BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Bab ini adalah kajian pustaka, yang merupakan hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini. Dalam kajian pustaka memuat teori, metode penelitian, teknik analisis maupun pendekatan lain yang berhubungan dengan penelitian. Kajian pustaka akan dilengkapi dengan landasan teori yang merupakan kerangka acuan untuk mengarahkan penelitian. 2.1. Kajian Pustaka Guna mendukung kepentingan penelitian ini, beberapa hasil penelitian dan pustaka yang berhubungan dengan preferensi masyarakat dalam memilih rumah, dipergunakan sebagai bahan pijakan sekaligus arahan dan suluh bagi kepentingan penelitian. Penelitian Muka pada tahun 2006, di Kabupaten Badung yang meneliti tentang Analisis Sikap dan Perilaku Konsumen dalam Memilih Rumah Sederhana Sehat (RSH) pada PT. Bali Karisma Pratama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih rumah sederhana sehat (RSH) adalah (1) Ketersediaan fasilitas air bersih/PDAM, (2) fasilitas Listrik/PLN, (3) fasilitas telepon. Faktor yang memiliki pengaruh yang relatif kecil bagi konsumen dalam memilih rumah adalah bentuk rumah, kualitas rumah. Hal ini disebabkan karena konsumen dapat menentukan sendiri sesuai dengan yang diinginkan, seperti merubah bentuk dan tipe rumah, menambah ruangan, memilih bahan atau material yang berkualitas. Sistem pembayaran dan harga rumah juga 7
memiliki pengaruh yang relatif kecil dalam memilih rumah, hal ini karena mereka dapat menentukan sistem pembayaran dan menekan harga rumah menjadi lebih murah. Penelitian Swihendra pada tahun 2006 yang meneliti tentang Analisis Tingkat Preferensi Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kabupaten Badung Terhadap Perumahan Menyongsong Puspem Baru, menyebutkan bahwa faktor yang menjadi hal pertimbangan dan harus dikonsentrasikan pengembang untuk memenuhi pangsa pasar Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kabupaten Badung akan perumahan, dari urutan tertinggi adalah faktor lokasi, harga, sistem pembayaran sarana prasarana, dan terakhir adalah faktor disain bangunan. Hampir semua responden memiliki minat untuk memiliki rumah yang dekat dengan tempatnya bekerja, tersedianya jaringan infrastruktur, dan fasilitas sosial yang memadai. Dalam penelitian Tryuly pada tahun 2010 yang meneliti Identifikasi Preferensi Rumah Bagi Mayarakat Berpenghasilan Rendah di Kota Palembang berdasarkan metode Hierarchical Cluster dan Discriminant Analysis, menyebutkan bahwa, preferensi masyarakat berpendapatan rendah terhadap ruang dan bahan bangunan dipengaruhi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat seperti usia, pekerjaan, penghasilan, pendidikan dan jumlah anggota keluarga. Setiap daerah yang diteliti oleh Tryuly, 2010 memiliki preferensi yang berbeda dalam memilih rumah. Dalam penelitian Nurhadi pada tahun 2004 yang dilakukan di 3 (tiga) lokasi perumahan, yang meneliti tentang Preferensi Masyarakat dalam Memilih Perumahan Perkotan di Kota Tanggerang (Studi kasus: Perumahan Banjar Wijaya, Poris Indah 8
dan Perumnas IV), menyatakan bahwa preferensi masyarakat dalam memilih rumah sangat bervariasi, setiap individu mempunyai keinginan berbeda-beda dalam memilih rumah. Masyarakat berpendapatan rendah cenderung memilih faktor sosial dan ekonomi, lingkungan sosial, dan keterjangkauan sebagai faktor utama dalam memilih rumah. Sementara itu, masyarakat berpendapatan sedang, cenderung memilih faktor lingkungan baik fisik maupun sosial serta ketersediaan sarana dan prasarana pendukung perumahan, sedangkan masyarakat berpendapatan tinggi cenderung memilih faktor ketersediaan sarana dan prasarana pendukung perumahan dan bentuk rumah. Dari Kajian pustaka tersebut sampai saat ini belum dijumpai penelitian yang meneliti preferensi masyarakat dalam memilih rumah dilakukan di Kota Denpasar yang memiliki karakteristik sosial budaya yang berbeda dengan daerah yang lain. Kajian pustaka ini, selain dimaksudkan untuk kepentingan yang berhubungan dengan kemurnian penelitian juga dimaksudkan sebagai gambaran pijakan dari penelitian. Adapun hasil penelitian dan pustaka yang diacu akan dijelaskan sesuai dengan tabel 2.1 di bawah ini:
9
10
11
Jika dilihat dari keempat penelitian tersebut di atas, menjadi sangat kompleks preferensi masyarakat dalam memilih rumah. Penelitian Muka dan Swihendra pada tahun 2006 mendapatkan hasil penelitian yang berbeda. Swihendra melihat preferensi dengan latar belakang pekerjaan yang sama yaitu sebagai pegawai negeri sipil, sedangkan Muka, meneliti pada satu perumahan dari masyarakat yang sudah memiliki rumah saja, sedangkan masyarakat yang belum memiliki rumah tidak diteliti. Penelitian Trywuly pada tahun 2010 melihat dari wujud fisik perumahan dari segi bahan bangunan dan luas ruang rumah. Sedangkan penelitian Nurhadi pada tahun 2004 mengambil sampel di tiga lokasi perumahan yang berbeda pada masyarakat yang sudah mempunyai rumah dan dilakukan di daerah Tangerang, yang memiliki sosial budaya yang tidak sama dengan di daerah Bali khususnya di Kota Denpasar. Melihat penelitian yang dilakukan oleh Muka (2006), Swihendra (2006) dan Trywuly (2010) dan Nurhadi (2004) perlu dilengkapi dan diexsplorasi lagi mengenai preferensi masyarakat di Kota Denpasar yang lebih mendalam lagi sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga menambah pengetahuan tentang preferensi masyarakat, yang nantinya akan mempengaruhi perencanaan suatu perumahan di Kota Denpasar, dan menjadi dasar bagi pemerintah maupun investor di dalam mengembangkan suatu kawasan perumahan. Penelitian akan dilakukan di Kota Denpasar berdasarkan golongan masyarakat berpendapatan rendah, menengah dan tinggi. 12
2.2. Landasan Teori Landasan teori terdiri dari pengertian dan pendapat yang tersusun secara sistematis sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena yang ada, serta mengarahkan penelitian yang berhubungan dengan preferensi masyarakat dalam memilih rumah. 2.2.1. Fungsi dan Peranan Rumah Rumah mempunyai beberapa fungsi-fungsi, yaitu: (1) rumah berfungsi sebagai tempat tinggal: fungsi ini mengacu pada pengertian bahwa rumah mempunyai fungsi sebagi tempat menetap dan bermukimnya seseorang. Bermukim, pada dasarnya mengacu pada adanya ketenangan. Ketenangan ruang (spasial) dalam rumah membawa pula pada ketenangan rohani bagi manusia, (2) rumah berfungsi sebagai mediasi antara manusia dengan dunianya: fungsi rumah mengacu pada fungsi rumah sebagi tempat manusia menarik diri dari keramaian dunia untuk menemukan ketenangan batin, (3) rumah berfungsi sebagai arsenal: fungsi ini mengacu kepada fungsi rumah sebagai tempat dimana manusia mendapatkan kekuatan kembali. Hubungan dialektik antara manusia dan dunianya suatu ketika akan melakukan dan menghabiskan energi. Penguatan kembali dilaksanakan baik dalam arti fisis, maupun dalam arti rohani di dalam rumah (Budihardjo, 1998:49) Rumah
selain
sebagai
tempat
tinggal
juga
sebagai:
(1)
tempat
