BAB II KEBERADAAN PT. JAMSOSTEK DALAM UU JAMINAN SOSIAL
A. Sejarah Jaminan Sosial dan Jamsostek di Indonesia Jaminan Sosial Nasional adalah program pemerintah dan masyarakat yang bertujuan member kepastian jumlah perlindungan kesejahteraan sosial agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Perlindungan ini diperlukan utamanya bila terjadi hilangnya atau berkurangnya pendapat. 38 Perlindungan jaminan sosial mengenal beberapa pendekatan yang saling melengkapi yang direncanakan dalam jangka panjang dapat mencakup seluruh rakyat secara bertahap sesuai dengan perkembangan kemampuan ekonomi masyarakat. Pendekatan pertama adalah pendekatan asuransi sosial atau compulsory social insurance, yang dibiayai dari kotribusi/premi yang dibayarkan oleh tenaga kerja dan atau pemberi kerja. Kontribusi/premi dimaksud selalu harus dikaitkan dengan tingkat pendapatan/upah yang dibayarkan oleh pemberi kerja. Pendekatan kedua berupa bantuan sosial (social assistance) baik dalam bentuk pemberi bantuan uang tunai maupun pelayanan dengan sumber pembiayaan dari Negara dan bantuan sosial da masyarakat lainnya. 39 Beberapa Negara yang menganut welfare state yang selama ini memberikan jaminan sosial dalam bentuk social mulia menerapkan asuransi sosial. Utamanya karena jaminan melalui bantuan social membutuhkan dana yang besar dan tidak mendorong masyarakat merencanakan kesejahteraan bagi dirinya. Selain itu, dana yang terhimpun dalam asuransi sosial dapat merupakan tabungan nasional. Secara 38
Purwoko Bambang, Jaminan social dan Sistem penyelenggaraannya, (Jakarta : Meganet Dutatama, 1999), hal. 3 39 Ibid
Universitas Sumatera Utara
keseluruhan adanya jaminan social nasional dapat menunjang pembangunan nasional yang berkelanjutan. Pengaturan dalam jaminan sosial ditinjau dari jenisnya terdiri dari jaminan kesehatan, jaminan keelakaan kerja, jaminan pemutusan hubunga kerja, jaminan hari tua, pensiun dan santunan kematian. 40 Sebenarnya, selama dekade terakhir di Indonesia telah ada beberapa program jaminan social dalan bentuk asuransi sosial, namun baru mencakup sebagian kecil pekerja di sector formal. Krisis ekonomi yang menyebabkan angka pengangguran melonjak dengan tajam telah menimbulkan berbagai masalah ekonomi. Dalam kondisi seperti ini jaminan sosial dapat membantu menanggulangi gejolak sosial. 41 Menyadari masih terbatasnya jangkauan jaminan sosial yang ada dan beberapa kekurangan dalam pengaturan dan penyelenggaraannnya serta betapa pentingnya peran jaminan sosial dalam pemberian perlindungan utamanya di saat berkurangnya pendapatan maka dianggap perlu menyusun Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui penerbiata undang-undang yang akan mengatur substansi, kelembagaan dan mekanisme sistem jaminan sosial yang berlaku secara nasional. Sistem Jaminan Sosial yang akan dibangun ini haruslah sifatnya dengan tingkat kepercayaan publik yang tinggi dan transparan dalam penyelenggaraannya. 42 Sistem
Jaminan
Sosial
(Social
security
system)
adalah
system
penyelenggaraan program Negara dan pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial, agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia. Jaminan sosial diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan seseorang, baik karena
40
Ibid Ibid 42 Moh. Syaufi Syamsuddin, “Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Tenaga Kerja Wanita”, Informasi Hukum, Kamis, 09 November 2006, dikutip Adrian Sutedi 41
Universitas Sumatera Utara
memasuki usia lanjut atau pensiun, maupun karena gangguan kesehatan cacat, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya. Sistem Jaminan Sosial Nasional disusun dengan mengacu pada penyelenggaraan jaminan sosial yang berlaku universal dan telah diselenggarakan oleh Negara-negara maju dan berkembang sejak lama. Penyelenggaraan jaminan social di berbagai Negara memang tidak seragam, ada yang berlaku secara nasional untuk seluruh penduduk dan ada yang hanya mencakup penduduk tertentu untuk program tertentu. 43 Jaminan sosial dapat diwujudkan melalui mekanisme asuransi sosial dan tabungan sosial. Adanya perlindungan terhadap resiko sosial ekonomi melalui asuransi sosial dapat mengurangi beban Negara dalam penyediaan dana bantuan sosial yang memang sangat terbatas. Melalui prinsip kegotongroyongan, mekanisme asuransi sosial merupakan sebuah instrumen negara yang kuat dan digunakan di hampir seluruh negara maju dalam menanggulangi risiko sosial ekonomi yang setiap saat dapat terjadi pada setiap warga negaranya. 44 Dilihat dari aspek ekonomi makro, jaminan sosial nasional adalah suatu instrumen yang efektif untuk memobilisasi dana masyarakat dalam jumlah besar, yang sangat bermanfaat untuk membiayai program pembangunan dan kesejahteraan bagi masyarakat itu sendiri. Selain memberikan perlindungan melalui mekanisme asuransi sosial, dana jaminan sosial yang terkumpul dapat menjadi sumber dana investasi yang memiliki daya ungkit besar bagi pertumbuhan perekonomian nasional. Dilihat dari aspek dana, program ini merupakan suatu gerakan tabungan nasional yang berlandaskan prinsip solidaritas sosial dan kegotongroyongan. 45
43
Sentanoe Kertonegoro, Jaminan Sosial : Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta : Mutiara, 1982), hal. 37, dikutip Adrian Sutedi, hal. 182 44 Ibid 45 Sulastomo , 2005, Sistem Jaminan Sosial Nasional, IDI, Jakarta, hal 19
Universitas Sumatera Utara
Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara Indonesia seperti halnya berbegai Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan finded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal. 46 Sejarah dimulainya jaminan sosial mengalami proses yang panjang, dimulai dari Undang-Undang Nomor 33 tahun 1947 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1951 tentang Kecelakaan kerja, Peraturan Menteri perburuhan Nomor 48 Tahun 1952 jo Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 8 Tahun 1956 tentang pengaturan Bantuan untuk Usaha Penyelenggaraan Kesehatan Buruh, peraturan Menteri perburuhan Nomor 15 Tahun 1957 tentang Pembentukan Yayasan Sosial Buruh, peraturan Menteri Perburuhan Nomor 5 Tahun 1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS) dan selanjutnya diberlakukannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Tenaga Kerja.
