BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian dari pendapat beberapa ahli yang mendukung penelitian. Dari beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang sama yang mempunyai pandangan dan pendapat yang berbeda-beda. Pembahasan kajian teori dalam penelitian ini berisi tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD dan hasil belajar Matematika. 2.1.1 Karakteristik Mata Pelajaran Matematika Matematika adalah bahasa simbol ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil menurut (Prihandoko:2006). Sedangkan hakikat matematika yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang dedukatif. Dalam matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami siswa perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya.Maka
diperlukan
adanya
pembelajaran
melalui
perbuatan
dan
pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja, karena hal ini akan mudah dilupakan siswa menurut (Prihandoko:2006). Matematika merupakan ilmu tentang bilangan–bilangan, tetapi pada kenyataannya cakupan matematika lebih luas. Matematika tidak hanya mempelajari tentang bilangan saja, tetapi juga mempelajari tentang ruang, bidang, dan metodologi untuk memperoleh kesimpulan. Menurut Mulyono (2003:252) matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedang fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir. Selanjutnya menurut Mulyono (2003:252) matematika adalah bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif.
8
9
Berdasarkan uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian matematika adalah suatu pembelajaran yang tidak hanya suatu simbol, namun di setiap simbol terdapat sebuah arti, yang digunakan untuk berfikir. 2.1.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Tujuan dari Mata Pelajaran Matematika yang diajarkan di Sekolah Dasar diantaranya adalah: (1) agar siswa dapat memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algortima, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) siswa dapat menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika, (3) siswa dapat memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirikan solusi yang diperoleh, (4) siswa dapat mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) siswa memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari Matematika sifatsifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. (kurikulum tingkat satuan pendidikan 2006 SD). Selanjutnya GBPP (dalam Soedjadi 2000: 43) mengemukakan beberapa tujuan khusus pengajaran Matematika di Sekolah Dasar, yaitu: a. Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung (menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari. b. Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan, melalui kegiatan Matematika. c. Mengembangkan pengetahuan dasar Matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). d. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif, dan disiplin.
10
Tujuan mata pelajaran matematika menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 adalah sebagai berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. 2.1.3
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kompetensi dasar Matematika yang hendak dicapai dalam proses
pembelajaran telah tercantum dalam kurikulum yang sekarang digunakan yaitu kurikulum SD 2006, walaupun guru harus menjabarkan lebih dahulu menjadi tujuantujuan yang lebih khusus yang disebut indikator. Adapun kompetensi dasar Matematika yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dalam buku kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI sebagai berikut.
11
Tabel: 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika Kelas 3 SD Semester II Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 5. Menghitung keliling, luas 5.2 Menghitung luas persegi dan persegi persegi dan persegi panjang, panjang serta penggunaannya dalam pemecahan masalah
Standar kompetensi adalah tujuan pembelajaran yang berupa kompetensi yang bersifat umum sedangkan kompetensi dasar adalah pernyataan tujuan pembelajaran yang berupa kompetensi yang sifatnya lebih khusus. Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian. 2.2 Pengertian Proses Belajar Proses adalah kata yang berasal dari bahasa latin “processus” yang berarti “berjalan ke depan”.kata ini menunjukkan konotasi urutan langka atau kemajuan yang mengarah pada suatu sasaran atau tujuan. Menurut Chalpin (1972),proses adalah any change in any object or oeganism,particulary a behavioral or psychological change (proses adalah suatu perubahan yang menyangkut tingkah laku atau kejiwaan). Proses pembelajaran yaitu suatu proses interaksi antara siswa dengan pengajar dan sumber belajar dalam suatu lingkungan. Pembelajaran merupakan bentuk bantuan yang diberikan pengajar supaya bisa terjadi proses mendapatkan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran serta
tabiat,
pembentukan sikap dan
kepercayaan pada murid. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran adalah proses untuk membantu murid supaya bisa belajar secara baik. Pembelajaran mempunyai arti yang mirip dengan pengajaran, meskipun memiliki konotasi yang tidak sama. Pada konteks pendidikan, seorang guru mengajar agar murid bisa belajar dan menguasai isi
12
pelajaran sehingga memperoleh sesuatu obyektif yang ditentukan atau aspek kognitif, serta bisa mempengaruhi perubahan sikap atau aspek afektif, dan ketrampilan atau aspek psikomotor seseorang murid. Pengajaran mempunyai kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak saja, yaitu pekerjaan guru. Pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan murid. Menurut Oemar Hamalik, Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang telah tersusun yaitu unsur material, manusiawi, perlengkapan, fasilitas, perlengkapan serta prosedur yang saling berpengaruh untuk memperoleh tujuan pembelajaran, yaitu manusia yang terlibat didalam sebuah sistem pengajaran yang terdiri dari guru, murid dan tenaga yang lain. Materinya meliputi buku-buku, papan tulis dan lain sebagainya. Fasilitas serta perlengkapan terdiri atas ruang kelas dan audiovisual. Prosedur pengajaran meliputi jadwal beserta metode penyampaian informasi, belajar, ujian dan lain sebagainya. Sedangkan pengertian proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan pada perilaku kognitif, perilaku afektif dan psikomotorik yang terjadi dalam diri murid. Perubahan itu bersifat positif yang berarti berorientasi ke arah yang lebih baik. Dalam pengertian proses belajar dapat dibedakan atas tiga fase yaitu fase informasi lalu fase transformasi dan terakhir fase evaluasi. Dimana setiap pelajaran diperoleh sejumlah informasi. Ada informasi yang menambah pengetahuan yang sudah dimiliki, ada informasi yang memperhalus dan memperdalamnya, ada juga informasi yang bertentangan dengan apa yang sudah diketahui sebelumnya. Sebuah informasi harus dilakukan analisis, diubah atau ditransformasi ke dalam suatu bentuk yang lebih abstrak atau konseptual supaya bisa dipakai untuk hal yang lebih luas. Untuk itu bantuan guru sangat dibutuhkan. Kemudian semua itu dinilai sampai sejauh mana pengetahuan yang didapat dan tranformasi itu bisa dimanfaatkan untuk memahami gejala lain. Proses belajar megajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Peristiwa belajar mengajar banyak berakar pada berbagai pandangan dan konsep. Oleh karena itu perwujudan proses belajar mengajar dapat terjadi dalam berbagai model. Bruce Joyce
13
dan Marshal Weil mengemukakan 22 model mengajar yang di kelompokan ke dalam 4 ha, yaitu : Proses informasi, perkembangan pribadi, interaksi sosial dan modifikasi tingkah laku ( Joyce & Weil, Models of Teaching, 1980 ) Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar. Proses belajar mengajar memiliki makna dan pengertian yang lebih luas daripada pengertian mengajar semata. Dalam proses belajar mengajar tersirat adanya suatu kesatuan kegiatan yang tak terpisahkan antara siswa yang belajar dan guru yang mengajar. Antara kedua kegiatan ini terjalin interaksi yang saling menunjang. Jadi,proses
belajar
dapat
di
artikan
sebagai
tahapan
perubahan
prilaku
kognitif,afektif, dan psikomotorik yang terjadi dalam diri seseorang. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang maju dari pada keadaan sebelumnya. Menurut Djamarah (2000:45) hasil belajar adalah prestasi dari suatu kegiatan yang telah di kerjakan,di ciptakan baik secara individu maupun kelompok.Hasil tidak akan pernah dihasilkan selama orang tidak melakukan sesuatu.Untuk menghasilkan sebuah prestasi di butuhkan perjuangan dan pengorbanan yang sangat besar.Hanya dengan keuletan,sungguh-sungguh kemauan yang tinggi dan rasa optimisme dirilah yang mampu mencapainya. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang di miliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.Individu yang belajar akan memperoleh hasil dari apa yang telah dipelajari selama proses belajar itu dan juga suatu perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan hanya perubahan mengenai pengetahuan
14
tetepi
juga
untuk
membantu
kecakapan,kebiasaan,pengertian,pegusaan
dan
penghargaan dalam diri seseorang yang belajar. Hasil belajar yang dicapai siswa melaui proses belajar yang optimal cenderung menunjukkan hasil yang berciri sebagai berikut ; 1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi pada diri siswa 2. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya 3. Hasil belajar yang di capai bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama di ingatanya.membentuk prilakunya,bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, dapat di gunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan pengetahuan lainnya. 4. Kemampuan peserta didik untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan dirinya terutama dalam menilai hasil yang di capainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan hasil belajarnya. 2.3 Hasil Belajar Menurut Sudjana (2010:22) hasil belajar adalah segala kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:3), hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Sementara menurut Lindgren dalam Suprijono (2011:7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Gagne dalam Suprijono (2011:5-6) bahwa hasil belajar itu berupa: informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Senada dengan Gagne, Bloom dalam Suprijono (2011:6-7) mengemukakan bahwa. Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysys (menguraikan, menentukan hubungan), sysnthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru, evaluation (meskor). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding
15
(memberikan respon), valuing (skor), organization (organisasi), Characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil akhir yang merupakan bukti keberhasilan seseorang setelah mengalami proses/pengalaman belajar. Untuk mengukur bukti keberhasilan seseorang setelah mangalami proses belajar digunakan alat penilaian yaitu tes evaluasi dengan hasil yang dinyatakan dalam bentuk nilai. Cara untuk mencari hasil belajar dapat dicari dengan pengukuran. Pengukuran hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu dengan teknik tes dan non tes. 1) Teknik Tes Adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan oleh orang yang dites, dan berdasarkan hasil menunaikan tugas-tugas tersebut, akan dapat ditarik kesimpulan tentang aspek tertentu pada orang tersebut. Tes sebagai alat ukur sangat banyak macamnya dan luas penggunaannya. Yang termasuk dalam teknik tes, yaitu : a. Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice) Yaitu tes dengan soal yang harus dijawab oleh peserta didik dengan memilih jawaban yang tersedia. b. Tes Tertulis Yaitu tes yang soal-soalnya harus dijawab peserta didik dengan memberikan jawaban tertulis
c. Tes Lisan
16
Yaitu tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya jawab seciara langsung antara pendidik dengan peserta didik. d. Tes Perbuatan Yaitu tes yang penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan atau tertuliis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan dengan perbuatan atau unjuk kerja. 2) Teknik Non Tes Teknik non tes dapat dilakukan dengan observasi baik secaira langsung ataupun tak langsung, angket ataupun wawancara. Dapat pula dilakukan diengan Sosiometri. Teknik non tes digunakan sebagai pelengkap dan digunakan sebagaii pertimbangan tambahan dalam pengambilan keputusan penentuan kualitas hasil belajar, teknik ini dapat bersifat lebih menyeluruh pada semua aspek kehidupan anak. Menurut bentuknya tes hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a) Tes Objektif Menurut Popham 1981 dalam Purwanto (2011:70) tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia. Keunggulan tes obyektif adalah hanya mempunyai dua kemungkinan jawaban benar atau salah, sehingga penilaiannya bersifat obyektif. b) Tes Essay Nurkancana dan Sumartana 1986 dalam Purwanto (2011:70) menyebutkan bahwa tes essay adalah suatu bentuk tes yang terdiri dari pertanyaan atau suruhan yang menghendaki jawaban berupa uraian-uraian yang relatif panjang. Tes dirancang untuk mengukur hasil belajar di mana unsur-unsur yang diperlukan untuk menjawab soal dicari, diciptakan, dan disusun sendiri oleh siswa. 2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa dan faktor yang berasal dari luar diri siswa. Slameto (2010:54) menerangkan bahwa faktor –faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah:
17
1) Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individu (Intern), yang meliputi : a. Faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran dan penglihatan. Jika salah satu dari faktor biologis terganggu akan mempengaruhi hasil prestasi belajar. b. Faktor Psikologis, meliputi: intelegensi, minat dan motivasi serta perhatian ingatan berfikir. c. Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar dan haus serta mengantuk. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk mengahsilkan sesuatu akan hilang. 2) Faktor yang ada pada luar individu yang disebut dengan faktor ekstern, yang meliputi: a. Faktor keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan terutama. Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar. b. Faktor Sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan berdisiplin di sekolah. c. Faktor Masyarakat, meliputi: bentuk kehidupan masyarakat sekitar dapat mempengaruhi prsetasi belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan mendorong untuk lebih giat belajar. Sejalan dengan pendapat di atas, ahli lain menjelaskan bahwa “Faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar berasal dari (a) dalam diri (internal), antara lain: kesehatan, intelegensi, minat dan motivasi serta cara belajar. (b) luar diri (eksternal), antara lain: keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar” (H. Djaali, 2008:100 dalam Aniendriani 2011).
18
2.3.2 Aspek Hasil Belajar Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor (Sudjana, 2009:22). Perinciannya adalah sebagai berikut: a. Ranah Kognitif Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. b. Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai. c. Ranah Psikomotor Meliputi
keterampilan
motorik,
manipulasi
benda-benda,
koordinasi
neuromuscular (menghubungkan, mengamati). Ketiga kategori ranah tersebut menjadi dasar penilaian hasil belajar. Dalam hal ini, kategori ranah kognitif yang sering digunakan oleh guru untuk menilai hasil belajar, karena ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan siswa menguasai pelajaran yang telah dijelaskan oleh guru. Meskipun demikian ranah afektif dan psikomotor juga tetap berperan dalam penilaian hasil belajar siswa. 2.4 Pembelajaran Kooperatif Menurut Isjoni (2011:22) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif berasal dari kata “cooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim selanjutnya berikutnya di kemukakan lagi menurut Isjoni (2011:27) pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan
pendekatan
pembelajaran
yang
berhasil
yang
menginteraksi
keterampilan sosial yang bermuatan akademik lebih lanjut lagi dikemukakan menurut Isjoni (2011:21), menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dirancang bagi tujuan
19
melibatkan pelajaran secara aktif dalam proses pembelajaran menerusi perbincangan dengan rekan-rekan dalam kelompok kecil. Menurut Agus Suprijono (2009: 54) pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru dijabarkan lagi pembelajaran kooperatif menurut Wina (2013:242), pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Pembelajaran kooperatif tidak hanya sekedar belajar dalam kelompok saja tapi pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan beberapa jumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuaannya berbeda dimana dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu guna mencapai tujuan dalam pembelajaran tertentu. Dalam pembelajaran kooperatif ini, dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan belajar. 2.4.1 Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif kadang dianggap sebagai “sekadar” belajar kelompok. “Padahal pembelajaran kooperatif berbeda dengan belajar kelompok, bahkan dalam beberapa hal yang lebih dari sekedar belajar kelompok” (Huda 2011:79). Jadi model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengemukakan lima unsur model cooperative learning, yaitu: (1) ketergantungan yang positif, (2) tanggung jawab perseorangan, (3) tatap muka, (4) komunikasi antar anggota dan (5) evaluasi proses kelompok (dalam Anita Lie, 2002: 31). 2.4.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tujuan pembelajaran kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun
20
kelompok. Karena siswa bekerja dalam satu tim, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan ketrampilan-ketrampilan proses kelompok dan pemecahan
masalah
yang sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah
Menurut Johnson & Johnson (dalam Trianto 2011:57) . Manfaat penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input atau level individual. Di samping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa. Pembelajaran kooperatif adalah siswa belajar dengan bekerja secara tim untuk meningkatkan penguasaan terhadap materi siswa baik individu maupun kelompok seiring dengan meningkatnya keterampilan sosial antar siswa. 2.4.3 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif Setiap strategi pembelajaran mempunyai ciri masing-masing yang membedakan dengan yang lainnya. Proses pembelajaran pada kooperatif lebih menekankan pada kerja sama kelompok, hal ini yang menyebabkan kooperatif berbeda dengan yang lainnya. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Rusman (2012:207) adalah: a) Pembelajaran secara tim Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim harus mampu membuat seluruh anggotanya belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. b) Didasarkan pada manajemen kooperatif Manajemen ini mempunyai tiga fungsi yaitu: sebagai perencanaan, sebagai organisasi, dan sebagai kontrol. c) Kemauan untuk bekerja sama Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Tanpa kerjasama yang baik antar siswa dalam satu kelompok, pembelajaran kooperatif tidak dapat berhasil maksimal. d) Keterampilan bekerja sama Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dalam hal ini siswa didorong untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota satu tim.
21
2.4.4 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif akan berhasil dengan baik dalam proses pembelajaran apabila sesuai dengan langkah-langkah dan dapat terampil dalam menjalankan model pembelajaran ini. Ada enam tahap pembelajaran kooperatif yang dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tahap
Tingkah laku guru Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Guru menyampaikan informasi pada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok-kelompok belajar dan membentu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Tahap-1 Menyampaikan tujuan dan motivasi Tahap-2 Menyajikan informasi Tahap-3 Mengorganisasikan siswa kedalam kelompokkelompok belajar Tahap-4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi Tahap-5 Evaluasi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Guru mencari cara menghargai baik upaya maupun Tahap-6 Memberikan penghargaan hasil belajar individu maupun kelompok Sumber: Rusman 2009:211 2.5 Pembelajaran Kooperatif Model STAD Suatu model pembelajaran akan berhasil dengan baik apabila dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran tersebut. Menurut Slavin (2005:143) STAD terdiri atas lima komponen utama, yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual dan rekognisi (penghargaan) tim. Uraiannya sebagai berikut:
22
a. Presentasi Kelas Presentasi kelas merupakan pengajaran langsung seperti yang sering dilakukan atau diskusi yang dipimpin oleh guru. Perbedaan presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah presentasi tersebut haruslah benar-benar terfokus pada unit STAD. Jadi para siswa harus benar-benar memberi perhatian penuh terhadap presentasi kelas agar mereka dapat mengerjakan kuis-kuis sehingga dari skor kuis akan menentukan skor tim mereka. b. Tim Tim terdiri dari 4-5 siswa yang berbeda dalam tingkat kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras. Fungsi tim yaitu memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar dan mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Tim berkumpul untuk mempelajari lembar kerja siswa, setelah guru menyampaikan materi. Pada tiap pertemuan, guru menekankan anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan setiap tim pun harus melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya. c. Kuis Para siswa akan mengerjakan kuis yang dilaksanakan setelah satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua periode praktim tim. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya. Setelah siswa mengerjakan kuis, siswa dapat saling bertukar kertas dengan anggota tim lain, ataupun mengumpulkan kuisnya untuk dinilai setelah kelas selesai. Skor kuis dan skor tim dihitung tepat pada waktunya untuk digunakan pada kelas selanjutnya. d. Skor Kemajuan Individual Skor kuis para siswa dibandingkan berdasarkan tingkat kemajuan yang diraih siswa pada hasil yang mereka capai sebelumnya. Para siswa mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat di mana skor kuis mereka melampaui skor awal mereka. Berikut penentuan poin skor kemajuan individual dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini.
23
Tabel 2.3 Skor Kemajuan Individual Skor Kuis Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 10-1 poin di bawah skor awal Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal Lebih dari 10 poin di atas skor awal Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal) Sumber: Slavin 2005: 159
Poin Kemajuan 5 10 20 30 30
Menghitung skor individudan skor kelompok Langkah ini merupakan langkah untuk menentukan perkembangan individu yang akan dikembangkan sebagai skor kelompok. Nilai perkembangan individu dihitung berdasarkan selisih antara skor awal mereka yaitu nilai ulangan sebelumnya dengan nilai terbaru mereka. Dengan cara ini setiap anggota memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya. Kriteria sumbangan individu terhadap kelompok. Hasil dari kuis individu yang dijadikan skor kemajuan untuk dikumpulkan menjadi skor tim dicatat dengan menggunakan tabel berikut.
Siswa
Tabel 2.4 Lembar Skor Kuis Individu Tanggal: Tanggal: Tanggal: Kuis: Kuis: Kuis: Skor Skor Poin Skor Skor Poin Skor Skor Poin dasar kuis kema- dasa kuis kema- dasa kuis kema juan r juan r -juan
Sumber: Slavin (2005:162)
24
Tabel 2.5 Penghitungan Perkembangan Skor Kelompok Kriteria (Rata-rata Tim) Penghargaan 0≤ N≤5 6 ≤ N ≤ 15 Tim baik (Good Team) 16 ≤ N ≤ 20 Tim hebat (Great Team) 21 ≤ N ≤ 30 Tim super (Super Team) Sumber: Rusman (2012:216) Menghitung skor perkembangan kelompok Skor kelompok dihitung dengan menjumlahkan skor perkembangan tiap-tiap individu anggota kelompok kemudian dibagi dengan banyaknya anggota kelompok tersebut. Setelah
diperoleh skor
kelompok maka diberikan penghargaan terhadap prestasi kelompok tersebut. 2.5.1 Ciri-ciri STAD Berdasarkan judulnya, arti Student Team Achievment Division adalah siswa, tim, prestasi, dan pembagian. Jika dirangkai ke dalam sebuah kalimat STAD adalah pembagian siswa ke dalam tim, untuk mencapai prestasi. Jadi penekanan STAD adalah prestasi tim, bukan prestasi individual. Jadi siswa dalam satu kelas dibagi ke dalam kelompok atau tim. Kemudian siswa dalam tim bekerja sama mempelajari suatu materi pelajaran. Satu sama lain saling membantu untuk menguasai pelajaran. Jadi keberhasilan (prestasi) belajar siswa diukur dari prestasi tim, bukan prestasi masing-masing siswa. Oleh karena itu, semakin tinggi rata-rata skor tim, maka dianggap semakin berhasil tim itu belajar. Menurut Slavin (dalam Kireyinha, 2008: 10), ciri-ciri model pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu: 1. Bahan pelajaran disajikan oleh guru dan siswa harus mencurahkan perhatiannya, karena hal itu akan mempengaruhi hasil kerja mereka dalam kelompok. 2. Anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa, mereka heterogen dalam berbagai hal seperti prestasi akademik dan jenis kelamin.
25
3. Setelah tiga kali pertemuan diadakan tes individu berupa kuis mengguan yang dikerjakan siswa sendiri-sendiri. 4. Materi pelajaran disiapkan oleh guru dalam bentuk lembar kerja siswa. Penempatan siswa dalam kelompok lebih baik ditentukan oleh guru daripada memilih sendiri. 2.5.2 Pembelajaran STAD dalam Pembelajaran Matematika SD Kegiatan pembelajaran yang baik tentunya adalah pemelajaran yang pemilihan model pembelajarannya
yang
sesuai dengan
mata
pelajaran
dan
karakteristik siswa. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil belajar yang optimal diperlukan model pembelajaran yang tepat. Menurut Slavin:
“Model pembelajaran STAD telah digunakan dalam berbagai mata pelajaran mulai dari Matematika, Seni, Bahasa, Ilmu Sosial, dan Ilmu Pengetahuan Ilmiah lain, mulai dari kelas dua sampai perguruan tinggi. Lebih lanjut lagi, Slavin menambahkan STAD paling sesuai untuk mengajarkan bidang studi yang sudah terdefenisikan dengan jelas, seperti Matematika, berhitung, dan studi terapan, penggunaan dan mekanika bahasa, geografi dan kemampuan peta, dan konsep-konsep ilmu pengetahuan ilmiah. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran STAD sesuai dan dapat dilakukan dalam pelajaran Matematika di SD” (2005:12). Sementara itu, Isjoni (2009:21) menyebutkan “Teknik pembelajaran kooperatif sangat sesuai di dalam kelas yng berisi siswa-siswa yang mempunyai berbagai tingkat kecerdasan”. Pernyataan ini semakin menguatkan penelitian yang peneliti lakukan mengingat SD yang peneliti gunakan pun juga memiliki tingkat kecerdasan yang beragam. Hal ini juga menunjukkan bahwa pembelajaran STAD sesuai dan dapat dilakukan dalam pembelajaran Matematika di SD khususnya di SDN Sumogawe 01 Kecamatan Getasan dimana peneliti menggunakannya sebagai tempat penelitian.
26
2.5.3 Kelebihan dan Kekurangan STAD Suatu strategi pambelajaran mempunyai keunggulan dan kekurangan. Demikian pula dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Kelebihan model pembelajaran Kooperatif STAD menurut Jamdin (2011) adalah: a) Meningkatkan kecakapan individu b) Meningkatkan kecakapan kelompok c) Meningkatkan komitmen d) Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya e) Tidak bersifat kompetitif f) Tidak memiliki rasa dendam Sedangkan kekurangan pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Jamdin (2011) adalah. 1. Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang 2. Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan. Solusi kelemahan dari pembelajaran kooperatif tipe STAD di atas adalah: a) Siswa dengan prestasi rendah pasti merasa minder dengan nilai yang disumbangkan kepada timnya. Oleh karena itu guru harus memberikan motivasi kepada siswa dan kelompok untuk saling bekerjasama membantu teman untuk mencapai tujuan bersama. b) Guru memberikan pengertian kepada seluruh siswa bahwa dalam pelaksanaan diskusi dan poin yang diperoleh merupakan usaha kelompok. Guru juga memberikan pengertian bahwa dalam hidup itu ada yang menang dan ada yang kalah. Dengan hal tersebut dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan lebih giat lagi. 2.5.4 Implementasi model STAD dalam Pembelajaran Matematika Implementasi model STAD dalam pembelajaran Matematika adalah sebagai berikut:
28
2.6 Kajian Hasil – hasil Penelitian yang Relefan Penelitian Yang Dilakukan Oleh oleh Siswatin, Nunung Maemunah (2012), dengan judul Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Penerapan Model Pembelajaran Student Teams-Achievment Division (STAD) bagi Siswa Kelas IV SD Puri 01 Kecamatan Pati Kabupaten Pati Semester I/2011-2012. Dari
hasil dari
analisis ini menunjukan bahwa : Penerapan model pembelajaran STAD (Student Team Achievement Division) tidak hanya dapat meningkatkan aspek kognitif saja, namun semua aspek yang menyangkut perkembangan siswa dalam pembelajaran seperti kemampuan kerjasama serta partisipasi siswa dalam pembelajaran, selain itu pembelajaran kooperatif (STAD) Student Team Achievement Division juga dapat meningkatkan guru dalam menrancang serta mengelola pembelajran secara individual, kalsikal maupun secara kelompok. . Peningkatan ini dapat dilihat dari hasil peningkatan setiap siklus dan kondisi awal. Pada kondisi awal rata-rata hasil belajar siswa sebesar 57,1. Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 66,7. Rata-rata hasil belajar pada siklus 2 sebesar sebesar 68,8. Dengan kata lain hasil belajar siswa pada kondisi awal berada pada kategori rendah dan pada siklus I hasil belajar pada kategori sedang, dan pada siklus 2 hasil belajar siswa walaupun tidak termasuk kategori tinggi tetapi mengalami peningkatan dari hasil siklus I. Penelitian yang dilakukan oleh Guntari, Heri Tri (2012) dengan judul Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Menggunakan Media Kongkrit Pada Siswa Kelas II SD Negeri 12 Purwodadi, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan Semester 1 Tahun Pelajaran 2011/2012. Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa hasil belajar pada siklus I diperoleh dari tes yang dilaksanakan pada akhir pertemuan siklus I dengan ketuntasan klasikal 71% atau 41 siswa yang tuntas, meningkat pada siklus 2 yaitu ketuntasan klasikal belajar siswa mencapai 90% atau 52 siswa tuntas. Penelitian yang dilakukan oleh Tanti, Mey Syaroh Lies (2011) dengan judul Peningkatan Hasil Belajar Matematika dengan Menerapkan Model STAD (Student Teams-Achievment Division) dengan Media Manik-Manik Pada Siswa Kelas II SDN Sumur 03 Semester I/2011-2012. Hasil
29
penelitian ini membuktikan bahwa prosentase hasil belajar dalam pembelajaran meningkat. Peningkatan ini dapat dilihat dari hasil evaluasi rata-rata kelas 58,5 pada pra siklus menjadi 70,5 pada siklus I dan 83 pada siklus II. Ketuntasan belajar klasikal dari 35% pada pra siklus menjadi 80% pada siklus I dan 90% pada siklus II. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model STAD (Student TeamsAchievment Division) di SDN Sumur 03 kelas II dapat ditingkatkan. Hasil penelitian dapat meningkatkan hasil belajar Matematika dengan menerapkan model STAD (Student Teams-Achievment Division) dengan media manik-manik pada siswa kelas II SDN Sumur 03 Semester I/2011-2012. Penelitian yang dilakukan oleh Utami, Ning Asih (2011) dengan judul Upaya Meningkatkan
Hasil
Belajar
Matematika
Materi
Pecahan
Melalui
Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Siswa Kelas V SDN 1 Tlogo, Kec. Sukoharjo, Kab. Wonosobo Semseter II Tahun Pelajaran 2010/2011. Penggunaan model pembelajaraan kooperatif tipe STAD dalam proses pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya materi pecahan di kelas V SDN 1 Tlogo, kec. Sukoharjo, kab. Wonosobo. Pada awal pembelajaran siklus 1 diadakan preetes dengan nilai rata-rata 54,4. Setelah diberi pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe stad pada siklus 1 diadakan evaluasi nilai rata-rata kelas naik menjadi 70,1. Dan pada siklus 2 nilai rata-rata naik lagi menjadi 78,5. Dengan adanya kenaikan nilai rata-rata pada setiap siklus di atas indikator kinerja adalah 60, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya materi pecahan di kelas V SDN 1 Tlogo, Kec. Sukoharjo, Kab. Wonosobo. Persamaan penelitian yang penulis lakukan dengan beberapa penelitian di atas adalah intrumen yang digunakan yaitu sama-sama berupa tes dan non tes. Sedangkan perbedaan terletak pada masalah, tujuan, tindakan, variabel dan subyek penelitian.
30
2.7 Kerangka Pikir Dalam pembelajaran matematika diperlukan berbagai pengetahuan dan pemahaman guru yang baik tentang matematika sebagai sentral dari wahana pendidikan sehingga hasil pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Namun model pembelajaran yang digunakan guru selama ini masih bersifat konvensional dan masih didominisi metode ceramah dimana kegiatan pembelajarannya berpusat pada guru. Siswa selalu pasif hanya mendengar dan melakukan kegiatan sesuai perintah guru. Siswa hanya diam dan tidak mampu memecahkan soal-soal yang diberikan oleh guru. Model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa salah satunya adalah model kooperatif tipe STAD Model pembelajaran STAD (ini adalah model pembelajaran kelompok dan dimana setiap kelompoknya bersifat hetrogen. Model pembelajaran STAD ini seperti lomba beregu dikarenakan pada akhirnya pembelajaran dari tiap kelompok akan dijumlahkan untuk mengetahui kelompok mana yang memperoleh nilai paling tinggi dan berhak mendapat hadiah dari guru. Sehingga para siswa dituntun aktif dalam mengikuti pelajaran agar kelompoknya mendapat nilai tertinggi. Dalam proses pembelajaran ini peran guru adalah sebagai pengarah pola pikir siswa, penuntun siswa dalam kegiatan pembelajaran dan memfasilitasi kesempatan kepada siswa untuk berikir berkelompok menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Adapun kerangka pikir mengenai penggunaan model pembelajaran STAD pada mata pelajaran Matematika dapat ditunjukkan melalui peta konsep sebagai berikut.
31
Pembelajaran Matematika
Guru menyampaikan materi
Siswa kurang konsentrasi
Pembelajaran konvensional
Proses berfikir abstrak ke konkret
Guru sebagai fasilitator
Model pembelajaran STAD
Hasil belajar Rendah < KKM
Diskusi dan presentasi
Proses berfikir konkret ke abstrak
Kuis individu Siswa mengkonstruksi
Hasil belajar Meningkat > KKM
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir
32
2.8 Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian pada kerangka teori dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: a. Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di duga dapat meningkatkan proses pembelajaran Matematika pada materi menghitung luas persegi dan persegi panjang. b. Melalui peningkatan proses pembelajaran dengan penerapan model kooperatif tipe STAD di duga dapat meningkatkan hasil belajar menghitung luas persegi dan persegi panjang pada siswa kelas 3 SD Negeri 01 Sumogawe Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.