APLIKASI MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING (BERMAIN PERAN) DENGAN MENGGUNAKAN STIMULASI KECERDASAN KINESTETIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ACTIVITY DAILY LIVING (ADL) ANAK TUNADAKSA DI SDLB D YPAC SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010
Skripsi
Disusun oleh:
Marlina K 5105017
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
1
APLIKASI MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING (BERMAIN PERAN) DENGAN MENGGUNAKAN STIMULASI KECERDASAN KINESTETIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ACTIVITY DAILY LIVING (ADL) ANAK TUNADAKSA DI SDLB D YPAC SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010
Disusun oleh: Marlina K 5105017
Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Khusus Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
2
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Abdul Salim Choiri, M.Kes. NIP. 19570901 198203 1 002
Drs.Hermawan, Msi. NIP. 19590818 198603 1 002
3
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari
:
Tanggal
:
Tim Penguji Skripsi: Nama Terang
Ketua
: Drs. R.Indianto, M.Pd
Sekretaris
: Drs. Maryadi, M.Ag
Anggota I
: Drs. Abdul Salim Chori, M.Kes
Anggota II
: Drs. Hermawan, M.Si
Tanda Tangan
......................
........................
.......................
........................
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,
Prof. Dr. H. M.Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727198702 1 001
4
ABSTRAK Marlina.K 5105017. APLIKASI MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING (BERMAIN PERAN) DENGAN MENGGUNAKAN STIMULASI KECERDASAN KINESTETIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ACTIVITY DAILY LIVING (ADL) ANAK TUNADAKSA SDLB D YPAC, SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Februari 2010. Keterampilan ADL (Activity Daily Living) bukan merupakan materi pelajaran akan tetapi merupakan materi keterampilan yang mempunyai tujuan untuk membiasakan kemampuan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan seharihari. Sehingga dalam proses pembelajarannya pun tidak didominasi dengan ceramah seperti mata pelajaran semestinya akan tetapi diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat bagi anak tunadaksa agar materi tersebut dapat diajarkan dan dapat memotivasi siswa dalam belajar keterampilan ADL (Activity Daily Living) sehingga kemampuan ADL-nya pun meningkat. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan Activity Daily Living (ADL) Anak Tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta setelah mengaplikasikan model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain one group pretest-posttest. Populasi adalah seluruh siswa kelas III SDLB D YPAC Surakarta yang berjumlah 5 orang anak. Dalam penelitian ini, peneliti tidak menggunakan sampel karena jumlah populasi kecil sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes. Teknis analisis data yang digunakan adalah analisis statistik non parametrik yaitu Wilcoxon Signed Rank Tes, dengan bantuan program SPSS 13. Berdasarkan analisis hasil penelitian dapat diperoleh nilai Z hitung = -2, 032 dengan probabilitas 0,042 yang berarti Ho ditolak dan Ha yang berbunyi “Aplikasi Model Pembelajaran Role Playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik untuk meningkatkan kemampuan Activity Daily Living (ADL) Anak Tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010 dapat diterima kebenarannya pada taraf signifikan 5 % ( = 0,05). Dengan demikian hipotesis yang berbunyi “Aplikasi Model Pembelajaran Role Playing (bermain peran) dengan Menggunakan Stimulasi Kecerdasan Kinestetik untuk Meningkatkan Kemampuan ADL (Activity Daily Living) Anak Tunadaksa SDLB D YPAC, Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010 “adalah signifikan.
5
MOTTO
Rasululloh saw,bersabda, ” Barangsiapa diantara kamu yang mampu memberikan manfaat kepada saudaranya, maka hendaklah ia bersegera memberikan manfaat kepadanya.” (Terjemahan Hadist yang diriwayatkan Muslim dari Jabir ra.)
6
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan Kepada:
1. Bapak dan Alm. Ibu tercinta, atas curahan kasih sayang dan doa tulus dari kalian. 2. Keluarga Besarku Mbak Eni, Mas Agus, Mas Edi, Mbak Srinur dan dik Ami yang selalu memberi dukungan dan selalu menemaniku setiap saat. 3. ”Guru spiritualku” dan teman-teman pengajianku yang selalu mewarnai hari-hariku dan menemani proses pembelajaran dalam hidupku. 4. Sahabatku tersayang Uni dan mbak Tari yang selalu membersamaiku dan membantuku. 5. Saudara-saudaraku seperjuangan di kampus 6. Saudara-saudaraku di KAMMI Daerah Solo 7. Almamaterku
7
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil ’alamiin, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam menyelesaikan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian; 2. Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Prof.Dr.rer.nat. Sajidan, M.Si yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian; 3. Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Drs. Amir Fuady, M.Hum yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian; 4. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd; 5. Ketua Program Studi Pendidikan Khusus Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Drs. Abdul Salim Choiri, M.Kes dan sekaligus Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dalam proses bimbingan dalam penyusunan skripsi penulis; 6. Sekretaris Program Studi Pendidikan Khusus Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Drs.. Maryadi, M.Ag 7. Drs. Hermawan, M.Si, Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi;
8
8. Endang S.Pd, Kepala Sekolah SLB D YPAC Surakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di sekolah ini 9. Seluruh bapak dan ibu guru SLB D YPAC Ibu Anik Wienarsih SPd yang telah ikut bekerjasama dengan peneliti selama pelaksanaan penelitian; 10. Siswa kelas III SDLB D YPAC Surakarta yang telah membantu pelasanaan penelitian; 11. Keluarga besarku (mbak Eni, mas Joko, mas Agus, mbak Alfi, mas Edi, mbak Lina) dan keponakan-keponakanku (Abil, Sandhi, Hany, Fara) yang selalu membuat tersenyum dan memberiku semangat; 12. Sahabat-sahabat terbaikku (Nanda, Esti, Aisyah, Uswah, Ariana, Isti, Lina, mbak Yaya, Inayah, Tina, Tyas, mbak Ulfa, mbak Desi, Tata , Mas Joni, Faisal, Agung,) terimakasih untuk persaudaraannya dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini; 13. Teman-teman PKh ’05 yang memberi warna-warni dalam proses belajar di PTN ini; 14. Teman-teman kos wisma ” Al Ashr” yang memberi semangat dan dukungannya. 15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhirnya peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, Februari 2010
Penulis
9
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i HALAMAN PENGAJUAN .................................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv ABSTRAK ............................................................................................................ v HALAMAN MOTTO .......................................................................................... vi HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... vii KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1 B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 4 C. Pembatasan Masalah ............................................................................ 5 D. Rumusan Masalah ................................................................................. 5 E. Tujuan Penelitian ................................................................................... 6 F. Manfaat Penelitian ................................................................................. 6 BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................................... 8 A. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 8 1. Anak tuna daksa ............................................................................. 8 2. ADL (Activity Daily Living .......................................................... 16 3. Model Role Playing (bermain peran) ........................................... 22 4. Kecerdasan Majemuk (kecerdasan kinestetik) ............................ 30 B. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 41 C. Perumusan Hipotesis ......................................................................... 44 BAB III. METODOLOGI .................................................................................... 45 A. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 45
10
B. Metode Penelitian .......................................................................... 45 C. Populasi dan Sampel ..................................................................... 46 D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 47 E. Variabel Penelitian ......................................................................... 48 F. Teknik Analisis Data ..................................................................... 49 G. Uji Validitas Instrumen .................................................................. 50 H. Reliabilitas Instrumen .................................................................... 51 I. Prosedur Penelitian ……………………………………………..
51
BAB IV. HASIL PENELITIAN …………………………………..………….... 54 A. Deskripsi lokasi penelitian …………………………………………..... 54 B. Deskripsi hasil penelitian ……………………………………………… 54 C. Pengujian hipotesis ……………………………………………………... 58 D. Pembahasan hasil penelitian ................................................................... 60 BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN ................................................ 63 A. Kesimpulan ............................................................................................. 63 B. Implikasi ................................................................................................... 63 C. Saran ......................................................................................................... 63 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 65 LAMPIRAN ........................................................................................................ 68
11
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Jadwal Penelitian di SLB D/D1 YPAC Surakarta
68
2. Rencana Program Pengajaran (RPP)
69
3. Kisi-kisi Soal Test Kemampuan Activity Daily Living (ADL) Anak Tunadaksa
80
4. Lembar pre test dan pos test kemampuan Activity Daily Living (ADL) Anak Tunadaksa
82
5. Uji Validitas dan Reliabilitas Soal Test Kemampuan Activity Daily Living (ADL) Item Pertanyaan Makan dan Minum
84
6. Uji Validitas dan Reliabilitas Soal Test Kemampuan Activity Daily Living (ADL) Item Pertanyaan Persiapan Menggosok Gigi
85
7. Uji Validitas dan Reliabilitas Soal Test Kemampuan Activity Daily Living (ADL) Item Pertanyaan Tata Pergaulan
86
8. Hasil Try Out
87
9. Hasil Pre test
88
10. Hasil Post Test
89
11. Hasil Perhitungan dengan Wilcoxon Signed Rank Test
90
12. Foto-foto Penelitian
91
13. Perijinan Penelitian
95
12
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Tabel 1. Daftar Identitas Siswa Anak Tunadaksa Kelas III SDLB D YPAC Surakarta.
56
2. Tabel 2. Daftar Skor Kemampuan ADL (Activity Daily Living) Anak Tunadaksa sebelum dan sesudah treatment (pre test dan post test)
57
3. Tabel 3. Hasil Analisis Deskriptif Data Kemampuan ADL (Activity Daily Living) Anak Tunadaksa
57
4. Tabel 4. Hasil uji kemampuan Activity Daily Living (ADL) dengan teknik analisis statistik non parametrik Wilcoxon Signed Ranks Test
59
13
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan luar biasa atau khusus seringkali disatukan atau terpadu, karena pada dasarnya sekolah luar bisa atau sekolah khusus bukan merupakan upaya untuk memisahkan pendidikan “anak-anak tuna” dari anak-anak normal. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disusun berdasarkan visi terwujudnya pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara atau masyarakat Indonesia berubah dan berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif mengisi kemerdekaan dan menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Dalam pasal 15 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, secara jelas dinyatakan bahwa: “Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan misalnya tuna netra, tuna rungu, tuna daksa atau untuk peserta didik yang mempunyai kecerdasan yang luar biasa. Penyelenggaraan pendidikan khusus dilaksanakan secara berkelompok (inklusif) atau berupa satu khusus pada tingkat dasar dan menengah.” Penyelenggaraan pendidikan juga menganut upaya pemberdayaan semua komponen masyarakat dalam arti bahwa pendidikan diselenggarakan oleh Pemerintah, lembaga sosial maupun masyarakat dalam suasana kemitraan dan kerjasama yang saling melengkapi dan memperkuat satu sama lain. Pada
umumnya
mengembangkan
dirinya
penyandang karena
cacat
banyak
memiliki penyandang
hambatan cacat
dalam
mengalami
permasalahan sosial. Adanya kelainan yang dimiliki penyandang cacat berdampak pada psikologis mereka yaitu rasa rendah diri, kurang percya diri, kurang dapat menerima kondisi sehingga cenderung mengisolasi diri, mudah curiga pada orang lain, bergantung kepada orang lain, pasif, mudah putus asa, sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan.. Hal ini diperburuk dengan anggapan negatif dari
14
masyarakat terhadap para penyandang cacat, mereka memandang bahwa kecacatan merupakan aib bagi keluarga dan patut untuk disembunyikan. Tunadaksa merupakan salah satu jenis kecacatan. Kendala fisik yang dialami oleh para penyandang tunadaksa seringkali menjadi hambatan bagi mereka untuk dapat menyesuaikan diri terhadap sekitar yang dihadapi. Tetapi anak tunadaksa sebenarnya tidak selamanya memiliki keterbelakangan mental. Ada yang mempunyai kemampuan daya pikir lebih tinggi dibandingkan anak normal. Bahkan tidak jarang kelainan yang dialami seorang anak tunadaksa tidak mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan fisik serta kepribadiannya. Demikian pula ada diantara anak tunadaksa hanya mengalami sedikit hambatan sehingga mereka dapat mengikuti pendidikan sebagaimana anak normal lainnya. Secara umum perbedaan antara anak tunadaksa dengan anak normal terutama terdapat dalam tingkat kemampuannya. Namun hal ini juga sangat tergantung dari berat ringannya ketunaan yang mereka sandang. Dengan adanya ketunaan dalam diri seseorang seringkali eksistensinya sebagai manusia terganggu. Sebagai akibat dari ketunaan dan pengalaman pribadi anak maka dibutuhkan keterampilan sesuai dengan kemampuan dirinya. Ditinjau dari aspek psikologis anak tunadaksa cenderung merasa apatis, malu, rendah diri, sensitif dan terkadang muncul sikap egois terhadap lingkungannya. Keadaan seperti ini mempengaruhi kemampuan dalam hal sosialisasi dan interaksi sosial terhadap lingkungan sekitarnya dalam kegiatan sehari-hari. Keterampilan keterampilan
ADL
(Activity
yang mempunyai
tujuan
Daily
Living)
merupakan
untuk membiasakan
materi
kemampuan
kemandirian dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sehingga dalam proses pembelajarannya pun tidak sekedar ceramah seperti mata pelajaran semestinya akan tetapi diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat bagi anak tunadaksa agar materi tersebut dapat diajarkan dan anak tunadaksa dapat menguasai kemampuan ADL (Activity Daily Living) tersebut. Pembelajaran di sekolah yang sangat padat terkadang membutuhkan trik khusus supaya siswa mampu memahami materi dengan baik. Apalagi diwaktu
15
menjelang siang konsentrasi anak – anak sudah mulai berkurang. Hal ini yang membuat guru harus berusaha sekuat tenaga untuk membuat pelajaran menjadi semenarik
mungkin.
