12
BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pendidikan 1. Definisi Pendidikan Pendidikan merupakan suatu proses yang berlangsung terus menerus sepanjang hayat. Proses tersebut berlangsung sedemikian rupa sehingga pada akhirnya mampu menjadikan insan yang terdidik, manusia yang memanusia. Dalam hal ini, banyak para ahli mengemukakan pendapatnya tentang pengetian dan pemaknaan tentang pendidikan. Berikut ini terdapat beberapa pengertian pendidikan menurut para ahli, diantaranya; Seorang filsuf Inggris John Stuart Mil (1806-1873) mengemukakan bahwa pendidikan itu meliputi segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang untuk dirinya atau yang dikerjakan oleh orang lain untuk dia, dengan tujuan mendekatkan dia kepada kesempurnaan. H. Horne berpendapat bahwa pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emnosional, dan kemanusiaan dari manusia. Sedangkan Edgar Dalle menyatakan bahwa: Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang berlangsung di sekolah dan luar sekolah sepanjang hayat untuk
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
13
memepersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang. Sementara itu M.J. Longeveled berpandangan pendidikan merupakan usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Seorang filsof Plato menjelaskan pendidikan itu membantu perkembangan masing-masing dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan tercapainya kesempurnaan. Dan seorang tokoh pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara (1889-1959) memandang bahwasannya pendidikan umunya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter, kekuatan batin), pikiran (intellect), dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”
Maka dari itu hakikat pendidikan merupakan kehidupan itu sendiri dimana setiap yang terjadi dalam kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pola pikir dan sikap seseorang, selain itu baik buruknya seseorang merespon
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
14
terhadap peristiwa tertentu ditentukan oleh standar nilai yang dianut oleh masyarakat dimana ia berada. Pendidikan mengantarkan manusia kepada harkat dan martabatnya yang semestinya, dengan segenap daya rasa, daya kasa dan daya cipta manusia sebagai manusia berbudaya, yang bertugas sebagai pemimpin dan pemakmur bumi ini. Pendidikan merupakan wahana pengembangan diri manusia yang tidak pernah berhenti sampai kapanpun. 2. Pendidikan Remaja Remaja dengan berbagai karakteristik dan permasalahannya, merupakan asset masa depan bangsa yang perlu untuk diperhatikan. Karena remaja merupakan bagian dari mata rantai generasi bangsa yang kelak akan melanjutkan serta mengisi estafeta pembangunan sebuah bangsa dan Negara. Oleh karena itu, pendidikan dan pembinaan untuk kalangan remaja harus diberi perhatian yang besar serta pemerintah, dan element masyarakat lainnya mengambil peran dan upaya peningkatan kualitas remaja saat ini. Kata “remaja” sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolesecene yang berarti “to grow” atau “to grow maturity” (Golinko, 1988). Sedangkan dalam bahasa Arab “remaja” berasal dari kata “raahaqa” yang bermakna meliputinya, mengikutinya, atau mendekat kepadanya. Banyak tokoh yang mendefinisikan tentang pengertian remaja ini, seperti halnya DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan bahwasannya remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa.
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
15
Remaja diartikan sebagai fase pertumbuhan ketiga yang dialami oleh manusia dalam kehidupannya dari masa kanak-kanak hingga tua. Ia menjadi fase pembatas antara fase kanak-kanak dengan fase pemuda. Dan, ia mempunyai karakteristik sebagai fase yang memiliki pertumbuhan yang cepat dalam seluruh arah pertumbuhan, baik fisik, kejiwaan, rasio maupun sosial. (Sayyid Muhammad AzZa’balawi, 2007; 2) Menurut Muhibbin Syah (2002: 52) merinci terkait tugas-tugas perkembangan masa remaja yang pada umumnya menurut beliau meliputi pencapaian dan persiapan segala hal yang berhubungan dengan kehidupan masa dewsa. Beberapa ini merupakan tugas-tugas perkembangan masa remaja, yaitu; a. Mencapai pola hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya yang berbeda jenis kelamin sesuai dengan keyakinan dan etika moral yang berlaku di masyarakat. b. Menerima kesatuan organ-organ tubuh sebagai pria (jika ia seorang pria) dan kesatuan organ-organ sebagai wanita (jika ia seorang wanita) dan menggunakannya secara efektif sesuai dengan kodratnya masing-masing. c. Mencapai perananan sosial sebagai seorang pria (jika ia seorang pria) dan peranan sosial seorang wanita (jika ia seorang wanita) selaras dengan tuntutan sosial dan cultural masyarakatnya. d. Keinginan menerima dan mencapai tingkah laku sosial tertentu yang bertanggung jawab di tengah-tengah masyarakatnya. e. Mencapai kemerdekaan/kebebasan emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya dan mulai menjadi seorang “person” (menjadi dirinya sendiri).
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
16
f. Mempersiapkan diri untuk memasuki dunia perkawinan (rumah tangga) dan kehidupan berkeluarga yakni sebagai suami (ayah) dan istri (ibu). g. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman bertingkah laku
dan
mengembangkan
ideologi
untuk
keperluan
kehidupan
kewarganegaraannya. Sementara itu, Islam memandang remaja dengan masa-masa dimana sedang menapaki puncak peningkatan potensi. Potensi-potensi tersebut yaitu; a. b. c. d.
Hamasah (semangat) Quwwatul Jasad (kekuatan fisik) Aqlan Dzakkiyan (cerdas akalnya) Qolban Saliman (bersih hatinya)
Sedangkan menurut Hasan Al-Banna, potensi tersebut adalah; a. b. c. d.
Kecerdasan hati yang merupakan dasar keimanan Nurani yang jernih yang merupakan dasar keikhlasan Perasaan yang menggelora yang menjadi dasar hadirnya semangat Kemauan kuat yang menjadi dasar amal dan perbuatan
Oleh karena itu, dengan potensi yang dimilikinya tersebut. Dalam Al Quran Allah banyak mencatat contoh kepeloporan para remaja dalam membela dan menegakkan agama Allah. Seperti kisah remaja kahfi dalam QS Al Kahfi: 9-22 dan juga kisah kepeloporan seorang remaja yang menghancurkan berhala-berhala kaumnya QS.Al Ambiya': 60. Peran positif para remaja ini dalam mendakwahkan dan menegakkan Islam akan sangat jelas lagi ketika kita menelusuri siroh perjuangan Rasulullah SAW. Maka dari itu, diperlukan pola pendidikan dan pembinaan terhadap remaja yang mampu mengarahkan potensi mereka ke arah yang positif serta pola
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
17
pembinaan yang dilakukan pun harus meliputi seluruh aspek perkembangan diri remaja, baik itu secara fisik, psikis, intelektual maupun emosional. Pembinaan sendiri sebetulnya merupakan suatu proses, kegiatan, atau perbuatan, atau cara yang dilakukan dengan harapan menjadi lebih baik terhadap sesuatu. Dalam kaitannya dengan pembinaan remaja bermakna usaha yang ditempuh oleh seseorang atau kelompok untuk menjadikan remaja lebih baik. Baik dalam cara berfikir, bertindak, bersikap terhadap diri sendiri, orang lain ataupun masyarakat di sekelilingnya. Secara spesifik tujuan pembinaan remaja menurut beberapa ahli seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Zainal Abidin diantaranya; a. b. c. d.
Menggali potensi diri remaja sebagai asset bangsa Membentuk remaja yang bermoral dan berakhlak mulia Menjadikan manusia cerdas dan terampil Meminimalisir terjadinya kenakalan remaja
Kemudian dari tujuan pembinaan tersebut, dapat di buat usaha atau program pembinaan bagi remaja yang dapat meningkatkan kualitas pribadi remaja. Menurut Ohovianus, sebagaimana di kutip oleh Muhammad Zainal Abidin usaha dan program pembinaan remaja sebagai berikut; a. Membina dan mengembangkan kegiatan generasi muda yang relevan dengan tujuan membangun sehingga mampu mengabdikan diri kepada masyarakat. b. Mengembangkan kebiasaan-kebiasaan pembinaan generasi muda untuk menampung, melaksanakan, atau usaha pembinaan sesuai kebutuhan hakiki, minat, dan aspirasinya.
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
18
c. Meningkatkan mutu organisasi melalui pelatihan kepemimpinan agar mampu menjadi wadah penyaluran aspirasi dan partisipasi media pembelajaran. (suber:http://www.masbied.com/2009/12/24/pembinaan-remaja-sebagai-generasipenerus-bangsa/) Dalam praktiknya pembinaan remaja tersebut sudah seharusnya menjadi tanggung jawab bersama, semua komponen semestinya turut terlibat dalam program pembinaan remaja ini baik orang tua, lingkungan masyarakat sekitar, media maupun pihak pemerintah. B. Pendidikan Karakter 1. Pengertian Karakter Istilah karakter berasal dari bahasa latin “kharakter”, “kharassein, “kharax”, dalam bahasa Inggris: character dan Indonesia “karakter”. Dalam bahasa Yunani character, dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam. (Abdul Majid dan Dian Andayani, 2012; 11) Ratna Megawangi, dalam bukunya, Semua Berakar Pada Karakter (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2007), mencontohkan, bagaimana kesuksesan Cina dalam menerapkan pendidikan karakter sejak awal tahun 1980-an. Menurutnya, pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good. Yakni, pendidikan karakter merupakan suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands.
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
19
Menurut Simon Philips, karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang di tampilkan. Sementara itu, Doni A. Kosoema A. memahami bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, juga bawaan sejak lahir. (Fatchul Mu’in, 2011: 160) Kemudian Wine (Fatchul Mu’in, 2011; 160) memahami bahwa istilah karakter memiliki dua pengertian tentang karakter. Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berprilaku buruk, atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berprilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan orang mulia. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan personality. Seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral. Fatchul Mu’in (2011: 161) memberikan pandangan bahwasannya karakter memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut: (1) Karakter adalah “siapakah dan apakah kamu pada saat orang lain sedang melihat kamu” (character is what you are when nobody is looking). (2) Karakter merupakan hasil nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan (character is the result of values and beliefs). (3) Karakter adalah sebuah kebiasaan yang menjadi sifat alamiah kedua (character is a habit that become second nature). (4) Karakter bukanlah reputasi atau apa yang dipikirkan oleh orang lain terhadapmu (character is not reputation or what others think about you). (5) Karakter bukanlah seberapa baik kamu daripada orang lain (character is not how much better you are than others). (6) Karakter tidak relative (character is not relative).
