perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Tunarungu
a.
Pengertian Tunarungu
Seseorang yang mengalami gangguan pendengaran sehingga kehilangan fungsi pendengarannya disebut penyandang tunarungu. Untuk memperjelas mengenai pengertian tunarungu, peneliti mengemukakan pendapat sebagai berikut. Menurut Gargiulo dalam Somad (1996:197) : Hearing impairment is a general term used to describe disordered hearing. We should point out that the use of this term is offensive to some individuals who are deaf and hard of hearing because the word impairment implies a deficiency. Although we acknowledge this viewpoint, the label bearing impairment is preferred by the federal government when describing this disability category. We have chosen to be consistent with the terminology used by the U.S. Department of Education. Definisi di atas menjelaskan bahwa tunarungu adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkangangguan pendengaran. Istilah tunarungu tertuju pada keadaan seseorang yang tunarungudan mengalami kesulitan mendengaryang berimplikasi pada kesulitan dalam komunikasi. Istilah tunarungu dipilih federasi pemerintahdalam menjelaskan kategori kecacatan tersebut, dan Departemen Pendidikan Amerika Serikat telah konsisten menggunakan istilah tunarungu ini. Menurut Somantri (2006 : 74) “tunarungu ialah orang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya.” commit to user 7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Somad (1996: 27) bahwa “tunarungu adalah seorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagianatau seluruhnya yang diakibatkan karana tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengaannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks.” Pendapat di atas diperkuat oleh Abdurrahman dan Sudjadi (1994 : 59) bahwa “ tunarungu adalah kehilangan pendengaran yang sangat berat sehingga indra pendengaran tidak berfungsi dan karenanya perkembangan bahasa bicara mejadi terhambat. Pendengaran rusak, adalah pendengaran yang walaupun rusak tetapi masih bisa berfungsi, sehingga perkembangan bahasa bicara tidak terhambat.”. Kesimpulan pengertian tunarungu dari beberapa pendapat di atas adalah sesorang yang kehilangan sebagian atau seluruh pendengarannya sehingga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangannya, sehingga tunarungu memerlukan sarana komunikasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Kesulitan komunikasi pada tunarungu merupakan ciri khas yang membuatnya berbeda dengan anak normal. tunarungu memahami bahasa tidak selancar anak normal dan harus beberapa tahapan – tahapan dalam pemahaman bahasa sehingga mampu berkomunikasi dengan masyarakat.
b.
Faktor Penyebab Tunarungu Ada beberapa pendapat yang menjelaskan mengenai faktor terbentuknya
tunarungu sebagai berikut. Penyebab ketunarunguan menurut Somantri (2006: 75) membagi dalam beberapa faktor: 1) Pada saat sebelum dilahirkan (prenatal) a) Salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu atau mempunyai gen sel pembawa sifat abnormal. Misalnya: dominant gent, resesiv gen dan lain-lain. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
b) Karena penyakit : Sewaktu mengandung ibu terserang suatu penyakit terutama penyakit-penyakit yang diderita pada saat kehamilan trimester pertama yaitu saat pembentukan ruang telinga. Misalnya: rubella, morbili dan lain-lain. c) Karena keracunan obat-obatan: pada saat hamil ibu minum obat-obatan terlalu banyak, atau ibu seorang pecandu alcohol, tidak dikehendaki kelahiran anaknya atau minum obat penggugur kandungan akan dapat menyebabkan ketunarunguan pada anak yang dilahirkan. 2) Pada saat kelahiran (natal) a) Sewaktu ibu melahirkan mengalami kesulitan sehingga persalinan dibantu dengan vacuum/ penyedot (tang) b) Prematuritas yaitu bayi yang lahir sebelum waktunya. 3) Pada saat setelah kelahiran (post natal) a) Karena infeksi, misalnya: infeksi pada otak (meningitis) atau infeksi umum seperti difteri, morbili, dan lain-lain b) Pemakaian obat-obatan otopsi pada anak c) Karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat pendengaran bagian dalam. Menurut Somad (1996 : 43)
penyebab ketunarunguan dapat
dikelompokkan sebagai berikut: 1) Faktor dari dalam diri anak. a) Salah satu orang tua atau keluarga yang mengalami kelainan tunarungu. b) Kerusakan plasenta yang mempengaruhi perkembangan janin karena keracunan pada saat ibu mengandung. c) Penyakit Rubella yang menyerang janin ibu pada masa kandungan tiga bulan pertama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
2) Faktor dari luar diri anak. a) Faktor
dari
kecelakaan
yang
mengakibatkan
kerusakan
alat
pendengaran telinga bagian dalam, tengah maupun luar. b) Meningitis atau radang selaput otak. c) Otitis media. Otitis media adalah radang pada telinga bagian tengah, sehingga menimbulkan nanah. d) Terjadinya infeksi pada saat anak dilahirkan Kesimpulan dari pendapat di atas bahwa penyebab ketunarunguan antara lain sebelum lahir (pre natal) salah satunya faktor genetik, konsumsi makanan dari ibu saat mengandung, saat lahir salah satunya adalah prematur, proses persalinan yang salah dan setelah kelahiran adalah faktor trauma fisik, infeksi dan kecelakaan. Selain itu faktor dari dalam anak dan faktor dari luar diri anak menjadi faktor yang juga dapat menjadi penyebab ketunarunguan.
c.
Klasifikasi Ketunarunguan Anak berkebutuhan khusus yang mengalami gangguan pendengaran bisa
dikelompokkan ke dalam klasifikasi berdasarkan tinjauan tertentu . Menurut Smith (Haenudin : 2013 : 274) mengklasifikasikan tunarungu berdasarkan lokasi anatomi telinga sebagai berikut:
1) Conductive hearing loss Berkurangnya pendengaran dari segi konduksi suara dari saluran telinga ke telinga bagian dalam. Dikarenakan ada gangguan, baik dari telinga bagian luar maupun bagian tengah. 2) Sensorineural hearing loss Berkurangnya pendengaran sensorineural disebabkan oleh kerusakan, baik di telinga dalam maupun di saraf pendengaran. Sensorineural losses seringkali mengakibatkan kerusakan resptor pada telinga bagian dalam. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
3) Mixed hearing loss Pada mixed hearing loss dapat terjadi sebagai akibat dari kedua kelainan dalam konduksi suara dan kerusakan sensorineural. Menurut Sastrowinoto dalam Sardjono (2000 : 9) mengklasifikasikan ketunarunguan dilihat dari segi etiologis, fisiologis, menurut terjadinya dan taraf pendengarannya sebagai berikut : 1) Klasifikasi secara Etiologis : a) tunarungu endogen atau turunan b) tunarungu eksogen disebabkan penyakit atau kecelakaan 2) Secara anatomis fisiologis tunarungu dibagi dalam : a) tunarungu hantaran (konduktif) b) tunarungu peceptif (syaraf) c) tunarungu campuran antara tunarungu konduktif dan syaraf 3) Sedangkan menurut terjadinya dibedakan menjadi : a) tunarungu yang terjadi saat dalam kandungan ibu (pre natal) b) tunarungu saat dilahirkan (neo natal) c) tunarungu yang terjadi saat setelah dilahirkan (post natal) 4) Adapun klasifikasi menurut taraf ketunarunguan atas dasar ukuran audiometer dibedakan menjadi : a) tunarungu taraf ringan antara 5-25 dB b) tunarungu taraf sedang antara 26-50 dB c) tunarungu taraf berat antara 51-75 dB d) tunarungu taraf sangat berat > 75 dB
Klasifikasi tunarungu menurut Kirk dalam Somad dan Herawati (1996 : 35): 1) 0 dB : Menunjukkan pendengaran yang optimal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
2) 0 – 26 dB : Menunjukkan orang masih mempunyai pendengaran yang normal 3) 27 – 40 dB : Mempunyai kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan memerlukan terapi bicara (tergolong tunarungu ringan) 4) 41 – 55 dB : Mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat Bantu dengar dan terapi bicara (tergolong tunarungu sedang) 5) 56 – 70 dB : Hanya dapat mendengar suara dari jarak yang dekat, masih mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan alat bantu mendengar serta dengan cara yang khusus (tergolong tunarungu agak berat) 6) 71 – 90 dB : Hanya dapat mendengar bunyi yang sangat dekat, kadangkadang dianggap tunarungu, membutuhkan pendidikan luar biasa yang intensif membutuhkan alat Bantu dengar dan latihan bicara khusus (tergolong tunarungu berat) 7) 91 db ke atas : Mungkin sadar adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak bergantung pada penglihatan daripada pendengaran untuk proses menerima informasi, dan yang bersangkutan dianggap tunarungu (tergolong tunarungu berat sekali) Tunarungu menurut Myklebus (dalam Abdurrahman dan Sudjadi, 1994: 61) diklasifikasikan berdasarkan tinjauan tertentu sebagai berikut : 1)
Tingkat pendengaran, yaitu bergantung pada tingkatan kehilangan pendengaran dalam pendengaran decibel sebagai hasil pengukuran dengan alat audiometer standar ISO (International Standart Organization), yaitu : a)
Sangat ringan 27 – 40 dB
b)
Ringan 41 – 55 dB
c)
Sedang 56 – 70 dB commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
2)
d)
Berat 71 – 90 dB
e)
Berat sekali 91 dB ke atas
Waktu rusaknya pendengaran a)
Bawaan : tunarungu sejak lahir dan tunarungu indra pendengaran sudah tidak berfungsi untuk maksud kehidupan sehari-hari.
b)
Perolehan : Anak lahir dengan pendengaran normal akan tetapi di kemudian hari indra pendengarannya menjadi tidak berfungsi yang disebabkan karena kecelakaan atau suatu penyakit
3)
Tempat terjadinya kerusakan pendengaran a)
Kehilangan pendengaran konduktif, yaitu hilangnya pendengaran disebabkan oleh gangguan pada telinga luar dan telinga bagian tengah sehingga menghambat jalannya suara ke telinga bagian dalam.
b)
Kehilangan pendengaran sensori-neural, disebabkan oleh kerusakan pada telinga bagian dalam
c)
Kehilangan pendengaran campuran disebabkan adanya kerusakan di telinga bagian tengah dan bagian dalam
d)
Kehilangan pendengaran sentral atau perceptual, disebabkan oleh kerusakan pada syaraf pendengaran.