pengejawantahan jatidiri: rumah sebagai simbol dan pencerminan tata nilai selera pribadi penghuninya, (2) wadah keakraban: rasa memiliki, kebersamaan, kehangatan,
13
kasih sayang dan rasa aman tercakup dalam konsep ini, (3) tempat meyendiri dan menyepi: rumah disini merupakan tempat kita melepaskan diri dari dunia luar, dari tekanan, dan ketegangan, dan dari kegiatan rutin, (4) Akar dan kesinambungan: dalam konsep ini rumah dilihat sebagai tempat untuk kembali pada akar dan menumbuhkan rasa kesinambungan dalam untaian proses ke masa depan, (5) wadah kegiatan utama sehari-hari, (6) pusat jaringan sosial, dan (7) struktur fisik (Budihardjo, 1998:50) Sementara Turner dalam Nurhadi, 2004:21, menyatakan bahwa pada dasarnya rumah (hunian) berfungsi sebagai tempat bermukim, namun selain itu rumah (hunian) juga mempunyai fungsi lainnya, yaitu: (1) rumah (hunian) sebagai penunjang
identitas
keluarga:
harus
memiliki
fungsi
sebagai
tempat
berteduh/pelindung dari iklim dan gangguan lingkungan sekitarnya. Fungsi ini diwujudkan pada kualitas hunian atau perlindungan yang diberikan oleh rumah (hunian) tersebut (the quality of shelter provided by housing), (2) rumah (hunian) sebagai penunjang kesempatan (opportunity) keluarga: rumah (hunian): rumah dalam hal ini harus memiliki fungsi sebagai penunjang kesempatan keluarga untuk berkembang dalam kehidupan sosial, budaya dan ekonomi atau sebagai fungsi pengembangan keluarga dan sebagai sumber penghasilan, (3) rumah sebagai pemberi rasa aman bagi keluarga, dalam artian terjamin keadaan keluarga dimasa depan setelah memiliki rumah, jaminan keamanan atas kepemilikan rumah dan tanah. Berdasarkan fungsi-fungsi di atas, maka sebuah rumah merupakan suatu tempat tinggal bagi penghuninya apabila rumah itu dapat memberikan tempat 14
perlindungan yang layak, akses ke sumberdaya, serta rasa aman. Dari proses bermukimnya, calon penghuni rumah (hunian) tidak semata-mata hanya melihat kondisi fisik bangunan saja tetapi lebih mempertimbangkan faktor-faktor lokasi, suasana lingkungan, tetangga sekitar, biaya hidup langsung atau tidak langsung, fasilitas dan pelayanan sosial (Budihardjo, 1998:52). Sementara itu menurut Aprawati (1998:49), rumah (hunian) selain menjadi tempat
berlindung,
juga
mempunyai
peranan
lain
yaitu
sebagai
tempat
berlangsungnya proses sosialisasi-proses dimana seseorang individu diperkenalkan kepada nilai, adat kebiasaanya yang berlaku dalam masyarakat, juga tempat manusia memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan hidup ini sesuai dengan peradaban
manusia yang semakin tinggi tidak saja terbatas pada kebutuhan untuk mempertahankan diri tetapi juga meningkat pada kebutuhan yang lebih tinggi nilainya, misalnya kebutuhan untuk bergaul dengan manusia lain (kebutuhan akan rasa cinta kasih), kebutuhan akan harga diri, kebutuhan akan rasa aman dan juga kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. The American Public Health Association telah meneliti dan merumuskan empat fungsi pokok rumah sebagai tempat tinggal yang sehat bagi setiap manusia dan keluarganya selama masa hidupnya keempat fungsi pokok itu adalah untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia yang pokok, untuk memenuhi kebutuhan rohani manusia yang pokok, tempat perlindungan penyakit menular dan tempat perlindungan terhadap gangguan atau kecelakaan (Gunawan, R, 2009:10).
15
Dalam pengertian rumah sebagai tempat tinggal yang dapat memenuhi kebutuhan rohani manusia, rumah berfungsi sebagai tempat yang dapat memberikan perasaan aman dan tentram bagi seluruh keluarga. Dengan demikian, seluruh anggota keluarga merasa senang berkumpul dan hidup bersama, belajar, saling menghargai, dan masing dapat mengembangkan sifat dan kepribadian sehat. 2.2.2. Tingkatan Kebutuhan Manusia terhadap Rumah Beberapa
tingkatan
kebutuhan
manusia
terhadap
rumah
dapat
dikategorisasikan sebagai berikut (Maslow dalam Sastra, 2006:55): survival needs; pada tingkatan ini rumah merupakan sarana menunjang keselamatan hidup manusia. Kebutuhan untuk dapat selamat dan tetap hidup, terlindung dari gangguan iklim maupun mahluk hidup lainnya, safety and security needs; kebutuhan terhadap keselamatan dan keamanan yang ada pada tingkat berikut ini terkait dengan keselamatan dari kecelakaan, keutuhan anggota sarana perlindungan untuk keselamatan anggota badan dan hak milik tersebut, affiliation needs; pada tingkatan ini rumah merupakan sarana agar dapat diakui sebagai anggota dalam golongan tertentu. Rumah disini berperan sebagai identitas seseorang untuk diakui dalam golongan masyarakat. Tingkatan berikutnya adalah esteem needs; pada tingkatan ini, rumah sudah bukan tergolong kebutuhan primer lagi tetapi sudah meningkat kepada kebutuhan paling tinggi yang harus dipenuhi setelah kebutuhan pokok terpenuhi. Rumah yang mewah, bagus, dapat memberikan kebanggaan dan kepuasan kepada pemilik rumah tersebut, cognitive and aesthetic needs; tingkatan yang paling tinggi dari kebutuhan 16
manusia ini terkait dengan aspek psikologis, seperti halnya esteem need. pada level ini rumah tidak saja merupakan sarana peningkatan kebanggaan dan harga diri, tetapi juga dapat dinikmati keindahannya pada lingkungan sekitarnya. Menurut Maslow dalam Budiahrdjo, 1998:54 ada 3 (tiga) ukuran yang relevan dengan pengamatan rumah dan lingkungannya, yaitu kebutuhan jasmaniah dan lingkungan, kebutuhan sosialisasi dan kebutuhan estetik. Tuntutan kebutuhan terhadap rumah akan selalu berubah sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi Dilihat dari tingkatan ini, tuntutan masyarakat perkotaan terhadap hunian berada pada tingkat 3 ke atas, yang berbeda dengan tuntutan masyarakat desa terhadap hunian yang masih berada pada tingkat 1,2,3. Karena perbedaan kondisi sosial, ekonomi, serta budaya, masyarakat perkotaan mempunyai tuntutan yang lebih tinggi terhadap rumah bila dibandingkan dengan masyarakat perdesaan, sehingga standar yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam pengadaan perumahan diperkotaan pun perlu disesuaikan. Agar program pembangunan perumahan dan permukiman yang sesuai dengan tuntutan dan arahan pengembangan dapat terwujud maka perlu disusun strategi pembangunan perumahan dan permukiman yang lebih bersifat rasional. 2.2.3. Pembangunan Perumahan dan Permasalahannya Pembangunan perumahan mempunyai pengaruh terhadap perkembangan kota. Terkait dengan kondisi perekonomian Indonesia yang terus meningkat kemampuan usaha swasta di bidang perumahan juga meningkat luar biasa. Skala pembangunan
17
perumahan yang diorganisasikan oleh usaha swasta telah meningkat sampai pada angka ribuan bahkan mungkin puluhan hektar. Termasuk tatanan kota yang dibentuk oleh hasil usaha swasta dalam hal perumahan (Kuswartojo,2005:4). Keberadaan masyarakat lapisan bawah memang tidak dapat dihindari karena jumlah penduduk kota memang akan terus membesar dan lapisan bawah perdesaan akan bermigrasi ke kota. Lapisan bawah ini diantaranya biasanya bekerja sebagai karyawan swasta sebagai pegawai tidak tetap. Pembangunan
perumahan