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
20
Sementara itu Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa akhlaq atau karakter adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang tanpa melalui proses pemikiran. Jadi, hubungan antara pikiran, perasaan, dan tindakan menyatu sedemikian rupa, dan menghilangkan kesan keterbelahan. Dari wilayah akal terbentuk cara berfikir, dan dari wilayah fisik terbentuk cara berprilaku. Cara berfikir menjadi visi. Cara merasa menjadi mental. Dan cara berprilaku menjadi karakter. 2.
Unsur-unsur Karakter Menurut Fatchul Mu’in (2011: 168) ada beberapa unsur dimensi manusia
baik secara psikologis maupun sosiologis yang
ada kaitannya dengan
terbentuknya karakter pada manusia. Yang mana usur-unsur tersebut menunjukan bagaimana karakter seseorang, unsur-unsur tersebut antara lain sikap, emosi, kemauan, dan kebiasaan. a.
Sikap Sikap seseorang merupakan bagian dari karakter bahkan merupakan cermin
karakter seseorang. Harrel mendifinisikan
sikap sebagai cara berpikir atau
merasakan dalam kaitannya dengan sejumlah persoalan. Oskamp (dalam Fatchul Mu’in, 2011; 169) mengemukakan bahwa sikap seseorang dipengaruhi proses evaluative yang dilakukan individu. Menurutnya factor-faktor yang mempengaruhi proses evaluative tersbut adalah: Faktor-faktor genetic dan fisiologis, pengalama personal, pengaruh orang tua, kelompok sebaya dan media massa. b.
Emosi
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
21
Emosi dalam bahasa latin di sebut emovere (e berarti luar dan movere artinya gerak). Sedangkan dalam bahasa Prancis adalah emouvoir yang memiliki arti kegembiraan. Emosi merupakan respon dinamis jiwa kita dalam berbagai situasi yang kerap kali dihadapi oleh manusia di sertai denga efeknya pada kesadaran, perilaku, dan juga merupakan proses fisiologis. (Fatchul Mu’in: 171). c.
Kamauan dan Kebiasaan Richad Dewey dan W.J. Humber sebagaimana dikutip oleh Fatctul Mu’in
mendefinisikan kemauan sebagai berikut; 1. Hasil keinginan untuk mencapai tujuan tertentu yang begitu kuat sehingga mendorong orang untuk mengorbankan nilai-nilai yang lain, yang tidak sesuai dengan pencapaian tujuan. 2. Berdasarkan pengetahuan tentang cara-cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan. 3. Dipengaruhi oleh kecerdasan dan energy yang diperlukan untuk mencapai tujuan. 4. Pengeluaran energy yang sebenarnya denga satu cara yang tepat untuk mencapai tujuan. Sedangkan kebiasaan merupakan aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis dan tidak direncanakan. Kebiasaan merupakan hasil pelaziman yang berlangsung pada waktu yang lama atau sebagai reaksi khas yang diulangi berkali-kali. (Fatchul Mui’n: 178) d.
Kepercayaan Kepercayaan memberikan perspektif pada manusia dalam memandang
kenyataan dan ia memberikan dasar bagi manusia untuk mengambil pilihan dan menentukan keputusan. Kepercayaan manusia salah satunya dibentuk oleh
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
22
pengetahuan. Apa yang diketahui oleh manusia dapat menentukan pilihan karena percaya terhadap apa yang telah dipilihnya. e.
Konsep Diri Konsep diri merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang karena ia
berkaitan dengan dengan bagaimana seseorang memetakkan dirinya berdasarkan keinginan, peran dan fungsinya sebagai manusia. Menurut William D. Brooks bahwa pengertian konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita (Rakhmat, 2005; 105). Sedangkan Centi (1993:9) mengemukakan konsep diri (self-concept) tidak lain tidak bukan adalah gagasan tentang diri sendiri, konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana kita harapkan. 3.
Induk-induk Karakter Baik Para filsuf sepanjang sejarah pemikiran umat manusia seperti sepakat untuk
membagi nilai itu dalam tiga katagori yang masing-masing mempunyai padanan berlawanan, yaitu nilai kebenaran vs nilai kebathilan, nilai kebaikan vs nilai kejahatan, dan nilai keindahan vs nilai keburukan. Dalam pandangan Islam kaitannya dengan tiga standar nilai tadi, meletakkan nilai moralnya dalam tiga konteks, yaitu akal yang dapat memahami nilai kebenaran dan kebathilan, hati yang merupakan dasar fitrah dan nurani yang dapat membedakan antara nilai kebaikan dan kejahatan, dan dzauq atau cita rasa yang dapat merasakan nilai keindahan dan keburukan. (Anis Matta, 2002; 17)
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
23
Lebih jauh menurut Anis Matta (2002: 20) jika kita melakukan pengamatan secara mendalam, maka akan menemukan satuan akhlak tersebut sesungguhnya mengakar pada induk karakter tertentu. Induk akhlak atau karakter baik itu adalah sebagai berikut: a. Cinta kebenaran b. Kekuatan c. Himmah (ambisi) d. Kesabaran e. Rasa Kasih f. Naluri Sosial g. Cinta Manusia h. Kedermawanan i. Kemurahan Hati Tabel 2.1 Induk Karakter Terpuji Induk karakter terpuji
Sifat turunan
Cinta Kebenaran
Jujur Adil Komitmen Amanah
Kekuatan Kehendak
Optimis Tegas Tegar Disiplin Inisiatif Serius Pengendalian diri Dorongan berprestasi Dinamika Tegar (tidak mudah menyerah) Harga diri Keseriusan Tenang Konsisten Pengendalian diri Lembut Santun Mampu menjaga rahasia Pemaaf Empati Musyawarah Silaturahim
Himmah (Ambisi)
Kesabaran
Rasa Kasih (Rahmah)
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
24
Naluri Sosial
Cinta Manusia
Kedermawanan
Kemurahan Hati
4.
Lembut Penolong Berbakti kepada orang tua Santun kepada fakir miskin Bersih hati Ukhuwah Penolong Anti perpecahan Mampu bekerjasama Menutup aurat sesame Menjaga barang milik bersama Bersih jiwa Kerjasama Dermawan Adul Keterlibatan emosional Selalu berkehendak Pemurah Hemat Harga diri Itsar (mendahulukan orang lain) Infaq Ukhuwah Lembut Luwes Pemaaf Ridha Ceria Menyenangkan orang lain
Induk-induk Karakter Buruk Sebagaimana akhlak atau karakter baik.maka karakter pun ada yang tercela.
Yang mana akhlak tercela juga memiliki induk yang satuannya dapat dikelompokkan. Ibnul Qayyim sebagimana di kemukakan oleh Anis Matta, mengelompokkan induk karakter tercela menjadi dua, yaitu: Pertama, penyakit syubhat. Penyakit ini menimpa wilayah akal manusia, dimana kebenaran tidak menjadi jelas (samar) dan bercampur dengan kebathilan
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
25
(talbis). Penyakit ini menghilangkan kemampuan dasar manusia memahami secara baik dan memilih secara tepat. Penyakit syubhat sesungguhnya berkaitan dengan pemahaman dasar manusia dan sturktur pemikirannya. Akarnya adalah ilmu yang belum sempurna dan mendalam bertemu dengan kecendrungan jiwa untuk menyimpang. Karena itu, akar penyakit ini dapat ditelusuri pada kemapuan manusia dalam memahami, adanya kelemahan logika atau penyalahgunaan logika, ketidakmampuan memahami sesuatu secara benar, kesalahan metodologis dalam berfikir yang menyebabkan lahirnya kesimpulan yang juga salah, dan penyimpangan pemahaman. Orang-orang yang menderita penyakit ini biasanya meiliki keberanian luar biasa terhadap kebenaran, kegemaran luar biasa untuk berdebat, dan sifat egois dalam mempertahankan pendapat sendiri, sekalipun sesungguhnya ia tidak pernah memiliki keyakinan yang kuat dan selalu ragu-ragu dalam setiap hal. Kedua, penyakit syahwat. Penyakit ini menimpa wilayah hati dan insting manusia, dimana dorongan kekuatan kejahatan dalam hatinya mengalahkan dorongan kekuatan kebaikan. Penyakit ini menghilangkan kemampuan dasar manusia untuk mengendalikan diri dan bertekad secara kuat. Penyakit syahwat pada umumnya terlahir dari lemahnya kehendak dalam hati seseorang, baik untuk melakukan kebaikan maupun untuk melawan dorongan kejahatan dalam dirinya. Dorongan-dorongan kejahatan itu sendiri pada dasarnya berasal dari insting manusia, yang sebagiannya adalah kebutuhan dasar yang
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
26
memberikan vitalitas dan dinamikan kehidupan kepada manusia. (Anis Matta, 2002; 26) Menurut Ibnul Qayyim, syahwat yang menimpa manusia memiliki pembagian sebagai berikut:
Jenis Syahwat Syahwat Kekuasaan
Syahwat Kesetanan
Syahwat Binatang Buas
Syahwat Binatang Ternak
Tabel 2.2 Jenis Syahwat Contoh Senang dikagumi Senang disanjung Merasa puas diri Sombong Angkuh Mengintimidasi Zalim Memiliki sifat benci Dengki Dendam Gemar menipu Membuat ulah dan maker Menyebarkan gossip Memfitnah Menyesatkan orang lain Permusuhan Debat Penjajahan Pembunuhan Tirani Penodongan Perkelahian Hedonis Permisif Berpikir pendek Serakah Rakus Korupsi Sifat pengecut Penakut
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
27
5.
