BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Strategi Strategi adalah aksi potensial yang merupakan keputusan manajemen puncak dan membutuhkan sumber daya yang besar dimana strategi memengaruhi perkembangan jangka panjang perusahaan, biasanya lima tahun ke depan, dan karenanya berorientasi ke masa depan (David, 2010:19). Siagian (2002:15) mendefinisikan strategi sebagai serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.
2.1.2 Manajemen Strategis Manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan dalam merumuskan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi keputusankeputusan lintas fungsional yang memampukan sebuah organisasi mencapai tujuannya (David, 2010:5). Adapun tahap-tahap manajemen strategis yaitu : 1) Perumusan strategi Tahap perumusan strategi mencangkup pengembangan visi dan misi, identifikasi peluang dan ancaman eksternal suatu organisasi, kesadaran akan kekuatan dan kelemahan internal, penetapan tujuan jangka panjang, pencarian strategi-strategi alternatif, dan pemilihan strategi tertentu untuk mencapai tujuan.
6
2) Penerapan strategi Penerapan strategi mengharuskan perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber daya, sehingga strategi-strategi yang dirumuskan dapat dijalankan. Penerapan strategi mencangkup pengembangan budaya yang suportif pada strategi, penciptaan struktur organisasional yang efektif, pengerahan ulang upaya-upaya pemasaran, penyiapan anggaran, pengembangan serta pemanfaatan informasi, dan pengaitan kompensasi karyawan dengan kinerja organisasi. 3) Penilaian strategi Penilaian strategi adalah tahapan terakhir dalam manajemen strategis. Manajer harus mengetahui kapan ketika strategi itu tidak berjalan dengan baik, penilaian atau evaluasi strategi merupakan cara utama untuk memperoleh informasi semacam ini. Tiga aktivitas penilaian strategi yang mendasar yaitu (1) peninjauan ulang fakor-faktor eksternal dan internal yang menjadi landasan strategi saat ini, (2) pengukuran kinerja, (3) pengambilan langkah korektif.
2.1.3 Pengertian Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission accomplishment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses (Yuwono,dkk. 2002:23). Menurut Mangkunegara (2005:47) pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang terdapat dalam perusahaan. Sistem pengukuran kinerja dapat
7
dijadikan sebagai alat pengendalian karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system. Dari beberapa pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian kemajuan pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perusahaan guna mendukung pencapaian misi perusahaan termasuk menilai efisiensi dan efektivitas suatu kegiatan perusahaan.
2.1.4 Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja Werther dan Davis (1996:342) menyatakan bahwa penilaian kinerja mempunyai beberapa tujuan dan manfaat bagi organisasi dan karyawan yang dinilai, yaitu : 1) Performance Improvement. Memungkinkan karyawan dan manajer untuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja. 2) Compensation adjustment. Membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya. 3) Placement decision. Menentukan promosi, transfer, dan demotion. 4) Training and development needs. Mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi karyawan agar kinerja mereka lebih optimal. 5) Carer planning and development. Memandu untuk menentukan jenis karir dan potensi karir yang dapat dicapai. 6) Staffing process deficiencis. Memengaruhi prosedur perekrutan karyawan. 7) Informational inaccuracies and job-design errors. Membantu menjelaskan apa saja kesalahan yang telah terjadi dalam manajemen sumber daya manusia
8
terutama di bidang informasi job-analysis, job-design, dan sistem informasi manajemen sumber daya manusia. 8) Equal employment opportunity. Menunjukkan bahwa placement decision tidak diskriminatif. 9) External challenges. Kadang-kadang kinerja karyawan dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keluarga, keuangan pribadi, kesehatan, dan lainlainnya. Biasanya faktor ini tidak terlalu kelihatan, namun dengan melakukan penilaian kinerja, faktor-faktor eksternal ini akan kelihatan sehingga membantu departemen sumber daya manusia untuk memberikan bantuan bagi peningkatan kinerja karyawan. 10) Feedback. Memberikan umpan balik bagi urusan kekaryawanan maupun bagi karyawan itu sendiri. Pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahapan, yaitu tahap persiapan dan tahap pengukuran. Tahap persiapan adalah penentuan bagian yang akan diukur, penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja, dan pengukuran kinerja
yang sesungguhnya.
Sedangkan
tahap
pengukuran
terdiri
atas
pembandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya dan kinerja yang diinginkan (Mulyadi, 2001:251).