Dalam
kegiatan
belajar
mengajar
masih
ditemui
pembelajaran yang bersifat klasikal yaitu aktifitas belajar siswa hanya mendengarkan dengan suasana tegang dan masih ditemui kata – kata yang tidak sesuai apabila disampaikan kepada siswa. Pembelajaran yang tidak menyenangkan akan membuat kelas menjadi tidak hidup, kondisi siswa yang mempunyai rasa takut kepada gurunya atau guru yang tidak disenangi murid- muridnya (misalnya), siswa menjadi ramai dan berbicara sendiri karena sudah bosan dengan cara guru mengajar. Selain itu masih banyak kejadian yang negatif lain dalam kegiatan belajar mengajar hanya karena guru yang tidak menggunakan metode yang membuat siswa tertarik untuk belajar. Oleh karena itu guru harus menerapkan sistem pembelajaran yang mudah, tepat, cepat dipahami siswa dan tentunya menyenangkan. Dahulu, para murid sering dipisahkan atau diberi identifikasi antara murid yang pintar dan bodoh. Menurut Thomas Amstrong (2002: 8) bahwa tidak ada murid yang bodoh. Karena setiap murid hampir dapat dipastikan memiliki satu atau dua jenis kecerdasan yang sangat menonjol. Menurut penelitian Howard Gardner yang disebutkan dalam buku Thomas Armstrong (2002: 9) “ di dalam diri setiap anak tersimpan 8 jenis kecerdasan yang siap berkembang. Tetapi karena suasana kelas yang cenderung monoton dan membosankan, membuat proses belajar mengajar tidak produktif ”. Menurut Gardner dalam buku Thomas Armsrtong (2002: 4) Gardner memetakan lingkup kemampuan manusia yang luas menjadi delapan kategori yang komprehensif atau delapan “kecerdasan dasar”, yaitu : 1) Kecerdasan Linguistik 2) Kecerdasan Matematis-logis 3) Kecerdasan Spasial 4) Kecerdasan Musikal 5) Kecerdasan Interpersonal 6) Kecerdasan Intrapersonal
16
7) Kecerdasan Naturalis 8) Kecerdasan Kinestetik Berdasarkan pernyataan di atas, penulis menyatakan bahwa ada setidaknya delapan kecerdasan yang dimiliki setiap anak sehingga seorang guru akan didorong untuk membuat variasi-variasi yang sangat menyenangkan dalam mengajarkan sebuah mata pelajaran , salah satu kecerdasan itu adalah kecerdasan kinestetik. Kecerdasan kinestetik adalah keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan (misalnya: sebagai aktor, pemain pantomim, atlet, penari dan ketrampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu/perajin). Kecerdasan ini meliputi kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan, keterampilan, kekuatan, kelenturan dan kecekatan kemampuan menerima rangsang dan hal yang berkaitan dengan sentuhan. Berdasarkan uraian di atas, perlu adanya sebuah stimulasi atau perangsang agar anak tunadaksa dapat produktif meskipun fisik mereka tidak sempurna, Stimulasi kecerdasan kinestetik melalui metode role playing (bermain peran) akan memotivasi anak tunadaksa sehingga mereka dapat melakukan kegiatannya sehari-hari. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk menulis tentang ”Aplikasi Model Pembelajaran
Role Paying (bermain peran) dengan
Menggunakan Stimulasi Kecerdasan Kinestetik untuk Meningkatkan Kemampuan Activity Daily Living (ADL) Anak Tunadaksa SDLB D YPAC, Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010.
B. Identifikasi Masalah 1. Anak tunadaksa mengalami hambatan dalam proses belajar mengajar khususnya pada kemampuan Activity Daily Living (ADL) disebabkan karena kecacatan fisik yang dimiliki anak tunadaksa tersebut. 2. Anak tunadaksa belum terampil dan cakap dalam kemampuan Activity Daily Living (ADL) ADL (Activity Daily Living) karena kelemahan dalam model pembelajaran yang diterapkan guru di sekolah.
17
3. Supaya siswa dapat menguasai materi Activity Daily Living (ADL) dengan cakap dan terampil oleh karena itu dibutuhkan trik khusus dalam pembelajaran di sekolah. 4. Siswa merasa bosan dan tegang karena proses belajar mengajar yang diterapkan guru bersifat klasikal. 5. Anak tunadaksa sulit menguasai ketrampilan Activity Daily Living (ADL) karena kecacatan fisik yang dimilikinya. 6. Anak Tunadaksa mengalami hambatan dalam pengembangan kecerdasan majemuknya, khususnya kecerdasan kinestetik.
C. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak terlalu luas, maka peneliti membatasi permasalahan dalam penelitian ini pada masalah yang dikaji. Pada penelitian ini akan dibatasi pada permasalahan berikut ini : 1. Obyek penelitian Obyek penelitian dibatasi pada masalah berikut ini : a. Aplikasi model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan stimulasi kecerdasan kinestetik untuk meningkatkan kemampuan Activity Daily Living (ADL) anak tunadaksa. b. Peningkatan kemampuan Activity Daily Living (ADL) siswa sekolah dasar di SLB D YPAC Surakarta,khususnya di bidang: a) Tata cara makan dan minum, b) Tata cara persiapan menggosok gigi, c) Tata cara pergaulan menerima barang dan mengucapakn salam dari orang lain. 2. Subyek Penelitian Subyek penelitian dibatasi pada siswa sekolah dasar di Kelas III SDLB D YPAC Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010 yang mempunyai karakteristik anak tunadaksa jenis Spastic dan Ataxia.
18
D. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut : Apakah melalui aplikasi pembelajaran role playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik dapat meningkatkan kemampuan Activity Daily Living (ADL) Anak tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta?
E. Tujuan Penelitian Sesuai permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan : Untuk meningkatkan kemampuan Activity Daily Living (ADL) Anak Tuna daksa di SDLB D YPAC Surakarta setelah mengaplikasikan model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik.
F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai
berikut: 1. Bagi Guru a. Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan wawasan bagi guru atau calon guru tentang model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik. b. Dapat dijadikan sebagai rujukan bagi guru atau calon guru untuk usaha meningkatakan kemampuan ADL (Activity Daily Living) Anank Tunadaksa pada kemampuan tata cara makan dan minum, tatacara persiapan menggosok gigi dan tata cara pergaulan dalam mengucapakan salam dan menerima barang dari orangh lain. 2. Bagi Siswa a.
Memberikan suasana baru dalam pembelajaran keterampilan ADL (Activity Daily Living).
b.
Mendapatkan pengalaman belajar yang baru.
c.
Untuk perkembangan kecerdasan kinestetik siswa sehingga tumbuh rasa percaya diri dengan apa yang dimilikinya.
19
3. Bagi sekolah dan institusi pendidikan lainnya Memberikan alternatif pemecahan masalah yang berkaitan dengan kemampuan ADL (Activity Daily Living) Anak Tunadaksa, khususnya pada: a. Kemampuan dalam tata cara makan dan minum b. Kemampuan dalam tata cara persiapan menggosok gigi c. Kemampuan dalam tata cara pergaulan, mengucapakan salam dan menerima barang dari orang lain.
20
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Tentang Anak Tunadaksa a. Pengertian Anak Tunadaksa Menurut Musjafak Assjarik (1995: 58) istilah tunadaksa dari kata tuna yang berarti rugi, kurang dan daksa berarti tubuh. Tunadaksa ditujukan kepada mereka-mereka yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna, misalnya buntung atau cacat. Menurut Salim Choiri (1995: 33) istilah cacat ortopedi diterjemahkan dari bahasa
Inggris
“ortopedically
handicapped“,
ortopedic
memiliki
arti
berhubungan dengan otot, tulang dan persendian. Dengan demikian penderita cacat ortopedi kelainannya terletak pada aspek otot, tulang, dan persendian. Menurut Muljono Abdurracman & Sudjadi,S (1995: 79) “tunadaksa dapat diartikan sebagai cacat tubuh yang tidak lepas dari pembahasan tentang kesehatan karena sering kali gangguan atau kerusakan fisik ada kaitannya dengan gangguan kesehatan”. Tunadaksa, dilihat dari etimologi/asal kata terdiri dari dua kata, yaitu:1.tuna yang berarti rugi, kurang 2. daksa yang berarti tubuh, fisik, jasmani. Dengan demikian secara sederhana yang dimaksud tunadaksa adalah setiap orang yang mengalami kerugian secara fisik. Kerugian fisik yang dimaksud dapat berupa kehilangan anggota fisik secara langsung maupun kerugian dalam hal fungsional yang disebabkan adanya gangguan pada sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Kemudian pengertian tunadaksa bila dikaitkan dengan perspektif pendidikan berarti anak yang mengalami kerugian secara fisik maupun fungsional yang dapat menghambat/mengganggu kelancaran proses belajar anak sehingga memerlukan layanan khusus pendidikan. (Sutarmi.Anak tunadaksa.2009.http//dinamika.uny.ac.id/akademik.22Juli2009) Menurut situs resmi Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa dalam (SeptiNurIchsanti.Anaktunadaksa.2009.http//dinamika.uny.ac.id/akademik.22Juli
21
2009) Tunadaksa adalah suatu keadaan rusak atau terganggu disebabkan gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot dan sendi karena tidak berfungsi dengan normal. Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa anak tunadaksa merupakan cacat fisik yang disebabkan karena gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, sendi, otot yang dapat mempengaruhi organ motorik sehingga anak tersebut sulit melakukan sosialisasi dengan lingkungan.
b. Klasifikasi dan jenis Anak Tunadaksa Menurut Musjafak Assjari (1995: 61) penggolongan anak tunadaksa dapat dilihat dari segi: 1) faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kelainan 2) sistem kelainan yang terdapat pada anak tunadaksa. Menurut Salim Choiri (1995: 33) klasifikasi anak tunadaksa dilihat dari faktor-faktor penyebab kelainan, dibedakan atas : a) Cacat bawaan (congenital abnormalities) Cacat bawaan ini terjadi pada saat anak dalam kandungan (pra-natal) atau kecacatan terjadi pada saat anak dilahirkan. b) Infeksi Infeksi ini dapat disebabkan karena kelainan pada anggota gerak atau bagian tubuh lainnya. Kelainan ini bersifat sekunder karena merupakan akibat dari adanya infeksi. Misalnya : poliomyelitis. c) Gangguan metabolisme Gangguan metabolisme dapat terjadi pada bayi dan anak-anak disebabkan faktor gizi (nutrisi), sehingga mempengaruhi perkembangan tubuh dan mengakibatkan kelaianan pada sisitem ortopedis dan fungsi intelektual. d) Kecelakaan Kecelakaan atau istilah lain disebutnya dengan trauma dapat mengakibatkan kelainan ortopedi berupa kelainan koordinasi, mobilisasi atau kelainan yang lain tergantung akibat dari kecelakaan tersebut. e) Penyakit yang progresif Anak tunadaksa dapat terjadi karena penyakit yang progresi yang diperoleh melalui genetik (keturunan) atau karena penyakit. Misalnya DMP (dystrophia musculus progressiva).
22
f) Tuna daksa yang tidak diketahui penyebabnya. Kelainan tunadaksa jenis terakhir ini sulit untuk dideteksi faktor-faktor apa yang menyebabkan mereka menjadi tuna daksa, karena sangat sulitnya mendeteksi faktor penyebab kelainannya maka mereka dikelompokkan ke dalam jenis yang tidak diketahui sebab-sebabnya. Menurut Salim Choiri (1995: 35) Klasifikasi anak tunadaksa dilihat dari sistem kelainannya, yaitu : a. b. c.
Kelainan pada sistem serebral (serebral system disorder) Kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system) Kelainan karena bawaan (congenital deformities)
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa anak tunadaksa mempunyai kelainan yang beraneka ragam sesuai dengan faktor penyebabnya dan sistem kelainan yang terdapat pada anak tunadaksa tersebut. c. Faktor Penyebab Anak Tunadaksa Menurut Ahmad Toha Muslim & Sigiarmin (2007: 6) Kelainan kelainan pada anak tunadaksa disebabkan karena sebab-sebab yang terjadi pada saat sebelum kelahiran (dalam kandungan), saat kelahiran dan setelah kelahiran. Menurut Ari dalam (Ari.LiteraturTunadaksa.2005.http //www.epsikologi.com/januari.26april2009) dilihat dari saat terjadinya kerusakan otak dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah lahir, seperti sebagai berikut: 1) Sebab-sebab sebelum Lahir (Fase Prenatal) Pada fase ini, kerusakan terjadi pada saat bayi masih dalam kandungan, kerusakan disebabkan oleh: a) Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung sehingga menyerang otak bayi yang sedang dikandungnya, misalnya infeksi, sypilis, rubela, dan typhus abdominolis. b) Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali pusat tertekan, sehingga merusak pembentukan syaraf-syaraf di dalam otak. c) Bayi dalam kandungan terkena radiasi. Radiasi langsung mempengaruhi sistem syarat pusat sehingga struktur maupun fungsinya terganggu.
23
d) Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma (kecelakaan) yang dapat mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem syaraf pusat. Misalnya ibu jatuh dan perutnya membentur yang cukup keras dan secara kebetulan mengganggu kepala bayi maka dapat merusak sistem syaraf pusat. 2) Sebab-sebab pada saat kelahiran (fase natal, peri natal) Hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan otak bayi pada saat bayi dilahirkan antara lain: a) Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang ibu kecil sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen, kekurangan oksigen menyebabkan terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi, akibatnya jaringan syaraf pusat mengalami kerusakan b) Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang mengalami kesulitan sehingga dapat merusak jaringan syaraf otak pada bayi. c) Pemakaian anestasi yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan karena operasi dan menggunakan anestesim yang melebihi dosis dapat mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi, sehingga otak mengalami kelainan struktur ataupun fungsinya. 3) Sebab-sebab setelah proses kelahiran (fase post natal) Fase setelah kelahiran adalah masa mulai bayi dilahirkan sampai masa perkembangan otak dianggap selesai, yaitu pada usia 5 tahun. Hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan setelah bayi lahir adalah a) Kecelakaan/trauma b) kepala, amputasi. c) Infeksi penyakit yang menyerang otak d) Anoxia/hipoxia. Kirk, 1962 dalam Muljono Abdurracman dan.Sudjadi S (1995: 95) sebabsebab cerebral palsy sama dengan sebab-sebab dari beberapa bentuk retardasi mental, yaitu sebabgai berikut: 1) Kondisi sebelum lahir Dalam kategori ini dijumpai (a) kondisi-kondisi genetic atau warisan/keturunan, (b) kondisi selama dalam kandungan yang menimbulkan suatu kerusakan pada sistem susunan saraf pusat anak.
24
Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan selama periode sebelum lahir tercakup (a) anoxia sebelum lahir, misalnya pemisahan plasenta (ari-ari) yang terlalu prematur, ibu kekurangan darah, kondisi jantung yang lemah, ada usaha untuk menggugurkan: b) gangguan metabolik pada ibu dan (c) faktor Rh. 2) Kondisi perinatal Salah satu sebab adalah luka pada saat lahir. Ada kesukaran dengan tali plasenta yang dapat mengurangi suplai oksigen pada bayi sehingga dapat menyababkan anoxia. Faktor mekanis lainnya seperti kelahiran sungsang, cara memegang belakang kepala yang salah dan pendarahan di optak pada saat lahir. 3) Kondisi setelah lahir Penyakit yang di derita pada masa kenak-kanak seperti meningitis, encephalitis (radang otak), influenza, demam yang tinggi karena tipus, kepala yang luka karena kecelakaan, keracunan atau tercekik. Dari Beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa penyebab tunadaksa ada beberapa macam yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak hingga menjadi tunadaksa. Kerusakan tersebut disebabkan pada waktu sebelum kelahiran, saat kelahiran dan setelah kelahiran. Kerusakan tersebut ada yang terletak dijaringan otak, dan jaringan sumsum tulang belakang.
d. Karakteristik dan Masalah Anak Tunadaksa Menurut Ari dalam (Ari. Literatur Tunadaksa. http ://www.epsikologi .com/januari.26april2009) karakteristik anak Tunadaksa derajat keturunan akan mempengaruhi kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan, kecenderungan untuk bersifat pasif. Demikianlah pada halnya dengan tingkah laku anak tunadaksa sangat dipengaruhi oleh jenis dan derajat keturunannya. Jenis kecacatan itu akan dapat menimbulkan perubahan tingkah laku sebagai kompensasi akan kekurangan atau kecacatan. Ditinjau dari aspek psikologis, anak tunadaksa cenderung merasa malu, rendah diri dan sensitif, memisahkan diri dari lingkungan. Disamping karakteristik tersebut terdapat beberapa problema penyerta bagi anak tunadaksa antara lain: a) Kelainan perkembangan/intelektual
25
b) Gangguan pendengaran c) Gangguan penglihatan. d) Gangguan taktik dan kinestetik e) Gangguan persepsi f) Gangguan emosi Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik pada anak tunadaksa beraneka ragam sesuai dengan tingkat kecacatannya. Dengan karakteristik yang ada pada anak Tunadaksa tersebut akan menimbulkan beberapa masalah dan gangguan fisik maupun gangguan fungsi.
