Print (Spiral Bound). Article: Electronic
42
Gambar 020: Tekstur. Sumber: "Nirmana, Dasar-Dasar Seni dan Desain",Sadjiman (2009:143) 2.5.4 Ruang (space) Ruang adalah jarak antara suatu bentuk dengan bentuk lainnya. Dalam bentuk fisiknya pengidentifikasian ruang digolongkan menjadi dua unsur yaitu obyek (figure) dan latar belakang (background).
Gambar 021: Ruang. Sumber: "Nirmana, Dasar-Dasar Seni dan Desain",Sadjiman (2009:153)
2.5.5 Ukuran (size) Ukuran adalah elemen lain dalam desain yang mendefinisikan besarkecilnya suatu obyek.
43
Gambar 022: Ukuran. Sumber: "Nirmana, Dasar-Dasar Seni dan Desain", Sadjiman (2009:136)
2.5.6 Warna Warna merupakan unsur penting dalam obyek desain. Karena dengan warna orang bisa menampilkan identitas, menyampaikan pesan atau membedakan sifat dari bentuk-bentuk bentuk visual secara jelas. Dalam prakteknya warna dibedakan menjadi dua: yaitu warna yang ditimbulkan karena sinar (Additive color) yang biasanya digunakan pada warna lampu, monitor, TV dan sebagainya, dan warna yang dibuat dengan unsur-unsur tinta atau cat (Substractive color) yang biasanya digunakan dalam proses pencetakan gambar ke permukaan benda padat seperti kertas, logam, kain atau plastik. 29
Gambar 023: Warna. Sumber: "Nirmana, Dasar-Dasar Seni dan Desain",
29
Ebdi Sanyoto,Sadjiman.2009.Nirmana, Dasar-Dasar Seni Desain.Yogyakarta: Jalasutra.Hal:30
44
Sadjiman (2009:36)
Sulasmi Darmaprawira (2002:158) menjelaskan bahwa secara mendasar yang disebut kebudayaan Jawa berpusat di keraton.
Tradisi-tradisi Jawa mulai dari upacara-upacara yang bersifat adati sampai kepada bentuk-bentuk kesenian berpusat di keraton. Sikap priyayi keraton yang mencerminkan kebangsawanan serta moral sangat dipatuhi oleh lingkungan sekitarnya. Demikian juga ikatan kebudayaan yang ketat, semua terstruktur dengan cermat dan terpantul sampai keluar keraton.Demikian juga halnya dengan penggunaan warna, yang seolah telah terpola oleh peraturan yang tidak tertulis dari keraton. Menurut Dr. G.B. Rouffaer dan Dr.H.H. Juynboll yang mempelajari tentang rasa warna (sense of color) terhadap orang-orang Indonesia di P. Jawa, ia mengatakan bahwa sebenarnya orang-orang Jawa telah cukup kaya pengetahuan warnanya dan boleh dikatakan asli. Orang-orang Jawa telah mendapatkan 11 nama warna, yaitu: abang (merah), biru, dadu (merah jambu), deragem (coklat), ijo (hijau), ireng (hitam), kuning, putih, wilis (hijau kebiruan), jingga, wulung (ungu, indigo). Warna utama dari kesebelas warna tadi dan yang diperlambangkan adalah: Warna
Unsur
Mata Angin
Hitam
Besi
Utara
Putih
Perak
Timur
45
Merah
Perunggu
Selatan
Kuning
Emas
Barat
Tabel 001: Lambang Warna Utama menurut Dr. G. B. Rouffaer dan Dr. H. H. Juynboll. Sumber: "Warna",Sulasmi Darmaprawira (2002:158) Kuning adalah lambang keraton atau sultan, yang dinyatakan pada warna payungkebesaran yang berwarna kuning emas. Bila raja atau sultan sedang tidak ada di tempat (di keraton), biasanya bendera kuning dipancangkan dihalaman istana. Dalam bukunya Sulasmi juga menjelaskan warna kuning dapat diartikan sebagai kebahagiaan, penghormatan, kegembiraan, optimisme dan terbuka. Dari kesebelas warna diatas, warna yang muncul pada batik tradisional adalah warna hitam, coklat, putih, atau biru tua. Warna lainnya banyak muncul pada pewarnaan wayang kulit. Pada pertunjukan wayang kulit, warna merah dan putih dilambangkan sebagai arena pertunjukan; merah melambangkan blencong sebagai alat penerang dan putih sebagai lambang layar atau kelir tempat bayangan (diantara keduanya dimainkan wayang). Sebagai bagian dari elemen logo, warna memegang peran sebagai sarana untuk lebih mempertegas dan memperkuat kesan atau tujuan dari logo tersebut. Dalam perencanaan corporate identity, warna mempunyai fungsi untuk memperkuat aspek identitas. Lebih lanjut dikatakan oleh Henry Dreyfuss, bahwa warna digunakan dalam simbol-simbol grafis untuk mempertegas maksud dari simbol-simbol tersebut. Sebagai contoh adalah penggunaan warna merah pada segitiga pengaman, warna-
46
warna yang digunakan untuk traffic light merah untuk berhenti, kuning untuk bersiap-siap dan hijau untuk jalan.
