BAB II KAJIAN TEORITIS
2.1 Model Pembelajaran Model–model pembelajaran disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip pendidikan, teori psikologis, sosiologis, analisis sistem atau sudut pandang yang lain. Tiap ahli memberikan arti yang berbeda tentang model pembelajaran. Perbedaan arti tersebut disebabkan oleh pemberian tekanan utama pada guru, siswa, bahan ajar atau hubungan antar unsur tersebut. Winarto (2008:1) berpendapat bahwa “model pembelajaran adalah suatu rencana yang akan digunakan untuk memproses, bahan-bahan pembelajaran dan bimbingan pembelajaran dikelas atau yang lain “Sementara menurut Suprijono (2009:32) bahwa :”model pembelajaran koooperatif”. bahwa :”model pembelajaran kooperatif akan menumbuhkan pembelajaran efektif yang bercirikan memudahkan siswa belajar dan pengetahuan, nilai keterampilan, serta sikap kerja sama yang dimiliki siswa diakui oleh mereka yang berkopeten menilai” . Menurut Davidson dan Warsham (dalam Isjoni, 2011: 28), “Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berefektifitas yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademik”. Kunandar (2011:270), pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.
Slavin (dalam Isjoni, 2011: 15) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen”. Jadi dalam model pembelajaran kooperatif ini, siswa bekerja sama dengan kelompoknya untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Dengan begitu siswa akan bertanggung jawab atas belajarnya sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang diberikan pada mereka. Jadi hal ini, berarti bahwa pembelajaran kooperatif jigsaw digunakan untuk dapat meningkatkan sikap kerjasama serta kemampuan siswa pada aspek tersebut. Dengan pembelajaran kooperatif jigsaw diharapkan dapat menyatuhkan persepsi siswa terhadap tugas yang diberikan secara berbeda menjadi satu kebulatan pembelajaran. Teori yeng melandasi pembelajaran kooperatif jigsaw adalah teori konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktifisme dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana sisiwa secara individu menemukan dan mentranseformasikan imformasi yang kompleks, memeriksa imformasi dengan aturan yang dan merivisinya bila perlu Soejadi (2006:15). Menurut Slavin (2007:17), pembelajaran kooperatif menggalakan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Ini membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaaan ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme. Dengan demikian, pendidikan hendaknya mampu menggkondisikan dan memberikan dorongan untuk dapat mengoptimalkan dan membangkitkan potensi siswa , menumbuhkan aktifitas dan daya cipta kreativitas sehingga akan menjamin terjadinya dinamika di dalam proses pemebelajaran. Dalam teori konstruktivisme ini lebih mengutamakan pada pembelajaran siswa yang dihadapkan masalah-masalah komplek untuk di cari solusinya, selanjutnya menemukan bagian-bagian yang lebih sederhana dan keterampiulan yang diharapkan.
Berdasarkan uraian teori di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan pembentukan kelompok yang bertujuan untuk menciptakan pendekatan pembelajaran yang efektif. 1. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif Tujuan model pembelajaran kooperatif menurut Widyantini (2006: 4) adalah “hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya serta pengembangan keterampilan sosial”. Johnson & Johnson (dalam Trianto, 2010: 57) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Louisell dan Descamps (dalam Trianto, 2010: 57) juga menambahkan, karena siswa bekerja dalam suatu tim, maka dengan sendirinya dapat dapat memperbaiki hubungan diantara para siswa dari latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses dan pemecahan masalah. Jadi inti dari tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa, dan memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa lainnya. 1. Prinsip Dasar Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Nur (dalam Widyantini, 2006: 4), prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut: 1) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya dan berpikir bahwa semua anggota kelompok memiliki tujuan yang sama. 2) Dalam kelompok terdapat pembagian tugas secara merata dan dilakukan evaluasi setelahnya.
