BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kebudayaan dan Adat Kata” kebudayaan” berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Kebudayaan dapat diartikan : “ hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia. (Koenjaraningrat,2002: 181). Bagi masyarakat umum,”kebudayaan” sering diartikan sebagai “kesenian” yang bila dirumuskan, bunyinya sebagai berikut: kebudayaan (dalam arti kesenian ) adalah ciptaan dari segala pikiran dan perilaku manusia yang fungsional, estetis, dan indah, sehingga ia dapat dinikmati dengan panca indranya yaitu penglihatan, pengecap, perasa, dan pendengar. Kesenian bagi cabang ilmu tidak hanya diartikan sebagai taritarian saja, tetapi terutama seni pembuatan tekstil (termasuk batik, ikat dan songket). Berdasarkan indera penglihatan manusia, maka kesenian dapat dibagi sebagai berikut: 1. Seni rupa, yang terdiri dari seni patung dengan bahan batu dan kayu. 2. Seni pertunjukan, yang terdiri dari seni tari, seni drama, dan seni sandiwara.
8
Kultur atau kebudayaan itu sifatnya bermacam-macam, akan tetapi oleh karena semuanya adalah buah adab, maka semua kebudayaan atau kultur itu selalu bersifat : tertib, indah, berfaedah, luhur, memberi rasa damai, senang, bahagia, dan sebagainya. Sifatsifat itu terdapat dan terlihat di dalam peri kehidupan manusiamanusia yang sudah beradab; misalnya di dalam pemerintahan negeri, adat istiadatnya, cara membuat rumah dan pakaian, caranya kawin, mendidik anak-anak, dalam segala kepandaian dan perbuatan kerajinan. Adat menurut Ensiklopedi umum, adalah aturan tentang beberapa segi kehidupan manusia yang tumbuh dari usaha orang dalam suatu daerah tertentu untuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya. Di Indonesia aturan-aturan tentang segi-segi kehidupan manusia itu menjadi aturan hukum yang mengikat, dan disebut hukum adat. Di beberapa daerah di Indonesia aturan adat dan hukum adat masih masih sangat kuat dan terus ditaati. Aturan adat itu meliputi : tata cara kehidupan, tata cara kebaktian/ pemujaan, tata cara penyembahan, tata cara pelaksanaan peralihan dari satu fase hidup ke fase yang lain, tata cara penguburan mayat, tata cara penyambutan kelahiran bayi, dan tata cara perkawinan dan lain-lain. Sebenarnya istilah adat itu berasal dari bahasa Arab yang artinya kebiasaan, yaitu sesuatu yang sering berulang. Tetapi kebiasaan dalam arti adat adalah 9
kebiasaan yang normatif yang berwujud aturan tingkah laku yang berlaku di dalam masyarakat dan dipertahankan masyarakat. Adat adalah salah satu sifat kebudayaan yang terdapat di dalam tiap-tiap masyarakat. Setiap orang dapat merasakan sendiri segala manfaat yang terkandung dalam adat tersebut Oleh karena adat adalah kebiasaan normatif dan dipertahankan oleh masyarakat, maka walaupun tidak terus berulang, pada saat-saat tertentu harus berulang dan harus dilaksanakan, apabila tidak dilaksanakan maka masyarakat akan mengadakan reaksi. Selanjutnya perbedaan adat dan kebiasaan dapat dilihat dari pemakaiannya, adat dipakai secara turun temurun sedangkan kebiasaan mudah berubah dan tidak turun-temurun. Adat ialah aturan yang dibuat atas dasar bulat mufakat oleh para penghulu, tua-tua adat, dan biasanya aturan adat itu ditetapkan dengan suatu upacara adat. Jadi adat disini sama dengan ketetapan musyawarah adat, yaitu musyawarah yang dihadiri oleh tua-tua adat. Musyawarah adat merupakan aturan pelaksanaan atau aturan dari ketetapan leluhur, karena ketetapan leluhur yang selalu diwarisi turun temurun dan akhirnya adat menjadi suatu norma tersendiri dalam masyarakat yang membentuk adat tersebut.
10
B. Perkawinan Manusia adalah makhluk yang sadar akan dirinya dan apa yang dilakukannya. Kesadaran seperti ini yang disebut dengan kesadaran etis yaitu kesadaran yang ada di dalam diri manusia. Namun kesadaran etis tidak dapat diartikan sebagai etika karena dalam etika juga menyagkut kelakuan secara spontan artinya kelakuan yang tidak disadari oleh manusia. Verkuyl dalam bukunya “Etika Seksual Etika Kristen II” menyebutkan bahwa ada berbagai bentuk etika seperti “otonom “ (etika yang aturannya bersumber dari kesadaran diri pribadi), etika Heteronom (etika bersumber dari orang banyak), etika Theonom ( etika yang aturanya bersumber dari pada Firman Allah). Perkawinan pada umunya adalah merupakan sebuah upacara
penting
dalam hidup manusia. Perkawinan bisa dilihat dari sisi hukum dan lain sebagainya. a. Pengertian perkawinan dalam kamus umum bahasa Indonesia Pertama dari kata nikah” yaitu perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk suami dan istri (dengan resmi) kedua istilah perkawinan dengan asal kata dari kawin yaitu perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri. Di samping itu istilah perkawinan dalam bahasa Inggris Marriage yang berarti menikahkan seseorang atau penggabungan. Istilah perkawinan dari sudut bahasa atau sistematik juga berasal dari kata 11
kawin” terjemahan dari bahasa Arab nikah atau siwaaj. Kata “nikah ” berarti berkumpul sedangkan dalam arti kiasan berarti akad (mengadakan perjanjian perkawinan) secara etimologis, definisi perkawinan dari ensiklopedia Indonesia berasal dari kata dasar”kawin sama artinya dengan nikah, perkawinan sama artinya juga dengan pernikahan”. b. Perkawinan menurut hukum Keluarga merupakan komunitas bagi kesejahtraan bangsa oleh karenanya hampir semua negara modern mengakui perkawinan sebagai sebuah lembaga hukum negara. Negara ikut mengakui,mengatur,dan melindungi perkawinan khusus bagi warganya. Kebanyakan negara mengakui perkawinan sebagai ikatan yang kokoh antar pria dan wanita, dan mengakui suami istri yang sah sebagai orang tua yang sah dari anakanak mereka berdua. Apabila ada warga negara asing yang hendak menikah di Indonesia maka mereka harus mengikuti hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia. Menurut undang undang perkawinan yang berlaku di Indonesia yakni no.1 tahun 1974 telah di sebutkan bahwa:“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Dari bunyi perundangan tersebut, maka perkawinan yang dimaksud adalah: ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri” 12
Asas-asas perkawinan sesuai dengan penjelasan umum UU. Perkawinan Nasional ( UU.1 tahun 1974) adalah sebagai berikut. 1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material. 2. Dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. disamping itu perkawinan harus di catat menurut perkawinan perundang-undangan yang berlaku. 3. Undang-undang ini menganut asas monogami tetapi poligami juga diijinkan berdasarkan hukum dan agama tersebut yang mengijinkan beristri lebih dari satu orang. 4. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera maka undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersulit terjadinya perceraian. 5. Sahnya kedudukan istri adalah seimbang dengan hak-hak dan kedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama suami istri.
13
Sahnya perkawinan ditinjau dari sudut hukum perkawinan seperti
yang disebutkan di atas (hukum perdata), harus dicatat atau
didaftar pada kantor catatan sipil. Itulah sebabnya, selama perkawinan itu belum terdaftar, maka perkawinan itu belum dianggap sah, walaupun telah memenuhi prosedur dan tata cara menurut ketentuan agama. Jadi
pada
dasarnya
hukum
masing-masing
agama
dan
kepercayaan itu termasuk ketentuan ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan agama dan kepercayaan itu sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam undang-undang ini. c. Pengertian perkawinan dalam konsep antropologi Perkawinan sudah lama menjadi sebuah lembaga masyarakat, yakni kenyataan perkawinan diakui, diatur dan dilindungi oleh masyarakat. Menurut Bernad Cooke dalam bukunya :alternative future for worship, christian marriage” perkawinan secara antropologi adalah unit dari dasar masyarakat, yang berdasarkan kepada ungkap seksual dari cinta kasih suami istri dan hubungan darah.” Akan tetapi perkawinan bukan hanya semata-mata kumpulan dari dua individu yang persatuannya bersifat sekunder melainkan terhadap individualitas mereka. Ada pengaruh hubungan timbal balik secara kuat sehingga merupakan unsur penentu bagi perkembagan individu yang merupakan bagian dari keseluruhan. Dari perkawinan terbentuklah kelompok
14
masyarakat untuk sepakat menjalani seluruh kehidupannya bersama dengan saling membutuhkan, mengisi dan memberi satu dengan yang lain. Aristoteles,
seorang
filsuf
Yunani
terkemuka,
pernah
mengatakan bahwa “manusia adalah zoon politikon,” yaitu selalu mencari manusia lainnya untuk hidup bersama dan kemudian berorganisasi. Hidup bersama merupakan gejala yang biasa bagi seorang manusia. Hidup bersama dalam bentuk terkecil adalah dengan adanya keluarga melalui perkawinan Menurut ahli antopologi K. Daviz keluarga merupakan sosial organis yang berkewajiban memenuhi keperluan-keperluan tertentu dari masyarakat dan individu-individu, maka dengan sendirinya keluarga mempunyai
fungsi-fungsi
sosial
tertentu
dalam
masyarat.
Davis
mengambarkan keluarga sebagai reproduction function (fungsi reproduksi), maintenance (pemeliharaan), placement, dan sosialization (sosialisasi). Pengertian lain tentang fungsi-fungsi sosial keluarga dari G.P. Murdock yang menyebutkan bahwa keluarga sebagai fungsi seksual, reproduksi, ekonomi, dan pendidikan melalui fungsi sosial dari keluarga. Berdasarkan pada pengertian keluarga di atas, manusia dapat berfungsi sepenuhnya setelah melalui perkawinan (keluarga untuk pemenuhan seksual, memperoleh keturunan barudapat dilakukan setelah ada ikatan suami istri (perkawinan). Agama dengan tegas mengatakan bahwa hubungan seksual di luar perkawinan adalah perzinahan, dosa. 15
Dengan demikian, perkawinan merupakan jalan untuk berfungsi dan memenuhi kebutuhan masing-masing individu secara penuh. d. Pengertian perkawinan menurut agama secara umum Secara umum seperti agama-agama besar, agama telah melembagakan perkawinan. Peran agama tidak hanya memberikan pedoman moral tetapi juga memberi hukum di bidang perkawinan. Hukum tersebut misalnya: persiapan nikah, peneguhan nikah,dll. Seperti halnya dalam masyarakat maupun negara, agama juga melihat perkawinan erat antara pria wanita karena perkawinan adalah suci, memuat nilai sakral dan membawa berikrar serta melalui perkawinan pria dan wanita halal untuk hidup bersama Menurut agama Islam perkawinan adalah’akad’(perikatan) antara wali wanita calon istri dengan pria calon suami. Jadi dalam agama islam perkawinan bukanlah perikatan antara seorang pria dengan wanita saja. tujuan perkawinan dalam agama Islam adalah menekankan untuk mendapatkan keturunan, untuk maksiat dan untuk membina rumah tangga yang damai dan teratur. Menurut agama Kristen Katolik perkawinan adalah persekutuan hidup antara pria dan wanita atas dasar ikatan cinta kasih yang total dengan persetujuan bebas dari keduanya yang tidak dapat ditarik kembali (Al Budyapranata, 1986: 16). Tujuannya adalah membentuk suatu persekutuan hidup yag kekal antara pria dan wanita berdasarkan cinta kasih. 16
Menurut agama Hindu perkawinan (wiwaha) adalah ikatan antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri untuk mengatur hubungan seks yang layak guna mendapatkan keturunan anak pria yang menyelamatkan arwah orang tuanya dan dari neraka yang dilangsungkan dengan upacara ritual menurut ajaran Hindu weda sImerti. Jadi tujuan perkawinan menurut agama hindu adalah mendapatkan keturunan untuk menebus dosa-dosa orang tua dengan menurunkan putranya (yang akan menyelamatkan arwah orang tuanya dari dosa neraka. (G. Pudja, 1974: 9). Menurut
hukum
perkawinan
agama
Budha
(HPBAB)
“Perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria sebagai suami dan seorang wanita sebagai istri yang berdasarkan cinta kasih (metta) kasih sayang (kuruna) dan rasa sepenanggungan (mudita) dengan tujuan untuk membentuk suatu keluarga (rumah tangga) bahagia yang diberkahi oleh sanghyang adi budha (Tuhan Yang Maha Esa) dengan demikian tujuan perkawinan menurut agama budha adalah untuk membentuk suatu keluarga (rumah tangga). Berdasarkan keterangan di atas di dalam proses perkawinan harus dilihat dari berbagai macam segi misalnya segi hukum, antropologi, agama bahkan adat. Dalam suatu perkawinan, biasanya sebelum melangsungkan perkawinan alangkah baiknya si pria dan si wanita tentunya harus terlebih dahulu mengetahui syarat-syarat dalam perkawinan. Adapun syarat-syarat perkawinan sebagai berikut : 17