Komponen Pembentuk Karakter Menurut Prof. Prayitno dan Prof. Belferik Manulang (2011; 47),
bahwasannya karakter dibentuk melalui pengembangan unsur-unsur harkat dan martabat manusia yang secara keseluruhan bersesuaian dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Lebih rinci harkat dan martabat manusia meliputi tiga komponen dasar yaitu hakikat manusia, dimensi kemanusiaan, dan pancadaya kemanusiaan. Tabel 2.3 Komponen Pembentukan Perilaku Komponen dasar pembentuk Meliputi karakter Hakikat manusia Makhluk yang beriman dan bertaqwa Makhluk paling sempurna Paling tinggi derajatnya Khalifah dimuka bumi Penyandang HAM (hak asasi manusia) Dimensi kemanusiaan Dimensi kefitrahan Dimensi keindividualan Dimensi kesosialan Dimensi kesusilaan Dimensi keberagamaan Paancadaya kemanusiaan Daya taqwa Daya cipta Daya rasa Daya karsa Daya karya
Sementara itu menurut Anis Matta (2002; 34), mengemukakan tentang pembentukan perilaku seseorang yang tertumpu pada dua faktor utama yaitu; faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan kumpulan dari unsure kepribadian yang secara simpultan mempengaruhi perilaku manusia, faktor internal ini terbentuk sebagiannya secara genetis, atau dibawa dari sifat-sifat turunan keluarga baik sifat Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
28
fisik maupun sifat jiwa. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor di luar diri manusia, namun secara langsung mempengaruhi perilakunya. Tabel 2.4 Faktor Internal Pembentukan Perilaku Faktor Internal Pembentukan Perilaku Instink Biologis
Kebutuhan Psikologis
Kebutuhan Pemikiran
Jenis-jenis Perilaku
Makan Minum Hubungan seksual Rasa aman Kasih saying Perhatian Akumulasi informasi yang membentuk cara berpikir seseorang
Tabel 2.5 Faktor Eksternal Pembentukan Perilaku Faktor Pembentuk Perilaku Lingkungan Keluarga
Lingkungan Sosial
Lingkungan Pendidikan
Dekripsi Nilai yang berkembang dalam keluarga, serta kecendrungan umum dan pola sikap kedua orang tua terhadap anak akan sangat mempengaruhi perilaku anak dalam semua tahapan. Nilai-nilai yang berkembang dalam masyakarat dan piranti sistem sosial, ekonomi, dan politik. Ia akan mengarahkan perilaku umum seorang anak. Institusi pendidikan formal seperti sekolah dan institusi pendidikan informal seperti mesjid dan media massa, juga mempengaruhi perilaku seseorang sesuai dengan nilai dan kecendrungan yang berkembang dalam lingkungan tersebut.
Namun meskipun kedua faktor tersebut, Anis Matta (2002; 36) juga mengemukakan
pendapat
para
psikolog modern
yang pada
umumnya
menganggap sebagian dari faktor di atas bersifat mutlak, sehingga menyebutnya determinan dan tidak dapat dirubah sama sekali, khususnya tiga faktor berikut ini;
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
29
a. Determinasi Genetis, yaitu sifat bawaan dari lahir. Orang yang mempunyai sifat keras yang dibawa secara genetis tidak akan bisa menjadi lembut. b. Determinasi Psikologis, yaitu pola didik dan perlakuan keluarga yang diperoleh pada masa kecil akan menetap samnpai tua dan tidak dapat dirubah. c. Determinasi Sosial, yaitu pola kehidupan sosial suatu masyarakat selamanya akan membentuk sifat-sifat dasar seseorang yang kelak tidak dapat dirubah. Oleh karena itu, garis kepribadian yang ada pada seseorang tidak membuka kemungkinan berubah, apalagi jika sudah selesai melewati batas akhir masa pertumbuhan kepribadiannya. 6.
Pendidikan Karakter Pendidikan karakter merupakan proses pendidikan yang memiliki pemaknaan
lebih dari sekedar transfer pengetahuan, bukan hanya sekedar mengajarkan pengetahuan kognitif tentang baik dan buruk. Tetapi pendidikan karakter berusaha untuk menginternalisasikan nilai-nilai kebaikan tersebut di dalam diri peserta didik sehingga nilai-nilai kebaikan tersebut menjelma menjadi sebuah kebiasaan berprilaku sehari-hari. Istilah pendidikan karakter masih jarang didefinisikan oleh banyak kalangan. Terdapat beberapa masalah ketidaktepatan makna yang beredar di masyarakat mengenai makna pendidikan karakter yang dapat diidentifikasi diantaranya sebagai berikut: a. Pendidikan karakter = mata pelajaran agama dan PKn, karena itu menjadi tanggung jawab guru agama dan PKn. b. Pendidikan karakter = mata pelajaran pendidikan budi pekerti.
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
30
c. Pendidikan karakter = pendidikan yang menjadi tanggung jawab keluarga, bukan tanggung jawab sekolah. d. Pendidikan karakter = adanya penambahan mata pelajaran baru dalam KTSP. (dalam Darma Kesuma, dkk 2011: 5) Pendidikan karakter menurut Ratna Megawangi sebagaimana di kutip oleh Dharma Kesuma dkk (2010: 5), mengemukakan bahwa pendidikan karakter adalah; “sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi positif kepada lingkungannya.” Sementara itu menurut Fakry Gaffar (2010: 1); “sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu.” Menurut ajaran Islam seperti yang di kemukakan oleh Yoyon Bahtiar Irianto (dalam Strategi Manajemen Pendidikan Karakter; 2010) bahwasannya pendidikan karakter identik dengan pendidikan akhlaq. Walaupun pendidikan akhlaq sering disebut tidak ilmiah karena terkesan bukan sekuler, namun sesungguhnya antara karakter dengan spiritualitas memiliki keterkaitan yang erat. Dalam prakteknya, pendidikan akhlaq berkenaan dengan kriteria ideal dan sumber karakter yang baik dan buruk, sedangkan pendidikan karakter berkaitan dengan metode, strategi, dan teknik pengajaran secara operasional. Pendidikan karakter sesungguhnya bukan sekedar mendidik benar dan salah, tetapi mencakup proses pembiasaan (habituation) tentang perilaku yang baik
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
31
sehingga siswa dapat memahami, merasakan, dan mau berperilaku baik. Sehingga tebentuklah tabi’at yang baik. (Yoyon Bahtiar Irianto; 2010) 7. Tujuan Pendidikan Karakter Pada hakikatnya tujuan pendidikan karakter tidak terlepas dari tujuan pendidikan nasional sebagai kerangka dasarnya. Fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional menurut UU sistem pendidikan nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 Bab2 Pasal 3 berbunyi; Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dari rumusan tujuan Pendidikan Nasional tersebut nampak jelas bahwa pada intinya tujuan pendidikan tersebut adalah membentuk manusia yang berkarakter. Manusia yang berkarakter memiliki kualifikasi yang bukan hanya cerdas intelektual saja namun memiliki sejumlah perilaku terpuji dan kematangan kepribadian. Dimana saat ini, keberhasilan dari pembentukan karakter positif yang diharapkan dari proses pendidikan selama ini belum terlihat wujudnya secara baik. Sehingga menurut Sunaryo Kartadinata sebagaimana di kutif oleh Darma Kesuma, dkk (20122: 8) mengemukakan bahwa ukuran keberhasilan pendidikan yang berhenti pada angka ujian, seperti halnya ujian nasional, adalah sebuah kemunduran, karena dengan demikian pembelajaran akan menjadi sebuah proses
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
32
menguasai keterampilan dan mengakumulasi pengetahuan. Paradigma ini menempatkan peserta didik sebagai pelajar imitative dan belajar dari eksposeekspose didaktis yang akan berhenti pada penguasaan fakta, prinsip, dan aplikasinya. Paradigma ini tidak sesuai dengan esensi pendidikan yang digariskan dalam UU sisdiknas. Adapun dengan tujuan pendidikan karakter, beberapa ahli mengemukakan pendapatnya, diantaranya: Mulayasa (2012: 9) mengemukakan bahwa pendidikan karakter bertujuan untuk mengingkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan. Kemudian, menurutnya pendidikan karakter pada tingkat satuan pendidikan mengarah pada pembentukan budaya sekolah/madrasah, yaitu nilainilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan sehari-hari, serta simbol-simbol yang dipraktikan oleh semua warga sekolah.madrasah, dan masyarakat sekitarnya. Dimana budaya sekolah merupakan cirri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas. Sementara itu menurut Darma Kesuma, dkk (2011: 9) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan karakter dalam setting sekolah sebagai berikut: a. menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan;
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
33
b. mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah; c. membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersamaan. C. Sistem Pembelajaran 1. Perencanaan Pembelajaran a.
Pengertian Perencanaan Pembelajaran Dalam ilmu manajemen, perencanaan merupakan tahapan yang paling penting
untuk dilakukan dikarenakan proses perencanaan adalah langkah paling awal untuk dilakukan. Begitupun halnya dalam proses manajemen pembelajaran, proses perencanaan amatlah penting untuk dilakukan. Perencanaan merupakan proses menyusun langkah-langkah yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Perencanaan dibuat berdasarkan jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun begitu, perencanaan yang dibuat harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat sasaran. (Abdul Majid, 2012; 15) Terkait dengan perencanaan pembelajaran, jika dilihat dari terminologinya, perencanaan pembelajaran terdiri dari dua kata, yakni perencanaan dan pembelajaran. Masing-masing kata tersebut tentunya memiliki pengertian dan konsep tersendiri. Maka dari itu untuk memahami konsep masing-masing berikut ini akan dibahas pengertian perencanaan dan pembelajaran. Menurut Sanjaya (2012: 23) perencanaan berasal dari kata rencana yaitu pengambilan keputusan tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan.