d. Dampak Anak Tunadaksa Menurut Ahmad Toha Muslim & Sigiarmin (2007: 7-9) seorang anak tunadaksa akan mengalami masalah-masalah yang dihadapi karena dampak dari kecacatannya, yaitu sebagai berikut: a) Masalah fisik Masalah fisik dapat berupa kelumpuhan anggota gerak atas, anggota gerak bawah atau pada otot-otot penegak tulang punggung. Kelumpuhan ini dapat sebagian atau dapat keseluruhan. Kaku sendi (kontraktur) yaitu sendi tidak dapat digerakkan, ditekuk atau diluruskan sebagian atau seluruhnya. Keadaan ini disebabkan jaringan ikat sekitar sendi menjadi padat atau hilang sifat kerenggangannya dan disertai otot memendek. Perubahan bentuk, juga merupakan masalah fisik yang dihadapi anak tunadaksa, seperti pada panggul dapat menunjukkan keadaan yang tidak serasi letak salah satu sisi dengan sisi yang lainnya tidak seimbang. Selain itu, perubahan bentuk juga terjadi juga pada tulang punggung, seperti perubahan bentuk ke samping (skoliosis), ke belakang (kifosis) dan ke depan (lordosis). b) Masalah gangguan fungsi dapat berupa: 1) Gangguan fungsi mobilisasi, mulai dari gangguan berguling, merangkak, duduk, berdiri, dan berjalan. Ini merupakan gangguan fungsi utama kaki. 2) Gangguan mobilisasi meraih, memegang atau menggenggam fungsi tangan. 3) Gangguan fungsi mental yaitu menghadapi masalah penyesuaian pendidikan, maupun penyesuaian sosial. Untuk itu perlu ada upaya
26
khusus dalam kegiatan-kegiatan yang memerlukan kemampuan mental agar tercapai pengembangan potensi yang sesuai. 4) Gangguan kemampuan kegiatran fisik sehari-hari, dapat berupa gangguan komunikasi, menolong diri sendiri, maupun mengikuti kegiatan hidupnya sehari-hari. Dari uraian pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa penyebab tuna daksa dapat menimbulkan kerusakan sistem gerak pada anak hingga menjadi tuna daksa. Sehingga, menimbulkan beberapa masalah dan gangguan fisik maupun gangguam fungsi.
e. Kebutuhan kehidupan anak tunadaksa Kebutuhan-kebutuhan anak tunadaksa menurut Ahmad Toha Muslim & Sigiarmin (2007: 7-9) adalah sebagai berikut: 1) Kebutuhan komunikasi Kebutuhan komunikasi secara lisan, tulisan maupun menggunakan isyarat merupakan prioritas utama dalam memenuhi kebutuhan anak tuna dkasa. Untuk hal ini perlu pelatiahan dari ahli terapi wicara (speech terapi), supaya anak tunadaksa yang mengalai gangguan ini dapat berkomunikasi selama mengikuti kegiatan sehari-hari, mengikuti pendidikan dan pekerjaan. 2) Kebutuhan mobilisasi Kebutuhan mobilisasi meliputi serangkaian gerakan dari berguling, telungkap, merangkak, duduk, berdiri dan jalan menempuh jarak tertentu(ambulasi), juga memiliki kemampuan pindah dari tempat satu ke tempat yang lainnya, seperti dari tempat tidur ke kursi (transfer). 3) Kebutuhan memelihara diri sendiri (activity daily living/ADL) Kebutuhan memelihara diri sendiri erat hubungannya dengan kemampuan fungsi tangan. Hilangnya salah satu atau lebih kemampuan fungsi gerak tubuh bagian atas yang diakibatkan kelemahan otot atau kaki sendi, menyebabkan terganggunya kemampauan memelihara diri sendiri, seperti makan, minum, mandi, berpakaian. 4) Kebutuhan sosial Secara garis besar kebutuhan sosial ini bukan hanya menyangkut kebutuhan materi, tetapi yang terutama adalah sikap dan perhatian keluarga dan lingkunan terhadap anak tunadaksa yang dapat mendorong yang bersangkutan berusaha untuk meningkatkan kemampuannya. Tidak
27
adanya perhatian baik moril maupun materi akan mengahambat tercapainya hasil usaha rehabilitasi yang dilaksanakan. 5) Kebutuhan psikologis Setiap kecacatan menyebabkan satu trauma psikis baik yang mengalaminya maupun bagi keluarganya. Reaksi yang timbul dapat berupa tidak mau menerima kenyataan atau menghindari kenyataan seolah-olah tidah ada masalah. Akibat sikap tersebut maka hilanglah dorongan berusaha untuk mengatasi masalahnya. Pemenuhan kebutuhan psikologis melalui konsultasi dengan psikolog merupakan usha untuk mengubah sikap di atas dan diharapkan anak tunadaksa menerima kenyataan dan mau berusaha sabagaiman mestinya. 6) Kebutuhan Pendidikan Bagi anak tunadaksa yang memiliki kemapuan mengikuti pendidikan, penyaluran ke pendidikan umum atau khusus merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan. Sasaran yang dituju dari pendidikan ini adalah secara maksimal mencapai tingkat perguruan tinggi dan yang terendah mencapai tingkat kemampuan keterampilan atau minimal mampu memelihara diri sendiri. 7) Kebutuhan kekaryaan Kebutuhan kekearyaan meliputi baiak yang belum maupaun yang sudah pernah bekerja. Bagi yang sudah bekerja mengembalikan secara maksimal kepada funsi tugas semula atau mengadakan modifikasi kekaryaan yang ada. Sebaliknya bagi yang belum memiliki kekaryaan diberikan untuk berwiraswasta atau bekerja di innstansi pemerintahan atau swasta. Menurut Salim Choiri (1995: 136) kebutuhan perlakuan anak tunadaksa (CP) secara umum dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut: 1) Kebutuhan untuk memperoleh pelayanan medik, guna mengurangi permasalahan yang dialami anak di bidang medis. 2) Kebutuhan untuk memperoleh pelayanan rehabilitasi dan habilitasi guma mengurangi gangguan fungsi sebagai dampak dari adanya kelainan. 3) Kebutuhan untuk memperoleh pendidikan khusus.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tunadaksa mempunyai beberapa kebutuhan untuk kelangsungan kehidupannya. Kebutuhan
28
anak tunadaksa tersebut mengacu kepada masalah yang dialami anak karena gangguan fungsi geraknya maupun kecacatan fisik yang dideritanya.
2. Tinjauan Pustaka Tentang Activity Daily Living (ADL) Anak Tunadaksa
a. Pengertian Activity Daily Living (ADL) Menurut Alexeia Zachary dalam (AlexeiaZachary.2008.ourservicesh .http://www.globatalikum.com/support.php/april.5 mei 2009) ADL (Activity of Daily Living) yaitu kemampuan seseorang untuk mengurus dirinya sendiri dimulai dari bangun tidur, mandi, berpakaian dan seterusnya sampai pergi tidur kembali, atau segala kegiatan orang untuk mengurus kebutuhannya sendiri. Menurut Ahmad Toha Muslim & Sigiarmin (2007: 7-9) ADL (Activity Daily Living) adalah kebutuhan memelihara diri sendiri yang erat hubungannya dengan kemampuan fungsi tangan. Hilangnya salah satu atau lebih kemampuan fungsi gerak tubuh bagian atas yang diakibatkan kelemahan otot atau kaki sendi, menyebabkan terganggunya kemampuan memelihara diri sendiri, seperti makan, minum, mandi, berpakaian. Menurut Tamsik Udin dan Tejaningsih ( 1988:143) ADL (Activity Daily Living) adalah singkatan dari The Activity Of Daily Living yang artinya aktivitas atau kegiatan atau keterampilan dalam kehidupan sehari-hari. ADL merupakan suatau upaya sadar melalui tahap-tahap persiapan, pembinaan, penyempurnaan, penyaluran kepada suatu yang bermamfaat kelak dalam kehidupan yang praktis. Menurut Salim Choiri (1995: 167) latihan aktivitas hidup sehari-hari atau ADL (Activity Daily Living) sebenarnya bukan hanya kesibukan tangan/kaki melainkan juga upaya kemampuan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, ADL (Activity Daily Living) adalah kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas dalam kegiatan sehari-hari dalam rangka memenuhi kebutuhannya.Dalam penelitian ini ADL (Activity Daily Living) yang difokuskan, meliputi: a) tata cara makan dan minum, b) tata cara
29
persiapan menggosok gigi, c) tata cara pergaulan dalam menerima barang dan mengucapakan salam dari orang lain.
b. Tujuan ADL (Activity Daily Living) Menurut Alexeia Zachary dalam (AlexeiaZachary.2008.ourservicesh .http://www.globatalikum.com/support.php/ april.5 mei 2009) tujuan dalam mempelajari ADL (Activity Daily Living) adalah mengenalkan, melatih dan mengembangkan keterampilan bermain dan kreatifitas anak untuk meningkatkan komunikasi, sosialisasi dan perilaku positif. Menurut Salim Choiri (1995: 168) tujuan diadakan pembelajaran ADL (Activity Daily Living) adalah untuk membiasakan kemampuan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwasannya tujuan ADL (Activity Daily Living) adalah upaya untuk meningkatkan kemandirian anak tunadaksa dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
c. Ruang Lingkup Kemampuan ADL (Activity Daily Living) Anak Tunadaksa Menurut Bandhi Delphie (2007: 226-228) ADL (Activity Daily Living) terdiri dari beberapa jenis, yaitu sebagai berikut: 1) Gerak Pindah a) Mandi b) Ke kamar kecil (wc) c) Duduk di kursi d) Dari tempat tidur ke tempat duduk (kursi) e) Bergerak menuju objek f) Mengatur letak kursi g) Naik/turun kendaraan 2) Fungsi keseimbangan a) Duduk b) Berdiri c) Jalan
30
3) Penilaian terhadap a) Reaksi sentuhan b) Perasaan sakit c) Suasana hati d) Penyesuaian suhu udara e) Daya penciuman f) Daya pendengaran g) Daya penglihatan h) Daya tangkap terhadap perintah/suruhan i) Pemahaman terhadap ruang j) Merubah bentuk bangun (segi:tiga/emapt/lingkran) k) Fungsi gerak persendian l) Menyisir rambut m) Makan tanpa dibantu orang lain n) Mengencangakan kerah baju o) Menarik resleting pada bagian belakang celana/rok p) Mengancingkan celana/rok q) Mengancingkan lengan baju r) Menalikan sepatu s) Membungkukkan badan t) Penyesuaian diri terhadap lingkungan 4) Kemampuan Makan a) Menyendok nasi b) Memotong/mengerat daging c) Makan memakai sendok d) Minum melalui pipa sedotan e) Minum melslui sedotan f) Minum dengan gelas g) Minum denagn cangkir h) Menuangkan air ke gelas/cangkir dari tempatnya
31
5) Berpakaian a) Menanggalkan celana panjan/ pendek b) Memakai ikat pinggang c) Memamaki kutan/bh (bagi wanita) d) Memakai celanan dalam e) Menegenakan rok bawah (bagi wanita) f) Memakai jas/kemeja g) Memakai bando (wanita) dan dasi (laki-laki) h) Mengenakan stocking(wanita), kaps kai kaki (laki-laki) i) Mengenakan pakaian malam j) Mengenakan konde atau harnet (bagi wanita) k) Mengenakan kimono atau mantel tidur l) Memakai jaket m) Mengenakan mantel atau jas hujan 6) Kesehatan diri a) Menbuang ingus b) Mencuci muka/tangan c) Membersihkan diri setelah buang air besar d) Menggosok gigi e) Membersihkan rambut f) Berpatut diri atau make up g) Menggunting kuku h) Membersihkan kuku jari i) Memakai deodorant atau wewangian tubuh j) Menggunkan pembalut wanita (bagi wanita) 7) Komunikasi a) Berbahasa lain b) Membaca suimbol khusus nya untuk WC:L/W c) Cara memegang buku bacaan d) Cara memebuka halaman buku e) Menulis surat atau lamaran kerja
32
f) Menggunakan telepon g) Mengetik 8) Pekerjaan yang berkaitan dengan tangan a) Cara memegang uang b) Cara memegang surat c) Cara menggunakan gunting d) Membuka botol/stoples/atau benda lain jenis e) Membungkus kado/bingkisan hadiah f) Menjahit kancing/lubang kancing g) Menyemir sepatu h) Meruncingkan pensil i) Menutup dan membuka surat 9) Kegiatan kerja Secara Ganda a) Membuka /menutup lemari es b) Membuka /menutup pintu c) Memindahkan/menyimpan barang d) Menjinjing barang e) Mengambil barang dari lantai f) Melepaskan/memasang bola lampu (bohlam) g) Membuat pasak/ikatan dari tali Menurut buku Panduan program khusus Bina diri (2007:2) ruang lingkup Bina Diri mencakup komponen kemampuan sebagai berikut: a) Merawat diri : makan dan minum b) Mengurus diri : berpakainan dan berhias c) Menolong diri : menjaga keselamatan dan mengatasi bahaya d) Berkomunikasi : berkomunikasi lisan, tulisan, isyarat dan gambar. e) Adapatasi seperti : adaptasi dengan lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan bermain/ bekerjasama Menurut beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak tunadaksa sangat perlu memperoleh latihan ADL(Activity Daily Living) dengan macammacam kemampuan diatas, tetapi sudah tentu dalam latihan disesuaikan dengan
33
kebutuhan yang ada pada masing-masing anak. Dalam penelitian ini, penulis hanya mengukur ADL (Activity Daily Living) anak tunadaksa dalam hal merawat diri (makan dan minum, menggosok gigi) dan tata pergaulan (mengucapakan terima kasih, salam dan menerima barang dari orang lain.
d. Contoh Pelaksanaan Pembelajaran ADL (Activity Daily Living) Anak Tuna Daksa Menurut Alexeia Zachary dalam (Alexeia Zachary.2008.ourservicesh. http://www.globatalikum.com/support.php/april.5 mei 2009) contoh pelaksanakan ADL (Activity Daily Living) dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) Dilaksanakan secara berkelompok 2-5 anak dengan 1 terapis inti dan 2-3 terapis pembantu (co terapis). 2) Aktifitas tersusun dimulai dari aktifitas pembuka (greeting), pemanasan ADL (Activity Daily Living), aktifitas inti, aktifitas bebas dan penutup 3) Aktifitas pembuka meliputi: berdoa, salam pembuka (ke terapis dan teman) dan aktifitas interaktif secara bersama-sama. 4) Pemanasan dilakukan di dalam atau pun di luar meja dengan bernyanyi, bercerita dan aktifitas yang melibatkan kemampuan motorik/olah raga. 5) ADL (Activity Daily Living) dilatih melalui aktifitas seperti : makan bersama, melepas dan memakai sepatu, menggosok gigi, mencuci tangan, merapikan alat makan dan lain-lain. 6) Aktifitas bebas, merupakan aktifitas relaksasi dan perangsangan kreatifitas berdasarkan peminatan/interest anak secara bebas terarah baik secara individu maupaun bersama teman. 7) Aktifitas penutup, berupa aktifitas untuk merapikan alat/media baik alat bermain di kelas dan alat-alat pribadi serta doa penutup bersama. Menurut Salim Choiri (1995: 176) contoh pelaksanaan ADL (Activity Daily Living) khususnya latihan merapikan diri dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
34
1) Menyisir rambut, sebelumnya anak tunadaksa diperkenalkan bahan dan alatnya, seperti sisir, sikat, minyak rambut, kaca cermin, handuk, hiasan rambut dan sebagainya. 2) Merias diri bagi anak remaja putri bukan saja utnuk mempercantik diri melainkan dapat dipakai utnuk menghilangkan/mengurangi perasaan rendah diri serta menimbulkan kebanggaan sehingga dapat menumbuhkan harga diri anak. Bahan yang perlu diperkenalakn dan dipergunkan utnuk merias
diri
seperti:
air
hangat,
sabun
wangi,
handuk
kecil,
pembersih/kapas, bedak, lipstik, pensil alis dan sebagainya. 3) Memperkenalkan macam-macam sandal dan fungsinya, cara memakai, posisi dalam duduk dan memakai sandal, posisi berdiri setelah sandal terpasang dan lain-lain. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan ADL (Activity Daily Living) dalam pembelajaran hal yang pertama dilakukan adalah mengenalkan alat-alat yang berkaitan dengan latihan tersebut.