2.1.5 Keterkaitan antara Strategi dengan Pengukuran Kinerja Strategi dan pengukuran kinerja bisnis adalah dua hal yang saling berkaitan karena strategi merupakan dasar pemilihan ukuran kinerja. Simons (1987) menyatakan bahwa organisasi yang mampu menyelaraskan dengan baik keterkaitan antara ukuran kinerja dan strategi akan mampu untuk memperoleh
9
tingkat kinerja yang lebih tinggi. Kesesuaian antara ukuran kinerja dan strategi merupakan kondisi yang harus diciptakan oleh suatu perusahaan agar tujuan perusahaan dapat tercapai (Pusung, 2011), hal ini menunjukkan pentingnya ukuran kinerja yang sesuai dengan strategi. Pengukuran kinerja memerlukan alat ukur yang tepat. Dasar filosofi yang dapat dipakai dalam merencanakan sistem pengukuran harus didasarkan pada strategi perusahaan, sehingga didapatkan ukuran kinerja yang sesuai dengan tujuan. Salah satu pendekatan yang menghubungkan strategi dan pengukuran kinerja adalah balanced scorecard. Tujuan dari setiap pengukuran kinerja adalah memotivasi manajer dan karyawan untuk mewujudkan strategi yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Kaplan dan Norton (1996:148) penting untuk menghubungkan strategi dengan pengukuran kinerja karena : 1) Balanced scorecard mendeskripsikan visi dan misi organisasi untuk masa depan organisasi, sehingga semua komponen dalam organisasi mengerti. 2) Balanced scorecard membuat sebuah model strategi yang menyeluruh yang memungkinkan karyawan untuk mengetahui kontribusi mereka terhadap pencapaian tujuan organisasi. 3) Balanced scorecard berfokus pada perubahan. Jika tujuan dan ukuran kinerja dapat diidentifikasi dengan baik, maka kesuksesan organisasi bisa tercapai. Jika tidak, maka investasi dan usaha yang dilakukan akan sia-sia.
10
2.1.6 Pengertian Balanced Scorecard Balanced scorecard merupakan alat manajemen kontemporer yang didesain untuk meningkatkan kemampuan perusahaan dalam melipatgandakan kinerja keuangan luar biasa secara berkesinambungan (Mulyadi, 2001:1). Menurut Kaplan dan Norton (1996:7) balanced scorecard terdiri dari 2 kata, yaitu : 1) Scorecard Yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang yang nantinya digunakan untuk membandingkan dengan hasil kinerja yang sesungguhnya. 2) Balanced Menunjukkan bahwa kinerja personel atau karyawan diukur secara seimbang dan dipandang dari 2 aspek yaitu keuangan dan nonkeuangan, jangka pendek dan jangka panjang dan dari segi intern maupun ekstern. Dari definisi tersebut pengertian sederhana dari balanced scorecard adalah kartu skor yang digunakan untuk mengukur kinerja dengan memperhatikan keseimbangan antara sisi keuangan dan nonkeuangan, jangka panjang dan jangka pendek. Balanced scorecard merupakan suatu kerangka kerja, yaitu suatu bahasa yang mengkomunikasi visi, misi, dan strategi kepada seluruh karyawan tentang kunci penentu sukses saat ini dan masa yang akan datang. Balanced scorecard juga menekankan bahwa pengukuran kinerja keuangan maupun nonkeuangan haruslah merupakan bagian dari sistem informasi seluruh karyawan baik manajemen tingkat atas maupun tingkat bawah (Afandi, 2013).
11
Menurut Kaplan dan Norton (1996:10) langkah-langkah balanced scorecard
meliputi
empat
proses
manajemen
baru.
Pendekatan
ini
mengkombinasikan antara tujuan strategi jangka panjang dan peristiwa jangka pendek. Keempat proses tersebut adalah : 1) Menerjemahkan visi, misi, dan strategi perusahaan Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi dijabarkan dalam tujuan dan sasaran. 2) Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis Balanced scorecard memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan perusahaan. 3) Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif strategis Rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan rencana keuangan. Balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakan kearah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh. 4) Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran startegis Proses keempat ini akan memberikan strategic learning kepada perusahaan. Dengan balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek.