B. Bentuk Badan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 menentukan BPJS adalah Badan hokum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS harus dibentuk dengan undang-undang. Mahkamah konstitusi menyatakan bahwa frase dengan undang-undang dalam ketentuan tersebut diatas menunjuk pada pengertian bahwa pembentukan setiap badan penyelenggara jaminan sosial harus dengan undang-undang. Ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU SJSN adalah dimaksudkan untuk pembentukan badan penyelenggara tingkat nasional yang berada di pusat. Lebih lanjut
46
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Edisi 1, Cetakan 1, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 122.
Universitas Sumatera Utara
dikemukakan
bahwa
keberadaan
undang-undang
yang
mengatur
tentang
Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di tingkat pusat merupakan kebutuhan, karena belum adanya badan penyelenggara jaminan social yang memenuhi persyaratan agar UU SJSN dapat dilaksanakan. 47 Mengenai UU SJSN menentukan bahwa semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS disesuaikan dengan undang-undang ini paling lambat 5 tahun sejak undang-undang ini diundangkan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa BPJS dalam undangundang ini adalah transformasi dari BPJS yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika perkembangan jaminan sosial. Undang-undang tidak member penjelasan lebih lanjut mengenai penyesuaian tersebut. Apakah dengan undang-undang BPJS nanti jumlah BPJS yang ada masih dipertahankan atau disatukan? Pembentukan UU SJSN tidak bermaksud untuk menetapkan satu badan penyelenggara untuk seluruh program jaminan sosial. Hal ini ternyata dari ketentuan Pasal 1 angka 2 UU SJSN yang menentukan bahwa “Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa penyelenggara jaminan social”. Digunakan kata “beberapa” dalam ketentuan tersebut menunjukkan pembentuk Undang-Undang menghendaki adanya lebih dari satu badan penyelenggara. 48 Penjelasan umum UU SJSN juga menegaskan hal tersebut sebagai berikut: “sehubungan dengan hal di atas, dipandang perlu menyusun sistem jaminan social nasional yang mampu mensinkronisasikan penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta member manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta. Lebih lanjut dikemukakan sebagai berikut : “BPJS dalam undang-undang ini 47 48
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Ibid
Universitas Sumatera Utara
adalah transformasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika perkembangan jaminan sosial.” 49 Sebenarnya UU SJSN tidak menentukan secara spesifik bentuk badan hukum BPJS, yang diatur dalam UU SJSN adalah asas, tujuan dan prinsip penyelenggaraan SJSN, keharusan BPJS dibentuk dengan undang-undang, kewajiban BPJS, kerjasama BPJS dengan fasilitas kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan dan pengelolaan dana jaminan sosial. BPJS adalah Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial yang dibentuk dengan undang-undang sedangkan BUMN adalah Badan Usaha dan Perseroan Terbatas merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian untuk melakukan kegiatan usaha. Oleh karena itu Pasal 52 ayat (2) UU SJSN menentukan agar semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS disesuaikan dengan UU SJSN. Sebagai badan yang menyelenggarakan jaminan social, maka bentuk BPJS dapat diuraikan sebagai berikut : 50 1. Badan Trust Fund (Dana Amanat) yang independen Suatu
bentuk
badan
tripartit
yang
independen
terhadap
birokrasi
pemerintahan yang disebut Wali Amanat (Board if Trustee) dan diawasi oleh wakilwakil pihak yang berkepentingan (stakeholders) merupakan pilihan yang paling banyak dianut di dunia. Bentuk dana amanat adalah bentuk badan hokum yang umum digunakan di Negara-negara maju dengan berbagai nama. Badan ini dapat disebut sebagai suatu Badan Penyelenggara Publik yang bukan BUMN, bukan perusahaan swasta dan bukan lembaga pemerintah. Bentuk dana amanat pada prinsipnya adalah 49
Kertonegoro, Sentanoe (1998), Sistem Penyelenggaraan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja – Isu Privatisasi Jaminan Sosial, Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakartam hal 38 50 Suriaatmadja, S. (1995). “Perkembangan PT. ASTEK dalam Jaminan Kesehatan”. Makalah Pada Kongres IAKMI VIII tanggal 8 -11 Oktober 1995. Yogyakarta, hal 71
Universitas Sumatera Utara
suatu badan quasi Pemerintah yang tidak dimiliki oleh sekelompok orang akan tetapi dimiliki oleh seluruh pesertanya, yang peruntukan dananya telah ditetapkan. Dana amanat dimiliki seluruh peserta, maka apabila terdapat sisa hasil usaha maka sisa hasil usaha tersebut menjadi milik seluruh peserta. Jadi tidak ada pembagian dividen untuk sekolompok orang maupun untuk pemerintah seperti yang terjadi dalam bentuk BUMN. Dana sisa hasil usaha dapat diberikan sebagai pengurangan iuran tahun berikutnya, disimpan sebagai dana cadangan umum untuk seluruh peserta atau untuk perbaikan pelayanan. Dana amanat merupakan milik seluruh rakyat, apabila cakupan jaminan sosial sudah universal, maka sisa hasil usaha juga tidak perlu dikenakan pajak penghasilan badan karena setiap dana yang diperoleh sudah menjadi hak seluruh rakyat seperti halnya dan yang dikumpulkan dari pajak. Bedanya, dalam dana amanat pemerintah tidak ikut campur mengelola dana tersebut. Pengelolaan dana amanat diatur oleh undang-undang dan pengelola yang terdiri dari Board of Trustees (Wali Amanat) dan Executive Boards (Dewan Eksekutif yang terdiri atas Direksi beserta kelengkapannya) secara independen atau otonom tanpa campur tangan pemerintah atau partai. Wali Amanat/Dewan jaminan sosial nasional adalah lembaga penentu kebijakan dan sekaligus pengawas keuangan maupun penyelenggaraan lainnta yang dilaksanakan oleh eksekutif. Wali Amanat terdiri dari wakil-wakil berbagai peserta wakil tenaga kerja, wakil perusahaan, wakil pemerintah dan unsur lain yang dimulai perlu dan memiliki kemampuan menjalankan fungsi Wali Amanat. Bentuk Dana Pensiun Pemberi kerja dan Universitas otonom atau badan hukum pendidikan adalah badan hukum yang mendekati bentuk dana amanat. 2. Badan Usaha Milik Negara/Daerah Badan usaha Milik Negara (BUMN) adalah suatu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar midalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara
Universitas Sumatera Utara
langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Sedangkan Badan Usaha Milik Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah Propinsi dan atau kabupaten/Kota, melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah Propinsi atau Kabupaten/Kota yang dipisahkan. Saat ini jaminan sosial dikelola oleh badan hukum BUMN seperti PT. Askes, Asabri, Jamsostek dan Taspen. Dalam undang-undang asuransi memang diatur bahwa asuransi sosial harus dikelola oleh BUMN. Dari segi tanggungjawab pemerintah, memang bentuk BUMN lebih menjamin solvabilitas jika sewaktu-waktu-waktu terjadi masalah keuangan yang erat. Namun demikian, bentuk BUMN yang pada hakikatnya lembaga pencari laba (untuk kas Negara) tidak sesuai dengan nafas jaminan social yang perlu memaksimalkan manfaat atau jaminan. Bentuk badan usaha ini pula yang menimbulkan tuntutan agar pengelolan jaminan social atau asuransi sosial tidak monopoli. Padahal, jika bentuk penyelenggara kembali kepada sifat alamiahnya yang wajib kontribusi, maka bentuk BUMN tidak cocok. Jaminan sosial bukanlah urusan usaha bisnis karena jaminan social justru terbentuk sebagai jawaban atas kegagalan usaha bisnis mewujudkan keadilan sosial dan memberikan kepastian perlindungan yang berkelanjutan. Karena di Indonesia banyak pihak belum memahami dan belum percaya dengan bentuk khusus dana amanat. Jalan keluar yang mungkin bisa ditempuh adalah banyak BUMN khusus yang nirlaba dan aturan mainnya di atur sendiri. Dalam SJSN tidak diatur oleh UU BUMN. Namun itupun masih bisa menimbulkan kebingungan. 3. Badan Usaha Milik Swasta (Free Choce) Di Indonesia perangkat hukum yang mengatur perusahaan berbentuk badan hokum ‘perseroan terbatas’ atau Limited Liability Company (selanjutnya disingkat
Universitas Sumatera Utara
“PT”), sebelumnya diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan segala perubahannya, terakhir yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1971, lalu kemudian digantikan posisinya oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang tentang Perseroan Terbatas, sampai kemudian pada 16 Agustus 2007 digantikan lagi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Tuntutan pihak swasta untuk ikut serta terjun mengelola jaminan social merupakan alternatif liberal yang dapat dipertimbangkan untuk pengelola jaminan sosial.
C. Asas/Prinsip dan Tujuan Penyelenggaraan SJSN 1. Asas/prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu sistem yang dibangun berdasarkan prinsip di bawah ini: 51 a. Kegotongroyongan Prinsip kegotongroyongan atau solidaritas sosial ini diwujudkan dengan mekanisme asuransi sosial dimana semua peserta mengiur sebesar prosentase tertentu dari upah atau penghasilannya. Dengan demikian terjadi suatu sistem subsidi silang. Peserta yang mampu membantu yang kurang mampu, peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi, peserta yang sehat membantu yang sakit, dan yang muda membantu yang tua. Tidak semua program jaminan sosial diwujudkan dengan mekanisme gotong royong seperti itu. Program jaminan hari tua, provident fund, biasanya dibangun dengan sistem tabungan wajib yang kurang menggambarkan kegotongroyongan seperti di atas. Namun secara umum, SJSN akan dibangun berdasarkan prinsip kegotongroyongan ini.
51
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, Reformasi Sistem Jaminan Sosial di Indonesia, Bekerjasama dengan German Techical Coorperation, 2006, hal 12
Universitas Sumatera Utara
b.
Hukum bilangan besar (The law of large numbers). Prinsip ini merupakan suatu syarat terselenggaranya sebuah mekanisme
asuransi yang efisien. Pada intinya prinsip ini merupakan hukum alam dimana semakin besar jumlah peserta, semakin kecil biaya pengelolaan per peserta yang harus dikeluarkan untuk seluruh peserta. Dengan demikian, sistem akan berjalan dengan sinambung dan mampu memelihara tingkat solvabilitas yang stabil. Selain itu, pemupukan dana dalam satu”lumbung” milik bersama tidak hanya memenuhi prinsip asuransi, akan tetapi juga menjadi upaya pemersatu atau menjadi perekat bangsa sehingga sebuah sistem nasional yang sama bagi seluruh rakyat akan memperkuat nasionalisme Indonesia. c. Kepesertaan bersifat wajib (compulsory). Prinsip ini perlu ditegakkan untuk menjamin seluruh penduduk terlindungi dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya. Terpenuhinya hukum bilangan besar karena hanya dengan mewajibkan seluruh penduduk mengiur dan menyatukan risiko individual menjadi risiko bersama. Dalam prakteknya, mewajibkan penduduk sektor informal untuk mengiur memiliki banyak kendala dalam pengumpulan iuran secara reguler dan dalam penentuan tingkat iuran karena penghasilan penduduk di sektor informal tidak selalu tetap seperti penghasilan penduduk di sektor formal. Pengalaman negara-negara lain yang telah memiliki sistem jaminan sosial yang mencakup seluruh penduduk menunjukkan bahwa dari segi manajemen, kewajiban menjadi peserta dimulai dengan penduduk di sektor formal, baru secara bertahap dilanjutkan kepada penduduk di sektor informal. Selain itu, kecenderungan masyarakat modern secara otomatis meningkatkan jumlah penduduk di sektor formal sejalan dengan terjadinya urbanisasi dan kebutuhan persaingan di pasar global.
