BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
1.1
Kajian Teori
2.1.1 Konsep Anggaran Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode (Mursyidi, 2009: 389). Mulyadi (2001: 488) menyatakan anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar ukuran yang lain yang mencakup jangka waktu satu tahun. Anggaran merupakan suatu rencana kerja jangka pendek yang disusun berdasarkan rencana kerja jangka panjang yang ditetapkan dalam proses penyusunan program. Anggaran publik berisi rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana anggaran publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja, dan aktivitas. Anggaran berisi estimasi mengenai apa
yang
akan
dilakukan
(Mardiasmo, 2009: 62).
organisasi
di
masa
yang
akan
datang
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan anggaran adalah alat ukur organisasi yang meliputi informasi atas pendapatan, belanja, transfer, pembiayaan dan aktivitas suatu organisasi, dan apa yang hendak dilakukan dimasa mendatang.
2.1.2
Anggaran Berbasis Kinerja Mardiasmo (2002: 84), menyatakan bahwa sistem anggaran kinerja pada
dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Anggaran sebagai alat penilaian kinerja karena kinerja menejer publik dinilai berdasarkan berapa yang ia capai dikaitkan dengan anggaran yang telah ditetapkan (Mardiasmo, 2009: 65) Performance budgeting (anggaran yang berorientasi pada kinerja) adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi, dan rencana strategi organisasi. Secara teori, prinsip anggaran berbasis kinerja adalah anggaran yang menghubungkan anggaran negara (pengeluaran negara) dengan hasil yang diinginkan (output dan outcome) sehingga setiap rupiah yang dikeluarkan dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatannya (Sancoko, dkk, 2008 ). Performance based budgeting dirancang untuk menciptakan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas dalam pemanfaatan anggaran belanja publik dengan output dan outcome yang jelas sesuai dengan prioritas nasional sehingga semua anggaran yang dikeluarkan dapat dipertangungjawabkan secara transparan kepada masyarakat luas. Penerapan penganggaran berdasarkan kinerja juga akan
meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan memperkuat dampak dari peningkatan pelayanan kepada publik. Untuk mencapai semua tujuan tersebut, kementerian negara/lembaga diberikan keleluasaan yang lebih besar
untuk
mengelola program dan kegiatan didukung dengan adanya tingkat kepastian yang lebih tinggi atas pembiayaan untuk program dan kegiatan yang akan dilaksanakan (Sancoko, dkk, 2008). Performance
based
budgeting
memperhatikan
keterkaitan
antara
pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut sehingga prinsip-prinsip transparansi, efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas dapat dicapai. Kunci pokok untuk memahami performance based budgeting adalah pada kata “performance atau kinerja”. Untuk mendukung sistem penganggaran berbasis kinerja yang menetapkan kinerja sebagai tujuan utamanya maka diperlukan alat ukur kinerja yang jelas dan transparan berupa indikator kinerja (performance indicators). Selain indikator kinerja juga diperlukan adanya sasaran dan target yang jelas agar kinerja dapat diukur dan diperbandingkan sehingga selanjutnya dapat dinilai efisiensi dan efektivitas dari pekerjaan yang dilaksanakan serta dana yang telah dikeluarkan
untuk
mencapai
output/kinerja
yang
telah
ditetapkan
(Sancoko, dkk, 2008). Untuk penilaian keberhasilan suatu kinerja harus disusun indikator kinerja. Dalam penetapan kinerja harus ditetapkan lebih dari satu indikator kinerja dengan menekankan pada indikator kunci (key performance indicators) sehingga terhindar dari indikator yang bersifat main-main atau asal-asalan.
Penetapan indikator kinerja umumnya terkait dengan kuantitas dan kualitas. Di samping itu dalam penyusunan indikator harus jelas (clear), relevan (relevant) atau sejalan dengan pencapaian tujuan organisasi, dapat tersedia dengan biaya yang ada (economic),
mempunyai dasar yang cukup
untuk
ditetapkan
(adequate), dan dapat dimonitor keberhasilannya (monitorable).