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
34
Dengan demikian, proses suatu perencanaan harus dimuolai dari penetaoan tujuan yang akan dicapai melalui analisis kebutuhan serta dokumen yang lengkap, kemudian menetapkan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Ketika kita merencanakan, maka pola pikir kita diarahkan bagaimana agar tujuan itu dapat dicapai secara efektif dan efisien. Perencanaan menurut William H. Newman dalam bukunya Administrative Action Technique and Management seperti yang dikutif (Abdul Majid, 2012;15) mengemukakan bahwa perencanaan adalah menentukan apa yang akan dilakukan. Perencanaan mengandung rangkaian-rangkaian putusan yang luas dan penjelasanpenjelasan dari tujuan, penentuan kebijakan, penentuan program, penentuan metode-metode
dan
prosedur-prosedur
tertentu
dan
penentuan
kegiatan
berdasarkan jadwal sehari-hari. Perencanaan adalah menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kelompok untuk mencapai tujuan yang digariskan. Perencanaan mencakup kegiatan pengambilan keputusan. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan melihat kedepan guna merumuskan suatu pola tindakan untuk masa mendatang. (Terry dalam Abdul Majid, 2012; 16) Lebih jauh Sanjaya (2012: 24) menyatakan bahwasannya setiap perencanaan minimal harus memiliki empat unsur sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Adanya tujuan yang harus dicapai Adanya strategi untuk mencapai tujuan Sumber daya yang dapat mendukung Implementasi setiap keputusan
Berikutnya
adalah
arti
pembelajaran. Menurut
Sanjaya
(2012:
26)
pembelajaran diarrtikan sebagai proses kerja sama antara guru dan siswa dalam Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
35
memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri seperti minat, bakat dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar maupun potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Kemudian dalam konteks pengajaran, menurut Abdul Majid (2012: 17) perencanaan pengajaran dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pengajaran, penggunaan pendekatan dan metode pengajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Lebih jauh lagi, Abdul Majid (2012: 17) mengemukakan konsep perencanaan pengajaran dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu: 1. Perencanaan pengajaran sebagai teknologi Adalah suatu perencanaan yang mendorong penggunaan teknik-teknik yang dapat mengembangkan tingkah laku kognitif dan teori-teori konstruktif terhadap solusi dan problem-problem pengajaran. 2. Prencanaan pengajaran sebagai suatu sistem Adalah sebuah susunan dari sumber-sumber dan prosedur-prosedur untuk menggerakkan pembelajaran. Pengembangan sistem pengajaran melalui proses yang sistemik selanjutnya diimplementasikan dengan mengacu pada sistem perencanaan itu 3. Perencanaan pengajaran sebagai sebuah disiplin
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
36
Adalah cabang dari pengetahuan yang senantiasa memperhatikan hasil-hasil penelitian dan teori tentang strategi pengajaran dan implementasinya terhadap strategi tersebut. 4. Perencanaan pengajaran sebagai sains (science) Adalah
mengkreasi
secara
detail
spesifikasi
dari
pengembangan,
implementasi, evaluasi, dan pemeliharaan akan situasi maupun fasilitas pembelajaraan terhadap unit-unit yang luas maupun yang lebih sempit dari materi pelajaran dengan segala tingkatan kompleksitasnya. Sementara itu Sanjaya (2012: 29) mengemukakan karakteristik dari perencanaan pembelajaran sebagai berikut: 1. Perencanaan pembelajaran merupakan hasil dari proses berpikir, artinya suatu perencanaan pembelajaran disusun tidak asal-asalan akan tetapi disusun dengan mempertimbangkan segala aspek yang mungkin dapat berpengaruh, di samping disusun dengan mempertimbangkan segala sumber daya yang tersedia yang dapat mendukung terhadap keberhasilan proses pembelajaran. 2. Perencanaan pembelajaran disusun untuk mengubah perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Ini berarti fokus utama dalam perencanaan pembelajaraan adalah ketercapaian tujuan. 3. Perencanaan pembelajaran berisi tentang rangakaian kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, perencanaan pembelajaran
dapat
berfungsi
sebagai
pedoman
dalam
mendesain
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
37
Pemaparan diatas tentunya memberikan suatu pemahaman tentang tinjauan perencanaan pembelajaran secara definisi serta gambarannya di dalam upaya untuk menyusun langkah-langkah yang seharusnya di tempuh dalam proses pembelajaran. Seorang guru atau pendidik tentunya di tuntuk untuk melakukan aktifitasnya secara professional, tentunya sebelum ia melakukan proses pembelajaran tentunya ia akan melakukan proses perencanaan terlebih dahulu. Seorang arsitek saja, sebelum ia membangun gedung pencakar langit, terlebih dahulu ia melakukan sebuah perencanaan. Terlebih salah satu kompetensi seorang guru adalah kompetensi profesional, sudah barang tentu profesi sorang guru adalah profesi yang dituntut memiliki profesionalisme dalam mengajar, dan tentunya akan melaksanakan pekerjaannya dengan perencanaan. Oleh karena itu, menurut Sanjaya (2012: 30) bahwasannya perencanaan pembelajaran itu dibutuhkan disebabkan beberapa hal, yaitu: 1. 2. 3. 4.
b.
Pembelajaran adalah proses yang bertujuan. Pembelajaran adalah proses kerjasama. Proses pembelajaran adalah proses yang kompleks. Proses pembelajaran akan efektif manakala memanfaatkan berbagai sarana dan prasarana yang tersedia termasuk memanfaatkan berbagai sumber belajar.
Manfaat dan Fungsi Perencanaan Pembelajaran Perencanaan pembelajaran memiliki manfaat dan fungsi nya dalam
menjadikan hasil pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal. Menurut Abdul Majid (2012: 22) manfaat perencanaan pengajaran dalam proses belajar mengajar yaitu: Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
38
1. Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan. 2. Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan. 3. Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsure, baik unsur guru maupun unsur murid. 4. Sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketepatan dan kelambatan kerja. 5. Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja. 6. Untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat dan biaya. Sedangkan menurut Sanjaya (2012: 33) manfaat yang dapat dipetik dari penyusunan proses pembelajaran adalah sebagai berikut: 1. Melalui proses perencanaan yang matang, akan terhindar dari keberhasilan yang bersifat untung-untungan. Artinya, dengan perencanaan yang matang dan akurat, akan mampu memprediksi seberapa besar keberhasilan yang akan dapat di capai. 2. Sebagai alat untuk memecahkan masalah. Seorang perencana yang baik akan dapat memprediksi kesulitan apa yang akan dihadapi oleh siswa dalam mempelajari materi pelajaran tertentu. Dengan perencanaan yang matang guru akan dengan mudah mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin timbul. 3. Untuk memanfaatkan berbagai sumber belajar secara tepat. Seiring perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dewasa ini banyak sekali sumber-sumber belajar yang mengandung berbagai informasi. Melalui perencanaan, guru dapat menentukan sumber-sumber mana saja yang dianggap tepat untuk mempelajari suatu bahan pembelajaran. 4. Perencanaan akan dapat membuat pembelajaran berlangsung secara sistematis. Artinya, proses pembelajaran tidak akan berlangsung seadanya, akan tetapi akan berlangsung secara terarah dan teroganisir. Dengan demikian, guru dapat
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
39
menggunakan
waktu
seefektif
mungkin
untuk
keberhasilan
proses
pembelajaran. Melalui perencanaan yang matang guru akan bekerja setahap demi setahap untuk menuju perubahan yang diinginkan sesuai dengan tujuan. Kemudian Sanjaya (2012: 35) juga mengemukakan tentang fungsi perencanaan pembelajaran yang meliputi fungsi kreatif, fungsi inovatif, fungsi selektif, fungsi komunikatif, fungsi prediktif, fungsi akurasi, fungsi pencapaian tujuan dan fungsi kontrol. Berikut adalah penjelasan dari fungsi-fungsi perencanaan pembelajaran yang dimaksud. 1. Fungsi kreatif Pembelajaran dengan menggunakan perencanaan yang matang, akan dapat memberikan umpan balik yang dapat menggambarkan berbagai kelemahan yang terjadi. Melalui umpan balik itulah guru dapat meningkatkan dan memperbaiki program. Secara kreatif, guru akan selalu memperbaiki berbagai kelemahan dan menemukan hal-hal baru. 2. Fungsi inovatif Inovasi hanya akan muncul jika guru memahami adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Kesenjangan itu hanya mungkin dapat ditangkap, manakala kita memahami proses yang dilaksanakan secara sistematis. Proses pembelajaran yang sistematis itulah yang direncanakan dan terprogram secara utuh. Dalam kaitan inilah perencanaan memiliki fungsi inovasi. 3. Fungsi selektif
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
40
Adakalanya untuk mencapai suatu tujuan atau sasaran pembelajaran guru dihadapkan kepada berbabagi pilihan strategi. Melalui proses perencanaan guru dapat menyeleksi strategi mana yang dianggap lebih efektif dan efisien untuk dikembangkan. Tanpa suatu perencanaan tidak mungkin guru dapat menentukan pilihan yang tepat. Fungsi selektif ini juga berkaitan dengan pemilihan materi pelajaran yang dianggap sesuai dengan tujuan pembelajaran. Melalui proses perencanaan guru dapat menentukan materi mana yang sesuai dan materi mana yang tidak sesuai. 4. Fungsi komunikasi Suatu perencanaan yang memadai harus dapat menjelaskan kepada setiap orang yang terlibat, baik kepada guru, siswa, kepala sekolah bahkan kepada pihak eksternal seperti kepada orang tuan dan masyarakat. Dokumen perencanaan harus dapat mengkomunikasikan kepada setiap orang baik tentang tujuan dan hasil yang ingin dicapai, strategi atau rangkaian kegiatan yang dapat dilakukan. Oelh sebab itu, perencanaan memiliki fungsi komunikasi. 5. Fungsi prediktif Perencanaan yang disusun secara benar dan akurat, dapat menggambarkan apa yang akan terjadi setelah dilakukan suatu treatment sesuai dengan program yang disusun. Melalui fungsi prediktifnya, perencanaan dapat menggambarkan berbagai kesulitan
yang akan
terjadi. Di samping itu, fungsi
prediktif dapat
menggambarkan hasil yang akan diperoleh. 6. Fungsi akurasi
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
41
Melalui proses perencanaan yang matang guru dapat menakar setiap waktu yang diperlukan untuk menyampaikan bahan pelajaran tertentu. Guru dapat menghitung jam pelajaran efektif, melalui program perencanaan. 7. Fungsi pencapaian tujuan Mengajar bukanlah sekedar menyampaikan materi, akan tetapi membentuk manusia secara utuh. Manusia utuh bukan hanya berkembang dalam aspek intelektual saja, akan tetapi juga dalam sikap dan keterampilan. Dengan demikian pembelajaran memiliki dua sisi yang sama pentingnya, yakni sisi hasil belajar dan sisi proses belajar. Melalui perencanaan itulah kedua sisi pembelajaran dapat dilakukan secara seimbang. 8. Fungsi control Mengontrol keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu proses pembelajaran tertentu. Melalui perencanaan kita dapat menentukan sejauh mana materi pelajaran telah dapat diserap oleh siswa, materi mana yang sudah dan belum dipahami oleh siswa. Dalam hal inilah perencanaan berfungsi sebagai kontrol, yang selanjutnya dapat memberikan program pembelajaran selanjutnya. 2. Pelaksanaan Pembelajaran a.
Pembelajaran Efektif dan Berkarakter Pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut keaktifan guru
dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang diprogramkan. (Mulyasa, 2012; 129)
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
42
Menurut Saylor sebagaimana dikemukakan oleh Mulyasa (2012: 129) bahwa “Instruction is thus implementation of curriculum plan, usually, but not necessarily, involving teaching in the sense of student, teacher interaction in an education in an educational setting”. Oleh karena itu, di dalam proses pembelajaran guru harus menguasai perinsipprinsip pembelajaran, pemilihan dan penggunaan media pembelajaran, pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran, keterampilan menilai hasil-hasil belajar peserta didik, serta memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan pembelajaran. Kompetensi-kompetensi tersebut merupakan bagian integral seorang guru sebagai tenaga professional, yang hanya dapat dikuasai dengan baik melalui pengalaman praktik yang intensif. Menurut Mulayasa (2012: 131) mengemukakan bahwasannya pembelajaran efektif dan berkarakter dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 1) Pemanasan dan Apersepsi Pemanasan dan apersepsi perlu dilakukan untuk menjajaki pengetahuan peseta didik, memotivasi peserta didik dengan menyajikan materi yang menarik, dan mendorong mereka untuk mengetahui berbagai hal baru. Kegiatan pemanasan dan apersepsi ini dapat dilakukan sebagai berikut: a. Memulai pembelajaran dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami peserta didik b. Memotivasi peserta didik dengan bahan ajak yang menarik dan berguna bagi kehidupan mereka.