Universitas Sumatera Utara
d.
Manfaat yang layak Jaminan sosial ditujukan untuk menjamin setiap warga negara memenuhi
kebutuhan dasar yang layak yang dapat memungkinkan rakyat berproduksi. Apabila manfaat (benefits) jaminan sosial diberikan terlalu kecil, maka rakyat tidak akan merasakan manfaat mengikuti program jaminan sosial dan karenanya sulit mengharapkan tingkat kepatuhan kepesertaan yang tinggi. Manfaat yang diberikan terlalu besar atau jauh lebih tinggi dari kebutuhan dasar akan membutuhkan iuran yang lebig besar, sementara sebagian besar penduduk tidak memiliki kemampuan untuk mengiur yang mengambil porsi sebagian besar upah atau penghasilannya. Oleh karenanya, manfaat yang diberikan oleh SJSN harus memenuhi kebutuhan hidup yang layak yang secara bertahap ditingkatkan sesuai dengan peningkatan standar hidup dan peningkatan upah atau penghasilan penduduk. e.
Iuran ditetapkan secara proporsional dengan penghasilan. Kepesertaan yangbersifat wajib harus didukung dengan penetapan iuran yang
proporsional terhadap upah atau penghasilan. Dengan iuran yang proporsional tersebut, maka seluruh pekerja akan mampu mengiur, karena beban iuran relatif sama bagi seluruh lapisan pekerja. Penetapan iuran yang proprosional terhadap penghasilan tidak mudah dilaksanakan bagi penduduk di sektor informal yang tidak memiliki penghasilan yang tetap jumlahnya atau relatif sama untuk sekelompok pekerja dengan pengalaman dan pendidikan yang sama. Bagai sector informal iuran dapat juga ditetapkan sejumlah tertentu seperti di Filipina. Oleh kerenanya penetapan iuran bagi
Universitas Sumatera Utara
sektor informal memerlukan studi yang memberikan informasi tentang rata-rata penghasilan bagi kelompok usaha informal. f. Pembiayaan bersama antara pekerja dan pemberi kerja Pada dasarnya jamninan sosial akan memberikan manfaat bagi para pekerja sehingga mereka akan dapat bekerja dengan tenteram tanpa haurs memikirkan risiko masa depan. Dengan demikian produktivitasnya akan meningkat. Peningkatan produktivitas pada akhirnya akan menguntungkan pemberi kerja karena hasil produksi yang meningkat juga dapat memberikan keuntungan pengusaha yang lebih tinggi. Dari sisi pekeja, keikutsertaan mengiur, sebagai bagian tanggung jawab terhadap diri dan keluarganya. Kecuali jaminan yang seharusnya menjadi tanggung jawab pekerja yaitu jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Oleh karenanya sangatlah wajar jika pembiayaan SJSN ditanggung bersama antara pemberi kerja dan pekerja. Prinsip ini juga diselenggarakan oleh sistem jaminan sosial di negara-negara lain. Pemerintah juga merupakan pemberi kerja bagi pegawai negeri. Pekerja di sektor informal, yang bekerja mandiri, dengan sendirinya berfungsi ganda sebagai pekerja sekaligus pemberi kerja bagi dirinya. Oleh karenanya pekerja sektor informal harus menanggung jumlah iuran yang relatif lebih besar dibandingkan dengan pekerja di sektor formal. Dalam banyak negara, dimana sektor iformal telah membayar pajak dengan teratur, pemerintah dapat memberikan subsidi iuran bagi pekerja di sektor informal. g.
Penyelenggaraan SJSN bersifat nirlaba (not for profit/solidaritas sosial). Hakikat penyelenggaraan jaminan sosial adalah kegotongroyongan dari dan
oleh peserta. Pada sistem yang telah matang dimana seluruh penduduk sudah menjadi peserta, maka sistem ini akan menjadi suatu sistem gotong royong nasional.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karenanya, sebenarnya SJSN dimiliki oleh seluruh peserta bukan sekelompok orang. Dengan demikian, segala usaha yang dikembangkan dalam rangka meningkatkan nilai dana yang terkumpul harus dikembalikan kepada peserta dalam bentuk peningkatan nilai manfaat atau penurunan jumlah iuran di kemudian hari. Sisa hasil usaha di akhir tahun buku tidak dibagikan sebagai dividen dan tidak perlu dikenakan pajak penghasilan. Semua sisa hasil usaha akan menjadi hal seluruh peserta yang notabene adalah seluruh rakyat. Inilah hakikat dari prinsip nirlaba dimana seluruh dana hasil pengembangan dana dikembalikan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. h.
Pengelolaan jaminan sosial menggunakan prinsip Dana Amanat Dalam prinsip ini, iurna yang terkumpul bukanlah penerimaan badan
penyelenggara sebagai hasil jual beli dan karenanya bukan merupakan kekayaan badan penyelenggara. Iuran terkumpul, dan hasil pengembangannya, tetap merupakan titipan para peserta kepada badan penyelenggara yang peruntukannya telah ditetapkan. Badab penyelenggara diberikan amanat atau kepercayaan untuk mengelola dana untuk sebesar-besarnya manfaat kepada seluruh peserta. Dengan demikian, badan penyelenggara harus bisa dipercaya. i.
Pengelolaan
dana
dilaksanakan
dengan
prinsip
solvalibitas,
likuiditas,
keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektifitas. 1) Prinsip solvalibias adalah prinsip dimana dana harus selalu mencakupi untuk membiayai manfaat bagi seluruh peserta dalam jangka panjang. Pengelola harus selalu menjaga agar setiap saat dana, baik yang berupa uang tunai, dana di rekening, dana yang tersimpan dalam bentuk deposito, obligasi dan dalam bentuk investasi lain harus selalu cukup untuk membiayai segala kewajiban kepada seluruh pesertanya.
Universitas Sumatera Utara
1)
Prinsip likuiditas adalah prinsip dimana dana harus selalu tersedia untuk membiayai seluruh manfaat seperti jaminan kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja. Sumber dana untuk membiayai manfaat jangka pendek adalah dana tunai, bank dan deposito yang jatuh tempo segera.