12
2.1.7 Perspektif Balanced Scorecard Pada umumnya terdapat sekurang-kurangnya empat perspektif dalam balanced scorecard, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, namun beberapa organisasi menambahkan perspektif kelima untuk menekankan aspek penting tertentu strateginya (Atkinson, dkk, 2005 :105). 1) Perspektif Keuangan Perspektif keuangan dalam balanced scorecard bertujuan untuk mengukur kesuksesan akhir perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan dapat menunjukkan apakah perencanaa, implementasi dan pelaksanaan dari strategi mampu memberikan perbaikan mendasar. Terdapat dua alasan kenapa pengukuran dengan perspektif keuangan masih digunakan. Pertama, karena perspektif keuangan berhubungan langsung dengan tujuan jangka panjang yang umumnya bersifat keuangan. Kedua, dengan pengukuran pada perspektif keuangan akan memberikan penilaian yang cukup luas terhadap kinerja suatu organisasi. Kaplan dan Norton (1996:49) mengidentifikasikan tiga tahapan dalam perspektif keuangan, yaitu : a. Masa pertumbuhan Pada tahap ini perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki tingkat pertumbuhan yang baik, sehingga dibutuhkan komitmen untuk mengembangkan suatu produk yang baru, membangun dan mengembangkan fasilitas. Melihat tingkat investasi yang tinggi, maka tolok ukur yang dapat digunakan adalah tingkat pertumbuhan pendapatan.
13
b.
Tahap bertahan Pada tahap ini perusahaan akan mempertahankan pangsa pasar yang ada, di tengah ketatnya persaingan. Investasi tetap dilakukan, namun lebih ditujukan untuk mengatasi tersendatnya proses produksi misalnya memperbaharui peralatan produksi yang lama. Tolok ukur yang digunakan seperti pendapatan operasional dan besarnya nilai tambah.
c.
Panen Tahap ini menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan sudah mencapai titik jenuh, sehingga diperlukan bagaimana caranya meningkatkan pendayagunaan harta-harta perusahaan dalam memaksimalkan arus kas masuk.
2) Perspektif Pelanggan Menurut Budiarti (2005), dalam perspektif pelanggan manajemen perusahaan harus mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar dimana unit bisnis tersebut akan bersaing serta berbagai ukuran kinerja unit bisnis di dalam segmen sasaran. Perspektif ini biasanya terdiri atas beberapa ukuran utama atau ukuran generik keberhasilan perusahaan dari strategi yang dirumuskan dan dilaksanakan dengan baik. Ukuran utama tersebut terdiri atas kepuasan pelanggan, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan baru, profitabilitas pelanggan dan pangsa pasar. Dalam perspektif pelanggan perhatian perusahaan harus berfokus pada kemampuan internal untuk peningkatan kinerja produk, inovasi dan teknologi dengan memahami selera pasar. Dalam perspektif ini peran riset pasar sangat besar, dimana dengan adanya riset pasar perusahaan mengetahui produk atau jasa
14
yang diperlukan pelanggan. Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok pengukuran yaitu : a. Core measurement group, memiliki beberapa komponen pengukuran, yaitu : a) Pangsa pasar (market share) Pangsa pasar ini menggambarkan proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu. Hal itu diungkapkan dalam bentuk jumlah pelanggan, uang yang dibelanjakan atau volume satuan yang terjual. b) Retensi pelanggan (customer retention) Retensi pelanggan menunjukkan tingkat dimana perusahaan dapat mempertahankan
hubungan
dengan
pelanggan.
Pengukuran
dapat
dilakukan dengan mengetahui besarnya persentase pertumbuhan bisnis dengan pelanggan yang ada saat ini. c) Akuisisi pelanggan (customer aquisition) Akuisisi pelanggan menunjukkan tingkat dimana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru. Akuisisi dapat diukur dengan membandingkan banyaknya pelanggan baru di setiap segmen yang ada. d) Kepuasan pelanggan (customer satisfaction) Kepuasan pelanggan mengukur tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria spesifik dalam value proportion. b. Customer value proportion yang merupakan pemicu kinerja yang terdapat pada core value proportion didasarkan pada atribut sebagai berikut :
15
a) Product/service attributes yang meliputi fungsi produk atau jasa, harga dan kualitas. Perusahaan harus mengidentifikasi apa yang diinginkan pelanggan atas produk dan jasa yang ditawarkan. b) Customer relationship
adalah strategi dimana perusahaan mengadakan
pendekatan agar pelanggan merasa puas atas produk atau jasa yang ditawarkan. c) Image and reputation membangun image dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan. 3) Perspektif Proses Bisnis Internal Dalam perspektif proses bisnis internal, perusahaan melakukan pengukuran terhadap semua aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan baik manajer maupun karyawan untuk menciptakan suatu produk yang dapat memberikan kepuasan tertentu bagi pelanggan dan juga para pemegang saham. Dalam hal ini perusahaan berfokus pada tiga proses bisnis utama yaitu: a. Proses inovasi Dalam proses inovasi perusahaan harus menciptakan nilai tambah bagi pelanggan, proses inovasi merupakan suatu proses, dimana efisiensi dan efektifitas dari proses inovasi ini akan mendorong terjadinya efisiensi biaya pada proses penciptaan nilai tambah bagi pelanggan. b. Proses operasi Pada proses operasi lebih menitikberatkan pada efisiensi proses, konsistensi, dan ketepatan waktu dari barang atau jasa yang diberikan kepada pelanggan.