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
43
c. Menggerakkan peserta didik agar tertarik dan berkeinginan untuk mengetahui hal-hal baru. 2) Eksplorasi Tahap ekplorasi merupakan kegiatan pembelajaran untuk mengenalkan bahan dan mengaitkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik. Hal tersebut dapat ditempuh sebagai berikut: a. Perkenalkan materi standard an kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik. b. Kaitkan materi standar dan kompetensi dasar yang baru dengan pengatahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik. c. Pilih metode yang paling tepat, dan gunakan secara bervariasi untuk meningkatkan penerimaan peserta didik terhadap materi standard an kompetensi baru. 3) Konsolidasi Pembelajaran Konsolidasi merupakan kegiatan untuk mengaktifkan peserta didik dalam pembentukan kompetensi, dengan mengaitkan kompetensi dengan kehidupan peserta didik. Konsolidasi pembelajaran ini dapat dilakukan sebagai berikut. a. Libatkan peserta didik secara aktif dalam menafsirkan dan memahami materi standard dan kompetensi baru. b. Libatkan peserta didik secara aktif dalam proses pemecahan masalah (problem solving), terutama dalam masalah-masalah aktual.
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
44
c. Letakkan penekanan pada kaitan structural, yaitu kaitan antara materi standar dan kompetensi baru dengan berbagai aspek kegiatan dan kehidupan dalam lingkungan masyarakat. d. Pilihlah metodologi yang paling tepat sehingga materi standar dapat diproses menjadi kompetensi peserta didik. 4) Pembentukan Kompetensi dan Karakter Pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik dapat dilakukan sebagai berikut: a. Doronglah peserta didik untuk menerapkan konsep, pengertian, dan kompetensi yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari. b. Praktikkan pembelajaran secara langsung, agar peserta didik dapat membangun kompetensi dan karakter baru dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengertian yang dipelajari. c. Gunakan metodologi yang paling tepat agar terjadi perubahan kompetensi dan karakter peserta didik. 5) Penilaian Formatif Dalam melakukan penilaian formatif dapat dilakukan hal-hal berikut ini: a. Kembangkan cara-cara untuk menilai hasil pembelajaran peserta didik. b. Gunakan hasil penilaian tersebut untuk menganalisis kelemahan atau kekurangan peserta didik dan masalah-masalah yang dihadapi guru dalam memberikan kemudahan kepada peserta didik. c. Pilihlah metodologi yang paling tepat sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
45
Lebih jauh Mulyasa (2012: 133) menggambarkan prosedur pembelajaran efektif dan berkarakter sebagaimana di tertera dalam gambar di bawah ini: Gambar 2. 1 Prosedur Pembelajaran Efektif PEMANASAN-APERSI Tanya-jawab tentang pengetahuan dan pengalaman
EKSPLORASI Memperoleh/mencari informasi baru
KONSOLIDASI PEMBELAJARAN Negoisasi dalam rangka mencapai pengetahuan baru
PEMBENTUKAN SIKAP DAN PERILAKU Pengetahuan diproses menjadi nilai, sikap dan perilaku
PENILAIAN FORMATIF
b. Pendekatan Pembelajaran Dalam proses pelaksanaan pembelajaran karakter seorang guru dianjurkan untuk menggunakan pendekatan pembelajaran andragogik, yang berbeda denga pedagogik, terutama dalam pandangannya terhadap peserta didik. Andragogik merupakan ilmu yang ditujukan pada pembelajaran orang dewasa, namun dalam praktiknya tidak semata-mata diperuntukkan bagi kegiatan pendidikan yang melibatkan orang dewasa, melainkan dalam kegiatan pendidikan anak-anak pun sangat relevan untuk diterapakn, terutama dalam pembentukan karakter. (Mulyasa, 2012; 135) Andragogik sebagaimana yang dikemukakan oleh Knowles dalam (Mulyasa, 2012; 134) diartikan sebagai “the art and science of helping adults learn”. Dimana kata “helping” mengandung arti bahwa andragogik menempatkan peran
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
46
peserta didik lebih dominan dalam pembelajaran, yang meletakkan perhatian dasar bagi individu secara utuh. Belajar dalam pendekatan andragogik dipandang sebagai proses yang melibatkan diri dalam interaksi antara diri sendiri dengan ralita di luar individu yang bersangkutan. Menurut Mulyasa (2012: 136) bahwasannya pendekatan pembelajaran berkarakter merupakan alternative pembinaan dan pembentukan karakter peserta didik, melalui penanaman berbagai kompetensi berbasis karakter yang berorientasi pada karakteristik, kebutuhan, dan pengalaman peserta didik, serta melibatkannya dalam proses pembelajaran seoptimal mungkin, agar setelah menamatkan suatu program pendidikan mereka memiliki kepribadian yang kukuh dan siap mengikuti perubahan. Kemudian secara khusus Mulyasa (2012: 136) mengemukakan pembelajaran berkarakter di sekolah harus ditujukan untuk: 1. Memperkenalkan kehidupan kepada peserta didik sesuai dengan konsep learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to life together. 2. Menumbuhkan kesadaran peserta didik tentang pentingnya belajar dalam kehidupan, yang harus direncanakan dan dikelola secara sistematis. 3. Memberikan kemudahan belajar (facilitate of learning) kepada para peserta didik, agar mereka dapat belajar dengan tenang dan menyenangkan. 4. Menumbuhkan
proses
pembelajaran
yang
berkarakter
bagi
tumbuh
kembangnya potensi peserta didik, melalui penanaman berbagai kompetensi dasar.
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
47
Secara lebih rinci, menurut Mulyasa (2012: 139) pembelajaran berkarakter di sekolah harus menampakkan adanya kegiatan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pembenahan lingkungan belajar. Pembuatan perencanaan bersama. Pembuatan kelompok belajar. Pengidentifikasian kebutuhan belajar. Pengidentifikasian karakter peserta didik. Perumusan tujuan, standar kompetensi, dan kompetensi dasar. Pengintegrasian karakter ke dalam tujuan standar kompetensi dan kompetensi dasar. 8. Pengelolaan dan pelaksanaan pembelajaran 9. Penilaian proses dan hasil belajar serta upaya mendiagnosis kembali kebutuhan belajar. c. Media dan Sumber Belajar Sumber belajar merupakan salah satu komponen yang membantu dalam proses belajar-mengajar. Sumber belajar tidak lain adalah daya yang dapat dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagian atau secara keseluruhan. (Rusman, 2009; 130). Sumber belajar menurut Association for Education and Communication Technologhy (AECT) sebagaimana dikemukakan oleh Rusman (2009: 130) diartikan sebagai semua sumber, baik berupa data, orang maupun wujud tertentu yang dapat digunakan oleh anak didik dalam kegiatan belajar. Dalam kegiatan belajar tersebut, sumber belajar dapat digunakan baik secara terpisah maupun terkombinasi sehingga mempermudah anak didik dalam mencapai tujuan belajarnya. Kemudian lebih lanjut Rusman (2009: 130) mengemukakan bahwa sumber belajar dapat dikatagorikan ke dalam enam jenis, yaitu: pesan (message), orang (people), bahan (materials), alat dan peralatan (tools and equipment), teknik
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
48
(technique), dan lingkungan (setting). Pesan adalah segala informasi dalam bentuk ide, fakta, dan data yang disampaikan kepada anak didik. Orang adalah manusia yang berperan sebagai penyaji dan pengolah pesan, seperti guru, narasumber, yang dilibatkan dalam kegiatan belajar. Bahan adalah software atau perangkat lunak yang berisi pesan-pesan. Alat adalah hardware atau perangkat keras, yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Teknik adalah prosedur yang dipakai untuk menyajikan pesan. Lingkungan adalah kondisi dan situasi di mana kegiatan pembelajaran itu terjadi. Sumber belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu sumber belajar yang dirancang (learning resources by design) dan sumber belajar yang dimanfaatkan (learning resources by utilization). Sumber belajar yang dirancang merupakan sumber-sumber belajar yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal. Sementara sumber belajar yang dimanfaatkan merupakan sumber belajar yang tidak didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan, dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. (Rusman, 2008; 137) Media dalam pembelajaran memiliki peran dan manfaatnya dalam meningkatkan proses dan hasil belajar. Kata media sendiri berasal bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang berarti perantara atau pengantar. Menurut heinich, Molenda, dan Russle seperti yang terdapat dalam Sanjaya (2012: 204) bahwa media is a channel of communication. Derived from
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
49
the Latin word for “between”, the term refers “to anything that carries information between a source and a receiver. Sementara itu Rusman (2008: 151) mengemukakan tentang pemahaman posisi media, posisi, peran dan kontribusinya dalam kegiatan pembelajaran. Pemahaman tersebut adalah; a. Media merupakan wadah dari pesan yang oleh sumber pesan ataupun penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran atau penerima pesan tersebut. b. Aplikasi media pembelajaran berpijak pada kaidah ilmu komunikasi, yang antara lain dikatakan oleh Lasswell (1982) “who say what in which channels to whom in what effect.” Dimana paradigma komunikasi tersebut meliputi lima hal berikut: a) Who, siapa yang menyatakan? (guru, pengirim pesan) b) What, pesan atau ide/gagasan apa yang disampaikan (dalam kegiatan pembelajaran ini berarti bahan ajar atau materi yang akan disampaikan). c) Which channels, dengan saluran apa, media saluran apa, media atau sarana apa, pesan itu ingin disampaikan. d) To whom, kepada siapa (sasaran, siswa, peserta didik) e) What effect, dengan hasil atau dampak apa? Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran memiliki fungsi dan manfaat dalam mengoptimalkan proses pembelajaran yang berlangsung dan tentunya akan berdampak kepada hasil belajar siswa. Sanjaya (2012: 208) mengemukakan bahwa media memiliki fungsi sebagai berikut:
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
50
1. Menangkap suatu objek atau peristiwa-peristiwa tertentu 2. Memanipulasi keadaan, peristiwa, atau objek tertentu 3. Menambah gairah dan motivasi belajar siswa
Kemudian Sanjaya (2012: 209) menambahkan tentang nilai praktis dari penggunaan media terhadap kegiatan pembelajaran, yaitu: 1. Media dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa. 2. Media dapat mengatasi batas ruang kelas. Dimana hal ini terutama untuk menyajikan bahan belajar yang sulit dipahami langsung oleh peserta. Dalam kondisi ini media dapat berfungsi untuk: 1) Menampilkan objek yang terlalu besar untuk dibawa ke dalam kelas. 2) Memperbesar serta memperjelas objek yang terlalu kecil yang sulit dilihat oleh mata telanjang, seperti sel-sel butr darah/molekul bakteri, dan sebagainya. 3) Mempercepat gerakan suatu proses yang terlalu lambat sehingga dapat dilihat dalam waktu yang lebih cepat. 4) Memperlambat proses gerakan yang terlalu cepat. 5) Menyederhanakan suatu objek yang terlalu kompleks. 6) Memperjelas bunyi-bunyian yang sangat lemah sehingga dapat ditangkap oleh telinga. 3. Media dapat memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara peserta dengan lingkungan. 4. Media dapat menghasilkan keseragaman pengamatan. 5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, nyata, dan tepat.