Kesimpulan dari beberapa pendapat di atas adalah klasifikasi tunarungu dapat didasarkan atas tingkat gangguan pendengaran, waktu terjadinya ketunarunguan dan tempat terjadinya kerusakan pendengaran. Sehingga menunjukkan bahwa semakin besar jumlah kehilangan pendengaran maka semakin berat atau semakin buruk kemampuan bahasa dan berdampak semakin sulit berkomunikasi.
d.
Karakteristik Tunarungu Anak yang mengalami tunarungu tidak tampak berbeda dengan anak pada
umumnya apabila dibandingkan dengan anak yang memiliki ketunaan lain. Namun commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
terdapat ciri khusus dalam hal karekteristik apabila dilihat dari intelegensi, bahasa dan bicara, emosi serta sosial.
1)
Karakteristik dalam segi intelegensi Menurut Gargiulo dalam Somad (1996 : 210) : Over the past several years, reviews of the research on the intellectual characteristics of children with a hearing impairment have suggested that the distribution of intelligence or lQ scores for these individuals is similar to that of their hearing counterparts. Findings suggest that intellectual development for people with a hearing impairment is more a function of language development than cognitive ability. Any difficulties in performance appear to be closely associated with speaking, reading, and writing the English language, but are not related to level of intelligence. Selama beberapa tahun terakhir, review penelitian tentang karakteristik
intelektual anak dengan gangguan pendengaran menunjukkan bahwa distribusi kecerdasan atau skor IQ anak dengan gangguan pendengaran hampir sama dengan teman-teman mereka yang dapat mendengar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan intelektual orang dengan gangguan pendengaran
lebih merupakan
fungsi
perkembangan bahasa
daripada
kemampuan kognitif. Kesulitan yang mereka alami erat kaitanya dengan berbicara, membaca, dan menulis bahasa Inggris, tetapi tidak berhubungan dengan tingkat kecerdasan. Somad dan Hernawati (1996 :35) mengatakan tentang intelligence tunarungu “Pada umumnya tunarungu memiliki intelegensi normal atau ratarata akan tetapi karena perkembangan intelegensi sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa maka tunarungu akan menampakkan intelegensi yang rendah disebabkan oleh kesulitan memahami bahasa.” Sedangkan Somantri (2006 : 77) berpendapat “Pada umumnya intelegensi tunarungu secara potensial sama dengan anak normal, tetapi secara fungsional perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemampuan berbahasanya, keterbatasan informasi, dan kiranya adaya abstrak anak. Akibat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
ketunarunguannya menghambat proses pencapaian pengetahuan yang lebih luas. Dengan demikian intelegensi secara fungsional terhambat.” Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa intelegensi yang dimiliki oleh tunarungu sama dengan intelegensi yang dimiliki oleh anak yang bukan tunarungu. Kenampakan prestasi belajar yang rendah tidak didasarkan pada rendahnya intelegensi yang dimiliki tetapi disebabkan terhambatnya fungsional intelegensi dikarenakan kesulitan dalam memahami bahasa yang berdampak pada penerimaan pesan yang di terima tunarungu. 2)
Karakteristik dalam segi bahasa dan pengembangannya Menurut Winarsih dalam Haenudin (2013:54) bahwa bayi tunarungu
lebih menggunakan indra visual untuk mengamati suatu objek, kemudian si ibu akan merespons dan berbicara mengenai hal yang diamatinya bersama, namun ujaran si ibu tidak akan dapat didengar dan interaksi tidak akan terjadi. Hal ini mengakibatkan bahasa bayi penyandang tunarungu bukan berupa lambang bahasa melainkan berupa lambang visual dari pengalaman sehari-hari atau berupa bentuk ujar dan pengkodean lainnya (gest/isyarat). Menurut Girgin dalam Somad (1996:27) menjelaskan bahwa : Hearing loss present before birth or during the first year of life, severely interferes with acquisition of the mother tongue and speech. When this happens, the chance to acquire the culture of his/her society is reduced for the child with hearing impairment and an interruption in their intellectual development is likely to occur. Such problems lead to defects in communication process of children with hearing impairment. Pendapat Girgin di atas menjelaskan bahwa gangguan pendengaran yang terjadi sebelum lahir atau selama tahun pertama kelahiran, sangat mengganggu perolehan bahasa ibu dan percakapan. Ketika hal tersebut terjadi, kesempatan untuk memperoleh budaya / masyarakat berkurang untuk tunarungu dan gangguan dalam perkembangan intelektual mereka menjadi terjadi. Masalah tersebut menyebabkan hambatan dalam proses komunikasi anak-tunarungu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Menurut Gargiulo (2006:410) menjelaskan bahwa karakteristik bahasa tunarungu dijelaskan sebagai berikut : Speech and language skills are the areas of development most severely affected for those with a hearing impairment. particularly for children who are born deaf. The majority of deaf children have a very difficult time learning to use speech. Numerous papers published within the past fifty years on speech skills of children with a hearing loss suggest that the effects of a hearing loss on English language development vary considerably. Pendapat Girgin di atas menjelaskan kemampuan bicara dan bahasa adalah bidang pembangunan terkena dampak paling parah bagi mereka dengan gangguan pendengaran. terutama untuk anak-anak yang lahir tunarungu. Mayoritas anak-anak tunarungu memiliki waktu yang sangat sulit belajar menggunakan pidato. Banyak makalah yang diterbitkan dalam lima puluh tahun terakhir pada keterampilan berbicara anak-anak dengan gangguan pendengaran menunjukkan bahwa efek dari gangguan pendengaran pada pengembangan bahasa Inggris bervariasi. Untuk mengembangkan keterampilan berbahasa tunarungu perlu diketahui beberapa faktor yang harus dipertimbangkan seperti pendapat Somad, Hernawati (1995: 139) yaitu : a) Sifat ketunarunguan. Ketidakmampuan mendengar bayi yang sangat rendah atau nada suara yang ekstrim tinggi atau bunyi musik, hal itu tidak mempunyai pengaruh yang amat berat terhadap npenguasaan bahasa dan keterampilan berkomunikasi. Ketidakmampuan mendengar tingkat nada bicara merupakan persoalan yang penting yang patut diperhatikan, karena sifat kehilangan pendengaran ini mempunyai dampak negatif sangat berat terhadap perkembangan belajar yang lebih luas. b) Saat terjadinya ketunarunguan. Apabila ketunarunguan sejak lahir, pengaruhnya akan lebih serius pada perolehan bahasa dan keterampilan bicara. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Tingkat ketunaan yang sangat berat, mempunyai efek yang sangat serius terhadap perkembangan bahasa. Walaupun anak menggunakan alat bantu dengar, mereka tidak dapat belajar bahasa. Anak yang mengalami ketunarunguan tingkat ringan, masih mampu mempelajari bahasa. Beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan bahasa tunarungu mengalami hambatan karena sedikitnya informasi suara yang masuk pada diri tunarungu terlebih lagi yang mengalami tunarunguan sejak lahir. Sehingga tunarungu memerlukan pembinaan bahasa secara khusus.
3)
Karakteristik dari segi emosi dan sosial Ada beberapa pendapat mengenai karakteristik tunarungu dari segi emosi
dan sosial. Menurut Somantri (1996 : 78) “Emosi tunarungu selalu bergejolak di satu pihak karena kemiskinan bahasanya dan di lain pihak karena pengaruh dari luar yang diterimanya.” Menurut Somad dan Hernawati (1995 : 36) : Ketunarunguan dapat menyebabkan keterasingan dalam kehidupan sehari-hari, yang berarti mereka terasing dari pergaulan atau aturan sosial yang berlaku di masyrakat dimana ia hidup. Keadaan ini menghambat perkembangan kepribadian anak menuju kedewasaan. Akibat dari keterasingan tersebut dapat menimbulkan efek-efek negatif seperti : a)
Egosentris yang melebihi anak normal
b)
Memiliki perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas
c)
Ketergantungan terhadap orang lain
d)
Perhatian mereka lebih sukar dialihkan
e)
Mereka umumnya memiliki sifat yan polos, sederhana, dan tanpa banyak masalah
f)
Mereka lebih mudah marah dan cepat tersinggung.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Menurut Gargiulo dalam Somad (1996 :210) bahwa: Social-emotional development in young children with hearing impairments shows the same developmental patterns as in those without a hearing loss with regard to preschool friendships and ethnic, age, and gender peer preferences. Social--emotional development however, also depends heavily on the ability to use communication skills. A hearing loss modifies one's capacity to recieve and process auditory stimuli; thus, the individual who is deaf or hard of hearing receives reduced auditory information and/ or information that is distorted. As a result, there appear to be some differences in the way young deaf children play as compared to their hearing counterparts. Pendapat diatas menjelaskan mengenai perkembangan sosial-emosional tunarungu menunjukkan bahwa pola perkembangan mereka sama sapereti orang normal tanpa gangguan pendengaran. Perkembangan sosial-emosional tersebut berkaitan dengan persahabatan prasekolah dan etnis, usia, dan jenis kelamin serta preferensi sebaya. Namun, hal tersebut juga sangat bergantung pada keterampilan
berkomunikasi.
Gangguan
pendengaran
mengakibatkan
kemampuan seorang anak dalam menerima dan memproses rangsangan pendengaran menjadi terganggu. Dengan demikian, anak dengan gangguan pendengaran hanya dapat menerima informasi pendengaran yang sangat terbatas. Akibatnya, terdapat beberapa perbedaan dalam cara anak dengan gangguan pendengaran bermain dibandingkan dengan teman-teman mereka yang mendengar. Menurut Kourbetis dalam Gkouvatzi (2010 :58) menjelaskan bahwa : Hearing and consequently the acquisition of speech and linguistic abilities are an essential precondition for the further development of individuality. The lack of hearing and ability of speech from a very young age plays a determinative role in school, social and psychological development . Pendapat di atas menjelaskan bahwa kemampuan bahasa adalah syarat untuk pengembangan individualitas berikutnya. Kurangnya pendengaran dan kemampuan berbicara pada usia dini memiliki peran yang sangat menentukan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
di sekolah, lingkungan sosial dan psikologis. Hal tersebut membuat tunarungu yang mengalami gangguan mendengar dan berbicara mengalami hambatan dalam segi sosial dan psikologis. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa akibat dari ketunarunguan tunarungu memiliki hambatan dalam hal emosi dan sosial. Mereka akan mengira orang laian membicarakan mereka jika dalam pembicaraan tunarungu tidak dilibatkan di dalamnya. Dalam hal sosial tunarungu juga mengalami hambatan pada saat mengadakan kontak dengan orang lain sehingga akan segan berlatih berbicara, berkomunikasi dan muncul perasan malu, merasa selalu bersalah, takut ditertawakan, takut menatap dan banyak hal-hal yang lain lagi.
e.
Perkembangan Bahasa Tunarungu Tunarungu mengalami perkembangan bahasa yang berbeda dari orang yang normal pendengarannya. Menurut Myklebust yang dikutip oleh Munir (2012 : 67) perbedaan perkembangan bahasa tunarungu dengan orang yang normal pendengarannya dijelaskan sebagai berikut : 1) Pada tahap pertama pengenalan bahasa anak dengan pendengaran normal dengan tunarungu memiliki pengalaman bahasa melalui situasi, maksudnya pada tahap ini anak dikenalkan dengan lingkungan oleh ibu dengan pendekatan yang sama yaitu pendekatan seorang ibu yang mendidik anaknya. 2) Pada tahap kedua, anak dengan pendengaran normal mengembangkan bahasa melalui bahasa batin hubungan antara lambang pendengaran dengan kemampuan bahasa sehari-hari, yakni dengan mengartikan lingkungan dan apa yang didengarnya. Sedangkan tunarungu mengembangkan bahasanya melalui bahasa batin hubungan antara lambang penglihatan dan pengalaman sehari-hari. Jadi tunarungu hanya mampu mengartikan apa yang terjadi di sekitarnya melalui indra penglihatannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
3) Pada tahap ketiga, anak dengan pendengaran normal akan mulai memasuki tahap Bahasa Reseptif Auditori (mendengarkan ujaran dan bahasa dengan perkembangan yang baru). Sedangkan pada tunarungu tahap ini merupakan tahap Bahasa Reseptif Visual (Bahasa Isyarat). Pada tahap ini, tunarungu dikembangkan untuk dapat berbahasa dengan isyarat. 4) Pada tahap keempat, anak dengan pendengaran normal akan mulai memasuki tahap Bahasa Ekspresif Auditori yaitu tahap anak sudah mulai bisa mengekspresikan apa yang didengarnya dan mengerti apa yang didengarnya. Sedangkan pada tunarungu tahap ini merupakan tahap Bahasa Ekspresif Kinestetik yaitu tahap anak mulai memahami dan berbahasa dengan gerakan tubuh. 5) Pada tahap kelima, anak dengan pendengaran normal dan tunarungu samasama memasuki tahap Bahasa Represif. Pada tahap ini anak dikembangkan lagi untuk dapat membaca. 6) Pada tahap keenam, anak dengan pendengaran normal dan tunarungu samasama memasuki tahap Bahasa Ekspresif Visual yaitu tahap di mana anak dikembangkan lagi untuk dapat menuliskan apa yang dilihatnya. 7) Tahap terakhir, anak dengan pendengaran normal dan tunarungu sama-sama memasuki tahap Perilaku Bahasa Verbal Bahasa sebagai alat berfikir dan sarana utama seseorang dalam berkomunikasi, untuk saling mengungkapkan ide, konsep dan perasaannya, serta termasuk di dalamnya kemampuan untuk mengetahui makna kata serta aturan atau kaidah bahasa serta penerapannya. Kemampuan membaca, menulis, berbicara dan mendengar komunikasi bahasa. tunarungu menggunakan visual, kode / bahasa isyarat untuk menangkap dari bahasa yang disampaikan dan untuk mengugkapkan ide dan gagasan yang ingin di sampaikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Sedangkan Menurut Evans yang dikutip Bunawan dan Yuwati (2000 : 50-51) perkembangan bahasa tunarungu diperlihatkan pada skema sebagai berikut :
Bicara
Baca Ujaran
Membaca dan Menulis
Ejaan Jari
Gesti
Isyarat
Bagan 2.1 Bagan Urutan Perkembangan Bahasa tunarungu (Sumber: Bunawan & Yuwati, 2000 : 50-51) Adapun perkembangan kemampuan bahasa dalam kondisi – kondisi yang optimal untuk mengembangkan kemampuan berbahasa dengan mempersyaratkan kondisi – kondisi yang optimal dijelaskan oleh Endang Rusyani (2008 : 6) : 1) Akses terhadap sejumlah besar bahasa. tunarungu ringan dan sedang menggunakan alat bantu dengar, dan dimaksimalkan dengan menggunakan bahasa isyarat dan yang berat menggunakan bahasa isyarat. 2) Masukan bahasa yang diperoleh anak harus lengkap. Gunakan kalimat singkat, sederhana tetapi lengkap dari segi tata bahasanya. 3) Orang tua menggunakan bahasa yang sesuai dengan kebutuhan tunarungu. 4) Masukan bahasa harus diberikan dalam konteks atau situasi komunikasi yang jelas. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
5) Agar tunarungu mampu memahami interaksi yang terjadi, ajak berbicara mengenai hal – hal yang kongkrit dilingkungannya, kemudian tingkatkakn kepada pembicaraan yang diluar konteks, tetapi pada tahap awal konteks hars jelas. 6) Masukan informasi harus berlangsung secara konsisten. Harus ada orang yang menguasai bahasa yang digunakan dalam berinteraksi dengan tunarungu. Misalnya untuk anak tunarungu berat harus ada bahasa syarat supaya masukan bahasa lengkap dn konsisten. Kesimpulann dari beberapa peneliti adalah perkembangan bahasa tunarungu dipengaruhi oleh tinggi rendahnya ketunarunguan, pemerolehan bahasa yang diajarkan di sekolah, keluarga dan lingkungan.
f.
Hambatan Bagi Tunarungu Saat tunarungu mengalami kesulitan dalam menyampaikan pesan kepada
masyarakat akan menjadi penghambat bagi tunarungu dalam interaksi sosial di masyarakat. Menurut Widjaya dalam Haenudin (2013 : 18) bahwa “apabila anak yang baru yang mengalami tunarungu, dan tidak segera diatasi, maka akan mengakibatkan anak menjadi lambat dalam berkomunikasi. Yang lebih buruk lagi mengakibatkan anak menjadi tunawicara/ bisu”. Selain itu, ada berbagai hambatan yang dialami oleh tunarungu. Menurut Myklebust (1963:171) bahwa suatu konsep tentang sensory deprivation atau kehilangan/ kemiskinan penginderaan. Melalui kelima indera seseorang memperoleh informasi mengenai segala perubahan yang terjadi dalam lingkungannya, sehingga seseorang dapat mengatur keseimbangan antara kebutuhan diri dengan keadaan luar. Kelima indera tetap bekerjasama, walaupun yang dirangsang hanya salah satu indera namun pengalaman penginderaan melalui indera tersebut akan diartikan berdasarkan pengalaman yang telah diperoleh sebelumnya melalui indera – indera lainnya. Maka jika salah satu indera tidak berfungsi akan terjadi kesalahan dalam perolehan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
informasi dari luar, sesuatu yang hilang atau kurang lengkap dalam keseluruhan dunia persepsi seseorang (Bunawan dan Yuwati, 2000 : 4). Masalah tunarungu bukan hanya terletak pada berkurangnya daya pendengaran melainkan menyangkut perubahan dalam keseluruhan struktur penghayatan yang meliputi suatu kesadaran dan pemahaman tentang benda, kejadian, serta orang dalam lingkungannya, bahkan termasuk dirinya.
Karena kelima indera yang berfungsi
sebagai perantara seseorang dengan dunia fisiknya, maka ketunarunguan akan memodifikasi pola hubungan itu (Bunawan dan Yuwati, 2000 : 4 – 5). Slobin mengutip Furth dalam Bunawan dan Yuwati (2000 : 38) yang menyimpulkan bahwa: 1. Orang yang miskin dalam kemampuan dan pengalaman bahasa secara umum tidak akan menderita keterbelakangan dalam kemampuan intelektualnya. Namun bahasa secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan intelektual secara umum sehingga seseorang itu mungkin mengalami keterbelakangan sementara atau keterlambatan dalam fase perkembangan tertentu, sebagai akibat kurangnya pengalaman secara umum. Mungkin terbelakang pada tugas – tugas khusus dimana penyelesaiannya membutuhkan pengetahuan akan lambang kata – kata dan kebiasaan berbahasa. 2. Bahasa dapat memberikan pengaruh secara tak langsung atau spesifik/ khusus yaitu melalui adanya kesempatan guna memperoleh pengalaman tambahan melalui tersedianya informasi dan penukaran ide serta lambang (berupa kata – kata) dan kebiasaan berbahasa dalam situasi khusus. Menurut beberapa peneliti di atas mengenai hambatan bagi tunarungu, dapat disimpulkan bahwa jika tunarungu sejak dini tidak di kembangkan kemampuan dalam komunikasi maka akan mempengaruhi penyerapan bahasa dan pemahaman dalam berkomunikasi dengan orang lain sehingga dampaknya anak mengalami kesulitan dalam komunikasi, memiliki kepercayaan diri yang rendah dan kesulitan dalam interaksi sosial.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
2. Tinjauan Respon
a.
Definisi Respon Untuk memperjelas pengertian respon peneliti mengemukakan beberapa
pendapat sebagai berikut : pengertian respon menurut Abu Ahmadi (1998 : 64) yaitu “tanggapan sebagai salah satu fungsi jiwa pokok, dapat diartikan sebagai gambaran ingatan dari pengamatan, sudah berhenti, hanya kesannya saja.” Menurut Jalaludin Rakhmat (1992 : 64), respon adalah suatu kegiatan (activity) dari organize itu, bukanlah semata – mata suatu gerakan yang positif, dari setiap jenis kegiatan (activity) yang ditimbulkan oleh suatu perangsang dapat juga disebut respons. Secara umum respon atau tanggapan dapat diartikan sebagai hasil atau kesan yang didapat (yang ditinggal) dari pengamatan. Adapun dalam hal ini yang dimaksud dengan tanggapan adalah pengalaman tentang subjek, peristiwa atau hubungan – hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Ahmad Subandi (2005: 50) bahwa respon dengan istilah umpan balik (feedback) yang memiliki peranan atau pengaruh yang besar dalam menemukan baik atau tidaknya suatu komunikasi. Dengan adanya respon yang disampaikan dari komunikan kepada komunikator maka akan menetralisir kesalahan penafsiran dalam sebuah proses komunikasi. Kesimpulan mengenai respon dari beberapa pendapat di atas adalah suatu kegiatan umpan balik yang ditimbulkan karena perangsang tertentu yang memiliki peranan yang besar dalam menemukan baik atau tidaknya komunikasi
b.
Proses Terjadinya Stimulus Respon Stimulus respon tidak terjadi secara kebetulan, tetapi melalui proses tertentu.
Peneliti menjelaskan proses terjadinya stimulus respon menurut Dera (dalam Ahmad Subandi 2005 : 11) Teori S-O-R (Stimulus-Organism-Response) berasal dari psikologi menjadi teori komunikasi. Objek material dari psiklogi dan komunikasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen, sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi dan konasi (psikomotorik). Efek yang ditimbulkan dari stimulus respon ini adalah reaksi khususnya sehingga seseorang dapat mengarapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Unsur – unsur dalam model ini adalah : 1)
Pesan (Stimulus, S)
2)
Komunikan (Organism, O)
3)
Efek (Response, R) Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima
atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan mengolahnya dan menerimanya maka terjadilah kesediaan untuk mrubah sikap. Menurut Djuarsa Sendjaya (2000 : 514) prinsip stimulus respon pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar yang sederhana, dimana efek merupakan reaksi terhadap stimulus tertentu. Dengan demikian seseorang dapat mengharapkan atau memperkirakan suatu kaitan erat antara pesan – pesan media dan reaksi audien. Elemen – elemen utama dari teori ini adalah pesan stimulus, seseorang atau receiver (organism) dan efek (respon). Kesimpulanya dari proses terjadinya stimulus pada dasarnya harus ada efek yang ditimbulkan dari pesan tersebut melalui reaksi khususnya sehingga seseorang dapat mengarapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan
c.
Faktor Terbentuknya Respon Tanggapan yang dilakukan seseorang dapat terjadi jika terpenuhi faktor
penyebabnya. Hal ini perlu diketahui supaya individu yang bersangkutan dapat menanggapi dengan baik. Pada proses awalnya individu mengadakan tanggapan tidak hanya dari stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan sekitar. Tidak semua stimulus itu mendapat respon individu, sebab individu melakukan stimulus yang ada persesuaian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
atau yang menarik dirinya. Dengan demikian maka akan ditanggapi adalah individu tergantung pada stimulus juga bergantung pada keadaan individu itu sendiri. Untuk
memperjelas
mengenai
faktor
terbentuknya
respon
peneliti
mengemukakan pendapat dari Djalaludin Rakhmad (1992 :53), ada 2 faktor terbentuknya respon yaitu : 1)
Faktor internal Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu manusia itu sendiri dari dua unsur, yakni rohani dan jasmani. Seseorang yang mengadakan tanggapan teradap stimulus tetap dipengaruhi oleh eksistensi kedua unsur tersebut. Apabila terganggu salah satu unsur saja, maka akan melahirkan hasil tanggapan yang berbeda intensitasnya pada diri individu yang melakukan tanggapan atau akan berbeda tanggapannya tersebut antara satu orang dengan orang lain. Unsur jasmani atau fisiologis meliputi keberadaan, keutuhan, dan cara kerja atau alat indra, urat syaraf dan bagian – bagian tertentu pada otak. Unsur-unsur rohani dan fisiologisnya yang meliputi keberadaan dan perasaan (feeling), akal, fantasi, pandngan jiwa, mental, pikiran,motivasi, dan lain – lain.
2)
Faktor eksternal Faktor eksternal adalah faktor yang ada pada lingkungan. Faktor ini intensitas dan jenis benda perangsang atau orang menyebutnya dengan faktor stimulus. Menurut Bimo Walgito (2004 : 55) faktor psikis berhubungan dengan objek menimbulkan stimulus dan stimulus akan mengenai alat indra. Kesimpulan dari faktor terbentuknya respon ada 2 macam yaitu faktor internal
(jasmani dan rohani) dan faktor eksternal (yang ada pada lingkungan).
d.
Macam – Macam Respon Istilah respon dalam komunikasi adalah kegiatan yang diharapkan mempunyai
hasil atau efek berupa respon dari komunikasi terhadap pesan yang dilancarkan oleh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
komunikator. Untuk memperjelas mengenai macam – macam respon peneliti mengemukakan pendapat Steven M. Chaffe (dalam Ardianto 2005: 33), yaitu: a. Kognitif, yaitu respon yang berkaitan erat dengan pengetahuan ketrampilan dan informasi seseorang mengenai sesuatu. Respons ini timbul apabila adanya perubahan terhadap yang dipahami atau persepsi oleh khalayak. b. Afektif, yaitu respon yang berhubungan dengan emosi, sikap dan menlai seseorang terhadap sesuatu. Respon ini timbul apabila ada perubahan pada apa yang disenangi khalayak terhadap sesuatu. c. Konatif, yaitu respon yang berhubungan dengan perilaku yang nyata meliputi tindakan atau kebiasaan. e
Faktor yang mempengaruhi respon seseorang Secara umum ada tiga faktor yang mempengaruhi respon seseorang menurut Wirawan (1991 :35) : 1. Diri orang yang bersangkutan yang melihat dan berusaha meberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya, ia dipengaruhi sikap, motif, kepentingan, dan harapannya. 2. Sasaran respon tersebut, berupa orang, benda atau peristiwa. Sifat – sifat sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap respon orang yang melihatnya. Dengan kata lain gerakan, suara, ukuran, tindak lanjut dan ciri – ciri lain dari sasaran respon turut menentukan cara pandang orang. 3. Faktor situasi, respon dapat dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi mana respon itu timbul pula mendapatkan perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam pembentukan atau tanggapan seseorang. Respon seseorang terhadap suatu ojek juga dipengaruhi oleh sejauh mana pemahaman terhadap objek respon tersebut. Suatu objek respon yang belum jelas tau belum Nampak sama sekali tidak mungkin akan memberikan makna. Kesimpulannya adalah respon yang terbentuk dari proses rangsangan atau
pemberian aksi atau sebab yang berujung pada hasil reaksi dan akibat dari proses commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
rangsangan. Respon akan muncul dari penerimaan pesan setelah terjadinya serangkaian komunikasi. Dalam menanggapi respon memiliki peranan atau pengaruh yang besar dalam menentukan baik atau tidaknya suatu pesan dalam komunikasi.
3. Tinjauan Tentang Komunikasi a.
Pengertian Komunikasi Dalam diskusi publik di masyarakat, saat itulah terjadi proses yang dinamakan
komunikasi. Menurut Onong Uchjana Efendi (1998: 6), yang dimaksud komunikasi adalah “penyampaian suatu pesan seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau merubah sikap, pendapat, atau pikiran baik langsung secara lisan maupun tidak langsung.” Menurut Kridalaksana (1993 : 34) kemampuan komunikasi adalah kemampuan komunikator (orang yang menyampaikan informasi) untuk mempergunakan bahasa yang dapat diterima dan memadai secara umum. Menurut Cangara (2004 : 67) kemampuan komunikasi adalah proses simbolik yang menghendaki individu agar dapat mengatur lingkungan dalam hubungan sosialnya melalui pertukaran informasi untuk mengubah sikap dan tingkah laku orang lain. Pengertian komunikasi secara etimologi menurut Onong Uchjana Effendi (1998: 4) dalam buku “Ilmu Filsafat dan Komunikasi” adalah: Komunikasi berasal dari bahasa latin “communication” yang berarti sama makna dalam suatu hal, jadi komunikasi berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikumunikasikan.
Menurut Manullang, dalam Jurnal (2010 : 365), “Komunikasi Non Verbal berhubungan dengan bahsa isyarat termasuk semua alat-alat komunikasi manusia antara lain visual, gerak, taktik, dan bahkan rasa”. Dalam hal ini bahasa isyarat paling
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
bernilai dan cara yang baik dimana orang-orang menyampaikan makna tanpa menggunakan kata-kata. Menurut Praktikto (1987: 20) dalam buku “Pendidikan Komunikasi Verbal”, komunikasi adalah mengeluarkan pikiran berarti memindahkan gagasan melalui lambang-lambang yang dimengerti kepada orang lain, dengan tujuan agar orang lain itu memahami apa yang dimaksudkan. Sedangkan menurut Onong Uchjana Effendi (1998: 6) dalam buku Ilmu Filsafat dan Komunikasi, komunikasi adalah penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat atau pikiran baik langsung secara lisan maupun tidak langsung.
Menurut Jalaludin Rachmad (2002: 287) “Komunikasi paling efektif untuk tunarungu adalah komunikasi non verbal (non lisan). Komunikasi ini menggunakan bahasa isyarat baik itu berupa gerakan isyarat tangan ataupun isyarat tubuh dan mimik wajah”. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah penyampaian pesan, pikiran atau gagsan kepada orang lain dengan tujuan agar orang lain itu memahami apa yang dimaksudkan baik langsung secara lisan maupun tidak langsung. Sedangkan komunikasi yang dibutuhkan bagi orang yang mengalami hambatan pendengaratan (tunarungu) adalah dengan menggunakan bahasa isyarat. Dengan menggunakan bahasa isyarat tunarungu mampu menyampaikan pesan, pikiran atau gagasan sehingga mereka mampu mengembangkan komunikasinya.
b.
Ciri-Ciri Komunikasi Seseorang yang melakukan komunikasi memiliki ciri-ciri tertentu. Menurut
Adler dan Rodman yang dikutip oleh Umar Suwito (1989: 5-7) dalam buku “Bahasa dan Komunikasi” ciri-ciri komunikasi adalah: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
1) Komunikasi antar manusia memiliki sifat simbolik. 2) Komunikasi memerlukan seseorang menyampaikan pesan. 3) Seseorang penerima pesan. 4) Proses yang berlanjut. 5) Tidak bisa diulang kembali. 6) Para komunikator adalah sekaligus penyampai dan penerima. 7) Selalu terdapat ‟noiso‟‟ (penyangga) dalam proses komunikasi. Menurut Kumar dalam Jurnal Elisa Manullag (2010 :167) komunikasi yang efektif memiliki 5 ciri – ciri : 1) Keterbukaan 2) Empati 3) Dukungan 4) Rasa Positif 5) Kesetaraan
Kesimpulan dari kedua pendapat mengenai yaitu dalam ciri – ciri komunikasi memerlukan sesorang penerima dan pemberi pesan, adanya pesan yang disampaikan, bersifat positif, adanya dukungan, dan adanya proses yang berkelanjutan.
c.
Komponen Dasar Komunikasi Dalam komunikasi perlu adanya komponen dasar yang memberikan peranan
penting saat komunikasi berlangsung. Menurut Muhammad (2005 : 69) komponen dasar komunikasi ada lima yaitu :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
1)
Pengirim Pesan
Pengirim pesan adalah individu atau orang yang mengirimkan pesan. Dalam komunikasi, pengirim pesan disebut juga dengan komunikator. Dari komunikator pesan dan informasi dikirimkan kepada penerima pesan nantinya. 2)
Pesan
Pesan adalah informasi yang akan dikirim kepada si penerima. Pesan ini dapat berupa verbal maupun nonverbal. Verbal merupakan pesan yang menggunakan kata-kata seperti percakapan, surat, majalah dan sebagainya. Pesan nonverbal merupakan pesan yang berupa isyarat, gerakan badan, ekspresi wajah dan nada suara. 3)
Saluran
Saluran adalah jalan yang dilalui pesan dari si pengirim kepada penerima. Saluran ini dapat berupa buku, radio, film, televisi dan yang paling pokok adalah gelombang suara dan cahaya. 4)
Penerima pesan
Penerima
pesan
adalah
individu
atau
orang
yang
menganalisis
dan
menginterpretasikan isi pesan yang diterimanya. Dalam komunikasi penerima pesan ini disebut juga komunikan 5)
Balikan
Balikan adalah respon dari penerima pesan(komunikan) terhadap pesan yang diterima yang
dikirimkan
oleh
pengirim
pesan(komunikator).
Adanya
balikan
ini
memungkinkan bagi komunikator untuk mengetahui apakah komunikan telah menginterpretasikan pesan yang dikirim, sesuai dengan yang dimaksudkan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Kesimpulan dari komponen dasar dalam komunikasi adalah adanya pengirim pesan, pesan, saluran, penerima pesan dan balikan.
d.
Peran Komunikasi Dalam kehidupan sehari-hari komunikasi memiliki peran tertentu. Menurut
Retno Dwi S,dkk. ( 2012:6) peran komunikasi ada 3, yaitu : 1) Komunikasi dalam lingkungan pendidikan Komunikasi pendidikan terjadi di dunia pendidikan. Pendidikan merupakan proses yang panjang, yang melibatkan banyak unsur seperti pendidik, administrator pendidikan, proses, komunikasi, peserta didik, pesan – pesan atau informasi pendidikan, dan adanya tujuan – tujuan yang dicapai dari proses pendidikan yang dimaksud. Pada pelaksanaan pendidikan formal atau pendidikan melalui lembaga – lembaga pendidikan sekolah, tampak jelas bahwa proses komunikasi sangat dominan kedudukannya. Dalam proses pendidikan memang sebagian besar dilakukan melalui adanya proses komunikasi dan keterlibatan informasi. Artinya, hampir tidak ada proses pendidikan tanpa melalui komunikasi dan informasi. Orang menyampaikan pesan, mengajar, memberikan data dan fakta untuk kepentingan pendidikan, merumuskan kalimat yang baik, semuanya dilakukan dengan penggunaan informasi komunikatif. Proses komunikasi dirancang atau dipersiapkan secara khusus untuk tujuan – tujuan penyampaian pesan – pesan atau informasi pendidikan.
2) Komunikasi dalam lingkungan sosial
Terjadinya suatu kelompok dalam lingkungan masyarakat sosial memiliki andil dalam komunikasi dan proses berbagi informasi. Keluarga pun diawali oleh peristiwa komunikasi. Awal terbentuknya keluarga juga melalui proses commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
komunikasi. Dimulai dari kontak pandang, lalu menaksir, dilanjutkan dengan melamar dan akhirnya terjadilah ikatan perkawinan. Semuanya dilakukan dengan komunikasi dan pertukaran informasi. Dalam hal ini pengaruh komunikasi sangat besar kebutuhannya sebagai aksesbilitas dalam interaksi sosial dan untuk pembentukan suatu tujuan
3)
Komunikasi dalam lingkungan keluarga
Di lingkungan keluarga sangat besar peranannya dalam mempertahankan kelangsungan hidup keluarga yang bersangkutan. Tanpa diimbangi dengan pelaksanaan komunikasi yang terbuka antar anggota keluarga, maka dipastikan akan mengalami ketidak harmonisan di dalamnya. Bahkan kegagalan – kegagalan dalam perkawinan di suatu keluarga, disebabkan oleh tidak adanya informasi komunikasi yang terbuka. Syarat untuk memahamkan orang lain dalam lingkungan keluarga adalah saling membuka diri atas hal – hal yang bisa menjadikan permasalahan dalam keluarga.
4)
Komunikasi dalam kelompok dan organisasi
Yang paling utama lebih memusatkan diri pada peristiwa komunikasi yang terjadi antar beberapa orang, baik yang terstruktur maupun yang tidak terstruktur, sedangkan yang terakhir lebih dinamis sifatnya. Kelompok yang sudah terstruktur dan sudah terorganisasi secara tetap seperti tampak dalam organisasi – organisasi sosial dan lembaga kemasyarakatan, biasanya anggota – anggotanya mau terbuka dalam komunikasi sehingga terjadi transparansi dalam sebuah hubungan sehingga mampu mempertahan keberlangsungan dalam sebuah organisasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi memiliki peran di ketiga lingkungan yaitu keluarga, pendidikan dan sosial.
e.
Proses Komunikasi
Dalam komunikasi membutuhkan suatu proses yang meliputi komponen – komponen dasar. Menurut Retno Dwi, dkk. (2012 :8) proses pembentukan dalam komunikasi adalah sebagai berikut ini :
Bagan 2.2 Proses pembentukan komunikasi
1) Pengirim pesan (sender) dan isi pesan / materi
Pengirim pesan adalah orang yang mempunyai ide untuk disampaikan kepada seseorang dengan harapan dapat dipahami oleh orang yang menerima pesan sesuai dengan yang dimaksudkannya. Pesan adalah informasi yang akan disampaikan atau diekspresikan oleh pengirim pesan. Pesan dapat verbal atau non verbal dan pesan akan efektif bila diorganisir secara baik dan jelas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
2) Simbol / isyarat
Pada tahap ini pengirim pesan membuat kode atau simbol sehingga pesannya dapat dipahami oleh orang lain. Biasanya seorang manajer menyampaikan pesan dalam bentuk kata-kata, gerakan anggota badan (tangan, kepala, mata dan bagian muka lainnya). Tujuan penyampaian pesan adalah untuk mengajak, membujuk, mengubah sikap, perilaku atau menunjukkan arah tertentu
3) Mengartikan kode / isyarat
Setelah pesan diterima melalui indera (telinga, mata dan seterusnya) maka si penerima pesan harus dapat mengartikan simbul/kode dari pesan tersebut, sehingga dapat dimengerti atau dipahaminya.
4) Penerima pesan Penerima pesan adalah orang yang dapat memahami pesan dari sipengirim meskipun dalam bentuk code atau isyarat tanpa mengurangi arti pesan yang dimaksud oleh pengirim.
5) Balikan (feedback)
Balikan adalah isyarat atau tanggapan yang berisi kesan dari penerima pesan dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Tanpa balikan seorang pengirim pesan tidak akan tahu dampak pesannya terhadap si penerima pesan Hal ini penting bagi manajer atau pengirim pesan untuk mengetahui apakah pesan sudah diterima dengan pemahaman yang benar dan tepat. Balikan dapat disampaikan oleh penerima pesan atau orang lain yang bukan penerima pesan. Balikan yang disampaikan oleh penerima commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
pesan pada umumnya merupakan balikan langsung yang mengandung pemahaman atas pesan tersebut dan sekaligus merupakan apakah pesan itu akan dilaksanakan atau tidak balikan yang diberikan oleh orang lain didapat dari pengamatan pemberi balikan terhadap perilaku maupun ucapan penerima pesan. Pemberi balikan menggambarkan perilaku penerima pesan sebagai reaksi dari pesan yang diterimanya. Balikan bermanfaat untuk memberikan informasi, saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan dan membantu untuk menumbuhkan kepercayaan serta keterbukaan diantara komunikan, juga balikan dapat memperjelas persepsi.
6) Gangguan
Gangguan bukan merupakan bagian dari proses komunikasi akan tetapi mempunyai pengaruh dalam proses komunikasi, karena pada setiap situasi hampir selalu ada hal yang mengganggu kita. Gangguan adalah hal yang merintangi atau menghambat komunikasi sehingga penerima salah menafsirkan pesan yang diterimanya.
Kesimpulan dari proses komunikasi adalah adanya pengirim pesan (sender) dan isi pesan / materi, symbol atau isyarat, pengartian kode / isyarat, penerima pesan, balikan dan gangguan.
f.
Bentuk Komunikasi Dalam komunikasi bisa disampaikan dengan lisan maupun simbolik. Menurut
Mark Kanp (Cangara, 2004 :100), komunikasi dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Komunikasi non verbal adalah kumpulan isyarat, gerak tubuh, intonasi suara, sikap, dan sebagainya, yang memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi tanpa kata – kata. Komunikasi non verbal juga disebut sebagai bahasa isyarat (sign language). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
1) Komunikasi Verbal Menurut Retno Dwi, dkk. (2012:11) Komunikasi verbal dengan kata – kata meliputi beberapa aspek – aspek, yaitu : 1. Vocabulary (perbendaharaan kata – kata) Komunikasi tidak akan efektif bila pesan disampaikan dengan kata – kata yang tidak dimengerti, karena itulah pemilihan kata dalam komunikasi sangat penting untuk digunakan agar mampu dipahami oleh orang yang menerima pesan 2. Racing (kecepatan) Komunikasi akan lebih efektif bila memiliki kecepatan yang bisa diatur sehingga mampu di pahami oleh orang dengan baik 3. Intonasi Intonasi memiliki pengaruh dalam komunikasi sehingga pesan akan menjadi lebih bisa diterima dengan menyenangkan. Jika intonasi tidak proporsional maka akan terjadi hambatan dalam berkomunikasi 4. Humor Menurut Dugan (1994 : 45) Humor dapat meningkatkan kehidupan yang lebih bahagia sehingga mampu memberikan catatan bahwa dengan tertawa dapat menghilangkan stress dan nyeri. Tertawa memiliki hubungan fisik dan psikis dan harus diingat bahwa humor mampu meberikan selingan yang bermakna dalam komunikasi 5. Singkat dan Jelas Komunikasi akan lebih efektif bila disampaikan secara singkat dan jelas, langsung pada pokok permasalahan sehingga lebih mudah dimengerti 6. Timing (waktu yang tepat) Hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi akan berarti jika seseorang bersedia untuk berkomunikasi, artinya dapat menyediakan waktu untu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
mendengar dan memperhatikan apa yang disampaikan. Komunikasi juga akan lancar jika dipakai pada waktu yang tepat. 2)
Komunikasi Non Verbal Komunikasi non verbal disebut dengan bahasa tubuh. Menurut Retno Dwi
S,dkk.,dkk. (2012 : 12) Komunikasi non verbal adalah penyampaian pesan tanpa kata – kata dan komunikasi non verbal mampu memberikan arti dalam komunikasi verbal. Yang termasuk komunikasi non verbal : 1. Ekspresi wajah Dengan ekspresi wajah mampu memberikan cerminan ekspresi dan mampu mengungkapkan suasana emosi 2. Kontak mata Kontak mata merupakan sinyal alamiah untuk berkomunikasi. Dengan mengadakan kontak mata selama berinteraksi atau tanya jawab berarti orang tersebut terlibat dan menghargai lawan bicaranya dengan kemauan untuk memperhatikan bukan sekedar mendengarkan. Melalui kontak mata juga memberikan kesempatan pada orang lain untuk mengobservasi yang lainnya. 3. Isyarat tangan / gerakan tangan Gerakan tangan mampu menyampaikan pesan dalam sebuah komunikasi. Misalnya orang memberikan ibu jari ke atas mendakan persetujuan, memberikan tepuk tangan memrupakan menyampaian penghargaan terhadap orang yang sudah menyampaikan pesan. 4. Sikap tubuh Sikap tubuh mampu menyampaikan dan memberikan pesan dalam berkomunikasi. Contohnya : orang membungkuk merupakan pemberikan penghormatan terhadap orang yang dihorrmati. Kesimpulan berdasarkan deskripsi di atas bentuk komunikasi ada 2 macam yaitu komunikasi verbal yang meliputi vocabulary (perbendaharaan kata – kata), racing (kecepatan), intonasi, humor, singkat, jelas, timing (waktu yang tepat), commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
sedangkan komunikasi non verbal meliputi ekspresi wajah, Kontak mata, isyarat tangan / gerakan tangan, sikap tubuh.
4. Tinjauan Bahasa Isyarat
a.
Pengertian Bahasa Isyarat Untuk memperjelas pengertian bahasa isyarat, peneliti mengemukakan beberapa pendapat mengenai pengertian bahasa isyarat. Menurut Manullang, dalam Jurnal (2010 : 365) Komunikasi Non Verbal berhubungan dengan bahasa isyarat termasuk semua alat-alat komunikasi manusia antara lain visual, gerak, taktik, dan bahkan rasa. Dalam hal ini bahasa isyarat paling bernilai dan cara yang baik dimana orang-orang menyampaikan makna tanpa menggunakan kata-kata. Menurut Chaiorul Anam (1989: 7) Bahasa isyarat adalah bahasa yang dilakukan dengan menggunakan gerakan gerakan badan dan mimik muka sebagai simbul dari makna bahasa lisan. Kaum tunarungu adalah kelompok utama yang menggunakan bahasa ini, biasanya dengan mengkombinasikan bentuk tanga, orientasi dan gerak tangan, lengan tubuh, serta ekspresi wajah untuk menggungkapkan pikiran mereka. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa isyarat adalah bahasa yang dipergunakan dengan menggunakan gerakan-gerakan badan dan mimik muka khusunya pada tunarunggu. Menurut Retno Dwi, dkk. (2012:11) Komunikasi non verbal adalah penyampaian pesan tanpa kata, yang dikirim melalui gerak badan, ekspresi wajah, gerak mata, gerak tangan, nada suara / gerak bibir, bentuk komunikasi non verbal antara lain : a.
Bahasa Tubuh Mencakup ekspresi wajah, gerak mata, kaki, tangan, dan sikap badan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
b. Paralanguage Mencakup segala sesuatu seperti nada suara, kecepatan bicara, tertawa dan ungkapan
Menurut Haenudin (2013 :139) Bahasa isyarat adalah suatu cara mengajar untuk melatih berkomunikasi anak tunarungu dengan isyarat atau ejaan jari. Dengan menggunakan bahasa isyarat mampu menjelaskan mampu mengekspresikan ide, gagasan, dan pesan melalui gerakan tangan, kontak mata, posisi tubuh dan ekspresi untuk menyampaikan pesan ke orang lain. Dengan komunikasi non verbal (isyarat) dapat menyampaikan tiga fungsi yang berbeda-beda dalam berinterksi secara langsung (Manullang, 2010 : 366). Fungsi tersebut antara lain adalah sebagai berikut: a. Bahasa isyarat dapat mengkomunikasikan makna khusus melalui penggunaan bahasa isyarat b. Bahasa isyarat sebagai jaringan komunikasi yang kompleks dalam penyampaian pesan-pesan sedingga orang-orang dapat mengemukakan perasaan serta emosinya c. Bahasa isyarat memegang peranan penting dalam ujaran sehingga dapat menolong terjadinya komunikasi yang efektif Bagi tunarungu dalam penerapan bahasa isyarat memiliki keuntungan – keuntungan sebagai berikut menurut Sardjono (2000 :34) : a. penggunaan isyarat lebih mudah dari pada bahasa lisan b. tunarungu yang organ bicaranya berlainan akan mengalami kesulitan dalam membuat bunyi bicara c. tunarungu lebih menyukai berkomunikasi dengan tunarungu lain sehingga tidak perlu dapat berbicara lisan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
d. tujuan yang diutamakan adalah tunarungu dapat menerima pelajaran sehingga memperoleh kebahagiaan dan bukan membuat tunarungu sebagai tiruan orang normal Kesimpulan dari beberapa pendapat di atas bahwa bahasa isyarat adalah penyampaian pesan kepada penerima pesan melalui ekspresi wajah, gerakan jari, kontak mata dan posisi tubuh.
b.
Pengelompokan Bahasa Isyarat Dalam bahasa isyarat ada pengelompokkan tertentu. Menurut Permanarian
Somad (1996:148) bahasa isyarat secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
a.
Ungkapan Badaniah Ungkapan badaniah meliputi keseluruhan ekspresi badan seperti sikap badan
tentang ekspresi muka (mimik), pantomim, dan gesti yang dilakukan orang secara wajar dan alami.Ungkapan badaniah ini tidak dapat digolongkan menjadi suatu bahasa dalam arti yang sesungguhnya walaupun lambang atau isyaratnya dapat berfungsi sebagai media komunikasi sebagai penunjang dalam pengekspresian berkomunikasi. Contohnya : polisi lalu lintas dalam mengurus kelancaran jalan, seringkali menggunakan tangannya ke kiri dan ke kanan sebagai lambang untuk berjalan dan berhentinya pengguna jalan.
b.
Bahasa Isyarat lokal 1) Bahasa isyarat alamiah Pengertian bahasa isyarat local menurut Haenudin (2013 :139) adalah isyarat
yang
berkembang
secara
alamiah
di
antara
tunarungu.
Pengenalan
dan
penggunaannya terbatas artinya hanya dikenal dan digunakan dalam suatu lingkungan keluarga ataupun luar sekolah. Penggunaan bahasa isyarat ini digunakan tunarungu untuk berkomunikasi di luar kelas dan lingkungan masyarakat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
Penggunaan isyarat semacam ini menurut penelitian Van Uden dalam Haenudin (2013 : 149) dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan : 1) Isyarat hanya digunakan sebagai penunjang dalam membaca ujaran atau bicara. Membaca ujaran atau bicara memegang peranan utama. Sehingga penggunaan ujaran dan bicara saling menunjang dalam komunikasi. Namun pemakaian dalam tingkatan hanya hanya bisa digunakan terhadap tunarungu yang memiliki tingkat pendengaran rendah. 2) Isyarat ini digunakan sebagai kata – kata karena ucapan anak kurang baik. Namun bicara dan ujaran masih memegang peranan yang paling penting dalam berkomunikasi. 3) Isyarat lebih berperan dalam berkomunikasi. Dalam penggunaan tingkatan ini digunakan oleh tunarungu sedang dan berat. Dalam penggunaan ini tunarungu lebih merasa terwakili komunikasiny lewat isyarat karena kurang pemahaman bahasa yang dimilikinya. 2) Bahasa Isyarat Konseptual Pengertian bahasa isyarat konseptual menurut Haenudin (2013 : 140) adalah bahasa isyarat resmi yang digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah tertentu dengan menggunakan metode manual atau isyarat. Ciri utamanya adalah memiliki struktur bahasa yang berbeda dengan bahasa lisan yang digunakan masyarakat. Contoh di Indonesia adalah bahasa isyarat yang digunakan di SLB B Zinnia Jakarta, yang diberi nama bahasa isyarat Indonesia (BASINDO)
c.
Bahasa Isyarat Formal Menurut Permanarian Somad (1996 :150) Bahasa isyarat formal yaitu bahasa
nasional dalam isyarat yang biasanya menggunakan kosa kata isyarat dan dengan struktur bahasa yang sama persis dengan bahasa lisan. Indonesia memiliki bahasa isyarat formal yang telah dibukukan dalam bentuk kamus yang disebut Kamus Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Kesimpulan dalam pengelompokan tunarungu di bagi menjadi 3 macam yaitu ungkapan badaniah, bahasa isyarat local dan bahasa isyarat formal.
c.
Perkembangan Bahasa Isyarat di Indonesia Dalam perkembangan bahasa isyarat di Indonesia di bagi menjadi dua yaitu BISINDO (Bahasa isyarat Indonesia) dan SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia). BISINDO adalah bahasa isyarat yang berpedoman pada ekspresi, gerakan tangan, posisi tubuh, kontak mata yang dikembangkan oleh tunarungu. Sedangkan SIBI adalah sistem bahasa isyarat yang disesuaikan dengan struktur bahasa Indonesia yang mendapat imbuhan, akhiran, dan awalan.
1)
SIBI ( Sistem Bahasa Isyarat Indonesia) Pengertian menurut Hakim, Lukman, Samino, dkk (2008: IV) : definisi Sistem
isyarat bahasa Indonesia adalah :” Sistem isyarat bahasa yang dibakukan merupakan salah satu media yang membantu komunikasi sesame tunarungu ataupun komunikasi penyandang tunarungu di dalam masyarakat yang lebih luas. Dalam Sistem Bahasa Isyarat Indonesia (SIBI) menyesuaikan struktur bahasa Indonesia yaitu dengan adanya isyarat awalan, isyarat akhiran, bentukan, kata ulang, kata gabung. Pengembangan kamus sistem isyarat Indonesia dengan menggunakan dan mengembangan SIBI (Sistem Isyarat Indonesia) sebagai bahasa pengantar. Wujudnya adalah tatanan yang sistematik bagi seperangkat jari, tangan dan berbagai gerak untuk melambangkan kosa kata bahasa Indonesia. Didalam upaya pembakuan tersebut, dipertimbangkan beberapa tolok ukur yang mencakup segi kemudahan, keindahan, dan ketepatan pengungkapan makna atau struktur kata. Secara terperinci tolok ukur itu sebagai berikut : 1)
Sistem isyarat harus secara akurat dan konsisten mewakili sintaksis bahasa Indonesia yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Hal ini merupakan tujuan utama suatu sistem isyarat, yaitu suatu sistem yang mengalihkan bahasa masyarakat umum ke dalam bahasa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
isyarat. Upaya ini berbeda dengan bahasa isyarat yang biasa berkembang di antara kaum tunarungu secara alami dan sampai sekarang belum diteliti dan bisa memiliki tata aturan yang berbeda dengan bahasa Indonesia 2)
Sistem isyarat yang disusun harus mewakili satu kata dasar atau imbuhan. Tanpa menutup kemungkinan adanya beberapa pengecualian bagi dikembangkannya isyarat yang mewakili satu makna. Misalnya untuk kata gabung yang sudah demikian padu maknanya sehingga tidak mewakili dua isyarat
3)
Sistem isyarat yang disusun harus mencerminkan situasi sosial, budaya, dan ekologi bahasa Indonesia. Pemilihan isyarat perlu menghindari adanya kemungkinan konotasi yang kurang etis di dalam komponen isyarat di daerah tertentu Indonesia
4)
Sistem isyarat harus disesuaikan dengan perkembangan kemampuan dan kejiwaan siswa
5)
Sistem isyarat harus memperhatikan isyarat yang sudah ada dan banyak dipergunakan oleh kaum tunarungu Indonesia dan harus dikembangkan melalui konsultasi dengan wakil – wakil dari masyarakat
6)
Sistem isyarat harus mudah dipelajari dan digunakan oleh siswa, guru, orang tua murid, dan masyarakat
7)
Isyarat yang dirancang harus memiliki kelayakan dalam wujud dan maknanya. Artinya wujud isyarat harus secara visual memiliki unsur pembeda makna yang jelas, tetapi sederhana, indah dan menarik gerakannya. Makna isyarat harus menunjukkan sifat yang luwes (memiliki kemungkinan untuk dikembangkan), jelas dan mantap (tidak berubah – ubah artinya)
8)
Isyarat yang dirancang harus dipakai pada jarak sedekat mungkin dengan mulut pengisyarat dan dengan kecepatan yang mendekati tempo yang berbicara yang wajar dalam upaya merealisasikan tujuan konsep commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
komunikasi total yaitu keserempakan dalam berisyarat dan berbicara sewaktu berkomunikasi 9)
Sistem isyarat harus dituangkan dalam kamus sistem isyarat bahasa Indonesia yang akurat
SIBI memiliki komponen – komponen yang terdapat di dalam kamus SIBI (2008 : xi) 1)
Komponen Pembeda Makna Dalam kamus SIBI menurut Hakim, Lukman. Samino, dkk (2008 : xi) terdapat
dua komponen yang berfungsi sebagai penentu atau pembeda makna, sedangkan yang lain berfungsi sebagai penunjang. Semua bersifat visual sehingga dapat dilihat, komponen – komponen itu adalah sebagai berikut : 1)
Komponen penentu makna
(a)
Penampil, yaitu tangan atau bagian tangan yang digunakan untuk membetuk isyarat, antara lain :
( 1)
Tangan kanan, tangan kiri, atau kedua tangan
( 2)
Telapak tangan dengan jari membuka, menggenggam, atau sebagian jari mencuat
( 3)
Posisi jari tangan membentuk huruf A, B, C atau huruf lainnya
( 4)
Jari – jari tangan merapat atau renggang
( 5)
Posisi jari tangan membentuk angka 1,2,3 atau angka lain
(b)
Posisi, yaitu kedudukan tangan atau kedua tangan terhadap pengisyarat pada waktu berisyarat, antara lain :
( 1)
Tangan kanan atau kiri tegak, condong mendatar, mengarah ke kanan, ke kiri, ke depan, atau menyerong commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
( 2)
Telapak tangan kanan atau kiri telentang, telungkup menghadap ke kanan, ke kiri, ke depan ke pengisyarat
( 3)
(c)
Kedua tangan berdampingan, belajar, bersilang, atau bersusun
Tempat, yaitu bagian badan yang menjadi tempat awal isyarat dibentuk atau arah akhir isyarat, antara lain :
( 1)
Kepala dengan semua bagiannya, seperti pelipis, dahi dan dagu
( 2)
Leher
( 3)
Dada kanan, kiri dan tengah
( 4)
Tangan (penampil dapat menyentuh, menempel, memukul, mengusap, ataupun mengelilingi tempat)
(d)
Arah, yaitu gerak penampil ketika isyarat dibuat, antara lain :
( 1)
Menjauhi atau mendekati pengisyarat
( 2)
Kesamping kanan, kiri, atau bolak – balik
( 3)
Lurus, melengkung
(e)
Frekuensi
yaitu jumlah gerak yang dilakukan pada waktu isyarat
dibentuk. Ada isyarat yang frekuensinya hanya sekali. Ada dua kali atau lebih atau ada juga gerakan kecil yang diulang – ulang 2) Komponen Penunjang (a)
Mimik muka, memberikan makna tambahan / tekanan terhadap pesan isyarat yang disampaikan. Pada umumnya melambangkan kesungguhan atau intensitas pesan yang disampaikan . Misalnya pada waktu mengisyaratkan rasa senang, sedih atau ceria commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
(b)
Gerak tubuh misalnya bahu. Memberikan kesan tambahan atau pesan. Misalnya isyarat tidak baku. Ditambah naiknya kedua bahu diartikan benar – benar tidak tahu atau tidak tahu sedikitpun
(c)
Kecepatan gerak berfungsi sebagai penambah penekanan makna. Isyarat pergi yang dilakukan dengan cepat, dapat diartikan pergilah dengan segera
(d)
Kelenturan gerak menandai intensitas makna isyarat yang disampaikan. Isyarat marah yang dilakukan dengan kaku dapat diartikan sebagai marah sekali. Dengan demikian isyarat berat yang dilakukan dengan kaku dapat ditafsirkan berat sekali
b)
Lingkup Isyarat Tangan Berdasarkan pembentukannya, isyarat dapat dibedakan menjadi tiga macam : 1) Isyarat Pokok, yaitu isyarat yang melambangkan sebuah kata atau konsep. Isyarat ini dibentuk dengan berbagai macam penampil, tempat, arah, dan frekuensi sebagaimana telah diuraikan di atas 2) Isyarat tambahan, yaitu isyarat yang melambangkan awalan, akhiran, dan partikel (a)
Isyarat Awalan Isyarat ini dibentuk dengan tangan kanan sebagai penampil utama dan tangan kiri sebagai penampil pendamping isyarat awalan dibentuk sebelum isyarat pokok. Seluruhnya ada 7 buah isyarat yang meliputi isyarat awalan : me-, ber-, di-, ke-, pe-, ter-, dan se-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
(b)
Isyarat akhiran dan partikel Isyarat ini dibentuk sesudah isyarat pokok dengan tangan kanan sebagai penampil, bertempat di depan dada dan digerakkan mendatar ke kanan. Isyarat ini terdiri atas isyarat akhiran -i,-kan,
-an, -man, - wan, -wati, -lah,
-kah, dan –pun (c)
Isyarat bentukan Isyarat bentukan ialah isyarat yang dibentuk dengan menggabungkan isyarat pokok dengan isyarat imbuhan dan dengan menggabungkan dua isyarat pokok atau lebih.
(1)
Isyarat yang mendapat awalan dan / atau akhiran / partikel. Isyarat yang hanya mendapatkan awalan hanya akhiran. Gabungan awalan dari akhiran dibentuk sesuai dengan urutan pembentukannya.
(2)
Isyarat kata ulang Kata ulang yang diiyaratkan dengan mengulang isyarat pokok. Apabila frekuensi isyarat pokok lebih dari satu kali, dilakukan jeda sejenak antara isyarat pokok yang pertama dengan isyarat pokok yang kedua. Kata ulang berubah bunyi diisyaratkan seperti kata ulang biasa Kata
ulang
berimbuhan
pembentukannya.
diisyaratkan
sesuai
dengan
urutan
Kata ulang yang tergolong kata ulang semu,
diiyaratkan sebagai isyarat pokok (3)
Kata ulang gabung Kata gabung diisyaratkan dengan menggabungkan dua isyarat pokok atau lebih sesuai dengan urutan pembentukannya. Beberapa kata gabung yang sudah padu benar, ada yang dilambangkan dengan satu isyarat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
(4)
Abjad jari Abjad jari adalah isyarat yang dibentuk dengan jari – jari tangan (kanan atau kiri) untuk mengeja huruf dan angka. Bentuk isyarat bagi huruf dan angka di dalam Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) serupa dengan Internasional Manual Alphabet (dengan perubahan – perubahan. Abjad jari digunakan untuk :
c)
(a)
Mengisyaratkan nama diri,
(b)
Mengisyaratkan singkatan atau akronim, dan
(c)
Mengisyaratkan kata yang belum ada isyaratnya
Penerapan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia Berkomunikasi dengan menggunakan sistem isyarat tidak berbeda dengan
berkomunikasi memakai bahasa lisan. Aturan yang berlaku pada bahasa lisan berlaku pula pada Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) 1)
Urutan isyarat menentukan keseluruhan makna pesan yang kita sampaikan. Anjing menggigit kucing berbeda maknanya jika kucing menggigit anjing
2)
Jeda atau perhatian sejenak diisyaratkan dengan jeda diantara berbagai isyarat yang dibuat. Misalnya kalimat Ibu / Ani pergi ke pasar atau Ibu Ani / pergi ke pasar
3)
Intonasi dilambangkan dengan mimik muka. Gerakan bagian tubuh lain. Kelenturan dan kecepatan gerak. Contoh : Pergi dengan mimic wajah dan dengan kecepatan biasa akan berbeda maknanya apabila isyarat pergi tersebut dilakukan dengan mata melotot dengan gerakan yang cepat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
d)
Tata makna dalam Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) Makna kata dalam sistem ini pada umumnya dimunculkan dalam konteks atau
situasi komunikasi. 1) Kata – kata yang memiliki makna yang sama / sinonim diisyaratkan dengan tempat. Arah dan frekuensi yang sama tetapi dengan penampil yang berbeda 2) Kata yang sama dengan makna yang berbeda (yang tergolong polisemi) dilambangkan dengan isyarat yang sama 3) Beberapa kata yang memiliki makna yang berlawanan (yang tergolong antonim) yang diisyaratkan dengan penampil dan tempat yang sama. Tetapi arah gerakannya berbeda. 2)
BISINDO ( Bahasa Isyarat Indonesia ) Dilihat dari bahasa di Indonesia yang terdiri dari berbagai suku budaya dan
bahasa sehingga mengakibatkan ada beragamnya bahasa dari masyarakat Indonesia. BISINDO
berawal dari bahasa isyarat alamiah yang berkembang di antara
tunarungu. BISINDO sendiri di launching pada tanggal 22 Februari 2014, bertempat di KEMENDIKBUD Jakarta. Bersamaan dengan launchingnya BISINDO juga diluncurkan buku BISINDO Jakarta. Menurut Dewan Pengurus Daerah Gerakan untuk Kesejahteraan tunarungu Indonesia (DPD Gerkatin DKI Jakarta (2010 : 1) BISINDO adalah sistem komunikasi yang praktis dan efektif untuk penyandang tunarungu Indonesia dikembangkan oleh tunarungu Indonesia digunakan sebagai komunikasi antar orang yang mendengar. BISINDO sendiri berawal dari bahasa awal / bahasa ibu tunarungu, dimana penggunaan BISINDO sendiri menyesuaikan dengan pemahaman bahasa tunarungu dari berbagai latar belakang tunarungu tanpa memberikan struktur imbuhan bahasa Indonesia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Dalam BISINDO lahir dari bahasa tunarungu. Tunarungu lebih menangkap dengan menggunakan visual maka tunarungu menginterpretasikan bahasa isyarat sebagai bahasa pengantar dalam komunikasi sesuai dengan pemahaman tunarungu. Karena hal yang terpenting dari bahasa isyarat yaitu gesture, gerakan jari, mimik muka / ekspresi, ungkapan seluruh tubuh yang menginterpretasikan suatu bahasa sehingga mampu memberikan visualisme secara kesuluruhan sehingga tunarungu mampu menangkap apa yang disampaikan dan mampu menyampaikan apa yang dipikirkan. Menurut Fisher (1984 :56) : “proposes that deaf children are exposed first to natural sign language, and then be allowed to develop sign systems naturally "in an organic way... relying on contextualized print to supplement the acquisition of spoken language" (p15). Fischer suggests that formal sign systems are used for metalinguistic purposes only in the context of a specific predagogy for developing English language skills”. Maksud dari Fisher adalah bahwa anak-anak tunarungu yang memiliki bahasa isyarat
alami,
yang dikembangkan oleh tuna rungu (BISINDO) mampu
mengembangkan sistem – sistem bahasa yang resmi dengan mengandalkan kontekstual cetak untuk melengkapi bahasa lisan. Beberapa perbedaan antara SIBI dan BISINDO menurut Nick Palfreyman (2014) : ( a)
Ada banyak perbedaan antara SIBI dan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) dalam tata bahasa (grammar), kosa kata (leksikon), asal dan sifat SIBI secara umum. SIBI adalah contoh language planning yang gagal; BISINDO adalah bahasa yang pernah berkembang secara alami dalam komunitas tunarungu. SIBI dibuat oleh orang yang bisa mendengar, dan tidak memanfaatkan "affordances" (manfaat) yang dimiliki bahasa isyarat biasa.
( b)
Dalam grammarnya, BISINDO menggunakan ruang dan bentuk tangan dan keadaan dua-tangan-dan-wajah untuk merepresentasikan arti secara visual yang tidak bersamaan dengan Bahasa Indonesia. Leigh (1995 :133) sudah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
menunjukkan bahwa sistem ASE (Australasian Signed English) sama konsepnya seperti SIBI hasilnya dari penelitian Leigh tidak bisa SMP dan tidak bisa. Berikut menurut Leigh (1995 :49) : "Teachers at higher grade levels produced simultaneous communication with lower rates of both sign-to-speech correspondence and syntactic acceptability. Indeed, the effect for Grade Level was most pronounced in terms of the effect on the syntactic acceptability and comprehensibility of utterances. The signed communication of secondary level teachers was typically neither an accurate representation of English syntax nor an effective carrier of an intended message.” Maksud dari penelitian yang dikembangkan Leigh adalah " Pemakaian ASE sama seperti SIBI, guru-guru di tingkat kelas yang lebih tinggi menghasilkan komunikasi simultan dengan tingkat yang lebih rendah dari kedua korespondensi sign-to-speech dan penerimaan sintaksis. Memang, efek untuk Grade Level paling menonjol dalam hal efek pada penerimaan sintaksis dan komperehensip dari ucapan. Dalam komunikasi guru tingkat menengah itu biasanya bukan merupakan representasi akurat dari sintaks bahasa Inggris maupun pembawa efektif pesan yang dimaksudkan. ( c)
Selain itu, tidak mungkin untuk memakai SIBI secara yang dimaksud karena kapasitas otak untuk processing. Dari perspektif pengguna SIBI, tidak ada cukup waktu untuk memakai SIBI sejalan dengan ucapan Bahasa Indonesia biasa. Dari perspektif penerima SIBI, tidak ada cukup waktu untuk mengerti SIBI sejalan dengan produksi isyarat SIBI. Oleh karena itu, penerjemah SIBI pada TVRI sering melewatkan kata-kata yang diucapkan oleh pembaca berita.
( d)
BISINDO mengelakkan keterbatasan processing ini secara alami dan efektif melalui penggunaan strategi yang dijelaskan dalam catatan ketiga.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
( e)
Secara fondamental, SIBI tidak bisa menjadi salah satu cara untuk mengajarkan
tata
Bahasa
Indonesia
karena
SIBI tergantung
pada pengetahuan tata Bahasa Indonesia yang hanya bisa didapatkan melalui mendengar ucapan Bahasa Indonesia. B. Kerangka Berfikir
Berdasarkan uraian tentang respon, tunarungu, komunikasi, SIBI dan BISINDO. Di bawah ini akan dikemukakan kerangka pemikiran tentang Respon tunarungu terhadap penggunaan SIBI dan BISINDO dalam konunikasi.
tunarungu
Sarana komunikasi
Bahasa Isyarat
Pemakaian Bahasa Isyarat di Indonesia
BISINDO
SIBI Respon tunarungu
Hasil
Hasil membandingkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut ini. 1. Penyandang tunarungu memiliki respon yang bervariasi baik berupa sikap dan perilaku terhadap penggunaan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dalam berkomunikasi antar sesama manusia 2. Penyandang tunarungu memiliki respon yang bervariasi baik berupa sikap dan perilaku terhadap penggunaan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) dalam berkomunikasi antar sesama manusia
commit to user