2)
Prinsip keterbukaan merupakan suatu keharusan dalam jaminan sosial karena dana yang dikelola merupakan dana milik peserta. Oleh karenanya manajemen harus sangat terbuka yang ditunjukan dengan penyampaian akun perorangan yang menunjukkan jumlah iuran yang diterima dan akumulasinya kepada seluruh peserta dan laporan keuangan berkala yang harus dipublikasikan secara terbuka dan diketahui oleh setiap peserta yang ingin mengetahuinya, serta perubahan kebijakan minimal satu kali setahun.
3)
Prinsip kehati-hatian (prudensial) adalah suatu bentuk tanggung jawab pengelola dalam mengelola dana peserta. Penetapan dana dalam investasi harus benar-benar diperhitungkan agar terhindar dari risiko kehilangan dana akibat berbagai spekulasi atau tingkat risiko investasi yang besar. Investasi spekulasi dalam mata uang asing misalnya mempunyai risiko tinggi dan karenanya tidak dibenarkan. Begitu juga penempatan dana dalam jumlah besar di suatu bank akan mempunyai risiko besar apabila ternyata bank tersebut mengalami kebangkrutan.
4) Prinsip
akuntabilitas
merupakan
prinsip
dimana
pengelola
harus
bertanggungjawab penuh atas segala tindakannya. Oleh karenanya, segala tindakan yang bertujuam untuk kepentingan dirinya harus dilarang. Penempatan investasi pada suatu bank dimana pengelola memiliki saham jelas merupakan tindakan yang tidak bertanggungjawab kepada peserta dan karenanya harus dilarang.
Universitas Sumatera Utara
5) Prinsip efisiensi diwujudkan dengan membatasi dana yang boleh digunakan untuk biaya operasional. Untuk program jangka pendek, penglola tidak boleh menghabiskan lebih dari 5 % (lima persen) iuran yang diterima dalam satu tahun buku. Untuk program jangka penjang, iuran sama sakali tidak boleh digunakan untuk membiayai operasional SJSN. Operasional program jangka panjang harus dibiayai dan dicukupi dari sebagian kecil (misalnya 5 %) hasil pengembangan dana. 6) Prinsip efektivitas diwujudkan dengan memberikan jaminan yang benarbenar efektif. j. Portabilitas. Artinya manfaat jaminan sosial dapat dibawa kemana saja dan selalu ersedia dimanapun diseluruh tanah air. Manfaat yang diperoleh peserta tidak boleh putus atau hilang karena peserta pindah tempat kerja atau pindah tempat tinggal. Tentu saja, apabila peserta pindah tempat tinggal tetap ke luar negeri maka jaminan atau manfaat jaminan sosial harus terputus, karena peserta tidak lagi menjadi penduduk Indonesia sebagai suatu syarat kewajiban dan hak jaminan sosial. k. Tanggung jawab terakhir tetap pada Pemerintah. Pada hakikatnya program jaminan sosial adalah amanat UUD45 yang harus diselenggarakan oleh Negara yang diberi mandat kepada Pemerintah. Oleh karenanya Pemerintah harus bertanggung jawab atas keamanan keuangan bila terjadi force majeur, seperti terjadinya krisis ekonomi dan perubahan nilai tukar yang tinggi yang terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi apabila kesulitan dana terjadi karena kesalahan manajemen maka penglelola harus bertanggug jawab atas kesalahan tersebut. Pemerintah wajib memantau secara terus menerus, langsung atau melalui pengaturan dan pengawasan yang ketat, agar tidak terjadi kesulitan pembiayaan yang parah.
Universitas Sumatera Utara
2. Tujuan penyelenggaraan Jaminan Sosial SJSN bertujuan untuk melaksanakan amanat Pasal 28 H ayat (3) dan pasal 34 ayat (2) Amandemen UUD 1945, yang dituangkan dalam UU SJSN yang mengatur substansi berupa cakupan kepesertaan, besarnya iuran dan manfaat, mekanisme penyelenggaraan jaminan sosial, dan kelembagaan sistem jaminan sosial yang berlaku nasional guna terwujudnya perlindungan yang adil dan manfaat yang optimal bagi para peserta. Undang-undang SJSN tersebut hendaknya merupakan undang-undang tentang SJSN yang dapat menngkatkan efesiensi program, meningkatkan kemampuan program untuk saling menopang, memudahkan mekanisme pengumpulan iuran dan pembayaran manfaat, memperbaiki administrasi dan manajemen pengelolaan, menetapkan struktur dan fungsi serta pengelolaan organisasi atau kelembagaan SJSN secara adil,terutama pada saat menurunnya tingkat kesejahteraan.
D. Kelebihan dan kelemahan Badan Penyelenggara berbentuk PT. Jamsostek Masing-masing bentuk badan atau jumlah badan penyelenggara mempunyai kekuatan dan kelemahan. Adapun kelebihan dan kelemahan dari masing-masing alternatif BPJS yaitu : 52
52
Rukminto Adi, Isbandi. 2005. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Pengantar Pada Pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
Universitas Sumatera Utara
1. Satu badan penyelenggara publik terpadu di Pusat yang menangani semua program. Badan ini berada di bawah Presiden. a. Efisiensi di dalam pengelolaan dana sangat tinggi, biaya administrasi kecil. b. Keseragaman kebijakan secara nasional memudahkan sosialisasi dan pemahaman mudah dilakukan dan murah. c. Terselenggaranya equity (adil dan merata) subsidi silang luas antar wilayah dan golongan ekonomi untuk program kesehatan. d. Menjadi perhatian semua orang dan karenanya lebih terjaga karena semua pihak berkepentingan. Substainabilitas menjadi tinggi. e. Pada tahap awal bentuk ini merupakan bentuk terbaik f. Kemudian hari mungkin dapat didesentralisasi g. Akumulasi dana (very large pool) jangka panjang yang bermanfaat bagi sumber pembiayaan pembangunan. h. Control pada sebagian kecil di pusat yang mudah terjadi manipulasi oleh kekuasaan i.
