BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Kajian yang pernah dilakukan sebelumnya adalah kajian tentang meningkatkan kemampuan menentukan tema dan amanat syair melalui pembelajaran kooperatif type jigsaw pada siswa kelas 9 SMP Negeri 6 Gorontalo tahun 2007/2008 yang diteliti oleh Mintje Dubaili (2008). Permasalahan yang dikemukakan adalah apakah pembelajaran kooperatif type jigsaw dapat meningkatkan kemampuan menentukan tema dan amanat syair pada siswa kelas 9 SMP Negeri 6 Gorontalo? Hasil penelitian menunjukkan : (1) Kompetensi siswa dalam menetukan tema dan amanat pada siswa kelas 9 SMP Negeri 6 Gorontalo pada siklus I belum optimal, karena masih banyak kekeliruan dalam kemampuan tersebut, (2) Kegiatan pembelajaran dalam siklus II sudah meningkat dan siswa memperoleh hasil di atas standar ketuntasan minimal (SKM), (3) pembelajaran kooperatif type jigsaw diterapkan pada penyajian materi menentukan tema dan amanat syair dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 9 SMP Negeri 6 Gorontalo. Hal ini dibuktikan oleh peningkatan hasil belajar siswa yang dikenai tindakan sebanyak 30 orang dan 30 orang atau 91,3% dinyatakan tuntas belajar. Penelitian di atas berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang dilakukan oleh Dubaili adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif type jigsaw dan lebih mefokuskan pada unsur tema dan amanat syair. Penelitian yang dilakukan peneliti yakni “Kemampuan Menganalisis Unsur-Unsur Syair yang Diperdengarkan Pada Siswa Kelas IX3 SMP Negeri 13 Gorontalo”. Objek penelitian ini memfokuskan pada tes kemampuan siswa menganalisis unsur-unsur syair yang diperdengarkan. Selain itu, perbedaannya dapat dilihat dari sumber data yang berbeda.
2.2 Hakikat Syair Syair merupakan salah satu jenis puisi lama. Puisi Lama ialah sebagian daripada kebudayaan lama yang dipancarkan oleh masyarakat lama (Sultan Takdir Alisjabanah, 2009:46). Berbeda dengan puisi baru adalah karya sastra yang sudah tidak dipengaruhi adat kebiasaan masyarakat sekitarnya, lebih cenderung dipengaruhi oleh sastra dari barat. Ciri-cirinya (a) bersifat dinamis (mengikuti perkembangan zaman), (b) ceritanya berkisar kehidupan masyarakat, (c) mencerminkan kepribadian pengarangnya, dan (d) selalu diberi nama sang pembuat karya sastra. Hal ini berbeda dengan puisi lama. Puisi lama adalah karya sastra yang lahir dalam masyarakat lama, yaitu suatu masyarakat yang masih memegang adat istiadat yang berlaku di daerahnya. Jadi,
mengenali puisi lama, maka pertama sekali mestilah kita mengenali
kebudayaan dan masyarakat lama itu. Masyarakat lama merupakan suatu persatuan yang lebih rapat, lebih padu, tidaklah terpecah belah seperti masyarakat modern. Antara anggota masyarakat yang satu dengan anggota masyarakat yang lain saling menyatu. Mereka sama-sama mendiami suatu daerah yang boleh dikatakan tertutup dengan masyarakat asing. Masyarakat dan kebudayaan lama tidak pernah berubah-ubah, tidak pernah mendapat pengaruh dari luar. Syair termasuk dalam bentuk puisi lama yang oleh masyarakat lama dianggap sebagai miliknya sendiri. Kata “syair” berasal dari bahasa Arab: sya’ara (menebang atau bertembang); sya’ir (penembang); sya’ra (syair atau tembang). Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa kata syair berasal dari kata syur’ur atau syi’ir (juga bahasa Arab) yang artinya perasaan. Dengan demikian, ada yang mendefinisikan syair sebagai tembang (puisi) yang penuh curahan perasaan. Meskipun demikian, bentuknya bukan puisi Arab. Syair merupakan jenis puisi yang berasal dari kesusastraan Arab. Menurut sejarahnya, syair sudah ada dalam kesusastraan Arab sebelum turunnya agama Islam. Oleh karena itu, dalam
kesusastraan Arab dikenal syair zaman Jahiliah dan syair zaman Islam. Bentuk syair zaman Jahiliah tidak jauh beda dengan bentuk syair pada zaman Islam, namun jiwa yang mengihlami sangat jauh berbeda. Syair pada zaman Islam sangat kental dengan muatan religi dan keimanan terhadap keesaan Allah SWT. Menurut Sadikin (2011:43) Syair adalah puisi atau karangan dalam bentuk terikat yang mementingkan irama sajak. Biasanya terdiri dari 4 baris, berirama aaaa, keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair (pada pantun, 2 baris terakhir yang mengandung maksud). Orang yang menulis syair disebut penyair. Namun pengertian penyair pada masa sekarang ini telah bergeser menjadi orang yang menulis puisi. Pada zaman kesusastraan Indonesia modern, syair tidak lagi mendapat perhatian. Para penyair berpendapat bahwa bentuk syair telah beku oleh berbagai ikatan dan konvensi. Menurut Alisjahbana (2009:47) syair kurang disukai orang bukan karena ikatan-ikatan yang ada di dalamnya tidak lagi sesuai dengan zaman, melainkan semata-mata karena orang yang membuat syair (penyair) pengetahuannya kurang dan lemah getar jiwanya. Mereka tidak dapat membuat syair yang “hidup” dan “berjiwa”, ikatan syair dapat dihidupkan kembali di tengah-tengah puisi modern. Terlepas dari pendapat di atas syair merupakan bentuk puisi yang menempati posisi penting pada zaman kesusastraan Indonesia (Melayu) klasik, di samping pantun. Oleh karena itu, tidak ada salahnya kita memberi perhatian dan apresiasi terhadap bentuk puisi lama. Menurut Soenaryo dkk (tt: 11) Syair berarti pula sajak (puisi), karena penyair adalah penggubah sajak. Kata “syair” berasal dari kata “syu’yur” yang berarti perasaan. Dalam kesusastraan Indonesia, syair banyak digunakan sebagai pengubah cerita atau mengungkapkan
suatu kisah. Selain untuk mengubah cerita, syair juga digunakan sebagai media untuk mencatat kejadian dan sebagai media dakwa. Berdasarkan uraian
beberapa pendapat di atas,
dapat di simpulkan
bahwa syair
merupakan puisi lama yang berbentuk sajak dan terikat oleh setiap bait ada empat baris yang bersajak a a a a. Syair merupakan cerita yang panjang-panjang yang berupa nasehat-nasehat yang dibacakan secara berlagu. 2.3 Ciri-Ciri Syair Menurut Sugiarto (2007:31) ciri-ciri syair adalah sebagai berikut: a.
Terdiri atas empat larik (baris) tiap bait.
b.
Setiap bait memberi arti sebagai satu kesatuan.
c.
Semua baris merupakan isi (dalam syair tidak ada sampiran).
d.
Sajak akhir tiap baris selalu sama (aa-aa).
e.
Jumblah suku kata tiap baris hampir sama (biasanya 8-12 suku kata).
f.
Isi syair berupa nasehat, petuah, dongeng, cerita dan sebagainya. Menurut Alisjahbana (2009:46) syair dilukiskan dengan bentuk yang panjang-panjang,
misalnya lukisan suatu cerita atau suatu nasehat. Dalam syair semua isi mengandung makna yang hendak disampaikan, karena syair tidak bersampiran. Syair tidak selesai dalam satu bait, karena syair biasanya untuk bercerita. Empat baris syair merupakan satu bait adalah satu kesatuan sintaksis yang mengandung satu makna yang berkesinambungan. Biasanya makna syair ditentukan oleh bait-bait berikutnya mirip dengan alinea-alinea dalam sebuah cerita. 2.4 Unsur-Unsur Syair
Menurut Waluyo (1987:70) secara garis besar unsur-unsur puisi terbagi atas dua macam, yakni struktur fisik dan struktur batin. Sebagai salah satu bentuk puisi lama, unsur-unsur syair sama dengan unsur-unsur puisi. 2.4.1 Unsur Fisik Unsur fisik menurut Waluyo (1987: 71-101) meliputi hal-hal sebagai berikut ini. a. Diksi (Pemilihan Kata) Kata-kata yang digunakan dalam syair merupakan hasil pemilihan yang sangat cermat. Katakata merupakan hasil pertimbangan, baik makna, susunan bunyinya, maupun hubungan kata itu dengan kata-kata lain dalam baris dan baitnya. Kata-kata memiliki kedudukan yang sangat penting dalam puisi. Kata-kata dalam puisi bersifat konotatif dan ada pula kata-kata yang berlambang. Makna dari kata-kata itu mungkin lebih dari satu. Kata-kata yang dipilih hendaknya bersifat puitis, yang mempunyai efek keindahan. Bunyinya harus indah dan memiliki keharmonisan dengan kata-kata lainnya. b. Pengimajinasian Pengimajinasian adalah kata atau susunan kata yang dapat menimbulkan khayalan atau imajinasi. Menurut Kosasih (2012: 100) dalam menentukan imaji, pembaca atau pendengar seolah-olah merasa, mendengar, atau melihat sesuatu yang diungkapkan penyair. Dengan katakata yang digunakan penyair, pembaca seolah-olah (1) Mendengarkan suara (imajinasi auditif), (2)Melihat benda-benda (imajinasi visual), atau (3) Meraba dan menyentuh benda-benda (imajinasi taktil). c. Kata Konkret
Untuk membangkitkan imajinasi pembaca, kata-kata harus dikonkretkan atau diperjelas. Jika penyair mahir memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasa apa yang dilukiskan penyair. Pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan penyair. d.
Bahasa Figuratif ( Majas ) Majas ( figuratif language) ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu
dengan cara membandingkan dengan benda atau kata lain. Majas mengiaskan atau mempersamakan sesuatu dengan hal yang lain. Maksudnya, agar gambaran benda yang dibandingkan itu lebih jelas. Misalnya, untuk menggambarkan keadaan ombak, penyair menggunakan majas personifikasi berikut. Risik risau ombak memecah Di pantai landai Buih berderai Dalam menentukan majas dapat dilihat dari cara penyair mempergunakan persamaan, perbandingan, dan kata-kata kias yang lain. Penyair mempergunakan aneka ragam majas untuk memperjelas maksud serta imajinasi itu (Tarigan, 2000:32). (1) Yang menggunakan majas metafora, antara lain: Menekan bahu, bahu lemah! Kaki sakit, badan penat! (2) Yang menggunakan perbandingan Hidupnya hidup ayam Menantu pilihan ladang mati (3) Yang menggunakan persamaan Aku ini binatang jalang Dari kumpulan yang terbuang e. Rima
Rima adalah pengulangan bunyi dalam syair. Dengan adanya rima suatu syair menjadi indah. Makna yang ditimbulkannya lebih kuat. Di samping rima, dikenal pula istilah ritme, yang diartikan sebagai pengulangan kata, frase, atau kalimat dalam bait-bait puisi. Berbicara tentang ritme maka mau tak mau kita harus pula menyebut-nyebut istilah foot atau kaki sajak dan yang terpenting diantaranya adalah:
1) Jambe : u - / u – 2) Anapes : uu - / uu – 3) Troche : - u / - u 4) Dactylus : - uu / - u u -
Berarti arsis (keras)
u berarti thesisi (lunak) Untuk menentukan rima, maka harus mengetahui kaki-sanjak yang terdapat pada setiap larik atau bait sebuah syair. Setelah kita mendengarkan atau membaca syair tersebut (Tarigan, 2000:35). Selanjutnya, kita megenal beberapa jenis rima, antara lain menurut posisinya rima awal dan rima akhir. a) Rima awal Bagaikan banjir gulung-gemulung Bagaikan topan seruh-menderuh Demikian rasa Datang semasa Mengalir, menimbun, mendesak, mengepung Memenuhi sukma, menawan tubuh
b) Rima akhir Habis kikis Segala cintaku hilang terbang Hilang kembali aku padamu Seperti dulu
Menurut susunannya rima itu dapat pula dibagi atas: 1) Rima berangkai, dengan susunan atau rumus: aa, bb, cc, dd Dimata air, didasar kolam Kucari jawab teka teki alam Dikawan awan kian kemari Disitu juga jawabanya kucari Diwarna bunga yang kembang Kubawa jawab, penghalang bimbang Kepada gunung penjaga waktu Kutanya jawab kebenaran tentu
2) Rima berselang, dengan rumus: abab, cdcd Duduk dipantai waktu senja, Naik dirakit buaian ombak, Sambil bercermin diair-kaca, Lagi diayunkan lagu ombak
Lautan besar bagai bermimpi Tiada gerak, tetap berbaring Tapi pandang kurang ditepi Disana ombak memecah nyaring
3) Rima berpeluk, dengan rumus: abba, cddc Perasaan siapa takkan nyala Melihat anak berlagu dendang Seorang sahaja ditengah padang Tiada berbaju buka kepala Dalam kebun ditanah airku Tumbuh sekuntum bungah teratai Tersembunyi kembang indah permai Tiada terlihat orang yang lalu f. Tata Wajah (Tipografi) Tipografi merupakan pembeda yang penting
antara puisi (syair) dengan prosa dan
drama. Larik-larik syair tidak berbentuk paragraf, melainkan berbentuk bait dalam puisi-puisi kontemporer seperti karya Sutardji Calzoum Bachri, tipografi itu dipandang begitu penting sehingga menggeser kedudukan makna kata-kata. 2.4.2 Unsur Batin Menurut Waluyo (1987:102-131) ada empat unsur batin syair,
yakni: tema (sense),
perasaan penyair (feeling), nada atau sikap penyair terhadap pembaca (tone), dan amanat (intetion). a. Tema Tema merupakan gagasan pokok yang diungkapkan penyair dalam syairnya. Tema berfungsi sebagai landasan utama penyair dalam syairnya. Tema itulah yang menjadi kerangka pengembangan sebuah syair. Jika landasan awalnya tentang ketuhanan, maka keseluruhan struktur syair itu tidak lepas dari ungkapan-ungkapan atas eksistensi Tuhan. Demikian halnya yang dominan adalah dorongan cinta dan kasih sayang, maka yang ungkapan-ungkapan asmarahlah yang akan lahir dari syair itu.
Secara umum, tema-tema dalam syair dikelompokkan sebagai berikut. (1) Tema ketuhanan Syair-syair dengan tema ketuhanan biasanya akan menunjukkan religius experience atau pengalaman religi penyair. (2) Tema kemanusiaan Tema kemanusiaan bermaksud menunjukkan betapa tingginya martabat manusia dan bermaksud meyakinkan pembaca bahwa setiap manusia memiliki harkat dan martabat yang sama. (3) Tema patriotisme/kebangsaan Syair bertema ini berisikan gelora dan perasaan cinta penyair akan bangsa dan tanah airnya. Syair ini mungkin melukiskan perjuangan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan. (4) Tema kedaulatan rakyat Dalam syairnya, penyair mengungkapkan sensitivitas dan perasaannya untuk memperjuangkan kedaulatan rakyat dan menentang sikap kesewenang-wenangan pihak yang berkuasa. (5) Tema keadilan sosial Syair yang bertema keadilan sosial menyuarakan penderitaan, kemiskinan, atau kesengsaraan rakyat. b.
Perasaan atau Rasa Syair merupakan karya sastra yang paling mewakili ekspresi perasaan penyair. Bentuk
ekspresi itu dapat berupa kerinduan, kegelisahan, atau pengagungan kepada kekasih, kepada alam, atau sang Khalik. Jika penyair hendak mengagungkan keindahan alam, maka sebagai
sarana ekspresinya ia akan memanfaatkan majas serta diksi yang mewakili dan memancarkan makna keindahan alam. Jika ekspresinya merupakan kegelisahan dan kerinduan kepada sang Khalik, maka bahasa yang digunakan cenderung bersifat perenungan akan eksistensinya dan hakikat keberadaan dirinya sebagai hamba Tuhan. Menurut Kosasih (2012: 108) cara menentukan perasaan dapat dilihat bagaimana seorang penyair mengekspresikan bentuk-bentuk perasaannya antara lain, dapat dilihat dalam penggalan syair berikut. Diriku lemah anggotaku layu Rasakan cinta bertalu-talu Kalau begini datangnya selalu Tentulah kakanda berpulang dahulu Larik-larik syair di atas merupakan kerinduan dan kegelisahan penyair untuk bertemu dengan sang suami. Kerinduan dan kegelisahannya itu diekspresikannya melalui kata layu, cintah, datangnya, dan berpulang. c. Nada dan Suasana Dalam menulis syair, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap pembaca, apakah dia ingin bersikap menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sikap penyair kepada pembaca ini disebut nada. Adapun suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca syair itu. Suasana adalah akibat yang ditimbulkan oleh syair itu terhadap jiwa pembaca. Nada dan suasana syair saling berhubungan. Nada syair menimbulkan suasana tertentu terhadap pembacanya. Nada duka yang diciptakan penyair dapat menimbulkan suasana iba hati
pembaca. Nada kritik yang diberikan penyair dapat menimbulkan suasana penuh pemberontakan bagi pembaca. Nada religius dapat menimbulkan suasana khusuk. Tarigan (2000:18) mengemukakan bahwa dalam menentukan nada dapat dilihat pada tema dan rasa atau perasaan sajak atau syair. Hal ini disebabkan oleh nada berkaitan dengan tema dan rasa atau perasaan syair. Menurut Semi (1988:118) dalam menentukan suasana hati yang riang dilukiskan dengan bunyi-bunyi yang ringan. Suara vokal e dan i terasa kecil, ringan, dan lembut. Sementara bunyi vokal a, o, dan u, terasa berat dan rendah. Konsonan p, t, k, s, f lebih ringan dari konsonan b, d, g, z, v, dan w. Bunyi yang ringan tentu lebih cocok untuk melukiskan suasana yang senduh, sedangkan bunyi-bunyi yang berat lebih cocok untuk melukiskan perasaan jiwa tertekan, yang gelisah. d. Amanat Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah kita memahami tema, rasa, dan nada syair itu. Tujuan atau amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan syairnya. Amanat tersirat di balik kata-kata yang disusun, dan juga berada di balik tema yang diungkapkan. Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair mungkin secara sadar berada dalam pikiran penyair, namun lebih banyak penyair tidak sadar akan amanat yang diberikan. 2.5 Fungsi Syair Menurut Sadikin (2011:43) fungsi syair adalah untuk menyampaikan cerita dan pengajaran dan digunakan juga dalam kegiatan-kegiatan yang berunsur keagamaan. Syair tertulis yang tergolong tua adalah karya-karya Hamzah Fanzuri, seorang penyair mistik dari Aceh pada abad ke 17, seperti Syair Bidasari Lahir. Syair berfungsi untuk menghibur, karena syair
dinyanyikan untuk menghibur masyarakat. Syair biasanya dilantukan pada upacara perkawinan pada masyarakat lama. Syair-syair yang dilagukan pada masa lalu mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat Melayu tradisional. Secara langsung dipaparkan
nilai-nilai keagamaan, nasihat,
pengajaran, kasih-sayang, budi pekerti, tolong-menolong dan sebagainya. Fungsi syair adalah sebagai hiburan, media komunikasi dalam jenis-jenis kesenian, menyampaikan pengajaran, menggambarkan daya kreativitas dalam penciptaan keindahan, dan menggambarkan word-view masyarakat Melayu (Http. Fatiha 606. Blogspot. Com/2012/06/Fungsi Syair). a. Hiburan Dalam masyarakat dahulu syair menjadi wadah hiburan yang penting. Syair dilagukan dalam majelis-majelis tertentu seperti dalam pesta perkawinan, menyambut kelahiran bayi, Maulud dan sebagainya. Hal demikian berlaku karena pada ketika itu media hiburan belum banyak. Syairsyair yang dilagukan inilah yang menjadi hiburan kepada masyarakat ketika itu. Keistimewaannya jelas terletak pada penggunaan kata-kata, apalagi bila dilagukan. Irama-irama dari syair yang dilagukan inilah yang menimbulkan suasana tertentu kepada khalayak pendengar (Ismail, 1994:98).