2.1.3
Indikator Kinerja Menurut Bastian (2006) dalam Cipta (2011: 13), indikator kinerja adalah
ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja yang digunakan pada setiap kegiatan mencakup: 1) Indikator masukan (input) Masukan (input) merupakan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu kegiatan untuk menghasilkan keluaran atau memberikan pelayanan. Indikator ini dapat berupa dana, sumber daya manusia, sarana, informasi, dan sebagainya. 2) Indikator keluaran (output) Keluaran (output) merupakan produk atau keluaran langsung dari suatu aktivitas/kegiatan yang dilaksanakan. Indikator keluaran dapat menjadi landasan untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila target kinerjanya dikaitkan dengan sasaran-sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan terukur. Karenanya, indikator keluaran harus sesuai dengan tugas pokok dan fungsi unit organisasi
yang bersangkutan. Indikator keluaran (ouput) digunakan untuk memonitor seberapa banyak produk yang dapat dihasilkan atau disediakan. 3) Indikator hasil (outcome) Hasil (outcome) menggambarkan hasil nyata dari keluaran (output) suatu kegiatan dan mencerminkan berfungsinya output tersebut. Indikator hasil merupakan ukuran kinerja dari program dalam memenuhi sasarannya. Pencapaian sasaran dapat ditentukan dalam satu tahun anggaran, beberapa tahun anggaran, atau periode pemerintahan. Sasaran itu sendiri dituangkan dalam fungsi / bidang pemerintahan. Indikator hasil digunakan untuk menentukan seberapa jauh tujuan dari setiap fungsi pemerintahan yang dicapai dari suatu aktivitas (produk atau jasa pelayanan) telah memenuhi keinginan masyarakat yang dituju. 4) Manfaat (benefit) Manfaat (benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator manfaat menunjukkan hal yang diharapkan untuk dicapai bila keluaran dapat diselesaikan dan berfungsi dengan optimal (tepat waktu, lokasi, dana, dll). 5) Dampak (impact) Dampak (impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif terhadap setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan. Indikator dampak menunjukkan dasar pemikiran mengapa kegiatan dilaksanakan, menggambarkan aspek makro dari pelaksanaan kegiatan, tujuan kegiatan secara struktural, regional dan nasional.
Untuk mendukung siklus pengelolaan kinerja yang baik diperlukan suatu sistem informasi yang dapat mendukung penilaian dan pengelolaan kinerja (performance management) secara keseluruhan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendukung sistem informasi dimaksud, antara lain dengan: a) Penyusunan survei kepuasan pelanggan (client survey) yang ditujukan untuk mengukur indikator kualitas yang telah ditetapkan. b) Pelaksanaan
perbandingan
(benchmarking)
yang
ditujukan
untuk
membandingkan seluruh kinerja yang dicapai dengan pencapaian kinerja penyedia barang dan jasa tertentu. Dalam menyusun perbandingan ini perlu menetapkan lembaga pembanding yang seimbang dan memiliki kompetensi. Perbandingan dilakukan tidak hanya dengan lembaga lain, tetapi juga dengan target kinerja, pencapaian tahun yang lalu, dan standar kinerja di sektor swasta. c) Penentuan peringkat pencapaian kinerja antar instansi pemerintah yang menyediakan barang dan jasa sejenis. Dengan membuat peringkat ini, masing-masing instansi pemerintah berusaha untuk mencapai kinerja sesuai dengan standar rata -rata, sehingga diharapkan ada keinginan untuk terus memperbaiki tingkat pelayanan kegiatan dimaksud.
2.1.4
Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Penerapan anggaran berbasis kinerja, terdapat prinsip-prinsip yang dapat
dijadikan pedoman (BPKP, 2005) dalam Izzaty (2011: 21) yaitu:
1. Transparansi dan akuntabilitas anggaran Anggaran harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat. Masyarakat juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut. 2. Disiplin anggaran Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Sedangkan belanja yang dianggarkan pada setiap pos/pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan/proyek yang belum/tidak tersedia anggarannya. Dengan kata lain, bahwa penggunaan setiap pos anggaran harus sesuai dengan kegiatan/proyek yang diusulkan. 3. Keadilan anggaran Pemerintah wajib mengalokasikan penggunaan anggarannya secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh SKPD dan karyawan tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan, karena pendapatan pemerintah pada hakikatnya diperoleh melalui peran serta masyarakat secara keseluruhan.
4. Efisiensi dan efektivitas anggaran Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskas azas efisiensi, tepat
guna,
tepat
waktu
pelaksanaan,
dan
penggunannya,
dapat
dipertanggungjawabkan. Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan dan kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan stakeholders. 5. Disusun dengan pendekatan kinerja Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output/outcome) dari perencanaan alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan. Hasil kerjanya harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau input yang telah ditetapkan. Selain itu harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap organisasi kerja yang terkait.
