BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1.
Kajian Teori
2.1.1. Anggaran Berbasis Kinerja Penganggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistematis menunjukan alokasi sumber daya manusia, material, dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk guna pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari penggunaan dana dan pertanggung jawaban kepada publik. Penganggaran berbasis kinerja diantaranya menjadi jawaban untuk digunakan sebagai alat pengukuran dan pertanggungjawaban kinerja pemerintah (Halim, 2004: 177). Anggaran berbasis kinerja (ABK) adalah proses penyusunan APBD yang diberlakukan dengan harapan dapat mendorong proses tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Penerapannya diharapkan akan membuat proses pembangunan menjadi lebih efisien dan partisipatif, karena melibatkan pengambil kebijakan, pelaksana kegiatan, bahkan dalam tahap tertentu juga melibatkan warga masyarakat sebagai penerima manfaat dari kegiatan pelayanan public (Utomo Dkk, 2007). Anggaran berbasis kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap Visi, Misi dan Rencana Strategis organisasi. Anggaran Berbasis Kinerja mengalokasikan sumberdaya
pada program bukan pada unit organisasi semata dan memakai
ëoutput
measurementí sebagai indikator kinerja organisasi (Bastian, 2006). Pengertian penganggaran berbasis kinerja menurut Halim (2004:177) merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mangaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Sedangkan bagaimana tujuan itu dicapai, dituangkan dalam program diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan. Program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Aktivitas tersebut disususn sebagai cara untuk mencapai kinerja tahunan. Dengan kata lain, integrasi dari rencana kerja tahunan (Renja SKPD) yang merupakan rencana operasional dari renstra dan anggaran tahunan merupakan komponen dari anggaran bebasis kinerja. Elemen-elemen untuk diperhatiakan dalam penganggaran berbasis kinerja menurut Halim (2004:177) adalah: 1. Tujuan yang disepakati dan ukuran pencapainnya. 2. Pengumpulan informasi yang sistematis atas realisasi pencapaian kinerja dapat diandalkan dan konsisten, sehingga dapat diperbandingkan antara biaya dengan prestasinya. Penyediaan informasi secara terus menerus sehingga
dapat digunakan dalam manajemen perencanaan, pemrograman, penganggaran dan evaluasi. Penganggaran berbasis kinerja ini berfokus pada efisiensi penyelenggaraan suatu aktivitas atau kegiatan. Efisiensi itu sendiri adalah perbandingan antara output dengan
input. Suatu aktivitas dikatakan efisien, apabila output yang
dihasilkan lebih besar dengan input yang sama, atau output yang dihasilkan adalah sama dengan input yang lebih sedikit. Anggaran ini tidak hanya didasarkan pada apa yang dibelanjakan saja, seperti yang terjadi pada sistem anggaran tradisional, tetapi juga didasarkan pada tujuan/rencana tertentu yang pelaksanaannya perlu disusun atau didukung oleh suatu anggaran biaya yang cukup dan terukur juga penggunaan biaya tersebut harus efisien dan efektif (Putra, 2010). Berbeda dengan penganggaran dengan pendekatan tradisional, penganggaran dengan pendekatan kinerja ini disusun dengan orientasi output. Jadi, apabila kita menyusun anggaran dengan pendekatan kinerja, maka mindset kita harus fokus pada "apa yang ingin dicapai". Kalau fokus ke "output", berarti pemikiran tentang "tujuan" kegiatan harus sudah tercakup di setiap langkah ketika menyusun anggaran. Sistem ini menitikberatkan pada segi penatalaksanaan sehingga selain efisiensi penggunaan dana juga hasil kerjanya diperiksa. Jadi, tolok ukur keberhasilan sistem anggaran ini adalah performance atau prestasi dari tujuan atau hasil anggaran dengan dan rasionalitas yang tinggi dengan mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas. Hal tersebut juga untuk menghindari duplikasi rencana kerja serta bertujuan untuk meminimalisasi kesenjangan antara target dengan hasil yang dicapai berdasarkan tolak ukur kinerja yang telah ditetapkan (Halim, 2004:174).