b. Media Komunikasi dalam Jenis-Jenis Kesenian Selain sebagai hiburan, syair juga menjadi media komunikasi dalam pelaksanaan adatistiadat. Syair mempunyai pesan yang disampaikan kepada pendengar syair juga berisi pujipujian. c. Menyampaikan Pengajaran
Biasanya isi dan tema syair ialah nasihat dan pengajaran. Ini ditujukan terutama kepada anak-anak agar menjadi anak yang baik, taat, berbakti dan membalas budi kepada ibu bapak. d. Menggambarkan Daya Kreativitas dalam Penciptaan Keindahan Hal yang membedakan antara syair dengan bentuk-bentuk lain ialah daya penariknya, terutama sekali melalui penggunaan irama, pola irama dan bahasanya. Kesan dan kekuatan bahasa dalam masyarakat Melayu memang terkenal. Kata dianggap mempunyai kuasa bagi melaksanakan maksud dan menyampaikan kesannya. Di sinilah letaknya kreativitas penyair yaitu melahirkan keindahan dalam syair melalui penggunaan kata-kata. Unsur bunyi dalam puisi lisan, dapat memikat pendengaran, ia dianggap mempunyai nilai estetik serta magis. Isi sebuah syair dan keahlian penyair boleh menentukan sejauh mana kata-kata yang enak boleh digunakan (Salleh, 1987:130). e. Menggambarkan world-view Masyarakat Melayu Umumnya, puisi dan cerita-cerita tradisional menggambarkan tentang falsafah hidup dan mencerminkan nilai-nilai serta sikap sesuatu masyarakat pada masa dahulu. Menurut Shaari dan Kuntum (1984:18) bahwa cara hidup dalam masyarakatnya cukup banyak dalam bentuk puisi. Dalam hal ini, syair juga memainkan peranan yang penting sebagai wadah bagi masyarakat dahulu melahirkan nilai-nilai dan sikap mereka. Ini menggambarkan kepekaan masyarakat terhadap kehidupan sekitaranya, mementingkan nilai, budi pekerti dan adat istiadat. Berdasarkan fungsi-fungsi yang dijelaskan, ternyata syair tidaklah semata-mata sebagai media hiburan tetapi ia turut digunakan sebagai alat untuk menggerakkan dan menyadarkan masyarakat. Selain mengutarakan isi yang berbentuk nasihat, juga soal-soal ilmu pengetahuan, budi pekerti manusia yang disandarkan kepada ajaran Islam dengan tujuan untuk memupuk semangat keislaman dan kesadaran di kalangan orang Melayu.
2.6 Jenis Syair Sugiarto (2007:31) menyatakan syair berdasarkan isinya
dikelompokkan menjadi
tiga yaitu: (1) syair yang berisi cerita, (2) syair yangmengisahkan kejadian, dan syair yang berisi ajaran agama. a. Syair yang berisi cerita adalah syair-syair yang menceritakan tentang raja-raja. Contoh syair Abdul Muluk. Berhentilah kisah raja Hindustan, Tersebutlah pula suatu perkataan, Abdul Hamid Syah paduka sultan, Duduklah baginda bersuka-sukaan.
Abdul Muluk putera baginda, Besarlah sudah bangsawan muda, Cantik menjelis usulnya syada, Tiga belas tahun umurnya ada.
b. Syair yang mengisahkan kejadian adalah syair yang mengisahkan suatu peristiwa. Contohnya syair singapura dimakam api. Serta terpandang api itu menjulang Rasanya arwahku bagaikan hilang Dijilatnya rumah-rumah dan barang-barang Seperti anak ayam disambar lang Seberang – menyebrang rumah habis rata Apinya cemerlang tidak membuka mata Bunyi gempar terlalulah gempita Lemahlah tulang sendi anggota c.
Syair yang berisi ajaran agama adalah syair yang mengajarkan keagamaan. Contohnya syair “Sidang Ahli Suluk”
Sidang Faqir empunya kata, Tuhanmu Zahir terlalu nyata. Jika sungguh engkau bermata, lihatlah dirimu rata-rata”. Selain isi syair, Soenaryo dkk (tt:11) berpendapat isinya syair dapat dibedakan: (a) syair yang merupakan dongeng, (b) syair yang berisi kiasan atau sindiran, (c) syair yang berisi citraa atau hikayat, (d) syair yang menceritakan kejadian, dan (e) syair ajaran agama atau budi pekerti.