2.1.5
Kualitas Sumber Daya Manusia Berbicara tentang kualitas berbagai pakar telah memberikan definisi
tentang kualitas sesuai dengan konsep masing-masing. Seperti dikemukakan Menurut Goetsch dan Davis dalam Tjiptono (2005: 10), kualitas didefinisikan sebagai kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Jika dikaitkan dengan manusia, dikatakan berkualitas bila manusia tersebut dilihat dari pendidkan, ekonomi, kesehatan dan berdaya serta berguna (Soekidjo, 2009: 2). Apabila untuk organisasi yang memiliki SDM yang baik/berkualitas, maka organisasi itu akan cepat berkembang, sebaliknya bila SDM yang dimiliki
suatu organisasi tidak berkualitas, maka sulit bagi organisasi itu untuk berkembang. Mulai persiapan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan jalannya suatu organisasi tidak dapat dilepaskan dari keterlibatan personal/SDM. Begitu tingginya intensitas personal/SDM dalam suatu organisasi maka memiliki pengaruh yang kuat terhadap partisipasi dalam organisasi (Hidayat) Kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu. Perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya. Dalam konteks pengembangan SDM, pendidikan dan pelatihan adalah merupakan upaya untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian manusia Penggunaan istilah pendidikan dan pelatihan dalam suatu institusi atau organisasi biasanya disatukan menjadi diklat (pendidikan dan pelatihan). Pendidikan formal
dalam suatu organisasi
adalah
suatu proses
pengembangan kemampuan ke arah yang diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan. Sedang pelatihan (training) adalah merupakan bagian dari suatu proses pendidikan, yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau sekelompok orang. Pendidikan umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga yang diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi, sedangkan pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan kemampuan atau keterampilan karyawan yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu. Secara ringkas dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1: Perbandingan Antara Pendidikan Dan Pelatihan Indikator Pendidikan 1. Pengembangan Menyeluruh (over all) kemampuan 2. Area kemampuan Kognitif, Efektif, (penekanan) psychomolor 3. Jangka waktu Panjang (Long term) pelaksanaan 4. Materi yang Lebih umum diberikan 5. Penekanan Konvensional penggunaan metode belajar mengajar 6. Penghargaan akhir Gelar (Degree) proses Sumber: Soekidjo, 2009
2.1.6
Pelatihan Menghususkan (spesific) Psikomotor dan keterampilan Pendek (Short Term) Lebih Khusus Inconventional (interaktif)
Sertifikat (non-degree)
Pengaruh Kualitas SDM terhadap Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang berharga bagi
organisasi, sehingga SDM yang ada harus terus dibenahi, diperbaiki, serta dikembangkan
agar
mampu
menerima
tuntutan
kerja
sesuai
dengan
perkembangan zaman. SDM merupakan komponen penting khususnya dalam penyusunan dan pelaksanaan anggaran karena SDM selalu terkait mulai dari penetapan sasaran hingga evaluasi. SDM memiliki fungsi penting dalam penentuan indikator kinerja, karena SDM yang dapat menentukan keberhasilan organisasi, SDM merupakan bagian dari penetapan sasaran anggaran dimana mekanismenya memerlukan hal-hal berikut seperti diungkapkan oleh Mardiasmo (2002) dalam Izzaty (2011: 38):
1. Sistem perencanaan dan pengendalian. Sistem perencanaan dan pengendalian meliputi proses, prosedur, dan struktur yang memberi jaminan bahwa tujuan organisasi telah dijelaskan dan dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi dengan menggunakan rantai komando yang jelas yang didasarkan pada spesifikasi tugas pokok dan fungsi, kewenangan serta tanggungjawab. 2. Spesifikasi teknis dan standardisasi. Kinerja suatu kegiatan, program, dan organisasi diukur dengan menggunakan spesifikasi teknis secara detail untuk memberikan jaminan bahwa spesifikasi teknis tersebut dijadikan sebagai standar penilaian. 3. Kompetensi teknis dan profesionalisme. Untuk memberikan jaminan terpenuhinya spesifikasi teknis dan standardisasi yang telah ditetapkan, maka diperlukan personel yang memiliki kompetensi teknis dan profesional dalam bekerja. 4. Mekanisme ekonomi dan mekanisme pasar. Mekanisme ekonomi terkait dengan pemberian penghargaan dan hukuman (reward and punishment) yang bersifat finansial, sedangkan mekanisme pasar terkait dengan penggunaan sumber daya yang menjamin terpenuhinya value for money. Ukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (alat pembinaan). 5. Mekanisme sumber daya manusia. Pemerintah dalam hal ini pemimpin perlu menggunakan beberapa mekanisme untuk memotivasi stafnya untuk memperbaiki kinerja personal dan organisasi.
Kualitas SDM untuk ikut serta dalam pencapaian tujuan organisasi ditentukan oleh faktor pendidikan dan pelatihan kerja. Pendidikan merupakan proses pengembangan pemahaman mengenai pengetahuan, yang meliputi, juga pengembangan kemampuan mental mengenai pemecahan masalah. Perilaku didalam pengambilan keputusan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap tujuan perusahaan, karena pendidikan juga memberikan arah mengenai sikap atau perilaku seseorang dalam bekerja. Sedangkan pelatihan memberikan keterampilan seseorang menjadi lebih berkualitas dan terjamin. Semakin banyak pelatihan yang dilakukan semakin terampil dia melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan sikap dalam bertindak dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan Puspaningsih (2002) dalam Izzaty (2011: 39). Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kualitas sumber daya manusia berpengaruh terhadap penerapan anggaran berbasis kinerja.
2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu tentang anggaran berbasis kinerja yakni menurut penelitian lain dilakukan oleh Asmoko (2006) yang meneliti tentang pengaruh penganggaran berbasis kinerja (PBK) terhadap efektivitas pengendalian, baik pengendalian kinerja maupun pengendalian keuangan, dimana PBK menjadi variabel bebas dan efektivitas pengendalian sebagai variabel terikat. Hasil penelitian ini mendukung adanya hubungan kausalitas antara PBK dengan efektivitas pengendalian keuangan dan efektivitas pengendalian kinerja. PBK dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai efektivitas dalam pengendalian
keuangan. Disamping itu, adanya kejelasan target dan indikator kinerja yang menjadi acuan dalam menyusun anggaran dalam PBK, maka PBK juga dapat digunakan sebagai untuk mencapai efektivitas dalam pengendalian kinerja. Penelitian Izzaty 2011 tentang pengaruh gaya kepemimpinan dan kualitas sdm terhadap anggaran berbasis kinerja (ABK) pada BLU UNDIP Semarang, menyatakan gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap penerapan anggaran berbasis kinerja. Dan kualitas SDM berpengaruh positif terhadap penerapan anggaran berbasis kinerja. Secara ringkas penelitian terdahulu dapat dilihat dalam Tabel 2 di bawah ini: Tabel 2: Penelitian Terdahulu Variabel penganggaran berbasis kinerja(X), efektivitas pengendalian keuangan (Y1), efektivitas pengendalian kinerja(Y2) gaya kepemimpinan (X1), kualitas SDM (X2), kinerja (Y)
gaya kepemimpinan (X1), kualitas sumber daya manusia (X2), penerpan anggaran berbasis kinerja
Peneliti Hindri Asmoko (2006)
Objek Penelitian Pejabat pemerintah Daerah Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sragen
Maria Renata Caldas de Jesus (2006)
Pegawai kementerian luar negeri dan kerjasama republik demokratik timor leste di dilli
Khairina Nur Izzaty 2011
Pegawai BLU Universitas Diponegoro
Sumber: Data Olahan, 2012
Hasil Terdapat hubungan kausalitas antara penganggaran berbasis kinerja (pbk) dengan efektivitas pengendalian keuangan dan efektivitas pengendalian kinerja. Terdapat pengaruh positif pada tingkat relatif rendah, antara gaya kepemimpinan dan kualitas SDM secara sendirisendiri terhadap kinerja. Terdapat pengaruh positif yang relative sedang, antara gaya kepemimpinan dan kualitas SDM secara bersama-sama terhadap kinerja. Menyatakan gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap penerapan anggaran berbasis kinerja. Kualitas SDM berpengaruh positif terhadap penerapan anggaran berbasis kinerja
Penelitian terdahulu sebagian besar lebih menekankan pada aspek kinerja organisasi secara umum. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba melakukan mengukur dengan menggunakan data kuantitatif dan memilih objek penelitian yakni pihak-pihak yang terkait dengan penyusunan anggaran di pemerintah daerah kota Gorontalo. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini berupa satu variabel dependen yaitu penerapan anggaran berbasis kinerja dan satu variabel independen yakni SDM. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan variasi hasil guna perbaikan dimasa mendatang.