dan
permukiman
meliputi
pembangunan
perumahan pada suatu kawasan yang ditata dengan perencanaan yang baik sesuai dengan tata ruang dan tata guna lahan, dilengkapi dengan prasarana dan fasilitas lingkungan, agar masyarakat
dapat menempati perumahan yang sehat untuk
mendukung kelangsungan dan peningkatan kesejahteraan sosial (Blaang, C.D, 1986:7). Pembangunan perumahan skala besar dewasa ini lebih dominan dibandingkan dengan skala kecil dalam jumlah yang banyak sehingga akan mengefisienkan pengembangan sarana dan prasarana, memungkinkan dapat dikembangkannya masyarakat kota dengan dinamika dan dampak lingkungannya. Dengan pembangunan skala besar ini pula dapat diterapkan subsisdi silang dan pengembangan fasilitas pelayanan yang tidak harus membebani fasillitas yang ada. Dari segi bisnis jelas ini lebih memberi jaminan keberlanjutan usaha. Karena badan usahalah yang
18
mempelopori pembangunan perumahan pada skala besar. Semangat badan usaha swasta untuk membangunan perumahan skala besar ini ternyata terus meningkat. Pembangunan perumahan saling terkait antara instansi pemerintah Badan Pertanahan Nasional (BPN), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), konsumen (masyarakat), developer (pengembang), perancang (arsitek), Perusahaan Listrik Negara (PLN), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Perbankkan, pemilik tanah dan industri bahan bangunan. Di antara banyak faktor yang terkait dalam kegiatan pembangunan kota, dapat dilihat faktor-faktor pokok yang merupakan variabel terwujudnya pembangunan perumahan dengan fluktuasi tertentu diantaranya, faktor kependudukan, pertanahan, keterjangkauan daya beli masyarakat, teknologi, jasa konstruksi, kelembagaan dan peraturan perundangan (Adisasmita, R, 2010:107). Ketersediaan sarana dan prasarana pun menjadi faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembangunan perumahan. Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, sarana lingkungan merupakan fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Prasarana lingkungan merupakan kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Ketersediaan sarana dan prasarana pada lingkungan perumahan yang dihuni, diharapkan konsumen agar aktifitas kehidupannnya dapat berjalan dengan baik dan mudah. Dengan kata lain, suatu lingkungan perumahan hendaknya suatu wadah dari
19
unsur-unsur pokok kehidupan masyarakat, yaitu : wisma (tempat tinggal), karya (tempat kerja, marga (tempat berkomunikasi) dan suka (tempat berkreasi). Sarana lingkungan yang menjadi fasilitas penunjang dalam lingkungan perumahan antara lain (Sastra,2006:146): toko, pertokoan, pusat perbelanjaan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan, fasilitas olah raga, lapangan terbuka, balai pertemuan dan taman/tempat bermain. Sedangkan Prasarana lingkungan dapat berupa : jalan, saluran air minum kota/PDAM, keran kebakaran, pembuangan air limbah, pembuangan air hujan, jaringan listrik dan pembuangan sampah. Prasarana dan sarana umum berperan sebagai fasilitas yang dibutuhkan masyararakat dan menjadi tanggung jawab pemerintah karena menyangkut hajat orang banyak, baik untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari maupun kebutuhan sekunder. Tanggung jawab tersebut menyangkut penyediaan dan pengaturan dalam pengelolaan prasarana dan sarana. Akan tetapi, tidak berarti bahwa pemerintah harus menyediakan secara keseluruhan karena sebagian tanggung jawab dapat diserahkan kepada pihak swasta atau BUMN (Sadyohutomo, M, 2008:133). 2.2.4. Pengertian Preferensi Preferensi berasal dari bahasa Inggris " preference " yaitu something prefered, one's first choice, greater liking, giving of priority advantage to something, (Shister dalam Swihendra 2006:5), yang berarti sesuatu yang lebih diminati, suatu pilihan utama, merupakan kebutuhan prioritas dan memberi keuntungan yang lebih baik. Preferensi merupakan suatu hal yang harus didahulukan, dan diutamakan 20
daripada yang lain, prioritas, pilihan, kecenderungan dan yang lebih disukai (Departemen Pendidikan Nasional, 2001:70). Preferensi bersifat evaluatif dalam menilai lingkungan sekitarnya sehingga dapat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan sedangkan persepsi merupakan pengalaman untuk merasakan lingkungan sekitarnya. Preferensi adalah suatu keinginan atau kecenderungan individu untuk memilih dan memiliki sesuatu (Triyuly, 2010:3). Preferensi perumahan dapat juga diartikan sebagai keinginan untuk memilih dan memiliki suatu kondisi atribut perumahan dengan penghuni sebagai suatu pengambil keputusan (decision maker) sehingga di dalamnya terkandung makna suatu proses penghuni mewujudkan kondisi rumah yang diinginkan. Preferensi berhubungan dengan perilaku, persepsi, respon dan tanggapan dalam pengambilan keputusan atau beberapa pilihan alternatif. Persepsi individu dalam konteks lingkungan dibedakan atas environmental perception atau preference, environmental cognition dan environmental perception (Rapoport dalam Triyuly, 2010:3). Preferensi berdasarkan pada latar belakang tingkat kebutuhan dan kepentingan yang berbeda yang dipengaruhi oleh informasi yang berasal dari persepsi dan interaksi masyarakat dengan masyarakat lainnya. Preferensi perumahan masyarakat berhubungan dengan skala prioritas masyarakat terhadap perumahan dimana masyarakat berpendapatan rendah lebih mementingkan skala prioritas lokasi perumahan yang dekat dengan tempat bekerja daripada status kepemilikan tanah dan 21
kualitas perumahan (Turner dalam Triyuly, 2010:3). Preferensi berhubungan dengan proses kognitif yang terlibat dalam pembentukan representasi mental dan pengalaman tentang lingkungan, antar budaya dalam pengalaman lingkungan, yang berhubungan dengan citra. Untuk memudahkan mencari
preferensi
seseorang
dilakukan
serangkaian
percobaan
ekstensif
menggunakan keragaman contoh adegan untuk analisis penilaian preferensi untuk mengidentifikasi
kelompok
contoh
yang
ditemukan
serta
mengembangkan
pemrosesan informasi model preferensi (Purcell and Berto, 2001:4). Hal ini didukung oleh penelitian (Hagerhall, 2001:9), menyebutkan bahwa penampilan gambar serta adegan/video akan memudahkan di dalam mencari preferensi seseorang, sehingga dapat dilihat jenis, kualitas serta kelompok lingkungan. Preferensi adalah keinginan/pilihan manusia yang memiliki karakteristik bervariasi yang merupakan sumber utama pola dan tren pada populasi perkotaan dan daerah. Peran preferensi dalam distribusi populasi merupakan fenomena yang kompleks. Sebuah pergerakan akan terjadi jika nilai manfaat melebihi dari nilai harga (Graves, 2009:6). Tingkat penyediaan dan kenyamanan fasilitas barang publik yang memadai sangat mempengaruhi tingkat preferensi masyarakat dalam memilih suatu lokasi perumahan. Setiap perencanaan tempat tinggal perlu memahami karakteristik-karakteristik psikologi yang muncul dari sebuah tempat tinggal. Faktor estetika menjadi penting bagi mereka yang menjadikan tempat tinggal sebagai ekspresi kepribadian penghuni.