3) Saling membagi kepemimpinan antar anggota kelompok untuk belajar bersama selama pembelajaran. 4) Setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas semua pekerjaan kelompok. Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif menurut Nur (dalam Widyantini, 2006: 4) sebagai berikut: 1) Siswa dalam kelompok bekerja sama menyelesaikan materi belajar sesuai kompeten dasar yang akan dicapai. 2) Kelompok dibentuk secara heterogen. 3) Penghargaan lebih diberikan kepada kelompok, bukan kepada individu. Pada model pembelajaran kooperatif memang ditonjolkan pada diskusi dan kerjasama dalam kelompok. Kelompok dibentuk secara heterogen sehingga siswa dapat berkomunikasi, saling berbagi ilmu, saling menyampaikan pendapat, dan saling menghargai pendapat teman sekelompoknya. Menurut Stahl (2007:43) model pembelajaran jigsaw adalah suatu gambaran kerjasama antara individu yang satu dengan individu yang lainnya dalam suatu ikatan tertentu. Ikatanikatan tersebut yang menyebabkan antara satu yang lainnya merasa berada dalam satu tempat dengan tujuan-tujuan yang secara bersama-sama diharapkan oleh setiap orang yang berada dalam ikatan. Sedangkan struktur penghargaan (reward) terjadi bila suatu penghargaan itu biasa dicapai oleh siswa maupun dan tidak tergantung pada pencapaian individu lain. Salah satu model
pembelajaran jigsaw, model pembelajaran
yang mengutamakan struktur sebagaimana yang
diuraikan diatas adalah model pembelajaran jigsaw. Model pembelajaarn jigsaw mengacu pada model pembelajaran dimana siswa bekerja sama mengerjakan tugas tertentu dalam kelompok kecil dan saling bantu dalam pembelajaran. Tugas ini diberikan kepada siswa guna mencapai tujuan pembelajaran, selain itu bagi siswa atau kelompok yang berpatisipasi mereka diberikan penghargaan berupa ujian maupun nilai yang sesuai dengan hasil pekerjaannya. Dengan demikian,hal tersebut dijadikan indikator dalam penerapan model pembelajaran dengan model jigsaw. Dalam kegiatan pembelajaran banyak cara yang digunakan oleh guru dalam rangka melakukan model pembelajaran terhadap siswa, namun cara pembelajaran jigsaw didalam implementasinya lebih memperhatikan skema atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skema agar bahan pembelajaran lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengelolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Model pembelajaran disusun untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, model pembelajaran susunan para ahli bermacam-macam. Meskipun demikian model pembelajaran tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori pembelajaran dari para ahli tertentu. Berguna sebagai pengembangan penalaran menuntut cara-cara penelitian ilmiah. 2. Mempunyai misi tujuan pendidikan tertentu,misalnya model berfikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berfikir induktif.
Sebagai seseorang guru aktifitas kegiatan tidak dapat dilepaskan dengan proses pembelajaran. Sementara proses pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematik, yang tiap-tiap komponennya sangat menentukan keberhasilan pembelajaran siswa. Sebagai suatu proses pembelajaran saling berkaitan dan bekerja sama untuk menghasilkan tujuan yang ingin dicapai (Munandar 2008:72). Tidak ada suatu model pembelajaran yang dapat memberikan resep yang paling ampuh untuk mengembangkan suatu program pembelajaran, karena itu untuk menentukan
model
rancangan
pembelajaran
dalam
mengembangkan
suatu
program
pembelajaran tergantung pada pertimbangan si perancang tersebut terhadap model yang akan digunakannya atau dipilihnya. 2.1.1 Model Pembelajaran Jigsaw Menurut Suprijono (2009:36) bahwa :” model pembelajaran Jigsaw akan menumbuhkan sikap kerjasama yang menumbuhkan pembelajaran efektif yang bercirikan memudahkan siswa belajar dan pengetahuan, nilai keterampilan yang dimiliki siswa diakui oleh mereka yang berkopeten menilai .”. Slavin (dalam Nur dan Wikandari, 2005:25), bahwa: Pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar “. Menurut Thomson, dalam Karuru (2008:22) bahwa pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Di dalam pembelajaran kooperatif anak belajar bersama dalam kelompok kecil saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 anak, dengan kemampuan yang heterogen (berbeda). Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan anak menerima perbedaan pendapat dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya.