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
51
6. Media dapat membangkitkan motivasi dan merangsang peserta untuk belajar dengan baik. 7. Media dapat membangkitkan keinginan dan minat baru. 8. Media dapat mengontrol kecepatan belajar siswa. 9. Media dapat memberikan pengalaman yang menyeluruh dari hal-hal yang konkret sampai yang abstrak. d. Model Pembelajaran Berkarakter Model belajar mengajar merupakan kerangka konseptual dan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Dengan demikian aktivitas belajar-mengajar benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang bertata secara sistematis. (Abdul Majid dan Dian Andayani, 2012; 116) Dalam pembelajaran karakter ada beberapa model pembelajaran yang dapat dilakukan, antara lain: 1. Pembiasaan Pembiasaan adalah sesuatu perbuatan yang sengaja diulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman, yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang diamalkan. Pembiasaan menempatkan manusia sebagai sesuatu yang istimewa, yang dapat mengemat kekuatan, karena akan menjadi kebiasaan yang melekat dan spontan, agar kekuatan itu dapat
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
52
dipergunakan untuk berbagai pekerjaan, dan aktifitas lainnya. (Mulyasa, 2012; 166) Mulyasa (2012: 167) mengemukakan bahwa pendidikan melalui pembiasaan dapat dilaksanakan secara terprogram dalam pembelajaran, dan secara tidak terprogram dalam kegiatan sehari-hari. a. Kegiatan pembiasaan terprogram dalam pembelajaran dapat dilaksanakan dengan
perencanaan
khusus
dalam
kurun
waktu
tertentu
untuk
mengembangkan pribadi peserta didik secara individual, kelompok, dan atau klasikal sebagai berikut: a) Biasakan peserta didik untuk bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkontruksi sendiri pengetahuan, keterampilan, dan sikap baru dalam setiap pembelajaran. b) Biasakan melakukan kegiatan inkuiri dalam setiap pembelajaran. c) Biasakan peserta didik untuk bertanya dalam setiap pembelajaran. d) Biasakan belajar secara berkelompok untuk menciptakan “masyarakat belajar”. e) Guru harus membiasakan diri menjadi model dalam setiap pembelajarana. f) Biasakan melakukan refleksi pada setiap akhir pembelajaran. g) Biasakan melakukan penilaian yang sebenarnya, adil, dan transparan dengan berbagai cara. h) Biasakan peserta didik untuk bekerja sama, dan saling menunjang. i) Biasakan untuk belajar dari berbagai sumber. j) Biasakan peserta didik untuk sharing dengan temannya.
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
53
k) Biasakan peserta didik untuk berfikir kritis. l) Biasakan untuk bekerja sama dan memberikan laporan kepada orang tua peserta didik terhadap perkembangan perilakunya. m) Biasakan peserta didik untuk berani menanggung risiko. n) Biasakan peseta didik tidak mencari kambing hitam. o) Biasakan peserta didik terbuka terhadap kritikan. p) Biasakan peserta didik mencari perubahan yang lebih baik. q) Biasakan peserta didik terus menerus melakukan inovasi dan improvisasi demi perbaikan selanjutnya. b. Kegiatan pembiasaan secara tidak terprogram dapat dilaksanakan sebagai berikut: a) Rutin, yaitu pembiasaan yang dilakukan terjadwal, seperti: upacara bendera, senam, shalat berjama’ah, keberaturan, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri. b) Spontan, adalah pembiasaan tidak terjadwal dalam kegiatan khusus seperti: pembentukan perilaku memberi salam, membuang sampah pada tempatnya, antre, mengatasi silang pendapat (pertengkaran). c) Keteladanan, adalah pembiasaan dalam bentuk perilaku sehari-hari seperti; berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji kebaikan atau keberhasilan orang lain, datang tepat waktu. 2. Keteladanan Keteladanan merupakan perilaku yang sangat penting dari seorang pendidik dalam proses membentuk karakter peserta didik. Keteladanan yang ditunjukkan oleh
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
54
seorang guru baik dari ucapan, perbuatan dan pemapilannya akan berpengaruh terhadap perilaku peserta didiknya. Karakter positif yang hendak ditanamkan kepada peserta didik sudah seharusnya seorang guru terlebih dahulu menjadi pribadi yang merefleksikan karakter positif tersebut, sehingga proses penanaman karakter-pun akan semakin mudah ternentuk dalam pribadi peserta didik. 3. Pembinaan Disiplin Peserta Didik Menurut Soelaeman sebagaimana yang terdapat dalam Mulyasa (2012: 173) mengemukakan bahwa guru berfungsi sebagai pengemban ketertiban, yang patut digugu dan ditiru, tapi tidak diharapkan sikap yang otoriter. Oleh karena itu Mulyasa (2012: 173) mengemukakan bahwa untuk membina disiplin peserta didik harus mempertimbangkan berbagai situasi, dan memahami faktor-faktor yang memengaruhinya. Oleh karena itu, menurutnya disarankan para guru untuk melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Memulai seluruh kegiatan dengan disiplin waktu, dan patuh/taat aturan. b. Mempelajari pengalaman peserta didik di sekolah melalui kartu catatan kumulatif. c. Mempelajari nama-nama peserta didik secara langsung, misalnya melalui daftar hadir di kelas. d. Mempertimbangkan lingkungan pembelajaran dan lingkungan peserta didik. e. Memberikan tugas yang jelas, dapat dipahami, sederhana dan tidak berteletele. f. Menyiapkan kegiatan sehari-hari agar apa yang direncanakan, tidak terjadi banyak penyimpangan.
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
55
g. Bergairah dan semangat dalam melakukan pembelajaran, agar dijadikan teladan oleh peserta didik. h. Berbuat sesuatu yang berbeda dan bervariasi, jangan monoton, sehingga membantu disiplin dan gairah belajar peserta didik. i. Menyesuaikan argumentasi dengan kemampuan peserta didik, jangan memaksakan peserta didik sesuai dengan pemahaman guru, atau mengukur peserta didik dari kemampuan gurunya. j. Membuat peraturan yang jelas dan tegas agar bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik dan lingkungannya. 4. CTL (Contextual Teaching and Learning) CTL merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengefektifkan dan menyukseskan pendidikan karakter di sekolah. Dengan kata lain, CTL dapat dikembangkan menjadi salah satu model pembelajaran berkarakter, karena dalam pelaksanaannya lebih menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secata nyata, sehingga para peserta didik mempu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. (Mulyasa, 2012; 174) Menurut Zahorik (dalam Mulyasa, 2012: 176) mengungkapkan lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut: a. Pembelajaran harus memerhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik.
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
56
b. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagian yang lebih khusus (dari umum ke khusus). c. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman dan pembentukan karakter tertentu, dengan cara: a) menyusun konsep sementara, b) melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain, c) merevisi dan mengembangkan konsep d. Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktikan secara langsung apa-apa yang dipelajari. e. Adanya
refleksi
terhadap
strategi
pembelajaran
dan
pengembangan
pengetahuan yang dipelajari. CTL menurut Mulayasa (2012: 176) adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong peserta didik memahami makna dari materi pembelajaran yang dipelajari, dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya dalam kehidupan sehari-hari. Dimana untuk mencapai tujuan tersebut terdapat delapan komponen yang harus dipenuhi, yaitu: a. membuat
hubungan-hubungan
yang
bermakna
(making
meaningful
connections), b. melakukan pekerjaan yang berarti (doing significant work), c. melakukan kerja sama (collaborating), d. berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking),
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
57
e. membantu individu untuk tumbuh dan berkembang (nurturing the individual), f. mencapai standar yang tinggi (reaching high standards), dan g. menggunakan penilaian yang real dan autentik (using real authentic assessment). 3. Evaluasi Pembelajaran a.