22
Hunian bukan hanya sekedar tempat tinggal, namun menjadi kebutuhan psikologis sebagai identitas dan eksistensi mereka (Halim, D.K, 2008:209). 2.2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Memilih Rumah Rumah merupakan tempat berlindung yang dibuat dari beberapa dasar kebutuhan biologi dan proses sosial, untuk kelangsungan hidup manusia. Rumah juga merupakan status simbol baik untuk lingkungan (community) untuk keluarga sendiri. Dari sisi kepentingan, pada manusia selalu ada perasaan atau keinginan untuk menempati suatu lingkungan perumahan yang baik (Knox, 1982:71). Naluri manusia menuntut adanya keserasian mereka dengan alam atau lingkungan sekitar dan menginginkan keharmonisan hubungan diantara mereka. Manusia akan selalu berusaha mencari lokasi tempat tinggal di mana kebutuhan fisik logis dan kebutuhan sosial dapat terpenuhi. Penilaian lokasi perumahan antara satu individu dengan individu yang lainnya tidaklah sama, karena latar belakang tingkat kebutuhan dan kepentingan yang berbeda-beda. Individu memperoleh pengetahuan tentang suatu tempat dari persepsi dan interaksinya dengan individu lainnya. Informasi yang didapat ini setelah melalui proses di dalam setiap individu ini kemudian membentuk kelompok dan kelompok ini membentuk berbagai variasi bentuk kluster dari individu-individu yang mempunyai persamaan dalam ekonomi, sosial, politik, serta pandangan atau referensi tentang tempat tinggalnya. Konsekuensi dari proses ini adalah agregat tingkah laku dari individu di dalam menentukan suatu lokasi. Karakteristik ruang sosial dari suatu kota dan ekspresi dari suatu lingkungan sangat menentukan di dalam pemilihan lokasi 23
tempat tinggalnya. Kerangka dari referensi ini merupakan hasil dari beberapa faktor termasuk usia, latar belakang sosial, kepercayaan (agama) dan latar belakang etnis (Golledge & Stimson, 1990:21). Model-model tingkah laku rumah tangga di dalam memilih lokasi tempat tinggalnya diklasifikasikan menjadi 2 (dua) kategori dasar: (1) pilihan lokasi tempat tinggal dapat dijelaskan dalam pengertian “trade off” antara biaya transportasi dan harga rumah, (2) model perilaku mikro yaitu model yang mempunyai asumsi bahwa aksesibilitas bukan syarat utama dalam pemilihan lokasi tempat tinggal, tetapi kenyamanan lingkungan, sosial ekonomi, psikologi dan waktu. Faktor ini bekerjasama dan menghasilkan bermacam-macam penjelasan tentang pembuatan keputusan. Pedekatan ini memberikan tekanan pada saat keputusan pemilihan lokasi ini dibuat. Yeates dan Gurner (1980:5) menyatakan bahwa dalam menentukan keputusan mengenai rumah atau tempat tinggal, seseorang akan mempertimbangkan banyak faktor antara lain pekerjaan, penghasilan, jumlah anggota keluarga, lingkungan, sarana dan prasarana serta lokasi. Keputusan individu dalam memilih lokasi tempat tinggalnya merupakan hasil dari suatu proses yang dialami individu tersebut, yang melibatkan faktor fisik lingkungan maupun faktor sosial ekonomi. Preferensi lokasi tempat tingal dipengaruhi oleh 2 (dua) perspektif, yaitu: Perspektif sosial-ekonomi: perspektif yang memandang preferensi lokasi tempat tinggal dalam kaitannya dengan siklus hidup, status ekonomi dan gaya hidup, (2) perspektif kelas sosial dan etnis: perspektif yang lebih menekankan preferensi 24
lokasi tempat tinggal pada pengelompokkan berdasarkan kelas, jenis pekerjaan dan kesukaan. Selain karakteristik keluarga, faktor lain yang juga mempengaruhi dalam memilih tempat tinggal adalah faktor fisik lingkungan. Morris & Winter (1978:10) mengatakan bahwa faktor-faktor yang melatar belakangi kepuasaan terhadap tempat tinggal adalah: demografi dan sosial ekonomi (meliputi tingkat kehidupan, status ekonomi, dan struktur keluarga), ketidakpuasan terhadap tempat tinggal yang lama, pengaruh dari kondisi perumahan, tetangga dan lingkungan ditempat yang baru. Hubungan antara faktor tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini: Gambar. 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi dalam Memilih Rumah Demographic & Socio-Economic Characteristics Stage of The Family Life Income Occupation
Normative Housing Deficits Tenure Housing Satisfaction
Structure Type Space
Education
Quality and Expenditure
Family Structure
Neighbourhood
Neighbourhood Satisfaction
Sumber : Maslow dalam Budihardjo, 1998:21
Menurut Richardson (1978:15), keadaan perumahan suatu negara dengan negara lain tidaklah sama tetapi bervariasi, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu: tingkat perkembangan ekonomi suatu negara, 25
ketersediaan lahan, preferensi perumahan dan lingkungan lembaga suatu negara. Preferensi perumahan akan cenderung lebih dikaitkan dengan tingkat pendapatan dan lokasi perumahan menurut masyarakat sebagai konsumen. Keterkaitan tersebut dapat diilustrasikan seperti berikut (Reksohadiprodjo & Karseno, 1997:90): banyaknya masyarakat yang berpendapatan tinggi akan menyebabkan permintaan yang tinggi atas rumah. Umumnya mereka akan memilih lokasi diluar kota, masyarakat yang berpendapatan rendah lebih cenderung bermukim di dalam atau di dekat kota. Keadaan tersebut didukung teori struktur internal kota dari Burgess yang menjelaskan faktor-faktor lokasi penting bagi tingkat penghasilan. Pilihan lokasi hunian masyarakat umumnya akan berusaha mendekati lokasi aktivitasnya. Namun dalam perkembangan penggunaan lahan diperkotaan lebih dititikberatkan pada segi ekonomis lahan. Semakin dekat dengan pusat aktivitas dan semakin tinggi aksesibilitas lokasi, maka guna lahan yang berkembang di atasnya akan berkembang semakin intensif. Hal ini akan mempengaruhi pemilihan dan peruntukan lahan bagi pembangunan perumahan dan permukiman. Gambar. 2.2 Struktur Kota Konsentris Menurut Burgess
Sumber: Daldjoeni, Geografi Baru 1997:150
26
Menurut Burgess, zona II dan III adalah kawasan perumahan kaum buruh rendahan, termasuk para migran. Mereka bertumpuk disitu karena letaknya relatif dekat dengan tempat kerja mereka. Untuk tinggal di zona IV dan V tidak mungkin, karena dibutuhkan biaya tambahan untuk transportasi (Daljoeni, 1997:150). Sementara itu, Drakakis Smith dalam Budihardjo, 1987, mengajukan pokokpokok pikiran tentang keterkaitan antara preferensi dibidang perumahan dengan tingkat penghasilan masyarakat dinegara berkembang dalam suatu diagram sebagai berikut: Gambar 2.3 Diagram Prioritas/Preferensi Perumahan Terhadap Tingkat Penghasilan
Sumber: Drakakis Smith dalam Budihardjo, 1987:25
Diagram di atas terlihat bahwa semakin meningkat penghasilan seseorang, maka dia akan semakin memprioritaskan kebutuhan fasilitas sosial dan kenyamanan dalam pemilihan perumahan, baru kemudian masalah status kepemilikan dan masalah lokasi tempat kerja. Hal ini juga mengartikan bahwa masyarakat berpendapatan rendah, cenderung untuk memperioritaskan lokasi perumahan yang dekat dengan 27
tempat kerja daripada status kepemilikan atau fasilitas sosial dan tingkat kenyamanannya. Turner dalam Nurhadi (2004:75), yang merujuk pada teori Maslow, menyatakan bahwa adanya kaitannya antara kondisi ekonomi seseorang dengan skala prioritas kebutuhan hidup dan prioritas kebutuhan perumahan, seperti terlihat pada gambar dibawah ini: Gambar 2.4. Kaitan antara Prioritas Kebutuhan Hidup dan Perumahan terhadap Tingkat Pendapatan
Sumber: Turner dalam Panudju 1999:11
Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa preferensi masyarakat berdasarkan besarnya pendapatannya terhadap prioritas pemilihan perumahan berbeda-beda. Masyarakat yang berpendapatan rendah misalnya, dalam menentukan prioritas tentang rumah cenderung meletakkan prioritas utama pada lokasi yang berdekatan dengan tempat yang dapat memberikan kesempatan kerja. Status 28
pemilikan rumah dan lahan menempati prioritas kedua, sedangkan bentuk maupun kualitas rumah prioritas terakhir. Bagi mereka yang terpenting adalah tersedianya rumah
untuk
kehidupannya.