Menurut Stahl (2007:15) bahwa kooperatif jigsaw adalah suatu gambaran kerjasama antara individu yang satu dengan yang lainnya dalam suatu ikatan tertentu . Ikatan-ikatan tersebut yang menyebabkan antara satu yang lainnya merasa berada dalam satu tempat dengan tujuan-tujuan dalam ikatan itu. Dengan pembelajaran kooperatif jigsaw diharapkan dapat menyatukan persepsi siswa terhadap tugas yang diberikan secara berbeda menjadi satu kebulatan pembelajaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tujuan dalam pembelajaran jigsaw tercapai apabila siswa bersama-sama mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Model jigsaw dikembangkan dengan teknik siswa dikelompokan ke dalam tim yang beranggotaan enam orang yang mempelajari materi pelajaran yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab. Selanjutnya, anggota tim yang berbeda yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikan sub bab mereka. Kemudian para siswa itu kembali ketim tim asal mereka dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab mereka,mereka termotivasi untuk mendukung dan menunjukan minat terhadap apa yang dipelajari teman satu tim. Modifikasi dari pendekatan ini disebut jigsaw (Slavin,2009,43). Pada penerapan pendekatan ini siswa bekerja dalam tim beranggotaan enam empat atau lima orang. Sebagai gantinya setiap siswa ditugasi mempelajari satu sub bab tertentu, seluruh siswa membaca teks yang sama, misalnya satu bab dari sebuah buku. Sementara itu setiap siswa ditugaskan mempelajari suatu topik agar menjadi pakar dalam topik itu. Setelah mereka kembali ke tim mereka (tim asal) masing-masing untuk secara bergantian mengajarkan apa yang mereka pelajari kepada teman satu tim mereka. Siswa diberi kuis secara individual,yang menghasilkan skor tim.
model
pembelajaran
jigsaw ini
siswa
memiliki
banyak
kesempatan
untuk
mengemukanakan pendapat, dan mengelolah imformasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasii, anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya ( Rusman, 2008.203). Prinsip-prinsip pengajaran dengan pembelajaran jigsaw adalah sebagai berikut : a. Mengajar : mempresentasikan materi pelajaran. b. Belajar dalam tim : siswa bekerja dalam tim mereka dengan dipandu oleh lembar kegiatan siswa untuk menuntaskan materi pelajaran. c. Tes : siswa mengerjakan kuis atau tugas secara individu. d. Penghargaan tim : skor tim dihitung berdasarkan skor peningkatan anggota tim dan sertifikat,laporan berkala kelas, atau papan pengumuman digunakan untuk memberi penghargaan kepada tim yang berhasil mencetak skor tertinggi. 2.1.2 Karakteristik Tipe jigsaw Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Dengan interaksi tatap muka, memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar, sehingga sumber belajar menjadi variasi. Dengan interaksi ini diharapkan akan memudahkan dan membantu siswa dalam mempelajari suatu materi atau konsep. Dalam pembelajaarn tipe jigsaw sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Johnson (2008:27) yang menyatakan bahwa “Pembelajaran jigsaw ialah kegiatan belajar secara kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama sampai kepada pengalaman belajar yang maksimal, baik
pengalaman individual maupun pengalaman kelompok “Karakteristik pembelajaran jigsaw yakni: Pembelajaran kelompok Belajar Pembelajaran jigsaw siswa dibagi menjadi dua anggota kelompok yaitu kelompok asal dan kelompok ahli, yang dapat diuraikan sebagai berikut : Kelompok awal (kelompok asal) Siswa dibagi atas beberapa kelompok yang terdiri dari 3-5 anggota. Setiap anggota diberi nomor kepala, kelompok harus heterogen terutama di kemampuan akademik. Kelompok ahli anggotanya adalah nomor kepala yang pada kelompok asal. Jadi dalam pelaksanaan model jigsaw, guru berperan mengorganisasikan siswa dalam belajar, memberikan materi awal, memberikan bimbingan untuk bekerja secara individu maupun kelompok, monitor kerja siswa dan memberikan kesimpulan akhir sesuai dengan tujuan. 2.1.3
Keuntungan dan kekurangan Model Pembelajaran Jigsaw
a. Keuntungan Model Pembelajaran Jigsaw Dengan menggunakan model pembelajaran jigsaw dapat membuat siswa belajar tanpa ia sendiri merasa kalau sedang, pengumpulan pengetahuan dan memberikan informasi dari bab-bab yang mereka baca, serta kemampuan yang lebih besar untuk memunculkan proses analisis dari narasi sederhana dan siswa untuk berfikir lebih kritis terhadap materi yang diberikan dan melatih siswa untuk dapat bekerja sosial dalam kelompoknya dan siswa dapat belajar serta bermain agar tidak membosankan. b. Kekurangan Model Pembelajaran jigsaw - Siswa yang mempunyai pengetahuan lemah akan diremehakan oleh yang lebih pandai.
- Membosankan bagi siswa pandai yang merasa rekan sekelompok tidak memberi kemanfaatan baginya. - Rasa malas kerena jauh dari pantauan guru. 2.1.4 Langkah-Langkah Penerapan Metode Jigsaw. Penerapan metode jigsaw secara umum mengikuti langkah-langkah sebagai berikut : a. Membagi siswa kedalam kelompok-kelompok, masing-masing terdiri atas empat atau lima anggota, sebaiknya empat anggota, tetapi akan dibuat tim yang terdiri atas lima anggota halnya apabila kelas tidak dapat dibagi habis dengan empat anggota. Untuk mendapatkan siswa dalam kelompok diuraikan dari atas kebawah berdasarkan prestasi belajar tertentu (misalnya nilai prestasi semester lalu dan skor tes) dan dibagi dari daftar siswa yang telah diurut menjadi empat, kemudian satu siswa diambil bahwa tim-tim yang dibentuk juga telah berimbang menurut jenis kelamin, atau suku dan lain-lain. a. Masing-masing anggota bertugas membahas suatu konsep tertentu. Anggotan kelompok yang bertugas membahas satu konsep yang sama bergabung menjadi kelompok kecil disebut kelompok ahli. Setelah selesai diskusi pada kelompok kecil. maka kembali kepada kelompoknya semula. Masing-masing anggota kelompok ahli bergantian menjelaskan kepada kelompoknya sampai selesai. b. Membuat LKS (Lembar kerja siswa) dan kuis pendek untuk pelajaran yang direncanakan untuk diajarkan, Selama belajar kelompok (satu atau dua periode) tugas anggota tim adalah menguasai secara tuntas materi tersebut. Pada akhirnya semua anggota harus dapat menguasai semua konsep.
a. Siswa mendapat LKS atau materi pelajaran lain yang dapat mereka gunakan untuk latihan keterampilan yang sedang diajarkan dan menilai diri mereka sendiri dan anggota tim mereka. b. Pada saat guru menjelaskan di kelas, dibicarakan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh tim. Langkah-langkah adalah sebagai berikut : -
Meminta anggota tim bekerja sama mengatur meja kursi mereka.
-
Membagikan LKS atau materi belajar lain.
-
Memberikan penekanan kepada siswa bahwa mereka tidak boleh mengakhiri kegiatan belajar sampai mereka yakin bahwa seluruh anggota tim mereka dapat menjawab 100 soal-soal kuis tersebut.
-
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling menjelaskan jawaban mereka kepada anggota timnya. Apabila siswa memiliki pertanyaan diusulkan untuk mengajukan pertanyaan itu kepada teman satu timnya sebelum mengajukan kepada tim pengajar.
-
Pada saat bekerja, tim peneliti berkeliling didalam kelas, duduk bersama pada setiap kelompok untuk memperhatikan bagaimana anngota-anggotan kelompoknya itu bekerja.
-
Bila saat memberikan kuis, peneliti membagikan kuis atau bentuk evaluasi lainya. Waktu yang diberikan harus cukup untuk menyelesaikan tugas tersebut. Pada saat itu mereka harus menunjukan bahwa mereka telah belajar sebagai individu. Siswa dapat saling menukarkan jawaban mereka dengan siswa anggota tim lain atau mengumpulkan pekerjaan itu kepada guru untuk di periksa sendiri.
2.1.5 Sikap Kerjasama Sikap kerjasama adalah sebuah bentuk kelompok yang melakukan kegiatan secara bersamaan yang beranggotaan lebih dari 5 orang. Kegiatan ini dilakukan oleh semua kelompok
dan bersamaan agar pekerjaan itu ringan. Efektifitas sikap kerjasama dalam pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa komponen, antara lain komponen manusia ( guru,anak dan termasuk staf pelaksanaan administrasi ) komponen peralatan, komponen prosedur atau system, komponen materi dan komponen lingkungan. Komponen manusia yakni guru, anak didik dan staf pelaksana administrasi merupakan faktor dominan dalam keberhasilan sikap kerjasama dapat efektif. Pemenuhan kebutuhan psikologis merupakan prakondisi dalam sikap kerjasama yang baik. Sikap Kerjasama sukar memberikan hasil optimal jika kondisi psikologis kurang mendapat perhatian ( Manulang, 2008:2 ). Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa sikap kerjasama merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara berkelompok yang beranggotaan di atas 5 orang dengan tujuan untuk meringankan beban pekerjaan. Kerjasama dalam pembelajaran dapat dikelompokan dalam beberapa bentuk yakni sikap kerjasama antara sesama guru, sikap kerjasama antar sesama anak didik dan sikap kerjasama guru dan anak didik. Guru dan anak didik diminta untuk menyadari betapa pentingnya sikap kerjasama. Kerjasama menuntut komitmen terutama dari pihak guru agar dengan sungguhsungguh mengelola pembelajaran untuk memberikan pelayanan bermutu kepada anak didik (Manulang, 2008 :1). Faktor yang menyebabkan sikap kerjasama dalam pembelajaran kurang efektif adalah (1) terlalu banyak mengandalkan rasio, (2) terlalu sedikit mempertimbangkan anak didik, (3) tidak mempertimbangkan hal-hal kecil, (4) kurangnya rasa memiliki, (5) tidak adanya inovasi, (6) tidak adanya pengelolaan emosi, (7) kurangnya pemberdayaan (Manullang,2008:1-2).
Sikap kerjasama dalam pembelajaran cenderung kurang efektif jika dalam hubungan dengan anak didik terlalu banyak mengandalkan rasio dan mengandalkan emosi mereka. Mengabaikan emosi anak didik itu berarti ada kecenderungan membuat asumsi yang salah tentang anak didik, timbul prasangka dari guru dengan mengatakan anak didik malas, bodoh dan lain sebagainya. Anak didik mau aktif, demikian menurut teori belajar, namun mereka harus dihargai secara utuh bukan hanya tampilan rasio mereka saja, mereka dipermalukan sama dengan anak didik yang acuh dengan kualitas sikap kerjasama. Anak didik sebagai pelannggan harus dipercayai. Jika percaya kepada seseorang, pertama-tama kita harus memahami apa arti kepercayaan itu satu-satunya cara melakukannya ialah dengan jalan memahami emosi-emosi mereka. Kita tahu seberapa jauh tindakan kita mengganggu emosi mereka. Sering sekali hubungan guru dengan anak didik hanya diletakan pada tugas-tugas yang besar. Nyatanya banyak peristiwa kecil-kecil di antara mereka yang terlupakan. Anak didik yang terlambat dating dimarahi, namun anak didik yang menunggu 30 menit sebelum jam pelajaran diabaikan saja. Hal-hal kecil harus ditangkap untuk mendukung efektifitas sikap kerjasama dalam pembelajaran. Guru akan melemparkan tanggung jawabnya kepada pihak lain jika pelayanan perkuliahannya kurang baik. Ia mungkin menyalahkan anak didik, Pimpinan jurusan atau fakultas, atau sarana yang kurang memadai dan lain sebagainya. Rasa memiliki sepenuhnya terhadap tugasnya sangat rendah sekali. Jika ini terjadi maka sikap kerjasma dalam pembelajaran bisa menjadi kurang efektif.
Sikap kerjasama dalam pembelajaran dapat semakin efektif manakalah guru melakukan inovasi secara kontinu. Ide-ide baru perlu terus dikembangkan. Sikap kerjasama dalam pembelajaran kurang efektif jika guru beranggapan bahwa memberikan pembelajaran kepada anak didik adalah suatu kemurahan yang harus dihormati anak didik. Anak didik adalah pelanggan yang patut dihargai dan jangan sampai perasaan mereka diabaikan. Jika anak didik mengeluh seharusnya guru tanggap atas perasaan mereka, bukan menerapkan otoritas untuk membungkamnya (Hugles,2008:1)