PENGGUNAAN METODE ROLE PLAYING UNTUK PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PAI MATERI AKIDAH AKHLAK PADA SISWA KELAS 5 SD BANYUBIRU 03 KECAMATAN BANYUBIRU KABUPATEN SEMARANG
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh SITI ROISAH NIM 11409103
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2011
PENGGUNAAN METODE ROLE PLAYING UNTUK PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PAI MATERI AKIDAH AKHLAK PADA SISWA KELAS 5 SD BANYUBIRU 03 KECAMATAN BANYUBIRU KABUPATEN SEMARANG
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh SITI ROISAH NIM 11409103
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2011
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara: Nama
: Siti Roisah
NIM
: 11409103
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Judul
: Menggunakan Metode Role Playing untuk Meningkatkan Prestasi Belajar PAI Materi Akidah Akhlak pada Siswa Kelas 5 SD Banyubiru 03 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang
Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.
Salatiga, 09 Agustus 2011 Pembimbing
Drs. Bahroni, M.Pd NIP. 19640818 199403 1 004
ii
SKRIPSI
PENGGUNAAN METODE ROLE PLAYING UNTUK PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PAI MATERI AKIDAH AKHLAK PADA SISWA KELAS 5 SD BANYUBIRU 03 KECAMATAN BANYUBIRU KABUPATEN SEMARANG DISUSUN OLEH SITI ROISAH NIM: 11409103 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 24 Agustus 2011 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam
Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji
: Drs. H. Mubasirun, M.Ag.
______________________
Sekretaris Penguji
: Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.
______________________
Penguji I
: Drs. H.A. Sulthoni, M.Pd.
______________________
Penguji II
: Mukti Ali, S.Ag., M.Hum.
______________________
Penguji III
: Drs. Bahroni, M.Pd.
______________________
Salatiga, 24 Agustus 2011 Ketua STAIN Salatiga
Dr. Imam Sutomo, M.Ag NIP. 19580827 198303 1 002
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Siti Roisah
NIM
: 11409103
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 9 Agustus 2011 Peneliti
Siti Roisah NIM. 11409103
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (Q.S.49:13).
PERSEMBAHAN Kupersembahkan skripsi ini untuk: 1. Ayah dan Ibuku Tercinta 2. Suamiku yang selalu memberikan dukungan moral dan materiil 3. Seluruh teman-teman seperjuangan
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Syukur tak terhingga penulis persembahkan kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan nikmat yang tiada terhitung bagi penulis. Salah satu nikmat yang dapat penulis sadari adalah selesainya penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam kehadirat Nabi Agung Muhammad SAW. Semoga dengan bacaan shalawat tersebut penulis tergolong salah satu umat beliau yang mendapat syafaat. Dalam rangka memenuhi salah satu syarat akademik guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Fakultas Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, maka penulis mengajukan skripsi yang berjudul PENGGUNAAN METODE ROLE PLAYING UNTUK PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PAI MATERI AKIDAH AKHLAK PADA SISWA KELAS 5 SD BANYUBIRU 03 KECAMATAN BANYUBIRU KABUPATEN SEMARANG. Skripsi ini selesai penulis susun karena penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan yang berbahagia ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga 2. Bapak Suwardi, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, beserta Jajaran dan Staf tingkat Jurusan. 3. Bapak Drs. Joko Sutopo, selaku ketua Progdi Ekstensi PAI Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga beserta staf. 4. Bapak
Drs.
Bahroni,
M.Pd
selaku
pembimbing
yang telah
mengarahkan dan membimbing penulis selama studi. 5. Bapak Drs. Joko Purwono selaku Kepala SD Banyubiru 03 6. Dosen-dosen Jurusan Tarbiyah yang telah memberikan penulis ilmu dan pengetahuan yang tak terhingga nilainya.
vi
Penulis yakin bahwa skripsi ini masih mengandung banyak kekurangan dankesalahan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan sumbangsih dan saran dari pembaca budiman demi perbaikan skripsi ini di masa mendatang. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh insan pendidikan Islam di tanah air. Amiin. Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Salatiga, 9 Agustus 2011 Penulis
SITI ROISAH NIM: 11409103
vii
ABSTRAK
Roisah, Siti. 2011. Penggunaan Metode Role Playing untuk Peningkatan Prestasi Belajar PAI Materi Akidah Akhlak pada Siswa Kelas 5 SD Banyubiru 03 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Bahroni, M.Pd. Kata Kunci: materi akidah akhlak, PAI, role playing Penelitian ini merupakan upaya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V SD Banyubiru 03 pada mapta pelaran PAI materi akidah akhlak. Pertanyaan utama yang ingin dijawab pada penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah prestasi belajar PAI untuk materi Akidah Akhlak pada siswa kelas V SD Banyubiru 03 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang Tahun 2011? (2) Apakah metode role playing dapat meningkatkan prestasi belajar PAI materi Akidah Akhlak pada siswa kelas V SD Banyubiru 03 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang Tahun 2011? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai bulan Agustus 2011 dan terdiri dari 3 siklus. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa siswa kelas V SD Banyubiru 03 memiliki prestasi belajar yang rendah pada mata pelajaran PAI materi akidah akhlak. Baru 7 siswa (20%) siswa yang memperoleh hasil yang maksimal atau mencapai batas ketuntasan belajar minimal mereka. Sedangkan sisanya (80%) sekitar 24 siswa memperoleh rata-rata nilai di bawah 60. Metode Role Playing dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas I SD Banyubiru 03 pada mata pelajaran PAI. Kesimpulan ini berdasarkan dari peningkatan prestasi hasil belajar siswa yang dilihat dari nilai presentase ketuntasan belajar yang semakin meningkat dari siklus I hingga siklus III berturutturut adalah 19 siswa (61,3%), 24 siswa (77,4%) dan 29 siswa (93,5%). Hal ini menunjukkan bahwa metode Role Playing yang penulis gunakan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran PAI, khususnya pokok bahasan akidah akhlak walaupun belum 100%. Hasil test formatif menunjukkan bahwa di akhir siklus III telah 29 siswa (93,5%) yang memiliki pemahaman tinggi terhadap materi akhlak terpuji. Sedangkan 2 siswa yang tersisa masih belum memiliki prestasi yang diharapkan. Dari wawancara dengan kedua siswa tersebut, penulis menyimpulkan bahwa penyebab gagalnya mereka memahami materi adalah karena terlalu sering membantu orang tua bekerja di ladang sehingga jarang belajar.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ................................................
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .........................................................
iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................
v
KATA PENGANTAR ....................................................................................
vi
ABSTRAK ......................................................................................................
viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xiii
BAB I
PENDAHULUAN ...........................................................................
1
A. Latar Belakang ..........................................................................
1
B. Rumusan Masalah .....................................................................
7
C. Tujuan Penelitian.......................................................................
7
D. Hipotesis Tindakan ....................................................................
7
E. Kegunaan Penelitian ..................................................................
8
F. Definisi Operasional ..................................................................
9
G. Metode Penelitian ......................................................................
12
H. Sistematika Penelitian ...............................................................
25
ix
BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................................
26
A. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam .................................
26
B. Teori Belajar ..............................................................................
34
C. Motivasi Belajar ........................................................................
41
D. Prestasi Belajar Siswa ...............................................................
42
E. Berbagai Pendekatan Pelajaran .................................................
50
F. Metode Role Playing .................................................................
52
G. Metode Role Playing dan Prestasi Belajar Akidah Akhlak .......
57
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN ...................................................
59
A. Subjek Penelitian .......................................................................
59
B. Penjabaran Pelaksanaan Siklus I ...............................................
64
C. Penjabaran Pelaksanaan Siklus II ..............................................
68
D. Penjabaran Pelaksanaan Siklus III ............................................
72
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...............................
75
A. Deskripsi Setiap Siklus..............................................................
75
B. Pembahasan Hasil Penelitian ...................................................
91
C. Penggunaan Metode role playing untuk meningkatkan presasi belajar siswa ..............................................................................
92
BAB V PENUTUP .......................................................................................
94
A. Kesimpulan................................................................................
94
B. Saran ..........................................................................................
94
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Keadaan Siswa SDN Banyubiru 03 Tahun Pelajaran 2011/2012 ... Tabel 3.2 Keadaan Guru SDN Banyubiru 03 Tahun Pelajaran 2011/2012 .... Tabel 3.3 Data Karakteristik Siswa Kelas V SDN Banyubiru 03 ................... Tabel 4.1 Lembar Pengamatan Situasi Kelas pada Siklus I ............................ Tabel 4.2 Hasil Penilaian Siswa Kelas V SDN Banyubiru 03 pada Siklus I .. Tabel 4.3 Lembar Pengamatan Situasi Kelas pada Siklus II .......................... Tabel 4.4 Hasil Penilaian Siswa Kelas V SDN Banyubiru 03 pada Siklus II . Tabel 4.5 Pengamatan Situasi Kelas pada Siklus III....................................... Tabel 4.6 Hasil Penilaian Siswa Kelas V SDN Banyubiru 03 pada Siklus III Tabel 4.7. Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Metode Role Playing .
xi
60 61 63 77 78 82 83 88 89 92
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Skema Siklus Penelitian Tindakan Kelas .................................... Gambar 3.1 Struktur Organisasi SDN Banyubiru 03 ......................................
xii
17 62
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9
: : : : : : : : :
Rencana Pelaskanaan Pembelajaran (RPP) Instrumen Penilaian Ketrampilan Guru Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Instrumen Tes Naskah Drama Nabi Ayub Lembar Pengamatan Situasi Kelas Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Metode Role Playing Gambar Pelaksanaan Proses Pembelajaran Riwayat Hidup Peneliti
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Akhlak suatu bangsa adalah penentu sikap hidup dan perbuatanperbuatannya. Segi intelektualitas sebuah bangsa tidak banyak berpengaruh terhadap perkembangan atau keruntuhannya. Sejarah memberikan banyak informasi kepada kita bahwa tidak pernah ada sebuah bangsa yang jatuh karena krisis intelektual, tetapi sebuah bangsa dapat runtuh karena krisis akhlak. Bangsa Indonesia berjuang merebut kemerdekaan dari tangan penjajah dengan mental juang yang tinggi. Bangsa Indonesia berhasil dalam perjuangan tersebut hanya dengan semangat juang tinggi dan senjata yang sangat sederhana yaitu bambu runcing (Amin, 2003:9). Kebehasilan tersebut adalah salah satu bukti nyata bahwa sikap mental (akhlak) merupakan penentu kehidupan sebuah bangsa. Akhlak, khususnya akhlak Islam, diperoleh melalui pendidikan. Arti penting pendidikan disadari oleh para praktisi di dunia pendidikan. Kesadaran tersebut tertuan dalam sebuah perangkat peraturan perundangundangan yang mengatur tentang sistem pendidikan di Indonesia. UndangUndang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai produk regulasi di dalam dunia pendidikan secara menyatakan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
1
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Undang-Undang No 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan bukan hanya diarahkan pada kecerdasan intelektual melainkan juga yang diarahkan pada pembentukan akhlak mulia atau akhlak terpuji. Akhlak mulia adalah tujuan diutusnya Rasulullah Muhammad saw. seperti sabda dalam hadist yang tertuang dalam kitab Al-Jami’u al-Shoghir karya Imam Jalaludin Al-Suyuthi (Al-Suyuthi, 1990:155).
Artinya: sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.
Hadits tersebut jelas sekali menyatakan tujuan kerasulan Muhammad saw. Beliau
sendiri
menjelaskan
bahwa
kerasulan
beliau
adalah
untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia. Bukan untuk meningkatkan intelektualitas, kekayaan, kejayaan, atau kekuasaan dominasi manusia atas manusia yang lain seperti misi agama nasrani saat itu. Konsep pendidikan akhlak inilah yang dikupas tuntas oleh Al-Ghazali dalam karya Ihya’ Ulumuddin. Sholeh (2006:55) mengemukakan bahwa konsepsi pendidikan Islam adalah setiap upaya transformasi nilai-nilai yang sesuai dengan ajaran Islam dengan meletakkan al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad saw. sebagai sumber dan acuan utama. Muatan al-Qur’an dan Sunnah Nabi inilah yang dimasukkan ke 2
dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam di jenjang pendidikan dasar dan menengah di Indonesia. Al-Qur’an dan sunnah nabi sendiri meletakkan masalah akhlak di tempat yang paling tinggi dalam pendidikan umat. Hal tersebut oleh AlGhazali dijelaskan dengan mengatakan bahwa pendidikan yang benar adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, mengantarkan manusia mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, serta sarana menebar keutamaan (Sholeh, 2006:57). Dekat kepada Allah SWT dengan sendirinya akan mengantarkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Sedangkan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT adalah akidah yang mantap dan akhlak yang mulia. Al-Ghazali menyadari bahwa hanya pendidikan agama yang mampu mengarahkan anak didik untuk dekat kepada Allah SWT (Sholeh, 2006:80). Pendidikan Anak di usia dini merupakan hal penting yang tidak boleh diabaikan. Abdullah Ibnu Sa’ad Al-Falih (Al-Falih, 2003:19) dalam bukunya Langkah Praktis Mendidik Anak Sesuai Tahapan Usia mengatakan bahwa anak merupakan amanat dari Allah SWT untuk para orang tua. Al-Falih mengambil sebuah ayat Al-Qur’an yang menerangkan bahwa anak juga merupakan perhiasan kehidupan dunia seperti firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:
Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS. Al-Kahfi[18]:46). Ayat tersebut menjelaskan bahwa anak-anak merupakan perhiasan bagi
3
manusia di dunia. Anak yang shaleh merupakan pahala yang kekal bagi kedua orang tuanya dan menjadi harapan baik untuk memperoleh surga Allah SWT. Untuk memperoleh anak yang shaleh, diperlukan pendidikan agama yang baik. Anak yang shaleh adalah anak yang memiliki akhlak mulia, dan hanya dapat dididik melalui pendidikan agama. Al-Falih mengemukakan bahwa anak merupakan amanat besar yang dititipkan Allah kepada orang tua. Amanat tersebut akan dipertanggungjawabkan oleh mereka pada hari kiamat. Anak-anak berhak memperoleh pendidikan dari kedua orang tua mereka berupa pendidikan keislaman yang baik dan benar (AlFalih, 2003:23). Dalam taraf tertentu, orang tua tidak mampu lagi mendidik anakanaknya sendiri sehingga memerlukan bantuan dari pihak lain. Karena keterbatasan tersebut, orang tua memilih untuk mendidik anaknya melalui lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal. Dari hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang dikehendaki adalah mengenai keluhuran rohani, keutamaan jiwa, kemuliaan akhlak dan kepribadian yang kuat merupakan tujuan utama dari pendidikan bagi kalangan manusia muslim, karena akhlak adalah aspek fundamental dalam kehidupan seseorang, masyarakat maupun suatu negara. Pendidikan memang harus dilakukan sejak dini. Pendidikan, khususnya pendidikan akidah dan akhlak yang mengarah pada terbentuknya keluhuran rohani dan ketuamaan jiwa harus mulai ditanamkan sejak anak duduk di sekolah dasar. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik anak-anak di sekolah dasar yang masih sangat tinggi daya rekamnya atas pelajaran dan pengalaman hidup.
4
Ilmu Agama merupakan pintu utama interaksi antara Tuhan dan makhluknya yang harus diupayakan sejak dini. Ilmu pengetahuan yang lain juga dapat mengantarkan manusia untuk lebih dekat dengan Tuhan. Segala ilmu pengetahuan yang memberikan kebaikan di dunia dan akhirat penting untuk dipelajari. Al-Ghazali sendiri menekankan perlunya manusia memberikan skala prioritas dengan menempatkan ilmu agama dalam posisi paling penting (Sholeh, 2006:81). Implementasinya, pendidikan agama Islam di jenjang sekolah dasar seharusnya menjadi prioritas paling penting dibandingkan dengan ilmu yang lain. Perhatian tentang prestasi belajar pendidikan agama islam di sekolah merupakan permasalahan paling urgen sebelum mata pelajaran yang lain. Kenyataan yang banyak ditemui tidaklah demikian, banyak permasalahan di dalam mata pelajaran ini, khususnya kurangnya kualitas pemahaman siswa dan pengamalan ajaran agama yang kurang mendapatkan solusi yang tepat. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, peneliti menemukan permasalahan yang menarik untuk dikaji lebih lanjut dalam dunia pendidikan agama Islam. Masalah tersebut adalah rendahnya prestasi belajar siswa kelas V dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Dari 30 orang siswa di kelas V, tercatat baru sekitar 20% yang memperoleh hasil yang maksimal atau mencapai batas ketuntasan belajar minimal mereka. Sedangkan sisanya (80%) sekitar 24 siswa memperoleh rata-rata nilai di bawah 60. Terdapat beberapa siswa yang masih belum memiliki kompetensi yang diharapkan mengenai materi akidah akhlak yaitu meneladani perilaku Nabi Ayub a.s. dan juga meneladani perilaku Nabi Musa a.s.