Melalui ABK keterkaitan antara nilai uang dan hasil dapat diidentifikasi, sehingga program dapat dijalankan secara efektif. Dengan demikian, jika ada perbedaan antara rencana dan realisasinya, dapat dilakukan evaluasi sumbersumber input dan bagaimana keterkaitannya dengan output dan outcome untuk menentukan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program. Secara ringkas, ada tiga tahap penting dalam
penyusunan APBD, Pertama, tahap perencanaan,
dengan Bappeda sebagai koordinator. Kedua, tahap penganggaran, yang dikoordinasikan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Ketiga, tahap legislasi/pengesahan, dikoordinasikan oleh TAPD dengan Tim Anggaran DPRD (Utomi dkk, 2007). Penyusunan APBD dengan pendekatan kinerja (ABK) di tingkat kabupaten dimulai dari penyerapan aspirasi masyarakat melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang, yang berlangsung dari tingkat desa sampai kabupaten. Hasil Musrenbang menjadi salah satu bahan masukan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk merancang usulan kegiatan tahun berikutnya, dengan dibantu oleh tim asistensi dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Usulan kegiatan yang disetujui dimuat dalam dokumen Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK) dengan pagu anggaran yang ditetapkan oleh tim asistensi Bappeda. Dokumen RASK kemudian dibahas oleh Tim Asistensi Eksekutif, yang terdiri atas Bappeda, Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) dan Bagian Keuangan Sekretariat Daerah. Hasilnya dituangkan dalam dokumen Rancangan APBD (RAPBD). RAPBD dibahas oleh DPRD untuk disetujui serta dievaluasi oleh pemerintah Provinsi. Setelah pemerintah provinsi memberikan
persetujuannya, RAPBD kemudian disahkan oleh DPRD menjadi APBD. Penjabarannya kemudian disusun dalam dokumen yang disebut Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK) untuk APBD tahun berjalan. Penyusunan APBD berbasis kinerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan
kriteria
eksternalitas,
akuntabilitas,
dan
efisiensi
dengan
memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Dalam penyelenggaraannya, pemerintah daerah dituntut lebih responsif, transparan, dan akuntabel terhadap kepentingan masyarakat (Mardiasmo, 2006:56). Menurut Dirjen Anggaran Depkeu (www.depkeu.ac.id) Indikator Kinerja adalah ukuran kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan suatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahapan perencanaan, tahap pelaksanaan maupun tahap setelah kegiatan selesai dan bermanfaat (berfungsi). Indikator kinerja meliputi: 1. Masukan (Input) adalah sumber daya yang digunakan dalam suatu proses untuk menghasilkan keluaran yang telah direncanakan dan ditetapkan sebelumnya. Indikator masukan meliputi dana, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, data dan informasi lainnya yang diperlukan. 2. Keluaran (Output) adalah sesuatu yang terjadi akibat proses tertentu dengan menggunakan masukan yang telah ditetapkan. Indikator keluaran dijadikan
landasan untuk menilai kemajuan suatu aktivitas atau tolok ukur dikaitkan dengan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dengan baik dan terukur. 3. Hasil (Outcome) adalah suatu keluaran yang dapat langsung digunakan atau hasil nyata dari suatu keluaran. Indikator hasil adalah sasaran program yang telah ditetapkan. 4. Manfaat (Benefit) adalah nilai tambah dari suatu hasil yang manfaatnya akan nampak setelah beberapa waktu kemudian. Indikator manfaat menunjukkan hal-hal yang diharapkan dicapai bila keluaran dapat diselesaikan dan berfungsi secara optimal. 5. Dampak (Impact) pengaruh atau akibat yang ditimbulkan oleh manfaat dari suatu kegiatan. Indikator dampak merupakan akumulasi dari beberapa manfaat yang terjadi, dampaknya baru terlihat setelah beberapa waktu kemudian.
2.1.2
Kinerja SKPD SKPD
(satuan
kerja
perangkat
daerah)
merupakan
pusat
pertanggungjawaban yang dipimpin oleh seorang kepala satuan kerja dan bertanggung
jawab
atas
entitasnya,
misalnya:
dinas
kesehatan,
dinas
kependudukan dan catatan sipil, dinas pendidikan, dinas pemuda dan olah raga dan lainnya (Anggraeni, 2009). Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi orhanisasi yang tertuang dalam stragic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa diketahui hanya
jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteris keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau targettarget tertentu yang hendak dicapai. Tanpa atau tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karna tidak ada tolak ukurnya (Mahsun, 2006: 145). Menurut Mardiasmo (2002:105) performance budget pada dasarnya adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, yang berarti berorientasi pada kepentingan publik. Selanjutnya Mardiasmo (2002:132) menyatakan pengertian efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendah-rendahnya (spending well). Pengertian efektivitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna). Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai.Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely). Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yangterukur (Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 1).
Kinerja mengacu pada suatu hasil yang dicapai atas kerja atau kegiatan yangtelah dilakukan. Dalam konteks pemerintahan, kinerja akan dinilai sebagai suatu prestasi manakala dalam melaksanakan suatu kegiatan dilakukan dengan mendasarkan pada peraturan yang berlaku, tidak melanggar hukum dan sesuai denganmoral dan etika (Yusriati, 2008). Dengan demikian, ukuran kinerja dalam anggaran memberikan dorongan kepada para pelaksana anggaran untuk dapat mencapai hasil yang maksimal sesuai
ukuran kinerja yang ditetapkan. Kegagalan dalam pencapaian kinerja
menjadi satu ukuran untuk melakukan perbaikan pada masa yang akan datang. Sementara keberhasilan atas kinerja membutuhkan suatu penghargaan untuk dapat meningkatkan produktivitas serta untuk mendapatkan dukungan publik terhadap pemerintah (Putra, 2010). Mahsun
(2006:198),
mengungkapkan
bahwa
pengukuran
kinerja
pemerintah daerah diarahkan pada masing-masing satuan kerja yang telah diberi wewenang mengelola sumber daya sebagaimana bidangnya. Setiap satuan kerja adalah pusat pertanggungjawaban yang memiliki keunikan sendiri-sendiri. Dengan demikian perumusan indikator kinerja tidak bisa seragam untuk diterapkan pada semua Satuan Kerja yang ada. Namun demikian, dalam pengukuran kinerja setiap satuan kerja ini harus tetap dimulai dari pengidentifikasian visi, misi, falsafah, kebijakan, tujuan, sasaran, program, anggaran serta tugas dan fungsi yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja adalah suatu sasaran dan proses yang sistematis untuk mengumpulkan, menganalisa, dan menggunakan informasi serta menentukan efisiensi dan efektivitas tugas-tugas Pemerintah Daerah serta pencapaian sasaran.
Pengukuran dan kinerja merupakan ukuran tentang apa yang dianggap penting oleh suatu organisasi dan seberapa baik kinerjanya (Agustini, 2009). Sistem pengukuran kinerja yang baik dapat menggerakan organisasi kearah yang positif, dan menghindari organisasi menyimpang jauh. Selanjutnya Pemerintah Daerah sebagai pihak yang diserahi tugas menjalankan roda pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat perlu menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah Pemerintah Daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak (Agustini, 2009). Menurut Mahsun (2006:146) elemen-elemen pokok suatu pengukuran kinerja SKPD antara lain: 1. Menetapkan tujuan, sasaran dan strategi organisasi Tujuan adalah pernyataan secara umum tentang apa yang ingin dicapai oleh organisasi. Sasaran merupakan tujuan organisasi yang sudah dinyatakan secara eksplisit dengan disertai batasan waktu yang jelas. Strategi adalah cara atau tehnik yang digunakan oleh organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran. 2. Merumuskan indicator atau ukuran kerja Indikator kinerja mengacu pada penilaiain kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja. Ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi. 3. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran organisasi. Jika sudah mempunyai inidikator dan ukuran yang jelas, maka pengukuran kinerja bisa diimplementasikan.
4. Evaluasi kinerja Evaluasi kinerja dapat memberikan gambaran kepada penerima informasi mengenai nilai kinerja yang berhasi dicapai organisasi. Pengukuran kinerja meupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian targettarget tertentu guna mencapai tujuan strategis organisasi. Pengukuran kinerja yang dimualai dengan penetapan indicator kinerja dan diikuti dengan implementasinya memerlukan adanya evaluasi mengenai kinerja organisasi dalam rangka perwujudan visi dan misi organisasi. Jadi, diperlukan adanya suatu pengukuran kinerja terhadap manajer organisasi sector public, sebagai orang yang diberi amanah oleh masyarakat. Pengukuran tersebut akan melihat seberapa jauh kinerja yang telah dihasilkan dalam suatu periode tertentu dibandinkan dengan yang telah direncanakan.apabila dalam melaksanakan kegiatanya ditemukan hambatan-hambatan ataupun kendala yang menggangu pencapapaian kinerjanya, juga akan diungkapkan dalam pengukuran kinerja tersebut. Pengukuran kinerja ini sangat penting baik bagi pihak yang memberikan amanah maupun pihak yang diberi amanah.
2.2
Tinjauan Empirik Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja SKPD telah
banyak dilakukan, namun penelitian yang mengkaji tentang pengaruh anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD masih relatif sedikit. Putra (2010) Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk memperoleh bukti empiris apakah penerapan anggaran berbasis kinerja dan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten
Simalungun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik secara simultan maupun secara parsial penerapan anggaran berbasis kinerja dan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun. Julianto (2009) melakukan penelitian dengan judul pengaruh anggaran
berbasis
penerapan
kinerja terhadap kinerja satuan kerja perangkat daerah di
pemerintah kota tebing tinggi, Hasil Penelitian menunjukkan bahwa penerapan anggaran berbasis kinerja berpengaruh terhadap kinerja SKPD di Pemko Tebing Tinggi. Utari (2009) studi fenomenologis tentang proses penyusunan anggaran berbasis kinerj apada pemerintah kabupaten temanggung. Hasil penelitianya adalah penyusunan anggaran masih banyak ditemukan gejala penggunaan pendekatan traditional budget atau line item, antara lain adanya pencatuman indikator kinerja (input, output dan outcome), yang tidak jelas ukuran dan stándar biayannya. Dengan kata lain proses penyusunan anggaran belum menggunakan SAB yang merupakan indikator utama pendekatan anggaran kinerja. Disamping itu dalam penganggaran juga masih didasarkan pada anggaran tahun sebelumnya, bukan didasarkan pada indikator capaian kinerja yang akan dicapai. Beberapa kendala dan hambatan dalam Penyusunan anggaran berbasis kinerja antara lain (1) struktur SKPD belum memberikan ruang yang cukup bagi penyusunan perencanaan dan penganggaran secara terintegrasi (2) Tim anggaran belum terlibat secara penuh pada setiap tahapan perencanaan (3) kurangnya pengetahuan, pemahaman dan juga motivasi dari para pegawai untuk menerapkan anggaran kinerja secara optimal (4) keterbatasan anggaran daerah.
Penelintian Agustini (2009) dengan judul pengaruh anggaran berbasis kinerja terhadap efektivitas pengendalian pada dinas pendidikan kabupaten sukabumi Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa pelaksanaan anggaran berbasis kinerja pada Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi sudah dapat diterapkan dengan baik dan efektivitas pengendalian pada Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi sudah berjalan baik serta dapat disimpulkan bahwa anngaran berbasis kinerja berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas pengendalian. Adapun Penelitian terdahulu yang menjadi acuan penulis dapat dilihat dari tabel dibawah ini: Tabel 1: Mapping Penelitian Terdahulu No 1.
Nama Julianto (2009)
Judul Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja terhadap Kinerja SKPD di Pemko Tebing Tinggi. studi fenomenologis tentang proses penyusunan anggaran berbasis kinerj apada pemerintah kabupaten temanggung
Variabel Penelitan Anggaran Berbasis Kinerja dan Kinerja SKPD
Hasil penelitian Ada pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD di Pemko Tebing Tinggi.
2.
Utari (2009)
Anggaran berbasis kinerja
Agustini (2009)
pengaruh anggaran berbasis kinerja terhadap efektivitas pengendalian pada dinas pendidikan kabupaten sukabumi
Anggaran Berbasis Kinerja dan efektivitas pengendalian
4.
Angraini Rafika (200)
pengaruh partisipasi anggaran dan komitmen organisasi terhadap kinerja skpd pemerintahan kabupaten labuhan batu
partisipasi anggaran komitmen organisasi dan kinerja skpd
5
Ginting (2009)
pengaruh partisipasi anggaran dan kejelasan sasaran anggaran terhadap kinerja aparat perangkat daerah di pemerintahan kabupatan karo
Partisipasi anggaran, Kejelasan sasaran anggaran dan Kinerja aparat.
