BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. KAJIAN TOERI 2.1.1 Kemampuan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal-Soal Matematika Menurut Whanlaba (2013) bahwa kemampuan berasal dari kata mampu yang menurut kamus bahasa Indonesia mampu adalah sanggup. Jadi kemampuan adalah sebagai keterampilan (skiil) yang dimiliki seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu soal matematika. Hal ini berarti bisa seseorang terampil dengan benar menyelesaikan suatu soal matematika maka orang tersebut memiliki kemampuan dalam menyelesaikan soal. Polya mengatakan “pemecahan masalah” sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai.
Sedangkan
Krulik,
Stephen
dan
Rudnick
mendefinisikan
penyelesaian masalah sebagai suatu cara yang dilakukan seseorang dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman untuk memenuhi tuntutan dari siswa yang tidak rutin. Soal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang mempergunakan konsep- konsep dasar yang telah dketahui untuk menyelesaikan masalah dengan bantuan keterampilan kognitif (Whanlaba: 2013) 2.1.2 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap
8
menjadi bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan. Namun bagaimana melibatkan individu secara aktif
membuat
ataupun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang bermanfaat bagi pribadinya. Pembelajaran merupakan suatu sistem yang membantu individu belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan. Menurut
Aunurrahman
(2009:33)
dipahami
atau
tidak
dipahami,
sesungguhnya sebagian besr aktivitas di dalam kehidupan sehari- hari kita merupakan kegiatan belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada ruang dan waktu dimana manusia dapat melepaskan dirinya dari kegiatan belajar, dan itu berarti pula bahwa belajar tidak dibatasi usia, tempat maupun waktu, karena perubahan yang menuntut terjadinya aktivitas belajar itu juga tidak pernah terhenti. Menurut Bruner ( dalam Uno 2006 : 9) bahwa proses belajar dapat dibedakan dalam tiga fase “ informasi,transformasi dan evaluasi ” pendapat ini berarti bahwa dalam setiap pelajaran diperoleh informasi, dan informasi ini dianalisis ,diubah dan ditransformasi ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas. Melalui bantuan guru kemudian dinilai sampai dimana pengetahuan yang diperoleh transpormasi itu dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain. Dalam setiap proses belajar ketiga fase tersebut selalu ada. Namun menjadi masalah yaitu seberapa banyak informasi yang diperlukan agar dapat ditransformasi. Hal ini bergantung pada hasil yang
9
diharapkan. Motivasi belajar siswa, minat, keinginan untuk menetahui, dan dorongan untuk menemukan sendiri. Uno (2006: 26) menyatakan bahwa teori merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variabel yang saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas Teori adalah seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya. Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon, dengan kata lain belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon (Uno, 7: 2006). Para ahli yang banyak berkarya dalam aliran ini adalah Thorndike, Watson, Hull, Edwin Guthrie dan Skinner. Teori belajar Skinner akan dijelaskan pada bagian yang khusus yaitu teori belajar proses. Belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingka laku
yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalaman sendiri dan interaksi dengan lingkunganya
10
2.1.3 Prinsip belajar Suprijono (2009: 4)mengemukakan bahwa prinsip-prinsip belajar terdiri dari tiga bagian yaitu : Pertama, prinsip belajaran adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku sebagai hasil hasil belajar memiliki ciri-ciri: 1. Sebagai hasil tindakan rasioanal instrumental yaitu perubahan yang disadari. 2. Kontinu atau berkesinambungan dengan perilaku lainya. 3. Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup. 4. Positif atau berakumulasi 5. Aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan 6. Permanen atau tetap, sebagaimana dikatakan oleh wittig, belajar sebagai any relatively permanent change in an organism’s behaioral repertoire that occurs as a result of experience. 7. Bertujuan dan terarah 8. Mencakup seluruh potensi kemanusiaan. Kedua, belajar merupakan proses. Belajar terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistematik yang dinamis, konstruktif, dan organik. Belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai komponen belajar. Ketiga,belajar merupakan bentuk pengalaman.Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari interaksi antara peserta didik dengan lingkunganya.