5
Keteladanan perilaku Nabi Ayub a.s. yaitu Iman yang kuat, tekun beribadah, dan kesabaran yang luar biasa dalam menghadapi ujian. Sedangkan perilaku Nabi Musa a.s yaitu Berani, Cerdas, kuat, lemah lembut, halus budi pekertinya, luhur akhlaknya, dapat dipercaya. Masih kurangnya akidah akhlak pada siswa kelas V SD Banyubiru 03 tersebut terjadi salah satunya karena proses KBM di kelas yang bermasalah. Proses KBM yang berjalan di kelas kurang efektif memberikan pemahaman dan motivasi untuk mengamalkan apa yang diperoleh oleh siswa. Masih kurangnya pemahaman siswa terlihat dari nilai evaluasi yang masih rendah. Kurangnya motivasi untuk mengamalkan peneliti ketahui dari wawancara singkat tak terstruktur kepada beberapa siswa untuk mengetahui seberapa jauh mereka mengamalkan perilaku terpuji. Peneliti merasa metode pengajaran PAI di kelas V SD Banyubiru 03 perlu diperbaiki, khususnya untuk materi akidah akhlak. Karena materi akidah akhlak bersifat meniru keteladanan para Kholifah (Abu Bakar dan Umar), maka peneliti mengambil keputusan untuk menggunakan metode Role Playing di dalam KBM. Studi pustaka yang peneliti laksanakan sementara menyimpulkan bahwa metode ini cocok digunakan untuk materi tersebut. Namun demikian, peneliti belum membuktikan secara empiris mengenai efektifitas metode ini di dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Efektifitas metode Role Playing perlu diuji dilapangan, oleh sebab itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas tentang: Penerapan Metode Role Playing Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar PAI Materi Akidah Akhlak dalam Mata Pelajaran PAI Pada Siswa Kelas V SD Banyubiru 03
6
Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang Tahun 2011.
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang ada di dalam rencana penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah prestasi belajar PAI untuk materi Akidah Akhlak pada siswa kelas V SD Banyubiru 03 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang Tahun 2011? 2. Apakah metode role playing dapat meningkatkan prestasi belajar PAI materi Akidah Akhlak pada siswa kelas V SD Banyubiru 03 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang Tahun 2011?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan yang ingin dicapai yaitu: 1.
Untuk mengetahui prestasi Belajar PAI materi Akidah Akhlak pada siswa kelas V SD Banyubiru 03 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang Tahun 2011.
2.
Untuk mengetahui apakah metode role playing dapat meningkatkan prestasi PAI materi Akidah Akhlak pada siswa kelas V SD Banyubiru 03 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang Tahun 2011.
D. Hipotesis Tindakan Susilo (2009:48) menyatakan bahwa “hipotesis tindakan adalah dugaan mengenai perubahan yang mungkin terjadi jika suatu tindakan dilakukan.”
7
Penelitian ini mengajukan hipotesis tindakan sebagai berikut: “Metode role playing mampu meningkatkan prestasi belajar PAI untuk materi Akidah Akhlak pada siswa kelas V SD Banyubiru 03 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang Tahun 2011.”
E. Kegunaan Penelitian Peneliti merumuskan kegunaan yang dimiliki penelitian sebagai berikut: 1.
Secara Teoretis Secara
teoretis,
penelitian
yang
akan
dilakukan
ini
dapat
menyumbangkan pemikiran dan menambah referensi dalam pengembangan metode pembelajaran yang tepat di dalam kajian tentang pendidikan. Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya khususnya mengenai efektifitas penggunaan metode role playing. 2.
Secara Praktis Secara praktis, penelitian yang dilaksanakan dapat berguna bagi peningkatan mutu pembelajaran di lokasi penelitian. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan bagi peningkatan mutu dan efektifitas pembelajaran akidah akhlak. Hasil penelitian diharapkan berguna untuk peneliti dalam mengatasi
masalah
yang
timbul
dalam
proses
pembelajaran
yang
dilaksanakan peneliti serta mampu menambah pengalaman peneliti dalam mengajar.
8
F. Definisi Operasional Supaya tidak terjadi kesalahpahaman karena perbedaan penafsiran maka dijelaskan tentang maksud yang terkandung dalam judul penelitian tindakan kelas ini sebagai berikut: 1. Metode role playing Metode role playing adalah “... a derivative of a sociodrama, is a method for exploring the issues involved in complex social situations (Blatner, 18/10/2009).” Kalimat tersebut diterjemahkan sebagai “…turunan dari sosiodrama, adalah metode untuk mengeksplorasi isu yang terlibat dalam situasi sosial yang kompleks.” Sedangkan menurut Zaini (2008:98), role play adalah suatu aktivitas pembelajaran yang terencana dan dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang spesifik. Role play didasarkan pada tiga aspek utama dalam hidup yaitu: mengambil peran, membuat peran, dan tawar-menawar
peran.
Berdasarkan
dua
pendapat
tersebut
penulis
menyimpulkan bahwa metode role playing adalah aktivitas pembelajaran yang
dirancang
untuk
mencapai
tujuan
tertentu,
dimana
aktivitas
pembelajaran tersebut adalah dengan memerankan sebagai tokoh tertentu atau benda mati. Metode pengajaran simulasi terbagi menjadi 3 kelompok; a. Role playing: semacam drama sosial berguna untuk menanamkan kemampuan menganalisa situasi sosial tertentu, b. Psikodrama: hampir mirip dengan role playing. Perbedaan terletak pada penekannya. sosia drama menekankan kepada permasalahan sosial,
9
sedangkan psikodrama menekankan pada pengaruh psikologisnya dan c. Sosiodrama bertujuan menggambarkan suatu peristiwa masa lampau. Berdasarkan kutipan tersebut, berarti metode role playing adalah metode pembelajaran yang di dalamnya menampakkan adanya perilaku purapura dari siswa yang terlihat dan atau peniruan situasi dari tokoh-tokoh sejarah sedemikian rupa. Dengan demikian metode role playing adalah metode yang melibatkan siswa untuk pura-pura memainkan peran tokoh yang terlibat dalam proses sejarah. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dijelaskan bahwa proses pembelajaran akidah akhlak bagi siswa kelas V SD Banyubiru 03 dengan menggunakan metode role playing adalah sebagai berikut: a. Guru menerangkan teknik pelaksanaan pembelajaran role playing terlebih dahulu. Menerapkan siatuasi dan masalah yang akan dimainkan dan menceritakan jalannya peristiwa dan latar belakang cerita yang akan dipentaskan tersebut b. Guru menentukan beberapa siswa yang tepat untuk memerankan lakon tertentu. Mengaturan adegan dan kesiapan mental siswa. c. Secara sederhana siswa memainkan lakon tersebut di depan kelas d. Setelah dalam puncak klimaks, maka guru dapat menghentikan jalannya drama. Hal ini dimaksudkan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat diselesaikan secara umum, sehingga penonton ada kesempatan untuk berpendapat dan menilai permainan yang dimainkan. Role playing dapat pula dihentikan bila menemui jalan buntu
10
e. Guru dan siswa dapat memberikan komentar, kesimpulan atau berupa catatan jalannya pembelajaran role playing untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya 2. Prestasi Belajar Akidah Akhlak a. Pengertian Prestasi Belajar Suprijono (2009:3) mengartikan belajar sebagai kegiatan psikofisik-sosio menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Suprijono juga mengatakan bahwa prinsip belajar adalah: perubahan perilaku, merupakan proses dan merupakan bentuk pengalaman (Suprijono, 2009:4). Merujuk pemikiran Gagne, Suprijono (2009:5-6) menjelaskan bahwa hasil dari belajar adalah: informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik dan sikap. Pengertian prestasi belajar dapat disimpulkan dari penjelasan mengenai pengertian belajar. Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh oleh seseorang yang melakukan aktivitas belajar berupa perubahan ke arah yang lebih baik dalam hal kemampuan verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik dan atau sikap. c. Pengertian Akidah Akhlak Akidah akhlak maksudnya adalah perbuatan-perbuatan yang baik yang datang dari sifat-sifat batin yang ada dalam hati menurut syara’. Sifat-sifat itu biasanya disandang oleh rosul, anbiya’, aulia dan orangorang yang shalih. Adapun yang dimaksud akidah akhlak adalah perilaku/perbuatan yang baik dalam kehidupan sehari-hari yang meliputi
11
syukur nikmat, hidup sederhana, rendah hati, jujur, rajin, dan percaya diri, tolong menolong, qanaah dan bertanggung jawab. Menurut Amin (2003:2), agama adalah sumber dari akhlak yang mulia. Maka salah satu jalan untuk menegakkan akhlak adalah dengan melaksanakan prinsipprinsip ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. 3. Siswa kelas V SD Banyubiru 03 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang Kelas V SD Banyubiru 03 adalah siswa kelas V SD Banyubiru 03 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang pada tahun ajaran 2011/2012 yang berjumlah 30 siswa.
G. Metode Penelitian Menurut Sugiyono, secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2009:3). Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian yang dilakukan berdasarkan pada ciri-ciri keilmuwan yaitu: rasional, empiris dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian tersebut dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Penelitian ini tergolong ke dalam penelitian tindakan kelas, sehingga peneliti merasa perlu untuk menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
12
1. Rancangan Penelitian Peneliti memilih jenis penelitian tindakan kelas karena peneliti ingin meningkatkan kinerja peneliti sebagai guru. Penelitian tindakan kelas adalah sebuah progres investigasi terkendali yang berdaur ulang dan bersifat reflektif mandiri yang dilakukan oleh guru atau calon guru yang memiliki tujuan untuk melakukan perbaikan-perbaikann terhadap sistem, cara kerja, proses, isi, kompetensi, atau situasi pembelajaran (Susilo, dkk, 2009:1). Selain untuk meningkatkan kinerja, pemilihan jenis penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memecahkan permasalahan yang peneliti temukan pada proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Permasalahan tersebut adalah permasalahan rendahnya prestasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI khususnya materi akidah akhlak. Model penelitian tindakan kelas yang akan peneliti terapkan mengacu pada model Kemmis & McTaggart. Model ini adalah pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin. Jika pada model Kurt Lewin terdapat empat komponen yaitu planning, acting, observing, dan reflecting yang masing-masing merupakan proses tersendiri, maka model Kemmis & McTaggart menjadikan komponen acting dan observing sebagai satu kesatuan. Pada model Kemmis, tindakan dilaksanakan bersamaan dengan observasi. Peneliti melaksanakan suatu tindakan sekaligus melaksanakan observasi (Susilo, 2009:12). Pada dasarnya model Kemmis & McTaggart merupakan kumpulan beberapa siklus yang masing-masing siklusnya terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengambatan, dan refleksi.
13
Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus. Tidak terdapat patokan khusus tentang berapa jumlah siklus dalam penelitian tindakan kelas. Peneliti menetapkan jumlah siklus tiga dengan harapan masalah yang ada dapat diselesaikan dan tujuan penelitian tercapai pada siklus ketiga. Hal tersebut berarti peneliti mengetahui prestasi belajar PAI untuk materi Akidah Akhlak pada siswa kelas V SD Banyubiru 03 dan prestasi belajar PAI siswa dapat meningkat pada akhir siklus ketiga. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai bulan Agustus 2011. 2. Subjek Penelitian Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah seluruh siswa dan guru pendidikan agama Islam kelas V di SD Banyubiru 03 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang pada tahun 2011. Jumlah siswa kelas V adalah 30 orang. 3. Langkah-Langkah Penelitian Hal pertama yang peneliti lakukan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah identifikasi masalah. Masalah yang ingin dipecahkan adalah bagaimana cara meningkatkan prestasi belajar PAI materi akidah akhlak pada siswa kelas V SD Banyubiru 03. Setelah masalah teridentifikasi, masalah kemudian dirumuskan dengan kalimat yang jelas dan mudah dipahami. Identifikasi masalah penelitian dilakukan dengan merasakan adanya masalah dalam kegiatan belajar mengajar. Permasalahan dalam kegiatan belajar dirasakan oleh peneliti melalui ditemukannya kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang dihadapi di kelas.
14
Setelah masalah ditemukan, peneliti kemudian melakukan kegiatan refleksi awal dengan identifikas proses pembelajaran sebelumnya. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui penyebab apa saja yang mempengaruhi rendahnya prestasi belajar PAI siswa. Hasil refleksi awal ini kemudian didiskusikan dengan sesama guru untuk memperoleh masukan. Peneliti juga melakukan kajian teori dan menentukan strategi pembelajaran yang tepat untuk memecahkan masalah. Berdasarkan hasil kegiatan tersebut ditentukan langkah paling tepat untuk meningkatkan prestasi belajar siswa terhadap akidah akhlak adalah dengan menggunakan metode role playing. Peneliti memperkirakan bahwa permasalahan tersebut dapat dipecahkan melalui penelitian tindakan kelas dengan tiga siklus penelitian. Langkah yang ditempuh adalah: a. Perencanaan Tindakan Pada tahap ini peneliti merancang persiapan untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas. Kegiatan yang peneliti lakukan adalah membuat rancangan pembelajaran (RPP), menyiapkan alat dan bahan pembelajaran, serta menetapkan waktu
yang tepat
untuk melaksanakan PTK.
Menentukan siapa, akan melakukan apa, kapan, dimana, dan bagaimana melakukannya dalam uraian pelaksanaan tindakan nanti. Peneliti juga merencanakan instrument yang digunakan meliputi bagaimana instrument dibuat, cara penggunaannya, siapa yang menggunakan dan kapan digunakan. Insntrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan instrument tes.
15
b. Pelaksanaan tindakan Peneliti melaksanakan penelitian tindakan kelas sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Peneliti melaksanakan proses pembelajaran untuk materi akidah akhlak di kelas V SD Banyubiru 03 dengan menggunakan metode role playing. c. Pengamatan Peneliti melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan menggunakan lembar observasi yang telah disusun. Pengamatan ini dilakukan guru sendiri sebagai peneliti dan meminta guru lain (kolaboator) untuk ikut serta menjadi observer untuk meminimalkan subjektifitas. Tujuan pengamatan adalah untuk memperoleh data dan bukti-bukti hasil tindakan agar dapat dievaluasi dan dijadikan dasar untuk refleksi. d. Refleksi Pada tahap ini peneliti melakukan analisis data hasil pengamatan mengenai proses, masalah dan hambatan yang dijumpai dan dilanjutkan dengan refleksi terhadap refleksi dampak pelaksanaan tindakan yang dilakukan. Di dalam refleksi ini, peneliti melakukan diskusi dengan guru kolaborator. Hasil refleksi kemudian dijadikan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan
proses
pembelajaran
selanjutnya.
Keempat
proses
mulai
perencanaan sampai refleksi tersebut merupakaan sebuah siklus. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus. Jika digambarkan dalam sebuah skema, maka skema siklus penelitian ini adalah sebagai berikut:
16
Rencana Tindakan Siklus I Refleksi Siklus I Observasi Siklus I Pelaksanaan Tindakan Siklus I Rencana Tindakan Siklus II
Refleksi Siklus II Observasi Siklus II Pelaksanaan Tindakan Siklus II
Rencana Tindakan Siklus III Refleksi Siklus III Observasi Siklus III Pelaksanaan Tindakan Siklus III Kesimpulan
Gambar 1.1 Skema Siklus Penelitian Tindakan Kelas
17
4. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan antara lain: a.
Dokumen Arsip Terdapat beberapa arsip yang dapat digunakan peneliti untuk memperoleh
wawasan
kajadian
masa
lalu,
mengidentifikasi
kecenderungan masa depan dan menjelaskan tentang sesuatu yang sedang terjadi. Sumber data arsip sekolah yang peneliti pergunakan dalam penelitian ini adala: daftar hadir siswa, daftar prestasi siswa, skor siswa dalam tes, jurnal harian siswa, arsip rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan catatan pembelajaran. b.
Lembar observasi 1) Lembar observasi bagi guru Lembar observasi untuk guru terdiri dari 8 item pertanyaan yang bertujuan mengukur ketrampilan mengajar guru. Setiap item memiliki skor tertentu untuk kemudian dijumlahkan. Skor setiap item adalah 1-5 dengan kategori: skor 5 yang berarti amat baik, skor 4 berarti baik, skor 3 berarti cukup baik, skor 2 berarti tidak baik dan skor 1 berarti amat tidak baik. Syaiful Bahri Djamarah (2005: 99-171) mengemukakan keberhasilan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang guru akan ditentukan oleh seberapa jauh penguasaan keterampilan dasar mengajar
yang
dimiliki
oleh
guru
yang
Keterampilan dasar mengajar tersebut meliputi:
18
bersangkutan.
a) Keterampilan memberi penguatan yaitu tingkah laku guru dalam merespon secara positif suatu tingkah laku tertentu siswa yang memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali. b) Keterampilan bertanya adalah cara guru dalam ucapan verbal yang meminta respon dari siswanya. Respon tersebut dapat berupa pengetahuan sampai dengan hal-hal yang merupakan hasil pertimbangan. Dengan kata lain, keterampilan bertanya merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan berpikir siswa. c) Keterampilan
menggunakan
variasi
diartikan
sebbagai
perbuatan guru dalam konteksproses belajar mengajar yang bertujuan mengatasi kebosanan siswa, sehingga dalam proses belajarnya
siswa
senantiasa
menunjukkan
ketekunan,
keantusiasan, serta berperan secara aktif. d) Keterampilan menjelaskan berarti menyajikan informasi lisan yang
diorganisasikan
secara
sistematis
dengan
tujuan
menunjukan hubungan.Penekanan memberikan penjelasan adalah proses penalaran siswa bukan indoktrinasi. e) Keterampilan membuka dan menutup pelajaran diartikan perbuatan guru untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat pada apa yang akan dipelajari. Keterampilan menutup adalah kegiatan guru
19
untuk mengakhiri kegiatan inti pelajaran. Maksudnya adalah memberikan gambaran menyeluruh tantang apa yang telah dipelajari siswa, mengetahui tingkat pencapaian siswa, dan tingkat keberhasilan guru dalam proses belajar-mengajar. f) Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan adalah perbuatan guru dalam konteks belajar-mengajar yang hanya melayani 3-8 siswa untuk kelompok kecil, dan hanya seorang untuk perorangan. Pada dasarnya bentuk pengajaran ini dapat dikerjakan dengan membagi kelas dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil. g) Keterampilan mengelola kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikan kekondisi yang optimal jika terjadi gangguan, baik dengan cara mendisiplinkan ataupun melakukan kegiatan remidial. h) Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil adalah suatu proses yang teratur dengan melibatkan sekelompok siswa dalam interaksi tatap muka kooperatif yang optimal dengan tujuan berbagai informasi atau pengalaman, mengambil keputusan atau memecahkan suatu masalah.Keterampilan memberi penguatan.
20
2) Observasi terhadap siswa Observasi terhadap siswa mengamati 8 aspek yang mencerminkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Setiap item diberikan skor seperti lembar observasi terhadap guru. Aspek tersebut antara lain: a) Siswa memperhatikan penjelasan guru b) Antusias siswa mengikuti pembelajaran c) Aktif bertanya d) Aktif menjawab pertanyaan e) Aktif dalam kerja kelompok f) Dapat bekerjasama dengan teman g) Berani mengemukakan pendapat h) Menyampaikan hasil kerja kelompok c. Instrumen Tes Instrumen berupa tes disusun untuk memperoleh data mengenai prestasi belajar siswa. Dari instrumen tes ini peneliti akan memperoleh data pencapaian penguasaan kompetensi siswa.
4. Pengumpulan Data a. Sumber data Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari siswa kelas V SD Banyubiru 03 Kecamatan Banyubiru yang berjumlah 30 siswa, guru agama dan proses pembelajaran akidah akhlak melalui metode role playing. 21
b. Jenis data Jenis data diperoleh berupa: 1) Data kualitatif yaitu rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dokumen kesiswaan (daftar kelas, daftar absen, buku daftar nilai) catatan pelaksanaan proses pembelajaran, hasil observasi dari angket. 2) Data kuantitatif berupa hasil pembelajaran akidah akhlak yang dilaksanakan sebelum penelitian tindakan kelas dan nilai setiap akhir siklus. c. Cara pengambilan data Data diambil melalui observasi, studi dokumenter dan tes. 5. Analisis data Analisis data dilakukan untuk membuktikan diterima atau ditolaknya hipotesis penelitian tindakan yaitu: metode role playing mampu meningkatkan prestasi belajar PAI untuk materi Akidah Akhlak pada siswa kelas V SD Banyubiru 03 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang Tahun 2011 akan dilakukan melalui analisis data hasil tes. Skor hasil penilaian tes yang diperoleh siswa harus mencapai minimal 60 (KKM). Untuk menghitung skor peneliti menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan: B = Banyaknya butir yang dijawab benar N = Banyaknya butir soal
22
Hasil belajar siswa tersebut dianalisis apakah sudah tuntas (≥ 60) atau belum tuntas (≤ 60) kemudian di persentase.
Keterangan: %T = Persentase nilai ketuntasan belajar Nt = Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar S = Jumlah total siswa Selain itu, peneliti juga akan melakukan analisis data tentang ketrampilan guru. Data mengenai ketrampilan guru diperoleh melalui observasi atau pengamatan yang dilakukan oleh kolaborator dengan menggunakan lembar observasi untuk guru. Instrumen untuk mengukur keterampilan guru dalam pembelajaran yang telah berhasil dibuat ada 8 butir. Jika rentangan yang dipakai adalah 1 sampai 5, maka: Skor terendah = 8 × 1 = 8 Skor tertinggi = 8 × 5 = 40 Median = 8 + 40 / 2 = 24 Jika dibagi 5 kategori maka: 8 – 17 18 – 23 24 – 29 30 – 35 34 – 40
= Sangat Kurang = Kurang = Cukup = Baik = Sangat Baik
23
Data mengenai keaktifan siswa yang diperoleh melalui observasi terhadap siswa dengan menggunakan lembar observasi siswa. Instrumen untuk mengukur aktivitas siswa yang telah berhasil dibuat ada 8 butir. Jika rentangan yang dipakai adalah 1 sampai 5, maka:
Skor terendah = 8 × 1 = 8 Skor tertinggi = 8 × 5 = 40 Median = 8 + 40 / 2 = 24 Jika dibagi 5 kategori maka: 8 – 17 18 – 23 24 – 29 30 – 35 34 – 40
= Sangat Kurang = Kurang = Cukup = Baik = Sangat Baik
5. Sasaran Penelitian Sasaran penelitian menjelaskan tentang perubahan yang diinginkan dari subyek yang dikenai tindakan yaitu target yang diharapkan. Oleh karena itu dijelaskan bahwa sasaran penelitian ini adalah: a. Faktor siswa Perubahan yang diinginkan adalah meningkatnya minat dan keaktifan belajar siswa yang akan menghasilkan peningkatan prestasi belajar siswa tentang akidah akhlak berdasarkan metode role playing. Fokus pengamatannya adalah minat dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Perubahan pada siswa yang tercermin dari tes tertulis serta tes kepribadian.
24
b. Faktor Guru Perubahan yang diinginkan adalah meningkatnya ketrampilan guru dalam mengelola kelas. Penggunaan media pembelajaran yang tepat dan kemampuannya memberikan teladan kepada siswa. Indikator keberhasilannya adalah respon positif siswa karena guru mampu membangun suasana pembelajaran yang interaktif
H. Sistematika Penelitian Laporan hasil penelitian tindakan kelas ini disusun dalam bentuk skripsi dengan sistematika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan berisi: Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis tindakan, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika penelitian. Bab II Kajian pustaka, berisi mengenai: mata pelajaran agama islam, teori belajar, teori motivasi belajar, prestasi belajar siswa, berbagai pendekatan pembelajaran, metode role playing. Bab III Pelaksanaan penelitian berisi deskripsi pelaksanaan siklus I, deskripsi pelaksanaan siklus II, deskripsi pelaksanaan siklus III Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan memuat: deskripsi setiap siklus, berupa data hasil proses pembelajaran, hasil observasi dan hasil angket minat, pembahasan hasil penelitian Bab V penutup memuat: kesimpulan mengenai hasil peneltian dan saran yang peneliti berikan kepada beberapa pihak yang terkait.
25
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam 1.
Pengertian Pendidikan Agama Islam Sholeh (2006:93) mengutip pengertian pendidikan (altarbiyah) dari Abdul Mujib sebagai proses transformasi ilmu pengetahuan dari tingkat dasar menuju tingkat berikutnya. Proses transformsi ilmu pengetahuan tersebut dapat berjalan dengan baik apabila didukung dengan sumber daya manusia dan kondisi lingkungan saat proses terjadi. Tingkatan yang ada di dalam pendidikan bukan bermaksud untuk mengkotak-kotakkan, namun lebih bertujuan untuk memberikan target pencapaian yang berjenjang, secara gradual. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menjelaskan bahwa standar kompetensi mata pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk sekolah dasar meliputi: Al-Quran, Aqidah, Tarikh, Akhlak dan Fiqih. Mata pelajaran ini diberikan kepada siswa dengan tujuan agar peserta didik mampu memahami, menghayati dan mengamalkan akhlak Islami dalam kehidupan sehari-hari sebagai pengamalan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan. Menurut rumusan hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia pada tahun 1960, hakikat pendidikan agama Islam adalah bimbingan
26
terhadap pertumbuhan jasmani dan rohani seseorang menurut agama Islam. Hal tersebut berarti proses pendidikan Islam merupakan upaya mempengaruhi jiwa anak didik secara gradual, sehingga tertanam ketakwaan, etika luhur serta sikap untuk menegakkan kebenaran (Sholeh, 2006:97). Dari definisi tesebut dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya manusia yang berkepribadian dan berbudi luhur sesuai ajaran Islam. Pendidikan Islam yang tidak mampu membentuk pribadi manusia berbudi luhur berarti telah gagal menjalankan fungsinya dengan baik. Standar Kompetensi dan kompetensi dasar tingkat SD, MI dan SDLB menyatakan dengan jelas bahwa pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati,
dan
mengamalkan
agama
Islam
melalui
kegiatan
bimbingan, pengajaran, dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional (http://www.puskur.net/download/kbk/sd/PendidikanAgamaIslam.pdf, diunduh, 23 Juli 2011, 08.00). Dari pengertian tersebut dapat ditemukan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu berikut ini. a.
pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau
27
latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. b.
Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan; dalam arti ada yang dibimbing, diajari dan atau dilatih dalam peningkatan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran Agama Islam.
c.
Pendidik atau Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) yang melakukan kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan secara sadar terhadap para peserta didiknya untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam.
d.
Kegiatan (pembelajaran) pendidikan agama Islam diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Agama Islam dari peserta didik, yang disamping untuk kesalehan atau kualitas pribadi, juga sekaligus untuk membentuk kesalehan sosial. Di dalam khazanah pemikiran Islam, terutama karya-karya
Ilmiah berbahasa Arab, terdapat berbagai istilah yang berkaitan dengan pendidikan Islam. Beberapa istilah tersebut antara lain a. Al-tarbiyah Al-tarbiyah berarti mengasuh, menanggung, member makan,
mengembangkan,
mempertumbuhkan,
memproduksi
28
memelihara, dan
membesarkan,
menjinakkan
(Sholeh,
2006:92). Pengertian tersebut terkait dengan Q.S al-Syuara: 18. AlQuran dan al-Hadits tidak menyebutkan kata tarbiyah secara eksplisit. Muhaimin dan Abdul Mujib (dalam Sholeh, 2006:93) mendifinisikan
tarbiyah
sebagai
proses
transformasi
ilmu
pengetahuan dari tingkat dasar menuju tingkat selanjutnya. b. Al-ta’lim Kata al-ta’lim berarti pengajaran. Firman Allah SWT dalam Q.S Al-Baqoroh:31 sebagai berikut:
Artinya: dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (bendabenda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama bendabenda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" Rasyid Ridho (dalam Sholeh, 2006:94) mendefinisikan al-ta’lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan kepada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan. c. Al-ta’dib Al-ta’dib didefinisikan sebagai proses pendidikan yang berorientasi pembentukan pribadi anak didik yang beradab, taat hokum, menjunjung tinggi etika atau sopan santun (Sholeh, 2006:94). Dalam proses ini, diperlukan niat yang kuat dari dalam diri untuk membangun moral yang baik dimulai dari diri sendiri.
29
d. Al-tadris Kata al-tadris bermakna pendidikan, pengajaran, tutorial (Sholeh, 2006:95). Kata al-tadris dikaitkan dengan Firman Allah SWT Q.S Ali-Imran: 79 berikut ini:
Artinya: tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan kenabian, lalu Dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. Al-tadris merupakan proses pendidikan berbasis teori dan praktik yang menungkinkan siswa menjadi pribadi yang matang, dewasa, dan mampu membangun ikatan kuat antara guru dengan siswa (Sholeh, 2006:96). Hal tersebut menyebabkan guru harus mampu memberikan pengetahuan empiric kepada siswa disertai pengalaman. e. Al-riyadhah Makna al-riyadhah adalah pelatihan, maksudnya adalah pelatihan, pendidikan etika (Sholeh, 2006:96). Konteks yang sesuai dengan pendidikan anak adalah mendidik jiwa anak dengan akhlak yang mulia.
30
2.
Urgensi Pendidikan Agama Islam Urgensi pendidikan Agama Islam dapat dilihat dari kewajiban lembaga pendidikan asing pada tingkat dasar dan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan agama. Hal tersebut disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 65 ayat (2): “Lembaga pendidikan asing pada tingkat pendidikan dasar dan menengah wajib memberikan pendidikan agama dan kewarganegaraan bagi peserta didik warga negara Indonesia.” Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa berdasarkan visi dan misi pendidikan nasional tersebut, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa strategi pembangunan pendidikan nasional menerapkan 13 langkah sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h.
pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia; pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan; peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan; penyediaan sarana belajar yang mendidik; pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan; penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata;
31
i. j. k. l. m.
pelaksanaan wajib belajar; pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; pemberdayaan peran masyarakat; pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; dan pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional. (Penjelasan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003:25).
Penulis melihat bahwa 13 langkah yang coba diterapkan tersebut langkah pertama adalah pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia. Hal tersebut menggambarkan bahwa pendidikan agama khususnya agama Islam memiliki posisi utama dalam sistem pendidikan nasional. Begitu pentingnya pendidikan agama Islam mengharuskan semua unsur pendidikan harus mendahulukan pelaksanaan pendidikan agama Islam serta akhlak mulia di sekolah dasar. Dalam konsep Islam, Iman merupakan potensi rohani yang harus diaktualisasikan dalam bentuk amal shaleh, sehingga nenghasilkan prestasi rohani (iman) yang disebut taqwa. Amal saleh itu menyangkut keserasian dan keselarasan hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan dirinya yang membentuk kesalehan pribadi; hubungan manusia dengan sesamanya yang membentuk kesalehan sosial (solidaritas sosial), dan hubungan manusia dengan alam yang membentuk kesalehan terhadap alam sekitar. Kualitas amal saleh akan menentukan derajat ketaqwaan (prestasi rohani atau iman) seseorang di hadapan Allah SWT. Usaha pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah diharapkan agar mampu membentuk kesalehan pribadi dan sekaligus
32
kesalehan sosial sehingga pendidikan agama Islam diharapkan jangan sampai: (1) Menumbuhkan semangat fanatisme; (2) Menumbuhkan sikap intoleran di kalangan peserta didik dan masyarakat Indonesia; dan (3) Memperlemah kerukunan hidup beragama serta persatuan dan kesatuan nasional. Fanatisme adalah sebuah keadaan di mana seseorang atau kelompok yang menganut sebuah paham, baik politik, agama, kebudayaan atau apapun saja dengan cara berlebihan (membabi buta) sehingga berakibat kurang baik, bahkan cenderung menimbulkan perseteruan dan konflik serius. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, fanatik berarti “teramat kuat kepercayaan (keyakinan) terhadap ajaran (politik, agama, dan sebagainya).” Sedangkan kata fanatisme diartikan sebagai “keyakinan (kepercayaan) yang terlalu kuat terhadap ajaran (politik, agama, dsb). (http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/, diunduh 26/08/2011)” Dari penjelasan tersebut, kata fanatisme dan fanatik memiliki arti yang kurang lebih sama. Namun demikian, fanatisme lebih kearah faham yang sering dihubungkan dengan timbulnya perseteruan dan konflik serius. Bila fanatik diartikan “teramat kuat kepercayaan terhadap ajaran agama”, dan hal ini dijalankan dengan benar, maka tidak mungkin timbul kekerasan dan tindak anarki karena di dalam Islam sendiri tindak anarki dan kekerasan tidak diperbolehkan tanpa alasan yang kuat dalam segi agama.
33
Dalam konteks masyarakat Indonesia yang pluralistik, dalam arti masyarakat yang serba plural, baik dalam agama, ras, etnis, budaya dan sebagainya, pembelajaran pendidikan agama Islam diharapkan mampu mewujudkan ukhuwah Islamiyah dalam arti luas tersebut. Walaupun masyarakat berbeda-beda agama, ras, etnis, tradisi, dan budaya, tetapi melalui keragaman ini harus dapat dibangun suatu tatanan yang rukun, damai dan tercipta kebersamaan hidup serta toleransi yang dinamis dalam membangun bangsa Indonesia.
B.
Teori Belajar Smith (2009:76) menguraikan bahwa teori adalah sesuatu yang memberikan penjelasan umum, menjelaskan dan memprediksi perilaku dan dapat termodifikasi. Sebuah teori dapat mengalami perubahan, bahkan dibuang
seluruhnya,
disangkal
di
kemudian
hari
setelah
gagal
mempertahankan dirinya setelah diuji. Sedangkan Suprijono menjelaskan bahwa Teori merupakan perangkat prinsip-prinsip yang terorganisasi mengenai peristiwa-peristiwa tertentu dalam lingkungan (Suprijono, 2009:15). Terdapat tiga teori dalam pendidikan, yaitu: 1.
Teori Perilaku (Behaviorisme) Suprijono (2009:16) menjelaskan bahwa teori perilaku berakar pada pemikiran behaviorisme yang mengartikan pembelajaran sebagai proses pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respons. Smith (2009:77) mengatakan bahwa behaviorisme menititk beratkan
34
pada kajian tentang perilaku nyata yang bisa diteliti dan diukur. Teori ini secara total mengabaikan proses pemikiran yang terjadi dalam pikiran. Tokoh-tokoh teori behaviorisme antara lain: Ivan Pavlov, Watson, Thorndike dan Skinner. a. Ivan Pavlov Terkenal dengan teori pengondisian klasik atau substitusi stimulus. Eksperimen paling terkenalnya melibatkan makanan, anjing, dan bel. Sebelum pengondisian, bunyi bel tidak berpengaruh pada anjing. Penempatan makanan di depan anjing mengawali keluarnya air liur. Selama pengondisian, bel berbunyi beberapa
detik
sebelum
anjing
diberi
makan.
Setelah
pengondisian, bunyi bel tanpa adanya makanan menyebabkan air liur anjing keluar (Smith, 2009:78). Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang tejadi karena suatu proses preubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi (Suprijono, 2009:19). Hal terpentin dalam teori ini
adalah adanya
pengulangan dan latihan. b. Watson Watson
mengemukakan
dua
prisip
dasar
dalam
behaviorisme, yaitu kekerapan dan kebaruan. Kekerapan adalah makin kerap individu melakukan reaksi terhadap rangsangan tertentu, maka reaksi tersebut besar kemungkinan terulang lagi
35
ketika rangsangan yang sama muncul. Kebaruan adalah ketika individu melakukan reaksi baru terhadap suatu stimulus, maka rangsangan baru tersebut akan muncul kembali ketika rangsangan yang sama diberlakukan (Suprijono, 2009:19). Smith (2009:80) menulis bahwa Watson, ilmuwan Amerika yang menggunakan gagasan Pavlov, percaya bahwa manusia dilahirkan dengan beberapa reflex dan reaksi emosional cinta dan kemarahan. Semua perilaku lain dibentuk melalui asosiasi stimulus-respons dengan jalan pengondisian. Istilah “behaviorisme” dikemukakan oleh Watson. c. Thorndike Thorndike mengeluarkan teori koneksionisme yang mengatakan bahwa pembelajaran merupakan formasi sebuah koneksi antara stimulus dan respons (Smith, 2009:79). Thonrdike menyumbangkan pemikiran mengenai tiga hukum sebagai berikut: 1) Hukum kesiapan Jika suatu organism didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus, maka pelaksanaan tingkah laku akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi diperkuat (Suprijono, 2009:20). Dalam bahasa lain, Smith (2009:80) mengemukakan bahwa “disebabkan karena struktur syaraf,
36
unit konduksi tertentu, dalam suatu situasi tertentu, menjadi lebih memengaruhi perilaku daripada yang lain. 2) Hukum latihan Hukum latihan mengatakan bahwa “semakin sering suatu tingkah laku dilatih atau digunakan, maka asosiasi tersebut semakin kuat (Suprijono, 2009:20). Dengan kata lain “semakin S-R (stimulus-respons) dipraktikkan lebih kuat, maka ia akan menjadi kuat (Smith, 2009:80). 3) Hukum hasil Hukum hasil atau hukum efek menyatakan bahwa ketika sebuah koneksi antara seubah stimulus dan respons diberi imbalan positif, ia akan diperkuat, dan ketika diberi imbalan negative, ia akan diperlemah (Smith, 2009:79). d. Skinner Suprijono
(2009:21)
menyatakan
bahwa
Skinner
menganggap reinforcement merupakan factor penting dalam belajar. Reinforcement atau pengukuhan diartikan sebagai suatu konsekuensi perilaku yang memperkuat perilaku tertentu. Pengukuhan ada dua macam, yaitu pengukuhan positif dan pengukuhan negatif. Pengukuhan positif terjadi jika rangsangan yang makin memperkuat atau mendorong suatu reaksi. Sedangkan pengukuhan
negative
adalah
rangsangan
memperlemah suatu reaksi (Suprijono, 2009:21).
37
yang
makin
Skinner berbeda dari para pengdahulunya. Skinner mengkaji mengenai operant behavior, yaitu perilaku disengaja yang digunakan dalam pengoperasian pada lingkungan. Skinner mengkaji mengenai penguatan atau imbalan positif, penguatan negatif, tidak adanya penguatan dan pemberian hukuman (Smith, 2009:81-82). 2.
Teori Kognitif (Kognitivisme) Suprijono (2009:22) menyatakan bahwa teori kognitif adalah teori yang mengartikan belajar sebagai sebuah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata pada seluruh peristiwa belajar. Dengan kata lain, belaja teori ini mengartikan belajar sebagai sebuah proses perceptual. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsinya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu tampak. Konsep penting dalam toeri ini adalah: adaptasi intelektual oleh Jean Piaget, discovery learning oleh Jerome Brunnre dan reception learning oleh Ausubel. a. Adaptasi intelektual Menurut Suprijono (2009:23), “perkembangan kognitif yang digambarkan Piaget merupakan proses adaptasi intelektual”. Adaptasi tersebut melibatkan schemata, asimiliasi, akomodasi, dan equilibration.
38
Skemata adalah struktur kognitif berupa ide, konsep, dan gagasan. Asimilasi adalah proses pengintegrasian apa yang dipahami sesuai dengan schemata yang dimiliki. Asimilasi adalah pengintegrasian informasi baru ke dalam schemata. Akomodasi adalah penyesuaian struktur schemata ke dalam situasi baru. Equilibration adalah pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur
keseimbangan
proses
asimilasi
dan
akomodasi
(Suprijono, 2009:23). b. Discovery learning Brunner mengembangkan teori kognitif yang beranggapan bahwa proses belajar adalah adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku individu. Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan, memberikan prioritas. Menurut Brunner, perkembangan kognitif dapat dikembangkan melalui penyusunan materi belajar dan mempresentasikannya sesuai tahap perkembangan siswa (Suprijono, 2009:24). Perkembangan yang digambarkan Bruner adalah discovery learning atau belajar peneman, yaitu tindakan membentuk konsep baru. c. Reception learning Ausubel
mengemukakan
teori
mengenai
reception
learning, yaitu proses belajar memerlukan adanya pengetahuan awal agar mampu menghubungkan schemata dengan informasi
39
baru yang dipelajari (Suprijono, 2009:25). Konsep penting dalam reception learning adalah adanya advance organizer yang merupakan statement perkenalan yang menghubungkan antara skemata yang sudah dimiliki dengan pengetahuan baru yang dipelajari. 3.
Teori konstuktivisme Menurut teori konstruktivisme, belajar adalah proses operatif, bukan figurative seperti pada teori behaviorisme. Belajar operatif adalah belajar memperoleh dan menemukan struktur pemikiran yang lebih umum untuk dapat diterapkan pada banyak situasi baru. Belajar operatif menekankan pada “apa”, “bagaimana”, dan “mengapa” (Suprijono, 2009:39). Konstruktivisme juga menekankan pada belajar autentik bukan artificial. Belajar autentik yaitu belajar sebagai proses interaksi seseorang dengan objek yang nyata. Bukan sekedar mempelajari teksteks ilmu pengetahuan, melainkan juga penerapannya dengan konteks kehidupan nyata. Belajar juga merupakan proses social atau belajar kolaboratif dan kooperatif. Belajar merupakan proses timbal balik antara individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok (Suprijono, 2009:39).
40
C.
Motivasi Belajar Smith (2009:19) berpendapat bahwa motivasi merupakan konsep utama dalambanyak teori pembelajaran. Motivasi dikaitkan dengan dorongan, kecemasan, perhatian, umpan balik atau penguatan. Imbalan mampu meningkatkan adanya pengulangan suatu reaksi tertentu. Teori perilaku cenderung terfokus pada motivasi ekstrinsik, sedangkan teori kognitif terfokus pada motivasi intrinsic. Suprijono (2009:162) menekankan arti pentingnya motivasi dalam belajar. Menurut beliau, terdapat tiga faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, yaitu: latar belakang keluarga, kondisi sekolah, dan motivasi. Walberg (dalam Suprijono, 2009:162) menyatakan bahwa motivasi mempunyai kontribusi 11 sampai 20 persen terhadap prestasi belajar. Suciati (dalam Suprijono, 2009:162) menyatakan motivasi mempengaruhi prestasi sebesar 36%, sedangkan McClelland menyatakan bahwa kontribusi motivasi sebesar 64% terhadap prestasi. Motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan perilaku (Suprijono, 2009:163). Motivasi menjadi semangat, memberi arah dan kegigihan dalam belajar. Orang yang termotivasi akan penuh energi dan memiliki daya tahan tinggi. Mc Donald (dalam Hamalik, 2007:106) mengatakan bahwa motivasi adalah suatu perubahan energy dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dari
41
pendapat tersebut dapat diketahui bahwa motivasi ditandai dengan adanya perubahan energi dalam diri seseorang. Selain itu, motivasi juga ditandai oleh timbulnya perasaan, dan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi memiliki beberapa indikator yang dapat diukur untuk mengukur tingkat motiasi seseorang: 1.
Adanya hasrat dan keinginan berhasil
2.
Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar
3.
Adanya harapan dan cita-cita masa depan
4.
Adanya penghargaan dalam belajar
5.
Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar
6.
Adanya lingkungan belajar yang kondusif Motivasi menurut sifatnya dibagi menjadi dua, yaitu motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang mencakup dalam situasi belajar yang bersumber dari kebutuhan dan tujuantujuan sisw sendiri. Motivasi ini bersumber dari dalam diri siswa. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar diri siswa (Hamalik, 2007:112).
D.
Prestasi Belajar Siswa 1.
Pengertian Prestasi Belajar Prestasi dapat diartikan sebagai “…hasil diperoleh karena adanya aktivitas belajar yang telah dilakukan” (Dunia Ilmu, 2008). Pada artikel yang lain diartikan sebagai “…hasil yang dicapai oleh individu
42
setelah mengalami suatu proses belajar dalam jangka waktu tertentu” (Yasa, 2008). Prestasi belajar juga diartikan sebagai kemampuan maksimal
yang
dicapai
seseorang
dalam
suatu
usaha
yang
menghasilkan pengetahuan atau nilai-nilai kecakapan. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Memahami pengertian prestasi belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu sendiri. Untuk itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan yang mereka anut. Namun dari pendapat yang berbeda itu dapat kita temukan satu titik persamaan. Sehubungan dengan prestasi belajar, artikel ini mengutip pendapat Poerwanto bahwa pengertian prestasi belajar yaitu “hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport.” Seperti yang dikatakan Winkel sebagaimana telah dikutip dalam artikel tersebut bahwa “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar
atau kemampuan seseorang siswa dalam
melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.” Sedangkan
menurut
S.
Nasution
prestasi
belajar
adalah:
“Kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, affektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan
43
prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.” Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa. 2.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana yang diharapkan,
maka
perlu
diperhatikan
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi prestasi belajar antara lain: faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern), dan faktor yang terdiri dari luar siswa (faktor ekstern). Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak bersifat biologis sedangkan faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain adalah faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya. a.
Faktor Intern Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri, adapun yang dapat digolongkan ke dalam
44
faktor intern yaitu kecerdasan/intelegensi, bakat, minat dan motivasi. Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini
sangat
ditentukan oleh tinggi
rendahnya
intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya. Adakalanya perkembangan ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan yang berbeda antara satu anak dengan anak yang lainnya, sehingga seseorang anak pada usia tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawan sebayanya. Oleh karena itu jelas bahwa faktor intelegensi merupakan suatu hal yang tidak diabaikan dalam kegiatan belajar mengajar. Dari pendapat di atas jelaslah bahwa intelegensi yang baik atau kecerdasan yang tinggi merupakan faktor yang sangat penting bagi seorang anak dalam usaha belajar. Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Ungkapan ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto bahwa “bakat dalam hal ini lebih dekat pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti kecakapan, yaitu mengenai kesanggupankesanggupan tertentu.”
45
Dari pendapat di atas jelaslah bahwa tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang dimilikinya sehubungan dengan bakat ini dapat mempunyai tinggi rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Dalam proses belajar terutama belajat keterampilan, bakat memegang peranan penting dalam mencapai suatu hasil akan prestasi yang baik. Apalagi seorang guru atau orang tua memaksa anaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan bakatnya maka akan merusak keinginan anak tersebut. Minat
adalah
kecenderungan
yang
tetap
untuk
memperhatikan dan mengenai beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimiliki seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa sayang. Menurut Winkel minat adalah “kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang/hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu.” Selanjutnya
Slameto
mengemukakan
bahwa
minat
adalah
“kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus yang disertai dengan rasa sayang.” Berdasarkan pendapat di atas, jelaslah bahwa minat besar pengaruhnya terhadap belajar atau kegiatan. Bahkan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan belajar.
46
Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan. Dalam kegiatan belajar mengajar sorang anak didik akan berhasil jika mempunyai motivasi untuk belajar. Nasution mengatakan motivasi adalah “segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.” Sedangkan Sardiman mengatakan bahwa “motivasi adalah menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu.” Dalam memberikan motivasi seorang guru harus berusaha dengan segala kemampuan yang ada untuk mengarahkan perhatian siswa kepada sasaran tertentu. Dengan adanya dorongan ini dalam diri siswa akan timbul inisiatif dengan alasan mengapa ia menekuni pelajaran. Untuk membangkitkan motivasi kepada mereka, supaya dapat melakukan kegiatan belajar dengan kehendak sendiri dan belajar secara aktif. b. Faktor Ekstern Faktor
ekstern
adalah
faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya di luar diri siswa, yaitu
beberapa
pengalaman-pengalaman,
lingkungan sekitarnya dan sebagainya.
47
keadaan
keluarga,
Pengaruh lingkungan ini pada umumnya bersifat positif dan tidak memberikan paksaan kepada individu. Faktor ekstern yang dapat mempengaruhi belajar adalah “keadaan keluarga, keadaan sekolah dan lingkungan masyarakat.” Keluarga
merupakan
lingkungan
terkecil
dalam
masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama. Keluarga yanng sehat besar artinya untuk pendidikan kecil, tetapi bersifat menentukan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara dan dunia. Hampir
setiap
orang
memahami
bahwa
keluarga
merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan pendidikan dan bimbingan, sedangkan tugas utama dalam keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Oleh karena itu, orang tua hendaknya menyadari bahwa pendidikan dimulai dari keluarga. Sedangkan sekolah merupakan pendidikan lanjutan. Peralihan pendidikan informal ke lembagalembaga formal memerlukan kerjasama yang baik antara orang tua dan guru sebagai pendidik dalam usaha meningkatkan hasil belajar anak. Jalan kerjasama yang perlu ditingkatkan, dimana orang tua harus menaruh perhatian yang serius tentang cara belajar anak di
48
rumah. Perhatian orang tua dapat memberikan dorongan dan motivasi sehingga anak dapat belajar dengan tekun. Karena anak memerlukan waktu, tempat dan keadaan yang baik untuk belajar. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan kurikulum. Hubungan antara guru dan siswa yang kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil belajarnya. Di samping orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dalm proses pelaksanaan pendidikan. Karena lingkungan alam sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan dimana anak itu berada. Dengan demikian dapat dikatakan lingkungan membentuk kepribadian anak, karena dalam pergaulan sehari-hari seorang anak akan selalu menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan lingkungannya. Oleh karena itu, apabila seorang siswa bertempat tinggal di suatu lingkungan temannya yang rajin belajar maka kemungkinan besar hal tersebut akan membawa pengaruh pada dirinya, sehingga ia akan turut belajar sebagaimana temannya.
49
E.
Berbagai Pendekatan Pembelajaran Ada dua macam pendekatan pembelajaran yang dapat dipakai, yaitu: a. Pendekatan Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) Pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang menekankan keaktifan yang berpusat pada siswa selama proses pembelajaran. Mereka terlibat langsung, baik dalam membangun pemahamannya sendiri maupun dalam menemukan konsep/ilmu yang dibelajarkan oleh guru melalui kegiatan yang merujuk metode tertentu. Pembelajaran kreatif adalah pemberian kesempatan proses berfikir secara optimal, mendalam dan inovatif, serta mengolah pengetahuan menjadi pemahaman baru yang nantinya dapat bermakna bagi kehidupan siswa dimaksud. Pembelajaran efektif adalah kesesuaian atau pembelajaran yang tepat sasaran, dimana materi yang dibelajarkan sesuai dengan kemauan, kebutuhan siswa baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang. Pembelajaran yang menyenangkan adalah pengkondisian suasana yang menyenangkan utamanya ketika siswa mempelajari pengetahuan di kelas, sehingga mereka betah dan tidak merasa bosan. b. Pendekatan contextual teaching and learning
50
Contextual teaching and learning atau sering disingkat dengan CTL adalah pendekatan pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang dibelajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa
mengkontruksi
pengetahuannya
sendiri
kemudian
menghubungkannya dengan kehidupan keseharian mereka. Proses pembelajarannya berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami. Komponen utama pembelajaran Contextual Teaching and Learning adalah: 1) konstruktivisme, 2) bertanya, 3) menemukan/inquiry, 4) masyarakat belajar, 5) permodelan, 6) serta penilaian authentic. Ciri-ciri kelas yang menggunakan pendekatan CTL, salah satunya adalah adanya pemajangan hasil kinerja siswa yang terpampang di dinding kelas. Kunci dan Strategi membelajarkan CTL adalah: 1) relating, yaitu belajar dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, 2) experiencing, belajar ditekankan kepada penggalian, penemuan, dan penciptaan, 3) applying, belajar bilamana dipresentasikan di dlm konteks pemanfaatannya, 4) cooperating, belajar melalui komunikasi inter/antar personal, 5) transfering, belajar melalui pemanfaatan pengetahuan di dalam situasi konteks baru. (Dewi, 2008)
51
F.
Metode Role Playing Menurut Zaini dkk (2008:98), role play adalah suatu aktivitas pembelajaran terencana yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang spesifik. Metode ini didasarkan pada tiga aspek utama dari pengalaman peran dalam kehidupan sehari-hari: 1. Mengambil peran (role-taking), yaitu tekanan ekspektasi-ekspektasi sosial terhadap pemegang peran, contoh: berdasar hubungan dalam keluarga, apa yang harus dikerjakan anak perempuan, atau berdasar jabatan, bagaimana seorang agen polisi bertindak. 2. Membuat peran (role-making), yaitu kemampuan pemegang perang untuk berubah secara dramatis dari stau peran ke peran yang lain dan menciptakan serta memodifikasi peran sewaktu-waktu diperlukan. 3. Tawar-menawar peran (role-negotiation), yaitu tingkat dimana peranperan dinegosiasikan dengan pemegang peran yang lain dalam parameter dan hambatan interaksi sosial. Menurut Zaini (2008:99), dalam proses role-playing, siswa diminta untuk: 1. Mengandaikan suatu peran khusus, apakah sebagai mereka sendiri atau sebagai orang lain. Dalam penelitian ini, siswa diminta menjadi orang lain, yaitu sosok nabi, isteri nabi, malaikat, penduduk dan setan. 2. Masuk dalam situasi yang bersifat simulasi atau skenario, yang dipilih berdasar relevansi dengan pengetahuan yang sedang dipelajari. Skenario
52
yang telah disusun oleh guru dalam penelitian ini adalah kisah Nabi Ayub a.s. 3. Bertindak persis sebagaimana pandangan mereka terhadap orang yang diperankan dalam situasi-situasi tertentu dengan menganggap seolah-olah peran tersebut adalah peran mereka sendiri. 4. Menggunakan pengalaman-pengalaman peran yang sama pada masa lalu untuk peran singkat yang ditentukan. Menurut Zaini (2008:101), terdapat beberapa pendekatan roleplaying yang dapat digunakan di dalam kelas. 1. Pendekatan berbasis keterampilan Dalam pendekatan berbasis keterampilan, siswa diminta untuk melakukan tiga hal. Pertama adalah memperoleh suatu keterampilan, kemampuan atau sikap yang sering melalui perilaku model dengan seperangkat kriteria. Kedua adalah melatih sifat-sifat ini sampai benarbenar terinternalisasi dengan mengikuti kriteria yang ada.ketiga mendemonstrasikan sifat tersebut kepada yang lain. Penelitian yang penulis lakukan merupakan role playing dengan pendekatan berbasis keterampilan karena bertujuan menanamkan pengetahuan tentang sifat dan perilaku terpuji pada diri Nabi Ayub kepada siswa. Contoh: menjadi model peran seorang ahli farmasi atau menjadi model peran seorang nabi.
53
2. Pendekatan berbasis isu Dalam pendekatan isu, siswa secara aktif mengeksplorasi suatu isu dengan mengandaikan peran-peran dari manusia dalam kehidupan yang sesungguhnya yang berselisih dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan
yang
diinginkannya
yang
dilandasi
dengan
seperangkat
kepentingan-kepentingan pribadi yang jelas. Dengan ini mereka akan mampu menjelaskan apa yang menjadi kepercayaan dari pihak lain. Sebagai contoh, siswa menjalankan peran membangun jalan bebas hambatan. 3. Pendekatan berbasis masalah Pendekatan berbasis masalah melibatkan siswa meneliti informasi yang spesifik untuk sampai pada kesimpulan yang belum ditetapkan sebelumnya. Salah satu contoh popular dalam penggunaan pendekatan ini adalah scenario yang bersifat survival. Perjuangan untuk bertahan hidup dari suatu kecelakaan kapal laut merupakan sebuah contoh role-playing dengan pendekatan masalah. Role-playing dibagi dalam tiga fase, fase perencanaan dan persiapan, interaksi, refleksi dan evaluasi. 1. Perencanaan dan persiapan Pada fase ini, guru melakukan beberapa hal antara lain: a. Mengenal perserta didik, guru mencari informasi mengenai karakteristik siswa.
54
b. Menentukan tujuan pembelajaran, yaitu : dapat
menunjukkan
sikap meneladani keteguhan iman Nabi Ayub AS, meneladani kesabaran Nabi Ayub a.s ketika semua anaknya meninggal, dan menyimpulkan bahwa orang sabar disayang Allah SWT. c. Menentukan kapan menggunakan role-playing d. Menentukan pendekatan role-playing yang sesuai. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan berbasis keterampilan. e. Mengidentifikasi skenario, guru mengidentifikasi skenario tentang kisah Nabi Ayub AS. f. Menempatkan peran g. Menentukan apakah pengajar berpartisipasi ataukah sebagai pengamat h. Mempertimbangkan hambatan yang bersifat fisik i. Merencanakan waktu yang baik j. Mengumpulkan sumber informasi yang relevan 2. Interaksi Pada tahap interaksi, guru melakukan tahap-tahap sebagai berikut: a. Membangun aturan dasar b. Mengeksplisitkan tujuan pembelajaran c. Membuat langkah-langkah yang jelas d. Mengurangi ketakutan tampil di depan publik e. Menggambarkan skenaria atau situasi
55
f. Mengalokasikan peran g. Memberi informasi yang cukup h. Menjelaskan peran pengajar dalam role-playing i. Memulai role-playing secara bertahap j. Menghentikan role-playing dan memulai kembali jika perlu k. Bertindak sebagai pengatur waktu 3. Refleksi dan evaluasi Tahap refleksi dan evaluasi adalah tahap terakhir dari proses role-playing. Aspek terpenting dalam tahap ini adalah guru dan siswa bersama-sama melakukan refleksi dan evaluasi. Tahap ini lebih dari sekedar pertanyaan-pertanyaan teknis “apakah peserta didik dapat menjalankan perannya dengan realistis”, tetapi sebaliknya lebih berkenaan dengan identifikasi, klarifikasi, dan analisis terhadap isu-isu pokok. Refleksi dan evaluasi dilakukan dengan enam langkah: a. Membawa peserta didik keluar dari peran yang dimainkannya b. Meminta peserta didik secara individual mengekspresikan pengalaman belajarnya c. Mengkonsolidasikan ide-ide d. Memfasilitasi suatu analisis kelompok e. Memberi kesempatan untuk melakukan evaluasi f. Menyusun agenda untuk masa depan
56
G.
Metode Role Playing dan Prestasi Belajar Akidah Akhlak Metode role-playing digunakan di dalam kelas karena dapat menjadi media pembelajaran yang ampuh. Metode ini mampu melibatkan peserta didik dalam belajar tentang seseorang, problem atau situasi yang khusus (Zaini, 2008:99-100). Metode ini dapat melibatkan siswa secara aktif memperoleh ilmu pengetahuan mengenai sifat-sifat terpuji nabi Ayub a.s. Pada akhir kegiatan, guru bersama-sama dengan siswa melakukan refleksi dan evaluasi. Tahap refleksi pada role playing lebih dari sekedar pertanyaan-pertanyaan
teknis
seperti:
apakah
peserta
didik
dapat
menjalankan peran dengan realistis? Sebaliknya hal ini lebih berkenaan dengan identifikasi, klarifikasi, dan analisis terhadap isu-isu pokok (Zaini, 2008:116). Penelitian mengenai penggunaan metode role playing dalam meningkatkan prestasi belajar pernah dilakukan oleh Estu Handayani (2011) dengan judul Metode Role Playing untuk Meningkatkan Prestasi Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V Sekolah Dasar Negeri 01 Suruhkalang Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2009/2010. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa perolehan nilai siswa kelas V SD Negeri 01 Surukalang selalu mengalami peningkatan dari satu siklus ke siklus berikutnya, yaitu 6,898 pada pra siklus menjadi 7,327 pada siklus I, 7,659 pada siklus II dan 8,073 pada siklus III. Hal itu mengindikasikan adanya peningkatan hasil belajar siswa terhadap materi Bahasa dan Sastra Indonesia. Jadi sesuai keseluruhan siklus yang telah
57
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode role playing ternyata dapat meningkatkan prestasi belajar siswa terhadap materi pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka penggunaan metode role playing akan meningkatkan prestasi belajar siswa karena siswa mampu melaksankan identifikasi, klarifikasi dan analisis. Pada penelitian ini, siswa akan mampu mengidentifikasi, klarifikasi dan analisis terhadap sifat-sifat terpuji pada diri Nabi Ayub AS.
58
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum SD Negeri Banyubiru 03 1. Sejarah dan Perkembangan SD Negeri Banyubiru 03 Sekolah Dasar Negeri (SDN) Banyubiru 03 didirikan pada tahun 1954 dengan Surat Keputusan (SK) Nomor: 4212/002/VII/28/87 Tanggal 1 Agustus 1987. Surat tersebut saat itu ditandatangani oleh Kepala Dinas P dan K Propinsi DRH Tk. I Jateng. SDN Banyubiru 03 melaksanakan kegiatan belajar mengajar di waktu pagi. Bangunan sekolah merupakan milik sendiri yang terletak di Jalan Flamboyan, Desa Banyubiru, Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang. SDN Banyubiru 03 berjarak sekitar 0,5 kilometer dari pusat kecamatan. Posisinya berada di tengah-tengah pedesaan dengan jarak ke pusat kota Salatiga 2,5 kilometer. Sekolah ini diselenggarakan oleh pemerintah sehingga berstatus negeri.
2. Profil SD Negeri Banyubiru 03 a. Nama Sekolah
: SD Negeri Banyubiru 03
b. Nomor Statistik
: 1010322
c. Nomor Telepon
: (0928) 594094
d. Alamat
: Jl. Flamboyan No. 12
e. Desa/Kelurahan
: Banyubiru
59
f. Kecamatan
: Banyubiru
g. Kabupaten/Kodya : Semarang h. Kode Pos
: 50664
i. Propinsi
: Jawa Tengah
j. Tahun Berdiri
: 1954
k. Status Sekolah
: Negeri
3. Lokasi 1. Geografi
: Dataran tinggi
2. Potensi Wilayah
: Pertanian, Perikanan
3. Wilayah
: Pedesaan
4. Jumlah Siswa SD Negeri Banyubiru 03 Keadaan siswa di SD Negeri Banyubiru 03 pada tahun Pelajaran 2011/2012 dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut. Tabel 3.1 Keadaan Siswa SDN Banyubiru 03 Tahun Pelajaran 2011/2012 NO 1 2 3 4 5 6
KELAS I II III IV V VI JUMLAH
L 17 29 18 17 18 23 122
P 16 7 17 18 17 10 85
JUMLAH 33 36 35 35 35 33 207
Sumber: Dokumen SDN Banyubiru 03 Tahun 2011
Dari tabel 3.1 dapat dilihat bahwa total jumlah siswa di SDN Banyubiru 03 adalah 207 siswa. Sedangkan jumlah siswa khusus di kelas V adalah 35 orang siswa dengan perincian 18 laki-laki dan 17 perempuan. Seluruh siswa di kelas V tersebut tidak dapat dijadikan subyek penelitian
60
tindakan kelas yang akan penulis laksanakan karena terdapat empat siswa yang nonmuslim. Dari empat siswa tersebut, dua siswa beragama Kristen dan dua siswa beragama Katholik. Berdasarkan hal tersebut, maka subjek penelitian ini sejumlah 31 orang siswa, yaitu siswa yang beragama Islam. 5. Tenaga Pengajar SDN Banyubiru 03 Tenaga pengajar di SDN Banyubiru 03 berjumlah 12 orang guru termasuk seorang kepala sekolah. Adapun data lengkap mengenai tenaga pengajar di SDN Banyubiru 03 adalah sebagai berikut. Tabel 3.2 Keadaan Guru SDN Banyubiru 03 Tahun Pelajaran 2011/2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama/NIP Drs. Joko Purwono M. Choerononi, S.Pd Istiyah, S.Pd M. Susilowati, S.Pd Ch. Suprihatin, A.Ma Alita Mudawati, A.Ma Mursinem, S.Pd Suharyoto Siti Roisah Syarif Hidayatullah Eri Sudarmanti Maria Indri Astuti
L/P L L P P P P P L P L P P
Ijazah S1 S1 S1 S1 DII DII S1 DII KP6 S1 DII
Jabatan Kepala Sekolah Guru Kls. VI Guru Kls. V Guru Kls. IV Guru Kls. III Guru Kls. II Guru Kls. I Guru OR Guru Agama Islam Guru SBK Guru Bahasa Inggris Guru Komputer
Sumber: Dokumen SDN Banyubiru 03 Tahun 2011
6. Struktur Organisasi SDN Banyubiru 03 Struktur organisasi SDN Banyubiru 03 terdiri dari seorang kepala sekolah dibantu oleh beberapa guru. Kepala sekolah bertanggung jawab terhadap jalannya sekolah. Tenaga guru yang membantu kepala sekolah adalah guru kelas I sampai guru kelas VI.
61
Untuk lebih jelasnya, struktur organisasi SDN Banyubiru 03 dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut.
KEPALA SEKOLAH Drs. Joko Purwono
KOMITE
Guru Kelas II Alita Mudawati, A.Ma
Guru Kelas I Mursinem, S.Pd
Guru Kelas III Ch. Sri Suprihatin
Guru Kelas IV M. Susilawati, S.Pd
Guru Kelas V Istiyah, S.Pd
Guru Kelas VI M. Chaeroni, S.Pd
Guru Agama Islam Siti Roisah
Guru Olahraga Suharyoto
Guru komputer Maria Indri Astuti
Guru SBK Syarif Hidayatullah
Penjaga Eri Waluyo
Guru Bahasa Inggris Eri Sudarwati SISWA
MASYARAKAT
Gambar 3.1 Struktur Organisasi SDN Banyubiru 03
62
7. Karakteristik Siswa Jumlah siswa di kelas V SDN Banyubiru 03 Desa Banyubiru yang dijadikan subjek penelitian adalah 35 siswa. Dari jumlah tersebut, 18 siswa adalah laki-laki dan 17 siswa adalah perempuan. Data mengenai siswa dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut: Tabel 3.3 Data Karakteristik Siswa Kelas V SDN Banyubiru 03 No
Nama Siswa
L/P
Agama
1
Ari Prasetyo
L
Islam
2
M. Rizki Afrizal
L
Islam
3
Tira Septia Devi
P
Islam
4
Retno Ayuningtyas
P
Islam
5
Achmad Refa S
L
Islam
6
Andre Femransyah
L
Islam
7
Anggita Agil Noviana
P
Islam
8
Bagas Prihariyati
L
Islam
9
David Handika P
L
Islam
10
Dentamira FP
P
Kristen
11
Deva Akbar Wijaya
L
Islam
12
Faras Iqbal Handika
L
Islam
13
Fatma Rizky Aulia
P
Islam
14
Fauzan Arjun Wijaya
L
Islam
15
Huurin „iin
P
Islam
16
Ibnu Raihan Maulana
L
Islam
17
Jordan Danang Pratama
L
Islam
18
Lucia Haris S
P
Katholik
19
Mega Hardika OP
P
Islam
20
Muhammad Ilham S
L
Islam
21
Muhammad Putra A
L
Islam
22
Nizar Restu Aji
L
Islam
23
Novantoro Adi GM
L
Kristen
24
Nusi Anang A
L
Islam
25
Putri Izzatul Maula
P
Islam
26
Putri Setyawati
P
Islam
63
No
Nama Siswa
L/P
Agama
27
Qoida Lutfiana
P
Islam
28
Rizky Surya Atmaja
L
Islam
29
Rona Zahro Hamid
P
Islam
30
Shinta Fatin K
P
Islam
31
Sukma Celvin Sella W
P
Islam
32
Syahda Nadhifa R
P
Islam
33
Anjani Fitriana Pramesti
P
Islam
34
Dani Dwi A
L
Islam
35 Stevani Dyah Arum P Sumber: Dokumen SDN Banyubiru 03 Tahun 2011
Katholik
Jumlah siswa di kelas V SDN Banyubiru 03 adalah 35 siswa. Empat siswa beragama nonmuslim dengan perincian: dua siswa beragama Kristen dan dua siswa beragama Katholik. Oleh sebab itu, maka subjek penelitian ini berjumlah 31 siswa, yaitu terdiri dari siswa yang beragama Islam.
B. Penjabaran Pelaksanaan Siklus I Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam tiga siklus penelitian. Siklus pertama penelitian ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 13 Juli 2011. Mata pelajaran yang diberikan adalah akidah akhlak dengan standar kompetensi membiasakan perilaku terpuji dan kompetensi dasar meneladani perilaku Nabi Ayub as. Materi yang diberikan adalah kisah Nabi Ayub as ketika menderita sakit. Tahapan lengkap yang dilakukan oleh peneliti adalah: 1. Perencanaan a. Langkah pertama perencanaan adalah mengkaji permasalahan yang ada di dalam pembelajaran akidah akhlak yaitu rendahnya presasi belajar siswa. Pengkajian masalah ini penulis laksanakan untuk menentukan
64
metode apa yang sesuai diterapkan dalam pembelajaran akidah akhlak. Hasil pengkajian masalah adalah penggunaan metode role playing dalam pembelajaran akidah akhlak. b. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang disesuaikan dengan materi dan metode yang digunakan. c. Menyiapkan sarana dan alat pembelajaran berupa: lembar absensi, buku pelajaran, data diri siswa, lembar penilaian, naskah role playing, daftar soal. 2. Pelaksanaan Penulis melaksanakan siklus I penelitian pada hari Rabu, 13 Juli 2011. Penulis menghabiskan waktu 3 jam pelajaran atau 3 x 35 menit. Pembelajaran dilaksanakan dengan metode role playing. Materi pokok yang diajarkan adalah kisah Nabi Ayub AS ketika menderita sakit. Proses pembelajaran adalah sebagai berikut: a. Melakukan pre tes tentang prestasi belajar PAI siswa kelas V. Penulis menggunakan nilai tes pada kegiatan pembelajaran sebelumnya, yaitu pembelajaran tanpa menggunakan metode Role Playing dengan materi yang sama. Pembelajaran dilakukan dengan metode konvensional yaitu ceramah. Guru memberikan materi pelajaran dan siswa mendengarkan. Setelah selesai, guru melakukan evaluasi dengan memberikan sejumlah soal kepada siswa. Hasil evalulasi pembelajaran inilah yang digunakan sebagai nilai pretes.
65
b. Mempraktikkan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun, yang meliputi: 1) Kegiatan Pendahuluan (30 menit) 1) Mengucapkan salam, memimpin doa 2) Menjelaskan
materi
pelajaran
dan
kompetensi
yang
diharapkan. 3) Menjelaskan kepada siswa bahwa kelas akan memainkan permainan yang dinamai dengan role playing 4) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, yaitu: siswa dapat menunjukkan sikap meneladani keteguhan iman Nabi Ayub AS, meneladani kesabaran Nabi Ayub a.s ketika semua anaknya meninggal, dan menyimpulkan bahwa orang sabar disayang Allah SWT 5) Guru melakukan apersepsi dan motivasi dengan cara: menanyakan kepada siswa “siapa yang mengenal Nabi Ayub AS?” dan menanyakan kepada siswa “siapa yang ingin menjadi seperti Nabi Ayub?” 2) Kegiatan Inti (60 menit) Pelaksanaan pembelajaran metode role playing. a) Guru menjelaskan kepada siswa tentang metode role playing dan aturan-aturan di dalamnya
66
b) Guru membagikan naskah peran dan daftar pertanyaan kepada seluruh siswa dan memberi waktu kepada siswa untuk membaca dan memahaminya c) Guru menunjuk beberapa siswa yang dianggap sesuai untuk memerankan tokoh dalam naskah. d) Guru menugaskan siswa yang lain untuk mengamati nilai-nilai akhlak dalam pementasan berdasarkan daftar pertanyaan yang mereka peroleh. e) Guru mempersiapkan ruang berupa area yang cukup luas untuk pementasan. f) Siswa bermain peran g) Selama role playing, guru mengamati dan memberikan bimbingan kepada siswa, serta memberikan umpan balik dan penguatan seperti kata-kata “bagus”, “luar biasa”, “indah sekali” dan lain sebagainya. 3) Kegiatan akhir/penutup (15 menit) a) Membawa siswa keluar dari peran mereka dengan bertepuk tangan merayakan keberhasilan bersama-sama b) Meminta siswa secara individu untuk mengekspresikan pengalaman belajarnya c) Menanyakan kepada siswa tentang ide-ide yang muncul d) Memfasilitasi terjadinya analisis kelompok
67
e) Memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan role playing f)
Menyusun agenda selanjutnya
g) Menutup pembelajaran dengan berdoa bersama dan salam 3. Observasi Pada akhir pembelajaran diadakan evaluasi untuk mengetahui hasil pembelajaran. Oleh sebab itu, observasi terhadap situasi kelas pada saat pembelajaran dilakukan oleh peneliti. 4. Refleksi Refleksi dilakukan oleh peneliti berdasarkan dua hasil penelitian, yaitu hasil pengamatan situasi kelas pembelajaran, dan hasil evaluasi pembelajaran terhadap standar kompetensi yang direncanakan yaitu standar kompetensi membiasakan perilaku akhlak terpuji.
C. Penjabaran Pelaksanaan Siklus II Siklus kedua penelitian ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 20 Juli 2011. Pembelajaran adalah mengenai Akhlak, dengan standar kompetensi membiasakan perilaku terpuji dan kompetensi dasar meneladani perilaku Nabi Ayub AS. Tahapan lengkap yang dilakukan oleh peneliti adalah: 1. Perencanaan a. Peneliti mengkaji permasalahan-permasalahan mengenai pembelajaran materi PAI sebelumnya di kelas V bersama kolaborator. Penulis
68
menemukan masalah-masalah seperti yang telah ditemukan pada refleksi pembelajaran siklus I. b. Peneliti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan pokok bahasan dan instrumen pengumpulan data selama penelitian berlangsung c. Peneliti menyiapkan perangkat dan sarana media pembelajaran antara lain: lembar absensi, buku pelajaran, data diri siswa, lembar penilaian, naskah role playing, daftar soal. 2. Pelaksanaan Siklus II dilaksanakan pada hari Rabu, 20 Juli 2011. Waktu yang dipergunakan adalah 3 jam pelajaran atau 3 x 35 menit. Pembelajaran dilaksanakan dengan metode role playing. Materi pokok yang diajarkan adalah meneladani kisah Nabi Ayub AS. Jalannya proses pembelajaran adalah: a. Kegiatan Pendahuluan (30 menit) 1) Salam, meminta salah satu siswa untuk memimpin doa mulai belajar 2) Menyapa siswa dengan bertanya kabar mereka 3) Menjelaskan materi pelajaran dan kompetensi yang diharapkan yaitu : siswa dapat menunjukkan sikap meneladani keteguhan iman Nabi Ayub AS, meneladani kesabaran Nabi Ayub a.s ketika semua anaknya meninggal, dan menyimpulkan bahwa orang sabar disayang Allah SWT
69
4) Guru menjelaskan bahwa siswa akan belajar menjadi artis dengan metode role playing yang telah disempurnakan 5) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran 6) Guru melakukan apersepsi dan motivasi “Siapakah Nabi yang Paling Sabar?” b. Kegiatan Inti (60 menit) Pelaksanaan pembelajaran metode role playing. 1) Guru menjelaskan kepada siswa tentang metode role playing dan aturan-aturan di dalamnya 2) Guru membagi siswa ke dalam 7 kelompok, masing-masing kelompok beranggotakan 4 atau 5 siswa. 3) Guru membagikan naskah peran dan daftar pertanyaan kepada seluruh siswa dan memberi waktu kepada siswa untuk membaca dan memahaminya 4) Guru memberi waktu bagi kelompok untuk memilih pemeran mereka. 5) Guru menugaskan siswa yang lain untuk mengamati nilai-nilai akhlak dalam pementasan berdasarkan daftar pertanyaan yang mereka peroleh. 6) Guru mempersiapkan ruang berupa area yang cukup luas untuk pementasan. 7) Siswa bermain peran
70
8) Selama role playing, guru mengamati dan memberikan bimbingan kepada siswa, serta memberikan umpan balik dan penguatan seperti kata-kata “bagus”, “luar biasa”, “indah sekali” dan lain sebagainya. c. Kegiatan akhir/penutup (15 menit) 1) Membawa siswa keluar dari peran mereka dengan bertepuk tangan merayakan keberhasilan bersama-sama 2) Meminta siswa secara individu untuk mengekspresikan pengalaman belajarnya 3) Menanyakan kepada siswa tentang ide-ide yang muncul 4) Memfasilitasi terjadinya analisis kelompok 5) Memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan role playing 6) Menyusun agenda selanjutnya 7) Menutup pembelajaran dengan meminta siswa memimpin doa bersama 3. Observasi Pada akhir pembelajaran diadakan evaluasi untuk mengetahui hasil pembelajaran. Oleh sebab itu, observasi terhadap situasi kelas pada saat pembelajaran dilakukan oleh peneliti. 4. Refleksi Refleksi dilakukan oleh peneliti berdasarkan dua hasil penelitian, yaitu hasil pengamatan situasi kelas pembelajaran, dan hasil evaluasi
71
pembelajaran terhadap standar kompetensi yang direncanakan yaitu standar kompetensi membiasakan perilaku akhlak terpuji.
D. Penjabaran Pelaksanaan Siklus III Siklus ketiga penelitian ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 27 Juli 2011 selama 3 jam pelajaran (105 menit). Mata pelajaran yang diberikan adalah akidah akhlak dengan standar kompetensi sama dengan pembelajaran sebelumnya, sedangkan materi yang diajarkan adalah keteladanan kesabaran Nabi Musa. 1. Perencanaan a.
Menyusun RPP perbaikan
b.
Menyusun alat Evaluasi
c.
Menyiapkan bahan pembelajaran
d.
Menyiapkan alat Observasi
2. Pelaksanaan a. Kegiatan Pendahuluan (30 menit) 1) Mengucap salam, ikrar mengucapkan dua kalimat syahadat dan doa mau belajar 2) Melakukan absensi siswa 3) Memberikan apersepsi dan motivasi kepada siswa tentang akhlak yang baik.
72
b. Kegiatan Inti (60 menit) 1) Guru menjelaskan kepada siswa tentang metode role playing yang telah disemprunakan 2) Guru membagi siswa ke dalam 7 kelompok, masing-masing kelompok beranggotakan 4 atau 5 siswa. 3) Guru membagikan naskah peran dan daftar pertanyaan kepada seluruh siswa dan memberi waktu kepada siswa untuk membaca dan memahaminya 4) Guru memberi waktu bagi kelompok untuk memilih pemeran mereka. 5) Guru menugaskan siswa yang lain untuk mengamati nilai-nilai akhlak dalam pementasan berdasarkan daftar pertanyaan yang mereka peroleh. 6) Guru mempersiapkan ruang berupa area yang cukup luas untuk pementasan. 7) Siswa bermain peran 8) Selama role playing, guru mengamati dan memberikan bimbingan kepada siswa, serta memberikan umpan balik dan penguatan seperti kata-kata “bagus”, “luar biasa”, “indah sekali” dan lain sebagainya. c. Kegiatan Akhir (15 menit) 1) Membawa siswa keluar dari peran mereka dengan bertepuk tangan merayakan keberhasilan bersama-sama
73
2) Meminta
siswa
secara
individu
untuk
mengekspresikan
pengalaman belajarnya 3) Menanyakan kepada siswa tentang ide-ide yang muncul 4) Memfasilitasi terjadinya analisis kelompok 5) Memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan role playing 6) Menyusun agenda selanjutnya 7) Menutup pembelajaran dengan meminta siswa memimpin doa bersama. 3. Observasi Observasi penelitian dilaksanakan oleh peneliti dan bekerjasama dengan guru kolaborator. Tujuan observasi adalah untuk mengetahui proses pembelajaran dengan menggunakan metode role playing. 4. Refleksi Refleksi pada siklus III merupakan upaya untuk mengkaji proses pembelajaran yang dilaksanakan. Peneliti mengkaji hal-hal yang telah terjadi dan hal-hal yang belum terjadi, mengapa hal tersebut terjadi, dan tindakan apa yang perlu dilakukan. Refleksi pada siklus III bertujuan untuk mengetahui apakah tujuan penelitian telah tercapai.
74
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Di dalam bab ini, penulis menjelaskan tentang hasil interpretasi data pada bab sebelumnya yaitu pada bab III. Interpretasi data tersebut didasarkan pada permasalahan-permasalahan yang ingin dipecahkan melalui penelitian tindakan kelas yang penulis laksanakan. Adapun rumusan masalah yang penulis kemukakan dalam bab sebelumnya adalah bagaimanakah prestasi belajar PAI untuk materi Akidah Akhlak pada siswa kelas V SD Banyubiru 03 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang Tahun 2011? Dan apakah metode role playing dapat meningkatkan prestasi belajar PAI materi Akidah Akhlak pada siswa kelas V SD Banyubiru 03 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang Tahun 2011? Selanjutnya penulis akan melakukan interpretasi terhadap data-data penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan untuk menjawab permasalahan penelitian tersebut. A. Deskripsi Setiap Siklus 1. Siklus I Siklus I dilaksanakan pada tanggal 13 Juli 2011 selama 3 jam pelajaran atau 105 menit. Pembelajaran dilakukan dengan metode role playing. Pada siklus pertama, baik siswa maupun guru masih belum mampu menerapkan secara maksimal metode role playing. Hal tersebut disimpulkan dari fakta-fakta sebagai berikut:
75
a. Siswa belum mampu bekerja sama, baru terdapat 18 siswa yang mampu bekerja sama (58%). b. Kurangnya penjiwaan siswa, siswa masih demam panggung, dan salah dalam berakting. c. Siswa kurang aktif bertanya, baru 10 siswa yang tercatat memberikan pertanyaan d. Masih ditemukannya 10 siswa (32%) yang kurang menjaga ketertiban suasana pembelajaran dan membuat gaduh e. Guru kurang mampu mengendalikan suasana kelas dan kurang mampu menciptakan suasana yang kondusif f. Guru kurang menguasai metode role plyaing Temuan-temuan tersebut kemudian penulis perbaiki dalam pelaksanaan siklus kedua. Walaupun ditemukan adanya kelemahan, pelaksanaan siklus I penelitian telah mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal tersebut diketahui dari jumlah siswa yang belum tuntas dalam standar kompetensi membiasakan perilaku terpuji pada siklus I adalah 12 siswa (38,7%). Jumlah siswa yang telah tuntas dalam standar kompetensi yang sama adalah 19 siswa (61,3%). Hasil ini cukup menggembirakan karena pada pembelajaran sebelum siklus I, tercatat 24 siswa belum tuntas dalam standar kompetensi yang sama atau sekitar 80%. Hasil observasi penelitian pada siklus I dapat dilihat pada tabel 4.1. 76
Tabel 4.1 Lembar Pengamatan Situasi Kelas pada Siklus I No 1 2
3
Aspek yang diamati Siswa mampu bekerja sama dengan siswa lain
Kemunculan K C B SB
Siswa mampu memerankan naskah dengan baik Siswa mampu melakukan observasi terhadap tokoh
4
Siswa aktif bertanya
5
Siswa memperhatikan dan tidak membuat gaduh
Catatan Baru 18 siswa yang mampu bekerja sama (58%) Siswa belum mampu bermain peran dengan baik Siswa cukup mampu melakukan observasi 10 siswa aktif mengajukan pertanyaan (32%) Sejumlah 20 siswa memperhatikan saat pelajaran (65%)
Keterangan: K = Kurang C = Cukup B = Baik SB = Sangat baik
Berdasarkan hasil pengamatan situasi pembelajaran pada siklus pertama ini, peneliti dapat menemukan kelemahan pembelajaran sebagai berikut: a. Kategori kemampuan siswa bekerja sama dengan siswa lain masih dalam kategori cukup. Baru teradapat 18 siswa yang mampu bekerja sama (58%). b. Kemampuan siswa dalam memerankan naskah masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya penjiwaan siswa, siswa masih demam panggung, dan salah dalam berakting.
77
c. Siswa yang tidak bermain peran cukup mampu melakukan observasi terhadap tokoh yang diperankan. Hal tersebut diketahui dari kemampuan siswa dalam mengisi lembar observasi yang diberikan. d. Siswa kurang aktif bertanya, baru 10 siswa yang tercatat memberikan pertanyaan e. Masih ditemukannya 10 siswa (32%) yang kurang menjaga ketertiban suasana pembelajaran dan membuat gaduh f. Guru kurang mampu mengendalikan suasana kelas dan kurang mampu menciptakan suasana yang kondusif g. Guru kurang menguasai metode role plyaing Meski
demikian,
pembelajaran
ini
telah
menunjukkan
peningkatan, yaitu dalam hal-hal: a. Proses pembelajaran siklus I berlangsung baik. Siswa telah mulai mengalami peningkatan dalam kegiatan belajar mengajar. b. Pemahaman siswa terhadap materi pelajaran juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi pada siklus I jika dibandingkan sebelumnya. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 4.2 Hasil Penilaian Siswa Kelas V SDN Banyubiru 03 pada Siklus I
No
Nama Siswa
1
A
2
B
3
C
4
D
5
E
6
F
L/P
L L P P L L
78
Nilai 60
Keterangan Tuntas/Mencapai KKM
65
Tuntas/Mencapai KKM
50
Belum Tuntas
60
Tuntas/Mencapai KKM
70
Tuntas/Mencapai KKM
50
Belum Tuntas
No
Nama Siswa
7
G
8
H
9
ti
10
J
11
K
12
L
13
M
14
N
15
O
16
P
17
Q
18
R
19
S
20
T
21
U
22
V
23
W
24
X
25
Z
26
Aa
27
Bb
28
Cc
29
Dd
30
Ee
31
Ef
L/P
P L L L L P L P L L P L L L L P P P L P P P P P L
Nilai 60
Keterangan Tuntas/Mencapai KKM
70
Tuntas/Mencapai KKM
50
Belum Tuntas
60
Tuntas/Mencapai KKM
60
Tuntas/Mencapai KKM
50
Belum Tuntas
70
Tuntas/Mencapai KKM
65
Tuntas/Mencapai KKM
50
Belum Tuntas
50
Belum Tuntas
65
Tuntas/Mencapai KKM
60
Tuntas/Mencapai KKM
55
Belum Tuntas
65
Tuntas/Mencapai KKM
70
Tuntas/Mencapai KKM
50
Belum Tuntas
70
Tuntas/Mencapai KKM
75
Tuntas/Mencapai KKM
50
Belum Tuntas
60
Tuntas/Mencapai KKM
50
Belum Tuntas
55
Belum Tuntas
70
Tuntas/Mencapai KKM
50
Belum Tuntas
75
Tuntas/Mencapai KKM
60,0
Rata-Rata Tuntas
19
Tidak Tuntas Persentase ketuntasan
12 61,3%
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah siswa yang belum tuntas dalam standar kompetensi membiasakan perilaku terpuji pada siklus I adalah 12 siswa (38,7%). Jumlah siswa yang telah tuntas dalam standar kompetensi yang sama adalah 19 siswa (61,3%). Hasil ini cukup menggembirakan karena terbukti metode yang penulis gunakan dalam 79
proses belajar mengajar memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Berdasarkan beberapa hal di atas, maka hal-hal yang akan peneliti perhatikan dan perbaiki pada siklus kedua adalah: a.
Mencari penyebab masalah tentang kemampuan siswa bekerja sama. Baru terdapat 18 siswa (58%) yang mampu bekerja sama, sisanya 13 (42%) belum mampu bekerja sama. Guru melihat bahwa jumlah siswa terlalu banyak sehingga dapat dibuat pengelompokan lebih kecil untuk meningkatkan kerja sama tim.
b.
Kurangnya kemampuan siswa dalam memerankan naskah disebabkan oleh penunjukan pemeran oleh guru. Pada siklus selanjutnya pemain peran diserahkan kepada siswa, siapa siswa yang berminat memainkan peran dengan motivasi dari guru berupa hadiah dan lain sebainya.
c.
Kemampuan siswa lain dalam melakukan observasi terhadap peran masih cukup. Kemampuan ini dapat ditingkatkan dengan cara guru menjelaskan hal-hal penting yang harus dilakukan siswa dalam observasi.
d.
Kurangnya siswa dalam bertanya. Hal ini dapat diatasi dengan memotivasi siswa untuk bertanya dengan memberikan imbalan misalnya kata-kata “bagus sekali, siapa lagi yang ingin memberi hadiah pertanyaan?”, “luar biasa, kalian termasuk anak cerdas”, berupa sentuhan, senyuman, hadiah fisik atau materi, dan lain sebagainya. 80
e.
Guru menemukan adanya 10 siswa (32%) yang membuat gaduh situasi kelas. Hal ini diatasi dengan menegur siswa tersebut dengan tersenyum, mendekatinya dan menyentuhnya.
f.
Guru mempelajari kembali tentang metode role playing agar mampu menetapkan waktu yang tepat, mengelola kelas dengan baik, menyiapkan naskah yang sesuai, dan menyiapkan instrumen observasi yang tepat. Dari
data-data
penelitian
diketahui
bahwa
peningkatan
ketuntasan belajar telah terjadi setelah siklus I dilaksanakan. Pada evaluasi pembelajaran secara konvensional (sebelum siklus I) tingkat ketuntasan belajar siswa hanya 20% (7 orang siswa mencaiap KKM) sedangkan setelah siklus I penelitian dilaksanakan ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 61,3% (19 orang siswa mencapai KKM). Hal ini berarti telah terjadi peningkatan prestasi belajar siswa sebesar 3 kali lipat dari kondisi awal. Pada hasil evaluasi pembelajaran siklus I diketahui data tambahan yang menunjang penelitian. Data tersebut adalah nilai rata-rata kelas 60, nilai tertinggi 75 dan nilai terendah 50. Dari data-data statistik tersebut penulis menyimpulkan bahwa penerapan metode role playing mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. 2. Siklus II Siklus kedua dilaksanakan pada tanggal 20 Juli 2011 selama tiga jam pelajaran dengan materi yang sama. Pembelajaran dilaksanakan 81
dengan menggunakan RPP yang telah disempurnakan sesuai hasil refleksi pada siklus I. Hasil observasi pembelajaran menunjukkan bahwa terjadi peningkatan situasi kelas pada siklus II. Dalam obervasi, peneliti menggunakan lembar pengamatan sebagai berikut: Tabel 4.3 Lembar Pengamatan Situasi Kelas pada Siklus II No
Aspek yang diamati
K
Kemunculan C B SB
Siswa mampu bekerja sama dengan siswa lain Siswa mampu memerankan naskah dengan baik Siswa mampu melakukan observasi terhadap tokoh
4
Siswa aktif bertanya
5
Siswa memperhatikan dan tidak membuat gaduh
1 2
3
Catatan 25 siswa yang mampu bekerja sama (81%) Siswa mampu bermain peran dengan baik Siswa mampu melakukan observasi dengan baik 20 siswa aktif mengajukan pertanyaan (65%) Sejumlah 24 siswa memperhatikan saat pelajaran (77,42%)
Keterangan: K = Kurang C = Cukup B = Baik SB = Sangat baik
Berdasarkan hasil pengamatan situasi pembelajaran pada siklus pertama ini, peneliti dapat menemukan kelemahan pembelajaran sebagai berikut: a. Kategori kemampuan siswa bekerja sama dengan siswa lain telah berada pada kategori baik. Telah ada 25 siswa yang mampu bekerja sama (81%).
82
b. Kemampuan siswa dalam memerankan sudah baik. Namun demikian, penggunaan bahasa dan improvisasi masih harus dikembangkan. c. Siswa mampu melakukan observasi terhadap peran siswa yang lain. Namun sebagian siswa masih memiliki sifat mencontoh dari observasi pertemuan yang lalu karena tokohnya sama. d. Masih ada siswa yang pasif, belum aktif mengajukan pertanyaan dan tidak memperhatikan pembelajaran. e. Guru mengalami kendala dalam manajemen waktu Meski
demikian,
pembelajaran
ini
telah
menunjukkan
peningkatan, yaitu dalam hal-hal: a. Proses pembelajaran siklus II berlangsung baik. Siswa telah mulai mengalami peningkatan dalam kegiatan belajar mengajar. b. Prestasi belajar siswa mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 4.4 Hasil Penilaian Siswa Kelas V SDN Banyubiru 03 pada Siklus II No 1
A
Nama Siswa
L/P L
2
B
3
C
4
55
Keterangan Belum Tuntas
L
70
Tuntas/Mencapai KKM
P
70
Tuntas/Mencapai KKM
D
P
70
Tuntas/Mencapai KKM
5
E
L
80
Tuntas/Mencapai KKM
6
F
L
70
Tuntas/Mencapai KKM
7
G
P
90
Tuntas/Mencapai KKM
8
H
L
60
Tuntas/Mencapai KKM
9
I
L
65
Tuntas/Mencapai KKM
10
J
L
80
Tuntas/Mencapai KKM
11
K
L
70
Tuntas/Mencapai KKM
12
L
P
70
Tuntas/Mencapai KKM
13
M
L
65
Tuntas/Mencapai KKM
83
Nilai
No 14
N
Nama Siswa
L/P P
15
O
16
Nilai 70
Keterangan Tuntas/Mencapai KKM
L
50
Belum Tuntas
P
L
75
Tuntas/Mencapai KKM
17
Q
P
60
Tuntas/Mencapai KKM
18
R
L
70
Tuntas/Mencapai KKM
19
S
L
50
Belum Tuntas
20
T
L
70
Tuntas/Mencapai KKM
21
U
L
60
Tuntas/Mencapai KKM
22
V
P
50
Belum Tuntas
23
W
P
55
Belum Tuntas
24
X
P
60
Tuntas/Mencapai KKM
25
Z
L
65
Tuntas/Mencapai KKM
26
Aa
P
80
Tuntas/Mencapai KKM
27
Bb
P
85
Tuntas/Mencapai KKM
28
Cc
P
70
Tuntas/Mencapai KKM
29
Dd
P
55
Belum Tuntas
30
Ee
P
80
Tuntas/Mencapai KKM
31
Ff
L
50
Belum Tuntas
66,8
Rata-Rata
24
Tuntas
7
Tidak Tuntas
77,4%
Persentase ketuntasan
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa jumlah siswa yang belum tuntas dalam standar kompetensi membiasakan perilaku terpuji pada siklus II adalah 7 siswa (22,6%). Jumlah siswa yang telah tuntas dalam standar kompetensi yang sama adalah 24 siswa (77,4%). Sedangkan hal-hal yang akan peneliti perhatikan dan perbaiki pada siklus kedua adalah: 1) Meningkatkan kembali tingkat kerja sama siswa dalam bermain peran semaksimal mungkin. 2) Mengembangkan penggunaan bahasa pada siswa dengan memberikan koreksi atas kesalahan bahasa serta membenahi improvisasi yang 84
dilakukan oleh siswa dengan memberikan batasan tentang karakteri yang diperankan. 3) Untuk menghindari adanya tindakan mencontoh hasil observasi pada pertemuan yang lalu, guru membuat naskah yang sama sekali berbeda untuk mata pelajaran akidah akhlak. 4) Untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam mengajukan pertanyaan, guru dapat merangsang siswa bertanya dengan memberikan reward atau hadiah berupa penambahan nilai atau hal lain yang dapat memacu siswa untuk bertanya. 5) Masalah manajemen waktu yang dihadapi oleh guru dipecahkan dengan memberikan informasi awal berupa pengumuman kepada siswa untuk mempersiapkan diri mengikuti pembelajaran dengan metode role playing. Pengumuman dan naskah ditempel di papan mading agar dapat dipelajari oleh siswa lebih dini. Kemampuan siswa dalam bekerja sama dengan siswa lain meningkat. Pada siklus I, kemampuan ini baru 58% sedangkan pada siklus kedua telah menjadi 81%. Penulis menyimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan sebesar 23%. Pada siklus kedua ini, kemampuan siswa dalam bermain peran telah semakin baik. Siswa tidak lagi mengalami demam panggung karena guru telah memberikan pemahaman terlebih dahulu kepada siswa tentang cara mengatasi masalah demam panggung. Kesalahan berakting dapat diatasi dengan cara memberikan waktu yang cukup bagi siswa yang akan menjalankan peran untuk 85
mempelajari naskah. Siswa yang tidak memainkan peran melakukan observasi dengan baik pula. Keaktifan siswa juga meningkat jika dibandingkan dengan siklus I. Jika pada siklus I baru 10 siswa yang mengajukan dan menjawab pertanyaan, maka pada siklus II jumlahnya telah menjadi 20 orang siswa. Terjadi peningkatan sebesar 2 kali lipat. Hal yang sama terjadi pada motivasi siswa dalam memperhatikan kegiatan pembelajaran. terjadi peningkatan
pada
jumlah
siswa
yang
memperhatikan
proses
pembelajaran pada siklus II dari 10 siswa menjadi 24 siswa. Hal ini menunjukkan
bahwa
metode
yang penulis
pergunakan
mampu
meningkatkan keaktifan siswa. Masalah yang ditemui pada siklus kedua ini adalah kurangnya kemampuan bahasa siswa dalam bertanya dan menjawab pertanyaan. Guru perlu memberikan bimbingan kepada siswa mengenai cara bertanya dan menjawab dengan baik. Kemampuan observasi siswa membaik dilihat dari lembar hasil observasi yang siswa kumpulkan. Namun demkian ditemukan adanya hasil observasi yang sama antara satu siswa dengan siswa yang lain atau hasil observasi yang sama dengan observasi siklus I. Hal ini diatasi dengan cara membekan skenario atau naskah yang berbeda untuk diperankan oleh siswa sehingga memacu kreatifitas siswa baik pemain peran ataupun yang melakukan observasi. Masalah yang lain yang perlu diperhatikan adalah manajemen waktu yang masih menjadi kendala. Masalah waktu ini dipecahkan dengan memberikan informasi 86
awal kepada siswa kelas V tentang pembelajaran dengan metode role playing. Informasi tersebut ditempel di papan pengumuman atau mading kelas. Pengumuman disertai dengan naskah yang relefan sehingga siswa yang berminat dapat memahami naskah yang diperankan. Pada siklus II, kemampuan guru dalam membimbing siswa melaksanakan metode role playing telah meningkat. Hal ini terbukti dari kemampuan guru mengendalikan kelas membaik. Kelas menjadi lebih tertib, teratur dan lebih kondusif. Temuan-temuan masalah pada siklus II dipergunakan
sebagai
bahan
pertimbangan
untuk
memperbaiki
pelaksanaan siklus III. 3. Siklus III Siklus III penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Juli 2011. Jumlah jam masih sama yaitu 3 jam pelajaran, sedangkan materi diberi tambahan oleh guru berupa keteladanan kesabaran Nabi Musa. Kegiatan pembelajaran berdasarkan pada RPP yang telah disempurnakan berdasarkan refleksi siklus II. Penulis melakukan pengamatan terhadap situasi kelas pada saat pembelajaran. hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel 4.5.