1. Perkawinan monogami Perkawinan yang baik bersifat monogami, yakni satu suami dan satu istri saja. Sifat ini muncul sifat manusia yang normal, sifat manusia yang mengharapkan cinta yang penuh tak terbagi. Perkawinan monogami merupakan lawan dari poligami atau poliandri. Sebenarnya UU Perkawinan RI No.I Tahun 1974 juga menganut asas monogami tetapi asas ini tidak dipegang teguh karena membuka pintu untuk poligami, tetapi tidak untuk poliandri. Alasan dalam undang-undang perkawinan yang memperbolehkan poligami, yakni bila istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri, cacat badan atau penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan, dan bila istri tidak dapat melahirkan keturunan. 2. Kesepakatan dari kedua belah pihak. Tujuan dari perkawinan adalah agar dalam suatu rumah tangga suami istri hidup bersama selama mungkin dengan persetujuan yang merupakan syarat penting dan bersifat suka rela dari kedua belah pihak penting tetapi yang terpenting lagi adalah persetujuan antara kedua pasangan yang hendak menikah. 3. Batas Umur Dalam melangsungkan perkawinan batas umur adalah sangat penting karena di samping menghendaki kematangan biologis juga matang secara psikologis. Untuk itu perkawinan di bawah umur 18
dicegah oleh pemerintah. Dalam penjelasan umum UU Perkawinan di tegaskan bahwa calon suami istri itu harus siap jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, Agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat” oleh karena itu, perkawinan secara hukum diperbolehkan setelah perempuan berusia 16 tahun dan laki-laki 19 tahun (Prakoso,2004:134). 4.
Tidak terikat oleh larangan perkawinan yang lain. Berdasarkan UU Perkawinan Pasal 9, Perkawinan tidak diijinkan apabila masih memiliki ikatan perkawinan dengan orang lain. Tetapi pada ketentuan ini tidak bersifat mutlak. Berdasarkan UU Perkawinan pasal 5:2 perkawinan bisa dilaksanakan tanpa di setujui oleh istri-istrinya apabila istri atau istri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun atau karena sebab sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan.
19
C. Pengertian Nilai Nilai dalam bahasa Inggris disebut value berarti harga, penghargaan, atau tafsiran. Artinya, harga atau penghargaan yang melekat pada sebuah objek. Objek yang dimaksud adalah berbentuk benda, barang, keadaan, perbuatan, atau perilaku. Nilai adalah sesuatu yang abstrak, bukan konkret. Nilai hanya bisa dipikirkan, dipahami, dan dihayati. Nilai juga berkaitan dengan cita-cita, harapan, keyakinan, dan hal-hal yang bersifat batiniah. Menilai berati menimbang, yaitu kegiatan manusia yang menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk mengambil suatu keputusan. Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Nilai budaya merupakan suatu rangkaian dari konsep konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pemikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat, mengenai apa yang harus dianggap penting dan berharga dalam hidup. Nilai budaya juga berfungsi sebagai pedoman dan pendorong kelakuan manusia dalam hidup. Di samping itu nilai juga berfungsi sebagai suatu sistem kelakuan yang tertinggi yang hidup dalam masyarakat. Dalam hidup sehari-hari nilai budaya itu terwujud sebagai adat istiadat, norma-norma, aturan-aturan, sopan santun dan lain sebagainnya, yang semuannya itu mempunyai kekuatan untuk mengatur kehidupan 20