3. Tinjauan Pustaka Tentang Model Pembelajaran Role Playing (bermain Peran)
a. Pengertian Model Pembelajaran Role Playing (bermain peran) Menurut Ratri dalam (Ratri.2008.Mengajar Dengan Bermain Peran. http:www.sabda.org/forum/kategori_bahan_pepak/metode_dan_cara_mengajar.Fe bruari./26 april 2009) model pembelajaran role playing (bermain peran) adalah melatih diri mengeksplorasi hubungan-hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya dan mendiskusikannya sehingga bersama-sama siswa yang lain dapat mengungkapkan perasaan-perasaannya, sikap perilakunya, nilai-nilai yang dianut dan berbagi strategi pemecahan masalah yang sedang di hadapi. Menurut Andang (2006: 50) bermain khayal atau bermain peran termasuk salah satu jenis bermain aktif. Permainan ini juga disebut permainan drama, sebab merupakan kegiatan yang dilakukan dengan pura-pura. Tetapi antara “role play“dan drama sangat berbeda. Meskipun keduanya tampak sama, tetapi mereka
35
sangat berbeda dalam gaya. Mungkin perbedaan yang paling menonjol adalah pada pelaksanaannya, drama yang asli biasanya menggunakan naskah, sedangkan role play menggunakan unsur spontan atau setidaknya reaksi yang tidak dipersiapkan terlebih dahulu. Menurut Oemar Hamalik (2003: 214) bermain peran merupakan penerapan pengajaran berdasarkan pengalaman karena siswa dapat bertindak dan mengekspresikan perasaan dan pendapat tanpa kekhawatiran mendapat sanksi. Kenneth
O.
Gangel,
1986
dalam
artikel
yang
ditulis
Ratri
(http:www.sabda.org/forum/kategori_bahan_pepak/metode_dan_cara_mengajar) sumber peran (role) bisa diartikan sebagai cara seseorang berperilaku dalam posisi dan situasi tertentu. Role play sebagai suatu metode mengajar merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar dan diskusi tentang peran dalam kelompok. Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga murid-murid bisa mengenali tokohnya. Zuhaerini,
1983
dalam
artikel
Mahardhika
(http://pembelajaran.org/2008/12/bermain-peran-role-playing.html),
Zifana model
ini
digunakan apabila pelajaran dimaksudkan untuk: a) Menerangkan suatu peristiwa yang didalamnya menyangkut orang banyak, dan berdasarkan pertimbangan didaktik lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan, karena akan lebih jelas dan dapat dihayati oleh anak; b) Melatih anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan masalah-
masalah
sosial-psikologis; dan c) Melatih anak-anak agar mereka dapat bergaul dan memberi kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain beserta masalahnya. Sementara
itu,
Davies,
1987
dalam
artikel
Mahardhika
(http://pembelajaran.org/2008/12/bermain-peran-role-playing.html)
Zifana
penggunaan
role playing (bermaian peran) dapat membantu siswa dalam mencapai tujuantujuan afektif. Menurut
Mahardika
Zifana
dalam
artikelnya
(http://pembelajaran
.org/2008/12/bermain-peran-role-playing.html) menyebutkan bahwa bermain peran diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan
36
hubungan antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterpretasikan suatu kejadian Model pembelajaran role playing (bermain peran)
merupakan model
pembelajaran yang menjadi wahana siswa untuk meningkatkan kecerdasan majemuknya. Siswa seolah berada dalam situasi untuk memperoleh suatu pemahaman tentang suatu konsep. (Gita Nurul Puspita, M.Pd.Role Playing Untuk Kecerdasan Majemuk Siswa.2009/03.http://www.tribunjabar.co.id.22Juli2009) Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran role playing atau bermain peran adalah suatu usaha memperjelas suatu masalah atau memecahkannya dengan meragakan yang tak dipersiapkan terlebih dahulu karena siswa dapat bertindak dan mengekspresikan perasaan dan pendapat tanpa kekhawatiran mendapat sanksi.
b. Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Role Playing (bermain peran) adalah sebagai berikut : Menurut
Kauka
Biduriah
dalam
(Kauka
Biduriah.2009.
Model
PembelajaranEfektifhttp://id.wordpress.com/tag/pemblajrn_efektif/april. 5 Mei 2009) langkah-langkah penerapan Model Role Playing (bermain peran) dalam pembelajaran adalah sebagai berikut : a) Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan b) Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum KBM c) Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya kurang lebih 5 orang d) Menberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai e) Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan f) Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan
37
g) Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk membahas penampilan masing-masing kelompok. Masing-masing kelompok menyampaikan kesimpulannya h) Guru memberikan kesimpulan secara umum i) Evaluasi j) Penutup Menurut Oemar Hamalik (2003: 215) dalam rangka menyiapkan suatu situasi role playing (bermain peran) di dalam kelas, guru mengikuti langkahlangkah sebagai berikut : 1) Persiapan dan Instruksi a) Guru memiliki situasi/dilema bermian peran b) Sebelum pelaksanaan bermian peran, siswa harus mengikuti latihan pemanasan. c) Guru memberikan instruksi khusu kepada peserta bermain peran stelah memberuikan penjelasan pendahuluan kepada keseluruhan kelas. d) Guru memberitahukan peran-peran yang akan diamaini serta memberikan instruksi-instruksi yang bertalian dengan masingmasing peran kepada para audience. 2) Tindaklan Dramatik dan Diskusi a) Para aktor terus melakukan perannya sepanjang situasi bermain peran b) Bermain peran harus berhentipada titik-titik penting atau apabila terdapat tingkah laku tertentu yang menuntut diberhentikannya permainan tersebut. c) Keseeluruhan kelas selanjutnya berpartisipasi dalam diskusi yang terpusat pada situasi bermain peran. 3) Evaluasi Bermain Peran a) Siswa memberikan keterangan baik secara tertulis maupun dalam kegiatan diskusi tentang keberhasilan dan hasil-hasil yang dicapai dlam bermain peran. b) Guru menilai efektifitas an keberhasilan bermain peran. c) Guru membuat bermain peran yang telah dilaksanakan dan telah dinilai Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwasannya langkahlangkah dalam proses belajar mengajar menggunakan metode role playing
38
diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia , terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
c. Nilai-nilai pada Model Pembelajaran Role Playing (bermain peran) Menurut Ratri dalam (Ratri.2008.MengajarDgnBermain Peran.http://www .org/forum/kategori_bahan_pepak/metode_dan_cara_mengajar.Feb/26April2009) menyatakan bahwa Role playing bisa dipakai untuk murid segala usia. Bila role playing digunakan pada anak-anak maka kerumitan situasi dalam peran harus diminimalisir. Tetapi bila kita tetap mempertahankan kesederhanaannya karena rentang perhatian mereka terbatas maka permainan peran juga bisa digunakan dalam mengajar anak-anak prasekolah Menurut Muhammad Nur Suwaid dalam artikel (Siti Mahmudah. Pembelajaran Melalui Role Playing.Http://klubguru.com/okt/.22Juli09) bahwa permainan bagi siswa mempunyai beberapa manfaat dan mampu menanamkan beberapa nilai,antara lain: 1) Nilai fisik. Permainan yang aktif sangat penting bagi penumbuhan otot anak. Melalui bermain, ia akan berlatih keterampilan dalam menemukan dan menghimpun sesuatu. 2) Nilai edukatif. Permainan membuka peluang seluas-luasnya bagi siswa untuk belajar tentang banyak hal melalui alat-alat permainan yang bervariasi, seperti mengenal, bentuk, warna, atau ukuran. 3) Nilai sosial. Dengan bermain siswa akan belajar membangun hubungan sosial dengan orang lain dan belajar cara bergaul dengan mereka. Melalui permainan kolektif ia juga dapat belajar bagaimana memberi dan menerima.
39
4) Nilai akhlak. Melalui permainan, siswa akan mempunyai pemahaman awal tentang benar dan salah. Ia juga akan mengenal beberapa nilai akhlak dalam bentuk awal, seperti keadilan, kejujuran, amanah, disiplin, dan sportivitas. 5) Nilai kreativitas. Dengan
permainan,
siswa
dapat
mengungkapkan
kemampuan
kreativitasnya dan mempraktikkan gagasan-gagasan yang dimilikinya. Nilai kepribadian. Melalui permainan siswa akan mampu menemukan banyak hal tentang dirinya. Ia dapat mengukur kemampuan dan keterampilannya melalui interaksinya dengan teman-temannya. Ia juga belajar menghadapi masalah-masalah yang dihadapinya. 6) Nilai solutif. Dengan permainan, siswa akan keluar dari ketegangan yang muncul akibat banyaknya ikatan yang dipaksakan kepadanya. Makanya, kita sering menyaksikan anak-anak yang berlatar belakang keluarga yang terlalu banyak ikatan, perintah, dan larangan, bermain lebih agresif dibandingkan anak lainnya. Bermain juga merupakan salah satu sarana yang baik untuk mencairkan permusuhan. Dari uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa melalui role playing (bermain peran) ini siswa dapat mengungkapkan perasaan, tingkah laku, nilainilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
d. Prinsip-prinsip supaya Role Playing dapat efektif Menurut Ratri dalam (Ratri.2008.MengajarDgnBermain Peran.http://www .org/forum/kategori_bahan_pepak/metode_dan_cara_mengajar.Feb/26April2009) beliau mengatakan bahwa konsep diri sangat tepat bila diubah melalui keterlibatan langsung dalam situasi masalah yang realistis dan berhubungan dengan hidup daripada melalui apa yang di dengar dari orang lain tentang situasi-situasi itu. Menciptakan suasana mengajar yang bisa membawa perubahan konsep diri membutuhkan pola pengaturan yang berbeda. Salah satu struktur permainan peran yang mungkin bisa membantu adalah sebagai berikut:
40
1) Persiapan a) Tentukan masalah b) Buat persipan peran c) Bangun suasana d) Pilihlah tokohnya e) Jelaskan dan berikan pemanasan f) Pertimbangan latihan 2) Memainkan a) Memainkan b) Menghentikan c) Melibatkan penonton d) Menganalisa diskusi e) Mengevaluasi Dari pendapat di atas dapat disimpulakn bahwasannya permainan peran ini memberikan pendekatan untuk melibatkan murid-murid dalam proses belajar mereka sendiri terhadap penjelasan konsep diri, evaluasi perilaku, dan meluruskan perilaku tersebut dengan kenyataan.
e. Tujuan dan Manfaat Menggunakan Model Pembelajaran Role Play (bermain peran) Menurut Nani dalam (Nani. 2007.Kelebihan dan Kelemahan Model RolePlay(bermainperan).learningwithme.blogspot.com.www.Siaksoft.netgurupkn. wordpress.com.5Mei 2009) disebutkan bahwasannya model role play (bermain peran) digunakan dengan tujuan sebagai berikut: 1) Agar menghayati suatu kejadian atau hal yang sebenarnya terdapat dalam realita kehidupan. 2) Agar memahami sebab akibat suatu kejadian. 3) Sebagai penyaluran atau pelepasan ketegangan dan perasaan tertentu. 4) Sebagai alat mendiagnosa keadaan kemampuan dan kebutuhan siswa. 5) Pembentukan konsep diri (self consept)
41
6) Menggali peran-peran seseorang dalam suatu kehidupan kejadian atau keadaan. 7) Menggali dan meneliti nilai-nilai atau norma-norma dan peranan budaya dalam kehidupan. 8) Membantu siswa dalam mengaklasifikasikan atau memperinci, memperjelas pola pikir, berbuat dan memiliki keterampilan dalam membuat serta mengambil keputusan caranya sendiri. 9) Alat penghubung untuk membina srtuktur sosial dan sistem nilai lingkungannya. 10) Membina kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, berpikir kritis analitis, berkomunikasi, hidup dalam kelompok dan lain-lain. 11) Melatih siswa dalam mengendalikan dan memperbaharui perasaan, cara berpikirnya dan perbuatannya. Sedangkan manfaat penggunaan model bermain peran menurut Nani dalam (Nani.2007.Kelebihan dan Kelemahan Model Role Play (bermain peran). learningwithme.blogspot.com.www.Siaksoft.netgurupkn. wordpress.com. 5 Mei 2009) antara lain: 1)
Membantu siswa menemukan makna dirinya dalam kelompok.
2)
Membantu siswa memecahkan persoalan pribadi dengan bantuan kelompok.
3)
Memberi siswa pengalaman bekerjasama dalam memecahkan masalah.
4)
Memberi siswa pengalaman mengembangkan sikap dan keterampilan memecahkan masalah. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat dan tujuan dari
penggunaan model pemebelajaran role playing (bermain peran) adalah siswa dapat belajar dari pengalaman yang diperankannya.
f. Kelebihan dan Kelemahan Menggunakan Model Pembelajaran Role Play (bermain peran) Menurut Nani dalam (Nani. 2007.Kelebihan dan Kelemahan Model Role Play (bermain peran).learning-withme.blogspot.com.www.Siaksoft.netgurupkn.
42
wordpress.com.5Mei 2009) model pemebelajaran role play (bermain peran) mempunyai kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihannya adalah sebagai berikut: 1) Segera mendapat perhatian 2) Dapat dipakai pada kelompok besar dan kecil. 3) Membantu anggota untuk menganalisa situasi. 4) Menambah rasa percaya diri pada peserta. 5) Membantu anggota menyelami masalah. 6) Membantu peserta mendapat pengalaman yang ada pada pikiran orang lain. 7) Membangkitkan semangat untuk memecahkan masalah. Sedangkan kekurangan dalam menggunakan model pembelajaran role play (bermain peran) antar lain: 1) Mungkin masalahnya disatukan dengan pemerannya. 2) Banyak yang tidak senang memerankan sesuatu. 3) Membutuhkan pemimpin yang terlatih. 4) Terbtas pada beberapa situasinya. 5) Ada kesulitan dalam memerankannya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa setiap model pembelajaran mempunyai kelemahan dan kelebihan dalam pelaksanaannya.