87
Tabel 4.5 Pengamatan Situasi Kelas pada Siklus III
No
Kemunculan
Aspek yang diamati K
1
C
B
Siswa mampu memerankan naskah dengan baik
3
Siswa mampu melakukan observasi terhadap tokoh
SB 29 siswa mampu
Siswa mampu bekerja sama dengan siswa lain
2
Catatan
bekerja sama dengan
siswa lain (94%)
Siswa mampu bermain peran dengan baik Siswa mampu
4
Siswa aktif bertanya
5
Siswa memperhatikan dan tidak membuat gaduh
melakukan observasi
dengan baik Seluruh siswa telah mengajukan pertanyaan Seluruh siswa memberikan perhatian pada pelajarna
Keterangan: K = Kurang C = Cukup B = Baik SB = Sangat baik
Dari hasil obervasi diketahui hall-hal sebagai berikut: a. Siswa membutuhkan waktu lebih banyak untuk dapat memerankan peran secara baik b. Guru kesulitan dalam menentukan peran yang sesuai dengan kemampuan siswa c. Kemampuan kerja sama siswa perlu ditingkatkan dengan berbagai cara yang tepat Meski
demikian,
pembelajaran
ini
telah
menunjukkan
peningkatan, yaitu dalam hal-hal: a. Siswa terlihat antusias belajar dengan metode role playing 88
b. Guru maupun siswa sama-sama aktif dalam proses pembelajaran c. Prestasi siswa meningkat, terlihat pada hasil rekapitulasi nilai perkembangan siswa di akhir siklus ketiga yang mendekati sempurna seperti dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.6 Hasil Penilaian Siswa Kelas V SDN Banyubiru 03 pada Siklus III No 1
A
Nama Siswa
L/P L
Nilai 70
Keterangan Tuntas/Mencapai KKM
2
B
L
80
Tuntas/Mencapai KKM
3
C
P
85
Tuntas/Mencapai KKM
4
D
P
80
Tuntas/Mencapai KKM
5
E
L
85
Tuntas/Mencapai KKM
6
F
L
80
Tuntas/Mencapai KKM
7
G
P
85
Tuntas/Mencapai KKM
8
H
L
80
Tuntas/Mencapai KKM
9
I
L
70
Tuntas/Mencapai KKM
10
J
L
70
Tuntas/Mencapai KKM
11
K
L
80
Tuntas/Mencapai KKM
12
L
P
75
Tuntas/Mencapai KKM
13
M
L
70
Tuntas/Mencapai KKM
14
N
P
75
Tuntas/Mencapai KKM
15
O
L
65
Tuntas/Mencapai KKM
16
P
L
80
Tuntas/Mencapai KKM
17
Q
P
70
Tuntas/Mencapai KKM
18
R
L
80
Tuntas/Mencapai KKM
19
S
L
65
Tuntas/Mencapai KKM
20
T
L
80
Tuntas/Mencapai KKM
21
U
L
70
Tuntas/Mencapai KKM
22
V
P
50
Belum Tuntas
23
W
P
55
Belum Tuntas
24
X
P
70
Tuntas/Mencapai KKM
25
Z
L
75
Tuntas/Mencapai KKM
26
Aa
P
80
Tuntas/Mencapai KKM
27
Bb
P
60
Tuntas/Mencapai KKM
28
Cc
P
65
Tuntas/Mencapai KKM
29
Dd
P
60
Tuntas/Mencapai KKM
89
No 30
Ee
Nama Siswa
L/P P
31
Ff
L
Nilai 80
Keterangan Tuntas/Mencapai KKM
60
Tuntas/Mencapai KKM
72,6
Rata-Rata
29
Tuntas
2
Tidak Tuntas
93,5%
Persentase ketuntasan
Peningkatan hasil penilaian perkembangan siswa terlihat dari jumlah siswa yang mencapai nilai tuntas yaitu 93,5%. Rata-rata kelas 72,6. Namun masih ditemukan dua orang siswa yang belum tuntas. Setelah melakukan interpretasi data dan pengamatan secara seksama, dapat diketahui bahwa masih ditemukannya 2 orang siswa yang mendapatkan nilai belum tuntas karena tingkat ketidakhadiran yang tinggi di sekolah. Ketidak hadiran siswa dikarenakan satu orang siswa membantu orang tua mencari nafkah dan satu orang siswa sering menderita sakit. Hasil observasi situasi kelas pada siklus III menunjukkan bahwa situasi kelas berada dalam kondisi paling baik pada siklus III. Kemampuan kerja sama siswa mendekati sempurna, siswa mampu memerankan peran dengan baik, observasi dilakukan dengan fair dan berdasarkan kemampuan masing-masing siswa, perhatian dan keaktifan siswa juga berada dalam kondisi paling baik. Namun demikian penulis masih menemukan permasalahan minor dalam penelitian. Masalah tersebut salah satunya adalah kenyataan di lapangan bahwa metode role playing membutuhkan perencanaan matang 90
dan waktu yang banyak. Kemampuan kerja sama siswa yang dapat ditingkatkan lebih baik lagi. Salah satu permasalahan yang juga perlu mendapatkan perhatian pada siklus III adalah masih adanya 2 orang siswa yang belum mampu mencapai nilai ketuntasan belajar minimal yaitu 60. Setelah observasi mendalam dilakukan, ditemukan permasalahan bahwa penyebab belum tuntasnya kedua anak tersebut adalah karena masalah ekonomi keluarga.
B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Prestasi belajar PAI untuk materi Akidah Akhlak pada siswa kelas V SD Banyubiru 03 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang Tahun 2011 Tujuan pertama penelitian ini adalah untuk mengetahui prestasi belajar PAI siswa kelas V SD Banyubiru 03 yang penulis teliti. Prestasi belajar siswa sebelum metode role playing digunakan diukur dengan cara melakukan evaluasi pembelajaran sebelumnya, yaitu dengan metode konvensional. Dari 31 orang siswa di kelas V, tercatat baru sekitar 20% yang memperoleh hasil yang maksimal atau mencapai batas ketuntasan belajar minimal mereka. Sedangkan sisanya (80%) sekitar 24 siswa memperoleh rata-rata nilai di bawah 60. Dari hasil analisis awal penelitian disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa kelas V tergolong rendah. 91
C. Penggunaan Metode role playing untuk meningkatkan presasi belajar siswa Tujuan kedua penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa terhadap materi PAI. Penilaian mengenai prestasi belajar siswa ini dilakukan dengan menilai kondisi siswa saat proses pembelajaran berlangsung. Tabel 4.1. berikut menunjukkan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode role playing. Tabel 4.1. Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Metode Role Playing
1
A
L
Siklus I 60
2
B
L
65
70
80
Tuntas/Mencapai KKM
3
C
P
50
70
85
Tuntas/Mencapai KKM
4
D
P
60
70
80
Tuntas/Mencapai KKM
5
E
L
70
80
85
Tuntas/Mencapai KKM
6
F
L
50
70
80
Tuntas/Mencapai KKM
7
G
P
60
90
85
Tuntas/Mencapai KKM
8
H
L
70
60
80
Tuntas/Mencapai KKM
9
I
L
50
65
70
Tuntas/Mencapai KKM
10
J
L
60
80
70
Tuntas/Mencapai KKM
11
K
L
60
70
80
Tuntas/Mencapai KKM
12
L
P
50
70
75
Tuntas/Mencapai KKM
13
M
L
70
65
70
Tuntas/Mencapai KKM
14
N
P
65
70
75
Tuntas/Mencapai KKM
15
O
L
50
50
65
Tuntas/Mencapai KKM
16
P
L
50
75
80
Tuntas/Mencapai KKM
17
Q
P
65
60
70
Tuntas/Mencapai KKM
18
R
L
60
70
80
Tuntas/Mencapai KKM
19
S
L
55
50
65
Tuntas/Mencapai KKM
20
T
L
65
70
80
Tuntas/Mencapai KKM
21
U
L
70
60
70
Tuntas/Mencapai KKM
22
V
P
50
50
50
Belum Tuntas
No
Nama Siswa
L/P
92
Siklus II 55
Siklus III 70
Tuntas/Mencapai KKM
Keterangan
23
W
P
Siklus I 70
24
X
P
75
60
70
Tuntas/Mencapai KKM
25
Z
L
50
65
75
Tuntas/Mencapai KKM
26
Aa
P
60
80
80
Tuntas/Mencapai KKM
27
Bb
P
50
85
60
Tuntas/Mencapai KKM
28
Cc
P
55
70
65
Tuntas/Mencapai KKM
29
Dd
P
70
55
60
Tuntas/Mencapai KKM
30
Ee
P
50
80
80
Tuntas/Mencapai KKM
31
Ff
L
75
50
60
Tuntas/Mencapai KKM
60,0
66,8
72,6
Tuntas
19
24
29
Tidak Tuntas Persentase ketuntasan
12
7
2
61,3%
77,4%
93,5%
No
Nama Siswa
Rata-Rata
L/P
Siklus II 55
Siklus III 55
Keterangan Belum Tuntas
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode role playing dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam di SDN Banyubiru 03. Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dari 61,3%, 77,4% dan 93,5%. Melalui wawancara diketahui bahwa dua siswa yang belum tuntas adalah karena jarang sekali belajar dan haru bekerja di sawah. Walaupun demikian, penerapan metode role playing dalam penelitian ini juga memiliki kelemahan. Kelemahan tersebut antara lain memerlukan waktu yang banyak dan perencanaan yang matang. Oleh seba itu, metode role playing harus dilakukan dengan perencanaan yang matang dan kontrol waktu yang ketat dari guru.
93
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Prestasi Belajar PAI materi Akidah Akhlak pada siswa kelas V SD Banyubiru 03 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang Tahun 2011 tergolong rendah. Dari 30 orang siswa di kelas V, tercatat baru sekitar 20% yang memperoleh hasil yang maksimal atau mencapai batas ketuntasan belajar minimal mereka. Sedangkan sisanya (80%) sekitar 24 siswa memperoleh rata-rata nilai di bawah 60 2. Metode role playing mampu meningkatkan prestasi belajar PAI materi Akidah Akhlak pada siswa kelas V SD Banyubiru 03 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang Tahun 2011. Hal tersebut dibuktikan dari adanya peningkatan nilai rata-rata kelas dan ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus. Nilai rata-rata kelas meningkat berturut-turut dari siklus I 60, siklus II 66,8 dan siklus III 72,6. Sedangkan persentase ketuntasan belajar siswa meningkat dari siklus I 61,3%, siklus II 77,4% dan siklus III 93,5%.
B. Saran 1.
Pihak sekolah hendaknya memfasilitasi para guru yang ingin melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
94
2.
Semua guru hendaknya terus belajar dan menerapkan berbagai macam metode pembelajaran sehingga mampu meningkatkan profesionalisme
3.
Perlu adanya pendekatan khusus terhadap siswa yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran di kelas
4.
Guru perlu menjalin hubungan yang baik dengan orang tua siswa agar mampu memahami karakteristik siswa dan keluarganya
5.
Perlu adanya penelitian mengenai hubungan antara kondisi ekonomi keluarga dengan prestasi belajar siswa.
95
DAFTAR PUSTAKA.
Al-Falih, Abdullah Ibnu Sa’ad. 2003. Langkah Praktis Mendidik Anak Sesuai Tahapan Usia. Terjemahan oleh Kamran As’at Irsyady, LC. 2007. Bandung: Irsyad Baitus Salam. Amin, Moh. 2003. 10 Induk Akhlak Terpuji Kiat Membina dan Mengembangkan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kalam Mulia Al-Suyuti, Jalaludin bin Abi Bakar. 1990. Al-Jami’u al-Shoghir I Beirut: Daar al Kutub al Ilmiah Blatner, Adam. Blatner, Adam. Role Playing in Education. (online), diunduh pada: 23 Juli 2011, diperoleh dari: [http://www.blatner.com/adam/pdntbk/rlplayedu.htm] Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Dewi.
2008. “Pendekatan Pembelajaran”. (http://mgmpips.wordpress.com/2008/04/14/pendekatanpembelajaran/, diakses 23/06/2011)
(Online).
Djamarah, Syaiful Bahri, 2005. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta Djiwandono. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Gramedia Hamalik, Oemar, 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara Handayani, Estu. 2011. Metode Role Playing untuk Meningkatkan Prestasi Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V Sekolah Dasar Negeri 01 Suruhkalang Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta: Jurusan PGSD Universitas Muhammadiyah Surakarta
Proibid. 2009. Model Role playing. Diakses tanggal 6 Mei 2010 [http://www.proibid.com/content/view/104/1/] Sholeh, Asrorun Ni’am. 2006. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: eLSAS Smith, Mark K., dkk. 2009. Mengukur Kesuksesan Anda dalam proses Belajar Mengajar Bersama Psikolog Pendidikan Dunia. Yogyakarta: Mirza Media Pustaka
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Peajar Susilo, Herawati, Husnul Chotimah, & Yuyun Dwita Sari. 2009. Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Sarana Pengembangan Keprofesionalan Guru dan Calon Guru. Malang: Bayumedia Publishing. Yasa, Doantara. 2008. Aktivitas dan Prestasi Belajar (Online). Diakses tanggal: 23 Juli 2011: 11.00, diunduh dari: http://ipotes.wordpress.com/2008/05/24/prestasi-belajar/ Zaini, Hisyam, Bermawy Munthe dan Sekar Ayu Aryani. 2008. Strategi Pemelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diunduh, 23 Juli 2011, 08.00 http://www.puskur.net/download/kbk/sd/PendidikanAgamaIslam.pdf: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD, MI, dan SDLB, diunduh, 23 Juli 2011, 08.00 http://ridwan202.wordpress.com/2008/05/03/ketercapaian-prestasi-belajar/: ketercapaian Prestasi Belajar, diunduh, 23 Juli 2011, 10.00