masyarakat. Oleh sebab itu berdasarkan kedudukannya sebagai pengatur kehidupan masyarakat, nilai budaya itu akan mempengaruhi sikap seseorang .(William, 1988 : 103). D. Suku Timor Timor adalah sebuah pulau di Indonesia, yang terbagi antara negara merdeka Timor Leste (Timor Timur) dan Timor Barat, yang termasuk dalam wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Nama Timor berasal dari bahasa Latin’Timere’ yakni nama pemberian dari para misionaris Katolik dari Portugis dan Spanyol ketika menginjakan kaki di Nusa Cendana harum mewangi. Timere sendiri artinya” Takut”, karena penduduk asli yang lari ketakutan ketika melihat kedatangan bangsa kulit putih tersebut. Pulau Timor telah terbagi menjadi dua bagian Timor Barat, yang dikenal sebagai “Timor Belanda” dari tahun 1800-an – 1949,disebut Timor Belanda karena terbentuk dari bekas Hindia Belanda.. Timor – Timur yang dikenal sebagai “Timor Portugis dari Tahun 1596 – 1975. Wilayah pulau Timor Bagian Barat yang merupakan bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dihuni oleh beberapa kelompok etnik , antara lain ada suku : “Tetun, Bunak, Helong, Kemak, Rote dan Sabu. Suku Timor merupakan kelompok suku terbesar yang menempati seluruh wilayah Timor Barat yaitu Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan
21
(TTS), dan Timor Tengah Utara (TTU). Masyarakat suku Timor hidup dalam kelompok-kelompok berdasarkan Kanaf (marga). Setiap kanaf memiliki adat istiadatnya masing-masing. Suku Timor merupakan etnis terbesar dari penghuni Timor bagian Barat. Suku ini memiliki kekayaan budaya yang umumnya masih berbentuk tradisi lisan. Salah satu kekayaan atau nilai budayanya adalah pandangan atau falsafah hidup yang digunakan sebagai pedoman arah dalam mengatur kehidupan bersama, menyelesaikan kesulitan dan dalam berinteraksi dengan sesama. ( Banunaek,1991 ).
22
E. Penelitian yang Relevan Penelitian
relevan
dengan
penelitian
ini
adalah
buku
karyaThomas Wiyasa Bratawidjaja(1997) berjudul Upacara Perkawinan Adat Sunda Buku ini menjelaskan tentang upacara perkawinan di Sunda yang banyak memberikan gambaran tentang jalanya upacara adat perkawinan Sunda serta menguraikan tata upacara perkawinan Sunda yang diawali dengan persiapan sebelum perkawinan, upacara perkawinan, syair dalam upacara adat, tata rias dan busana pengantin Sunda, sopan santun dan teknik merias bagi penata rias pengantin, hal-hal penting setelah menikah, dan perkawinan di Daerah Karawang dan Badui dalam upacara perkawinan mempunyai makna tersendiri, yang kesemuaanya mengarah kepada keselamatan dan kebahagiaan pengantin di kemudian hari. Sedangkan yang membedakan penelitian ini dengan Thomas adalah Penelitian yang berjudul tata cara perkawinan Suku Timor di lakukan di Timor, Nusa Tenggara Timur yang menekankan pada tata cara perkawinan Suku Timor. Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini ialah Skripsi Mahasiswa Pendidikan Sejarah 2007 dengan judul penelitian “Tata cara perkawinan adat Jawa di Salatiga”.Bedanya dengan penelitian yang dilakukan oleh Herning dengan penelitian ini ialah menekankan pada proses atau tahap perkawinan Suku Timor sedangkan penelitian yang
23
dilakukan oleh Herning lebih menekankan pada konsep dan adat pernikahan Budaya Jawa Tengah.
24
KERANGKA BERPIKIR
Kebudayaan
Bahasa
Teknologi
Sistem
Religi
Ekonomii
Sistem
Ilmi
Sosial
Pengetahuan
Kesenian
Asal-Usul kerajaanama Perkawinan natun
Asal-
Asal-Usul
Usul
kerajaan
kerajaa
amanatu
naman
n
atun
Tata Cara Perkawinan Asal-
suku Timor Asal-Usul Asal-Usul Usul kerajaan kerajaana amanatu kerajaa manatun n namana Nilai – Nilai tun Asal-Usul kerajaana manatun
Asal-Usul kerajaanam anatun 25
Asal-Usul Asal-Usul kerajaana manatun
kerajaan amanatu n