berlindung
dan
beristirahat
dalam
upaya
mempertahankan
Seiring dengan meningkatnya pendapatan, prioritas kebutuhan
perumahannya akan berubah pula. Status pemilikan rumah maupun lahan menjadi prioritas utama, karena orang atau keluarga tersebut ingin mendapatkan kejelasan tentang status kepemilikan rumahnya. Dengan demikian, mereka yakin bahwa tidak akan tergusur, sehingga mereka dapat bekerja dengan tenang untuk menaikkan pendapatannya (Turner dalam Nurhadi, 2004:78). Sementara itu, Bourne dalam Nurhadi, 2004:78:80 menyatakan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi masyarakat dalam memilih rumah adalah adalah: (1) Aksebilitas kepusat kota: jalan raya utama, transportasi umum ketempat kerja, pusat perbelanjaan, sekolah dan tempat rekreasi, (2) Karakteristik fisik lingkungan perumahan: kondisi fisik jalan dan pedestrian, pola jalan, suasana tenang, privat lapang dan indah, (3) Fasilitas dan pelayanan: kualitas dari utilitas, sekolah, polisi dan petugas pemadam kebakaran, (4) lingkungan sosial: permukiman yang bergengsi, komposisi sosial ekonomi, etnis dan demografi, (5) Karakteristik site dan rumah: luas tanah, luas bangunan, jumlah kamar dan biaya pemeliharaan. Preferensi dipengaruhi oleh prilaku konsumen yang menggambarkan aktifitasaktifitas ketika memilih, membeli dan menggunakan barang dan jasa shingga memuaskan kebutuhan dan keinginnannya (Suprapti,2010:2). Aktifitas-aktifitas itu melibatkan proses mental, emosi dan fisik. Perilaku konsumen dapat dipengertian kan 29
sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam proses mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barang-barang dan jasa. Perilaku konsumen sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakantindakan tersebut (Engel, 2001:16). Studi perilaku konsumen tidak semata-mata memusatkan perhatian pada saat konsumen bertransaksi dengan penjual, melainkan juga membahas aktivitas sebelum dan setelah transaksi terjadi. Hubungan antara satu tahap dan tahap lainnya mempresentasikan pendekatan proses pembuatan keputusan (decision making) (Suprapti, 2010:4). Konsumen bisa memainkan peran yang berbeda dalam proses pembelian yang berbeda, misalnya bertindak sebagai pihak yang mempengaruhi (influencer), sebagai pembeli (purchaser), sebagai pengambilan keputusan (decision maker), atau sebagai pengguna (user). Perilaku konsumen, baik konsumen individu maupun konsumen organisasi, dipengaruhi oleh faktor di dalamnya dirinya (seperti persepsi, preferensi, pembelajaran, kepribadian, sikap dan sebagainya) dan oleh faktor diluar dirinya atau faktor lingkungan (seperti faktor situasi, kelompok referensi, keluarga dan lingkungan) (Suprapti, 2010:20). Dalam variabel perilaku konsumen terdiri dari (Mangkunegara, 2002:23): motif, yaitu suatu dorongan dari dalam diri untuk mencapai tujuan membeli, selction 30
kriteria (kriteria memilih), yaitu seperangkat motif yang berhubungan dengan tingkat produk yang menjadi pertimbangan, brand comprehensive (pemahaman merek), yaitu pengetahuan tentang berbagai merek barang yang akan dibeli, attitude (sikap), yaitu kesukaan kepada merek yang didasarkan atas kriteria memilih, intention (niat, maksud), yaitu prediksi yang meliputi kapan, dimana dan bagaimana konsumen bertindak terhadap suatu merek, dan dipengaruhi pula oleh faktor lingkungan, confidence (kepercayaan) yaitu keyakinan terhadap suatu merek tertentu misalkan developer yang membangun perumahan, satisfaction (kepuasan) yaitu tingkat penyesuaian antara kebutuhan dengan pembelian barang yang diharapkan oleh konsumen. Perilaku konsumen melibatkan berbagai aktivitas, baik yang sifatnya mental, emosi dan fisik. Berfikir merupakan satu aktivitas mental, misalnya pengolahan informasi yang melibatkan memori otak ketika seseorang menerima suatu stimuli pemasaran. Aktivitas emosi menyangkut evaluasi terhadap suatu produk atau jasa sehingga menimbulkan perasaaan senang atau tidak senang terhadap produk atau jasa tersebut. Aktivitas fisik misalnya kegiatan memilih atau memutuskan satu produk yang akan dibeli diantara beberapa produk yang tersedia di pasar. Perilaku konsumen terjadi karena didasari motif tertentu. Setiap tindakan konsumen dilakukan untuk mencapai tujuan yaitu memuaskan suatu kebutuhan dan atau keinginan. Motivasi seringkali tersembunyi dan tidak dapat diobservasi. Dalam hal ini, keberadaan teori sangat berguna untuk membantu memahami motif apa yang mendorong seseorang untuk berperilaku 31
tertentu. Perilaku konsumen menunjukkan sebuah proses yang berkesinambungan, sejak konsumen belum melakukan pembelian, saat pembelian dan setelah pembelian terjadi. Dalam penentuan perumahan dipengaruhi oleh faktor manusia, iklim, lingkungan, sosial (tradisi), keadaan ekonomi (gaji/upah penghuni), penggunaan bahan bangunan, hukum dan peraturan setempat dan teknologi. Faktor tersebut akan selalu berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat (Frick,1982:41). Kerangka pendekatan studi perilaku menekankan bahwa latar belakang manusia seperti pandangan hidup, kepercayaan yang dianut, nilai-nilai dan norma yang dipegang akan menentukan perilaku seseorang antara lain tercermin dalam cara hidup dan peran yang dipilih oleh masyarakat. Konteks kultural dan sosial akan menentukan sistem aktivitas atau keinginan manusia (Rapoport dalam Setiawan, 2010:23). Sehingga keinginan seseorang dipengaruhi oleh hubungan antara budaya, perilaku, sistem aktivitas dan tata ruang itu sendiri. Manusia dengan beragam aspirasi dan persepsinya, cenderung direduksi menjadi sekumpulan komponen biotis (dalam pendekatan ekologis), sekumpulan komponen penggerak kegiatan ekonomi atau faktor produksi (pendekatan fungsional-ekonomis), serta sekumpulan kelas sosial yang saling bertentangan (dalam pendekatan sosial-politis). Kenyataan bahwa masyarakat terdiri dari sekumpulan manusia yang mempunyai ide, pikiran, kebiasaanya, perilaku dan aspirasi yang berbeda. Mengingat bahwa isu-isu pembangunan berkelanjutan meliputi pula isu-isu yang menyangkut distribusi, keadilan, pemerataan, hak asasi dan demokrasi, pendekatan-pendekatan ekologis dan 32
fungsional perlu diperkaya dengan pendekatan sosio politik dan kultural-keprilakuan (Flanagan, R, 1992:15).