4. Tinjauan Pustaka tentang Kecerdasan Majemuk,khususnya ( Kecerdasan Kinestetik)
a. Pengertian Kecerdasan (kecerdasan kinestetik) Menurut Adi W Gunawan (2006: 216) kecerdasan atau intelligence adalah sebagai berikut: 1) Kemampuan untuk mempelajari atau mengerti dari pengalaman, kemampuan untuk mendapatkan dan mempertahankan pengetahuan, kemampuan mental 2) Kemampuan untuk memberikan respon secara cepat dan berhasil pada suatu situasi yang baru, kemampuan untuk menggunakan nalar dalam memecahkan masalah
43
3) Kemampuan untuk belajar, mengerti dan bernalar, kemampuan mental 4) Kemampuan untuk mempelajari fakta-fakta dan keahlian-keahlian serta mampu menerapkan apa yang telah dipelajari, khususnya bila kemampuan ini telah berhasil dikembangkan. Menurut Gardner dalam Adi W Gunawan (2006: 218) kecerdasan adalah potensi (bisa dapat dianggap potensi pada level sel) yang dapat atau tidak dapat diaktifkan, tergantung pada nilai dari suatu kebudayaan tertentu, kesempatan yang tersedia dalam kebudayaan itu dan keputusan yang dibuat oleh pribadi dan atau keluarganya, guru sekolah dan yang lain. Menurut
Tony
Attwood
(2002:
152)
bahwasannya
anak
yang
berkebutuhan (asperger) tetap memiliki kecerdasan di bidang sosial namun tidak mampu menyelesaikan masalah. Sehingga seiring dengan meningkatnya usia, testes kecerdasan dan pekerjaan sekolah akan semakin mengandalkan kemampuan pemecahan masalah. Menurut Gardner dalam buku Adi W Gunawan (2006: 229) kecerdasan akan lebih tepat apabila digambarkan sebagai suatu kumpulan kemampuan atau keterampilan yang dapat ditumbuhkan dan dikembangkan. Kecerdasan bersifat laten, ada pada setiap manusia tetapi dengan kadar pengembangan yang berbeda. Menurut Gardner dalam buku Thomas Armsrtong (2002: 4) konsep kecerdasan merupakan konsep fungsional yang dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari dengan beragam cara. Menurut Gardner dalam buku Thomas Armsrtong (2002: 4) Gardner memetakan lingkup kemampuan manusia yang luas menjadi delapan kategori yang komprehensif atau delapan “kecerdasan dasar”, yaitu : 1. Kecerdasan Linguistik Yaitu kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif, baik secara lisan (misalnya: pendongeng, orator atau politis) maupun tertulis (misalnya: sastrawan, penulis drama, editor, wartawan). Kecerdasan ini meliputi kemampuan memanipulasi tata bahasa , bunyi bahasa, makna bahasa, penggunaan praktis bahasa. Penggunaan bahasa antara lain mencakup retorika (penggunaan bahasa untuk mempengaruhi orang lain melakukan tindakan tertentu), hafalan (penggunaan bahsa untuk mengingat informasi), eksplanasi (penggunaan bahasa untuk
44
memberikan informasi) dan metabahasa (penggunaan bahasa untuk membahas bahasa itu sendiri) 2. Kecerdasan Matematis-logis Yaitu kemampuan menggunakan angka dengan baik misalnya: ahli matematika, akuntan pajak, ahli statistik) dan melakukan penalaran yang benar (misalnya: ilmuwan, pemrograman komputer, ahli logika).Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada pola dan hubungan logis, pernyataan dan dalil (jika-maka,sebab-akibat), fungsi logis dan abstraksi-abstraksi lain. Proses yang digunakan dalam kecerdasan matematis-logis ini antara lain: kategori, klasifikasi, pengambilan kesimpulan, generalisasi, perhitungan, dan pengujian hipotesis. 3. Kecerdasan Spasial Yaitu kemampuan mempersepsi dunia spasial-visual secara akurat (misalnya: sebagai pemburu, pramuka, pemandu) dan mentransformasikan persepsi dunia spasial-visual tersebut (misalnya : dekorator interior, arsitek, seniman atau penemu). Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada warna, garis, bentuk, ruang dan hubungan anta unsure tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan membayangkan, mempresentasikan ide secara visual atau spasial, dan mengorientasikan diri secara tepat dalam matriks spasial. 4. Kecerdasan Musikal Yaitu kemampuan menggunakan bentuk-bentuk musikal, dengan cara mempersepsi (misalnya : penikmat musik), membedakan (misalnya : kritikus musik), mengubah (misalnya : composer dan mengekpresikan (misalnya: penyanyi). Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada irama, pola titik nada atau melodi dan warna nada atau warna suara suatu lagu. Orang dapat memiliki pemahaman musik figural atau “atas bawah“ (global, intuitif), pemahaman formal atau “bawah atas” (analitis, teknis) atau keduanya. 5. Kecerdasan Interpersonal Yaitu kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada ekspresi wajah, suara, garak-isyarat, kemampuan membedakan berbagai macam tanda interpersonal dan kemampuan menaggapi secara efektif tanda tersebut dengan tindakan pragmatis tertentu (misalnya : mempengaruhi sekelompok orang untuk melakukan tindakan tertentu). 6. Kecerdasan Intrapersonal Yaitu kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memahami diri yang akurat (kekuatan dan keterbatan diri ), kesadaran akan
45
suasana hati, maksud, motivasi, temperamen dan keinginan serta kemampuan berdisiplin diri, memahami dan mengahargai diri. 7. Keceerdasan Naturalis Yaitu keahlian mengenali dan mengategorikan spesies-flora dan faunadi lingkungan sekitar. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada fenomena alam lainnya (misalnya: formasi awan dan gunung-gunung) dan bagi mereka yang dibesarkan di linkungan perkotaan, kemampuan membedakan benda tak hidup, seperti mobil, sepatu karet dan sampul kaset CD. 8. Kecerdasan Kinestetik Yaitu keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekpresikan ide dan perasaan (misalnya: aktor, pemain pantomim, atlet, penari) dan ketrampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu misalnya : perajin, pematung, ahli mekanik, dokter bedah). Kecerdasan ini meliputi kemampuan-kemampuan fisik spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan, ketrampilan, kekuatan, kelenturan dan kecepatan maupun kemampuan menerima rangsangan dan hal yang berkaitan dengan sentuhan. Menurut Thomas Armstrong (2003: 24) kecerdasan kinestetik adalah kemampuan menyelesaikan masalah atau produk mode menggunakan seluruh badan seseorang, atau sebagian badan. Menurut Muh.Muhyi Faruq (2007:3) kecerdasan kinestetik adalah kemampuan menyelaraskan pikiran dengan badan sehingga apa yang dikatakan oleh pikiran akan tertuang dalam bentuk gerakan-gerkan yang indah, kreatif dan mempunyai makna. Definisi ini merujuk pada tulisan Linda, & Dee D, 2002 dalam Muh.Muhyi Faruq (2007: 3) yang mengatakan bahwa “ … Sebuah keselarasan anatara pikiran dan tubuh, dimana pikiran dilatih untuk memanfaatkan tubuh sebagaimana mestinya dan tubuh dilatih untuk dapat merespon ekspresi kekuatan dari pikiran” Menurut Gardner dalam buku Adi W Gunawan (2006: 240) kecerdasan kinestetik merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan dalam menggunakan tubuh secara terampil untuk mengungkapkan ide atau pemikiran dan perasaan, mampu bekerja dengan baik dalam menangani dan memanipulasi obyek. Kecerdasan ini juga meliputi keterampiulan fisik dalam bidang koordinasi, keseimbangan, daya tahan, kekuatan, kelenturan dan kecepatan.
46
Dalam
mempelajari
kecerdasan
majemuk,
khususnya
kecerdasan
kinestetik,menurut Muh. Muhyi Faruq (2007: 4) prosesnya diawali dengan mengenal proses kerja kecerdasan ini dalam diri seorang anak.
Informasi datang
Di olah di dalam otak
Informasi keluar
Gerakan badan
Bagan menurut Mohammad Muhyi Faruq (2007: 4) Penjelasan menurut Muh. Muhyi Faruq (2007: 4) adalah sebagai berikut: Diawali dengan anak menangkap informasi yang masuk, misalnya berupa balok yang berserakan dengan ukuran sebesar dadu, lalu informasi itu disampaikan ke otak kemudian ke tangan. Tangan akan mencoba menyusun balok kecil tersebut, bisa menyusun ke atas atau kesamping dengan warna yang berbeda-beda, sehingga terjadi penyatuan gerak dari pikiran ke anggota badan. Menurut Muh. Muhyi Faruq (2007: 4) mengatakan bahwa semakin sulit gerakan yang dilakukan atau dipelajari, semakin kompleks proses analisisnya. Proses latihan atau belajar yang akan menentukan cepat atau tidaknya pengolahan informasi yang terjadi. Tidak sesmua performa gerkan yang ditunjukkan seseorang sesuai dengan harapannya, tetapi dengan terus mencoba serta belajar, performa gerakan akan menjadi semakin baik dan dalam belajar gerakan , kecepatannya tidak akan sama bagi setiap orang. Menurut Muh. Muhyi Faruq (2007:5) terdapat tiga tahap cara belajar dalam mengoptimalkan kemampuan gerak, yaitu: 1) Tahap kognisi Yakni tahap anak bertanya, contohnya: ”Apa itu menyusun Apa itu bongkar pasang mainan?”
balok?”, ”
2) Tahap Fiksasi Yakni anak-anak mencoba melakukan apa yang telah mereka pertanyakan, misalnya: ”Bagaimana cara berjalan di atas balok
47
keseimbangan?”anak akan latihan berkjalan di atas balok keseimbangan mulai dari tingkat yang sederhana sampai kompleks. 3) Tahap otomatisasi Yakni anak-anak belajar dari tingkat sederhana sampai kompleks, yang dilakukan berulang-ulang sampai pada tahap ketangkasan yang tinggi sehingga akhirnya anak dapat melakukannya secar otomatis. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwasannya pengertian kecerdasan sangat luas, kecerdasan dapat dikatakan sebuah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang yang dapat di tumbuh kembangkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kecerdasan kinestetik adalah kemampuan seseorang yang berkaitan erat dengan gerak tubuhnya untuk mengungkapakan ide, pemikiran dan perasaannya. b. Landasan Teoritis Kecerdasan Majemuk Menurut Gardner dalam buku Thomas Armstrong
(2002: 5) susunan
syarat pokok tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap kategori kecerdasan itu dapat disebut kecerdasan yang berkembang sepenuhnya, bukan sekedar bawaan, kemampuan atau bakat. Menurut Gardner dalam John. W.Santrock (2007: 322) menyatakan bahwasannya orang memiliki kecerdasan ganda dan tes-tes IQ mengukur sebagian kecil saja. Kecerdasan-kecerdasan ini bersifat mandiri satu dengan yang lain. Sebagai bukti adanya kecerdasan ganda, Gardner menunjukkan kejadian-kejadian dimana kemampuan kognitif tertentu tetap bertahan meskipun ada kerusakan otak. Gardner menyebutkan bahwa anak-anak jenius dan individu-individu yang mengalami keterbelakangan (seperti autis) tetapi memiliki keahlian luar biasa dalam bidang tertentu. Menurut Gardner dalam buku Thomas Armstrong (2002: 5-7) kriteria yang digunakan meliputi tiga faktor adalah sebagai berikut : 1) Potensi yang terisolasi akibat kerusakan otak Bahwasannya cedera otak ini mengganggu kecerdasan tertentu tetapi sama sekali tidak mempengaruhi kecerdasan yang lain. Misalnya orang yang
48
mengalami cedera pada wilayah Broca (lobus kiri depan) mungkin akan cukup mengalami
gangguan
pada
kecerdasan
linguistiknya
dan
karenanya
mengalami kesulitan untuk berbicara, menulis dan membaca. Meskipun demikian, ia masih tetap dapat menyanyi, mengerjakan soal matematika, menari, mengekpresikan perasaan dan menjalin hubungan dengan orang lain.Orang yang mengalami cedera pada lobus temporal belahan otak kanan akan mengalami gangguan khusus pada kemampuan musiknya, sementara cedera pada lobus depan akan berpengaruh terutama pada kecerdasan personalnya. Oleh karena itu, Gardner mengemukakan eksisitensi delapan sistem otak yang relatif otonom-versi yang lebih mutakhir dan canggih dari model belajar otak kanan-kiri yang popular pada tahun 1970 an. 2) Dukungan dari penelitian Psikologis Eksperimental Menurut Gardner dengan mengamati studi-studi psikologi spesifik dapat melihat kecerdasan bekerja secara terpisah satu sama lain. Gardner mencotohkan dalam sebuah penelitian terhadap seseorang yang menguasai kemampuan khusus, seperti membaca tetapi gagal menggunakan kemampuan tersebut di wilayah lain, misalnya matematika. Kegagalan tersebut merupakan gagalnya kemampuan linguistik diubah ke kecerdasan matematis-logis. Jadi, setiap kemampuan kognitif ini berlaku khusus untuk satu kecerdasan (intelligence-specific) yakni orang dapat menunjukkan tingkat kemahiran yang berbeda-beda dalam kedelapan kecerdasan untuk tiap-tiap wilayah kognitif. 3) Riwayat Perkembangan Khusus dan Kinerja “ kondisi Akhir” Bertaraf ahli yang khas Gardner berpendapat bahwa kecerdasan terbentuk melalui keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan yang bernilai budaya dan bahwa perkembangan seseorang dalam kegiatan tersebut mengikuti pola perkembangan tertentu. Dari beberapa pendapat yang disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa landasan teoritis kecerdasan majemuk adalah setipa orang mempunyai kecerdasan, meskipun dia mempunyai kecacatan dalam halk fisiknya dan fungsinya. c. Poin poin dalam Teori Kecerdasan Majemuk, Poin poin dalam Teori Kecerdasan Majemuk, antara lain:
49
1) Setiap orang memiliki kedelapan kecerdasan Menurut Gardner dalam buku Thomas Armstrong
(2002: 16) teori
kecerdasan majemuk bukanlah “ teori jenis “ untuk menentukan satu kecerdasan yang sesuai. Teori ini adalah teori fungsi kognitif yang menyatakan bahwa setiap orang memilki kapasitas dalam kedelapan kecerdasan tersebut. Kedelapan kecerdasan tersebut berfungsi bersamasama dengan cara yang berbeda-beda pada diri sendiri setiap orang. 2) Orang pada umumnya dapat mengembangkan setiap kecerdasan sampai pada tingkat penguasaan yang memadai. Menurut Gardner (2002: 17) setiap orang sebenarnya memiliki kemampuan mengembangkan kedelapan kecerdasan sampai pada kinerja tingkat tinggi yang memadai apabila ia memperoleh cukup dukungan, pengayaan dan pengajaran. Gardner mengambil contoh Program pendidikan Bakat Suzuki yang menujukkan seseorang yang memiliki talenta musik-biologis yang relatif pas pasan dapat mencapai tingkat kemahiran yang mengagumkan dalam memainkan biola atau piano melalui kombinasi pengaruh lingkungan yang tepat (misalnya : keterlibatan orang tua, pengenalan pada musik klasik sejak masa pertumbuhan dan pengajaran musik sejak dini). 3) Ada banyak cara untuk menjadi cerdas dalam setiap kategori Menurut Gardner ( 2002: 18 ) tidak ada rangkaian atribut standar yang harus dimiliki seseorang untuk dapat disebut cerdas dalam wilayah tertentu. Oleh karena itu, orang mungkin tidak dapat membaca, tetapi memiliki kecerdasan linguistik yang tinggi karena ia dapat menyampaikan cerita yang memukau atau memilki kosa kata lisan yang luas. Teori kecerdasan majemuk menekankan keanekaragaman cara orang menunjukkan bakat, baik dalam satu kecerdasan tertentu maupun antar kecerdasan. Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwasannya teori kecerdasan majemuk menawarkan model perkembangan kepribadian yang dapat membantu pendidik memahami profil kecerdasan mereka sendiri dapat mempengaruhi pendekatan-pendekatan pengajaran di ruang kelas. Di samping itu, teori ini membuka kemungkinan bagi kegiatan-kegiatan yang dapat membantu
50
mengembangkan
kecerdasan
yang
selama
ini
terabaikan,
mengaktifkan
kecerdasan yang tidak berkembang atau lumpuh, serta membawa kecerdasan yang telah berkembang baik menuju tingkat kecakapan yang semakin tinggi.