Tujuan Evaluasi Kegiatan evaluasi merupakan salah satu tahapan akhir dari proses
pembelajaran, kegiatan evaluasi ini memiliki urgensi tersendiri dalam sebuah proses pembelajaran. Keberhasilan suatu program pendidikan atau pembelajaran tidak mungkin bisa diketahui tanpa adanya proses evaluasi di dalamnya. Begitupun halnya dengan pendidikan karakter, akan sulit dinilai keberhasilannya jika tidak dikaitkan dengan proses evaluasi ini. Menurut Darma Kesuma, dkk (2011: 138) bahwa evaluasi pendidikan karakter ditujukan untuk: a) mengetahui kemajuan hasil belajar dalam bentuk kepemilikan sejumlah indikator karakter tertentu pada anak dalam kurun waktu tertentu; b) mengetahui kekurangan dan kelebihan desain pembelajaran yang dibuat oleh guru; dan c) mengetahui tingkat efektifitas proses pembelajaran yang dialami oleh anak, baik pada seting kelas, sekolah, maupun rumah. Selain itu Darma Kesuma, dkk (2011: 139) mengemukakan bahwasannya hasil evaluasi tidak akan memiliki dampak yang baik jika tidak difungsikan
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
58
semestinya. Oleh karena itu ada menurutnya ada tiga hal penting yang menjadi fungsi evaluasi pendidikan karakter, yaitu: a) berfungsi untuk mengidentifikasi dan mengembangkan sistem pengajaran (instructional) yang didesain oleh guru; b) berfungsi untuk menjadi alat kendali dalam konteks manajemen sekolah; dan c) berfungsi untuk menjadi bahan pembinaan lebih lanjut (remedial, pendalaman, atau perluasan) bagi guru kepada peserta didik. b. Teknik Penilaian Pendidikan Karakter Teknik penilaian dalam pendidikan karakter dapat dilakukan dengan berbagai model, seperti observasi, anecdotal record, wawancara, benchmarking, portofolio, dan skala bertingkat. 1. Observasi Observasi dapat digunakan sebagai salah satu strategi penilaian pendidikan karakter. Dalam kegitatan observasi ini guru menghimpun sejumlah data yang dilakukan dengan pengamatan secara langsung kepada peserta didik terkait sikap dan perilaku siswa. Dalam observasi ini menurut Mulyasa (2012: 207) seorang guru perlu untuk memperhatikan hal-hal berikut ini: a. direncanakan secara sistematis, b. dilakukan sesuai dengan standar kompetensi dan tujuan pembelajaran, c. dicatat dan diidentifikasi sesuai dengan kompetensi dan tujuan pembelajaran, d. valid, reliable, dan teliti, e. dapat dikuantifikasikan, f. menggambarkan perilaku yang sebenarnya, dan g. dilakukan secara berkala dan berkesinambungan. 2. Anecdotal Record Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
59
Menurut Mulyasa (2012: 207) anecdotal record merupakan kumpulan rekaman/catatan tentang peristiwa-peristiwa penting yang menonjol dan menarik perhatian berkaitan dengan karakter peserta didik dalam situasi tertentu. Dimana dari hasil rekaman tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai kreativitas peserta didik, baik yang bersifat positif maupun negative, kemudian ditafsirkan dan dimaknai oleh guru sebagai bahan untuk membuat penilaian akhir. 3. Wawancara Wawancara juga dapat digunakan sebagai salah satu instrument untuk mengevaluasi kemampuan dan pemahaman siswa tentang suatu hal. Penilaian dalam wawancara dapat dilakukan dengan wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. 4. Portofolio Menurut Dharma Kesuma, dkk (2011: 148) penilaian portofolio merupakan penilaian
yang
berusaha
menggali,
mengumpulkan,
melaporkan
dan
menggunakan otentisitas dari penampilan atau kinerja kegiatan belajar peserta didik. Sementara Mulyasa (2012: 211) mengemukakan bahwasannya portofolio adalah kumpulan tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik. Portofolio dipergunakan untuk mengukur prestasi belajar peserta didik yang berteumpu pada perbedaan individual. Popham (dalam Mulyasa, 2012: 211) mengemukakan karakteristik penilaian portofolio, yaitu sebagai berikut: a. berpusat pada kemajuan peserta didik dalam memantapkan tujuan belajar; b. mengukur prestasi peserta didik dengan memerhatikan perbedaan individual;
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
60
c. menggunakan pendekatan kolaboratif; d. mendorong peserta didik untuk dapat menilai sendiri karyanya; e. bertujuan untuk peningkatan karya dan prestasinya; f. memiliki keterkaitan erat dengan pembelajaran. 5. Skala Bertingkat Yaitu skala penilaian yang memuat daftar kata-kata atau persyaratan mengenai perilaku, sikap, dan atau kemampuan peserta didik. Skala penilaian berbentuk bilangan, huruf, dan ada pula yang berbentuk uraian. D. Mentoring Agama Islam 1.
Mentoring Agama Islam sebagai alternative pembentukan karakter pelajar Islami Mentoring merupakan kegiatan pembinaan bagi remaja/pelajar yang saat ini
tengah marak di laksanakan di sekolah-sekolah khususnya di daerah perkotaan. Kegiatan mentoring di selenggarakan dalam rangka memupuk karakter pelajar yang bertaqwa kepada Allah Swt., serta membentengi dirinya dari perbuatan negartif. Dalam kegiatan mentoring ini, di desain agar peserta mentoring merasa nyaman dan betah selama mengikuti kegiatan. Dalam satu kelompok mentoring biasanya terdiri dari 12 orang Mentee (red; sebutan bagi peserta mentoring) dan 1 orang Mentor (red; orang yang bentindak sebagi gurunya). Tempat pelaksanaanya sendiri bisa dilakukan di dalam ruangan atau di luar ruangan. Biasanya diselenggarakan di sekitar Masjid, bisa di ruang shalat, ruang pengajian, teras atau halaman Masjid. Bilamana perlu dapat dilakukan di alam terbuka, misalnya dengan kegiatan lintas alam atau perkemahan. Untuk dua
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
61
kegiatan yang terakhir, perlu dikemas dalam bentuk aktivitas yang rekreatif, menarik dan membawa kesan mendalam bagi peserta. Kegiatan mentoring mulai dikenal pada tahun 1980-an, saat dimana terjadi tindakan represif dan kurang kondusif bagi pergerakan kaum terpelajar Islam di Indonesia. Sebagian aktivis da’wah kampus kemudian mengantisipasi kondisi ini dengan mengadakan pembinaan intensif dalam halaqah-halaqah kecil (small group discussion). Mereka dipimpin oleh seorang Mentor, atau sering disebut dengan Murabbi, melakukan pembinaan tarbiyatul Islam secara bersama-sama. Seiring berkembangnya waktu dan kebutuhan, aktifitas mentoring pun tidak hanya dilaksanakan bagi kalangan remaja mesjid saja. Namun sat ini telah menjadi kebutuhan semua siswa di sekolah. Apalagi di tengah situasi dan kondisi dimana norma dan nilai luhur mulai tergerus arus globalisasi dan demoralisasi yang demikian gencarnya. Saat ini mentoring telah menjadi trend setter pembinaan akhlaq para pelajar di sekolah-sekolah. Hampir setiap sekolah sudah mengenal pola pembinaan dengan nama “Mentoring” ini, terutama di kawasan perkotaan. Bahkan untuk wilayah DKI Jakarta, kegiatan mentoring ini sudah menjadi program Dinas Pendidikan setempat dalam menanggulangi masalah dekadensi moral yang sedang marak. Begitu pula untuk daerah-daerah lainnya, Bandung merupakan daerah yang marak sekali aktifitas Mentoringnya. Di berbagai kampus baik PTN maupun PTS sudah rutin menyelenggarakan kegiatan ini kepada setiap mahasiswa barunya, begitupun dengan di beberapa SMA-SMP/Sederajat sudah melaksanakan kegiatan ini secara rutin tiap tahunnya.
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
62
2. Definisi Mentoring Agama Islam Secara bahasa, mentoring berasal dari bahasa Inggris mentor yang artinya penasehat. Mentor adalah seorang yang penuh kebijaksanaan, pandai mengajar, mendidik, membimbing, membina, melatih, dan menangani orang lain, maka perkataan mentor hingga kini digunakan dalam konteks pendidikan, bimbingan, pembinaan, dan latihan. Sedangkan dalam bahasa Arab, kata Mentoring berasal dari halaqah (lingkaran) atau usroh (keluarga), baik halaqah maupun usrah kedua-duanya memiliki hubungannya dengan dunia pendidikan, khususnya pendidikan atau pengajaran Islam. Istilah mentoring (halaqah) biasanya digunakan untuk mengelarkan sekelompok kecil muslim yang secara rutin mengkaji ajaran Islam. Jumlah peserta dalam kelompok kecil tersebut maksimal 12 orang. Mereka mengkaji tentang Islam sesuai dengan kurikulum yang sudah di tetapkan. Sedangkan, pengertian Mentoring menurut istilah diantaranya di kemukakan oleh Baban Sarbana, menurutnya mentoring adalah sarana bagi seseorang yang ingin belajar untuk menjadi lebih dewasa, di mana dalam proses mencapai kedewasaan tersebut, diperlukan adanya bimbingan/arahan dari seorang yang disebut dengan mentor. Sementara itu menurut. B Bozeman, B. dan Feeney, M. K. (2007). Bahwa: “ Mentoring adalah sebuah proses “pengaliran (transmisi) pengetahuan informal, modal sosial, dan dukungan psikososial yang dirasakan oleh penerima (orang yang dimentor) yang relevan untuk kerja, karir, atau perkembangan profesional; mentoring memerlukan komunikasi informal, biasanya dengan tatap muka dan berkelanjutan dalam jangka waktu tertentu, antara orang yang dianggap memiliki pengetahuan yang relevan yang lebih besar, bijaksana, atau berpengalaman (mentor) dan orang yang dianggap masih kurang memiliki hal-hal diatas (orang yang dimentor).” Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
63
Mentoring adalah sebuah proses untuk mendukung dan mendorong orang untuk mengatur cara belajar mereka sendiri agar mereka dapat memaksimalkan potensi mereka, mengembangkan keterampilan, meningkatkan kinerja mereka dan menjadi orang yang mereka inginkan. (Eric Parsloe, The Oxford School of Coaching & Mentoring.) Sedangkan menurut Rusmiyati, dkk, (2003: 14) mentoring agama Islam adalah suatu kegiatan pembinaan pemuda pelajar yang berlangsung secara periodik dengan bimbingan seorang mentor. Pola pendekatan teman sebaya (friendship) yang diterapkan menjadi program ini lebih menarik, efektif serta memiliki keunggulan tersendiri. 3. Tujuan Mentoring Agama Islam Tujuan dari diadakannya kegiatan mentoring agama Islam sebagaimana yang di sebutkan oleh Muhammad Ruswandi dan Rama Adeyasa (2006; 3) adalah bahwasannya dapat terbentuk indovidu yang memiliki perilaku sebagaimana berikut ini; a. Melaksanakanan ibadah-ibadah wajib, b. Simpati pada persoalan Islam, c. Memiliki akhlak yang baik dan bersedia mendengarkan seruan kebaikan, d. Memiliki kecendrungan untuk merubah diri dan mengubah orang lain serta memiliki potensi tertentu yang dapat bermanfaat bagi orang lain.
4. Kurikulum Mentoring Agama Islam Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
64
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Rusman, 2009; 3) Menurut R. Ibrahim sebagaimana di kemukakan oleh Rudi Susilana (2005; 5), beliau mengelompokkan kurikulum menjadi tiga dimensi, yaitu kurikulum sebagai substansi, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum sebagai bidang studi. Dimesi kurikulum sebagai bidang studi merupakan bahan ajar, isi atau materi yang disusun untuk disampaikan dan dipelajari oleh peserta didik. Kaitannya dengan kegiatan mentoring agama Islam, kurikulum disini adalah bidang studi yang di ajarkan kepada mentee sebagai upaya untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Dalam kegiatan mentoring agama Islam, kurikulum tersebut meliputi empat katagori, yaitu: a. Dasar-dasar Keislaman, yaitu bidang studi yang bertujuan agar peserta mengetahui landasan hidup sehari-hari berdasarkan kaidah agama Islam meliputi; al-Qur’an, aqidah dan akhlak. b. Pengembangan diri, yaitu bidang studi yang bertujuan agar peserta mengetahui potensi dirinya serta mampu mengembangkannya sesuai dengan potensi yang dimilikinya. c. Pemikiran Islam, yaitu bidang studi yang memberikan gambaran yang utuh dan menyeluruh kepada peserta tentang kehidupan berdasarkan prespektif Islam.