2.3 Kerangka Pemikiran Untuk menunjang penerapan anggaran berbasis kinerja diperlukan SDM yang mampu melaksanakan serta profesional dalam bidang tersebut. SDM merupakan komponen penting dalam penyusunan dan pelaksanaan anggaran karena SDM selalu terkait mulai dari penetapan sasaran hingga evaluasi. Untuk itu diperlukan SDM yang berkualitas, professional dan kompeten dalam bidang tersebut dalam mencapai sasaran dan target suatu organisasi. Tujuan organisasi tidak akan tercapai bila tidak didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas serta mampu menerima tuntutan zaman yang semakin berkembang. SDM harus memiliki kualifikasi yang memadai agar tercapai efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas, (value for money) dalam pelaksanaan anggaran. Seperti yang dikatatakan Mubarak (2007) dalam Izzaty (2011: 2) untuk mengatasi kelemahan dalam penganggaran dan pengelolaan keuangan, diperlukan penyempurnaan pada landasan konstitusional mengenai pengelolaan anggaran negara, perbaikan sistem
penyusunan anggaran, pengelolaan yang transparan dan akuntabilitas hingga peningkatan kualitas sumber daya manusia. Karena SDM merupakan aset yang paling berharga yang dimiliki organisasi maka SDM yang ada harus terus dilatih dan dikembangkan agar menjadi berkualitas dan mampu mencapai tujuan penerapan anggaran berbasis kinerja. Sumber daya manusia dapat dikatakan berkualitas manakala mereka mempunyai kemampuan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Berdasarkan uraian di atas dapat digambarkan kerangka pemikiran seperti yang terlihat dalam gambar 1 di bawah ini: Permasalahn penelitian Berdasarkan fenomena dan kajian teori secara singkat permasalahan penelitian ini adalah: Seberapa besar pengaruh kualitas sumber daya manusia terhadap penerapan anggaran berbasis kinerja
Dasar teori: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Penelitian terdahulu:
Anggaran (Mursyidi, 2009) Anggaran berbasis kinerja (Mardiasmo 2009) Indikator kinerja, Bastian (2006) dalam Cipta (2011) Penerapan anggaran berbasis kinerja, BPKP (2005) dalam Izzaty (2011) Kualitas SDM (Soekidjo, 2009) Pengaruh kualitas SDM terhadap penerapan anggaran berbasis kinerja, Mardiasmo (2002) dalam Izzaty (2011)
1.
2.
3.
Pengaruh penganggaran berbasis kinerja (PBK) terhadap efektivitas pengendalian Hindri Asmoko (2006) Pengaruh gaya kepemimpinan dan kualitas SDM terhadap kinerja Kementrian Luar Negeri Dan Kerjasama Republik Demokratik Timor-Leste di Dili, Maria Renata Caldas de Jesus (2006) Pengaruh gaya kepemimpinan dan kualitas SDM terhadap anggaran berbasis kinerja (ABK) pada BLU UNDIP Semarang Izzaty (2011)
Indikator sumber daya manusia: 1. Pendidikan 2. Pelatihan Indikator penerapan anggaran berbasis kinerja 1. Transparansi dan akuntabilitas 2. Disiplin anggaran 3. Keadilan anggaran 4. Efisiensi dan efektifitas 5. Disusun dengan pendekatan kinerja Kualitas sumber daya manusia
Penerapan anggaran berbasis kinerja
Gambar 1: Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis Menurut Sugiyono (2008: 84) dalam Wahyuni (2010) bahwa Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Selanjutnya oleh Sedarmayanti
dan
Hidayat
(2003:
108)
hipotesis
merupakan
asumsi/perkiraan/dugaan sementara mengenai suatu hal atau permasalahan yang harus dibuktikan kebenarannya dengan menggunakan data/fakta atau informasi yang diperoleh dari hasil penelitian yang valid dan variabel dengan menggunakan cara yang sudah ditentukan. Sehubungan dengan penelitian ini, maka hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini, yakni diduga bahwa kualitas sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap penerapan anggaran berbasis kinerja.