d. Faktor-faktor Yang menpengaruhi Perkembangan Kecerdasan Menurut Adi W Gunawan (2006: 222) ada lima faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan, yaitu : 1) Lingkungan Lingkungan yang kaya akan stimulus dan tantangan, dengan kadar yang seimbang dan ditunjang dengan faktor dukungan dan pemberdayaan, akan menguatkan otot mental dan kecerdasan. Riset yang dilakukan oleh Dr. Marian Diamond, pada tikus, membuktikan bahwa lingkungan yang kaya stimulasi (enriched environment) sangat membantu pertumbuhan koneksi sel otak. Hal yang sama juga dapat terjadi pada otak manusia. 2) Kemauan dan keputusan Faktor kedua ini sangat erat hubungannya dengan faktor lingkungan, dalam menentukan perkembangan kecerdasan adalah faktor kemauan dan keputusan. Kedua faktor ini adalah faktor motivasi. Motivasi yang positif akan muncul sejalan dengan lingkungan yang kondusif. Sebaliknya bila lingkungannya sama sekali tidak kondusif atau menantang, otak yang paling cerdas sekalipun tidak akan dapat mengembangkan potensi intelektualnya. 3) Pengalaman Hidup Dalam bukunya disebutkan bahwasannya hasil riset terkini menunjukkan bahwa potensi otak berkembang sejalan dengan pengalaman hidup, khususnya pada masa bayi dan kanak-kanak. Bayi yang lapar, lalu menangis, kemudian mendapatkan perhatian dan diberi susu akan merasakan suatu perasaan sukses. Sebaliknya bayi yang dibiarkan menangis dalam waktu lama tanpa mendapatkan perhatian akan kegagalan. Hal-hal kecil yang menunjukkan sukses maupun kegagalan yang dialami anak, bila terjadi berulang-ulang akan menjadi suatu program yang menentukan seberapa besar potensi kecerdasan yang digunakan. 4) Genetika 5) Gaya hidup Menurut
Tony
Attwood
(2002:
152)
bahwasannya
anak
yang
berkebutuhan (asperger) tetap memiliki kecerdasan di bidang sosial namun tidak mampu menyelesaikan masalah. Dari beberapa pendapat yang disebutkan di atas, kecerdasan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: dari dalam maupun dari luar.
51
e. Berbagai Aktifitas untuk Mengembangkan Kecerdasan Kinestetik Menurut Muh. Muhyi Faruq (2007:5) kecerdasan kinestetik identik dengan kemampuan seseorang dalam mengembangkan gerak sehingga mempunyai nilai performa yang indah daan berbeda dari lainnya. Untuk
mengenal
gerak
secara
lebih
mendalam
dan
dapat
mengembangkannya menurut Muh. Muhyi Faruq (2007:5) ada 5 macam gerakan dasar, yaitu sebagai berikut: 1) Gerakan koordinasi tubuh Mengembangkan gerakan koordinasi tubuh dapat dilakukan dengan cara: a) Memainkan pita secara bebas b) Bertepuk tangan dengan mengkombinasikan jumlah tepukan c) Bertepuk tangan sambil memutarkan badan dengan didikuti kombinasi melompat kecil d) Berjalan kemudian memutarkan badan e) Duduk di bangku sambil menepuk bangku dengan dua telapak tangan. 2) Gerakan kelincahan a) Melakuakan gerakan merangkak b) Merayap c) Berlari bolak-balik d) Membongkar puzzle lalu mengembalikannya dengan cepat e) Menirukan gerak hewan yang diceritakan guru f) Mendekati teman yang disebut namanya oleh guru g) Kecepatan menyususn angka yang disebutkan oleh guru 3) Gerakan Kekuatan a) Mendorong bola besar b) Meremas clay dengan ukuran paling tipis c) Mengangakt balok berwarna yang terbuat drai gabus 4) Gerakan Keseimbangan a) Meletakkan buku di atas kepala dan berjalan ke depan beberapa langkah mengikuti pola tertentu yang diletakkan di lantai. b) Berjalan mundur ke belakang mengikuti pola tertentu atau isyarat
52
c) Berdiri dengan satu kaki d) Membentuk sikap pesawat terbang e) Meletakkan tongkat kecil di telapak tangan f) Melangkah dengan satu kaki ke dalam kotak berwarna 5) Gerakan koordinasi mata dengan tangan dan kaki a) Menggelindingkan bola kecil b) Menendang dan memberhentikan suatu benda c) Menangkap dan memantulkan suatu benda d) Meremas-remas clay anggota badan yang disebut oeh teman. Dari
pendapat
diatas
dapat
disimpulkan
bahwasannya
dalam
mengembangkan kecerdasan kinestetik dapat dilakukan beberapa stimulasi yang berupa gerakan-gerakan ringan yang berkaitan dengan sisitem gerak pada seseorang.
f. Menilai Kecerdasan Majemuk Siswa Menurut Gardner dalam buku Thomas Armstrong (2002 :44) adalah yang sudah selalu tersedia selama ini yaitu observasi sederhana. Untuk membantu mengorganisasi hasil pengamatan kecerdasan majemuk dapat menggunakan check list seperti di bawah ini
Contoh Check List Penilaian Kecerdasan Majemuk Siswa (kecerdasan Kinestetik) (…).menonjol di salah satu atau cabang olahraga (jika usia pra sekolah, menunjukkan keunggulan kemampuan fisik untuk angka seusianya). (…) selalu bergerak, tidak bisa diam, mengetuk-mengetuk, atau gelisah ketika duduk lama di suatu tempat. (…) pandai meniru gerak isyarat atau tingkah laku orang lain (…) suka membongkar pasang barang (…) menyentuh (dengan tangan) barang-barang yang baru ditemuinya
53
(…) suka berlari, melompat, gulat atau kegiatan semacam (jika sudah lebih besar, akan menujukkan minat pada kegiatan semacam yang lebih terkendali misalnya: berlari ke sekolah, melompati kursi) (…) menunjukkan kemahiran dalam bdang keterampilan (misalnya, pertukangan, menjahit, bengkel) atau memiliki koordinasi motorik halus yang baik dalm hal-hal lain (…) mampu mengekspresikan diri secara dramatis (…) menampakkan berbagai macam sensasi fisik ketika berpikir atau bekerja (…) suka bekerja dengan tanah liat atau pengalaman yang melibatkan sentuhan tangan lain (misalnya : melukis dengan menggunakan jari). Dari sisni dapat disimpulkan bahwa tidak ada satu pun “ tes canggih “ di masyarakat yang dapat menghasilkan survey yang komprehensif mengenai kecerdasan majemuk siswa.
B. KERANGKA BERPIKIR
Berdasarkan uraian kajian teori di atas, maka penulis menyusun suatu kerangka pemikiran untuk memperoleh jawaban atas permasalahan yang timbul. Dalam proses pembelajaran diharapkan dapat mengahasilkan output yang optimal sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dalam proses pembentukan output tersebut akan terjadi interaksi antara keadaan awal input dengan keadaan selama proses belajar mengajar berlangsung. Proses pembelajaran yang optimal tentu akan menghasilkan output yang maksimal. Belajar pada hakekatnya adalah suatu aktivitas yang berlangsung dalam interaksi dalam lingkungan yang dapat menghasilkan kemampuan-kemampuan baru yang lebih baik dari sebelumnya. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsure-unsu manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur
yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan belajar. Kemampuan ADL (Activity Daily Living) merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai oleh setiap manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu pembelajaran keterampilan ADL (Activity Daily
54
Living) ini lebih menekankan pada keterampilan seorang anak dalam hal makan, minum, berpakaian, memakai sepatu, menggosok gigi, mencuci tangan sehingga diperlukan sebuah stimulasi secara langsung kepada anak agar dapat menguasai keterampilan tersebut. Pada kenyataannya dalam belajar ketrampilan tersebut anak susah dalam menguasai materi pengajarannya karena dianggap sulit yang disebabkan oleh paradigma anak sendiri terkait kekurangsempurnaan fisiknya akan menghambat dalam proses belajar. Namun demikian, siswa tetap berharap agar pembelajaran keterampilan ADL (Activity Daily Living) di sekolah dapat disajikan secara menarik, efisien dan efektif. Model role playing merupakan salah satu model pembelajaran yang akhirakhir ini mulai digunakan kembali, karena (a) dapat menerangkan suatu peristiwa yang didalamnya menyangkut orang banyak, dan berdasarkan pertimbangan didaktik lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan, karena akan lebih jelas dan dapat dihayati oleh anak; (b) melatih anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan masalah-masalah sosial-psikologis; dan (c) melatih anak-anak agar mereka dapat bergaul dan memberi kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain beserta masalah. Model pembelajaran role playing akan mengasah kecerdasan seorang anak, khususnya kecerdasan kinestetik. Untuk itu, dibutuhkan stimulasi kecerdasan kinestetik dalam proses belajar mengajarnya. Karena setiap orang pada hakekatnya memiliki kecerdasan majemuk, terutama pada hal ini adalah kecerdasan kinestetik. Meskipun, siswa tersebut adalah siswa yang berkebutuhan khusus atau cacat fisik. Sehingga untuk meningkatkan keterampilan ADL ( Activity Daily Living ) pada anak tuna daksa, model pembelajaran role playing dengan stimulasi kecerdasan kinestetik, dalam hal ini diajukan sebagai salah satu alternatif pembelajaran untuk menarik minat siswa agar mapu mandiri sehingga dapat berguna bagi lingkungan sekitar.
55
Alur pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut : input
Proses
output
Proses belajar mengajar
keterampilan ADL kurang
meningkatnya keterampilan ADL siswa
Siswa kurang memiliki minat dalam belajar, partisipasi, konsentrasi serta keuletan siswa untuk menyelesaikan permasalahan dalam keterampilan ADL masih kurang
ROLE PLAYING (a) dapat menerangkan suatu peristiwa yang didalamnya menyangkut orang banyak, dan berdasarkan pertimbangan didaktik lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan, karena akan lebih jelas dan dapat dihayati oleh anak; (b) melatih anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan masalah-masalah sosialpsikologis; dan (c) melatih anakanak agar mereka dapat bergaul dan memberi kemungkinan bagi
STIMULASI KECERDASAN KINESTETK
Økecerdasan ini meliputi kemampuan-kemampuan fisik spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan, ketrampilan, kekuatan, kelenturan dan kecepatan maupun kemampuan menerima rangsanan dan hal yang berkaitan dengan sentuhan. Økeahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekpresikan ide dan perasaan ketrampilan menggunakaan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu
pemahaman terhadap orang lain beserta masalah.
56
C. HIPOTESIS
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran tersebut dapat disusun hipotesis sebagai berikut: Ada peningkatan kemampuan Activity Daily Living (ADL) Anak Tunadaksa sekolah dasar setelah mengaplikasikan model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik.
57
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti di SLB-D/D1/SMP/SMPLB YPAC Surakarta yang beralamatkan di Jalan Slamet Riyadi 364, Laweyan, Surakarta. Adapun rincian waktu dan jenis kegiatan penelitan dapat dilihat dalam tabel dibawah ini. 2. Waktu Penelitian Tabel 1 : Waktu Penelitian N o 1 2 3 4 4 5 6 7
Rincian waktu Agustus Septemb Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 Judul x x x Proposal x x x Konsultasi Bab x x x x x x 1,2,3 Pembuatan x x x x Instrumen Perizinan x x Pengambilan data Analisis data Penyusunan laporan
Bulan Oktober Novemb Desember 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
x x x x x x x x x x x x x x x
B. Metode Penelitian Menurut Nurul Zuriah (2006: 6) metode penelitian adalah proses penelitian empiris yang meliputi bermacam-macam metode dan teknik yang dikerjakan dalam urutan waktu tertentu. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian eksperimen. Menurut John W. Santrock (2007: 65) Penelitian eksperimen adalah prosedur yang diatur secara hati-hati di mana satu atau lebih faktor yang dipercaya
58
mempengaruhi perilaku yang sedang dipelajari, dimanipulasi sedangkan faktor lainnya dianggap konstan. Menurut Richard I. Arends (2008: 180) pendekatan desain eksperimen merupakan pendekatan yang didasarkan pada asumsi-asumsi positivistik. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dengan desain one group pre tes – post test design. Dimana desain ini digunakan untuk mengetes, mengecek dan memverifikasi hipotesa tentang ada tidaknya peningkatan kemampuan ADL (Activity Daily Living) anak tunadaksa di SDLB YPAC Surakarta melalui model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan stimulasi kecerdasan kinestetik rancangan penelitian . (Moh.Nazir, 2005 : 321) Alasan
digunakannya
desain
tersebut
adalah
pada penelitian
ini
pengambilan data diambil dari dua tahap, yaitu tahap awal dengan cara belum diberikan treatment/perlakuan yang disebut dengan pre test dan pengambilan kedua diberikan perlakuan/treatment yang disebut post test, untuk kemudian keduanya diambil kesimpulan dengan menggunakan Tes Rangking Bertanda Wilcoxon (Wilcoxon Sign Ranks Test). Tes dilakukan dua kali yaitu tes awal (pre test) sebelum diberikan perlakuan pembelajaran dengan mengaplikasikan model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik, dan tes akhir (post test) sesudah diberikan perlakuan pembelajaran dengan mengaplikasikan model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdaan kinestetik.. Dengan melalui pre test dan post test hasilnya dapat dibandingkan dengan maksud untuk mengetahui apakah ada peningkatan kemampuan Activity Daily Living (ADL) dari perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Menurut Sudjana (1996: 6) “Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung atau pun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif
59
mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya”. Menurut Nurul Zuriah (2006: 116) “Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian peneliti dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan”. Populasi dalam penelitian ini adalah anak tunadaksa tingkat SDLB di SLB D YPAC Surakarta tahun ajaran 2009/2010 yang berjumlah 5 siswa.
2. Sampel Menurut Moh. Nasir (2005: 271) “sebuah sampel adalah bagian dari populasi”. Sejalan dengan pendapat Moh. Nasir, Suharsimi Arikunto (2002: 117) menyebutkan bahwa “sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 112) ”Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.” Dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan sampel, karena jumlah populasi kecil sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi yaitu siswa Tunadaksa Kelas III SDLB D YPAC Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010 yang berjumlah 5 orang siswa.