11
2.1.4 Tujuan belajar Tujuan belajar sebenarnya sangat banyak bervariasi.Tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan intruksional, lazim dinamakan instructional
effects,
yang
biasa
berbentuk
pangetahuan
dan
keterampilan.Sementara, tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai tujuan belajar
instruksional
berupa,kemampuan
lazim
berfikir
disebut kritis
nurturant
dan
kreatif,
effecst. sikap
Bentuknya terbuka
dan
demokrasi,menerima orang lain, dan sebagainya. Tujuan ini merupakan konsenkuensi logis dari peserta didik”menghidupi”(live in) suatu sistem lingkungan belajar tertentu (Suprijono, 2009: 5). Menurut Gagne dinyatakan bahwa belajar merupakan kecenderungan perubahan pada diri manusia yang dapat mempertahankan selama proses pertambahan.hal ini dijelaskan kembali oleh Gegne (dalam Riyanto : 2002) bahwa belajar merupakan suatu peristiwa yang terjadi di dalam kondisi- kondisi tertentu yang dapat diamati, diubah, dan dikontrol. 2.1.4 Hakekat Hasil Belajar Dalam proses belajar mengajar, hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai warga belajar penting diketahui oleh tutor, agar tutor dapat merancang/mendesain pembelajaran secara tepat. Setiap proses belajar mengajar, keberhasilannnya diukur, seberapa jauh hasil belajar yang dicapai warga belajar, disamping diukur dari segi prosesnya. Menurut Joyce dan Weill (1996) dalam Suherman, dkk (1999:49) bahwa “Hasil Belajar ada dua yaitu Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring.
12
Dampak Instruksional ialah hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan para pelajar pada tujuan yang diharapkan. Sedangkan Dampak Pengiring ialah hasil belajar yang dihasilkan oleh suatu proses belajar mengajar sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh para pelajar tanpa pengarahan langsung dari guru”. Kemudian diadopsi dari Kunandar (2009: 276-277) bahwa “hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun data kualitatif”. Dalam Uno (2006:13-14), Bloom dan Krathwohl membagi hasil belajar kedalam tiga ranah yakni : Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu: a. Pengetahuan (mengingat, menghafal) b. Pemahaman (menginterpretasikan) c. Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah) d. Analisis (menjabarkan suatu konsep) e. Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh) f. Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode, dan sebagainya) Ranah Psikomotor berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak yang meliputi lima aspek yaitu : a. Peniruan (menirukan gerak) b. Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
13
c. Ketepatan (melakukan gerak dengan benar) d. Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar) e. Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar) Ranah Afektif berkenaan dengan sikap mencakup lima aspek yaitu : a. Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu) b. Merespon (aktif berpartisipasi) c. Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu) d. Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayai e. Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup) Hasil belajar peserta didik biasanya ditunjukkan dengan nilai hasil evaluasi. Jika hasil evaluasi dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal yang telah ditentukan, berarti peserta didik tersebut belum berhasil dalam pembelajaran. Yang perlu di perhatikan adalah minimal setiap warga belajar memperoleh nilai Ketuntasan Minimal yang telah ditetapkan, jika masih ada yang memiliki nilai dibawah KKM, maka tutor perlu melakukan perbaikan pembalajaran. Tutor hendaknya lebih selektif dalam memilih strategi guna mencapai tujuan pembelajaran. Menurut taksonomi bloom dalam Whanlaba (2013) soal-soal evaluasi (termasuk evaluasi matematika) terdiri dari 6 aspek kemampuan kognitif yaitu: 1) Ingatan (C1) Yaitu pengetahuan terhadap fakta, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori dan kesimpulan. Jadi siswa disuruh untuk mengingat kembali satu atau lebih fakta-fakta sederhana yang dialami oleh
14
siswa. Soal ingatan adalah pertanyaan yang jawabannya dapat dicari dengan mudah pada buku atau catatan. Pertanyaan ingatan biasanya dimulai
dengan
kata-kata
mendeskripsikan,
mengidentifikasikan,
menjodohkan, menyebutkan dan menyatakan. Tes yang paling banyak dipakai untuk mengungkapkan aspek pengetahuan adalah tipe melengkapi, tipe isian dan tipe benar salah. 2) Pemahaman (C2) Yaitu pengertian terhadap hubungan antar faktor-faktor , antar konsep dan antar data, hubungan sebab akibat, dan penarikan kesimpulan. Jadi siswa diminta untuk membuktikan dan memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta / konsep. Pada jenjang ini siswa diharapkan tidak hanya
mengetahui,
mengingat
tetapi
juga
harus
mengerti.
Memahami
berarti mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi dengan kata lain siswa dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan yang lebih rinci dengan menggunakan katakatanya sendiri 3) Penerapan atau aplikasi (C3) Yaitu menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah dan menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi siswa dituntut memiliki
kemampuan
untuk
menyeleksi
atau
memilih
suatu
abstraksi
tertentu (konsep, dalil, aturan, gagasan, cara) secara tepat dan benar untuk diterapkan kedalam suatu situasi baru. Sementara itu menurut Arikunto soal
aplikasi
adalah
soal
yang
mengukur
15
kemampuan
siswa
dalam
mengaplikasikan
(menerapkan)
pengetahuannya
untuk
memecahkan
masalah sehari-hari atau persoalan yang dikarang sendiri oleh penyusun soal dan bukan keterangan yang terdapat dalam pelajaran yang dicatat. Bloom
membedakan
delapan
tipe
aplikasi
dalam
rangka
menyusun
item tes tentang aplikasi yaitu: a. Dapat menetapkan prinsip atau generalisasi yang sesuai untuk situasi baru yang dihadapi. b. Dapat menyusun kembali masalahnya sehingga dapat menetapkan prinsip atau generalisasi mana yang sesuai. c. Dapat memberikan spesifikasi batas-batas relevansi suatu prinsip atau generalisasi. d. Dapat mengenali hal-hal khusus yang terpampang dari prinsip dan generalisasi. e. Dapat
menjelaskan
suatu
gejala
baru
berdasarkan
prinsip
dan
generalisasi tertentu. f. Dapat meramalkan sesuatu yang akan terjadi berdasarkan prinsip dan generalisasi tertentu. g. Dapat
menentukan
tindakan
atau
keputusan
tertentu
dalam
menghadapi situasi baru dengan menggunakan prinsip dan generalisasi yang relevan. h. Dapat menjelaskan alasan menggunakan prinsip dan generalisasi bagi situasi baru yang dihadapi.
16
2.2 Model Pembelajaran Berbasis Masalah 2.2.1 Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang fokusnya pada siswa dengan mengarahkan siswa menjadi belajar mandiri yang terlibat langsung secara aktif dalam
pembelajaran
Pembelajaran
siswa
berbasis
masalah
membantu
berkelompok.
mengembambangkan
keterampilan dalam memberikan alasan dan berpikir ketika mencari data atau informasi agar mendapat solusi untuk suatu masalah yang auntik Selain itu, siswa menggunakan keterampilan-keterampilan didalam kelas untuk memecahkan masalah secara rutin yang biasanya diarahkan oleh guru. Guru sebagai fasilitator sebaiknya menghubungkan masalah yang dibahas dengan kurikulum yang ada.Namun dalam hal ini,siswa juga diberikan kesempatan pemperluas masalah tentang apa yang dipelajari dan ingin di ketahui. Siswa berkumpul kembali dengan kelompoknya untuk melaporkan apa saja yang telah dipelajari. Untuk dapat meningkatkan kualitas dalam pembelajaran para ahli pembelajaran menyarankan penggunaan paradigma pembelajaran konstruktifistik dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan adanya perubahan paradigma belajar tersebut terjadi perubahan fokus pembelajaran dari berpusat pada guru kepada belajar berpusat pada siswa.Pembelajaran dengan lebih memberikan nuansa yang harmonis antara guru dan siswa dengan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk berperan aktif dan mengkonstruksi konsep-konsep yang
17
dipelajarinya.Pembelajaran yang berpusat pada siswa mempunyai tujuan agar siswa memiliki motivasi tinggi dan kemampuan belajar mandiri serta bertanggung jawab untuk selalu memperkaya dan mengembangkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap.Ada beberapa pembelajaran yang berpusat pada siswa yaitu salah satunya adalah pembelajaran berbasis masalah.Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu metode dalam pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Dalam usaha memecahkan masalah tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan atas masalah tersebut. Dalam pembelajaran lain pada umumnya, maka model penerapan pembelajaran berdasarkan masalah terdiri atas fase-fase perencanaan, tindakan, dan fase evaluasi. Dengan pembelajaran berbasis masalah siswa mampu berpikir kritis dengan mengembangkan iniseatif. Pembelajaran berbasis masalah mempunyai tujuan untuk mengembangkan dan menerapkan kecakapan yang penting yaitu pemecahan masalah berdasarkan keterampilan belajar sendiri atau kerjasama kelompok dan memperoleh pengetahuan luas. Guru mempunyai peran untuk memberikan inspirasi agar potensi dan kemampuan siswa dimaksimalkan. 2.2.2
Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah Pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam
kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuka menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada (Tan dalam Rosna: 2012).