Gambar 2.5. Konteks Kajian Arsitektur dan Perilaku
Latar Belakang Budaya
Pengaruh Komunitas
Memanfaatkan Keinginan/ kemampuan
LINGKUNGAN MASYARAKAT
Latar Belakang Kepribadian
LINGKUNGAN FISIK
DALAM
Pengaruh Teknologi
Sumber Daya/Kesempatan
Keterbatasan/ Resiko
Pengambilan keputusan
Mengatasi
Sumber: Setiawan, 2010:16
Masalah perancangan arsitektur dan kota saat ini tidak dapat terselesaikan hanya dengan pendekatan ekologis, pendekatan ekonomi dan fungsional dan pendekatan sosial politik, diperlukan pendekatan-pendekatan baru yang lebih memperhatikan interaksi yang melibatkan keputusan-keputusan manusia itu sendiri dan keinginan dari manusia itu sendiri (Rapoport dalam Setiawan, 2010:16). Gambar 2.6. Hubungan Antara Budaya, Perilaku, Sistem Aktivitas dan Sistem Setting Budaya
Pandangan Hidup
Nilai yang Dianut
Cara Hidup
Sistem Aktivitas
Sistem Setting
Latar belakang pandangan hidup, nilai-nilai dan kebiasaan hidup tertentu (definisi terbatas)
Keinginan atau pilihan ideal)
Pilihan atau prioritas berbagai elemen yang dianggap penting
Pilihan peran, perilaku serta alokasi sumber kehidupan
Organisasi kegiatan
Organisasi wadah kegiatan manusia (TATA RUANG)
Sumber: Rapoport dalam Setiawan, 2010:24
33
Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan membeli: (1) kebudayaan; Kebudayaan ini sifatnya sangat luas, dan menyangkut segala aspek kehidupan manusia. Kebudayaan adalah simbul dan fakta yang kompleks, yang diciptakan oleh manusia, diturunkan dari generasi ke generasi sebagai penentu dan pengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat yang ada, (2) kelas sosial; faktor kelas sosial sangat mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli sebuah rumah. Kelas sosial adalah sebagai suatu kelompok yang terdiri dari sejumlah orang mempunyai kedudukan yang seimbang dalam masyarakat (Mangkunegara, 2002:30). Kelas sosial dapat dikategorikan menjadi: kelas sosial golongan atas: memiliki kecenderungan membeli rumah yang mewah dengan fasilitas yang lengkap yang dapat memberikan identitas dirinya, kelas sosial golongan menengah; cenderung membeli rumah dengan kualitasnya cukup memadai dan cenderung membeli dengan sistem kredit, dan kelas sosial golongan rendah; cenderung membeli rumah dengan mementingkan kuantitas daripada kualitasnya, karena mereka menganggap rumah hanya sebagai kebutuhan dasar. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan membeli lainynya adalah (3) kelas anutan (small reference group); kelompok kecil di sekitar individu yang menjadi rujukan bagaimana seseorang harus bersikap dan bertingkah laku, termasuk dalam tingkah laku pembelian, misalnya kelompok keagamaan, kelompok kerja, dan kelompok pertemanan, (4) keluarga; lingkungan inti dimana seseorang hidup dan berkembang, terdiri dari ayah, ibu dan anak.
34
Dalam keluarga perlu dicermati pola perilaku pembelian yang menyangkut siapa yang mempengaruhi keputusan untuk membeli, siapa yang membuat keputusan untuk membeli, siapa yang melakukan pembelian, siapa pemakai produknya, dan berdasarkan pengalaman. Berbagai informasi sebelumnya yang diperoleh seseorang yang akan mempengaruhi perilaku selanjutnya, Keputusan membeli juga dipengaruhi oleh faktor: (6) kepribadian; kepribadian dapat didefinisikan sebagai pola sifat individu yang dapat menentukan tanggapan untuk beringkah laku, (7) sikap dan kepercayaan; sikap adalah suatu kecenderungan yang dipelajari untuk bereaksi terhadap penawaran produk dalam masalah yang baik ataupun kurang baik secara konsisten. Kepercayaan adalah keyakinan seseorang terhadap nilai-nilai tertentu yang akan mempengaruhi perilakunya. Respon seseorang terhadap lingkungan bergantung kepada bagaimana individu yang bersangkutan tersebut mempersepsikan lingkungannya. Manusia mempunyai kepribadian individual, tetapi manusia juga mahluk sosial, hidup dalam masyarakat dalam kolektivitas. Dalam memenuhi kebutuhan sosialnya inilah manusia berperilaku sosial dalam lingkungan yang diamati dari fenomena perilaku lingkungan, kelompok pemakai,dan tempat terjadinya aktifitas (Laurens, J.M, 2004:107). 2.2.6. Faktor Kepuasan Konsumen terhadap Rumah Untuk dapat mengetahui dasar pemilihan konsumen terhadap suatu perumahan, diperlukan pemahaman mengenai konsumen perumahan itu sendiri. Hal 35
yang perlu diperhatikan dalam pemilihan suatu produk adalah faktor kepuasan konsumen. Kepuasan konsumen adalah persepsi konsumen terhadap harapannya yang telah terpenuhi atau terlampaui. Kepuasan konsumen akan terjadi setelah tahap pembelian dan setelah tahap pemakaian. Adapun proses evaluasi setelah pembelian adalah kepuasan yang akan tercapai bila terjadi kesamaan antara pengalaman dalam mendapatkan dan menggunakan produk, dengan harapan yang diinginkan oleh konsumen terhadap kualitas dari produk yang didapatkan. Tingkat performa produk yang diharapkan untuk tercapainya kepuasan konsumen dengan evaluasi kepuasan terhadap suatu produk/jasa atau kepuasan tertentu dipengaruhi oleh faktor-faktor kualitas, sebagai berikut: (Gasperz dalam Swihendra, 2006:8) : a) performance adalah adalah fungsi dan tampilan rumah, b) features adalah faktor yang terkait dengan pilihan-pilihan dan pengembangan desain bangunan yang ditawarkan oleh pengembang. Pengaruh berikutnya adalah, c) reliability (keandalan) adalah faktor yang berkaitan dengan tingkat kegagalan dalam penggunaan produk, yaitu kemungkinan kecil suatu produk mendapat gangguan baik intern maupun ekstern, d) conformance to Specification (kesesuaian dengan spesifikasi) yaitu sejauh mana karakteristik disain memenuhi standar yang ditetapkan sebelumnya, e) durability (daya tahan) adalah faktor yang berkaitan dengan daya tahan atau masa pemakaian suatu rumah/kualitas rumah. f) serviceability (pelayanan) yaitu faktor yang terkait dengan kemudahan perumahan seperti sarana dan prasarana serta faktor lokasi, g) aesthetic (daya tarik) adalah faktor yang berkaitan dengan daya tarik bagi konsumen, seperti harga, 36
fasilitas, lokasi, akses, disain bangunan dan lain sebagainya dan h) perceived quality (kualitas yang dirasakan) adalah faktor yang berkaitan dengan kualitas yang dirasakan konsumen. 2.2.7. Faktor Keputusan Konsumen terhadap Rumah Di dalam melakukan suatu pengambilan keputusan oleh konsumen, dilakukan banyak pertimbangan-pertimbangan yang harus dilakukan agar keputusan yang diambil sesuai dengan harapan konsumen dan tidak menimbulkan kendala serta akibat-akibat yang tidak diinginkan. Secara umum keputusan konsumen mengambil bentuk dan model adalah sebagai berikut: (Engel, 2001:6) (a) need recognition; Konsumen mempersepsikan perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan, (b) search for information; Konsumen mencari informasi yang disimpan di dalam ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal), (c) pre-purchase evaluation of Alternatif; konsumen menilai kemungkinan-kemungkinan yang ada sebelum membeli, membandingkan, membedakan, memilih produk yang pada akhirnya dapat menentukan yang terbaik. Keputusan konsumen berikutnya adalah, (d) purchase; konsumen membeli pilihan, e) Consumption; konsumen menggunakan, memakai, memanfaatkan barang kebutuhan yang telah dibeli, f) post consumption evaluation; konsumen memberikan penilaian setelah memanfaatkan produk yang dibelinya, (g) divestmen; konsumen memutuskan apakah akan terus menggunakan produk tersebut atau ingin menjual dan 37
menukar dengan produk lain yang lebih disukai jika konsumen merasakan puas, biasanya tidak dijual. Proses keputusan konsumen tersebut dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu : (Engel, 2001:9) (a) lingkungan; pengaruh lingkungan terhadap keputusan konsumen antara lain adalah budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan situasi, (b) individu; sumberdaya konsumen, inovasi dan keterikatan, c) psikologi; sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi. 2.2.8. Segmen Pasar Perumahan Pembangunan perumahan pada era tahun 2004 hingga saat ini cenderung menunjukkan perkembangan yang mengembirakan. Hal ini salah satu disebabkan oleh tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kian membaik serta ditunjang pula oleh munculnya kesadaran dan sikap profesionalisme pengembang dalam membantu pemerintah untuk pengadaan fasilitas hunian baik di wilayah perkotaan dan perdesaaan. Timbulnya fenomena kesenjangan antara upaya pengadaan fasilitas hunian (perumahan dan permukiman) dengan kelangkaan lahan yang didapatkan akan mengacu tingginya harga tanah untuk pengembangan perumahan dan permukiman, utamanya di wilayah perkotaan (Sastra,2006:186). Pertumbuhan pasar perumahan di Kota Denpasar saat ini kecenderungan didominasi oleh perumahan dengan segmen pasar menengah keatas. Besar kecilnya proyek perumahan dan kelengkapan sarana dan prasarana penunjang operasional suatu perumahan dalam lokasi tertentu juga dapat dijadikan parameter bagi developer
38
untuk menunjukkan eksistensinya dalam bidang realisasi hunian yang standar dan layak huni bagi masyarakat, baik kelas bawah, menengah maupun kelas atas. Penetapan segmen pasar mutlak harus dilakukan oleh pengembang karena biasanya produk properti yang akan dipasarkan mempunyai beberapa varian. Adapun hal-hal yang perlu diketahui oleh pengembang dalam menyikapi kondisi pasar produk properti antara lain adalah : keinginan yang spesifik dari konsumen yang ditarget, kemampuan ekonomi target pemasaran (kondisi keuangan), aksesbelitas (pencapaian lokasi), perilaku konsumsivitas dari target pemasaran (konsumen), tingkat kemampuan daya beli konsumen, untuk menetapkan segmen pasar produk, developer memperhatikan beberapa aspek utama, yaitu: geografis (suku bangsa, Negara, Provinsi, Kabupaten/Kota), demografi (jenis kelamin, tingkat penghasilan, usia, profesi), psikologis (strata sosial, lingkungan dan gaya hidup, mental dan kepribadian), prilaku (tingkat kebutuhan akan tempat tinggal, kesempatan untuk membeli rumah, kemampuan daya beli, sikap terhadap keberadaan hunian) (Sastra, 2006:191). Jenis segmentasi untuk perumahan sederhana (RS) dan rumah sehat sederhana (RSH) biasanya merupakan jenis pelayanan bagi masyarakat golongan menengah kebawah misalnya, pegawai pemerintah daerah dan karyawan perusahan kecil. Segmentasi pasar untuk jenis perumahan menengah keatas terdiri dari karyawan perusahan besar, praktisi professional (dosen, pejabat teras) maupun pengusahapengusaha yang berkelas nasional, sedangkan segmentasi pasar properti (perumahan)
39
untuk golongan atas (mewah) biasanya terdiri dari pengusaha-pengusaha sukses dari luar kota (daerah) pejabat tinggi negara, eksekutif professional yang bergerak dalam bidang industri maupun warga asing yang berminat menanamkan modal (Sastra, 2006:193). Jenis perumahan yang saat ini dikembangkan oleh developer kepada masyarakat (Sastra, 2006:192) adalah : (1) perumahan sederhana (RSS); perumahan sederhana merupakan jenis perumahan yang biasanya diperuntukkan bagi masyarakat yang berpendapatan rendah dan mempunyai keterbatasan daya beli. Perumahan sederhana ini bisanya memiliki sarana dan prasarana yang masih minim, antara lain disebabkan oleh karena pada jenis perumahan sederhana (RS) dan RSS developer tidak dapat menaikkan harga jual bangunan dan fasilitas pendukung operasional lainnya. Luas kaveling biasanya 54 m2 sampai 200 m2, (2) perumahan menengah; jenis perumahan menengah biasanya sudah dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang operasional perumahan, seperti pengerasan jalan, open space berikut tamannya, jalan berikut perabotannya (street furniture) serta lampu taman dan lampu jalan, bahkan kadang-kadang dilengkapi juga dengan fasilitas untuk olah raga seperti lapangan tenis. Perumahan menengah biasanya terletak tidak jauh dari pusat kota disesuaikan dengan tuntutan pemakai rumah (konsumen) yang menginginkan aksesbilitas yang tinggi dengan kelengkapan sarana dan prasarana penunjangnya seperti pusat perbelanjaan, pusat pendidikan, pusat kegiatan pelayanan barang dan jasa. Luas
40