Kurang fleksibel dalam merespons keinginan berbagai kelompok peserta atau daerah, kurang akomodatif.
j.
Diseconomy of scale, karena organisasi terlalu besar dan akan menjadi terlalu birokratis
k. Sekali kolaps merugikan semua penduduk, namun kemungkinan ini kecil. l.
Kolusi dalam penempatan dana mudah terjadi
m. Spam of control terlalu besar sehingga bias menimbulkan kesulitan kendali. n. Wakil stakeholder (pihak berkepentingan), dalam pengendalian tidak banyak besar memiliki daya ungkit ekonomi tinggi.
Universitas Sumatera Utara
o. Terhindari kepesertaan ganda dan memudahkan penanganan penduduk yang pindah (portabilitas). Diperlukan nomor jaminan sosial (social security member). 2. Beberapa badan penyelenggara jaminan sosial nasional dalam satu undangundang: a. Masih terjaga keseragaman mekanisme dan penyelenggaraan b. Secara teknis tidak banyak gejolak dari badan penyelenggara atau pihak lain yang terkait c. Mempunyai pool yang tetap besar apabila jumlah badan penyelenggara tetap seperti sekarang d. Dapat tercipta virtual competition apabila tetap berada di bawah satu DJSN. e. Mengakomodir kepentingan kelompok yang khusus seperti TNI-Polri f. Tingkat kepuasan peserta akan lebih baik dibandingkan pilihan pertaman g. Kurang menggambarkan kenasionalan jaminan social h. Efisiensi penyelenggaraan lebih rendah dari pilihan pertama i.
Kemungkinan terjadi variasi pelayanan antara BP yang menimbulkan ketidakpuasan.
E. PT. Jamsostek sebagai Penyelenggara Jaminan Sosial Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggun jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu
Universitas Sumatera Utara
peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. 53 Menurut undang-undang Nomor 40 Tahun 2004, asuransi Sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. Menurut Undang-undang nomor 2 Tahun 1992, Asuransi Sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu undangundang dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat. Karena Jaminan Sosial nasional tersebut diwujudkan melalui mekanisme asuransi maka manfaat yang akan diperoleh peserta tergantung pada besarnya iuran. Manfaat yang diberikan harus cukup berarti sehingga mendorong kepesertaan yang lebih besar dari waktu ke waktu. Jaminan Sosial Nasional tersebut perlu diatur agar bersifat wajib untuk seluruh tenaga kerja, baik di sektor formal maupun informal, baik yang berpendapat besar maupun kecil sehingga dapat terwujud asas kegotongroyongan dan redistibusi pendapatan dari yang kayak ke yang miskin. Cakupan kepesertaan dilakukan secara bertahap dimulai dari kelompok masyarakat yang mampu mengiur dan secara bertahap diupayakan menjangkau sampai pada kelompok masyarakat yang rentan dan tidak mampu, dimana iuran sebagian atau sepenuhnya dibayarkan oleh pemerintah. Karena ada unsur wajib bagi semua pekerja tersebut maka diperlukan adanya undangundang untuk mengaturnya. Namun secara sukarela pekerja dapat mengikuti program
53
Purba, R. (1992). Memahami Asuransi Di Indonesia. Jakarta : PT. Pustaka Binaman Pressindo, hal 23
Universitas Sumatera Utara
lain dengn kontribusi yang lebih besar dan memperoleh manfaat yang lebih banyak pula (asuransi komersil). 54 Pengelolaan Jaminan Sosial Nasional menganut prinsip Wali Amanah, yang mewakili stakeholder dalam hal ini peserta/pekerja, pemberi kerja, dan pemerintah. Pengumpulan dan pengelola iuran perlu ditunjang oleh keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas dan efisiensi. Penyelenggaraan dilakukan non-for-profit. Pengertian non.for-profit bukanlah berarti tidak perlu mengembangkan atau menginvestasikan dalam rangka menigkatkan akumulasi dana yang ada, tetapi hasil yang diperoleh nantinya akan dikembalikan atau dimafaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta (merupakan going concern asuransi sosial). 55
F. Pandangan Hukum tentang Kedudukan BPJS dalam Implementasi UU. No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Jaminan kesehatan yang mendapat prioritas untuk diselenggarakan untuk seluruh penduduk sebagaimana ditentukan dalam UU tentang SJSN guna memenuhi hak konstitusional rakyat Indonesia untuk “mmperoleh pelayanan kesehatan” dan “jaminan sosial yang memugkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”, “belum berjalan sebagaimana yang diharapkan”. 56 Akibatnya tentu, tanggung jawab Negara untuk mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 34 ayat (2) UUD Negara RI tahun 1945, semakin jauh dari harapan. Padahal
54
Mulyana, Deden. (2000). Handout : Manajemen Resiko dan Asuransi. Tasikmalaya : FE Unsil, hal 49 55 M.Sitorus,Thoga. “Masih Banyak Pekerja/Buruh Belum Tersentuh Program Jamsostek”. http://www.hariansib.com.htm diakses 14 Juni 2011 56 Sekretariat PSMJAKI, Kerangka Acuan Diskusi Terbuka, hal 1
Universitas Sumatera Utara
apabila para petinggi di Republik ini secara serius, terarah dan terencana menangani berbagai perangkat yang diperlukan untuk implementasi undang-undang tentang SJSN, waktu 5 tahun dalam ketentuan peralihan Undng-undang Tentang SJSN, untuk meyesuaikan semua ketentuan yang mengatur mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang ada sekarang ini adalah cukup. Namun sayang, waktu yang tersedia tidak dimanfaatkan secara efekif dan efisien untuk mensinkronisasikan penyelenggaraan program jaminan sosial yang dilaksanakan selama ini dengan jiwa dan semangat UU SJSN. 57 Para penentu kebijakan malah terjebak dalam polemik yang berkepanjangan tanpa arah penyelesaian yang jelas. Selain itu “syndrome last minute” telah menghinggapi mereka, sehingga pada saat-saat terakhir mencoba menyelesaikan “pekerjaan rumah”yang sebetulnya jauh-jauh hari bisa dikerjakan dengan cermat, penuh pertimbangan untuk kepentingan bersama dan dengan agenda kerja yang terencana dengan baik. 58 Sebelum membicarakan kedudukan BPJS dalam SJSN, terlebih dahulu perlu diketahui apa yang dimaksud dengan BPJS, tugas dan kewajibannya sebagiamnan diatur dalam UU tentang SJSN. Menurut Pasal 1angka 6 Undang-undang tentang SJSn yang dimaksud dengan BPJS adalah : Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Kemudian dalam Pasal 5 ditentukan bahwa BPJS harus dibentuk dengan Undang-undang. Dari kedua ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa BPJS adalah Badan Hukum yang bersifat khusus. Tugas pokok BPJS sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang SJSN adalah:
57 58
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Pasal 52 ayat (2) Ibid
Universitas Sumatera Utara
a. Mengelola dana jaminan sosial untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan jaminan. 59 b. Menerima pendaftaran pemberi kerja dan pekerjanya sebagai peserta program jaminan sosial, yang dilakukan secara bertahap oleh pemberi kerja. 60 c. Menerima pendaftaran penerima bantuan iuran sebagai peserta yang dilakukan secara bertahap oleh Pemerintah. 61 d. Menerima pembayaran iuran secara berkala dari pemberi kerja dan Pemerintah. 62 e. Mengelola pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. 63 Kewajiban BPJS sebagaimana diatur dalam Undang-undang SJSN adalah: a. Memberikan nomor identitas tunggal kepada setiap peserta dan anggota keluarganya. 64 b. Memberikan informasi tentang hak dan kewajiban kepada peserta untuk mengikuti ketentuan yang berlaku. 65 c. Mengelola dan mengembangkan dana jaminan sosial secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai. 66 d. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktek aktuaria yang lazim dan berlaku umum. 67 Sebelum membahas kedudukan BPJS dalam implementasi UU Nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN, terlebih dahulu perlu dikemukakan pengertian SJSN. Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 menentukan yang dimaksud dengan 59
Udang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, Op.Cit, Pasal 1 angka 7 Ibid, Pasal 13 ayat (1) 61 Ibid, Pasal 14 ayat (1) 62 Ibid, Pasal 14 ayat (2) dan (4) 63 Ibid, Pasal 49 ayat (1) 64 Ibid, Pasal 15 ayat (1) 65 Ibid, Pasal 15 ayat (2) 66 Ibid, Pasal 47 ayat (1) 67 Ibid, Pasal 20 60
Universitas Sumatera Utara
SJSN adalah “suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial”. Pengertian SJSN seperti tersebut diatas menitikberatkan pada metode atau tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial, tidak menekankan pada suatu keseluruhan atau satu unsur yang saling bergantung untuk mewujudkan tujuan. 68 Secara etimologi pengertian sistem selain sebagai metode, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah “perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas”. Pengertian yang senada mengenai sistem atau sistem yang merupakan kata benda dalam bahasa Inggris, dapat ditemukan dalam Oxford English Refrence Dictionary, sebagai berikut: “Sistem 1a. a complex whole; set of connected things or parts”.69 Secara teoritis, pengertian sistem menurut Tatang M. Amirin dapat digolongkan pada dua golongan pemakaian saja, yaitu yang menunjuk pada sesuatu “entitas”, sesuatu wujud benda (abstrak maupun konkrit, termasuk juga yang konseptual) dan sebagai suatu metode atau ata cara”. Sistem dalam arti wujud (entitas) bersifat preskriptif. 70 Kedudukan BPJS dalam implementasi UU SJSN yaitu sebagai salah satu bagian atau unsur atau sub sistem SJSN. BPJS merupakan sub sistem SJSN yang tugas
pokoknya
adalah
menyelenggarakan
program
jaminan
sosial.
BPJS
menyelenggarakan fungsi : 71 a. Memungut dan menghimpun iuran menjadi Dana Jaminan Sosial b. Mengelola dan mengembangkan Dana Jaminan Sosial
68
Ibid Balai Pustaka, Departemen pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta, 2005, hal 107 70 Tatang M. Amirin, kumpulan pertauran pemerintah mengenai jaminan sosial tenaga kerja Jakarta, Graha Kencana, hal 39 71 Ibid 69
Universitas Sumatera Utara
c. Melakukan pembayaran manfaat program jaminan sosial kepada peserta. Kedudukan BPJS dalam implementasi UU SJSN sangat penting, karena dari kinerja BPJS, baik buruknya penyelenggaraan program jaminan sosial secara nyata dirasakan oleh para peserta. BPJS merupakan motor penggerak penyelenggaraan program jaminan sosial, berdasarkan prinsip-prinsip yang ditentukan dalam UU SJSN. Pilar kelembagaan SJSN lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah : Pemerintah dengan fungsi pokok sebagai regulator, DJSN dengan fungsi sebagai penentu kebijakan umum penyelenggaraan SJSN, dan Pemberi Kerja sebagai pengumpul iuran dari pekerjanya dan menambah iuran sesuai ketentuan yang berlaku untuk dibayarkan kepada BPJS. 72 Dalam pertimbangannya Mahkamah Konstitusi antara lain menyatakan sebagai berikut:”terdapat rumusan yang saling bertentangan serta berpeluang menimbulkan ketidakpastian (reehtsonzekherheid) karena pada ayat (1) dinyatakan bahwa BPJS harus dibentuk dengan Undang-undang, sementara pada ayat (3) dikatakan bahwa Persero Jamsostek, Persero Taspen, Persero ASABRI, dan Persero ASKES adalah BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), padahal tidak semua badan-badan tesebut dibentuk dengan Undang-undang”. Selanjutnya dikemukakan : “Mahkamah berpendapat bahwa ketentuan pasal 52 UU SJSN justru dibutuhkan untuk mengisi kekosongan (reehtsvacuum) dan menjamin kepastian (rechtszekerheid) karena belum adanya badan penyelenggara jaminan sosial yang memenuhi persyaratan agar UU SJSN dapat dilasanakan”. Dalam hal tertampung dalam pasal 52 ayat (1) UU tentang SJSN yang pada intinya menentukan bawa ke 4 Persero tersebut “tetap berlaku sepanjang belum
72
Ibid
Universitas Sumatera Utara
disesuaikan dengan ketentuan UU ini” kemudian dalam Pasal 52 ayat (2) ditentukan : “Semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan Undang-undang ini paling lambat 5 (lima) tahun sejak Undang-undang ini diundangkan”. BPJS mengelola dana amanat dan bersifat nirlaba. Tujuan utamanya adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana diamnfaatkan
amanat,
hasil
pengembangannya
sebesar-besarnya
untuk
dan
kepentingan
surplus peserta.