Hasil penelitianya adalah penyusunan anggaran masih banyak ditemukan gejala penggunaan pendekatan traditional budget atau line item, antara lain adanya pencatuman indikator kinerja (input, output dan outcome), yang tidak jelas ukuran dan stándar biayannya. Dengan kata lain proses penyusunan anggaran belum menggunakan SAB yang merupakan indikator utama pendekatan anggaran kinerja. Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa pelaksanaan anggaran berbasis kinerja pada Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi sudah dapat diterapkan dengan baik dan efektivitas pengendalian pada Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi sudah berjalan baik serta dapat disimpulkan bahwa anngaran berbasis kinerja berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas pengendalian Hasil analisis secara parsial menunjukkan bahwa partisipasi anggaran tidak berpengaruh terhadap kinerja SKPD Pemerintahan Kabupaten Labuhan Batu, sedangkan komitmen organisasi juga tidak berpengaruh terhadap kinerja SKPD Pemerintahan Kabupaten Labuhan Batu. Penelitian ini juga menemukan bahwa partisipasi anggaran dan komitmen organisasi secara simultan tidak berpengaruh terhadap kinerja SKPD Pemerintahan Kabupaten Labuhan Batu Hasil penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini menemukan bahwa terdapat pengaruh secara simultan maupun secara parsial partisipasi anggaran dan kejelasan sasaran anggaran terhadap kinerja aparat perangkat daerah di Pemerintahan Kabupaten Karo.
3
2.3
Kerangka Pemikiran Pemerintah sebagai lembaga eksekutif yang diberi mandat oleh rakyat
untuk mengatur dan mengurus rumah tangga Negara berkewajiban untuk menjalankannya dengan baik. Dalam menjalankan mandatnya, Pemerintah manyusun program-program dan rencana kerja yang akan dilaksanakan dalam periode satu tahun. Penyusunan program dan rencana kerja ini dilakukan supaya kegiatan dan aktivitas pemerintah terstruktur dan terkoordinasi sehingga hasil akhir dapat dikontrol, dievaluasi dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Program dan rencana kerja yang disusun oleh pemerintah lebih dikenal dengan istilah anggaran. Anggaran Berbasis Kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap Visi, Misi dan Rencana Strategis organisasi. Anggaran Berbasis Kinerja mengalokasikan sumberdaya pada program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output sebagai indikator kinerja organisasi (Bastian, 2006). Berdasarkan pengertian anggaran berbasis kinerja menurut Bastian tersebut, komponen-komponen visi, misi dan recana strategis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari anggaran berbasis kinerja. Begitu juga halnya dengan penetapan indikator-indikator pencapaian kinerja berupa indikator
input
(masukan), output (keluaran) dan outcome (hasil) pastilah telah ditetapkan di dalam dokumen penganggaran yaitu pada Rencana Kerja dan Anggaran (RKASKPD). Dengan demikian penyusunan anggaran berbasis kinerja membutuhkan suatu sistem administrasi publik yang telah ditata dengan baik, konsisten dan
terstruktur sehingga kinerja organisasi dapat dicapai berdasarkan ukuran-ukuran yang telah ditetapkan. Evaluasi pencapaian kinerja SKPD secara berkala diperlukan bagi setiap pimpinan SKPD. Hal ini diperlukan agar pimpinan SKPD dapat segera mengambil langkah-langkah sehingga target kinerja yang telah ditetapkan dapat dicapai tepat waktu. Dalam melakukan evaluasi pencapaian kinerjanya, pimpinan SKPD perlu dengan cepat mengetahui sejauhmana suatu kegiatan atau program telah terlaksana. Untuk dapat mengetahui dengan cepat apakah suatu kegiatan telah terlaksana dan sudah seberapa besarkah penyerapan dana atas pelaksanaan kegiatan dimaksud, diperlukan suatu sistem informasi pengelolaan keuangan daerah pada setiap SKPD dengan berbasis komputerisasi. Dari sistem informasi pengelolaan keuangan daerah ini pula pimpinan SKPD akan dapat mengetahui apakah pelaksanaan tupoksinya telah berjalan dengan ekonomis, efisien maupun efektif (Putra, 2010). Berdasarkan landasan teori dan rumusan masalah penelitian sebagaimana dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini, dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1: Kerangka pemikiran
Anggaran Berbasis Kinerja (Varabel X)
Kinerja SKPD (Varabel Y)
2.4
Hipotesis Menurut sugiono (2009) Hipotesis adalah jawaban atau asumsi sementara
mengenai problem penelitian. Hipotesis mengarahkan proses penelitian sehingga tujuan penelitian menjadi jelas, dan penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisiensi. Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan diatasa, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga anggaran berbasis kinerja berpengaruh terhadap kinerja SKPD.