kaveling antara 200 M2 sampai 600 M2. (3) perumahan mewah; jenis perumahan mewah merupakan jenis perumahan yang dikhususkan bagi masyarakat yang berpendapatan tinggi, seperti direktur perusahaan, praktisi professional, pengusaha nasional dan internasional, maupun para investor yang ingin bisnis dibidang properti, khususnya jual beli fasilitas hunian (residensial). Jenis fasilitas yang disediakan sangat lengkap seperti lapangan olah raga, taman dan fasilitas bermain, gedung pertemuan, pusat perbelanjaan, fasilitas rekreasi yang representatif seperti kolam renang umum. Luas kaveling antara 600 m2 sampai 2000 m2 (Sastra, 2006:195) 2.2.9. Aspek Pertimbangan dalam Pembangunan Perumahan Menurut undang-undang nomor 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Bagi sebuah lingkungan perkotaan, kehadiran lingkungan perumahan sangatlah penting dan berarti karena bagian terbesar pembentuk struktur ruang perkotaan adalah lingkungan permukiman. Oleh karena itu munculnya permasalahan pada suatu permukiman akan menimbulkan dampak langsung terhadap permasalahan perkotaan secara menyeluruh. Dalam pembangunan, khususnya pembangunan perumahan dan permukiman, seharusnya dilakukan sinkronisasi antara dua sistem, yaitu perkotaan dan perdesaan. Hal ini harus diupayakan guna menghindari terjadinya over load (kelebihan beban) pada lingkungan perumahan dalam wilayah perkotaan yang dapat menimbulkan
41
dampak yang tidak menguntungkan bagi wilayah perkotaan maupun wilayah dibelakangnya (hinterland), yang biasanya adalah suatu wilayah perdesaan. Oleh karena itu perencanan sebuah perumahan memegang peranan yang sangat penting terhadap
pengendalian
laju
pembangunan
agar
berdampak
positif
dan
berkesinambungan. Pembangunan perumahan perlu dipertimbangkan secara matang aspek perencanaan baik arah maupun laju pembangunan perumahan akan dapat mencapai suatu kondisi dimana jumlah dan kualitasnya sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Karena perumahan dan permukiman berfungsi sebagai wadah pengembangan sumber daya manusia serta sebagai pengejentawahan dari kehidupan sosial yang tertib maka di dalam merencanakan perumahan harus mempertimbangkan aspek-aspek yang mendasari perencanaan perumahan. Sinkronisasi dua sistem yaitu perkotaan dan perdesaan sangat penting guna menghindari over load (kelebihan beban) pada lingkungan perumahan. Beberapa aspek yang mendasari perencanaan perumahan
adalah (Sastra,
2006:117): (1) lingkungan; lingkungan suatu perumahan merupakan faktor yang sangat menentukan dan keberadaannya tidak boleh diabaikan karena baik dan buruknya kondisi lingkungan akan berdampak terhadap penghuni perumahan. Pertimbangan terhadap faktor lingkungan dalam perencanaan lingkungan perumahan mutlak diperlukan karena pada hakikatnya proses terbentuknya lingkungan perumahan merupakan akumulasi dari unit-unit rumah sebagai pembentuk perumahan tersebut, (2) daya beli (Affordability); kemampuan daya beli masyarakat masyarakat 42
pada wilayah yang satu dengan yang lainnya tidak sama. Kemampuan masyarakat untuk membeli rumah masih berada dibawah garis kemampuan standar. Kesesuaian antara ukuran bangunan, kebutuhan ruang, konstruksi bangunan, maupun bahan bangunan harus tetap dipertimbangkan. Faktor yang mempengaruhi daya beli masyarakat terhadap perumahan saat ini antara lain: pendapatan per kapita sebagian besar masyarakat yang masih relatif rendah (dibawah standar), tingkat pendidikan sebagian besar masyarakat, terutama didaerah perdesaan, masih relatif rendah, pembangunan yang belum merata pada berbagai daerah sehingga memicu timbulnya kesenjangan sosial ekonomi, di mana hal ini berdampak terhadap persaingan antara golongan yang berpendapatan tinggi dengan masyarakat yang berpendapatan rendah, situasi politik dan keamanan yang cenderung tidak stabil sehingga mempengaruhi minat dan daya beli masyarakat untuk berinvestasi dan mengembangkan modal, inflasi yang tinggi yang menyebabkan naiknya harga bahan bangunan yang berdampak dengan melambungnya harga rumah, baik untuk kategori rumah sederhana, menengah maupun mewah. Penyediaan fasilitas perumahan hendaknya juga disesuaikan dengan kemampuan keluarga yang akan menempati, karena ekonomi keluarga yang satu dengan yang lainnya tidak sama, (3) kelembagaan; keberhasilan pembangunan perumahan dalam suatu wilayah, baik diperkotaan maupun diperdesaan, tidak terlepas dari peran pemerintah sebagai pihak yang berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan suasana yang kondusif bagi terciptanya keberhasilan itu. Peran swasta dalam hal ini developer sangatlah menentukan terciptanya arah dan 43
laju pembangunan menuju masyarkat adil dan dan sejahtera. Untuk itu, memilih rumah sangat ditentukan ketentuan-ketentuan seperti yang tertuang dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan. Lokasi lingkungan perumahan sesuai dengan rencana peruntukan lahan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat atau dokumen perencanaan lain yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah setempat, dengan kriteria: (1) kriteria keamanan, lokasi tersebut bukan kawasan lindung, olahan pertanian, hutan produksi, daerah buangan limbah pabrik, daerah bebas bangunan pada area bandara dan daerah dibawah jaringan listrik tegangan tinggi, (2) kriteria kesehatan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut bukan daerah yang mempunyai pencemaran udara di atas ambang batas, pencemaran air permukaan dan air tanah dalam. Ketentuan berikutnya adalah (3) kriteria kenyamanan, dicapai dengan kemudahan pencapaian, kemudahan berkomunikasi dan berkegiatan (prasarana dan sarana lingkungan tersedia), (4) kriteria keindahan/keserasian/keteraturan, dicapai dengan penghijauan, mempertahankan karakteristik topografi lingkungan yang ada, (5)
kriteria
fleksibilitas,
dicapai
dengan
mempertimbangkan
kemungkinan
pertumbuhan fisik/pemekaran lingkungan perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana, (6) kriteria keterjangkauan jarak, dicapai dengan mempertimbangkan jarak pencapaian ideal kemampuan orang berjalan kaki sebagai pengguna lingkungan terhadap penempatan sarana dan prasarana utilitas lingkungan. 44
Ketentuan yang terakhir menurut SNI adalah (7) kriteria lingkungan berjati diri, dicapai dengan mempertimbangkan keterkaitan dengan karakter sosial budaya masyarakat setempat, lokasi perencanaan perumahan harus berada pada lahan yang jelas status kepemilikannya dan memenuhi persyaratan administratif, teknis dan ekologis, keterpaduan antara tatanan kegiatan dan alam di sekelilingnya, dengan mempertimbangkan jenis, masa tumbuh dan usia yang dicapai, serta pengaruhnya terhadap lingkungan. Menurut (Sastra, 2006:116), pertimbangan lain konsumen dalam pemilihan sebuah rumah adalah: keamanan, kesehatan, kenyamanan, keindahan, harga jual, lingkungan perumahan, lokasi, kondisi geologi/topografi dan kepastian hukum.
45