18
Karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut : a. Permasaalahan menjadi Starting point dalam belajar; b. Permasaalahan yang diangkat adalah permasaalahan yang ada didunia nyata yang tidak terstruktur: c. Permasaalahan
tidak
membutuhkan
prespektif
ganda(multiple
perspective); d. Permasaalahan,menentang
pengetahuan
yang
dimiliki
oleh
siswa,
sikap,dan kompotensi yang kemudian dibutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar; e. Belajar mengarahkan diri menjadi hal yang utama; f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaanya dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL; g. Belajar adalah kolaboratif,komunikasi,dan kooferatif; h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi Pembelajaran berbasis masalah ari sebuah permasaalahan; i. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar; dan j. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar. 2.2.3 Langkah-langkah dalam pembelajaran berbasis masalah Suprijono
(2009:74)
mengemukakan
bahwa
pembelajaran berbasis Masalah adalah sebagai berikut.
19
langkah-
langkah
Tabel: 2.1 Langkah – langkah pembelajaran berbasis masalah
Fase
Indikator
Tingkah laku Guru
I
Orientasi siswa pada masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran ,menjelaskan logistik yang diperlukan,dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah
II
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
III
Membimbing pengalaman individual/kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
IV
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk mereka untuk berbagai tugas dan temanya
V
Menganalisis dan mengevaluasi Membantu siswa untuk melakukan proses pemecahan masalah refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan
2.2.4 Ciri – Ciri Pembelejaran Berbasis Masalah Adapun ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut : a. Mangajukan pertanyaan dan masalah Secara pribadi, pembelajaran berdasarkan masalah yakni meng organisasikan pertanyaan dan masalah sangatlah penting dan bermakna bagi siswa.
20
b. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin Meskipun pembelajaran ini berpusat pada masalah pada mata pelajaran tertentu. c. Penyelidikan autentik Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik guna mencari penyelesaian terhadap masalah yang ada. 2.2.5. Manfaat Pembelajaran berbasis masalah Menurut Sumarmi (2012: 158) pembelajaran berbasis masalah marupakan representasi dimensi-dimensi proses yang alami, bukan satu usaha yang dipaksakan. PBL merupakan model pembelajaran dinamis sehingga menjadikan siswa lebih terampil ,hal ini di sebabkan siswa mempunyai preseur internal lebih yang tersusun dari awal. Dengan pembelajaran berbasis masalah,siswa dapat mengembangkan
ide
dan
pemikiranya,berbeda
dengan
hapalan
yang
menggunakan sedikit pemikiran,PBL memperluas proses berfikir. Menurut pembelajaran berdasarkan pemecahan masalah metode PBL tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak banyak kepada siwa. Akan tetapi, pembelajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa untuk mengambangkan kemampuan berfikir yakni,pemecahan masalah dan terampil intelektual.
