BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori Dalam penelitian tindakan kelas ini, penulis mengutip beberapa pendapat para ahli dalam bidang pendidikan yang dapat mendukung penelitian ini. 2.1.1 Model Pembelajaran Role Playing 2.1.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Role Playing Role playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1986). Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain (Basri Syamsu,2000). Pada model bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri murid (Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran memahami kebebasan berorganisasi, dan menghargai keputusan bersama, murid akan lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan memainkan peran dalam bermusyawarah, melakukan pemungutan suara terbanyak dan bersikap mau menerima kekalahan sehingga dengan melakukan berbagai kegiatan tersebut dan secara aktif berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari (Boediono, 2001). Jadi, dalam pembelajaran murid harus aktif, karena tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi. 2.1.1.2 Langkah – langkah model pembelajaran Role playing Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut : 1) Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan.
6
7
2) Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar. 3) Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang. 4) Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai. 5) Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan. 6) Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan. 7) Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk
membahas/memberi
penilaian
atas
penampilan
masing-masing
kelompok. 8) Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya. 9) Guru memberikan kesimpulan secara umum. 10) Evaluasi. 11) Penutup. 2.1.1.3 Kelebihan dari model pembelajaran Role Playing Kelebihan
model
Role
Playing
melibatkan
seluruh
siswa
berpartisipasi,mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerja sama. Siswa juga dapat belajar menggunakan bahasa dengan baik dan benar. Selain itu, kelebihan model ini adalah, sebagai berikut: a. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh. b. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda. c. Guru dapat mengevaluasi pengalaman siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan. d. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengaman yang menyenangkan yang saling untuk dilupakan e. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias. f. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi.
8
g. Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah
yang terkandung di
dalamnya dengan
penghayatan siswa sendiri. h. Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat menumbuhkan / membuka kesempatan bagi lapangan kerja 2.1.1.4 Kelemahan model Role Playing Hakekatnya sebuah ilmu yang tercipta oleh manusia tidak ada yang sempurna,semua ilmu ada kelebihan dan kekurangan.Jika kita melihat model Role Playing dalam dalam cakupan cara dalam prooses mengajar dan belajar dalam lingkup pendidikan tentunya selain kelebihan terdapat kelemahan. Kelemahan model role playing antara lain: a. Model bermain peranan memelrukan waktu yang relatif panjang/banyak. b. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. Dan ini tidak semua guru memilikinya. c. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu. d. Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain pemeran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus bearti tujuan pengajaran tidak tercapai. e. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui model ini f. Pengalaman pembelajaran yang dicapai terkadang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. g. Apabila pengelolaan kelas kurang baik maka model ini sering menjadi hiburan sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai.
2.1.2
Belajar Menurut Gagne (dalam Najib Sulhan, 2006 : 5), bahwa belajar adalah
proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia, seperti sikap, nilai atau nilai dan perubahan kemampuannya, yakni peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis performance (kinerja). Wingkel (1991) berpendapat bahwa belajar adalah proses dasar dari perkembangan hidup
9
manusia yang menampakkan aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya, dan menghasilkan perubahan – perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Sedangkan Boing Hangefeld dan Wela menyatakan bahwa belajar mengakibatkan terjadinya perubahan – perubahan dalam bentuk pengetahuan, pengertian, kebiasaan, ketrampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti dan sikap. Selanjutnya menurut Haris Mugjiman (2007:1), belajar adalah “kegiatan alamiah manusia dengan tujuan agar dapat memiliki kemampuan untuk menjawab tantangan alam”. Pada dasarnya belajar dapat dipandang sebagai suatu proses perubahan tingkah laku siswa sebagai subjek didik akibat adanya peningkatan pengetahuan, ketrampilan, nilai, sikap, minat, apresiasi, kemampuan berpikir logis dan kritis, kemampuan interaktif, dan kreativitas yang telah dicapainya. Proses belajar bisa berlangsung secara efektif apabila semua faktor internal (dari dalam diri siswa) dan faltor eksternal (dari luar diri siswa) diperhatikan oleh guru. Seorang guru harus bisa mengetahui potensi, kecerdasan, minat, motivasi, gaya belajar, sikap dan latar belakang sosial ekonomi dan budaya yang merupakan faktor internal pada diri siswa. Begitu juga faktor eksternal seperti tujuan materi, strategi, model, sistem evaluasi, pandangan terhadap siswa lebih – lebih upaya guru untuk menangani kesulitan belajar siswa harus bisa dipahami dan dilaksanakan.