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
65
d. Sosial kemasyarakatan, yaitu bidang studi yang memberikan pemahaman terhadap peserta tentang tata sosial kemasyarakatan berlandaskan nilai-nilai kehidupan Islam. 5. Metode Pembelajaran dan Bentuk Kegiatan Mentoring Agama Islam Abudin Nata (2009; 176) mengemukakan bahwasannya metode murupakan cara-cara atau langkah-langkah yang digunakan dalam menyampaikan sesuatu gagasan, pemikiran atau wawasan yang disusun secara sistematik dan terencana serta didasarkan pada teori, konsep dan prinsip tertentu yang terdapat dalam berbagai disiplin ilmu terkait, terutama ilmu psikologi, manajemen, dan sosiologi. Menurutnya, metode pengajaran memiliki kedudukan yang amat strategis dalam mendukung keberhasilan kegiatan pengajaran. Demikian halnya dengan kegiatan pembelajaran dalam Mentoring Agama Islam. Metode pembelajaran dalam mentoring memiliki kharakteristik yang berbeda dengan aktifitas pembelajaran pada umumnya. Maka dari itu, memahami metode pengajran dalam mentoring sangat membantu para mentor dalam proses dinamisasi serta efektifitas pencapaian tujuan mentoring. Menurut
Ruswandi
dan
Rama
Adeyasa
(2006;
32)
menyebutkan
bahwasannya dalam penentuan penggunaan metode yang baik tergantung dari pada: a. b. c. d. e. f.
Tujuannya Kemampuan mentor Kemampuan orang yang belajar Besarnya kelompok (jumlah mentee) Waktunya Fasilitas yang ada
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
66
Berikut ini merupakan metode-metode yang biasa digunakan untuk menyampaikan materi mentoring, diantaranya; ceramah, diskusi kelompok, panel, panel-forum, kelompok-studi kecil, role-play, case-study, brainstorming, team pendengar, debat, diskusi formil, symposium, symposium forum, dll. Dalam praktik dilapangan,menurut Ruswan dan Rama Adeyasa (2006; 3), bentuk kegitan mentoring terbagi kedalam beberapa bentuk kegiatan, yaitu: a. Kegiatan utama, yakni pertemuan yang dilaksanakn di dalam atau diluar ruangan, yang terdiri dari 34 pertemuan pertahun. Metode penyampaian yang dapat digunakan antara lain: ceramah, diskusi, tanya jawab dan games. b. Kegitan pelengkap, yakni kegiatan yang dilaksanakan secara insidental. Kegiatan tersebut antara lain; Mabit (malam bina iman dan taqwa), tafakur alam, daurah (pelatihan), ta’lim, dll. 6. Karakteristik kepribadian pelajar dalam Kegiatan Mentoring Agama Islam Menurut Hasan Al-Banna bahwasannya karakteristik yang baik bagi seorang muslim terangkum dalam sepuluh sifat, diantaranya: 1) Aqidah yang selamat (Salimul Aqidah) Aqidah yang selamat (salimul aqidah) merupakan titik tekan yang paling pokok perintah beragama dalam Islam. Dimana seorang muslim tidak boleh menyekutukan Allah SWT dengan apapun, aqidah yang bersih berkaitan dengan keimanan yang kokoh yang menjadi pondasi bagi setiap muslim. Aktifitas yang dia lakukan semata-mata dinisbatkan untuk mencari keridhoan ALLAH SWT dan tidak di maksudkan untuk dzat selainNya.
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
67
2) Ibadah yang benar (Shahihul Ibadah) Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan bentuk realisasi dari penghambaan seorang manusia terhadap tuhannya. Dimana salah satu fungsi manusia di ciptakan oleh ALLAH SWT adalah untuk beribadah, dan tata cara peribadahan yang dilakukan oleh manusia haruslah sesuai dengan apa yang diperintahkan ALLAH dan sesuai dengan apa yang di contohkan oleh Nabi Muhammad SAW, sehingga amal ibadah yang dilakukan dapat di terima oleh ALLAH SWT. Karena ibadah yang benar haruslah ittiba terhadap sunnah Rasullah SAW dan terbebas dari segala macam bid’ah, syirik dalam beribadah. 3) Akhlaq yang tangguh (Matinul Khuluq) Akhlaq yang tangguh (matinul khuluq) merupakan buah dari ibadah yang benar. Seorang muslim yang baik adalah seorang yang dapat dirasakan manmfaatnya oleh banyak orang, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “khairunnas Anfauhum Linnas” yang artinya “sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi manusia lainnya. 4) Kekuatan jasmani (Qawwiyul Jismi) Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan sebuah keharusan bagi seorang muslim untuk senantiasa memperhatikan kesehatan jasmaninya sama pentingnya dengan kesehatan ruhaninya. Seorang muslim dituntut untuk memperhatikan pola makanan yang di konsumsinya, olah raga yang teratur, pola istirahat, dll. Karena kesehatan fisik akan menunjang terhadap kelancaran aktifitas yang lainnya. Seorang yangsedang sakit tentunya dia tidak akan bisa menjalankan aktifitas belajarnya dengan baik
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
68
pula, begitupun dengan aktifitas ibadah yang lain pun tidak akan berjalan maksimal. Oleh karena itu, Rasulullah Saw., bersabda yang artinya: “Mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah” (HR. Muslim) 5) Berwawasan luas (Mutsaqaful Fikri) Intelek dalam berfikir atau berwawasan luas (mustaqqaful fikr) merupakan salah karakter seorang muslim yang tidak kalah pentingnya. Allah SWT menciptakan manusia dengan segala kesempurnaannya. ALLAH memberikan perangkat akal pada manusia untuk bisa di fungsikan dengan baik, sehingga dengan akal inilah manusia bisa berbeda dengan makhluk ALLAH yang lainnya seperti hewan, tumbuhan , gunung dll. Akal berfungsi untuk memahami serta mengungkap segenap rahasia alam semesta ini. Ketika akal difungsikan maka ia akan menyerap segenap pengetahuan kemudian ia olah untuk kemaslahatan sebesar-besarnya manusia. Oleh karena itu seorang muslim haruslah mustaqqaf (berwawasan) dan mendayagunakan pengetahuannya itu untuk kebaikan. 6) Melawan hawa nafsu (Mujahidul Linafsihi) Berjuang melawan hawa nafsu (mujahidun linafsihi) adalah bagian yang penting yang senantiasa harus dilakukan oleh seorang muslim. Nafsu syahwat senantiasa menggiring manusia kepada kecelakaan, ia menggiring manusia untuk mengikuti kehendak nafsu itu dan setiap kali diikuti pasti akan berujung pada penyesalan.
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
69
Rasulullah Saw bersabda yang artinya: tidak beriman seseorang diantara kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam) (HR. Hakim). 7) Pandai menjaga waktu (Haritsun Ala Waqtihi) Waktu merupakan harta yang mahal yang dimiliki oleh manusia setelah kesehatan. Waktu dan kesempatan bagi manusia untuk berkarya dalam satu hatu satu malam semuanya sama yakni 24 jam, namun produktifitas seseorang dalam menggunakan waktunya berbeda-beda. Dalam peribahasa Arab di katakan bahwa waktu adalah pedang, salah dalam menggunakan waktu sama saja dengan memenggal leher sendiri. Tentunya peribahasa tadi perlu untuk di renungkan maknanya secara dengan cermat, bahwa ketika seseorang menyianyiakan waktu dan kesempatan yang dia miliki ketahuilah bahwa waktu dan kesempatan tersebut tidak akan pernah kembali. Al-Qur’an berbicara tentang urgensi waktu ini sangatlah banyak dalam beberapa syrat dan ayatnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa seorang muslim adalah yang mampu mengelola sumber daya waktunya dengan benar. 8) Teratur dalam mengelola urusan (Munazhamun fi Syu’unihi) Seorang
tokoh pembaharu Islam Mesir Hasan Al-Banna pernah berkata
bahwa “alwajibatu aksaru minal auqaat” yang artinya bahwasannya kewajiban itu lebih banyak daripada waktu yang tersedia. Jika dirinci lebih detail, sesungguhnya kewajiban-kewajiban atau tugas yang ada pada setiap orang itu sangatlah banyak. Mulai dari kewajiban dia pada dirinya sendiri, kewajiban tehadap ALLAH, kewajiban terhadap pekerjaan, kewajiban
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
70
terhadap orang tua, dll. Sangat banyak hal-hal yang harus di kerjakan, tentunya dengan berbagai macam kewajiban tersebut seorang muslim dituntut untuk memiliki kompetensi manajemen aktfitas yang baik, agar setiap tugas-tugas yang ada padanya mampu dia kerjakan dengan baik. 9) Memiliki kemampuan usaha sendiri (Qadirun Alal Kasbi) Seorang muslim dituntut untuk memiliki kemampuan usaha sendiri (qodirun alal kasbi). Kemampuan berwirausaha ini telah sejak lama di contohkan oleh Rasulullah SAW, beliau adalah seorang pengusaha sejati. Bahkan jika dilihat kebanyakan para Nabi dan Rasul yang diutus oleh ALLAH profesinya berniaga atau berdagang. Dalam Islam sendiri di katakan dalam sebuah Hadist bahwasannya “sembilan diantara sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga adalah pedagang”. 10) Bermanfaat bagi orang lain (Nafi’un Lighoirihi) Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un lighairihi) merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Seorang muslim adalah seorang yang kehadirannya mampu memberikan kenyamanan dan ketenangan bagi lingkungan sekitarnya. Islam sendiri hadir untuk memberikan rahmat bagi seluruh alam. Maka, seharusnya seorang muslim mampu memposisikan dirinya menjadi orang yang mampu berkontribusi secara sosial dan semua orang yang ada di sekelilinggnya mampu merasakan manfaat darinya.
Asep Awalludin Basori,2013
Pelaksanaan Program Mentoring Agama Islam sebagai alternatif Pembentukan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu