Bab II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Konsep dan definisi konsep Konsep merupakan unsur dasar pembentukan teori dan sebagai landasan bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Oleh karena itu konsep perlu dijelaskan terlebih dahulu untuk memberikan makna dan arah yang jelas, agar tidak terjadi penyimpangan dalam pengkajian konsep tersebut. Penggunaan konsep yang baik dan jelas maknanya dapat menghilangkan kesalahpahaman (Ihalauw, 2000:25-27). Adapun konsep-konsep yang dipilih dan didefinisikan untuk membantu pemahaman skripsi ini adalah konsep mekanisme foreign exchange market dan exchange rate. Untuk mempermudah dan membantu pemahaman tentang aturan main foreign exchange market dan konsep dari exchange rate penulis memilih memberikan definisi yang dikemukakan oleh Heinz Riehl and Rita M.Rodriguez, yaitu sebagai berikut : •
Foreign exchange market : “The places where one country’s currency can be bought with or sold for another country’s currency”.
•
Exchange rate : “The amount of one currency that can be bought by or sold for a certain amount of another currency”.
2.2 Kerangka Pemikiran
2.2.1 Jenis transaksi di foreign exchange market Keberagaman partisipan forex market yang berasal dari berbagai negara dengan berbagai latar belakang kebijakan ekonomi, membutuhkan adanya suatu konsensus yang disepakati bersama mengenai jenis-jenis transaksi forex, berikut waktu pengiriman (delivery) transaksi forex. Aturan main tersebut diakui oleh partisipan forex market dan otoritas moneter seluruh negara. Menurut Swiss Bank Corporation (1983:44-69), transaksi di forex market terbagi dalam tiga jenis yaitu : Transaksi Spot , Transaksi Forward dan Transaksi Swap. •
Transaksi Spot Transaksi spot merupakan transaksi forex dengan waktu penyerahan dilakukan dalam waktu dua hari kerja setelah kontrak disepakati. Di dalam transaksi Spot ini termasuk didalamnya : Transaksi value tod yaitu jual atau beli valuta asing dengan penyerahan “the same day value “ atau transaksi jual beli valuta asing bersamaan dengan hari kontrak. Transaksi value tom, yaitu transaksi jual – beli valuta asing dengan penyerahan (delivery), satu hari kerja setelah kontrak disepakati.
•
Bank Indonesia menjelaskan transaksi Spot sebagai berikut : PBI no 10/37/PBI/2008. Transaksi valuta asing terhadap rupiah adalah transaksi jual beli valuta asing terhadap rupiah dalam bentuk transaksi spot, termasuk transaksi yang dilakukan dengan valuta today dan/atau valuta tomorrow.
Waktu penyerahan transaksi merupakan waktu eksekusi pembayaran transaksi sesuai yang tercantum dalam kontrak foreign exhange. Di dalam penulisan ini penulis mengkhususkan hanya pada waktu penyerahan transaksi Spot yaitu penyerahan dalam waktu dua hari kerja. Transaksi forex spot di dalam penulisan ini, adalah transaksi forex Spot antar Bank (Interbank Forex Transaction) di pasar keuangan global. Transaksi forex Spot antar Bank adalah transaksi jual beli valas antar Bank yang dapat dijelaskan sebagai berikut : •
Transaksi jual beli valas dengan delivery base, contohnya pada tanggal 1 Oktober 2012 hari Senin, Bank BII melakukan transaksi beli Euro 1,000,000 dengan rate 1.2900.
•
Pada tanggal 3 Oktober 2012 rekening nostro Bank BII untuk mata uang Euro bertambah sebesar Euro 1,000,000. Dan pada waktu yang sama rekening nostro Bank BII untuk mata uang USD berkurang sebesar : 1,000,000 X USD 1.2900 = USD 1,290,000. Di dalam transaksi ini benar – benar terjadi penyerahan dan pembayaran secara penuh (full amount delivery).
•
Bank Indonesia juga mengatur sistem pembayaran secara penuh (full amount delivery). PBI no 10 /37/PBI/2008 Bab II pasal 4 ayat 1 : Transaksi valuta asing terhadap rupiah wajib diselesaikan dengan pemindahan dana pokok secara penuh.
2.2.2. Exchange Rate Aktivitas foreign exchange memerlukan dasar penentuan nilai tukar antara satu mata uang dengan mata uang yang lain, yang disebut exchange rate. Penetapan exchange rate mata uang suatu negara harus mempertimbangkan kekuatan perekonomian negara tersebut yang mencakup beberapa aspek yaitu parity conditions, infrastruktur, spekulasi, investasi, dan resiko politis.
2.2.3. Sejarah perkembangan Exchange Rate Mata uang dulunya hanya dikenal sebagai alat tukar dalam perdagangan. Pada perkembanganya, mata uang juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai komoditi yang dapat diperjual belikan. Fungsi ini berkembang sejak berlangsungnya ekspansi negara-negara Eropa Barat ke belahan dunia yang lain. Meluasnya pengaruh Eropa Barat membuat mata uang mereka
digunakan
oleh
koloni-koloninya.
Perdagangan
yang
berkembang
pesat
mengakibatkan kebutuhan mata uang asing meningkat pula. Negara yang pertama kali menetapkan exchange rate bagi mata uangnya adalah inggris. Atas inisiatif Raja George III, pada tahun 1876 Inggris mematok sebesar 4,2477 Poundsterling (GBP atau STG) per satu ons emas. Pada tahun 1879 AS menyusul dengan menetapkan US Dollar (USD) sebesar 20,67 per satu ons emas (Rugman 1985:166). Eitmen (2001:25-27) menggambarkan sejarah perkembangan exchange rate yang ditandai oleh lima peristiwa penting yaitu : •
The gold standard (1876-1913) Pada masa ini tiap negara menetapkan nilai mata uang berdasarkan berat dan harga emas. Konversi mata uang juga menggunakan standard emas. Kejayaan standard emas berakhir ketika politik di eropa menghangat menjelang Perang Dunia I. Negaranegara besar di eropa memperkuat kemampuan militernya dan membiarkan emas mengalir dengan bebas untuk memenuhi belanja anggaran pertahanan.
•
The interwar years (1914-1944) Menipisnya stok emas negara-negara peserta perang mengakibatkan nilai mata uang mulai berfluktuasi. Pada akhir Perang Dunia I hingga awal 1920-an mata uang negara-negara yang kalah perang terutama Deutschemark (DEM) jatuh nilainya. Mata uang negara-negara yang lemah turut jatuh akibat blokade ekonomi dan hancurnya
jalur-jalur perdagangan. Walaupun GBP dan USD tetap bertahan, itu tidak berlangsung lama karena “ The Great Depression” segera menghantam perekonomian dunia. Pada tahun 1934, AS memodifikasi standard emas lewat kebijakan mendevaluasi USD. Hingga menjelang berakhirnyaPerang Dunia II banyak mata uang kehilangan konvertibilitasnya terhadap mata uang yang lain. Hanya USD yang masih diakui sebagai mata uang yang kuat. •
Bretton Woods (1944) Pada tahun 1944 negara-negara Sekutu bertemu di Bretton Woods, New Hampshire, AS untuk menyusun sistem moneter international yang baru. Pada pertemuan itu diputuskan USD sebagai dasar sistem tersebut. Juga diputuskan berdirinya International Monetary Fund (IMF) dan World Bank. IMF merupakan institusi kunci bagi sistem baru ini. Salah satu fungsi IMF adalah membantu negara-negara anggotanya dalam mempertahankan nilai mata uang mereka. Mata uang negaranegara anggota IMF ditetapkan berdasarkan cadangan emas, namun mata uang tersebut tidak memiliki konvertabilitas terhadap emas. USD diputuskan tetap memiliki konvertabilitas terhadap emas.
•
Fixed Exchange Rate (1948-1973) Sistem moneter internasional yang dibentuk di Bretton Woods dengan pengawasan IMF bekerja dengan baik setelah PD II berakhir. Perdagangan dunia tumbuh pesat. USD menjadi cadangan utama Bank Sentral dibanyak negara. Namun ternyata hal ini menjadi bumerang bagi AS. Pada tahun 1970 terjadi defisit anggaran pemerintah AS yang memerlukan lebih banyak suntikan dana. Di lain pihak permintaan terhadap USD dari negara lain terus meningkat. Sistem Bretton Woods akhirnya kandas karena AS terlalu banyak mencetak USD, hal ini ditandai dengan berkurangnya sepertiga dari
total cadangan emas AS hanya dalam waktu tujuh bulan saja. Akhirnya Presiden Richard Nixon menunda seluruh penjualan dan pembelian emas oleh The Fed (federal reverse bank / Bank Sentral AS). Shapiro (1998:65-66) menambahkan, krisis USD tersebut juga disebabkan ekspansi AS ke Vietnam. Pembengkakan pengeluaran negara bagi belanja persenjataan membuat inisiatif-inisiatif melindungi turunya nilai USD menjadi tidak dipedulikan. Namun perkembangan perekonomian dunia yang pesat memunculkan negara-negara raksasa ekonomi yang baru. Kebijakan AS yang agresif sekaligus protektif membuat beberapa negara industri maju mulai menolak untuk mematok nilai mata uang mereka terhadap USD. Mata uang yang kuat selain USD saat itu adalah DEM , JPY, dan Swiss Franc (CHF). Akhirnya melalui Persetujuan Smithsonia (Desember 1971) disetujui USD didevaluasi 1/38 nilainya terhadap satu ons emas. •
Ecletic Currency Arrangement (1973-sekarang) Mulai tahun 1973, fixed exchange rate ditinggalkan dan beralih ke floating exchange rate. Walau belum semua negara menganut sistem tersebut, exchange rate mulai sangat fluktuasi dan sulit untuk diprediksi. Mata uang menjadi sangat sensitif terhadap isu-isu yang berkembang dalam perekonomian global. Istilah “ floating” (mengambang) bagi negara-negara Asia Timur dan Asia Tenggara lebih tepat dikatakan “ sinking” (tenggelam). Krisis dimulai pertengahan tahun 1997, berawal dari perilaku agresif pelaku ekonomi Thailand yang memburu utang dalam denominasi mata uang asing terutama USD. Perekonomian Thailand yang sedang berkembang dengan pesat atau “bubbling” akhirnya tidak sanggup membayar tumpukan utang tersebut. Mata uang Baht menjadi tertekan. Hilangnya kepercayaan pelaku pasar merembet pula ke negara-negara Asia lainya.
Hingga krisis mereda, hanya Hongkong Dollar yang relatif mampu bertahan. Prestasi ini tercapai setelah Bank Sentral Hongkong menguras cadangan forex mereka habishabisan. 2.2.4. Exchange Rate Regimes Perbedaan kemampuan perekonomian tiap negara membuat otoritas moneter masingmasing menganut rezim nilai tukar (exchange rate regimes) yang dirasa mampu melindungi dan bahkan memperkuat nilai mata uangnya. IMF (Eitman, 2003:31) menggolongkan rezim yang dianut sebagai berikut : •
Exchange Arrangements with No Seperate Legal Tender Sistem ini berdasarkan pada suatu persekutuan mata uang (currency union) di antara beberapa negara. Otoritas moneter persekutuan tersebut menetapkan satu mata uang tunggal yang disirkulasikan dalam lingkungan negara anggotanya. Nilai tukar mata uang negara di luar persekutuan ditetapkan dalam jumlah tertentu dan berlaku di tiaptiap negara anggota dalam zona mata uang tunggal. Contoh penganut : Zona Euro (negara-negara anggota Uni Eropa) dan Zona CFA (negara-negara jajahan Perancis dan Belgia di Afrika).
•
Currency Board Arrangements Sistem ini berdasar pada kebijakan otoritas moneter yang mematok nilai tukar mata uang domestik terhadap satu mata uang asing disertai pembatasan aktivitas ekonomi pemerintah agar tetap dapat memenuhi kewajiban obligasi. Contoh penganut : Cina dan Brunei Darussalam (mematok nilai tukar mata uang asing masing-masing terhadap USD).
•
Conventional Fixed-Pegged Arrangements Sistem ini berdasarkan pada kebijakan otoritas moneter yang menetapkan nilai tukar mata uang domestik terhadap satu atau lebih mata uang asing. Fluktuasi diperbolehkan maksimal satu persen dari nilai tukar yang ditetapkan. Contoh penganut : Malaysia, Arab Saudi, dan Emirat Arab.
•
Pegged Rate within Horizontal Bands Sistem ini berdasarkan pada kebijakan otoritas moneter yang menetapkan nilai tukar mata uang domestik terhadap satu atau lebih mata uang asing. Fluktuasi diperbolehkan hingga sedikit di atas satu persen dari nilai tukar yang ditetapkan. Contoh penganut : Kroasia, Yunani, Denmark.
•
Crawling Pegs Sistem ini berdasarkan pada kebijakan otoritas moneter yang melakukan penyesuaian penetapan nilai tukar secara periodik, dalam rentang yang sempit dan telah disosialisasikan sebelumnya. Contoh penganut : Angola, Kosta Rika, Nikaragua.
•
Exchange Rate with Crawling Bands Sistem ini berdasar pada kebijakan otoritas moneter yang melakukan penyesuaian nilai tukar secara periodik, dalam rentang fluktuasi yang lebar dan telah disosialisasikan sebelumnya. Penyesuaian ini dilakukan sebagai respon terhadap perubahan indikator kuantitatif perekonomian negar tersebut. Contoh penganutnya : Israel, Hungaria, Polandia.
•
Managed Floating with No Preannounced Path for The Exchange Rate Sistem ini berdasarkan pada kebijakan otoritas moneter yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar mata uangnya melalui intervensi aktif di forex market tanpa
mensosialisasikan dengan jelas nilai tukar yang diharapkan. Contoh penganut : Singapura, Norwegia, Rusia. •
Independent Floating Sistem ini berdasarkan pada kebijakan otoritas moneter yang menyerahkan pergerakan nilai tukar mata uangnya sepenuhnya pada mekanisme pasar. Intervensi yang dilakukan bersifat insidental. Contoh penganutnya : AS, Jepang, Indonesia.
2.2.5. Fixed dan Flexible Exchange Rate Menurut Eitman (2001:33), pilihan suatu negara terhadap sistem nilai tukar juga merefleksikan prioritas-prioritas negara tersebut terhadap permasalahan perekonomian negara bersangkutan seperti : inflasi, tingkat pengangguran, tingkat bunga, neraca pembayaran, dan pertumbuhan ekonomi. Pilihan antara fixed dan flexible exchange rate bisa berubah seiring dengan perubahan priorotas-prioritas penyelesaian permasalahan perekonomian. Fixed exchange rate menciptakan stabilitas nilai tukar yang mengakibatkan berkurangnya risikorisiko yang timbul akibat fluktuasi exchange rate. Namun fixed rate menimbulkan konsekuensi besar bagi otoritas moneter yang menganutnya yaitu : •
Penerapan kebijakan-kebijakan fiskal dan moneter yang ketat.
•
Persediaan cadangan nasional berupa emas dan hard currency dalam jumlah besar. Berkaitan dengan fundamental ekonomi suatu negara, penetapan fixed exchange rate
bersifat inkonsisten, karena kekuatan ekonomi suatu negara senantiasa berubah. Semakin flexible exchange rate yang dianut oleh suatu negara, koreksi yang terjadi akibat perubahan kekuatan perekonomian tersebut terjadi secara gradual dan efisien (sesuai mekanisme pasar), sedangkan fixed exchange rate sering membuat koreksi yang terjadi telah terlambat karena harus disepakati dahulu antara otoritas moneter, birokrat, dan lembaga keuangan internasional terlebih dahulu.
2.2.6. Foreign Exchange Quotation – Transaksi SPOT Foreign exchange quotation merupakan pedoman penentuan exchange rate antara satu mata uang dengan mata uang lainya. Menurut Joseph L. Hengkengbala –M Noor Saifullah(2008 : 31), ada tiga jenis forex quotation :
• Direct quotation Pada sistem ini ditentukan exchange rate satu unit mata uang asing dalam mata uang lokal suatu negara. Contoh mata uang US$ dinilai di Jepang dan di Indonesia. Contoh : Di Jepang & Indonesia : US$ 1 = Jpy 117.00 US$ 1 = Idr 9000 Jpy 1 = Idr 77 • Indirect quotation Pada sistem ini ditentukan exchange rate satu unit mata uang lokal dalam suatu mata uang asing. Contoh : Di Swis CHF 1 = US$ 0.0078 • Quoting dollar rate Sistem penentuan harga didalam kegiatan pertukaran mata uang (foreign exchange), dimana semua mata uang yang dipertukarkan dinilai dalam mata uang US dollar. Di
dalam sistem pertukaran ini mata uang yang dipertukarkan selalu berpasangan sebagai berikut :
a. Mata uang yang didagangkan disebut commodity atau reference
currency
b. Mata uang sebagai lawannya / pembayaran disebut non reference currency Contoh : USD/IDR, di sini USD sebagai commodity atau refernce currency, dan IDR sebagai mata uang lawannya/pembayaran non reference currency. EUR/USD, di sini Euro sebagai commodity currency sedangkan USD sebagai non reference currency. Dipasar keuangan global saat ini sistem harga atau quoatation system menganut quoting dollar rate, dimana quotation yang ada dibagi dalam dua kubu sebagai berikut : • Mata uang persemakmuran & Euro : 1 unit mata uang persemakmuran & Euro
=
USD
Uang eks Negara persemakmuran dan Euro dollar sebagai commodity atau reference currency dan USD sebagai non reference. • Mata uang non persemakmuran : 1 unit USD = non USD (misal Yen, SGD, HKD, IDR, dll). Mata uang USD sebagai commodity currency, dan non USD sebagai non reference currency.
Tabel 2.1 Contoh quotation di pasar spot
Sumber : reuters Dari tabel harga spot di atas maka harga yang berlaku di pasar dapat dibaca sebagai berikut : •
Mata uang EUR/USD : 1.4434 – 1.4436 dibaca : harga beli yang berlaku (Bid) adalah 1.4434 dan harga jual yang berlaku (offer) adalah 1.4436. Harga beli (bid) artinya pasar akan membeli setiap 1 Euro dan membayar USD1.4434. Harga jual (offer) artinya pasar akan menjual setiap 1 Euro dan menerima USD1.4436. Di sini Euro sebagai commodity/reference currency dan USD sebagai mata uang non reference currency atau alat bayar di dalam jual – beli Euro.
•
Mata uang GBP/USD : 1.6305 – 1.6309 dibaca: Kurs beli (Bid): 1.6305 artinya kurs beli yang berlaku di pasar adalah setiap 1unit GBP dibeli dengan USD 1.6305, dan setiap 1unit GBP dijual (offer) dengan nilai USD 1.6309.
•
Mata Uang AUD/USD : 1.0495 – 1.0498 dibaca : Kurs Beli (Bid) : 1.0495 artinya kurs beli yang berlaku di pasar adalah setiap 1 AUD dibeli dengan USD 1.0495, dan setiap 1 AUD dijual (offer) dengan nilai USD 1.0498.
•
Mata Uang NZD /USD: 0.7843 – 0.7848 . dibaca : Kurs Beli (Bid) : 0.7843 artinya kurs beli yang berlaku di pasar adalah setiap 1 NZD dibeli dengan USD 0.7843, dan setiap 1 NZD dijual (offer) dengan nilai USD 0.7848
•
Mata uang USD/JPY : 84.35 – 84.36 dibaca : Harga Beli yang berlaku (Bid) adalah 85.35 dan Harga Jual yang berlaku (offer) adalah 84.36. Harga beli (bid) artinya pasar akan membeli setiap 1 unit USD dan membayar JPY 84.35. Harga jual (offer) artinya pasar akan menjual setiap 1unit USD dan menerima JPY 84.36. Di sini USD sebagai commodity/reference currency dan JPY sebagai mata uang non reference currency atau alat bayar di dalam jual – beli USD.
•
Mata Uang USD/IDR : 8,655 – 8,660 dibaca : Kurs Beli (Bid) : 8,655 artinya kurs beli yang berlaku di pasar adalah setiap 1 unit USD dibeli dengan IDR 8,655, dan setiap 1 unit USD dijual (offer) dengan nilai IDR 8,660.
•
Mata Uang USD/CHF : 0.9022 – 0.9024 dibaca :
Kurs Beli (Bid) : 0.9022 artinya kurs beli yang berlaku dipasar adalah setiap 1 unit USD dibeli dengan CHF 0.9022, dan setiap 1 unit USD dijual (offer) dengan nilai CHF 0.9024. 2.2.7. Cross Rate Transaction : Di dalam kegiatan jual beli mata uang tidak selalu mata uang harus dinilai dalam US dollar, tetapi juga dilakukan transaksi antara mata uang non dollar dengan mata uang non dollar lainnya, contohnya seperti YEN terhadap IDR, EUR terhadap Yen, GBP terhadap IDR, HKD terhadap IDR, SGD terhadap IDR dll.
Sistem ini dinamakan cross rate
transaction. (Yoseph. LHengkengbala- M Nor Saefullah 2008 : 20). 2.2.8. Trend Analysis Trend adalah gerak harga di pasar pada arah tertentu dan pada periode tertentu (Joseph. L hengkengbala 2008:22). Gerak harga ini bergelombang dari titik puncak ke titik rendah atau sebaliknya. Bila gerak gelombang ke arah atas maka gerak harga ini disebut tren naik atau up trend. Bila gelombang harga tersebut bergerak ke bawah atau menurun disebut tren menurun atau down trend. Bila gerak gelombang harga bergerak dalam keadaan horizontal, maka disebut tidak ada arah trend atau dalam istilah technical analysis disebut dengan istilah sideways trend, conjested market, market consolidation, atau disebut juga no trend. Berikut disajikan contoh kurva yang bergerak naik atau uptrend, bergerak menurun atau downtrend, dan mendatar atau horisontal biasa disebut dengan sideways trend.
Gambar 2.1 Grafik menaik / uptrend (sumber reuters)
Gambar 2.2 Grafik menurun / downtrend (sumber reuters)
Gambar 2.3 Sideways trend (sumber reuters)
2.2.8.1. Retracements Trend line yang selalu berbentuk sudut terhadap sumbu horizontal grafik. Trend line yang sebaiknya digunakan untuk analisis adalah yang membentuk sudut kira-kira 45 derajat, karena apabila sudut terlalu curam atau terlalu landai tidak dapat digunakan sebagai alat analisis. Retracements yang terjadi pada gerak harga setelah terjadinya penembusan trend line ditetapkan sebesar 50%. Penetapan ini bersifat umum. Persentase retracements yang lain ditetapkan sebesar 33% hingga 66% (John j. Murphy 1986 : 88). Sedangkan didalam Elliot Wave Principe (Joseph.L hengkengbala 2008 : 134) pembalikan arah harga bervariasi dari 0.618 s/d 1.618 kali panjang wave yang ada. 2.2.9. Reversal Pattern Dinamika gerak nilai tukar atau harga di pasar dapat membangun bentukan-bentukan kurva yang selalu berulang dari satu periode ke periode lainya, meski tidak sama persis.
Bentukan-bentukan kurva tersebut apabila dicermati dengan pintar dapat memberikan sinyalsinyal perubahan arah harga maupun pencapaian harga berikutnya Bentukan-bentukan tersebut seperti: 2.2.9.1 Head and Shoulders – H & S Analysis Head and shoulders merupakan suatu bentukan yang terdiri dari tiga buah bentukan titik puncak, dimana titik puncak tertinggi berada di tengah yang disebut dengan head, dan kedua bentukan titik puncak yang lebih rendah di sebelah kiri dan kananya yang masingmasing disebut dengan left dan right shoulders. Kedua shoulders dihubungkan oleh sebuah garis lurus yang disebut dengan neck line. Secara teoritis objective price yang akan dicapai, yaitu sejauh jarak dari neck line ke head. Head and shoulders juga dapat berbentuk Inverse head and shoulders dengan syarat pembentukan yang sama (John j. Murphy 1986 : 107). Berikut adalah contoh gambar reverse head and shoulders dan inverse head and shoulders:
Gambar 2.4 reverse head and shoulders (Sumber : Yoseph. L hengkengbala 2008:69-73)
Gambar 2.5 Inverse head and shoulders (Sumber : metastock)