2.1.3
Hasil Belajar Menurut Gagne (dalam Prayitno, 2007 : 8) mengatakan bahwa hasil
belajar andalan dicapainya sejumlah kemampuan setelah mengikuti proses belajar mengajar,
yaitu ketrampilan intelektual
(pengetahuan), strategi
kognitif
(memecahkan masalah), informasi verbal (mendeskripsikan sesuatu), ketrampilan motorik, sikap dan nilai. Hasil belajar dapat dikategorikan menjadi tiga bidang, yaitu bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar diantara siswa jelas akan berbeda-beda, karena dipengaruhi oleh faktor – faktor tertentu (Sudjana, 1988).
10
Faktor – faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar dpat digolongkan menjadi empat, yaitu (a) bahan atau materi yang dipelajari; (b) lingkungan; (c) faktor instrumental; dan (d) kondisi peserta didik. Faktor – faktor tersebut baik secara terpisah maupun bersama – sama memberikan kontribusi tertentu terhadap prestasi dna haisl belajar peserta didik. Antara proses dan hasil dalam pembelajaran merupakan dua hasil yang tidak berdiri sendiri, namun saling terkait. Faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran tersebut antara lain adalah faktor siswa, guru, strategi atau model mengajar, dan sarsana atau perangkat pembelajaran. Perolehan belajar atau hasil belajar merupakan kapasitas terukur dan perubahan individu yang diinginkan berdasarkan ciri – ciri atau variable – variable bawaannya melalui perlakuan pembelajaran tertentu. Hasil belajar merupakan hasil kegiatan dari belajar dalam bentuk pengetahuan sebagai akibat dari perlakuan atau pembelajaran yang dilakukan siswa. Dengan kata lain, hasil belajar merupakan apa yang diperoleh siswa dari proses belajar. Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas pengukuran. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket. Teknik yang dapat digunakan dalam asesmen pembelajaran untuk mengukur hasil belajar siswa yaitu: a. Tes Tes secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugastugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu dari peserta tes dan dalam kaitan dengan pembelajaran aspek tersebut adalah indikator pencapaian kompetensi (Poerwanti, dkk. 2008:4-3). Menurut Ebsterzz’s Collegiate dalam Arikunto, 1995 (Poerwanti, dkk. 2008:4-4), tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk
11
mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes menurut Sudjana (2011:35) sebagai alat penilaian adalah pertanyaanpertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan) atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran, namun demikian dalam batas tertentu tes dapat pula digunakan untuk mengukur atau menilai hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris. Jadi kesimpulan dari pengertian tes adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik dan menggunakan langkah – langkah dan kriteria - kriteria yang sudah ditentukan. Berikut ini dikemukakan yang termasuk dalam teknik tes adalah (Poerwanti,2008:4-9).
1. Jenis Tes Berdasarkan Cara Mengerjakan a) Tes Tertulis Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal maupun jawabannya. b) Tes Lisan Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki ramburambu penyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari tes lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen asesmen yang lain. c) Tes Unjuk Kerja Pada tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator
pencapaian
kompetensi
psikomotor. 2. Jenis Tes Berdasarkan Bentuk Jawaban a) Tes Esei (Essay-type Test)
yang
berupa
kemampuan
12
Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan. b) Tes Jawaban Pendek Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan jawaban-jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian katakata pendek, kata-kata lepas maupun angka-angka. c) Tes objektif Tes objektif adalah adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia. Oleh karenanya sering pula disebut dengan istilah tes pilihan jawaban (selected response test). b. Non Tes Teknik non tes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes (Poerwanti, 2008:3-19 – 3-31), yaitu: 1. Observasi Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar peserta didik, maupun observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen. 2. Wawancara Adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspek kepribadian peserta didik. 3. Angket Suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa data
deskriptif.