16
c. Pelayanan purna jual Pelayanan purna jual adalah tahapan terakhir dalam pengukuran proses bisnis internal dimana pengukurannya dilakukan terhadap pelayanan purna jual kepada pelanggan. Pengukuran ini menjadi bagian yang penting dalam proses bisnis internal karena pelayanan purna jual ini akan memengaruhi tingkat kepuasan pelanggan. 4) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Menurut Budiarti (2005) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mengidentifikasi infrastruktur yang seharusnya dibangun perusahaan dalam menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Sumber utama pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan adalah manusia, sistem, dan prosedur perusahaan. Menurut Kaplan dan Norton (1996:127). Pada perspektif ini terdapat tolok ukur, yaitu : a.
Employee capabilities, dimana kemampuan karyawan dalam organisasi didukung dengan perencanaan dan upaya implementasi pelatihan karyawan yang menjamin kecerdasan dan kreativitas dapat dimobilisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
b.
Information system capabilities, diperlukan informasi-informasi terbaik untuk mencapai tujuan perusahaan. Dengan kemampuan sistem informasi yang memadai, kebutuhan seluruh tingkatan manajemen dan karyawan atas informasi yang akurat dan tepat waktu dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya.
17
c.
Motivation, empowerment, and aligment. Tingkat motivasi karyawan dapat diukur melalui banyaknya sasaran yang diberikan per pekerja, jumlah sasaran yang dilaksanakan, serta mutu saran yang diajukan. Jumlah saran yang berhasil diimplementasikan merupakan indikator tercapainya keselarasan tujuan perusahaan maupun individu.
5) Perspektif Pemberdayaan Karyawan (employee empowerment) Pemberdayaan adalah pemberian tanggungjawab dan wewenang dari manajer kepada karyawan, yang melibatkan adanya sharing informasi dan pengetahuan untuk memandu karyawan dalam bertindak sesuai dengan tujuan organisasi (Baron dan Rue, 1997). Menurut Mulyadi dan Setyawan (2001) pemberdayaan
adalah
pemberian
wewenang
kepada
kayawan
untuk
merencanakan, mengendalikan dan membuat keputusan tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya tanpa harus mendapatkan otorisasi secara eksplisit dari manajer di atasnya. Sedangkan menurut Sudarusman. E (2004) pemberdayaan (empowerment) adalah proses mendorong individu dalam organisasi untuk menggunakan inisiatif, kewenangan dan tanggung jawab dalam menyelesaikan tugasnya. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan adalah pelibatan karyawan, sehingga karyawan benar-benar mampu melaksanakan pekerjaannya dan terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Pemberdayaan karyawan dilakukan dengan menggali potensi yang ada dalam diri setiap karyawan, sehingga pemberdayaan karyawan bukan hanya berupa pendistribusian kekuasaan tapi pengembangan kekuasaan.
18
Menurut Askhenas et.all (1995:43) pemberdayaan karyawan paling tidak memiliki dua dampak penting yaitu dampak terhadap struktur organisasi dan terhadap sistem informasi manajemen. Dampak pemberdayaan terhadap struktur organisasi adalah : a. Organisasi lebih mendatar. Jenjang organisasi dibangun untuk melaksanakan pengendalian terhadap pelaksanaan wewenang yang didelegasikan kepada manajer di bawahnya, agar pengendalian jauh lebih efektif, dalam diri karyawan ditumbuhkan self-imposed control melalui pendidikan, pelatihan, dan penyediaan teknologi memadai sehingga karyawan mampu mengambil keputusan
berkualitas
dan
organisasi
dapat
mengurangi
kebutuhan
pengendalian dari pihak lain. Jika karyawan memiliki kemampuan seperti itu, fungsi manajer menengah menjadi tidak relevan, sehingga jenjang manajer menengah
dapat
dihapus
dari
struktur
organisasi
sehingga
biaya
pengoperasian organisasi menjadi berkurang secara drastis. b. Arus informasi terutama ke arah horizontal. Pemberdayaan karyawan menjadikan
karyawan
mampu
merencanakan,
mengendalikan,
dan
mengambil keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, dengan demikian arus informasi vertikal tidak lagi diperlukan oleh karyawan, karena karyawan dapat melakukan akses ke pusat informasi dan dapat mengambil keputuan berkualitas atas pekerjaannya. Dengan demikian, orientasi karyawan akan diarahkan ke horisontal, karena di arah itulah customer berada dan ke arah itulah semestinya kompetensi karyawan ditunjukkan.
19
c. Kecepatan pengambilan keputusan, yang dapat dinikmati oleh customers. Pemberdayaan karyawan meningkatkan kecepatan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh organisasi dalam berhubungan dengan customers. d. Berkurangnya distorsi informasi. Rantai komando yang terdapat di dalam sistem pendelegasian wewenang memiliki kelemahan bawaan karena panjangnya rantai komando dan tingginya risiko terdistorsi informasi yang dikomunikasikan. Pemberdayaan karyawan memotong rantai komando tersebut, sehingga mengurangi secara signifikan risiko terdistorsinya informasi yang dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan. e. Komitmen untuk melakukan improvement meningkat. Orientasi karyawan ke sistem
yang
digunakan
untuk
menghasilkan
value
bagi
customer
meningkatkan komitmen karyawan terhadap improvement sistem, karena menimbulkan kesadaran bahwa customer-lah yang menentukan kelangsungan hidup organisasi. f.
Pergeseran dari responsibility-at-the-top organization ke responsibility-based organization. Di dalam organisasi yang karyawannya telah diberdayakan, tanggung jawab atas jalannya bisnis perusahaan dapat diserahkan sepenuhnya kepada karyawan. Sehingga organisasi berubah menjadi responsibility-based organization yaitu suatu organisasi yang tanggung jawab atas jalannya bisnis berada di tangan setiap orang dalam organisasi.
g. Perubahan dari organisasi orang bayaran ke organisasi orang bisnis. Di dalam organisasi yang karyawannya telah diberdayakan, karyawan diberi wewenang
20
untuk mengakses ke pusat informasi dan untuk mengambil keputusan bisnis yang menjadi tanggung jawabnya. Sedangkan dampak positif pemberdayaan karyawan terhadap Sistem Informasi Manajemen adalah : a. Karyawan menjadi pemakai informasi untuk pengambilan keputusan. Di dalam manajemen kontemporer, pemakai informasi untuk pengambilan keputusan harian adalah karyawan. Bahkan keputusan-keputusan yang dipandang strategik di dalam manajemen tradisional, sekarang dapat dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, ahli desain sistem informasi manajemen perlu menyadari perubahan ini dan memasukkan perubahan ini ke dalam desain sistem informasinya. b. Informasi keuangan menjadi tipe informasi yang dibutuhkan oleh karyawan. Pemberdayaan karyawan melibatkan karyawan ke dalam keputusankeputusan yang berdampak keuangan. Oleh karena itu, sistem informasi akuntansi perlu didesain sehingga karyawan dapat melakukan akses ke pusat informasi akuntansi untuk memungkinkan karyawan mempertimbangkan besarnya cost effective pekerjaan mereka di dalam menghasilkan value bagi customers. Pemberdayaan karyawan sangat bermanfaat bagi perusahaan, terutama perusahaan jasa yang terlibat langsung dengan customer karena karyawan berhadapan langsung dengan customer.
21
2.1.8 Pengertian Rumah Sakit Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
340/MENKES/PER/III/2010 rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat, sedangkan pengertian rumah sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, dinyatakan bahwa rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Menurut Anwar (Dikutip dari Aurora, 2010), rumah sakit adalah suatu organisasi yang memiliki tenaga medis dan profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. Jadi dapat disimpulkan bahwa rumah sakit adalah bentuk organisasi pengelolaan jasa pelayanan kesehatan individual secara menyeluruh yang di dalam organisasinya terdapat berbagai aktivitas, yang diselenggarakan oleh petugas berbagai jenis profesi, baik profesi medik, paramedik maupun non-medik. Untuk dapat menjalankan fungsinya, diperlukan suatu sistem manajemen menyeluruh yang dimulai dari proses perencanaan strategik, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek.
22
Selama ini rumah sakit menggunakan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagai alat ukur kinerja. SPM adalah spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan minimum yang diberikan oleh BLU kepada masyarakat (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005, pasal 1). Indikator SPM adalah tolok ukur untuk prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi di dalam pencapaian suatu SPM tertentu berupa masukan, proses, hasil, dan atau manfaat pelayanan. Terdapat 21 jenis indikator dalam SPM yang jika digolongkan ke dalam perspektif balanced scorecard termasuk ke dalam perspektif proses bisnis internal dan perspektif pelanggan.
23