21
2.2.6 Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah 2.2.6.1 Keunggulan Diadopsi dari Ambarjaya (2012) sebagai suatu strategi pembelajaran ,stretegi pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keunggulan, diantaranya: a. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran b. Pemecahan
masalah
dapat
menantang
kemampuan
siswa
serta
memberikan kepusan untuk menentukan pengetahuan baru bagi siswa. c. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa d. Pemecahan masalah dapat mambantu siswa bagaimana mentransfer e. Pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. f. Pemecahan masalah dapat mambantu siswa untuk mangembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. g. Melalui pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa. 2.2.6.2 Kelemahan Kemudian disamping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran berbasis masalah juga memiliki beberapa kelemahan (Ambarjaya,2012) diantaranya: a. Ketika siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan ,maka mereka merasa enggan untuk mencoba
22
b. Keberhasilan
strategi
pembelajaran
melalui
pemecahan
masalah
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan. c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipalajai, maka mereka tidak akan balajar apa yang mereka ingin pelajari. 2.3 Uraian Tentang Sistem Persamaan Linier Dua Variabel. 2.3.1 Pengertian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel 1. Pengertian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Misalnya kamu mempunyai dua bentuk PLDV yaitu ax + by = p dan cx + dy = q . Karena variable X dan Y dari dua bentuk PLDV tersebut. Hubungan itu dinamakan sistem. Oleh kerena system tersebut terdapat didalam PLDV , maka sistem tersebut dinamakan system persamaan linear dua variable (SPLDV). Bentuk umum SPLVD adalah sebagai berikut: { Dengan a,b,c,d,dan q merupakan bilangan real 2. Penyelesaian system persamaan linear dua variabel Terdapat tiga metode untuk mencari himpunan penyelesaian suatu sistem persamaan linear dua variabel berikut ini adalah langkah-langkah menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dengan menggunakan grafik, subtitusi, eliminasi (Marsigit :2009)
23
A. Metode Grafik Buchori (2005) mengemukakan bahwa sesuai dengan namanya metode ini menggunakan grafik untuk menentukan himpunan penyelesaian dari suatu sistem persamaan linear dua variabel berikut ini adlah langah-langkah menyelesaiakan sistem persamaan linear dua variabel dengan menggunakan metode grafik 1) Gambarlah seluruh grafik PLDV yang terdapat pada sistem persamaan linear dua variabel tersebut pada koordinat kartesius yang sama 2) Tentukan titik potong grafik-grafik PLDV tersebut. 3) Titik potng tersebut meupakan penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel yang kamu cari Langkah terpenting pada metode grafik adalah menentukan titik potong antara garis-garis pada sistem persamaan linear dua variabel dan kedua sumbuh kordinat. Titik potong tersebut dicari dengan cara membuat tabel. Setelah itu darulah di cari titik potong kedua grafik PLDV yang juga merupakan penyelesaian dari sistem persamaan linear dua variabel tersebut. B. Metode subtitusi Metode subtitusi adalah bentuk penyelesaian yang dilanjutkan dari metode eliminasi atau mengambil salah satu persaman yang diketahui kemudian selesaikan metode subtitusi. Sistem persamaan tersebut dengan metode substitusi yaitu mensubtitusikan hasil . Perhatikan uraian berikut. Persamaan x – y = 3 ekuivalen dengan x = y + 3. Dengan menyubstitusi persamaan x = y + 3 ke persamaan 2x + 3y = 6 (Buchori: 2005).
24
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa untuk menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dengan metode substitusi, terlebih dahulu kita nyatakan variabel yang satu ke dalam variabel yang lain dari suatu persamaan, kemudian mensubstitusikan (menggantikan) variabel itu dalam persamaan yang lain (Buchori: 2005). C. Metode Eliminasi Pada metode eliminasi, untuk menentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear dua variabel, caranya adalah dengan menghilangkan (mengeliminasi) salah satu variabel dari sistem persamaan tersebut.Jika variabelnya x dan y, untuk menentukan variabel x kita harus mengeliminasi variabel y terlebih dahulu, atau sebaliknya (Buchori: 2005). Perhatikan bahwa jika koefisien dari salah satu variabel sama maka kita dapat mengeliminasi atau menghilangkan salah satu variabel tersebut, untuk selanjutnya menentukan variabel yang lain. 2.3.2. Penerapan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Marsigit (2009) menjelaskan bahwa Membuat model matematika dan Menyelesaikan
masalah
sehari-hari Yang
melibatkan
sistem
persamaan Linear dua variable. Beberapa permasalahan dalam kehidupan seharihari dapat diselesaikan dengan perhitungan yang melibatkan system persamaan linear dua variabel.Permasalahan sehari-hari tersebut biasanya disajikan dalam bentuk soal cerita. Langkah-langkah menyelesaikan soal cerita sebagai berikut :
25
1. Mengubah kalimat-kalimat pada soal cerita menjadi beberapa kalimat matematika (model matematika), sehingga membentuk sistem persamaan linear dua variabel. 2. Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel. 3. Menggunakan penyelesaian yang diperoleh untuk menjawab pertanyaan pada soal cerita. 2.3 Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi hipotesis tindakan dalam penelitian ini yaitu jika dalam pembelajaran materi sistem persamaan linear dua variabel menggunakan model pembelajaran berbasis masalah maka kemampuan siswa dalam menyelesaiakan soal- soal matematika meningkat.
26