Kemampuan warna menciptakan impresi, mampu menimbulkan efek-efek tertentu. Secara psikologis diuraikan oleh J. Linschoten dan Drs. Mansyur tentang warna sbb: Warna-warna itu bukanlah suatu gejala yang hanya dapat diamati saja, warna itu mempengaruhi kelakuan, memegang peranan penting dalam penilaian estetis dan turut menentukan suka atau tidaknya. Dari pemahaman diatas dapat dijelaskan bahwa warna, selain hanya dapat dilihat dengan mata ternyata mampu mempengaruhi perilaku seseorang, mempengaruhi penilaian estetis dan turut menentukan suka tidaknya seseorang pada suatu benda. 30 “ Computer vision is embracing a new research focus in which the aim is to develop visual skills for robots that allow them to interact with a dynamic, realistic environment. To achieve this aim, new kinds of vision algorithms need to be developed which run in real time and subserve the robot's goals. Two fundamental goals are determining the location of a known object. Color can be successfully used for both tasks.
This article demonstrates that color histograms of multicolored objects provide a robust, efficient cue for indexing into a large database of models. It shows
30
Ebdi Sanyoto,Sadjiman.2009.Nirmana, Dasar-Dasar Seni Desain.Yogyakarta: Jalasutra.Hal:41
47
that color histograms are stable object representations in the presence of occlusion and over change in view, and that they can differentiate among a large number of objects. For solving the identification problem, it introduces a technique calledHistogram Intersection, which matches model and image histograms and a fast incremental version of Histogram Intersection, which allows real-time indexing into a large database of stored models. For solving the location problem it introduces an algorithm calledHistogram Backprojection, which performs this task efficiently in crowded scenes.”31
2.6 Prinsip Desain Komunikasi Visual
Prinsip-prinsip desain menurut Hendi Hendratman (2008:29) terdapat lima prinsip yaitu :
1) Keseimbangan (balance) Secara keseluruhan unsur-unsur desain harus tampil dengan seimbang. Ada macam-macam keseimbangan yang bisa digunakan dalam pembuatan suatu desain, antara lain :
a) Keseimbangan Simetris Pada keseimbangan simetris unsur desain seakan dicerminkan pada garis sumbu khayal, dengan demikian anda akan melihat unsur yang sama pada kedua
31
Michael J. Swain, Dana H. Ballard International Journal of Computer Vision November 1991, Volume 7, Issue 1, pp 11-32
48
daerah dari garis sumbu. Desain dengan keseimbangan simetris akan mudah ditangkap oleh mata dan akan lebih mengesankan formal dan membosankan.
b) Keseimbangan Asimetris Dimana tidak ada unsur desain yang tersusun seperti refleksi dari cermin. Untuk mencapai keindahan dari keseimbangan asimetris yaitu harus dapat memahami, melatih dan merasakan prinsip-prinsip desain yang lainnya. Desain dengan keseimbangan asimetris lebih mengesankan informal, modern, dinamis dan berani.
c) Keseimbangan Radial Keseimbangan yang hampir mirip dengan keseimbangan simetris, namun desain yang dibuat dengan keseimbangan ini akan lebih diarahkan pada satu titik utama saja.
2) Irama (rhythm) Irama adalah pengulangan suatu variasi dari unsur-unsur desain. Pengulangan tersebut bisa membentuk urutan gerakan, pola/pattern tertentu. Ada beberapa jenis pengulangan yaitu :
a) Regular
49
Pengulangan unsur grafis dengan jarak dan bentuk yang sama. Pengulangan regular biasa digunakan pada desain border/bingkai, motif pakaian, kertas kado, ubin lantai.
b) Mengalir (flowing)
Pengulangan bentuk seakan menciptakan kesan bergerak, dinamis dan mengalir.
c) Progresif / Gradual Adanya peralihan antar stepnya sehingga menimbulkan kesan berproses sedikit demi sedikit. Contohnya seperti gambar bayi yang bertahap berubah menjadi dewasa, kotak yang bertahap berubah menjadi lingkaran, atau gradasi warna, dll.
3) Skala dan Proporsi Skala adalah perubahan ukuran/size tanpa perubahan perbandingan ukuran panjang lebar atau tinggi, sedangkan proporsi adalah adanya perubahan perbandingan antara panjang lebar atau tinggi sehingga gambar dengan perubahan proporsi sering terlihat distorsi.
4) Fokus
50
a) Hirarki (susunan) Yaitu bahwa untuk mendapatkan fokus suatu desain yang diinginkan harus memperhatikan susunan berikut: (1) Dominant : obyek yang paling menonjol dan paling menarik.
(2) Sub-dominant : obyek yang mendukung penampilan obyek dominan.
(3) Sub-ordinate : obyek yang kurang menonjol, bahkan tertindih oleh obyek dominant dan sub-dominant, contohnya adalah background.
b) Kontras Yaitu penekanan karena ada perbedaan yang drastis pada unsur desain. Contohnya kontras warna (hitam dan putih), kontras garis (tebal dan tipis), kontras besar-kecilnya font dll.
5) Kesatuan (unity) Yaitu semua unsur desain dan prinsip desain bersatu padu serta serasi sehingga dapat dilihat dan dipahami keseluruhan dalam suatu kesatuan. 32
2.7 Media-media Desain Komunikasi Visual
32
Lillian Garret. 1986.Desain Visual. Yogyakarta : Fakultas Senirupa dan Disain ISI.
51
Media komunikasi visual ada bermacam-macam, berdasarkan penuturan Freddy Adiono Basuki (2000) yang disempurnakan oleh Pujiriyanto (2005:15), secara garis besar media dapat dikelompokkan menjadi lima macam:
1) Media cetak/ visual (printed material), contohnya: poster (dalam dan luar), stiker, sampul buku, pembungkus, selipat (folder), selebaran (leaflet), amplop dan kop surat, tas belanja, katalog, iklan majalah dan surat kabar.
2) Media luar ruangan (outdoor), contohnya: spanduk (banner), papan nama, umbul-umbul, neon-box, neon-sign, billboard, baliho, mobile box.
3) Media elektronik (electronic), contohnya: radio, televisi, internet, film, program video, animasi komputer.
4) Tempat pajang (display), contohnya: etalase (window display), point of purchase, desain gantung, floor stand.
5) Barang-barang kenangan (special offer), contohnya: kaos, topi, payung, gelas, aneka souvenir, sajadah, tas dan sebagainya. Setiap jenis media promosi memiliki karakteristik sendiri-sendiri tergantung kepada tujuan penggunaan media tersebut. Berikut definisi beberapa media promosi menurut Kusrianto (2007: 330), antara lain:
52
1) Leaflet (selebaran): Lembaran kertas cetak yang dilipat menjadi dua halaman atau lebih.
2) Folder: Lembaran bahan cetakan yang dilipat menjadi dua seperti map atau buku agar mudah dibawa.
3) Brosur (booklet): Bahan cetakan yang terdiri dari beberapa halaman yang dijilid sehingga menyerupai buku.
4) Katalog: Sejenis brosur yang berisi rincian jenis produk/ layanan usaha dan kadang-kadang dilengkapi dengan gambar-gambar. Ukurannya bisa bermacammacam, mulai dari sebesar saku sampai sebesar buku telepon, tergantung keperluan bisnisnya.
5) Stationery Set: Antara lain amplop, kop surat dan pulpen yang biasanya ditempatkan di kamar hotel. Berfungsi bukan hanya sebagai servis dari hotel tersebut, tetapi termasuk pos material karena terdapat nama produk atau jasa, lengkap dengan alamat dan nomor telepon.
6) Sisipan (Stufler): Leaflet yang disisipkan atau ditempatkan dalam kotak kemasan suatu produk. Biasanya berupa penjelasan penggunaan produk tersebut, atau produk-produk lain yang diproduksi oleh perusahaan yang sama.
53
7) Hanging Mobile: Sebuah alat pajangan yang bergerak apabila terkena angin, penempatannya secara digantung.
8) Wobler: Alat pajangan yang cara penempatannya ditempel di dinding atau di rak penjualan menggunakan plastik atau bahan sejenis sehingga gambar menjadi lentur dan bergerak. Biasanya dalam bentuk 2 dimensi.
9) Self Talker: Media cetak yang mempromosikan suatu produk dengan menempatkannya langsung di rak.
10) Flag Chain: Rangkaian bendera kecil dengan menampilkan gambar produk, merek, slogan, atau gabungan dari semua itu.
11) Poster: Poster bergambar dan full color biasanya dipakai sebagai dekorasi ruangan dengan menempelkannya di dinding, jendela toko, atau dinding ruang pamer.
12) Sticker: Bahan promosi yang paling banyak dan sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan untuk mempromosikan produknya karena sifatnya yang sangat fleksibel.
54
13) Kotak Dispenser: Memiliki kaitan dengan leaflet atau brosur karena dipakai untuk menempatkan barang- barang tersebut.
14) Model: Model di sini lebih cenderung berfungsi sebagai hiasan atau pajangan dan biasanya berbentuk miniatur. Bentuk lainnya, merchandise/ souvenir, jam, asbak, korek, gantungan, kunci,kalender, t-shirt, topi, payung, dll. 33 “After reading No Logo my skepticism has been replaced with intellectual admiration. Klein's analysis of the "branding" phenomenon, the rise of a culture and economy centred on manufacturing corporate images, and her descriptions of the resistance to mega-corporations like Nike, Shell, and McDonalds is thorough, welldocumented, and articulate. Based on four years of research, including analyses of trade journals such as Advertising Age, trips to economic free-trade zones around the world, and interviews with workers and activists, Klein makes sense of a variety of dispersed events that she connects under the rubric of "branding.
" Given the activities of the G-7 nations and the WTO to secure international trade agreements under the banner of a greater global good, and the spate of protests that have arisen against the activities of these organizations worldwide, No Logo is a timely analysis and intervention
33
Istanto, Freddy H.2000.Rajutan Semiotika untuk Sebuah Iklan.Studi Kasus Iklan Long Beach, Jurnal Nirmana
.Hal:33
55
56