Questionnaires).
Teknik
ini
biasanya
berupa
angket
sikap
(Attitude
13
4. Portofolio Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan belajar dan prestasi siswa. Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau cara pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, skala sikap atau penilaian portofolio. Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran dinamakan dengan instrumen. Instrumen sendiri terdiri atas instrumen
butir-butir
soal
apabila
cara
pengukuran
dilakukan
dengan
menggunakan tes, dan apabila pengukuran dilakukan dengan cara mengamati atau mengobservasi dapat menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi, pengukuran dengan teknik skala sikap dapat menggunakan instrumen butir-butir pernyataan. Instrumen sebagai alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah valid, maksudnya adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes, menyimak, diskusi berpasangan, dan presentasi. Dalam membuat alat ukur yang akan digunakan haruslah membuat kisikisi. Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah format atau matriks pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini digunakan untuk pedoman menyusun atau menulis soal menjadi perangkat tes. Adapun kisi-kisi tersebut didalamnya meliputi: 1) Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD); 2) Indikator; 3) Proses berfikir (C1 (ingatan), C2 (pemahaman), C3 (penerapan), C4 (analisis), C5 (evaluasi), C6 (kreasi)); 4) Tingkat kesukaran soal (rendah, sedang, tinggi); 5) Bentuk instrumen;
14
Hasil dari pengukuran pencapaian Kompetensi Dasar dipergunakan sebagai dasar penilaian atau evaluasi. Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa Inggris). Menurut Davies dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:190-191), mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses sederhana memberikan/ menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, objek, dan masih banyak yang lain. Sedangkan menurut Sudjana dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:191), pengertian evaluasi dipertegas lagi dengan batasan sebagai proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Wardani, dkk (2010:2.8) mengartikannya bahwa evaluasi itu merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), atau batas keberhasilan, kriteria tersebut juga dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan Norma/Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR). Di dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria ketuntasan Minimal (KKM) adalah Kriteria Ketuntasan Belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas ambang kompetensi.
15
2.1.4 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam 2.1.4.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam H.W. Fowler dan kawan – kawan ( 1951 ) , mendefinisikan IPA sebagai ilmu yang sistimatis dan dirumuskan. Ilmu ini berhubungan dengan gejala – gejala kebendaan dan terutama didasarkan atas pengamatan dan induksi. Nokes di dalam buku Science in Education menyatakan bahwa IPA ialah pengertian teorites yang diperoleh dengan model khusus. Kedua pendapat di atas sebenarnya tidak berbeda. Memang benar IPA adalah ilmu teoritis , tetapi teori itu didapat melalui pengamatan dan eksperimen terhadap Gejala-gejala alam. Fakta tentang gejala alam dan kebendaan , diselidiki dan diuji berulangulang melalui eksperimen. Berdasarkan eksperimen itulah dirumuskan keterangan ilmiahnya (teori). Teoripun tidak dapat berdiri sendiri . teori ini didasari oleh suatu hasil pengamatan. Contoh : a. Maxwel tidak akan menyusun teori gelombang elektromagnetik, jika Faraday tidak
berhasil
dalam
percobaan-percobaannya
mengenai
induksi
elektromagnetik. b. Planet Neptunus tidak akan ditemukan secara teoritis, seandainya sebelumnya. Tidak ada pengamatan yang maenyaksikan suatu keanehan dalam lintasan planet-planet lain. Jadi , dapat disimpulkan, bahwa IPA ialah suatu pengetahuan teoretis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas , yakni dengan melakukan observasi
eksperimentasi,penyimpulan,
penyusunan
teori,
eksperimentasi,
observasi dan seterusnya, berkaitan antara cara yang satu dengan yang lain. Cara untuk memperoleh ilmu secara demikian ini terkenal dengan nama model ilmiah. 2.1.4.2 Tujuan Pembelajaran IPA di SD. Dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA di SD bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
16
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan e. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam f. Meningkatkan
kesadaran
untuk
menghargai
alam
dan
segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. 2.1.4.3 Manfaat pembelajaran IPA di SD : a. Diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat teridentifikasi. b. Memberi pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. c. Membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. 2.1.4.4 Ruang lingkup IPA di SD / MI Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD / MI dalam Permendiknas (2008:148), meliputi aspek-aspek berikut : a. Makhluk hidup dan proses kehidupan , yaitu : manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan. b. Benda / materi , sifat-sifat dan kegunaanya. c. Energi dan perubahannya meliputi : Gaya, bunyi, panas,magnet, listrik,, cahaya, dan pesawat sederhana. d. Bumi dan alam semesta , meliputi : tanah, bumo, tata surya, dan benda langit lainnya.
17
Di tingkat SD / MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat ) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. 2.1.4.5 Pembelajaran IPA Kelas 6 Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), mata pelajaran. Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar diajarkan per mata pelajaran sejak kelas 4 sampai dengan kelas 6, sedangkan untuk kelas 1 sampai dengan kelas 3 diajarkan secara tematik. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pembelajaran IPA kelas 6 semester II, dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 SK dan KD Pembelajaran IPA Kelas 6 Semester II Kompetensi Dasar 7. Mempraktikkan pola penggunaan dan perpindahan energy
Indikator
7.1 Melakukan percobaan untuk menyelidiki hubungan antara gaya dan gerak (model jungkat jungkit, katapel/model traktor sederhana energi pegas)
7.2 Menyajikan informasi tentang perpindahan dan perubahan energi listrik
Kompetensi Dasar
Indikator
8. Memahami Pentingnya Penghematan Energy
8.1 Mengidentifikasi kegunaan energi listrik dan berpartisipasi
9.Memahami matahari sebagai pusat tata surya dan interaksi bumi dalam tata surya
9.1 Mendeskripsikan sistem tata surya dan posisi penyusun
dalam penghematannya dalam kehidupan sehari-hari
8.2 Membuat suatu karya/model yang menggunakan energi listrik (bel listrik / alarm / model lampu lalu lintas / kapal terbang / mobil-mobilan / model penerangan rumah) tata surya
9.2 Mendeskripsikan peristiwa rotasi bumi, revolusi bumi dan revolusi bulan
9.3 Menjelaskan terjadinya gerhana bulan dan gerhana matahari 7. Mempraktikkan pola penggunaan dan perpindahan energy
7.2 Melakukan percobaan untuk menyelidiki hubungan antara gaya dan gerak (model jungkat jungkit, katapel/model traktor sederhana energi pegas)
7.3 Menyajikan informasi tentang perpindahan dan perubahan energi listrik
8.Memahami
8.3 Mengidentifikasi kegunaan energi listrik dan berpartisipasi
18
pentingnya penghematan energy
9.Memahami matahari sebagai pusat tata surya dan interaksi bumi dalam tata surya
dalam penghematannya dalam kehidupan sehari-hari
8.4 Membuat suatu karya/model yang menggunakan energi listrik (bel listrik / alarm / model lampu lalu lintas / kapal terbang / mobil-mobilan / model penerangan rumah)
9.4 Mendeskripsikan sistem tata surya dan posisi penyusun tata surya
9.5 Mendeskripsikan peristiwa rotasi bumi, revolusi bumi dan revolusi bulan
9.6 Menjelaskan terjadinya gerhana bulan dan gerhana matahari
2.2
Penelitian yang Relevan Keefektifan penggunaan model role playing dalam pembelajaran IPA
juga dibuktikan oleh beberapa hasil penelitian seperti hasil PTK oleh Wibowo (2011), tentang peningkatan hasil belajar IPA dengan penerapan model pembelajaran Role Playing dan True or False pada siswa kelas IV SD N II Boto, yaitu pengetahuan kognitif siswa meningkat dari siklus I yang hanya 54,78 menjadi 78,78 pada siklus II. Penelitian dilakukan dengan penilaian kognitif dan afektif dalam setiap siklusnya. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai rata/rata kognitif siswa pada siklus I sebesar 54,78 meningkat pada siklus II menjadi 78,78 dan meningkat lagi pada siklus III menjadi 94,60; sedangkan nilai rata/rata afektif pada siklus I sebesar 11,08 (termasuk kategori cukup berminat), pada siklus II sebesar 14,13 (termasuk kategori cukup berminat), dan pada siklus III meningkat menjadi 16 (termasuk kategori berminat). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Role Playing dan True or False
