BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Pustaka
1. Tentang Anak Tunagrahita Ringan a. Pengertian Anak Tunagrahita Ringan Anak tunagrahita ringan memiliki berbagai istilah tergantung dari sudut pandang para ahli memberikan definisi tentang anak tunagrahira ringan. Istilah yang umum dipakai dalam pendidikan luar biasa antara lain anak mampu didik, educable, mild, debil dan tunagrahita ringan. Anak tunagrahita ringan merupakan salah satu dari anak yang mengalami gangguan perkembangan dalam mentalnya, anak tunagrahita ringan memiliki tingkat kecerdasan antara 50-75.Anak tunagrahita ringan memiliki kemampuan sosialisasi dan motorik yang baik, dan dalam kemampuan akademis masih dapat menguasai sebatas pada bidang tertentu. The American Association on Mental Deficiency (AAMD) memberikan pengertian tentang anak tunagrahita dengan merujuk pada kecerdasan secara umum di bawah rata-rata. Dengan kecerdasan yang sedemikian rendah menyebabkan anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial pada setiap fase perkembangannya (Hallahan dan Kaufman dalam Efendi, 2006:9). Berdasarkan pendapat Munzayanah (1997:13), pengertian anak tunagrahita atau retardasi mental adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan daya pikir serta seluruh kepribadiannya sehingga mereka tidak mampu hidup dengan kekuatan sendiri di dalam masyarakat meskipun dengan cara hidup yang sederhana. 1) 2) 3) 4)
Tidak mampu bermasyarakat Kemampuan mentalnya di bawah normal Kecerdasannya terbatas sejak lahir Terbelakang untuk menjadi masak
8
9
5) Mental deficiency merupakan keadaan yang asli, baik karena keturunan maupun penyakit. 6) Pada dasarnya tidak mampu diobati Menurut Abdurrachman dan Sudjadi (1994: 30)dalam buku Pendidikan Luar Biasa Umum yang dimaksud dengan retardasi mental ialah: 1) fungsi intelektualnya lambat, yaitu IQ 70 ke bawah berdasarkan tes intelegensi baku 2) kekurangan dalam perilaku adaptif 3) terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun. Sedangkan menurut Luckasson dalam buku Exceptional Students Prepairing Teachers for the 21st Century “Mental retardation is a disability characterized by
significant limitations in both intellectual
functioning and adaptive behaviouras expressed in conceptual, sosial, and practical
adaptive
skills.
This
disability
originates
before
age
18.”Keterbelakangan mental adalah suatu kecacatan yang ditandai dengan keterbatasan yang signifikan dalam fungsi intelektual dan perilaku adaptif yang dinyatakan secara konseptual , sosial, dan keterampilan adaptif . Kecacatan ini terjadi sebelum usia 18 tahun. Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa anak tunagrahita ringan adalah anak yang memilikikemampuan intelektual antara 55-75 serta memiliki kemampuan yang hampir sama dengan anak normal pada umumnya. Walaupunmereka memiliki kecerdasan di bawah rata-rata, mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial pada setiap fase perkembangannya, namun mereka masih dapat dididik dalam bidang akademik, sosial dan pekerjaan.
10
b.
Penyebab Tunagrahita Ada beberapa penyebab yang melatarbelakangi seorang anak menderita tunagrahita. Menurut Abdurrachman dan Sudjadi (1994: 30) menyatakan bahwa tunagrahita dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1) Faktor Genetik a) Kerusakan / Kelainan Biokimiawi Kerusakan dalam beberapa kromosom yang dikendalikan oleh sistem enzim tertentu yang diperlukan untuk melakukan fungsi normal suatu jaringan tubuh.Hubungan yang erat antara gen-gen dan enzim-enzim pengendali adalah signifikan dengan penyakitpenyakit yang timbul akibat kerusakan secara biokimia dan genetik yang berhubungan dengan keterbelakangan mental. b) Abnormalitas Kromosomal Abnormalitas kromosom paling umum ditemukan adalah sindroma Down atau sindroma mongol (mongolism). Anak dengan sindroma Down memiliki 47 kromosom karena pasangan kromosom ke-21 terdiri dari 3 kromosom atau triplet yang biasa disebut trisomi (trisomy). 2) Masa Prenatal a) Infeksi Rubella (Cacar) Virus rubella yang mengenai ibu selama tiga bulan pertama kehamilan mungkin menyebabkan kerusakan kongenital dan kemungkinan terjadinya retardasi mental pada anak.Keruskankerusakan yang dapat ditimbulkan oleh penyakit tersebut misalnya gangguan penglihatan, tuli, penyakit hati, mikrosefali dan retardasi mental. b) Faktor Rhesus (Rh) Pada manusia 86 % memiliki Rh-positif dan 14 % memiliki Rhnegatif. Darah Rh-positif dan darah Rh-negatif merupakan pasangan yang saling menolak (incompatible). Jika keduanya bertemu dalam aliran darah yang sama, maka akan terbentuk aglutinin yang menyebabkan sel darah menggumpal dan menghasilkan sel-sel darah yang tidak dewasa (immature blood cells) dan gagal menjadi sel yang dewasa di dalam sumsum tulang. 3) Masa Perinatal a) Luka saat kelahiran Proses kelahiran yang berhubungan dengan lamanya kelahiran dan kesulitan kelahiran, penggunaan alat kedokteran, lahir sungsang dan penyebab-penyebab lain mungkin dapat menuntun seseorang untuk menegakkan diagnosa umum dari kerusakan otak tanpa spesifikasi jenis kerusakan
11
b) Sesak nafas, yang disebabkan oleh kekurangan oksigen dalam otak selama proses kelahiran. Jika suplai oksigen ke otak terhenti beberapa menit, kerusakan sel-sel otak sudah tidak dapat diperbaiki lagi. c) Prematuritas 4) Masa Postnatal Penyakit-penyakit akibat infeksi dan problema nutrisi yang diderita pada masa bayi dan awal masa kanak-kanak dapat menyebabkan retardasi mental antara lain : a) Encephalitis Yaitu peradangan sistem saraf pusat yang disebabkan oleh virus tertentu. Encephalitis meliputi bermacam-macam kerusakan atau infeksi pada usia dini yang menimbulkan panas tinggi dan mungkin menimbulkan kerusakan sel-sel otak. b) Meningitis Meningitis adalah suatu kondisi yang berasal dari infeksi bakteri yang menyebabkan peradangan pada selaput otak (meninges) dan menimbulkan kerusakan pada sistem saraf pusat. c) Malnutrisi kronik Malnutrisi kronik sebagai penyebab retardasi mental masih merupakan hal yang dianggap kontroversi.Akhir trimester kehamilan dan 18 bulan pertama masa bayi telah diidentifikasi sebagai masa yang sangat penting begi pertumbuhan otak.Kekurangan nutrisi, biasanya kekurangan protein, pada periode perkembangan tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap perkembangan intelek. d) Kekurangan nutrisi Malnutrisi pada seorang ibu yang sedang hamil dapat menyebabkan prematuritas, dan prematuritas dapat meningkatkan resiko kerusakan otak pada fetus. Sedangkan menurut Grossman yang dikutip oleh Muhammad (2008:102) memaparkan 9 faktor yang menjadi penyebab timbulnya tunagrahita, antara lain : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Penyakit yang disebabkan oleh minuman keras Trauma Metabolisme atau pola makan yang tidak baik Penyakit dalam otak Pengaruh saat masa kehamilan yang tidak diketahui Kromosom yang abnormal Gangguan semasa kehamilan Gangguan psikiatris
12
9) Pengaruh lingkungan Dari kedua pendapat kedua ahli di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tunagrahita dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1) genetik 2) masa prenatal 3) masa perinatal dan 4) masa postnatal.
c. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan Untuk lebih memahami bagaimana karakteristik anak tunagrahita,di bawah ini adalah beberapa pendapat dari para ahli: Amin (1995:37) menyebutkan bahwa karakteristik anak tunagrahita menurut tingkat ketunagrahitaannya adalah sebagai berikut: 1) Karakteristik anak tunagrahita ringan Anak tunagrahita ringan banyak yang lancar berbicara tetapi kurang perbendaharaan kata-katanya, mengalami kesukaran berfikir abstrak tetapi masih mampu mengikuti kegiatan akademik dalam batas-batas tertentu. Pada umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak umur 12 tahun. 2) Karakteristik anak tunagrahita sedang Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran-pelajaran akademik.Mereka umumnya dilatih untuk merawat diri dan aktivitas sehari-hari. Pada umur dewasa mereka baru mencapai tingkat kecerdasan yang sama dengan anak umur 7 tahun. 3) Karakteristik anak tunagrahita berat Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu bergantung dengan pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri dan tidak dapat membedakan bahaya atau tidak, kurang dapat bercakap-cakap.Kecerdasannya hanya dapat berkembang paling tinggi seperti anak normal berumur 3 atau 4 tahun.
13
Sedangkan
menurut
Muhammad
(2008:97),
mengemukakan
karakteristik tunagrahita ringan sebagai berikut : 1) Anak-anak dengan cacat mental ringan pada usia 2 hingga 5 tahun dapat beraktivitas dengan baik bersama kelompok anakanak normal yang lebih muda 1 hingga 2 tahun dari mereka. 2) Mengalami perkembangan mental yang lambat, namun masih memiliki potensi untuk berkembang dalam tiga bidang, yaitu : akademik, sosial dan kejuruan. 3) Mereka berpotensi untuk mandiri dengan pendidikan dan latihan yang sesuai. 4) Pada usia dewasa, mereka dapat membuat penyesuaian dalam pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian tinggi atau hanya membutuhkan keahlian yang rendah. 5) Pemerolehan dan penggunaan bahasa: kurang benar dalam hal struktur dan maknanya. 6) Ciri pribadi dan sosial : kurang daya konsentrasi dan bermasalah dalam tingkah laku Amin dan Entang (1995: 55) mengemukakan tentang karakteristik anak tunagrahita ringan sebagai berikut: 1) Karakteristik Mental Mereka dapat menunjukkan kecenderungan menjawab dengan ulang respon terhadap pertanyaan yang berbeda, tidak mampu mendeteksi kesalahan-kesalahan dalam persualisasi dan mengalami kesulitan dalam konsentrasi. 2) Karakteristik Fisik Bagi mereka yang mengalami tunagrahita ringan sebagian besar tidak mengalami kelainan fisik. 3) Karakteristik Sosial-Emosi Minat permainan mereka lebih cocok dengan anak yang sama usia mentalnya dari pada usia kronologisnya. Memiliki problem sosial dan tingkah laku agak nakal dari pada anak normal intelegensinya.Anak tunagrahita cenderung menarik diri, acuh tak acuh dan mudah bingung.Tidak jarang dari mereka mudah dipengaruhi sebab mereka tidak dapat memikirkan akibat tindakannya. Kemampuan bersosialisasi ini akan lebih berkembang apabila mereka memperoleh lingkungan yang mendukung keberadaan mereka. Maksudnya mereka tidak jadi kelompok minoritas dari anggota atau dihilangkan karena mereka dianggap tidak mampu. 4) Karakteristik Belajar/Akademik Kemampuan belajar mereka rendah dan lambat bagi mereka yang tergolong ringan, masih dapat diberikan mata pelajaran akademik ( menulis, membaca, berhitung ) dan sebagainya.
14
5) Karakteristik Pekerjaan Yang dapat ditunjukan untuk dapat bekerja hanya mereka yang tergolong ringan, dan pada usia dewasa dapat belajar, pekerjaan yang sifatnya “skill dan skilled”. Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa anak tunagrahita ringan memiliki karakteristik sebagian besar tidak mengalami gangguan fisik, kurang daya konsentrasi dan bermasalah dalam tingkah laku, masih dapat diberikan mata pelajaran akademik yang sederhana dan dapat melakukan pekerjaan dengan keahlian yang rendah.
d. Tujuan Pendidikan Tunagrahita Ringan Menurut Efendi (2006:23) mendidik anak yang memiliki gangguan fisik, mental, maupun karakteristik perilaku sosialnya, tidak sama seperti mendidik anak normal, sebab selain memerlukan suatu pendekatan yang khusus juga memerlukan strategi yang khusus. Hal ini semata-mata karena bersandar pada kondisi yang dialami anak. Oleh karena itu, melalui pendekatan dan strategi khusus dalam mendidik, diharapkan anak tunagrahita ringan mampu : (1) menerima kondisinya, (2) melakukan sosialisasi dengan baik, (3) berjuang sesuai dengan kemampuannya, (4) memiliki keterampilan yang sangat dibutuhkan dan (5) menyadari sebagai warga negara dan anggota masyarakat. Tujuan lainnya agar upaya yang dilakukan dalam rangka habilitasi maupun rehabilitasi anak tunagrahita ringan dapat memberikan daya guna dan hasil guna yang tepat.
2. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar IPA a.
Pengertian Belajar Menurut Winkel (1996) “ belajar adalah proses perubahan dari belum mampu ke arah sudah mampu dan proses perubahan itu terjadi selama jangka waktu tertentu “ (hlm. 50).
15
Pendapat lain dari Suryabrata (2002) “ yang menyatakan bahwa belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan dalam diri si pelajar, perubahan pokoknya adalah didapatnya pengetahuan atau kecakapan baru yang terjadi karena usaha “(hlm. 232). Adapun menurut Arikunto (1993) belajar diartikan sebagai suatu proses yang terjadi karena adanya usaha untuk mengadakan perubahan terhadap diri manusia yang melakukan, dengan maksud memperoleh perubahan dalam dirinya, baik berupa pengetahuan, ketrampilan ataupun sikap. Di dalam peristiwa belajar selalu ada usaha berupa latihan.(hlm. 19). Berdasarkan ketiga pendapat di atas maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa belajar adalah suatu proses yang dialami oleh
seseorang baik fisik maupun mental yang terjadi dalam jangka watu tertentu untuk menghasilkan perubahan dalam hal pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
b. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru (Tim Penyusun Kamus P3B : 2001) selain itu menurut Tirtonegoro (2004) “ prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk symbol, angka huruf, maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu”(hlm. 43). Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah hasil belajar yang telah dicapai oleh anak terhadap penguasaan pengetahuan atau keterampilan dalam periode belajar tertentu yang dinyatakan dalam bentuk symbol, angka huruf, maupun kalimat dengan standardisasi tertentu.
16
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dibedakan menjadi dua jenis yaitu yang bersumber dari dalam diri manusia yang belajar, yang disebut faktor internal, dan faktor yang bersumber dari luar manusia yang belajar atau disebut faktor eksternal(Arikunto, 1993 : 21 ). Faktor
yang
bersumber
dari
dalam
diri
manusia
dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu faktor biologis dan faktor psikologis. Beberapa hal yang dapat dikategorikan sebagai faktor biologis antara lain : usia, kematangan, dan kesehatan. Sedangkan yang dapat dikategorikan sebagai faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat, dan kebiasaan belajar. Faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua faktor, yaitu faktor manusia (human) dan faktor non manusia seperti alam, benda, lingkungan fisik, dan hewan. Menurut Suryabrata (2002: 232) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu : 1) Faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar, yang meliputi faktor-faktor nonsosial (misalnya : keadaan udara, suhu udara, waktu, tempat, dan alat yang dipakai untuk belajar) dan faktor-faktor sosial yaitu manusia (sesame manusia); 2) Faktorfaktor yang berasal dari dalam diri si pelajar, yang meliputi faktorfaktor yang meliputi faktor fisiologis (tonus jasmani pada umumnya dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu) dan faktor psikologis. Dengan mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar maka guru dapat merancang proses pembelajaran atau menciptakan suasana belajar yang dapat
mengoptimalkan peran kedua faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar anak di kelas.
d. Pengertian IPA Kata IPA merupakan singkatan dari “Ilmu Pengetahuan Alam” yang dalam bahasa inggris sering disebut sebagai “Natural Science” yang secara singkat disebut “Science”. Natural artinya alamiah, sedangkan alam yang berkaitan dengan alam. Science artinya ilmu pengetahuan, jadi IPA
17
atau science dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa alam. Sulistyorini (2007:39) menuliskan bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alamsecara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengertian yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar serta proyek pengembangan lebih lanjut dan menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Soewandi (2005:96), sains adalah salah satu bentuk kegiatan intelektual untuk memperoleh pengetahuan positif-empirik tentang alam (natural science) maupun tentang masyarakat (sosial science). Sedangkan menurut Darmoatmodjo (1991:34), “Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pengetahuan rasional dan obyektif tentang alam semesta dengan segala isinya.” Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada cabang ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukumhukum yang pasti dan umum bersifat rasional dan obyektif berlaku kapan pun dan dimana pun atau kumpulan dari peristiwa-peristiwa yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip serta proses penemuan tentang gejala-gejala alam.
3. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD a. Pengertian Model Pembelajaran Menurut Winaputra dalam Sugiyanto (2008:7) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
18
pembelajaran dan para pengajar dalam merencakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran dibedakan dari istilah stategi pembelajaran, metode
pembelajaran,
dan
prinsip
pembelajaran.
Istilah
model
pembelajaran memiliki empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode tertentu, yaitu rasional teoritik yang logis, tujuan pembelajaran yang akan dicapai, tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil, dan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Asikin, 2008: 37). Sedangkan menurut Joke dan Weil dalam Isjoni (2009:72) model pembelajaran adalah suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya. Sedangkan Kardi dan Nur (2015) menyatakan bahwa ada lima model pembelajaran yang dapat digunakan dalam mengelola pembelajaran, yaitu pembelajaran
langsung,
pembelajaran
kooperatif,
pembelajaran
berdasarkan masalah, diskusi, dan learning strategi. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran yang berguna untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa.
b. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan terjemahan dari cooperative learning. Berdasarkan pernyataan Isjoni (2009:22) “kooperatif” artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai suatu kelompok atau satu tim. Sugiyanto (2008:35) menyebutkan
bahwa
pembelajaran
kooperatif
adalah
pendekatan
pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
19
Menurut Slavin (2008: 4) pembelajaran kooperatif merujuk pada metode pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompokkelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pembelajaran. Sedangkan Sunal dan Haris dalam jurnal Pujianti (2008: 2) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran. Slavin (2007: 3) juga berpendapat dalam Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technologi Education, menyebutkan bahwa cooperative learning is generally understood as learning that takes place in a small groups where students share ideas and work collaborative to complete a given task. There are several models of cooperative learning that very considerably from each other. Pembelajaran kooperatif secara umum dipahami sebagai pembelajaran yang terjadi dalam kelompok kecil dimana siswa berbagi ide dan bekerjasama menyelesaikan suatu tugas. Ada beberapa model pembelajaran kooperatif yang berbeda satu dengan lainnya. Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran yang menggunakan kelompok-kelompok kecil yang siswanya berada dalam satu kelompok yang saling bekerjasama dan bertukar pikiran dalam menyelesaikan suatu masalah untuk mencapai tujuan tertentu.
c. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif Setiap model pembelajaran memiliki ciri-ciri yang berbeda. Menurut Nur dalam modul Widyantini (2006) ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah : 1) Siswa dalam satu kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
20
2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender. 3) Penghargaan lebih menekankan pada kelompok daripada masingmasing individu. Isjoni (2009: 27) mengemukakan beberapa ciri pembelajaran kooperatif yaitu : 1) Setiap anggota memiliki peran 2) Terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa 3) Setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya. 4) Guru membantu ketrampilan-ketrampilan interpersonal kelompok. 5) Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan Dari beberapa pendapat tentang ciri-ciri pembelajaran kooperatif di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran
dengan
ciri
pengelompokkan
siswa
dalam
proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu dengan ditandai adanya kerjasama antarsiswa dalam kelompok.
d. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif Lima unsur model pembelajaran kooperatif menurut Roger dan Johnson (dalam Lie 2002:32) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan. 1) Saling Ketergantungan Positif Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Wartawan mencari dan menulis berita, redaksi mengedit, da tukang ketik mengetik tulisan tersebut. Untuk menciptakan kelomok kerja yang efektif, pengajar perlu
21
menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. 2) Tanggung Jawab Perseorangan Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara.Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung ada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. 3) Tatap Muka Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggora. Hasil pemikiran beberapa dari satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar dariada jumah hasil masing-masing anggota. 4) Komunikasi Antaranggota Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keteramilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara.Keberhasian suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mnedengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutamakan pendapat mereka. 5) Evaluasi Proses Kelompok Pengajar perlu menjadwalkan
waktu
khusus
bagi
kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil
22
kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu mengevaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Bennet (2005) menyatakan ada lima unsur yang menjadi ciri pembelajaran kooperatif yaitu: 1) Positive Interdependence, yaitu hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota kelompok dimana keberhasilan seorang merupakan keberhasilan yang lain pula. 2) Interaction face to face, yaitu interaksi yang langsung terjadi antar siswa tanpa adanya perantara. 3) Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok, sehingga siswa termotivasi untuk membantu temannya. 4) Membutuhkan keluwesan, yaitu menciptakan hubungan antar pribadi, mengembangkan kemampuan kelompok, dan memelihara hubungan kerja yang efektif. 5) Meningkatkan ketrampilan bekerjasama dalam memecahkan masalah (proses kelompok), yaitu tujuan terpenting yang diharapkan dapat tercapai dalam pembelajaran kooperatif adalah siswa dapat belajar ketrampilan bekerjasama dan berhubungan. Ketrampilan ini adalah ketrampilan yang diperlukan masyarakat. Dari berbagai pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang membutuhkan interaksi positif yang meliputi tatap muka dan hubungan timbal balik yang baik antar anggota kelompok yang masing-masing anggota juga bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan anggota kelompok lainnya. e. Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif Dalam pembelajaran kooperatif terdapat variasi model yang dapat diterapkan. Isjoni (2009:73-74) menyebutkan variasi model dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: 1) Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share Dalam pembelajaran ini, guru mengajukan pertanyaan atau isu dan meminta setiap siswa memikirkan jawaban atau
23
2)
3)
4)
5)
6)
7)
penjelasannya. Selanjutnya, siswa diarahkan untuk berpasangan dan mendiskusikan jawaban atau penjelasan tadi. Pasangan siswa akhirnya diminta menyampaikan kepada seluruh siswa secara klasikal hal yang telah didiskusikan dalam pasangan mereka. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dalam pembelajaran ini, berbagai materi disajikan kepada siswa dalam bentuk teks, dan setiap siswa dalam kelompok bertanggung jawab mempelajari satu porsi materi. Anggota tim yang berbeda dan memiliki materi sama berkumpul membentuk tim ahli untuk belajar dan saling membantu mempelajari materi tersebut. Mereka lalu kembali ke kelompok awal dan menjelaskan sesuatu yang telah mereka pelajari dalam pertemuan tim ahli. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions Pembelajaran ini adalah pembelajaran kooperatif yang mengelompokkan siswa dalam tim pembelajaran. Guru mempresentasikan pembelajaran dan siswa dalam tim bekerja untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim menuntaskan atau menguasai pelajaran itu. Seluruh siswa dikenai tugas individual dan mereka tidak boleh lagi saling membantu dalam menyelesaikan tugas tersebut. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok Dalam pembelajaran ini, siswa dikelompokkan secara heterogen, tapi bisa juga dikelompokkan berdasarkan pertemanan atau kesamaan minat tentang topik tertentu. Kelompok siswa kemudian memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan laporan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas. Model Pembelajaran Kooperatif Langsung Guru mengajar selangkah demi selangkah untuk meningkatkan pengetahuan prosedural dan faktual siswa. Pembelajaran ini diterapkan dengan demonstrasi atau penjelasan yang dilakukan oleh guru dan dilanjutkan dengan kerja siswa terbimbing. Selanjutnya, umpan balik diberikan sebelum memberi siswa tugas yang diperluas. Model Pembelajaran Kooperatif Berbasis Masalah Pembelajaran didahului dengan mengajukan permasalahan kepada siswa, kemudian mereka diarahkan untuk melakukan penelitian kelompok. Guru membantu kelompok mendapatkan informasi yang tepat dan menata laporan hasil penelitian untuk disampaikan kepada seluruh kelas. Terakhir, siswa dipandu untuk melakukan refleksi, analisis, dan evaluasi proses dan hasil penelitian siswa. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Tournament
24
Dalam pembelajaran ini, kinerja siswa tidak dinilai dengan kuis individual, tetapi dengan turnamen perbaikan akademik. Siswa mewakili timnya berlomba dengan anggota tim lain yang setara kinerja akademiknya berdasarkan hasil penelitian yang lalu. Siswa dari seluruh tingkat kinerja pada tiap kelompok mempunyai peluang yang sama untuk menyumbang poin bagi timnya jika mereka berbuat yang terbaik. 8) Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered-Heads Together Dalam pembelajaran ini, lebih banyak siswa dilibatkan dalam menelaah materi pelajaran. Setiap siswa dalam kelompok diberi nomor yang berbeda. Guru mengajukan pertanyaan dan siswa dalam kelompok kemudian menyatukan kepala dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok mengetahui jawaban pertanyaan. Selanjutnya guru memanggil nomor tertentu dan dari semua siswa bernomor sama dari tiap kelompok yang mengangkat tangan, dipilih beberapa untuk menjawab kepada seluruh kelas. f. Model Pembelajaran Tipe STAD (Student Team Achievment Divisions) STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhanadan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.Pembelajaran ini menekankan pada berbagai ciri pembelajaran langsung da merupakan pembelajaran yang mudah untuk diterapkan pada pelajaran sains. Metode ini didasarkan pada prinsip bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap temannya dan diri sendiri. Slavin (2008:143-146) menjabarkan bahwa STAD terdiri dari lima komponen utama yaitu: 1) Presentasi kelas Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas.Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau diskusi pelajaranyang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi audiovisual.Bedanya presentasi dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit STAD. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan
25
2)
3)
4)
5)
sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka akan menentukan skor tim mereka. Tim Tim terdiri atas empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Kuis Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua periode praktek tim, para siswa akan mengerjakan tes individual. Para siswa tidak diperbolehkan saling membantu dalam mengerjakan kuis.Sehingga tiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya. Skor kemajuan individual Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap tim dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini, tetapi tidak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha terbaik mereka. Tiap tim diberikan skor awal yang diperoleh dari ratarata kinerja siswa tersebut sebelumnyadalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka. Rekognisi tim Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Penghargaan yang diterima meliputi tiga kategori yaitu Super Team, Great Team, dan Good Team.
B.
Hasil Penelitian Yang Relevan
Puspitosari (2010) dalam skripsinya berjudul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif STAD untuk Meningkatkan Kemampuan Menghitung Luas Bangun Datar
Sederhana”.Hasil
penelitiannya
menunjukkan
bahwa
pembelajaran
kooperatif model STAD dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menghjtung luas bangun datar secara optimal.
26
Prayekti (2006) dalam jurnalnya berjudul “Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team-Achievement Division di Sekolah Dasar” menyatakan bahwa dengan menggunakan perangkat pembelajaran, kemampuan siswa dalam belajar akan meningkat dan nilai yang dicapai siswa terus meningkat. Pembelajaran yang melibatkan peran aktif siswa memerlukan persiapan belajar yang matang. Salah satu alternatif dengan menggunakan pendekatan kooperatif STAD. Siswa berlatih untuk melakukan diskusi, bekerja kelompok, mendengarkan pendapat orang lain serta saling membantu dan gotong royong.
C. Pada
umumnya
Kerangka Berpikir
kemampuan
pemahaman
konsep
IPA
pada
anaktunagrahita sangat terbatas, karena anak tunagrahita memikiki keterbatasan dalam pemikiran abstrak.Sesuai dengan kondisi dan kemampuan anak tunagrahita dalam pemahaman pelajaran IPA, anak diajak langsung ke alam bebas atau lingkungan sekolah dan tidak selalu di dalam kelas. Maka dari itu dalam pembelajaran IPA penulis mencoba menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Penulis berpendapat dengan menggunakan model STAD anak dapat lebih memahami materi yang disampaikan oleh guru dengan suasana belajar yang lebih menyenangkan. Dengan demikian berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir diatas diharapkan dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe STAD prestasi belajar anak akan lebih baik. Untuk memperjelas uraian diatas maka kerangka berfikir dalam penelitian dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut:
27
Tunagrahita kelasX SLB Negeri Surakarta
Pre Test : Tes materi IPA sebelum dilakukan treatment
Pemberian Treatment dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
Post Test : Tes materi IPA anak Tunagrahita siswa kelas X SLB Negeri Surakarta setelah pemberian treatment
Prestasi belajar IPA anak mengalami peningkatan
Gambar 2.1: Alur Kerangka Berpikir
28
D.
Perumusan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori dan belum menggunakan fakta. Oleh karena itu, setiap penelitian yang dilakukan memiliki suatu hipotesis atau jawaban sementara terhadap penelitian yang akan dilakukan. Dari hipotesis tersebut akan dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan apakah hipotesis tersebut benar adanya atau tidak benar.(Sugiyono, 1999:45) Berdasarkan kajian teoretis serta kerangka berfikir dan kondisi obyektif di lapangan, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif untuk meningkatkan kemampuan IPA anak tunagrahita ringan siswa kelas X di SLB Negeri Surakarta tahun ajaran 2014/2015.