anggaran Sebagai
akan badan
penyelenggara yang bersifat nirlaba BPJS berorientasi pada aktivitas pelayanan kepada peserta(stakeholders), sebagai dasar untuk perlakuan akuntansinya. Filosofi Persero sebagai badan usaha adalah mengejar keuntungan dan berorientasi kepada pemegang saham sebagai pemilik perusahaan. 73 Bentuk badan hukum BPJS tidak secara tegas ditentukan dalam UU No. 40 Tahun 2004. UU No. 40 Tahun 2004 hanya menentukan BPJS mengelola dana amanat dan bersifat nirlaba. BPJS tidak mengelola dana pemegang saham. BPJS mengelola dana amanat yang terkumpul dari iuran peserta dan merupakan titipan kepada BPJS untuk dikelola sebaik-baiknya untuk kesejahteraan peserta. Oleh karena itu badan hukum BPJS adalah badan hukum khusus yang ditetapkan dalam UU BPJS atau badan hukum Trust fund. 74 Masing-masing
BPJS
yang
dibentuk
berdasarkan UU BPJS
masih
menyelenggarkan program jaminan sosial seperti apa yang diselenggarakan oleh Persero Jamsostek, Taspen, ASABRI dan Persero ASKES dengan pertimbangan praktis,
efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan program jaminan sosial.
Peneyesuaian spesifikasi masing-masing program yang diselenggarakan oleh masing73
http://kebijakansosial.wordpress.com/2010/02/09/jaminan-sosial-merupakan-tanggungjawab-kita-semua/ diakses 14 Juni 2011 74 Sony Yuwono, 2003, Petunjuk Praktis Penyusunan UU BPJS Organisasi Yang Berfokus Pada strategi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal 58
Universitas Sumatera Utara
masing BPJS secara efektif akan terlaksana apabila peraturan UU No. 40 tahin 2004 yang berkaitan dengan masing-masing program jaminan sosial sudah ditetapkan. 75 BPJS sebagai badan hukum pengelola dana amanat yang bersifat nirlaba, bukan merupakan pesekutuan modal, karena iu dalam BPJS tidak ada pemegang saham. UU No. 40 tahun 2004 tidak menentukan struktur organisasi BPJS. Karena itu dalam UU BPJS, struktur BPJS disesuaikan dengan kedudukan BPJS sebagai badan hukum pengelola dana amanat yang bersifat nirlaba. Struktur organisasi BPJS terdiri dari rapat Tahunan/Akhir Masa Jabatan, Direksi dan Dewan Pengawas. Dalam UU BPJS perlu diatur secara jelas pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab dari masing-masing organ yang membenuk struktur BPJS dan mekanisme kerja dan interaksi aktual diantara organ-organ tersebut. 76 Salah satu institusi yang penting dalam penyelenggaraan SJSN menurut UU No. 40 tahun 2004 adalah Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). DJSN bertanggung jawab kepada Presiden. Fungsinya adalah merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan SJSN dan berwenang melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial. Selain itu DJSN bertugas : 77 a. Melakukan kajian dan penelitian yang berkaitan dengan penyelenggaraan jaminan sosial b. Mengusulkan kebijakan investasi Dana Jaminan Sosial,dan c. Mengusulkan anggaran jaminan sosial bagi penerima bantuan iuran dan tersedianya anggaran operasional kepada Pemerintah. Hubungan kerja dan mekanisme interaksi antara DJSN dengan BPJS perlu diatur secara jelas dalam UU BPJS. Peraturan perundang-undangan yang mengatur 75
Ibid Ibid 77 Purwoko, Bambang, (2009), “Membangun sistem jaminan sosial yang insklusif”, Makalah disampaikan dalam acara kuliah umum pada Program Studi MKM FKMUI, Kampus Depok UI, pada tanggal 29 Oktober 2009, 76
Universitas Sumatera Utara
tentang Persero di bidang jaminan sosial mengatur hubungan DJSN dengan Persero, karena DJSN memang merupakan instansi baru yang ditentukan dalam UU No. 40 tahun 2004. BPJS sebagaimana dikehendaki oleh UU tentang SJSN tampaknya belum akan menjadi kenyataan sampai dengan berakhirnya masa peralihan yang ditentukan dalam Pasal 52 ayat (2) UU tentang SJSN. Apabila asumsi tersebut benar maka pembentuk Undang-undang dianggap tidak mampu melaksanakan perintah Pasal 52 ayat (2) UU tentang SJSN. Selain itu Jamsostek yang diberi hak untuk bertindak sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial guna mengisi kekosongan hukum, karena belum adanya badan penyelenggara jaminan sosial yang memenuhi persyaratan agar UU SJSN dapat dilaksanakan, statusnya semakin mengembang. Kondisi seperti ini tentu tidak bisa di biarkan berkepanjangan. Pembahasan RUU tentang BPJS perlu dilanjutkan oleh pemerintah baru hasil Pemilu 2009. Adalah merupakan tantangan bagi Pemerintah hasil Pemilu 2009 untuk segera merampugkan, pembentukan UU tentang BPJS dan Peraturan pelaksana UU SJSN lainnya, agar hak rakyat atas jaminan sosial sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi terpenuhi. Sumbangan pemikiran yang jernih dari para pakar dan stake holder termasuk dari Diskusi Terbuka sekarang ini agar dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan, sehingga UU tentang BPJS yang dihasilkan nanti benarbenar aspiratif, taat asas dan responsif dalam memenuhi hak setiap orang atas jaminan sosial dan memenuhi tanggung jawab Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat, sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara RI Tahun 1945. 78
78
Ibid
Universitas Sumatera Utara