dapat
meningkatkan hasil belajar IPA pada kelas IV SD N II Boto, Jatiroto, Wonogiri tahun ajaran 2011/2012. Kemudian PTK yang dilakukan oleh Winarti (2010), peningkatan hasil belajar IPA tentang tata surya dengan model role playing menyatakan presentase ketuntasan siswa menjadi 89 persen setelah diberikan model role playing. Hasil Penelitian yang dilakuakan oleh Supriani (2008)
dengan judul “Penerapan
Strategi Pembelajaran Bermain Peran Dalam Meningkatkan Motivasi Dan
19
Prestasi Belajar Siswa Bidang Studi Biologi Kelas VII SMPN III Bayan Tahun Pelajaran 2007/2008”. Berdasarkan hasil penelitian tinadakan kelas yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi pembelajaran bermain peran pada mata pelajaran biologi tentang ekosistem dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar biologi siswa kelas VIII SMPN III Bayan Tahun Pelajaran 2007/2008. Dengan rata/rata 67,30 siklus I dan 70,64 siklus II, sedangkan ketuntasan klasikalnya 71,79 % siklus I dan 87,17% siklus II.
2.3
Kerangka Berpikir Dengan model pembelajaran role playing khususnya dalam pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam diduga mampu membantu siswa memahami pelajaran, agar pelajaran lebih jelas, agar pelajaran lebih menarik dan menyenangkan dan tujuannya pun akan lebih mudah tercapai.
Role playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1986). Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain ( Basri Syamsu,2000).
Dengan menggunakan model ini,akan diperoleh beberapa kelebihan, yaitu Kelebihan dari model pembelajaran Role Playing, yaitu : 1. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh. 2. Mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda. 3. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan. 4. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. 5. Disamping merupakan pengaman yang menyenangkan yang saling untuk dilupakan
20
6. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias 7. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi 8. Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri. 9. Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat menumbuhkan / membuka kesempatan bagi lapangan kerja. Dengan menggunakan model role playing diharapkan hasil belajar siswa dapat meningkat terlebih dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Untuk melihat kerangka berfikir model Role Playing dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut. Guru menggunakan model pembelajaran Role Playing dalam pembelajaran IPA Kelebihan dari model pembelajaran Role Playing, yaitu : 1. Bebas mengambil keputusan 2. Bebas berekspresi 3. Mudah 4. Dapat mengevaluasi siswa 5. Tahan lama dalam ingatan siswa. 6. Menarik 7. Membangkitkan semangat 8. Menumbuhkan rasa kebersamaan 9. Kesetiakawanan sosial yang tinggi. 10. Menghayati persitiwa dengan mudah 11. Meningkatkan kemampuan profesional siswa
Siswa lebih dominan dalam kegiatan pembelajaran
Siswa dapat menemukan gagasan sendiri dari materi pembelajaran yang disampaikan
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA meningkat
21
2.4
Hipotesis Tindakan Dengan mempertimbangkan dan merujuk kepada beberapa pendapat pakar
dan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah “Penerapan model pembelajaran Role Playing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA pada siswa kelas 6 SD Negeri Kupang 03 Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang tahun ajaran 2012/2013”