2.2.9.2. Triple Top and Triple Bottom Triple top dan triple bottom hampir mirip dengan head and sholuders. Yang membedakan adalah ketinggian shoulders (pada triple top) atau kedalaman shoulders (pada triple bottom) sama dengan head. Secara teoritis, objective price yang akan dicapai bila menembus neck line yaitu sejauh ketinggian atau kedalaman bentukan tersebut (John j. Murphy 1986 : 120). Berikut adalah gambar dari triple top dan triple bottom :
Gambar 2.6 Triple top and bottom (Sumber : Yoseph. L hengkengbala 2008: 75) 2.2.9.3. Double Top and Double Bottom Bentukan ini hanya memiliki dua puncak (pada double top) atau dua dasar (pada double bottoms). Secara teoritis, objective price yang akan dicapai bila terjadi penembusan neck line yaitu sejauh ketinggian atau kedalaman bentukan tersebut (John j. Murphy 1986 : 121). Berikut adalah gambar dari double top dan bottom :
Gambar 2.7 Double Top dan Bottom (Sumber : Yoseph. L henghkengbala 2008: 74) 2.2.10 Continuation Pattern Harga di pasar bergerak tidak dalam satu arah secara terus-menerus. Pada momen tertentu terdapat jeda atau konsolidasi (dalam jangka waktu dan range tertentu) membangun suatu bentukan kurva. Kemudian gerak dilanjutkan lagi ke arah tertentu, setelah harga yang ada berhasil menembus zona beli atau area support dan zona jual atau area resistance pada bangun konsolidasi atau bentukan kurva yang ada. Continuation pattern terdiri dari bangun kurva symmetrical triangle, ascending triangle, descending triangle, flag and pennants.
2.2.10.1. Symmetrical Triangel Konsolidasi harga dapat membentuk bangun segitiga sama sisi. Ini memperlihatkan betapa sama kuatnya antara buyers dan sellers mempengaruhi gerak harga pasar. Bila terjadi penembusan , objective price secara teoritis berkisar dari 75% hingga 100% jarak dari dasar segitiga ke titik APEX (John j. Murphy 1986 : 139). Berikut adalah gambar dari Symmetrical Triangle:
Gambar 2.8 Symmetrical Triangel (Sumber : Yoseph. L hengkengbala : 80)
2.2.10.2 Ascending Triangel Dalam hal ini pembeli lebih agresif dari pada penjual, maka terjadilah tekanan beli (buying pressured) lebih besar dari pada tekanan jual (selling pressured). Dinamika dalam tekanan beli dan jual ini membangun suatu bentukan kurva segitiga menaik. Ini menunjukan bahwa pasar bullish. Objective price dapat diprediksi dengan menarik garis dari siku-siku segitiga sejajar sama panjang dengan alas segitiga (John j. Murphy 1986 : 144).
Berikut adalah gambar dari Ascending Triangel :
Gambar 2.9 Ascending Triangel (Sumber : Yoseph. L hengkengbala 2008: 81)
2.2.10.3. Descending Triangel Pada bangun kurva ini terdapat kecenderungan titik puncak yang semakin merendah. Apabila ditarik garis lurus akan menjadi garis resistance yang menurun. Sementara pada sisi titik-titik terendah cenderung sejajar, apabila ditarik garis lurus menjadi garis support. Hal ini menggambarkan bahwa penjual lebih agresif dibandingkan pembeli. Bila terjadi penembusan, ini merupakan bahwa pasar bearish. Objective price dapat diprediksi dengan menarik garis dari siku-siku sejajar sama panjang dengan bidang miring segitiga (John j. Murphy 1986 : 148). Berikut adalah gambar dari Descending Triangel :
Gambar 2.10 Descending Triangel (Sumber : Yoseph. L hengkengbala 2008 : 82)
2.2.10.4. Flags and Pennants Flags and Pennants merupakan bentukan yang terjadi sehubungan dengan gerak harga yang bergerak sangat tajam kemudian berkonsolidasi dalam range harga tertentu dalam periode tertentu. Objective price diprediksi dengan menarik garis tegak lurus dari ujung flag atau pennants dan garis tersebut harus sama panjang dengan garis tinggi flag (John j. Murphy 1986 : 156). Berikut adalah gambar dari Flags and Pennants :
Gambar 2.11 Flags (Sumber : Yoseph. L hengkengbala 2008 : 93)
Gambar 2.12 Pennants (Sumber : Yoseph .L hengkengbala 2008: 94)