D. Tehnik Pengumpulan Data 1. Tes Metode tes adalah cara untuk mengetahui hasil dari pelajaran yang diberikan dalam jangka waktu tertentu. Dalam penelitian ini tes menjadi metode utama yang terdiri dari pertanyaan yang harus dijawab. Penelitian dengan metode tes digunakan untuk memperoleh data tentang peningkatan kemampuan Activity Daily Living (ADL) yang diterapkan pada pre test dan pos test. Menurut Zainal Arifin (1990: 28) jenis tes dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) tes tertulis, (2) tes lisan, (3) tes perbuatan. 1) tes tertulis adalah tes yang diberikan seseorang atau sekelompok murid pada waktu, tempat dan soal tertentu.
60
2) Tes lisan adalah tes yang menurut responden dari anak dan bentuk lisan. 3) Tes perbuatan adalah tes yang menentut jawaban siswa dalam bentuk perilaku, tindakan dan perbuatan. Dalam penelitian ini menggunakan tes perbuatan yang diberikan dan dikerjakan secara langsung oleh siswa-siswa yang ada di kelas tersebut, karena melihat kondisi anak yang sulit diajak berkomunikasi secara langsung, sehingga lebih mudah menilai kemampuan siswa dengan mempraktekkan langsung. Peningkatan kemampuan ADL (Activity Daily Living) dapat dilihat dari meningkatnya nilai tes yang diberikan karena diharapkan dengan penelitian ini kemampuan ADL (Activity Daily Living) anak tunadaksa akan mengalami peningkatan. E. Variabel Penelitian Variabel adalah karakteristik yang oleh peneliti dimanipulasi, dikontrol atau diobservasi.. Menurut Nurul Zuriah (2006: 144) variabel adalah konsep yang mempunyai variasi nilai. Menurut Yatim Riyanto dalam Nurul Zuriah (2006: 160), ada beberapa jenis variabel adalah sebagai berikut: a) Variabel bebas (independent variabel) b) Variabel tak bebas atau tergantung atau terikat (dependent variabel) c) Variabel perantara (intervening variabel) Menurut Nurul Zuriah (2006: 161) menyebutkan bahwa pada penelitian eksperimen, variabel bebas yang utama disebut variabel perlakuan (treatment variabel) karena variabel itu secara sengaja dikenakan pada subjek atau objek penelitian untuk kemudian diamati akibat terjadi pada subjek atau objek tersebut. Menurut John W. Santrock (2007: 66) Variabel bebas (independent variable) merupakan faktor yang dimanipulasi, berpengaruh dan eksperimental. Variabel ini merupakan penyebab potensial. Sedangkan variabel terikat (dependent variable) merupakan faktor yang dapat berubah dalam sebuah eksperimen, sebagai reaksi atas perubahan dalam variabel bebas.
61
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa variabel bebas dalam penelitian ini adalah keadaan yang oleh peneliti dimanipulasi untuk menerangkan hubungannya dengan fenomena yang diobservasi, variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode role playing (bermain peran). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keadaan yang menunjuk pada pengaruh yang dikarenakan variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan ADL (Activity Daily Living).
F. Teknik Analisis Data 1. Teknik Analisis Data Tes Teknis analisis yang dipakai penulis dalam penelitian ini adalah teknik analisis menggunakan Tes Rangking Bertanda Wilcoxon (Wilcoxon Signed Ranks Test). Ada pertimbangan untuk mempergunakan teknik analisis ini yaitu berkaitan dengan tujuan analisis, berkaitan dengan jenis variabel dan berkaitan dengan jenis data. Adapun langkah – langkah yang harus dilakukan adalah a) Menentukan hipotesis Statistik Dalam penelitian ini menggunakan hipotesis dua pihak yang dirumuskan sebagai berikut: Ho: TX = Ty (tidak ada perbedaan antara X (hasil pre test) dan Y (hasil post test)) Ha: TX = Ta (ada perbedaan antara X (hasil pre test dan Y (hasil post test)) Dalam penelitian ini, menggunakan perhitungan dengan program SPSS 13.
b). Memilih taraf signifikansi Untuk uji dua pihak dapat memilih taraf signifikansi dipilih 5%
c) Penentukan statistik uji Dalam penelitian eksperimen seperti halnya yang terdapat dalam Suharsimi Arikunto (2002: 274) bahwa untuk menganalisis hasil eksperimen yang menggunakan one group design pretest dan post test.
62
d) Keputusan uji) 1) Jika P value < taraf signifikansi 5% maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan hipotesis dalam penelitian yang berbunyi : Ada peningkatan yang signifikan dalam kemampuan ADL (Activity Daily Living) Anak Tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta tahun ajaran 2009/2010” setelah diaplikasikan model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik dapat diterima kebenarannya. 2) Jika P value > taraf signifikansi 5% maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian yang berbunyi : Ada peningkatan yang signifikan dalam kemampuan ADL (Activity Daily Living) Anak Tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta tahun ajaran 2009/2010” setelah diaplikasikan model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik tidak dapat diterima kebenarannya.
G. Uji Validitas Instrumen 1. Tes Setelah instrument disusun selanjutnya melakukan uji coba (tryout) uji coba ini dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen alat ukur yang telah disusun benar- benar instrumen yang baik dan memadai. Adapun lokasi tryout dilaksanakan di kelas III (tiga) SD di SLB D YPAC Surakarta. Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 158) berpendapat bahwa ‘validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan kesahihan suatu instrumen’. Rumus yang digunakan untuk mencari validitas tes yaitu menggunakan korelasi product moment Suharsimi Arikunto (2002 : 146). Untuk penelitian ini dalam mencari validitasnya menggunakan korelasi product moment menggunakan komputer program SPSS 13. Tes yang digunakan adalah tes yang sudah terbukti kevalidan dan reliabilitasnya. Karena sebelum tes ini digunakan untuk mengukur responden yang sebenarnya, tes ini sudah di ujicoba. tryoutkan di Kelas III SD, di
63
SLB D YPAC Surakarta dengan skor yang diperoleh kemampuan ADL (Activity Daily Living) dari butir soal antara 0,936 sampai 0,000. Dari 17 soal, ada empat soal yang tidak valid karena nilai probabilitasnya lebih besar dari taraf signifikansi yaitu 0,05. Untuk itu, soal tersebut sudah dibuang dan sisanya yang berjumlah 13 bisa dikatakan valid karena nilai probabilitasnya lebih kecil dari taraf signifikansi.(lampiran 5-7)
H.
Reliabilitas Instrumen 1. Tes
Suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila alat ukur tersebut dapat mengukur suatu gejala yang menunjukkan hasil yang sama meskipun dilakukan dalam waktu yang berbeda. Untuk mengetahui reliabilitas tes hasil kemampuan ADL (Activity Daily Living) menurut Suharsimi Arikunto (2002: 163) dapat menggunakan rumus K-R 20, yang mana ini di sesuaikan dengan butir pertanyaan yang ada. (lampiran 5-7)
I.
Prosedur Penelitian 1. Tahap Pra lapangan
Menentukan lokasi penelitian dan menyelesaikan surat perizinan beserta perangkatnya untuk penelitian. Setelah proposal disetujui dan dizinkan maka dilaksanakan tryout. Pelaksanaan tryout berada di kelas III (tiga) SD SLB D YPAC Surakarta dengan jumlah 7 siswa. Data yang diperoleh dari pelaksanaan tryout
kemudian dianalisis untuk mengetahui validitas dan reliabilitas item
instrument agar dapat digunakan untuk penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan Di Lapangan a ) Persiapan Pada tahap ini penulis mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan sebelum melaksanakan penelitian materi yang diajarkan, mempersiapkan model pemebelajaran role playing (bermain peran) dengan mneggunakan
64
stimulasi kecerdasan kinestetik dan menyediakan alat – alat lain yang diperlukan seperti tes yang akan diberikan.
b) Pelaksanaan Pada tahap ini peneliti melaksanakan penelitian tanpa menggunakan model Role Playing (bermain peran) dengan stimulasi kecerdasan kinestetik Ada 3 observer dalam penelitian ini, yaitu: 1 tenaga pengajar di sekolah penelitian dan 1 guru pendamping dan peneliti sendiri. Ø Sebelum dilaksanakan pre test pada hari pertama peneliti memberikan materi yang akan diajarkan, namun dalam kegiatan mengajar tersebut tidak menggunakan model pembelajaran Role Playing dengan stimulasi kecerdasan kinestetik. Ø Hari ke dua pengambilan data pre tes dengan memberikan soal – soal tes Ø Hari ketiga peneliti memberikan materi yang akan diajarkan. Dalam penelitian ini, treathment (perlakuan) dilakukan sekali, tetapi setiap kemampuan ADL (Activity Daily Living) membutuhkan waktu 60 menit. Dalam memberikan materi peneliti menggunakan model role playing (bermain
peran)
dengan
stimlasi
kecerdasan
kinestetik
dlam
pembelajarannya. Ø Hari keempat post test dilaksanakan Tujuan dari adanya post test ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh peningkatan kemampuan ADL (Activity Daily Living) siswa dengan pengerjaan tes berdurasi sama dengan pre test setelah dilakukan treatment.
c). Tahap analisis Data yang terkumpul dianalisis berdasarkan pada data yang diperoleh antara sebelum tes (pre test) dan setelah tes (post test) kemudian dicari perbedaannya dengan cara kuantitatif
menggunakan Tes Rangking Bertanda Wilcoxon
(Wilcoxon Sign Ranks Test.) untuk data kuantitatif (tes).
65
d) Tahap penyusunan laporan Setelah tahap penelitian, tahap ini merupakan tahap akhir dengan menyusun laporan penelitian menjadi bentuk ilmiah.
66
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang dipilih peneliti adalah di SLB D/D1/SMPLB YPAC Surakarta, yang berada di Jalan Slamet Riyadi 364 Surakarta 57141, Telp.0271-714229.YPAC merupakan suatu lembaga yang membina penyandang cacat, khususnya cacat daksa. Yayasan ini berdiri dengan melalui suatu perjuangan yang sangat panjang dimana banyak sekali terjadi perubahanperubahan untuk kesempurnaan yayasan tersebut. YPAC berdiri pada tanggal 17 Februari 1953 yang mengartikan anak cacat fisik sedangkan pemeliharaan adalah pemberian
pertolongan
secara
medis,
pendidikan
dan
sosial.
Dalam
perkembangan tahun pertama 1954 telah didirikan cabang-cabang di kota Surabaya, Malang dan Jakarta.
B. Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan judul penelitian “Aplikasi Model Pembelajaran Role Paying (bermain peran) dengan Menggunakan Stimulasi Kecerdasan Kinestetik untuk Meningkatkan Kemampuan Activity Daily Living (ADL) Tunadaksa SDLB D YPAC Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010 terdapat dua jenis variabel yaitu sebagai berikut: 1. Model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik sebagai variabel bebas 2. Kemampuan ADL (Activity Daily Living) sebagai variabel terikat Adapun tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan Activity Daily Living (ADL) anak tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta setelah mengaplikasikan model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik. Adapun kemampuan ADL (Activity Daily Living) yang diteliti adalah sebagai berikut: 1) Tata cara makan dan minum a) Memperagakan cara memegang sendok
67
b) Memasukkan makanan ke dalam mulut menggunakan sendok dengan tangan dengan benar c) Mengunyah makanan d) Menelan makanan dengan baik e) Memegang gelas dengan tangan dengan benar f) Memasukkan minuman ke dalam mulut dengan benar. 2) Tata cara persiapan menggosok gigi a) Membuka tutup pasta gigi dengan benar b) Mengeluarkan odol secukupnya dengan cara menekan pasta gigi sambil ditarik ke arah ujung bulu sikat gigi c) Menutup kembali pasta gigi d) Memegang sikat gigi dengan benar 3) Tata pergaulan a) Memperagakan mengucapkan terima kasih dengan tepat b) Memperagakan mengucapkan salam dengan tepat c) Memperagakan menerima barang/ sesuatu dari orang lain dengan benar. Tes yang diberikan adalah tes perbuatan yang terdiri dari 3 (tiga) kemampuan ADL (Activity Daily Living) yang berjumlah 13 point. (lampiran 4) Menurut Bandhi Delphie dalam (2007: 2008) pedoman penilaian kemampuan ADL (Activity Daily Living) adalah sebagai berikut: Nilai 0
: Anak tidak dapat melakukan sama sekali
Nilai 1
: Anak dapat melakukan dengan pertolongan sepenuhnya
Nilai 2
: Anak dapat melakukan dengan pertolongan seperlunya
Nilai 3
: Anak dapat melakukan dengan sedikit pertolongan
Nilai 4
: Anak dapat melakukan sendiri Penelitian ini merupakan penelitian populasi, dimana subyek penelitian
berjumlah sedikit sehingga dijadikan sampel semuanya. Data dari subjek penelitian sejumlah 5 siswa tunadaksa adalah sebagai berikut:
68
Tabel 1. Daftar Identitas Siswa tunadaksa Kelas III SDLB D YPAC Surakarta. No Nama Siswa
Jenis Kelamin
Jenis Penyakit
1
Mf
Laki-laki
Spastic attetoid
2
Fz
Laki-laki
Ataxia
3
Gr
Laki-laki
Spastic
4
Ww
Laki-laki
Muscle distropy
5
My
Laki-laki
Spastic
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini penulis melakukan treatment terhadap siswa yang dijadikan responden penelitian. Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan memberikan tes awal (pre test) kepada siswa untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum treatment. Kemudian setelah treatment dengan menggunakan model pembelajaran Role Playing (bermain peran), siswa di test kembali untuk mengetahui kemampuan akhir siswa setelah treatment itu dilakukan (post test). Treatment dilakukan setiap seminggu sekali selama 3 kali pertemuan. Setiap pertemuan mengajar satu kali kemampuan ADL (Activity Daily Living) dengan durasi waktu 60 menit.Dari hasil pre test dan pos test inilah, penulis menjadikan dasar untuk mengetahui kemampuan siswa setelah adanya treatment. Selain itu, penulis juga menyajikan data pendukung yang berfungsi untuk mendukung hasil dari penelitian tersebut. Analisis yang digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan ADL (Activity Daily Living) bagi anak tunadaksa dengan menggunakan Model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan stimulasi kecerdasan kinestetik yaitu dengan statistik Non Parametrik dengan analisis Uji Rangking Bertanda Wilcoxon (Wilcoxon Signed Rank Test). Alasan dipilih analisis ini karena jumlah responden yang sedikit.
69
Dibawah ini adalah data kemampuan ADL (Activity Daily Living) sebelum dan sesudah treatment dengan menggunakan model pembelajaran role playing (bermain peran). Tabel 2. Daftar Skor kemampuan ADL (Activity Daily Living) anak tuna daksa sebelum dan sesudah treatment (pre test dan post test). No
Responden
Skor Kemampuan ADL Pre test
Post test
1.
Mf
20
28
2.
Fz
36
42
3.
Gz
23
31
4.
Ww
27
50
5
My
42
52
Hasil analisis deskriptif data kemampuan ADL (Activity Daily Living) sebelum dan sesudah pembelajaran adalah sebagai berikut: Tabel 3. Hasil Analisis Deskriptif Data Kemampuan ADL (Activity Daily Living) anak tunadaksa Descriptive Statistics N Pre Test Post Test
5 5
Mean Std. Deviation Minimum Maximum 29.60 9.182 20 42 40.60 10.854 28 52
Berdasarkan deskripsi data tersebut di atas, diketahui bahwa rata-rata skor kemampuan ADL (Activity Daily Living) pada saat pre test diperoleh nilai 29,60 dengan simpangan baku (standart devisiasi) 9,182 dan skor tertinggi 42 sedangkan skor terendah 20 sedangkan nilai rata-rata skor kemampuan ADL (Activity Daily Living) pada saat post test diperoleh nilai 40,60 dengan simpangan baku (standart devisiasi) 10,854 dan skor tertinggi 52 sedangkan skor terendah 28. Adapun rata-rata skor kemampuan ADL (Activity Daily Living) pada saat pre test dan post test adalah 35,10. Maka kemampuan ADL (Activity Daily Living) anak tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta termasuk kategori tinggi jika skor lebih
70
besar atau sama dengan 35,10 dan termasuk kategori rendah jika skor kurang dari 35,10. (lampiran 9-10) C. Pengujian Hipotesis 1. Hasil Analisis Data Kuantitatif Pengujian hipotesis “Ada peningkatan yang signifikan dalam kemampuan ADL (Activity Daily Living) Anak Tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta tahun ajaran 2009/2010” setelah diaplikasikan model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik., dilakukan dengan menganalisis data yang telah terkumpul menggunakan statistik non parametrik yaitu Wilcoxon Signed Ranks Test. Adapun analisisnya adalah sebagai berikut: 1. Hipotesis a. Jika P value < taraf signifikansi 5% maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian yang berbunyi : Ada peningkatan yang signifikan dalam kemampuan ADL (Activity Daily Living) Anak Tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta tahun ajaran 2009/2010” setelah diaplikasikan model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik dapat diterima kebenarannya. b. Jika P value > taraf signifikansi 5% maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian yang berbunyi : Ada peningkatan yang signifikan dalam kemampuan ADL (Activity Daily Living) Anak Tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta tahun ajaran 2009/2010” setelah diaplikasikan model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik tidak dapat diterima kebenarannya 2. Pemilihan taraf signifikansi Dalam penelitian ini menggunakan taraf signifikansi (α) 5 %. 3. Perhitungan dengan Wilcoxon Signed Ranks Test. (lampiran 11) 4. Keputusan Uji dan pembuat kesimpulan
71
Hasil uji kemampuan ADL (Activity Daily Living) dengan teknik analisis statistik non parametrik Wilcoxon Signed Ranks Test dapat disajikan sebagai berikut: Tabel 4. Hasil uji kemampuan ADL (Activity Daily Living) dengan teknik analisis statistik non parametrik Wilcoxon Signed Ranks Test Ranks N Post Test - Pre Test Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
0a 5b 0c 5
Mean Rank .00 3.00
Sum of Ranks .00 15.00
a. Post Test < Pre Test b. Post Test > Pre Test c. Post Test = Pre Test
Test Statistics b
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Post Test - Pre Test -2.032a .042
a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Hasil uji hipotesis diketahui bahwa Z hitung sebesar -2,032 dengan probabilitas sebesar 0,042 dengan demikian Ho ditolak dengan taraf signifikansi 5% ( = 0,05) dan Ha yang berbunyi “Aplikasi Model Pembelajaran Role Playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik untuk meningkatkan kemampuan ADL (Activity Daily Living) Anak Tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010 dapat diterima kebenarannya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa : Aplikasi Model Pembelajaran Role Playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik dapat meningkatkan kemampuan Activity Daily Living (ADL) Anak Tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010.
72
C. Pembahasan Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah aplikasi model pembelajaran Role Playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik dapat meningkatkan kemampuan Activity Daily Living (ADL) anak tuna daksa di SDLB D YPAC Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010. Berdasarkan dari hasil analisis ada kenaikan perolehan skor nilai dalam data antara pre test dan post test berarti hal ini menunjukkan adanya kegiatan mengajar
dengan
model
pembelajaran
Role
Playing
(bermain
peran)
menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik dapat meningkatkan kemampuan ADL (Activity Daily Living) anak tunadaksa dilokasi penelitian. Hal ini dibuktikan dengan melihat hasil rerata kemampuan ADL (Activity Daily Living) sebelum dan sesudah pembelajaran. Rerata sebelum pembelajaran diperoleh 29,60 dan sesudah pembelajaran 40,60. Rerata sesudah pembelajaran lebih besar daripada sebelum pembelajaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aplikasi penggunaan model pembelajaran Role Playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik untuk meningkatakan kemampuan ADL (Activity Daily Living) anak tunadaksa SDLB YPAC Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010. Keterampilan ADL (Activity Daily Living) bukan merupakan materi pelajaran akan tetapi merupakan materi keterampilan yang mempunyai tujuan menurut Salim Chori (1996:168) untuk membiasakan kemampuan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sehingga dalam proses pembelajarannya pun tidak sekedar ceramah seperti mata pelajaran semestinya akan tetapi diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat bagi anak tuna daksa agar materi tersebut dapat diajarkan dan dapat memotivasi siswa dalam belajar keterampilan ADL (Activity Daily Living) sehingga kemampuan ADL-nya pun meningkat. Model pembelajaran Role Playing dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik adalah model pembelajaran dengan bermain peran bisa diartikan sebagai cara seseorang berperilaku dalam posisi dan situasi tertentu dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik seperti: a) memainkan pita secara bebas, b) bertepuk tangan dengan mengkombinasikan jumlah tepukan, c) bermain menyentuh badan, d) melemparkan balon.
73
Gardner 2002 dalam Alexander Sindoro (2002: 17) setiap orang sebenarnya memiliki kemampuan mengembangkan kedelapan kecerdasan sampai pada kinerja tingkat tinggi yang memadai apabila ia memperoleh cukup dukungan, pengayaan dan pengajaran. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yaitu kemampuan ADL (Activity Daily Living) siswa anak tunadaksa di SDLB YPAC Surakarta khususnya dalam kemampuan tata cara makan dan minum, tata cara persipan menggosok gigi dan tata cara pergaulan dalam hal menerima barang dari orang lain.materi. Sebelum mengaplikasikan model pembelajaran Role Playing (bermain peran) dengan stimulasi kecerdasan kinestetis rata-rata hasil belajar siswa 29,60 dan sesudah mengaplikasikan model pembelajaran Role Playing (bermain peran) dengan stimulasi kecerdasan kinestetis rata-rata hasil belajar siswa menjadi 40,60. Hal ini bisa dikatakan bahwa ada perbedaan antara kemampuan ADL (Activity Daily Living) di awal dengan kemampuan ADL (Activity Daily Living) di akhir yang dimiliki siswa. Menurut Ahmad Toha Muslim & Sigiarmin (2007: 7-9) ADL (Activity Daily Living) adalah kebutuhan memelihara diri sendiri yang erat hubungannya dengan kemampuan fungsi tangan. Kemampuan ADL (Activity Daily Living) merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai oleh setiap manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu pembelajaran keterampilan ADL (Activity Daily Living) ini lebih menekankan pada keterampilan seorang anak dalam hal makan, minum, berpakaian, memakai sepatu, menggosok gigi, mencuci tangan sehingga diperlukan sebuah stimulasi secara langsung kepada anak agar dapat menguasai keterampilan tersebut. Pada kenyataannya dalam belajar ketrampilan tersebut anak susah dalam menguasai materi pengajarannya karena dianggap sulit yang disebabkan oleh paradigma anak sendiri terkait kekurangsempurnaan fisiknya akan menghambat dalam proses belajar. Namun demikian, siswa tetap berharap agar pembelajaran keterampilan ADL di sekolah dapat disajikan secara menarik, efisien dan efektif. Menurut Nani dalam (Nani.2007.Kelebihan & Kelemahan Metode RolePlay(bermainperan).learningwithme.blogspot.com.www.Siaksoft.netgurupkn.
74
wordpress.com.5Mei2009) manfaat menggunakan model pembelajaran Role Playing (bermain peran) adalah sebagai berikut: 1) Membantu siswa menemukan makna dirinya dalam kelompok. 2) Membantu siswa memecahkan persoalan pribadi dengan bantuan kelompok. 3) Memberi siswa pengalaman bekerjasama dalam memecahkan masalah. 4) Memberi siswa pengalaman mengembangkan sikap dan keterampilan memecahkan masalah. Model pembelajaran role playing akan mengasah kecerdasan seorang anak, khususnya kecerdasan kinestetik. Untuk itu, dibutuhkan stimulasi kecerdasan kinestetik dalam proses belajar mengajarnya. Menurut Gardner (2002: 17) Karena setiap orang pada hakekatnya memiliki kecerdasan majemuk, terutama pada hal ini adalah kecerdasan kinestetik. Meskipun, siswa tersebut adalah siswa yang berkebutuhan khusus atau cacat fisik. Sehingga untuk meningkatkan keterampilan ADL (Activity Daily Living) pada anak tuna daksa, model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan stimulasi kecerdasan kinestetik, dalam hal ini diajukan sebagai salah satu alternatif pembelajaran untuk menarik minat siswa agar mampu mandiri sehingga dapat berguna bagi lingkungan sekitar Berdasarkan analisis yang sudah dilakukan diatas kemudian disesuaikan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang sudah direncanakan maka diperoleh jawaban yang sesuai yaitu ada pengaruh aplikasi penggunaan model pembelajaran Role Playing (bermain peran) dengan stimulasi kecerdasan kinestetik terhadap peningkatan kemampuan ADL (Activity Daily Living) anak tunadaksa di SDLB YPAC Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010, dan model pembelajaran Role Playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik ini bisa dijadikan alternatif dalam pembelajaran.
75
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan Hasil dari pengujian hipotesis data penelitian dapat disimpulkan bahwa “Aplikasi
model
pembelajaran
Role
Playing
(bermain
peran)
dengan
menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik dapat meningkatkan kemampuan Activity Daily Living (ADL) Anak Tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010.
B. Implikasi Penelitian ini dilakukan untuk menguji kebenaran hipotesis bahwa implikasi
model
pembelajaran
Role
Playing
(bermain
peran)
dengan
menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik dapat meningkatkan kemampuan ADL (Activity Daily Living). Hal ini dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan kemampuan ADL (Activity Daily Living) anak tunadaksa. Setelah
menggunakan
Role
Playing
(bermain
peran)
dengan
menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik ini menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi siswa sehingga mereka lebih semangat belajar. Sekaligus kecerdasan kinestetik siswa dapat ditingkatkan meskipun dengan keterbatasan yang disandangnya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka menjadikan kegiatan belajar siswa menjadi lebih mudah, menyenangkan dan produktif.
C. Saran Bertolak dari hasil penelitian penulis mengemukakan saran – saran sebagai berikut : 1. Penelitian ini menunjukkan bahwa mengaplikasikan model pembelajaran Role Playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik dapat meningkatkan kemampuan ADL (Activity Daily Living) siswa sehingga
76
sekolah bisa menyarankan pengajar untuk menerapkan model pembelajaran tersebut sebagai alternatif untuk mengajar. 2. Bagi siswa hendaknya mengoptimalkan penggunaan model pembelajaran role playing (bermian peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik untuk menguasai keterampilan ADL (Activity Daily Living), khusunya pada kemampuan tata cara makan dan minum, tata cara persiapan menggosok gigi dan tata cara pergaulan dlam mengucapkan salam dan menerima barang darai orang lain. 3. Bagi peneliti lain diharapkan melakukan penelitian lanjutan sehingga dapat melengkapi kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini diantaranya dalam modifikasi pengembangan kecerdasan kinestetik dan waktu yang digunakan dalam penelitian ini serta cara penyampaian pada proses pembelajran berlangsung agar mendapatkan hasil yang lebih optimal dan diharapkan ada penelitian lanjutan yang membahas tentang penggunaan model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik dlam kemampuan ADL (Activity Daily Living) yang lain.
77
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Salim Choiri. 1995. Ortopedagogik Anak Tuna Daksa. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jnderal Penbdidikan Tinggi. __________________.2007. Pediatri Dalam Pendidikan Luar Biasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan DirektoratJenderal Pendidikan Tinggi.Direktorat Ketenagaan Adi. Gunawan w, 2006. Genius Learning Strategy. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Ahmad Toha Muslim, M.Sugiarmin, 2007. Orthopedhi dalam pembelajaran Anak Tunadaksa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan. Alexander, Sindoro. 2003. Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) Teori dalam Praktek Howard Gardner. Batam : Interaksa. Alexeia, Zachary.”Activity Daily Living”(online).ourservicesh .http:// www. Global talikum.com/support.php2008/ Diakses Tanggal 5 mei 2009 Andang Ismail, 2006. Education Games (Menjadi cerdas dan ceria dengan permainan edukatif). Yogyakarta: Pilar Media Arends.I Richard. 2008. Lerning To Tech (Belajar untuk Mengajar). Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Ari.” LiteraturTunadaksa” (online)..http://www.e-psikologi.com/januari2005 Diakses tanggal .26 april 2009 Bandhi Delphie. 2007. Pembelajaran untuk anak dengan kebutuhan khusus Departemen Pend. Nasional.Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2007. Program Khsusus Bina Diri Anak Tunadaksa. Surakarta.: SLB D YPAC Gita Nurul Puspita, M.Pd. ” Role Playing Untuk Kecerdasan Majemuk Siswa”. (online) http://www.tribunjabar.co.id2009/ Diakses tanggal 22 Juli 2009 John.W.Santrok.2007. Perkembangan Anak . Jakarta: PT.Erlangga
78
Kauka Biduriah. ”Model Pembelajaran http://id.wordpress.com/tag/pembelajaran_efektif. tanggal 5 mei 2009
Efektif”. 2009 april)
(online) Diakses
Mahardhika Zifana. ” Model Role playing dalam model pembelajaran”. (online) http://pembelajaran.org/2008/12/bermain-peran-roleplayig.html/desember. Diakses tanggal 26april 09 Muh..Muhyi Faruq. 2007. 60 Permainan Kecerdasan Kinestetik .Jakarta: PT.Grasindo Muljono Abdurrachman, Sudjadi S. 1995. Pendidikan Luar Biasa Umum. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Tinggi. Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.Jakarta: Jalan Pintu Satu Senayan. Musjafak Assjari. 1995. Ortopedagogik Anak Tuna Daksa. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Nani. 2007. ”Kelebihan dan Kelemahan Model RolePlay (bermain peran)” (online)learningwithme.blogspot.com.www.Siaksoft.netgurupkn.wordpre ss.com. Diakses tanggal 5Mei 2009 Nazir.Moh.2005. Metode Penelitian. Bandung : Ikada Ghalia Nurul Zuriah.2006. Metode
Penelitian .Jakarta: Bumi Aksara
Oemar Hamalik.2003. Proses Belajar Mengajar . Jakarta : Bumi Aksara Ratri.
”Mengajar Dengan Bermain Peran” (online) http://www.org/forum/kategori_bahan_pepak/metode_dan_cara_mengajar Februari. Diakses tanggal 26 April 2009
Thomas,
Armstrong,.2002. Sekolah Para Juara Menerapkan Intelligences di Dunia Pendidikan .Bandung : Kaifa.
Multiple
Tony Attwood,. 2002. Sindrtom Asperger. Jakarta : Serambi Siti,
Mahmudah ”Pembelajaran Melalui Role Playing” http://klubguru.com/okt/.22Juli09) Diakses tanggal 5 mei 2009
(online)
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian.Jakarta: Rineka Cipta. ______________.2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
79
Tamsik Udin, Tejaningsih.1988. Dasar-dasar Pendidikan Luar Biasa. Bandung: Epsilon Group. Zainal Arifin. 1990. Evaluasi Instruksional . Bandung: Remaja Rosdakarya.
80